Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI
(Boesenbergia pandurata) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi DAN
Streptococcus pyogenes SECARA IN VITRO
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Oleh :
BOBBY SATRIA AJIJ500140095
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN
1
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI TEMU KUNCI(Boesenbergia pandurata) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi DAN
Streptococcus pyogenes SECARA IN VITRO
INTISARI
Salah satu bakteri gram negatif yang endemik di Asia Tenggara adalah Salmonellatyphi. Selain Salmonella typhi terdapat bakteri yang memiliki insiden tinggi didunia yaitu Streptococcus pyogenes. Resistensi antibiotik Salmonella typhidiketahui meningkatkan morbiditas dan mortalitas demam tifoid. Resistensiantibiotik Streptococcus pyogenes terjadi karena peningkatan kemampuanadaptasi bakteri terhadap sistem imun manusia secara perlahan-lahan. Minyakatsiri pada temu kunci (Boesenbergia pandurata) dapat dimanfaatkan sebagaisumber alternatif antibakteri.Mengetahui aktivitas antibakteri minyak atsiri temukunci (Boesenbergia pandurata) secara in vitro dan konsentrasi paling efektifminyak atsiri temu kunci sebagai antibakteri.Jenis penelitianadalah eksperimentaldengan metodeposttest only with control group design. Subyek penelitian iniadalah minyak atsiritemukunci(Boesenbergia pandurata). Salmonella typhi danStreptococcus pyogenes digunakan sebagai bakteri uji. Bakteri uji distandarisasidengan 0,5 Mc Farland, kemudian ditanam pada media agar. Media agar dibuatsumuran dan diisi dengan konsentrasi 30%, 50%, 75%, 90%, kontrol positif, dankontrol negatif dengan metode difusi. Aquades sebagai kontrol negatif,amoxicillindan kloramfenikol sebagai kontrol positif. Kemudian diinkubasi dalam suhu37°Cselama 24 jam dan dihitung zona hambat yang terbentuk.Minyak atsiri temu kunci(Boesenbergia pandurata) memiliki aktivitas antibakteri yang efektif terhadapSalmonella typhi dan Streptococcus pyogenes dalam konsentrasi 30%, 50%, 75%,dan 90%.Minyak atsiritemukunci(Boesenbergia pandurata) dengan konsentrasi30%, 50%, 75%, dan 90% memiliki aktivitas antibakteri. Konsentrasi palingefektif sebagai antibakteri adalah 90%.
Kata kunci: antibakteri, minyak atsiri, temu kunci, Boesenergia pandurata,Salmonella typhi, Streptococcus pyogenes
ABSTRACT
One of the gram-negative bacteria that is endemic in Southeast Asia is Salmonellatyphi. In addition to Salmonella typhi, there are bacteria that have a highincidence in the world that is Streptococcus pyogenes. Salmonella typhi has beenresistance of antibiotic. Known to increase the morbidity and mortality of typhoidfever. Streptococcus pyogenes has been resistance of antibiotic because of theincreased ability of bacterial adaptation to the human immune system. Essentialoils of Boesenbergia pandurata can be utilized as an alternative source ofantibacterials.To investigate the antibacterial activity of essential oils of
2
Boesenbergia pandurata through in vitro technique and the most effectiveconcentrations of Boesenbergia pandurata’s essential oil as antibacterials. Thetype of research was experimental with posttest only with control group designmethod. The subjects of this study is Boesenbergia pandurata’s essential oil.Salmonella typhi and Streptococcus pyogenes are used as bacterial test. Thebacteria test were standardized with 0.5 Mc Farland, then planted on agarmedium. The media is made well and filled with concentrations of 30%, 50%,75%, 90%, positive control, and negative control by diffusion method. Aquades asnegative control, amoxicillin and chloramphenicol as positive controls. Thenincubated at 37 ° C for 24 hours and calculated the inhibit zone. Boesenbergiapandurata’s essential oil has antibacterial activity toward Salmonella typhi andStreptococcus pyogenes in concentrations of 30%, 50%, 75%, and90%.Boesenbergia pandurata’s essential oil with concentrations of 30%, 50%,75%, and 90% had antibacterial activity. The most effective concentration as anantibacterial is 90%.
Keywords: antibacterial, essential oil, Boesenergia pandurata, Salmonella typhi,Streptococcus pyogenes.
1. PENDAHULUAN
Bakteri merupakan organisme prokariotik yang tidak memiliki dinding inti
atau membran inti, sehingga apabila dilakukan ekstraksi benang DNA, akan
didapatkan molekul tunggal dan utuh dari DNA dengan berat molekul 2-
3x109. Bakteri terbagi menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif
tergantung pada respon terhadap pewarnaan gram. Sel bakteri diwarnai
dengan zat warna kristal ungu dan iodium lalu dicuci dengan alkohol atau
aseton. Bakteri gram negatif akan kehilangan zat warna ungunya setelah
dicuci dengan alkohol, sedangkan bakteri gram positif tetap mempertahankan
warna ungu meskipun dicuci dengan alkohol (Syahrurachman, 2010).
Salah satu bakteri gram negatif yang menjadi endemik di Asia Tenggara
adalah Salmonella typhi (Crump et al., 2004). Salmonella typhi adalah
penyebab dari penyakit demam tifoid (Pramitasari, 2013). Demam tifoid
merupakan penyakit menular yang tersebar di seluruh dunia dan masih
menjadi masalah terbesar di negara berkembang dan tropis, seperti Asia
Tenggara, Afrika, dan Amerika latin. World Health Organization (WHO)
mencatat insiden demam tifoid di dunia mencapai 10.825.487 kasus pada
tahun 2000. Insiden demam tifoid tertinggi terjadi di Benua Asia yaitu
3
10.118.179 kasus dan diikuti oleh Benua Afrika dengan 408.837 kasus. Asia
tenggara merupakan daerah endemik demam tifoid kedua setelah Asia tengah
dengan jumlah insiden 575.407 kasus (Crump et al., 2004). Insiden demam
tifoid di Indonesia mencapai 600.000 – 1.500.000 kasus pertahun (Cita,
2011).
Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sedangkan
sebagian lolos menuju usus dan berkembangbiak. Salmonella typhi menyebar
ke organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Masa tunas demam
tifoid berlangsung antara 10-14 hari. (Widodo, 2009).
Selain Salmonella typhi terdapat salah satu bakteri yang memiliki insiden
cukup tinggi di dunia yaitu Streptococcus pyogenes. Streptococcus pyogenes
merupakan bakteri gram positif penyebab faringitis. Insiden faringitis di
dunia mencapai 600 juta penduduk per tahun (Nizet, 2005).
Streptococcus pyogenes melekat ke epitel faring dengan menggunakan pili
permukaan yang dilapisi lipotheichoic acid dan asam hialuronat pada galur
yang berkapsul. Invasi Streptococcus pyogenes bersifat akut dan ditandai
dengan tonsilitis, nasofaringitis berat, eritema dan edema yang berat pada
membran mukosa, pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar getah bening
servikalis, serta demam tinggi (Brooks et al., 2004).
Antibiotik dapat digunakan untuk membasi bakteri gram positif maupun
gram negatif penyebab infeksi pada manusia (Gunawan et al., 2008).
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan pakai dan tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah baru yaitu resistensi. Resistensi antibiotik pada
Salmonella typhi telah diketahui dengan dihubungkan pada meningkatnya
morbiditas dan mortalitas demam tifoid (Erviani, 2013). Penelitian yang
dilakukan Limsuwan pada tahun 2013 juga menunjukkan adanya resistensi
antibiotik pada Streptococcus pyogenes dan peningkatan kemampuan
adaptasi bakteri terhadap sistem imun manusia secara perlahan-lahan
(Limsuwan dan Voravuthikunchai, 2008).
4
Untuk mengatasi resistensi terhadap antibiotik berbagai jenis tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif antibakteri (Jaksa, 2009). Salah
satu tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri adalah temu kunci
(Miksusanti et al., 2008). Masyarakat percaya bahwa temu kunci dapat
digunakan sebagai obat untuk batuk kering, sariawan, gangguan pada usus
besar, perut membengkak, susah kencing pada anak-anak, radang selaput
lendir pada mulut rahim, dan disentri (Hayani, 2007). Penelitian Miksusanti
et al. pada tahun 2008 menunjukkan bahwa minyak atsiri temu kunci
memiliki efek antibakteri dengan merusak dinding sel bakteri dan
mengganggu replikasi sel bakteri (Miksusanti et al, 2008).
Temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah salah satu jenis rimpang
yang banyak ditemukan di Indonesia. Jumlah yang sangat melimpah
menjadikan temu kunci mudah ditemukan, terutama di Provinsi Jawa Tengah
dan Jawa Timur yang menjadi penghasil terbanyak temu kunci di Indonesia.
Tercatat pada tahun 2014 produksi temu kunci di Jawa Tengah 2.870.041
kg/tahun dan Jawa Timur 1.453.708 kg/tahun (Kementerian Pertanian, 2015).
Temu kunci memiliki kandungan minyak atsiri. Minyak atsiri atau minyak
eteris (essential oil, volatile) merupakan hasil metabolisme tanaman yang
terdiri dari senyawa-senyawa yang mempunyai karakteristik menimbulkan
aroma. Komponen senyawa minyak atsiri dapat bereaksi dengan komponen
dinding sel bakteri yang menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri.
Kandungan senyawa benzaldehid, linalol, simen, borneol dan osimen dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (Miksusanti et al., 2008). Penelitian yang
telah dilakukan Chahyadi pada tahun 2014 menunjukkan bahwa minyak atsiri
temu kunci memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Eschericia coli,
Bacillus cereus, Listeria monocytogenes (Chahyadi et al., 2014).
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin membuktikan apakah minyak
atsiri temu kunci (Boesenbergia pandurata) memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Salmonella typhii dan Streptococcus pyogenes pada media
agar.
5
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental
laboratorik.Peneliti memberikan perlakuan terhadap sampel,yaitu berupa
bakteri Salmonella typhii dan Streptococcus pyogenesyang didapat dari
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta yang kemudian diberi minyak atsiri tanaman temu kunci
(Boesenbergia pandurata) dengan konsentrasi 30%, 50%, 75%, 90%, kontrol
positif dan kontrol negatif.Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fakultas
Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk determinasi, kebun
temu kunci di Pacitan untuk pengambilan temu kunci, laboratorium
Farmakologi untuk penyulingan minyak atsiri danLaboratoriumMikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk pengujian
aktivitas antibakteri. Penentuan besar sampel tiap kelompok dilakukan
dengan menggunakan rumus Federer yang melalui perhitungan tersebut
diketahui besar sampel minimal tiap kelompok yang diperlukan adalah 4 kali
replikasi.
Metode uji aktivitas antibakteri yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode difusi. Dibuat sumuran pada media agar kemudian
menyebarkan bakteri yang telah distandarisasi dengan Mc Farland5.0,
kemudian sumuran itu diisi dengan beberapakonsentrasi minyak
atsiri,aquades sebagai kontrol negatif,amoxicilindankloramfenikol sebagai
kontrol positif. Kemudian diinkubasi dalam suhu37°C selama 24
jam.Pengamatan penghambatan pertumbuhan bakteri dilakukan dengan
mengukur diameter zona bening disekitar sumuran yang merupakan diameter
zona penghambatan sampel dengan menggunakan jangka sorong.
6
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 HASIL
Tabel 1. Hasil zona hambat minyak atsiri temu kunci terhadap bakteri
Salmonella typhi
Replikasi Kontrol
(+)
(mm)
Kontrol
(-)
(mm)
30%
(mm)
50%
(mm)
75%
(mm)
90%
(mm)
1 25 6 10 12 22 35
2 25 6 10 18 22 40
3 25 6 10 15 30 40
4 25 6 8 15 25 40
Rata-rata 25 6 9,5 15 24,7 31
Tabel 2. Hasil zona hambat minyak atsiri temu kunci terhadap bakteriStreptococcus pyogenes
Tabel 3. Uji Normalitas DataKolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Salmonella ,107 24 ,200* ,936 24 ,130
Streptococcus ,215 24 ,006 ,907 24 ,030
Replikasi Kontrol
(+)
(mm)
Kontrol
(-)
(mm)
30%
(mm)
50%
(mm)
75%
(mm)
90%
(mm)
1 20 6 5 15 20 30
2 20 6 5 15 24 22
3 20 6 5 12 25 22
4 20 6 8 12 25 25
Rata-rata 20 6 5.75 13,5 23,5 24,75
7
Tabel 4. Uji Homogenitas Varian
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Salmonella 3,214 5 18 ,030
Streptococcus 4,319 5 18 ,009
Tabel 5. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis
Salmonella Streptococcus
Chi-Square 18,565 17,665
Df 4 4
Asymp. Sig. ,001 ,001
Tabel 6. Hasil Ujipost hocMan Whitney
PerlakuanN Median (min-max) Nilai P (vs
Kontrol negatif)
Kontrol Negatif 4 0
Kontrol Positif (S. typhi) 4 25 0,008
Kontrol Positif (St. pyogenes) 4 20 0,008
Konsentrasi 30% (S. typhi) 4 10 (8-10) 0,011
Konsentrasi 50% (S. typhi) 4 15 (12-18) 0,013
Konsentrasi 75% (S. typhi) 4 23,5 (22-30) 0,013
Konsentrasi 90% (S. typhi) 4 40 (35-40) 0,011
Konsentrasi 30% (St.
pyogenes)
4 5 (5-8) 0,011
Konsentrasi 50% (St.
pyogenes)
4 13,5 (12-15) 0,013
Konsentrasi 75% (St.
pyogenes)
4 24,5 (20-25) 0,013
Konsentrasi 90% (St.
pyogenes)
4 23,5 (22-30) 0,013
*berbeda signifikan (p<0,05)
8
3.2 PEMBAHASAN
Tabel 1 dan tabel 2 menunjukkan hasil penghitungan diameter zona
hambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Streptococcus
pyogenese dengan pemberian berbagai konsentrasi minyak atsiri temu
kunci. Zona hambat merupakan zona bening yang terbentuk disekitar
sumuran.
Pada uji antibakteri Salmonella typhi dengan pemberian minyak
atsiri temu kunci konsentrasi 30% , 50%, 75%, dan 90% didapatkan rata-
rata zona hambat yang terbentuk berturut-turut 9,5 mm, 15 mm, 24,7
mm, dan 31 mm. Diameter zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi
30% termasuk kategori sedang karena diameter >6-<11 mm. Diameter
yang terbentuk pada konsentrasi 50%, 75%, dan 90% termasuk kategori
tinggi karena >11 mm (Elgayar, 2001). Pada konsentrasi 30% zona
hambat telah terbentuk. Seiring dengan kenaikan konsentrasi minyak
atsiri maka kandungan senyawa antibakteri juga akan semakin tinggi
sehingga zona hambat yang terbentuk akan semakin luas (Kusmiyati dan
Agustini, 2006).
Pada uji antibakteri Streptococcus pyogenes dengan pemberian
minyak atsiri temu kunci konsentrasi 30%, 50%, 75%, dn 90%
didapatkan rata-rata zona hambat yang terbentuk berturut-turut 5,75 mm,
13,5 mm, 23,5 mm, dan 24,75 mm. Diameter zona hambat yang
terbentuk pada konsentrasi 30% termasuk kategori sedang karena
diameter >6-<11 mm. Diameter yang terbentuk pada konsentrasi 50%,
75%, dan 90% termasuk kategori tinggi karena >11 mm(Elgayar, 2001).
Serupa dengan uji pada bakteri Salmonella typhi, semakin meningkat
konsentrasi minyak atsiri temu kunci pada biakan bakteri Streptococcus
pyogenes mengakibatkan semakin luas pula zona hambat yang terbentuk
(Kusmiyati dan Agustini, 2006).
Zona hambat yang terbentuk pada bakteri Salmonella typhi dan
Streptococcus pyogenes memiliki perbedaan diameter. Daya hambat
9
minyak atsiri temu kunci tehadap Salmonella typhi lebih luas
dibandingkan Streptococcus pyogenes. Hal tersebut terjadi karena
terdapat perbedaan komponen penyusun dinding sel bakteri Salmonella
typhi dan Streptococcus pyogenes (Brooks et al.,2004).
Bakteri gram negatif memiliki susunan dinding sel yang lebih
kompleks dibanding bakteri gram positif sehingga senyawa antibakteri
akan lebih sulit untuk menembus lapisan dinding bakteri gram negatif
(Lestari et al., 2016). Dinding sel bakeri gram negatif terdiri dari lapisan
luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa peptidoglikan, dan lapisan
dalam berupa lipopolisakarida. Dinding sel bakteri gram positif hanya
terdiri dari satu lapis dinding sederhana, sehingga bakteri gram positif
akan lebih sensitif terhadap anti bakteri (Kusmiyati dan Agustini, 2006).
Aktivitas antibakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dinding
sel bakteri saja. terdapat 4 faktor yang mempengaruhi daya hambat anti
bakteri antara lain adalah konsentrasi ekstrak, kandungan senyawa
metabolit, daya difusi ekstrak dan jenis bakteri yang dihambat (Lestari et
al., 2016). Terbentuknya zona hambat dari pertumbuhan bakteri antara
lain dipengaruhi pH lingkungan, stabilitas zat aktif, besarnya inkolum,
lamanya inkubasi dan aktifitas metabolik bakteri (Mahmudah dan Atum,
2017).
Uji statistik non parametrik Kruskall wallis pada kedua kelompok
bakteri uji menunjukkan nilai p < 0,05. Maka nilai tersebut menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan diameter yang bermakna antara kedua
kelompok bakteri uji dengan kelompok kontrol negatif. Perbedaan
diameter yang bermakna membuktikan bahwa pada pemberian minyak
atsiri temu kunci telah terjadi mekanisme anti bakteri pada kelompok
bakteri Salmonella typhi dan Streptococcus pyogenese dibandingkan
dengan kontrol negatif. Mekanisme anti bakteri minyak atsiri temu kunci
terjadi disebabkan aktifitas senyawa-senyawa minyak atsiri yang
mempengaruhi metabolisme sel bakteri. Komponen mayor minyak atsiri
temu kunci terdiri atas monoterpen teroksigenasi (kamphor, sineol,
10
linalol, borneol, terpinol, geraniol), monoterpen hidrokarbon (misen dan
osimen), dan turunan fenil propanoat (Miksusanti et al., 2008).
Komponen monoterpen teroksigenasi adalah senyawa monoterpen
yang mengandung gugus hidroksil (alkohol). Senyawa ini memiliki sifat
hidrofilik dan dapat masuk melewati membran sel. Senyawa monoterpen
teroksigenasi berinteraksi dengan komponen intraseluler sehingga
mengganggu replikasi sel. Komponen monoterpen hidrokarbon adalah
senyawa yang bersifat hidrofobik. Komponen ini akan berikatan dengan
komponen lipid membran sel sehingga mengganggu permeabilitas
membran sel. Permeabilitas membran sel yang terganggu mengakibatkan
kebocoran sel bakteri (Miksusanti et al., 2008).
Kedua reaksi yang ditimbulkan oleh komponen monoterpen
teroksigenasi (hidrofilik) dan komponen monoterpen hidrokarbon
(hidrofobik) mengakibatkan kematian sel. Kematian sel akan membentuk
zona bening pada media agar yang telah berisi suspensi bakteri uji
(Chahyadi et al., 2014).
Uji Mann whitney dilakukan untuk membandingkan data pada
masing-masing kelompok konsentrasi dengan kontrol negatif. Pada
kelompok konsentrasi 30% hingga 90% nilai p menunjukkan seluruhnya
p < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok konsentrasi dengan kontrol negatif.
Konsentrasi 90% memiliki daya hambat paling luas dibandingkan
konsentrasi dengan 30%, 50%, dan 75%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri, semakin besar daya
hambat yang dihasilkan karena semakin tinggi kosentrasi minyak atsiri
senyawa aktif yang terkandung akan semakin tinggi pula (Kusmiyati dan
Agustini, 2006).
Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu metode yang digunakan
pada perlakuan kontrol dan perlakuan minyak atsiri berbeda. Perlakuan
kontrol dilakukan dengan metode disk sedangkan perlakuan minyak atsiri
menggunakan metode sumuran. Metode disk dan metode sumuran
11
masing-masing akan menghasilkan diameter zona hambat yang berbeda.
Metode sumuran akan menghasilkan diameter zona hambat yang lebih
besar dari pada metode disk pada konsentrasi yang sama. Hal tersebut
terjadi karena proses osmolaritas dari konsentrasi minyak atsiri yang
lebih tinggi sehingga penyebaran lebih menyeluruh dan pertumbuhan
bakteri yang dihambat semakin luas (Dalimarth, 2006).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, senyawa minyak
atsiri temu kunci mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella
typhi dan Streptococcus pyogenes. Hasil penelitian Miksusanti et al.
(2008) menunjukkan adanya aktifitas antibakteri minyak atsiri temu
kunci terhadap bakteri Escherecia coli. Demikian juga hasil penelitian
Mahmudah dan Atum (2017) menunjukkan temu kunci dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Dengan
demikian hasil penelitian ini sudah sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan potensi minyak atsiri temu kunci sebagai anti bakteri.
5. PENUTUP
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah Minyak atsiri
temu kunci memiliki daya hambat pada pertumbuhan bakteri Salmonella
typhi dan Streptococcus pyogenes.Konsentrasi minyak atsiri yang memiliki
aktivitas antibakteri paling baik terhadap bakteri Salmonella typhi dan
Streptococcus pyogenes adalah konsentrasi 90 %.
DAFTAR PUSTAKA
Arniputri, R. B., Sakya, A. T., & Rahayu, M. 2007. Identifikasi Komponen UtamaMinyak Atsiri Temu Kunci (Kaemferia pandurata Roxb.) pada ketinggiantempat yang berbeda. BIODIVERSITAS, 135-137.
Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse, S. A. 2004. Jawetz,Menick, AdelbergMikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
12
Chahyadi, A., Hartati, R., Wirasutisna, K. R., & Elfahmi. 2014. Boesenbergiapandurata Roxb., An Indonesian Medicinal Plant : Phytochemistry,Biological Activity, Plant Biotechnology. Procedia Chemistry, 13-37.
Chatim, A. 2010. Klasifikasi dan Taksonomi Kuman. In A. Syahrurrachman, A.Chatim, A. Soebandrio, K. Anis, Santoso, H. B. Harun, . . . H. A. Rahim,Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran (p. 21). Tangerang: Binarupa Aksara.
Cita, Y. P. 2011. Bakteri Salmonella Typhi dan Demam Tifoid. Jurnal KesehatanMasyarakat, 42-45.
Crump, J. A., P.Luby, S., & Mintz, E. D. 2004. The Global Burden of TyphoidFever. Bulletin of The World Health Organization, 346-353.
Dalimarth, S. 2006. Atlas Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: PuspaSwara.
Elgayar, M. 2001. Antimicrobial Activity of Essential Oils from Plants againstSelected Pathogenic and Saprophytic Microorganism. Food Protection,1019-1024.
Erviani, A. E. 2013. Analisi Multidrug Resistensi terhadap Antibiotik padaSalmonella typhi dengan Teknik Mulplex PCR. biogenesis, 51-60.
Geonadi, F. A., Fitria, M., W, D. P., Sulistyorini, E., & Asyiah, N. (2014,September 1). Temu Kunci (Boesenbergia pandurata). Retrieved fromccrc.farmasi.ugm.ac.id: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=166
Gunawan, S., Setiabudi, R., Nafrialdi, & Elysabeth. 2008. Farmakologi danTerapi ed.5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Hayani, E. 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci SecaraKomatografi Kolom. Buletin Teknik Pertanian, 35-37.
Holtikultura, D. J. 2014. Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2014. Jakarta:Direktorat Jendral Hortikultura, Kementrian Pertanian.
Kementrian Pertanian Indonesia. 2014. Warta Ekspor. Jakarta: Ditjen PEN.
Jaksa, S. 2009. Minyak Atsiri Dari Beberapa Tanaman Obat. Jurnal Kedokterandan Kesehatan.
Katno, P. S. 2009. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan ObatTradisional. Balai Penelitian Obat Tawangmangu, Fakultas FarmasiUniversitas Gajah Mada.
Kusmiyati, & Agustini, N. W. 2006. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dariMikroalga Porphyridium cruentum. BIODIVERSITAS, 48-53.
13
Lestari, Y., Ardiningsih, P., & Nurlina. 2016. Aktivitas Antibakteri Gram PpositifDan Negatf Dari Ekstrak Dan Fraksi Daun Nipah (Nypa fruticans Wumb.)Asal Pesisir Sungai Kakap Kalimantan Barat. JKK, 1-8.
Limsuwan, S., & Voravuthikunchai, S. P. 2008. Boesenbergia pandurata (Roxb.)Schltr Eleutherine americana Merr. and Rhodomyrtus tomentosa (Aiton)Hask as antibiofilming producing and antiquorum sensing inStreptococcus pyogenes. FEMS Immuno Med Microbol 53, 429-436.
Mahmudah, F. L., & Atum, S. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak EtanolTemu Kunci (Boeenbergia pandurata) Terhadap Bakteri Streptococcusmutans. Jurnal Penelitian Saintek, 59-66.
Miksusanti, Jennie, B. S., Ponco, B., & Trimulyadi, G. 2008. Kerusakan DindingSel Eschericia coli kl.l oleh Minyak Atsiri Temu Kunci(Kaempferiapandurata). Berita Biologi Jurnal Ilmiah Nasional, 1-8.
Nihlati, I., Rohman, A., & Hertiani, T. 2008. Daya Antioksidan Ekstrak EtanolRimpang Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) Dengan MetodePenangkapan Radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Jurnal FarmasiUGM, 1-8.
Nizet, V., & Arnold, J. C. 2005. Streptococcus pyogenes. Etiological Agents ofInfectious Disease, 698-707.
Parwata, O. A., Sukardiman, & Widiartini, A. 2014. Isolasi danAktivitasAntikanker Pinostrobin dari Temu Kunci (Kaempferia pandurata Roxb)Terhadap Fibrosarkoma Mencit Hasil Induksi Benzopiren. Jurnal Kimia.
Pramitasari, O. P. 2013. Faktor Risiko Penyakit Demam Tifoid Pada Penderitayang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal KesehatanMasyarakat, 1-8.
Pratiwi, S. 2011. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soepardi, A. A., Iskanda, N., J. B., & Restuti, R. D. 2012. Buku Ajar IlmuKesehatan Telingan Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: BadanPenerbit FK UI.
Syahrurachman, a. c. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta:UGM Press.
14
Warsa, U. C. 2010. Kokus Gram Positif. In A. e. Syahrurachman, Buku AjarMikrobiologi Kedokteran (p. 125). Tangerang: Binarupa Aksara.
Widodo, D. 2009. Demam Tifoid. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M.Simadibrata K, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyaikit Dalam (p. 2797).Jakarta: InternaPublishing.