Upload
tranliem
View
278
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HADIS TENTANG MENGHORMATI TETANGGA DAN
APLIKASINYA PADA MASYARAKAT DESA KARELLA
KECAMATAN MARE KABUPATEN BONE
(Suatu Kajian Living Hadis)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Agama (S.Ag) pada Prodi Ilmu Hadis Jurusan Tafsir Hadis
pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar
Oleh
NUR SRIASTUTI SUPRIADI
30700113001
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang berubah dan bertumbuh,1
saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Hubungan manusia merupakan
perbuatan yang harus dilakukan agar jalinan silaturahmi semakin harmonis. Petunjuk
utama bersilaturahmi setelah al-Qur‟an adalah hadis2 nabi Muhammad saw., hadis
berfungsi sebagai penjelas dan penafsir terhadap ayat-ayat al-Qur‟an yang bersifat
umum dan sebagai sumber hukum, hadis Nabi saw., juga merupakan sumber
kerahmatan, sumber keteladanan atau sumber ilmu pengetahuan.
Hadis adalah apa yang berasal dari Nabi, apa yang berasal dari sahabat,
bahkan ada yang beranggapan hadis itu adalah apa yang disampaikan oleh tabi‟i>n.
Definisi dan pemahaman mengenai hadis, disesuaikan sumber rujukan dan cara
pandang yang digunakan. Pada pemahaman ini peneliti menggunakan definisi ulama‟
hadis, sebagaimana fungsi hadis adalah memberikan penjelasan yang terperinci,
ketika penjelasan itu tidak dijelaskan di dalam al-Qur‟an. Hadis adalah pelengkap
penafsiran al-Qur‟an. Al-Qur‟an dan hadis diibaratkan dua mata koin yang tidak bisa
dipisahkan.
Hubungan manusia dengan manusia lainnya harus harmonis sebagaimana
petunjuk Nabi saw., sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur‟an surah Ali „Imra>n/3:
112.
1Jamil Azzaini, ON (Cet. IX: Ujung Beru/Bandung; Mizan, 2014), h. 10.
2Ambo Asse‟, Ilmu Hadis: Pengantar Memahami Hadis Nabi saw. (Cet. I; Makassar:
Alauddin Press, 2010), h. 1.
2
وحبل من امنةاس وبءوا بغضب من بل من اللة لة ب أين ما ثلفوا ا لة م ال بت ضبت علي وض اللة
م كهوا يكفرون بأيت م اممسكنة ذل بأنة هبياء بغي حق ذل بما عصوا وكهوا علي ويلتلون ال اللة
يعتدون
Artinya:
Mereka meliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka
(berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.
Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi
kesengsaraan.Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat
Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar).Yang
demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.3
Sebagai umat Muslim tidak sepantasnya membatasi hubungan kepada Allah
swt., saja karena kehidupan ini akan semakin harmonis jika hubungan kepada sesama
manusia itu terjalin dengan baik.
Hal yang utama dalam memperbaiki hubungan kepada sesama manusia,
dimulai dengan hubungan kepada tetangga. Secara umum, tetangga ialah orang atau
rumah yang rumahnya sangat dekat atau sebelah menyebelah, orang setangga ialah
orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak berdekatan. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetangga adalah orang yang tinggal di sebelah
rumah, orang yang tinggal berdekatan rumah, berarti bertetangga adalah hidup
berdekatan karena bersebelahan rumah.4
Tetangga merupakan orang-orang yang sangat dekat dan menjadi orang
pertama mengetahui jika kita ditimpa musibah. Olehnya, hubungan bertetangga tidak
bisa dianggap remeh karena mereka adalah saudara. Hidup bertetangga harus saling
3Kementerian Agama RI, ALJAMIL al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Per Kata, Terjemah
Inggris, (Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012), h. 64. 4Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. IV;
Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1187.
3
kunjung mengunjungi karena itu merupakan perbuatan terpuji, dari pertemuanlah
yang melahirkan kasih sayang yang sebenarnya.
Hubungan baik antara tetangga merupakan perbuatan yang terhormat dan
Nabi saw., menjadikan penghormatan kepada tetangga sebagai bagian keimanan
kepada Allah dan Rasul, sebagaimana hadis berikut:
براىمي بن سعد، عن ابن شياب، عن أب سلمة ثنا ا ، حدة ثن عبد امعزيز بن عبد اللة ، عن أب حدة
صلة هللا عل عنو، كال: كال رسول اللة واميوم الخر ىريرة رض اللة : من كن يؤمن بللة يو وسلة
واميوم الخر فال يؤذ جاره، ومن كن يؤ فليلل خيا أو ميصمت، ومن كن يؤمن بللة من بللة
واميوم الخر فليكرم ضيفو.5
بخاري()رواه ام Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Ibnu Syihab dari Abu
Salamah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah saw,
bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia
berkata baik atau diam, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman kepada
Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.
Hadis tersebut menjadi contoh yang digalakkan saat Rasulullah hidup,
sehingga penghormatan sesama manusia dapat dicontoh dari keseharian Rasulullah
saw. Fitrahnya manusia adalah ingin dihormati, walau kadang hanya dirinya yang
ingin dihormati tapi sangat susah untuk menghormati orang lain.6
Kini banyak masyarakat yang tidak saling menghormati. Perilaku tersebut
sangat nampak pada masyarakat yang tinggal di perkotaan terkhusus rumah susun.
Sibuk dengan urusan masing-masing dan tidak saling mengenal dengan satu sama
5Muhammad bin Isma>il Abu Abdullah al-Bukhary al-Ju‟fi>, Sahi>h al-Bukha>ry, (Cet. I;
1422), h. 11. Lihat juga: Al-Ima>m Muhyiddin Abu Zakariyyah Yahya Ibnu Syaraf An-Nawawi,
Ta‟li>q Asy-Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-‟Utsaimin, Syarah Hadis\ Arbai>n Ima>m Nawawi,
(Cet. I; Kairo/Mesir: Media Hidayah, 1427 H/2006), h. 131. 6Muhammad Asriady, Appakalebireng Pada Masyarakat Bugis (Kajian Living Hadis pada
Masyarakat Bugis Bone), Thesis, h. 14.
4
lain, menyebabkan saling menghormati tidak nampak pada tempat-tempat tersebut.
Fenomena tidak saling menghormati antar tetangga tidak hanya di perkotaan, tapi
terdapat di desa-desa, seperti Desa Karella Kecamatan Mare Kabupaten Bone
Sulawesi selatan. Hanya persoalan tanah ada yang menyelesaikan masalahnya di
pengadilan, padahal hal tersebut bisa diselesaikan dengan menempuh cara
musyawarah mufakat. Hanya dengan perbedaan pemahaman terhadap faham tertentu
antar tetangga tidak lagi harmonis dan memutuskan silaturrahim, padahal Nabi
menganjurkan umat Islam agar saling menjaga dan memperluas silaturrahim.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis merasa termotivasi dan ingin
mengkaji lebih dalam, tentunya agar dapat mengembalikan nilai saling menghormati
sesama manusia khusususnya menghormati tetangga di desa Karella. Dengan
demikian, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan pendalaman yang berkaitan
dengan menghormati tetangga pada masyarakat desa Karella Kecamatan Mare
Kabupaten Bone (Suatu Kajian Living Hadis7) agar menyadarkan masyarakat tentang
nilai luhur menghormati yang diintegrasikan dengan pemahaman agama Islam,
menjadikan masyarakat semakin sopan dalam bertutur dan semakin bijak dalam
bertindak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut bagaimana konsep menghormati tetangga dengan masalah sebagai
berikut:
7M. Mansur, dkk.,Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis (Cet. 1;Yogyakarta: Teras,
2007), h. 116.
5
1. Bagaimana Konsep Menghormati Tetangga menurut Masyarakat Desa Karella
Kecamatan Mare Kabupaten Bone?
2. Bagaimana Konsep Menghormati Tetangga dalam Perspektif Hadis?
3. Bagaimana Aplikasi Menghormati Tetangga Pada Masyarakat Desa Karella
Kecamatan Mare Kabupaten Bone?
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Definisi oprasional
a. Masyarakat
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.8 Masyarakat juga merupakan
kumpulan manusia yang lebih dari satu orang yang melakukan aktivitas lebih dari
kelompok. Adapun masyarakat yang peneliti maksud adalah masyarakat Desa
Karella Kecamatan Mare Kabupaten Bone.
b. Living hadis
Living hadis merupakan suatu bentuk pemahaman hadis yang berada
dalam level praktik lapangan. Oleh karena itu, pola pergeseran yang digagas
oleh Fazlur Rahman berbeda sama sekali dengan kajian living hadis. Apa yang
dijalankan masyarakat banyak yang tidak sesuai dengan misi yang diemban
Rasulullah saw., melainkan berbeda sesuai dengan konteks yang ditujunya. Ada
perubahan dan perbedaan yang menyesuaikan karakteristik masing-masing
lokalitasnya. Sebagaimana digambarkan oleh Rumi tentang sejumlah orang yang
menilai gajah dalam kegelapan.9
8Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 721.
9M. Mansyur. dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Teras,
2007), h. 92.
6
Living hadis adalah menghidupkan sunnah atau hadis yang hidup.10
Nilai
yang terkandung harus secara total dikembangkan karena melihat kondisi
pengamalan yang situsional. Sunnah yang hidup bukanlah pemalsuan karena
sunnah yang hidup merupakan aktualisasi pemahaman yang seharusnya.
2. Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini membahas tentang nilai menghormati tetangga pada
Masyarakat desa Karella kecamatan Mare kabupaten Bone, yakni menghormati
dengan mencari pada literatur yang peneliti jangkau. Kemudian membahas
tentang hadis-hadis menghormati tetangga dalam kitab al-kutu>b al-Sittah,
kemudian mengkorelasikan hadis dengan pengamalan Masyarakat desa Karella.
D. Kajian pustaka
Ada beberapa literatur yang mengkaji tentang nilai yang ada pada Masyarakat
desa Karella Kecamatan Mare Kabupaten Bone terutama membahas mengenai
penghormatan, yang terdapat pada masyarakat diatas.
1. Buku berjudul yang hilang dari kita AKHLAK, yang di tulis oleh M. Quraish
Shihab, buku tersebut berkisar 303 halaman, Buku tersebut merupakan hasil
pustaka yang di dalamnya juga membahas Sopan Santun terhadap Tetangga.11
2. Appakalebbireng pada Masyarakat Bugis Bone (Suatu Kajian Living Hadis),
Tesis, yang ditulis oleh Muhammad Asriady, tesis tersebut berkisar 145
halaman dimana mengkaji nilai Appakalebbireng pada Masyarakat Bugis Bone.
Tesis tersebut merupakan hasil penelitian lapangan dan pustaka yang di
10
M. Mansyur. dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, h. 100. 11
M. Quraish Shihab, yang hilang dari kita AKHLAK, Cet. I, Tangerang: Lentera Hati, 2016),
h. 259.
7
dalamnya terdapat hadis dan tradisi masyarakat Bugis Bone tentang
Appakalebbireng.12
3. Buku berjudul Etika Pergaulan dari A-Z, yang ditulis oleh Abduh Ghalib
Ahmad Isa,, buku tersebut berkisar 232 halaman, Buku tersebut merupakan
hasil pustaka yang di dalamnya juga membahas tentang Adab Pergaulan dengan
Tetangga.13
4. Buku berjudul Mensucikan Jiwa, yang ditulis oleh Sa‟id Hawwa, buku tersebut
berkisar 650 halaman. Buku tersebut merupakan hasil pustaka yang di
dalamnya juga membahas Hak-hak Tetangga.14
Terdapat beberapa hadis yang telah disyarah mengenai keutamaan menghormati
tetangga pada kitab yang ditulis oleh imam al-Bukha>ri>, ima>m Musli>m dan
beberapa periwayat lainnya, menjadikan bukti yang harus dikembangkan cara
memahaminya agar tidak terjadi kerancuan berfikir mengenai kesesuaian
pengamalannya pada masa kontemporer ini.
E. Metode penelitian
1. Pengumpulan data
Adapun sumber data yang didapatkan melalui:
a. Interview yaitu melakukan penelitian awal dengan melihat konsep pengamalan
yang dilakukan di desa Karella kecamatan Mare kabupaten Bone, dalam hal
konsep menghormati.
12
Muhammad Asriady, Appakalebireng Pada Masyarakat Bugis (Kajian Living Hadis pada
Masyarakat Bugis Bone), Thesis, h.1. 13
Abduh Ghalib Ahmad Isa, Etika Pergaulan dari A-Z, (Solo: Pustaka Arafah, 2010), h. 155. 14
Sa‟ad Hawwa, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani Press, 1998), h. 588.
8
b. Dokumen adalah sumber data dalam skripsi ini tidak sepenuhnya bersifat
penelitian lapangan (field research).
c. Karena ada juga penelitian kepustakaan (library research) dimana sumber datanya
juga merupakan kitab-kitab hadis, dokumen perpustakaan, buku, flyer, majalah,
jurnal, media, baik media cetak maupun elektronik.
d. Menyebarkan angket ke beberapa orang yang dianggap memiliki kapabilitas
mengenai masyarakat desa Karella kecamatan Mare kabupaten Bone.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan kolaborasi data setelah melihat
fakta di lapangan kemudian melanjutkan kajian mengenai kualitas hadis tentang
penghormatan dengan menggunakan metode takhri>j al-hadi>s.15
2. Analisis penelitian
Penelitiannya bersifat deskriptif, karena mendeskripsikan kuantitas, kualitas,
validitas, terhadap salah satu aspek dari hadis-hadis Nabi saw. Jadi, dilihat dari
sasarannya, dapat dinyatakan bahwa penelitian ini merupakan kajian sumber (telaah
naskah) dan kajian lapangan.
3. Teknik penelitian
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa skripsi ini menggunakan metode
living hadis dalam penelitiannya, sehingga langkah-langkahnya pun mengacu pada
langkah-langkah living hadis. Di samping itu, penelitian ini bersifat kuantitatif karena
mengumpulkan berbagai data dan langsung mengamati apa yang terjadi pada
15
Ulama beragam dalam memberikan defenisi takhri>j al-h{adi>s\, namun defenisi yang
paling sering digunakan adalah “Mengkaji dan melakukan ijtihad untuk membersihkan hadis dan
menyandarkannya kepada mukharrij-nya dari kitab-kitab al-ja>mi‟, al-sunan dan al-musnad setelah
melakukan penelitian dan pengkritikan terhadap keadaan hadis dan perawinya”. Lihat: Abd al-Rau>f
al-Mana>wi>, Faid} al-Qadi>r Syarh} al-Ja>mi„ al-S}agi>r, Juz. I, (Cet. I; Mesir: al-Maktabah al-
Tija>riyah al-Kubra>, 1356 H.), h. 17.
9
masyarakat desa Karella kecamatan Mare kabupaten Bone. Berikut langkah-
langkahnya:
a. Menghimpun data hadis-hadis yang terkait dengan menghormati tetangga melalui
kegiatan takhri>j al-hadi>s\. Pada skripsi ini, peneliti menggunakan 2 metode dari
5 metode takhri>j yaitu: 1) Metode penggunaan salah satu lafaz matan hadis,
dengan merujuk pada kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Hadis al-
Nabawi>. 2) Metode lafal pertama, dengan merujuk pada kitab al-Ja>mi’ al-
Sha>gi>r. 3) Metode periwayat pertama, dengan merujuk pada kitab Tuhfa>’tu
al-Asyra>f. 4) Metode penentuan tema, dengan merujuk pada kitab kha>nzi al-
A’ma>l. 5) Metode status hadis.
b. Menyempurnakan takhri>j di atas dengan menggunakan digital research, yaitu
program kitab yang memuat tentang hadis-hadis Nabi saw. yang terkait dengan
menghormati baik dalam bentuk al-Kutub al-Tis‘ah, al-Maktabah al-Sya>milah
dan kitab berbentuk PDF. Melakukan klasifikasi hadis kemudian melakukan
i‘tiba>r16
yang dilengkapi dengan skema sanad.
c. Melakukan kritik hadis dengan melakukan penelitian sanad yang meliputi biografi
perawi dan penilaian ulama‟ terhadapnya.
16
I’tiba>r adalah suatu metode pengkajian dengan membandingkan beberapa riwayat atau
sanad untuk melacak apakah hadis tersebut diriwayatkan seorang perawi saja atau ada perawi lain yang
meriwayatkannya dalam setiap t}abaqa>t/tingkatan perawi dengan tujuan mengetahui al-sya>hid
(hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih) dan al-muta>bi„ (hadis yang diriwayatkan
dua orang setelah sahabat atau lebih, meskipun pada level sahabat hanya satu orang saja). Untuk lebih
jelasnya, lihat: Hamzah al-Mali>ba>ri, al-Muwa>zanah bain al-Mutaqaddimi>n wa al-
Muta‟akhkhiri>n fi> Tas}h}i>h} al-Ah}a>di>s\ wa Ta‟li>liha>, (Cet. I;,t.t.: t.p., 1422 H./2001 M.),
hal. 22. Dan „Abd al-H}aq ibn Saif al-Di>n ibn Sa„dulla>h al-Dahlawi>, Muqaddimah fi> Us}u>l al-
H{adi>s\, (Cet. II; Bairu>t: Da>r al-Basya>ir al-Isla>miyah, 1406 H./1986 M.), h. 56-57.
10
d. Membandingkan berbagai syarah hadis dari berbagai kitab syarah hadis,
kemudian melengkapi pembahasan dengan ayat-ayat dan hadis-hadis pendukung
yang relevan dengan menghormati.17
e. Kemudian mengkolaborasikan kandungan hadis mengenai penghormatan pada
pemahaman konsep menghormati pada masyarakat desa.
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat desa Karella tentang
menghormati tetangga.
b. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat desa Karella tentang
menghormati tetangga dalam perspektif hadis.
c. Untuk memberikan penjelasan mengenai korelasi antara pemahaman hadis dan
pemahaman masyarakat desa Karella tentang menghormati tetangga.
2. Kegunaan penelitian
Kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain adalah:
a. Diharapkan dapat memperdalam dan memperluas wawasan umat Islam tentang
pemahaman hadis tentang menghormati dari segi kualitas hadisnya, kehujjahannya
serta cakupan maknanya.
b. Menjadikan agama sebagai dasar untuk menghormati.
c. Untuk umat Islam secara umum, penelitian ini berguna sebagai pedoman dalam
rangka memahami dan mengamalkan hadis-hadis Nabi saw. untuk mewujudkan
pembumian (living) hadis yang rahmatan li al-‘a>lami>n.
17
Langkah-langkah hadis maud}u>„i> dapat dilihat di buku Arifuddin Ah{mad, h. 20.
11
d. Memberikan informasi kepada masyarakat Islam secara umum agar
mengembalikan nilai menghormati satu sama lain, baik dalam hal bertetangga
maupun bermasyarakat.
e. Untuk mengkorelasikan tradisi masyarakat dengan pemahaman hadis tentang
menghormati, lalu menjadikan hadis itu sebagai ruh pergerakan tradisi di
masyarakat desa Karella kecamatan Mare kabupaten Bone.
f. Penilitian ini berguna sebagai wujud pengembangan dunia ilmiah sekaligus
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan keislaman, khususnya bidang kajian
hadis, serta memberi kontribusi positif dalam upaya pensyarahan hadis dan
pengamalan secara living sunnah sebagai metode yang sedang berkembang pada
waktu ini.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Tetangga
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetangga adalah orang yang tinggal di
sebelah rumah, orang yang tinggal berdekatan rumah, berarti bertetangga adalah
hidup berdekatan karena bersebelahan rumah.1 Secara umum, tetangga ialah orang
atau rumah yang rumahnya sangat dekat atau sebelah menyebelah, orang setangga
ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak berdekatan.
Kata ja>r adalah bentuk mufrad untuk kata jira>n wa jiwa>r (جريان وجوار).
Kata ini terambil dari kata yang rangkaian huruf-hurufnya mengandung makna
„bertetangga‟, ‟berdampingan‟, ‟pelindung‟, penolong‟ atau „sekutu‟. Di dalam hadis
Nabi saw. Ditentukan kata ja>r ( جار) dengan arti „tetangga‟, yakni hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Secara leksikal, kata ja>r mempunyai beberapa arti. Ibnu Manzhur di dalam
Lisa>nul’ Arab mengartikan kata ini dengan „orang yang berdampingan rumah‟,
„orang yang memperoleh perlindungan‟, „penolong‟ dan „rumah-rumah yang
berdekatan‟. Di dalam al-Qur‟an, kata ja>r ( جار) ditemukan sebanyak tiga kali pada
dua ayat, yakni QS. An-Nisa> [4]: 36 (dua kali) dan QS. Al-Anfa>l [8]: 48. Pada ayat
yang pertama, kata al-ja>r disebutkan dua kali, yang kesemuanya mengandung
makna „tetangga‟ sebagaimana firman Allah swt.,”...wal-ja>ri dzi>l-qurba> wal-
ja>ri dzi>l-junubi”
(وامجارذى املرب وامجارذى اجلنة = ... tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh).
1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. IV;
Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1187.
13
Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang batasan pengertian al-Ja>r ( اجلار
= tetangga). Ali bin Abi Thalib misalnya, memberi batasan dari segi jarak untuk
makna „tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh‟, yakni sejauh seratus yang bisa
didengar. Nauf Asy-Syami menafsirkan „tetangga dekat‟ adalah orang Islam dan
„tetangga jauh‟ adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sebagian mufasir
berpendapat, bahwa siapa yang menempati suatu tempat atau berada di dalam suatu
kota adalah tetangga.
Sebagian ulama menafsirkan al-Ja>ri dzi>l-qurba> ( اجلارذى املرب ) adalah
tempat tinggal yang berdekatan dan al-ja>ril junubi ( اجلاراجلنة ) adalah tempat
tinggal yang berjauhan. Ibnu Syihab Az-Zuhri mengemukakan, bahwa batasan makna
al-Ja>r ( اجلار = tetangga) adalah empat puluh rumah kearah setiap penjuru. Al-
Qurtubi sendiri berpendapat bahwa baik muslim maupun non-muslim yang
berdekatan dan berjauhan mencakup arti „bertetangga‟ walaupun tidak ada hubungan
kekerabatan. Oleh karena itu, menurut al-Maraghi, ayat ini memberi petunjuk kepada
orang yang bertetangga agar saling menolong, mengasihi dan saling berbuat baik,
sekalipun kepada keluarga yang non muslim. Mengingat Nabi saw. Sendiri bersikap
baik dan ramah terhadap tetangganya yang Yahudi. Hal ini dibuktikan, bahwa ketika
menyembelih seekor kambing, beliau memberikan sebagian dagingnya kepada
tetangganya tersebut.2
Ayat kedua yang menggunakan kata ja>r ( اجلار ) adalah QS. Al-Anfa>l/8: 48.
ja>r dalam pengertian ini adalah „pelindung‟. Al-Maraghi menjelaskan, bahwa
balatentara setan disebarkan ke dalam barisan kaum musyrikin untuk menggoda dan
merasuki ruh mereka yang jahat dengan hal-hal yang dapat memperdaya sekaligus
2M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosa Kata, Juz 1 (Cet. I; Jakarta:
Lentera Hati, 2007), h. 387.
14
berjanji untuk menjadi pelindung mereka. Dalam hal itu, balatentara malaikat pun
disebarkan ke dalam barisan kaum muslim untuk mengilhami dan merasuki ruh
mereka yang baik dengan hal-hal yang dapat menegehkan hati dan menambah
kepercayaan mereka akan janji Allah swt. pasti menolong mereka. Ketika kedua
pasukan telah saling melihat dan bahkan hampir bertempur maka setan dan
balatentaranya berlari ditengah-tengah kaum musyrikin agar para malaikat yang
bergabung dengan kaum muslim tidak sampai menemui mereka. Lalu, setan pun
berlari mengkhianati janjinya sebagai pelindung.
Dengan demikian, kata al-Ja>r/ja>r di dalam al-Qur‟an mencakup dua arti,
yaitu ‟tetangga‟ dan „pelindung‟, sebagaimana makna pokoknya. Hakikat makna al-
ja>r dengan „tetangga‟ ialah setiap orang harus memperlakukan tetangganya dengan
baik seperti dirinya sendiri, tidak berlaku aniaya dan jahat terhadapnya, serta tidak
pula menyusahkannya. Setiap orang memiliki kewajiban berlaku baik kepada
tetangganya sekaligus mempunyai hak diperlakukan secara baik oleh tetangganya,
baik tetangga dekat maupun tetangga jauh, baik tetangga itu dari keluarga muslim
maupun dari keluarga non muslim, seperti Yahudi dan Nasrani. Adapun makna ja>r
dengan „pelindung‟ adalah di dalam konteks pembicaraan tentang setan yang telah
mengkhianati janjinya sebagai pelindung terhadap pengikut-pengikutnya (kaum
musyrik), yakni ketika setan membuat orang-orang musyrik memandang baik
perbuatan mereka dan senantiasa berada di samping untuk menjadi pelindung mereka,
tetapi pada saat berkecamuknya perang Badr, ternyata setan meninggalkan tanggung
jawabnya sebagai pelindung.3
3M. Quraish Syihab, Ensiklopedia Al-Qur’an kajian kosa kata, h. 387-388.
15
Tetangga dalam bahasa Agama Islam dinamai جار) ) ja>r yang dari segi
bahasa berarti dekat. Malaysia yang bertetangga dengan kita oleh sementara orang
disebut Negeri Jiran karena lokasinya berdekatan dengan kita. Makna dekat itu
berkembang sehingga berarti juga menolong. Itu karena yang paling cepat dapat
memberi pertolongan adalah yang terdekat dengan anda. Memang, tetangga
mempunyai peran yang amat penting dalam ketentraman hidup. Karena itu, ada
nasehat kepada yang akan membeli rumah, yaitu; “tetangga sebelum rumah,” karena
betapapun indah dan luasnya rumah, penghuninya tidak akan merasa tentram kalau
tetangganya mengganggu, bahkan dewasa ini ada sementara orang yang menolak
tinggal di satu rumah yang berdekatan dengan masjid karena menganggap suara
mesjid mengganggunya walau ada juga yang senang dengan alasan bahwa masjid
mengingatan untuk shalat dan menambah ilmu.
Batasan tetangga adalah penghuni rumah yang berlokasi di samping rumah
anda dalam batas empat puluh rumah di setiap arah rumah; timur, barat, utara dan
selatan. Al-Qur‟an menggandengkan dalam uraiannya kewajiban mengesakan Allah
dan berbakti kepada kedua orangtua dengan kewajiban berbuat baik kepada tetangga,
baik tetangga itu kerabat maupun bukan. Tetangga yang dimaksud bukan saja
Muslim, tetapi juga yang non-muslim.4
Nabi saw., memperingatkan tentang pentingnya memberi perhatian kepada
tetangga dengan sabda beliau: “Malaikat Jibril berulang mengingatkan saya agar
berbuat baik kepada tetangga sampai-sampai saya menduga bahwa tetangga pun akan
mempunyai hak memperoleh warisan”. Beliau menegaskan bahwa:
44
M. Quraish Syihab, Yang Hilang Dari Kita Akhlak, h. 260.
16
ل للا و ل للا و ن م ؤ ي ل ل : ا ال ؟ ك للا ل و س ر ي ن : م ل ي , ك ن م ؤ ل للا و ن م ؤ ه ار ج ن بم
و ل ائ و ت5.
Artinya:
“Demi Allah, tidaklah beriman. Demi Allah, tidaklah beriman, tidaklah
beriman!” “Siapa, wahai Rasul?”Tanya sahabat.“Dia yang tidak memberi rasa
aman bagi tetangganya dari gangguannya” (HR.Bukhari dan Muslim).
Seorang muslim bukan hanya dituntut tidak mengganggu tetapi justru berbuat
baik.6 Dituntut berbuat baik dan menahan diri dari gangguan tetangga atau sekedar
berbasa-basi dalam ucapan, sikap atau menutupi aibnya dan menjaga privasinya,
tetapi juga menziarahi dan memberinya hadiah, ikut bergembira dengan
kegembiraannya, menyampaikan belasungkawa atas kesedihannya, bahkan Nabi
saw., berpesan kepada Abu Dzar ra:
ذا طبخت مركة، فبنث ماءىا.، وثعاىد جرياهمي أب ذر ا
7
Artinya:
“Wahai Abu Dzar, kalau engkau (keluargamu) memasak masakan, maka
perbanyaklah kuahnya dan hadiakanlah (sebagian) kepada tetanggamu”.
Nabi saw., juga memperingatkan agar janganlah tetangga merasa malu
sehingga terhalangi memberi tetangganya -walau sedikit- jangan juga tetangga yang
menerima kecil hati atau melecehkan pemberian untuknya karena salah satu
tujuannya adalah lebih mempererat hubungan antarnegara. Tetangga yang dimaksud
disini bukan sekedar yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan anda atau sesama
5Muhammad bin Isma>il Abu> Abdillah al-Bukhari al-Ja‟fi>, al-Jami’ al-Musnad al-Sha>hih
(Sha>hih al-Bukhari), (Juz 8; Da>r Thu>qi al-Naja>ti, 1422), h. 10. 6M. Quraish Syihab, Yang Hilang Dari Kita Akhlak, h. 261.
7Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz 4, (Bairu>t; Da>r al-T{ura>s\ al-„Arabi>, t. th), h. 2025.
17
muslim. Sekian banyak praktik Nabi saw., yang menunjukkan hal ini. Sahabat Nabi
saw., Anas bin Malik ra., menceritakan bahwa tadinya ada seorang anak Yahudi yang
sering melayani Nabi saw. Ketika ia sakit, Nabi saw berkunjung kerumahnya dan
duduk disamping kepalanya. Perbedaan agama bukan alasan untuk tidak menjalin
hubungan baik dan saling menghadiahi. Allah swt berfirman:
هم مودة واللو قدير واللو غفور عسى اللو أن نكم وب ي الذين عادي تم من يعل ب ي رحيم
Terjemahnya:
Allah tidak melarang kamu terhadap orang-orang yang tidak memerangi
kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negeri kamu (tidak
melarang kamu) berbuat baik bagi mereka dan berlaku adil kepada mereka.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang adil.8
Berbuat baik pada ayat di atas mencakup aneka kebaikan yang terhampar di
persada bumi ini, bahkan sebagian ulama, seperti pakar hukum Islam Ibnu al‟Araby,
memahami kata tuqsithu yang diterjemahkan di atas dengan berlaku adil, dengan
memberi sebagian dari harta kamu karena menurutnya, kewajiban berlaku adil itu
mutlak ditegaskan walau terhadap yang dibenci sekalipun. Karena itu pula, jika ada
orang musyrik yang menurut bahasa al-Qur‟an di sebut istajaraka yakni meminta
untuk menjadi ja>r (tetangga) dalam meminta perlindungan, maka perintah QS. al-
Taubah /9: 6 adalah اجره ajirhu/ lindungilah ia/ terimalah sebagai tetangga supaya ia
dapat mendengar firman Allah swt., tapi bila ia akan meninggalkan kamu-walau ia
tetap dalam keyakinan yang berbeda dengan keyakinan kamu-maka persilakanlah ia
berangkat ketempat yang aman baginya. Ayat ini melahirkan kesan betapa tinggi
kedudukan tetangga dan begitu pentingnya mereka sehigga harus dilindungi walau
8Kementerian Agama RI, ALJAMIL al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Per Kata, Terjemah
Inggris, (Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012), h. 550.
18
bukan muslim. Menjalin hubungan baik dengan tetangga, menciptakan rasa aman dan
bahagia, bahkan melahirkan kerjasama yang bermanfaat untuk seluruh bangsa.9
Imam Al-Gazali menegaskan, bahwa tetangga yang miskin akan terpaur leher
tetangganya yang kaya di hari kiamat seraya berkata, “Tuhanku! Tanyailah orang ini
mengapa dia enggan menolongku dan menutup pintu terhadapku, ketika perutnya
kenyang, padahal aku selalu dalam keadaan lapar!” ajaran ini lahir dari anjuran yang
begitu luas pengertiannya, yang telah dibentangkan di dalam al-Qur‟an dan diarahkan
oleh Rasulullah saw.10
Allah swt., berfirman dalam QS. al-Nisa‟/4: 36.
حسان وتذي املرب واميتامى واممسان ين ا ول جشنوا تو شيئا وبموال ني وامجار ذي واعبدوا الله
احة بمجنة ة من كن املرب وامجار امجنة وامصه ل ي نه اللهبيل وما ملكت أمانك ا وابن امسه
مختال فخورا
Terjemahnya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.11
Adapun maksud dari ayat ini ialah dekat dan jauh di sini ada yang
mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan dan ada pula antara yang
muslim dan yang bukan muslim. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang
9M. Quraish Syihab, yang hilang dari kita Akhlak, h. 262.
10Ahmad Shalaby, Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam, (Cet. 1; dicetak oleh Sinar
Grafika Offset: AMZAH, 2001), h. 327. 11
Kementerian Agama RI, ALJAMIL al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Per Kata, Terjemah
Inggris, h. 84.
19
bukan maksiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu
bapaknya.
- Z|>il-qurba> ( ذى املرب) : kaum kerabat seperti saudara, paman dari
pihak bapak ibu, serta anak-anak mereka.
- Al-ja>ri z\il-qurba .tetangga dekat : ( (امجارذى املرب 12
- Al-ja>ri-junubi .kerabat yang jauh (اجلنة امجار : )
- As-Sa>hibu bil janbi احة بمجنة :) teman di dalam perjalanan, atau (امصه
orang asing yang membutuhkan bantuan dan pertolongan.
- Ibnus Sabil orang yang sedang dalam perjalanan atau orang (ابن امسبيل ):
yang lemah.
- Ma> malakat aima>nukum budak laki-laki dan budak : (ماملكت امانك )
perempuan kalian.
- Al-Mukhta>lu .orang yang sombong : (اممختال )
- Al-Fakhu>ru yang menyebut-nyebut kebaikannya karena : (امفخور )
membanggakan dan membesarkan diri.
Bergaullah dengan baik dengan orang-orang yang paling dekat kepada kalian,
setelah kedua orang tua. Apabila seseorang telah melaksanakan hak-hak Allah swt.,
maka benarlah akidahnya dan baiklah segala amalnya, apabila telah memenuhi hak-
hak kedua orang tua, maka baiklah urusan rumah tangga dan keluarga, apabila
keadaan rumah tangga telah baik, maka ia menjadi sesuatu kekuatan yang besar dan
apabila dia menolong kaum kerabatnya, maka masing-masing di antara mereka akan
12
Ahmad Mustafa al-Maragi, Terjemah Tafsir al-Maragi, Juz 5, (Semarang: PT Karya Toha
Putra, 1974), h. 41.
20
mempunyai kekuatan yang saling tolong menolong bersama keluarga ini. Dengan
demikian, seluruh ummat akan saling tolong-menolong dan menjulurkan bantuannya
kepada orang-orang yang membutuhkannya.13
Tetangga mempunyai kesamaan dengan kaum kerabat, karena dekatnya
tempat (tinggal) mereka. Kadang-kadang orang lebih cinta kepada tetangga dekatnya
daripada kepada saudara seketurunannya sendiri. Oleh karena itu, dua keluarga yang
bertetangga hendaknya saling menolong membina kasih sayang dan kebaikan antar
mereka. Jika suatu keluarga tidak berbuat baik kepada tetangganya, maka bisa
dikatakan tidak ada kebaikan yang diberikan keluarga itu kepada seluruh manusia.
Islam telah menganjurkan supaya bergaul dengan baik kepada tetangga, meski ia
bukan muslim. Nabi saw., pernah menjenguk anak tetangganya yang sedang sakit,
padahal ia seorang Yahudi. Suatu ketika Ibnu Umar menyembelih kambing, lalu
berkata kepada budaknya; “Sudahkah kamu memberi hadiah kepada tetangga kita
yang beragama Yahudi? Sudahkah? Saya mendengar Rasulullah saw., bersabda:
ثو يور هو س .مازال جبل وضي بمجارحت ظننت اه14
Artinya:
Jibril senantiasa mewariskan kepadaku mengenai tetangga sehingga aku
mengira bahwa dia akan mewarisnya.
Asy-Syaikhani meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda:
13
Ahmad Mustafa al-Maragi, Terjemah Tafsir al-Maragi, h. 42. 14
Muhammad bin Isma>il Abu> Abdillah al-Bukhari al-Ja‟fi>, al-Jami’ al-Musnad al-
Sha>hih (Sha>hih al-Bukhari), (Juz 8; Da>r Thu>qi al-Naja>ti, 1422), h. 10.
21
.من كن ؤمن بهلل واميوم الخر فليحسن ال جاره 15
Artinya:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia
berbuat baik kepada tetangganya.
Hasan Basri membatasi tetangga dengan empat puluh rumah dari keempat
arah.Yang lebih utama adalah tidak membatasi tetangga dengan rumah, kemudian
membuat pengertian bahwa tetangga adalah orang yang dekat dengan anda.Wajah
anda selalu berpapasan dengan wajahnya di waktu pergi pada hari dan pulang ke
rumah pada sore hari. Penghormatan terhadap tetangga sudah menjadi tabiat bangsa
Arab sebelum Islam, kemudian Islam menguatkannya dengan ajaran yang terdapat di
dalam al-Qur‟an dan As-Sunnah.16
B. Pengertian Menghormati Tetangga
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata menghormati berarti
menghargai.17
Menghormati secara etimologi ialah Appakalebbireng berasal dari kata
mappakalebbi’ yang merupakan bahasa Bugis, kata mappakalebbi’ berasal dari kata
lebbi’ yang artinya mulia, alebbireng berarti kemuliaan atau kehormatan, mallebbi-
lebbi berarti agak mulia atau terhormat, mappakalebbi’ berarti memberi
penghormatan, pappakalebbi’ berarti penghormatan, mappakalebbi’ berarti
memuliakan dan appakalebbireng berarti melakukan penghormatan kata kerjanya.
Dalam kamus bahasa Inggris penghormatan berarti admiration, homage18
, pada
kamus bahasa Indonesia penghormatan berasal dari kata hormat yang artinya
15
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz 1, (Bairu>t; Da>r al-T{ura>s\ al-„Arabi>, t. th), h. 69. 16
Ahmad Mustafa al-Maragi, Terjemah Tafsir al-Maragi, h. 46. 17
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 408. 18
Kamus English Ofline, Ketik penghormatan
22
menghargai, perbuatan yang menandakan rasa khidmat atau takzim, penghormatan
adalah proses, cara, perbuatan menghormati; pemberian hormat: yang berlebih-
lebihan dapat berubah sifatnya menjadi pemujaan.19
Sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam setiap bermasyarakat adalah
menghormati tetangga, karena yang harapkan adalah hidup bermasyarakat dengan
tentram dan damai, tentunya juga harus hidup dengan tentram dan damai bersama
tetangga. Alangkah nyaman hidup bersama tetangga yang baik, sebaliknya alangkah
sempitnya hidup bersama tetangga yang jelek, sebagaimana dikatakan oleh
Rasulullah saw, yang dinukil oleh isma‟il bin Muhammad bin Sa‟d bin Abi Waqqash,
dari ayahnya, dari kakeknya:
امح، واممرنة امينء؛ وأرتع أرتع من امحة، واممسكن امواسع، وامجار امصه عادة: اممرأة امصه من امسه
يق وء، واممسكن امضه وء، واممرنة امس وء، واممرأة امس لاء: امجار امس .امشه20
Artinya:
Empat hal yang termasuk kebahagiaan seseorang: istri yang shalihah, tempat
tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan
empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang: tetangga yang jelek, istri
yang jelek, kendaraan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.”
Menghormati tetangga adalah salah satu sumber ajaran Islam. Menghormati
adalah tunduk namun tidak menyembah, patuh bukan karena rendah, memuliakan
serta menghargai orang lain. Tujuan dari menghormati adalah memanusiakan
manusia, menghormati pribadi sebagai manusia biasa dengan cara memberikan
penghormatan kepada manusia lainnya.
19
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 408. 20
Abu Abdullah Ahad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Ashdi al-Syaibah, Musnad
Imam bin Hambal, Cet.1, Juz 3, (t.t: Mu‟shahah al-Risalah, 2001), h. 55.
23
Kewajiban menghormati lingkungan (tetangga). Tetangga adalah unsur
penting dalam bermasyarakat, karena dengan tetangga dapat mewujudkan segala
kerjasama dalam membangun masyarakat. Di antara kewajiban terhadap tetangga,
antara lain tidak menyakiti mereka, menghormati dan tenggang rasa terhadap mereka,
serta memberi pertolongan kepada mereka apabila membutukan.21
C. Bentuk-bentuk Penghormatan Kepada Tetangga
1. Memuliakan Tetangga
Memuliakan tetangga adalah merupakan salah satu dari akhlak Islami yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw. Karena memang sebagai manusia dan makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain, kita tidak mungkin terlepas dari apa yang
dinamakan dengan tetangga. Untuk itulah menghormati tetangga dalam Islam
mempunyai peran serta arti penting dalam tuntunan hidup bermasyarakat dalam
agama kita ini.
Tetangga adalah seluruh orang yang tinggal berdampingan dengan kita,
siapapun dia. Tetangga memiliki hak yang wajib untuk ditunaikan sesuai tingkatan
mereka dan tidak boleh dilalaikan. Tingkatan mereka itu tergantung pada kedekatan,
kekerabatan, agama dan akhlaknya. Maka hendaknya setiap mereka diberikan haknya
sesuai dengan kadar tingkatan tersebut.
Tetangga yang tinggal berdampingan tentu tidak sama dengan tetangga yang
jauh, tetangga yang juga sekaligus adalah keluarga, tidak sama dengan tetangga yang
bukan keluarga, tetangga yang seagama tidak sama dengan tetangga yang beragama
lain.
21
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Cet. 1; Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 148.
24
Dalam hadis mengenai keutamaan dalam menghormati dan memuliakan
tetangga adalah sebagai barikut:
عن أيب ىريرة رض للا عنو، كال: كال رسول للا صىل للا عليو وسمل: )من كن ؤمن بلله
ومن كن ؤمن بلله واميوم الخر فال ؤذ جاره، ومن كن واميوم الخر فليلل خريا أو ميصمت،
.ؤمن بلله واميوم الخر فليكرم ضيفو 22
Artinya:
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu, dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik
atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia
menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya".
Adapun memuliakan tetangga dan berbuat baik kepada tetangga adalah
diperintahkan dalam Islam. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Nisa‟/4: 36.
حسان وتذي اين ا ول جشنوا تو شيئا وبموال ملرب واميتامى واممسانني وامجار ذي واعبدوا الله
ل ي نه اللهبيل وما ملكت أمانك ا احة بمجنة وابن امسه ة من كن املرب وامجار امجنة وامصه
مختال فخورا
Terjemahnya:
"Beribadahlah kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”.23
2. Berbuat Baik Kepada Tetangga
Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang
muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga.
Allah swt berfirman (yang artinya): “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
22
Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Hasan al-Gha>it}abi al-
Ha>nif Badaruddin al-Gayni>, Syarah Shahih Bukhari, Juz 23, (Beirut: Dar Ihya>I al-Turuzi al-
Arabi‟, t.th), h. 71. 23
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan terjemahan, (Cet.1, Bandung, 2012), h. 84.
25
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang
tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki
hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri”.
Syaikh Abdurrahman As Sa‟di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih
dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat
hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah,
dengan sedekah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak
memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan”.
Rasulullah saw juga bersabda:
ه مصاحبو وخري ام خري اب عند الله خري الص عليو وسمله صىله الله كال رسول الله جريان عند الله
ه مجاره خري24
Artinya:
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya
terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang
paling baik sikapnya terhadap tetangganya”.
Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang
sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh Allah
swt dan Rasul-Nya.
24
Tirmidzi, Kitab: Berbakti dan menyambung silaturrahim, bab: Hak tetangga, No. Hadist:
1867.
26
D. Hak-hak Tetangga
Dalam kitab suci Qur‟an maupun riwayat banyak sekali ditemukan kewajiban dan
anjuran mengenai hubungan dalam kehidupan bertetangga. Menghormati,
memuliakan dan menjaga hak-hak tetangga merupakan kewajiban yang ada dalam
ajaran Islam. Allah swt memuji dan memberikan ganjaran besar bagi orang-orang
yang memuliakan dan menjaga hak-hak tetangganya. Dan sebaliknya, Allah swt
mengecam keras siapa saja yang mengganggu dan melanggar hak-hak tetangganya.
Berikut adalah hak-hak tetangga menurut para ulama yang terbagi menjadi 3
yaitu:
a. Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat, maka ia memiliki tiga
hak, yaitu: hak tetangga, hak Islam dan hak kekerabatan.
Kekerabatan adalah hubungan seseorang yang sama secara silsilah,
keturunanan, maupun adat yang sama. kekerabatan adalah cara yang digunakan atau
aturan yang digunakan untuk mengatur penggolongan orang-orang yang termasuk ke
dalam kerabat. Kekerabatan adalah identitas. Kekerabatan bisa digunakan untuk
mengelompokkan seseorang. Artinya, melalui hubungan kekerabatan seseorang bisa
dikelompokkan ke dalam kelompok sosial. Contohnya, seseorang dikatakan masuk ke
dalam kelompok sosial jawa sehingga kelompok-kelompok tersebut bisa dikatakan
memiliki hubungan kekerabatan. Kekerabatan adalah seseorang yang memiliki
silsilah yang sama, melalui keturunan biologis maupun budaya.
b. Tetangga muslim, maka ia memiliki dua hak, yaitu: hak tetangga dan hak
Islam.
Islam adalah agama yang mengatur hubungan bertetangga secara baik. Islam
menempatkan posisi tetangga pada tempat yang tinggi dan terhormat. Ajaran
27
demikian sebelumnya tidak dikenal dalam aturan atau perundangan manapun. Di
dalam Islam, tetangga adalah sosok yang memiliki hak yang wajib (kewajiban
bertetangga) untuk ditunaikan dan kehormatan yang wajib untuk dijaga.25
c. Tetangga kafir, ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.
Kafir (bahasa Arab: نافر kafir; Jamak رنفا kuffar) Kafir berasal dari kata
kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup, menyembunyikan sesuatu atau
menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau mengingkari kebenaran. Dalam
al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk kata disebut sebanyak 525 kali. Kata
kafir digunakan dalam al-Qur‟an berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan
dengan Tuhan, seperti: Mengingkari nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-
Nya (QS.16:55, QS. 30:34), Lari dari tanggung jawab (QS.14:22), Menolak hukum
Allah (QS. 5;44), Meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah (QS.30:44).
Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir tidak selamanya berarti non muslim,
karena ada penggunaan kata kafir atau pecahan dari kata kafir seperti kufur, yang
bermakna inkar saja, tidak sampai mengeluarkan seseorang dari keislaman.
Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang tidak pandai/mensyukuri nikmat Tuhan,
atau dalam istilah lain disebut sebagai kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak
sampai membawa pelakunya kafir/keluar dari islam).
Secara istilah, kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran
dari Allah Swt yang di sampaikan oleh Rasul-Nya atau secara singkat kafir adalah
kebalikan dari iman. kalau dilihat dari sisi istilah, bisa dikatakan bahwa kafir sama
dengan non muslim, yaitu orang yang tidak mengimani Allah swt dan rasul-rasul-Nya
serta ajarannya. Kafir adalah Lawan dari Iman.
25
Majid Hasyim Husaini A, Riyadhu Shalihin, terj. Mu‟ammal Hamidi dan Imron A. Manan,
(Cet. III, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006), h. 72.
28
Menyakiti tetangga adalah sebuah kejahatan yang sangat diharamkan dalam
Islam. Diriwayatkan oleh Abu Syuraih, dari Rasulullah saw, brsabda:
واللو ال ي ؤمن، واللو ال ي ؤمن، واللو ال ي ؤمن قيل: ومن يا رسول اللو؟ قال: الذي 26ال يأمن جاره ب وايقو
Artinya:
"Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah
tidaklah beriman. Ditanyakan kepada beliau, 'Siapa orang itu wahai
Rasulullah? Rasulullah menjawab, 'Mereka itu adalah orang-orang yang
tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya”.
Contoh perbuatan yang menyakiti tetangga adalah mengkhianati mereka,
membuka aib dan kelemahannya, mengganggu anak-anak wanitanya, menggoda
istrinya, dengan terlebih melakukan perselingkuhan dengannya, baik secara langsung
atau tidak langsung. Sungguh perbuatan ini adalah seburuk-buruk dosa yang sangat
dibenci dan dikutuk oleh seluruh jiwa yang sehat.
E. Etika dan Adab Pergaulan dengan Tetangga
Diantara etika dan adab pergaulan dengan tetangga yang selayaknya kita
perhatikan adalah;
1. mencintai kebaikan tetangga sebagaimana menyukai kebaikan untuk diri
sendiri. Bergembira jika ia mendapat kebaikan dan kebahagiaan, serta
menjauhi sikap dengki terhadapnya, sebab sifat inilah yang menyebabkan
kerenggangan hubungan diantara manusia. Dari Anas bin Malik dari Nabi
saw bersabda:
ب أنس بن مالك، عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال: " ال ي ؤمن أحدكم حت يب لن فسو -أو قال: لاره -لخيو 27.ما ي
26
Muhammad bin Isma>il Abu> Abdillah al-Bukhari al-Ja‟fi>, al-Jami’ al-Musnad al-
Sha>hih (Sha>hih al-Bukhari), (Juz 8; Da>r Thu>qi al-Naja>ti, 1422), h. 10.
29
Artinya:
“tidaklah seseorang beriman hingga ia mencintai untuk saudaranya –atau
beliau bersabda- untuk tetangganya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.”
2. Tidak menyakiti tetangga baik dengan perkataan dan perbuatan, bahkan
Rasulullah saw mengingkari keimanan seseorang, manakala tetangganya
belum merasa aman dari gangguannya. Dalam shahihnya, imam Bukhari
meriwayatkan, dari Abu Syuraih bahwa Nabi saw bersabda:
واللو ال ي ؤمن، واللو ال ي ؤمن، واللو ال ي ؤمن قيل: ومن يا رسول اللو؟ قال: الذي 28ال يأمن جاره ب وايقو
Artinya:
“Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman.” Ditanyakan kepada beliau; “Siapa yang tidak beriman wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda: “Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa
aman dengan gangguannya.”
Bahkan dalam riwayat lain, Rasulullah saw tidak menyukai terhadap wanita
yang senantiasa puasa dan shalat, namun tetangganya tidak merasa aman dengan
gangguannya, imam Ahmad meriwayatkan, dari Abu Hurairah ia berkata; Seorang
lelaki berkata;
ة صالتا وصياميا وصدكتا غري كال رجل ي رسول ا عن أيب ىريرة كال نه فالهة ذنر من نث ا لله
نه فالهة ذنر من ك فا ا ثؤذي جريانا تلسانا كال ه ف امنهار كال ي رسول الله صياميا أنه له
ثوار من الك ول ثؤذي جريانا تلسانا كال ه ف امجنهة وصدكتا وصالت بل ا ثصده نه.ا وا
29 Artinya:
“Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang terkenal dengan banyak shalat,
puasa dan sedekah, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya,”
Maka beliau bersabda: “Dia di neraka.” Lelaki itu berkata; “Wahai Rasulullah,
27
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz I, (Bairu>t; Da>r al-T{ura>s\ al-„Arabi>, t. th), h. 67. 28
Muhammad bin Isma>il Abu> Abdillah al-Bukhari al-Ja‟fi>, al-Jami’ al-Musnad al-
Sha>hih (Sha>hih al-Bukhari), (Juz 8; Da>r Thu>qi al-Naja>ti, 1422), h. 10. 29
Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal, Musnad bin H{anbal, Juz 19 (Cet. I; Kairo: Da>r al-
Hadi>s}, 1990 M/1416 H), h. 219
30
ada seorang wanita yang terkenal dengan sedikit puasa, sedekah dan
shalatnya, ia hanya bersedekah dengan sepotong keju, tetapi ia tidak
menyakiti tetangganya dengan lisannya,” maka beliau bersabda: “Dia di
surga.”
3. Berbuat baik terhadap tetangga, yaitu menolongnya ketika ia meminta
pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia
sakit, mengucapkan selamat jika ia mendapat kesenangan, menghiburnya
jika ia mendapat musibah, menyapanya, berbicara dengan lemah lembut,
menjaga perasaannya, memaafkan kesalahannya.
4. Menghormatinya dengan memberikan pemberian kepadanya, berdasarkan
sabda Rasulullah saw yang artinya : “Janganlah sekali-kali salah seorang
dari kalian meremehkan sesuatu pun dari amal kebaikan. Jika ia tidak
mendapatkan sesuatu (untuk berbuat baik), hendaklah ia berwajah ceria
terhadap saudaranya. Apabila kamu membeli daging atau memasak
makanan di atas periuk, maka perbanyaknya kuahnya dan berikanlah dari
makanan itu untuk tetanggamu.”
Bahkan tidak termasuk ciri seorang mukmin, bila seseorang membiarkan
tetangganya kelaparan, sementara dirinya kenyang. Dalam kitab al-Adab al-Mufrad,
imam al-Bukhari meriwayatka:
“Dari Ibnu Abbas bahwa dia mengabarkan kepada Ibnu Zubair, dia berkata;
aku mendengar Nabi shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Bukanlah seorang
Mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan.”
Aisyah berkata;
31
عناعن عائشة رض ما منم الله ل أكربما أىدي كال ا ل أي
نه ل جارين فا
ا كلت ي رسول الله
بب.30
Artinya: “Aku memiliki dua tetangga, kepada yang mana aku mesti memberikan
hadiah? Rasulullah saw menjawab; “Kepada yang pintunya lebih dekat
denganmu.”
5. Memuliakan dan menghargainya, tidak melarang menempatkan kayu pada
dindingnya, tidak menjual dan menyewakan lahan yang bersambung
dengan lahannya atau yang mendekatinya, sehingga menawarkan
kepadanya terlebih dahulu. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw bersabda :
بو ف جداره .ل منع جار جاره أن غرز خش 31
Artinya:
“Janganlah seseorang diantara kalian melarang tetangganya menempatkan
kayu pada dindingnya”.
Beliau juga bersabda: “Barangsiapa memiliki tetangga dalam satu dinding
pembatas atau dinding bersama, hendaklah tidak menjualnya sehingga menawarkan
kepada tetangganya lebih dahulu”.
Jika seorang Muslim mendapat cobaan berupa perlakuan buruk tetangganya,
hedaklah bersabar, karena kesabarannya akan melepaskan dari itu, Rasulullah saw
bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah swt mencintai tiga hal dan membenci
tiga hal: Di antara yang disebutkan adalah seorang lelaki yang mempunyai tetangga
30
Muh}ammad bin Isma>‟il Abu> „Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S}ah}i>h} Bukha>ri>,
Juz 10 (t.tp: Da>r T{auqin Naja>h, 1422 H), h. 8.
31Muhammad bin Isma>il Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 3, ( Cet. I, t.t: Dar
T}uki> al-Naja>ti, 1422), h. 132.
32
yang selalu menyakitinya namun dia tetap bersabar atas prilaku buruknya sampai
Allah mencukupkannya dari tetangganya baik saat hidup atau setelah kematian “.
F. Sikap Terhadap Tetangga
1. Cara bertetangga
Tetangga yang baik adalah tetangga yang saling menghormati, menghargai,
dan tolong-menolong dalam segala keadaan. Kita harus mengerti tetangga kita.
Dalam bertetangga tidak diperkenankan melakukan perbuatan yang mengganggu
tetangga, seperti:
a. Memfitnah tetangga
b. Merusak taman yang ada di sekitar rumah tetangga
c. Membunyikaaan music dengan sangat keras
d. Mengganggu putera-putri atau binatang peliharaannya
e. Mengganggu rumah tangganya
f. Mempersulit tetangga yang membutuhkan kita
g. Membiarkan tetangga yang kesusahan.32
2. Tolong menolong dalam bertetangga
Manusia adalah mahluk sosial yang harus bergaul dengan manusia lainnya
dan tidak bisa menyendiri, tetapi harus berhubungan dan berinteraksi dengan
sesamanya.
Dalam bertetangga pasti akan saling membutuhkan satu sama lain. Tetangga
yang kaya membutuhkan tetangga yang miskin untuk membantu menyelesaikan
pekerjaannya. Dan tetangga yang miskin membutuhkan orang kaya untuk bekerja dan
mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena itu, hendaknya jangan memandang remeh
32
Husaini A. Majid Hasyim, Syarah Riyadhus Shalihin, terj. Mu‟ammal Hamidy dan Imron A.
Manan, Cet. III, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006), h. 176.
33
tetangga yang miskin, sebab membutuhkan mereka dan mereka pun membutuhkan
kita. Allah swt berfirman sebagai berikut:
ش نه الله ا هلوا الله ث وامعدوان واث
دد امعلاب وثعاوهوا عىل امب وامتهلوى ول ثعاوهوا عىل ال
Terjemahnya:
…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
(Q.S. Al-Maidah: 2).33
3. Sopan santun dalam bertetangga
Tetangga adalah orang yang sangat dekat. Bila kita tertimpa musibah atau
mengadakan hajatan, tetangga yang lebih dahulu membantu, setelah itu saudara-
saudara dan handai taulan yang jauh.
Dalam bertetangga harus menciptakan situasi yang bersahabat, baik di rumah,
di jalan dan di tempat-tempat umum lainnya. Karena itu, harus memiliki sopan santun
dalam bertetangga. Di antara sopan santun dalam bertetangga itu adalah sebagai
berikut:
a. Harus hormat menghormati dengan tetangga, seperti menyapa ketika
berjumpa di jalan atau mengucapkan salam ketika bertemu.
b. Bila berbahagia, undanglah tetangga untuk berbagi kebahagiaan itu. Dan bila
tetangga mendapat kebahagiaan, ucapkan selamat kepada mereka.
c. Hendaklah sopan dalam berkata dan berbuat.
d. Bantulah tetangga yang kekurangan dan kesusahan.
e. Bersikap dan berbuat adillah dengan tetangga, serta tepatilah janji. Jika sering
mengingkari janji tentu hubungan dengan tetangga tidak akan baik. Ingat janji
itu adalah utang.
33
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan terjemahan, (Cet.1, Bandung, 2012), h. 106.
34
f. Bila memiliki makanan, maka berbagilah dengan tetangga.
4. Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia.
Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan.
Rasulullah saw bersabda:
واميوم الخر فليكرم ضيفو .ومن كن ؤمن بلله34
Artinya:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
muliakan tetangganya”.
Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim
sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah saw bersabda:
ثوما زال وصين يور هو س .جبل بمجار، حته ظننت أه35
Artinya:
“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa
tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti
dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril
tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira
bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini
menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi saw”.36
34
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, (Cet. I; Da>r T{auq al-Naja>h}, t. th), h. 11. 35
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri>, Shahih Bukhari, Juz VIII,(Cet.
I; Da>r T{auq al-Naja>h}, 1422), h. 10. 36
Husaini A. Majid Hasyim, Syarah Riyadhus Shalihin, terj. Mu‟ammal Hamidy dan Imron A.
Manan, h. 177.
35
5. Ancaman Atas Sikap Buruk Kepada Tetangga
Disamping anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan ancaman terhadap
orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga. Bahkan
Rasulullah saw menafikkan keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti
tetangga. Beliau saw bersabda:
ل ل ؤمن والله ل ؤمن والله كال والله عليو وسمله ؤمن كيل ومن ي رسول أنه امنهبه صىله الله
لو ي ل بمن جاره توا كال اله باتة. الله تتعو ش 37
artinya:
“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang
bertanya: „Siapa itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: „Orang yang
tetangganya tidak aman dari bawa‟iq-nya (kejahatannya)„”
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: “Bawa‟iq maksudnya culas, khianat,
zhalim dan jahat. Barangsiapa yang tetangganya tidak aman dari sifat itu, maka ia
bukanlah seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih parah
lagi. Hadits ini juga dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan perkataan atau
perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-hal yang
membuatnya terganggu dan resah”. Beliau juga berkata:”Jadi, haram hukumnya
mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang melakukannya,
maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki sifat sebagaimana
sifat orang mukmin dalam masalah ini”.38
Bahkan mengganggu tetangga termasuk dosa besar karena pelakunya diancam
dengan neraka. Ada seorang sahabat berkata yang artinya: “Wahai Rasulullah, si
37
Muh}ammad bin Isma>‟il Abu> „Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S}ah}i>h} Bukha>ri>,
Juz 10 (t.tp: Da>r T{auqin Naja>h, 1422 H), h. 8. 38
Husaini A. Majid Hasyim, Syarah Riyadhus Shalihin, terj. Mu‟ammal Hamidy dan Imron A.
Manan, h. 178.
36
Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti
tetangganya. Rasulullah bersabda: „Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka‟”.
Sebagaimana Imam adz-Dzahabi memasukan poin „mengganggu tetangga‟
dalam kitabnya al-Kaba‟ir (dosa-dosa besar). Al-Mula Ali al-Qari menjelaskan
mengapa wanita tersebut dikatakan masuk neraka: “Disebabkan ia mengamalkan
amalan sunnah yang boleh ditinggalkan, namun ia malah memberikan gangguan yang
hukumnya haram dalam Islam”.
37
BAB III
HADIS-HADIS MENGHORMATI TETANGGA
A. Hadis tentang Menghormati Tetangga
ث نا أبو األحوص، عن أب حصني، عن أب صالح، عن ث نا ق ت يبة بن سعيد، حد أب حدمن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر فال »ىري رة، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم:
فو، ومن كان ي ؤمن بالل و والي وم ي ؤذ جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي را أو ليصمت 1«اآلخر ف لي قل خي
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan
kepada kami Abu Al-Ahwash dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah dia berkata; Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya,
barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan
tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia
berkata baik atau diam."
ومن ي - : Beriman secara sempurna, yang bisa menyelamatkan dari azab Allah
swt., dan bisa membawa seseorang untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Sedangkan inti dari keimanan diri sendiri adalah percaya dan patuh.
.hari Kiamat. Pada hari itu semua amalan akan dibalas : اليوم االخر -
ت - م .Diam : يص
Menghormati tetangganya, dengan berbuat baik terhadapnya : ف ليكرم جاره -
dan tidak menyakiti mereka.
فو - Menghormati tamunya, dengan bersikap baik, menyiapkan : ف ليكرم ضي
hidangan dan lain sebagainya.2
1Muhammad bin Isma>il Abu> Abdillah al-Bukhari al-Ja‟fi, al-Jami‟ al-Musnad al-Sha>hih
(Sha>hih al-Bukhari) (Cet.1, Juz 9; Da>r Thu>qi al-Naja>ti, 1422), h. 11. 2Musthafa Dieb Al-Bugda Muhyiddin Mistu, AL-WAFI Syarah Kitab Arba‟in An-Nawawiyah
(Cet. X; Jakarta Timur: Al-I‟tishom, 1998), h. 102.
38
Hadis di atas diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dari banyak jalur dari Abu
Hurairah. Di sebagian redaksinya disebutkan, “Maka ia jangan menyakiti
tetangganya”. Di sebagian redaksi lain disebutkan, “Hendaknya ia baik dalam
memuliakan tamunya”. Di sebagian redaksinya lagi disebutkan, Hendaklah ia
menyambung kerabatnya”, menggantikan penyebutan tetangga.
Sabda Nabi saw, “Barangsiapa beriman kepada Allah swt dan Hari Akhir,
hendaknya ia mengerjakan ini dan itu,” menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan
tersebut termaksud sifat-sifat iman. Sebelumnya dijelaskan bahwa amal pebuatan
masuk ke dalam iman. Nabi saw pernah menafsirkan iman dengan kesabaran dan
toleransi. Al-Hasan berkata, “ yang dimaksud dengan sabar dari seluruh kemaksiatan
dan toleransi dengan taat. Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-
hak Allah swt, seperti mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal
yang diharamkan. Termasuk dalam cakupan perbuatan-perbuatan iman ialah
mengatakan yang baik dan diam dari yang jelek.3
Perbuatan-perbuatan iman juga terkadang terkait dengan hak-hak hamba Allah
swt, misalnya memuliakan tamu, memuliakan tetangga dan tidak menyakitinya.
Ketiga hal tersebut diperintahkan kepada orang Mukmin; salah satunya dengan
mengatakan yang baik dan diam dalam perkataan yang jelek. Ath-Thabrani
meriyawatkan hadis Aswad bin Ashram al-Muharibi yang berkata, aku berkata,
“Wahai Rasulullah, berilah aku nasihat”. Nabi saw bersabda, “ apakah engkau
mengendalikan lidahmu?" Aku menjawab, “Aku tidak mengendalikan jika aku tidak
memiliki lidah. “Nabi saw bersabda, “Apakah engkau mengendalikan tanganmu?”
Aku berkata, “Aku tidak mengendalikan jika aku tidak mempunyai tangan. “Nabi saw
3Ibnu Rajab, Panduan Ilmu dan Hikmah, (Cet. I; Jakarta: Darul Falah, 2002), h. 316.
39
bersabda, “engkau jangan berkata dengan lidahmu kecuali kebaikan dan jangan
menjulurkan tanganmu kecuali kepada kebaikan.4
Masalah kedua yang diperintahkan Nabi saw kepada kaum Mukminin pada
hadits diatas ialah memuliakan tetangga. Di sebagian riwayat disebutkan, “Larangan
dari mengganggu tetangga”. Jadi, mengganggu tetangga adalah haram, karena
mengganggu tanpa alasan yang benar itu diharamkan kepada semua orang dan
pengharamannya lebih keras jika ditujukan kepada tetangga.5
B. Takhrij al-Hadis
1. Pengertian takhri>j
Takhri>j menurut bahasa berarti bentuk mas}dar dari kata kharraja-
yukharriju-takhri>jan, yang mempunyai makna dasar al-naffa>du „an al-Syai>‟
yaitu menembus sesuatu dan ikhtila>f launain yaitu perbedaan dua warna. Berasal
dari akar kata خروجا -خيرج -خرج mendapat tambahan tasydi>d/syiddah pada ra yang
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat,6 menampakkan, menerbitkan,
menyebutkan dan menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang tidak atau
sesuatu yang masih tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar.
Kedua makna tersebut jika digunakan bersama-sama dalam hadis dapat berarti
menelusuri atau berusaha menembus suatu hadis untuk mengetahui segi-segi yang
terkait dengannya, baik dari segi sumber pengambilannya, kualitasnya maupun dari
segi yang lain.
4Ath-Thabrani di al-Kabir hadis nomor 818. Al-Haitsami menyebutkan hadis tersebut di
Majmauz Zawaid 10/300 dan menghasankan sanadnya. 5Ibnu Rajab, Panduan Ilmu dan Hikmah, h. 317.
6Muhammad Ahmad M. Mudzakir, Ulumul Hadis(Bandung: Pustaka Setia, t.th), h. 131.
40
Takhri>j yang digunakan dalam kegiatan penelitian hadis adalah
menunjukkan hadis pada sumber-sumber aslinya, di dalamnya dikemukakan hadis itu
secara lengkap dengan sanadnya masing-masing kemudian menjelaskan derajatnya
jika diperlukan.
Ada tiga tujuan dilakukannya takhri>j hadis yaitu untuk mengetahui asal-
usul riwayat hadis yang akan diteliti, mengetahui seluruh riwayat hadis akan diteliti
dan mengetahui apakah ada syahid atau mutabi‟.7
Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadis, kata at-takhri>j
mempunyai beberapa arti, yakni;
1. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para
periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan
metode periwayatan yang mereka tempuh.
2. Ulama hadis mengemukakan beberapa hadis yang telah dikemukakan oleh
para guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunannya
dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para guru atau
temannya atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayat dari para
penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.8
Dalam melakukan takhri>j tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
pokok dari takhri>j yang ingin dicapai seorang peneliti adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin diteliti
terdapat dalam buku-buku hadis atau tidak.
7Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, (Cet. II; Ciputat: Penerbit
MMCC, 2005), h. 66- 68
8M. Syuhudi Ismail, metodologi penelitian hadis Nabi, (Cet. I ; Jakarta: Bulan Bintang,
1992), h. 41.
41
2. Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja yang
didapatkan.
3. Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda di
dalam sebuah buku hadis atau dalam beberapa bukuinduk hadis.
4. Mengetahui kualitas hadis (maqbu>l/ diterima atau mardu>d/ ditolak).9
Sedikitnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya takhri>j al-hadis
dalam melaksanakan penelitian hadis, yaitu:
1) untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti,
2) untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti,
3) untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi pada sanad yang
diteliti.
Pentingnya kegiatan takhri>j al-hadis tidak terlepas dari unsur-unsur yang
ada di dalam hadis tersebut.10
Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan
sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadis atau dalam beberapa buku induk
hadis. Mengetahui kualitas hadis (maqbu>l / diterima atau mardu>d / tertolak).
Adapun petunjuk yang digunakan dalam metode ini dengan berpedoman pada
kitab al-Mu„jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Hadis al-Nabawiy.11
Lalu klasifikasi
hadisnya. Hadis yang diklasifikasi dan dikritik adalah hadis yang berkaitan dengan
menghormati tetangga.
9Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Cet. 2;Jakarta: Amzah, 2013), hal. 130.
10Said Agil Husin Al-munawwar, paradigm baru memahami hadis Nabi, (cet. 2 ; Ciputak :
MSCC, 2005), hal.68. 11
Kegiatan takhri>j dapat dilakukan melalui kitab ini dengan mengetahui salah satu lafal
h}adi>s\, sama halnya dari kata pertama, yang terakhir, atau yang tengah. Sama halnya apakah lafal
tersebut ghari>b atau tidak. Akan tetapi sebaiknya jika ingin mentakhrij melalui kitab ini, yaitu
dengan mengambil sebuah lafal gharib (asing) yang jarang diucapkan. Karena pada umumnya hadis-
hadis yang mengandung kata-kata tersebut sedikit jumlahnya. Lihat, Burhanuddin Darwis, Metodologi
Takhri>j H{adi>s\, (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), hal. 52.
42
Untuk melakukan langkah تريج الديث diperlukan beberapa metode sebagai
acuan yang digunakan dalam peneliti hadis, seperti yang dikemukakan oleh ulama
hadis, di antaranya Abu> Muhammad „Abd al-Hadi bin „Abd al-Qadir bin „Abd al-
Hadi, dia menyebutkan bahwa ada lima macam bentuk metode takhri>j.
1. Takhri>j menurut salah satu lafal matan hadis,
2. Takhri>j menurut lafal pertama ,
3. Takhri>j menurut periwayat pertama,
4. Takhri>j menurut tema hadis dan
5. Takhri>j menurut klasifikasi jenis hadis.12
Terlebih dahulu seorang peneliti harus mengetahui metode atau langkah-
langkah dalam takhri>j sehingga akan mendapatkan kemudahan dan tidak ada
hambatan. Hal pertama yang perlu dimaklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-
buku hadis yang telah dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan banyak
sekali macam-macamnya.
Di antarnya ada yang secara tamatik, pengelompokan hadis didasarkan pada
tema-tema tertentu, seperti kitab Al-jami‟ Ash-Shahih Al-Bukha\ri\ dan sunan Abu>
Dawud. Di antaranya lagi ada yang didasarkan pada nama perawi yang paling diatas,
yaitu para sahabat, seperti kitab Musnad Ahmad bin Hambal. Buku lain lagi
didasarkan pada huruf permulaan matan hadis diurutkan sesuai dengan alphabet Arab
seperti kitab al-Ja>mi‟ Ash-Shaghi>r karya As-Suyuti dan lain-lain.13
Semua itu
dilakukan oleh para ulama dalam rangka memudahkan umat Islam untuk mengkaji
sesuai dengan kondisi yang ada.
12
Abu> Muhammad „Abd al-Hadi bin „Abd al-Qadir bin „Abd al-Hadi, “ T}uru>q takhri>j
Hadi>s Rasulullah saw.” Diterjemahkan oleh S. Aqil Husain al-Munawwar dan Mahmu>d Rifqi
Mukhtar dengan judul Metode Takhri>j Hadis (cet. I Semarang; Dina Utama, 1994), hal 15. 13
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hal. 131.
43
Karena banyak teknik dalam pengodifikasian buku hadis, sangat diperlukan
beberapa metode takhri>j yang sesuai dengan buku teknik hadis yang ingin diteliti.
Paling tidak ada 5 metode takhri>j dalam arti penelusuran hadis dari sumber buku,
yaitu takhri>j dengan kata (bi al-lafzhi), takhri>j dengan tema (bi al-mawdhu‟),
takhri>j dengan permulaan matan (bi Awwal al-matan), takhri>j melalui sanad
pertama (bi ar-rawi al-a‟la) dan takhri>j dengan sifat (bi ash-shifah).
2. Metode takhri>j
Tapi peneliti disini hanya menggunakan 2 metode hadis yakni metode yang
pertama menggunakan salah satu lafaz matan hadis dan yang kedua menggunakan
lafal pertama Matan hadis. Sesuai dengan tugas yang diberikan dosen kepada peneliti,
bahwa potongan hadis yang menjadi objek penelitian adalah جاره maka berikut ini
adalah penerapan kedua metode di atas:
I. Metode takhrij> al-Hadis dengan menggunakan salah satu lafal matan.14
Adapun petunjuk yang ditemukan dengan salah satu lafal matan hadis dengan
menggunakan kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis Al-Nabawiy
sebagai berikut:
, 14,, )م( لقطة 23, رقاق 85, 31من كان يؤمن باهلل ... فليكرم ضيفو )ج( أدب ,, دى 5,, جو أدب 50, قيامة 43,, )ت( بسر5,, )د( أطعمة 77, 75, 74إيان
, 3, 463, 433, 269, 267, 174, 2,, )حم( 22,, )ط( صفة النيب 11أطعمو 76 ,4 ,31 ,5 ,412 ,6 ,69 ,384 ,385 .15
14
Al-Mu‟Jam al-Mufahras li Alfaz al-hadis al-Nabawiy. Jilid 6. hal. 10. 15
Al-Mu‟Jam al-Mufahras li Alfaz al-hadis al-Nabawiy. Jilid 3. hal. 528.
44
Dari kode-kode yang tercantum diatas melalui lafal yang digunakan telah
menunjukkan bahwa hadis yang diteliti terdapat pada:
1. Shahih Bukhari dan ditempatkan pada tema أدب bab 31, 75 dan رقاق bab
32.
2. Shahih Muslim dan ditempatkan pada tema لقطة bab 14 dan إيان bab 74,
75, 77.
3. Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi dan ditempatkan pada tema أطعمة bab
11.
4. Sunan Tirmidzi dan ditempatkan pada tema بسر bab 43 dan قيامة bab 50.
5. Sunan Ibnu Majah dan ditempatkan pada tema أدب bab 5.
6. Sunan Ad-Darimi dan ditempatkan pada tema أطعمة bab 5.
7. Mu‟watha>tha Imam Malik dan ditempatkan pada tema صفة النيب bab 22.
II. Metode kedua takhri>j al-Hadis dengan menggunakan lafaz pertama Matan
Hadis. Adapun petunjuk yang ditemukan dengan metode lafaz Matan Hadis
dengan menggunakan kitab al-Fath al-Kabir fi Dammi al-Ziyadah I‟la al-
Jami‟ al-Shagir adalah sebagai berikut :
والي وم آلخر ف ليحسن إالجاره, من كان ي ومن باهلل والي وم آلخرف ليكرم من كان ي ومن باهلل را أوليسكت. )حم ق ن ه( عن أب فو, من كان ي ومن باهلل والي وم آلخرف لي قل خي ضي
16شريح وعن أب ىريرة )صح(.
Kode di atas menunjukkan bahwa hadis ini terdapat dalam Musnad Ahmad
yang dilambangkan dengan مح, Sunan An-Nasa‟i dengan lambang ن, Hadis Shahih
16
Al-Jami‟ al-Shagir, al-Aftha>hu al-Katabah, (Da>r al-kitab al-Arabi>a: Beirut-Libanon,
t.th), h. 540.
45
dilambangkan dengan حص, al-Qurtubi dilambangkan dengan ق dan Ibnu Majah
dilambangkan dengan ه.
3. Merujuk ke kitab sumber
Hadis yang di kumpulkan berdasarkan 2 metode, adapun redaksi dari hadis
yang telah penulis dapatkan dari kitab kutub al-Tis‟ah dan kitab al-Maktabah al-
Syamilah adalah sebagai berikut:
a. Shahih Bukhari
ث نا أبو - 6018 ث نا ق ت يبة بن سعيد، حد األحوص، عن أب حصني، عن أب صالح، حداآلخر عن أب ىري رة، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن باللو والي وم
ر ف ليكرم ضي فو، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم فال ي ؤذ جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخ را أو ليصمت 17اآلخر ف لي قل خي
، عن أب - 6019 قبي
ثن سعيد امل ث نا الليث، قال: حد ث نا عبد اللو بن يوسف، حد حد، ناي، حني تكلم النيب صلى اهلل عليو وسلم شريح العدوي عت أذناي، وأبصرت عي قال: س
خر ف قال: من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآليافة ثالثة أيام،ف ليكرم ض لة، والض فو جائزتو قال: وما جائزتو يا رسول اللو؟ قال: ي وم ولي ي
را أ و فما كان وراء ذلك ف هو صدقة عليو، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي 18يصمت ل
ث نا إب راىيم بن سعد، عن ابن شهاب، عن - 6475 ثن عبد العزيز بن عبد اللو، حد حدكان ن أب سلمة، عن أب ىري رة رضي اللو عنو، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم: م
را أو ليصمت، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر فال ي ؤذ ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي فو 19جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
17
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, (Cet. I; Da>r T{auq al-Naja>h}, t. th), h. 11. 18
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, h. 11. 19
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, h. 100.
46
ث نا عبد الل - 6136 ث نا سفيان، عن أب حصني، حد ، حد ث نا ابن مهدي د، حد و بن ممو عن أب صالح، عن أب ىري رة، عن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن بالل
فو، ومن كان والي وم اآلخر فال ي ؤذ جار ه، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي را أو ليصمت 20ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي
ث نا عبد اللو بن يوسف، أخب رنا مالك، عن سعيد بن أب - 6135 ، عن حد قبي
سعيد املوم اآلخر أب شريح الكعيب: أن رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باللو والي
يافة ثالثة أيام، لة، والض فو، جائزتو ي وم ولي فما ب عد ذلك ف هو صدقة، وال يل لو ف ليكرم ضي ثن مالك: مث لو، وزاد: من كان ي ث نا إساعيل، قال: حد ؤمن أن ي ثوي عنده حت يرجو، حد
را أو ليصمت 21باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي ، عن أب - 6138 ث نا ىشام، أخب رنا معمر، عن الزىري د، حد ث نا عبد اللو بن مم حد
من سلمة، عن أب ىري رة رضي اللو عنو، عن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤ فو، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليصل رحو، ومن ك بالل ان و والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
را أو ليصمت 22ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي ث نا لي - 6476 ث نا أبو الوليد، حد ، حد ، عن أب شريح اخلزاعي قبي
ث نا سعيد امل ث، حد
يافة ثالثة أيام ع أذناي ووعاه ق ليب: النيب صلى اهلل عليو وسلم ي قول: الض ، جائزتو قال: سفو، ومن كان قيل: ما جائزتو؟ قال: ي وم ولي لة، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
را أو ليسكت 23ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي
20
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, h. 32.
21Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, h. 32.
22Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, h. 32.
23Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, h. 100.
47
b. Shahih Muslim
ثن حرملة بن يي، أن بأنا ابن وىب، ق 47) - 74 ال: أخب رن يونس، عن ابن ( حد شهاب، عن أب سلمة بن عبد الرحن، عن أب ىري رة، عن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم
را أو ليصمت، و من كان ي ؤمن باهلل والي وم قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي فو 24اآلخر ف ليكرم جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
، عن 47) - 75 ث نا أبو األحوص، عن أب حصني ث نا أبو بكر بن أب شيبة، حد أب ( حدي وم صالح، عن أب ىري رة، قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن باهلل وال
ي ؤمن اآلخر فال ي ؤذي جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم ضي فو، ومن كان را أو ليسكت 25باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي
يعا عن ابن عي ي نة، قال 48) - 77 ، ج د بن عبد اهلل بن ني ر بن حرب، ومم ث نا زىي ( حدث نا سفيان، عن عمرو، أن : حد ، أن ابن ني ع نافع بن جب ي يب، عن أب شريح اخلزاعي و س
، ومن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليحسن إل جاره را كان ي ؤمن باهلل والي وم اآل فو، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي خر ف ليكرم ضي
26أو ليسكت ث نا ليث، عن سعيد بن أب سعيد، عن أب شريح 48) - 14 ث نا ق ت يبة بن سعيد، حد ( حد
، أنو ناي، حني تكلم رسول اهلل صلى اهلل عليو العدوي عت أذناي، وأبصرت عي قال: سفو جائزتو، قالوا: وما جائز تو يا وسلم، ف قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
لتو. والضيافة ثالثة أيام، فما كان وراء ذلك ف هو صدقة عليو رسول اهلل؟ ق ال: ي ومو ولي را أو ليصمت 27وقال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي
24
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz I, (Bairu>t; Da>r al-T{ura>s\ al-„Arabi>, t. th), h. 68. 25
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz I, h. 68. 26
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz I, h. 69. 27
Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz III, h. 1352.
48
c. Abu dawud
ث نا القعنيب، عن - 3748 ، عن أب شريح الكعيب، أن حد مالك، عن سعيد المقبيو، رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم، قال: من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي ف
يافة لتو، الض ثالثة أيام وما ب عد ذلك ف هو صدقة، وال يل لو أن ي ثوي عنده جائزتو ي ومو ولي حت يرجو قال أبو داود: قرئ على الارث بن مسكني وأنا شاىد أخب ركم أشهب قال:
لة قال: يكرمو وي تحفو، وسئل مالك عن ق ول الن يب صلى اهلل عليو وسلم جائزتو ي وم ولي لة، وثالثة أيام ضيافة 28ويفظو، ي وما ولي
ث نا عبد الر - 5154 ل العسقالن، حد د بن المت وك ث نا مم زاق، أخب رنا معمر، عن حد، عن أب سلمة، عن أب ىري رة، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم: من كان »الزىري
فو، ومن كان ي ؤمن ب اللو، والي وم اآلخر، فال ي ؤذ ي ؤمن باللو، والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي را أو ليصمت 29«.جاره، ومن كان ي ؤمن باللو، والي وم اآلخر ف لي قل خي
d. Sunan Tirmidzi
، عن - 2500 ث نا سويد، قال: أخب رنا عبد اهلل بن المبارك، عن معمر، عن الزىري حدوالي وم أب سلمة، عن أب ىري رة، عن النيب صلى اللو عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باللو
را أو ليصمت اآلخ فو، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي 30ر ف ليكرم ضي 1967 - ، ث نا الليث بن سعد، عن سعيد بن أب سعيد المقبي ث نا ق ت يبة، قال: حد حد
عتو عن أب شريح الع ناي رسول اهلل صلى اللو عليو وسلم وس دوي أنو قال: أبصرت عي فو جائزتو قال وا: وما أذناي حني تكلم بو قال: من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
28
Abu. Da>ud Sulaima>n bin al-Asy‟as\ bin Ish}a>q bin Basyi>r bin Syadda>d bin „Amru>
al-Azdi>, Sunan Abi Da>ud, Juz III, (Bairu>t: al-Maktabah al-„As}riyah, t. th), h. 342. 29
Abu> Dawud Sulaima>nbin al-Syia>sy bin Ishaq bin Basyi>r bin Syida>d bin Uma>r al-
A‟zi>d al- Jinsiya>ni, Sunan Abu> Dawud, Juz 4, (al- Maktabah al-Usu>riyah : Beirut, t.th), h. 339.
30Muh}ammad bin „I><sa> bin Su>rah bin Mu>sa> bi al-D{uh}a>q, al-Ja>mi‟ al-S{agi>r,
Juz IV, (Bairu>t; Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998), h. 241.
49
يافة ثالثة أيام، وما كان ب عد ذلك ف هو صدقة، ومن كان جائزتو؟ ق لة، والض ال: ي وم ولي را أو ليسكت 31ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي
ث نا سويد قال: أخب رنا عبد اللو بن ا - 2500 ، عن أب حد بارك، عن معمر، عن الزىري
ملوم اآلخر سلمة، عن أب ىري رة، عن النيب صلى اللو عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باللو والي
فو، ومن كان ي ؤمن باللو والي را أو ليصمت: ]ص:ف ليكرم ضي [ ىذا 660وم اآلخر ف لي قل خي حديث صحيح وف الباب عن عائشة، وأنس، وأب شريح العدوي الكعيب اخلزاعي واسو:
32خويلد بن عمروث نا ق ت يبة قال: - 1967 ، عن حد قبي
ث نا الليث بن سعد، عن سعيد بن أب سعيد امل حد
عتو ناي رسول اللو صلى اللو عليو وسلم وس أذناي أب شريح العدوي أنو قال: أبصرت عي فو جائزتو قالوا: وما جائزتو؟ حني تكلم بو قال: من ك ان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
يافة ثالثة أيام، وما كان ب عد ذلك ف هو صدقة، ومن كان ي ؤمن لة، والض باللو قال: ي وم ولي را أو ليسكت: ىذا حديث حسن صحيح والي وم اآلخ 33ر ف لي قل خي
e. Sunan ibnu Majah
نة، عن عمرو بن - 3672 ث نا سفيان بن عي ي ث نا أبو بكر بن أب شيبة قال: حد حد، يب عن أ ع نافع بن جب ي ، أن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: دينار، س ب شريح اخلزاعي
آلخر، من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر، ف ليحسن إل جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم افو، ومن كان ي را أو ليسكت ف ليكرم ضي 34ؤمن باللو والي وم اآلخر، ف لي قل خي
31Muh}ammad bin „I><sa> bin Su>rah bin Mu>sa> bi al-D{uh}a>q, al-Ja>mi‟ al-S{agi>r,
Juz III, (Bairu>t; Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998), h. 411. 32
Muh}ammad bin „I><sa> bin Su>rah bin Mu>sa> bi al-D{uh}a>q, al-Ja>mi‟ al-S{agi>r,
Juz IV, (Bairu>t; Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998), h. 659. 33
Muh}ammad bin „I><sa> bin Su>rah bin Mu>sa> bi al-D{uh}a>q, al-Ja>mi‟ al-S{agi>r,
Juz IV, (Bairu>t; Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998), h. 345. 34
Ibn Ma>jah Abu> „Abdilla>h Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah,
Juz II, (Da>r Ih}ya>‟ al-Kutub al-„Arabi>, t. th), h. 1211.
50
نة، عن ابن عجالن، - 3675 ث نا سفيان بن عي ي ث نا أبو بكر بن أب شيبة قال: حد حد، عن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: من عن سعيد بن أب سعيد، عن أب شريح اخلزاعي
لة، وال يل لو أن فو وجائزتو ي وم ولي ي ثوي عند كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي ياف 35ة ثالثة أيام، وما أن فق عليو ب عد ثالثة أيام ف هو صدقة صاحبو حت يرجو، الض
f. Sunan ad-Darimi
د بن إسحاق، عن سعيد بن أب سعيد، عن - 2078 ث نا مم أخب رنا يزيد بن ىارون، حدعت رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم ي قول: أب شريح اخلزاعي قال من كان ي ؤمن باللو »: س
را، 1295والي وم اآلخر ف ليكرم جاره، ]ص: [ ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي لة، والضيافة أو ليصمت، ومن كان ي فو، جائزتو ي وما ولي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
36«.ثالثة أيام وما ب عد ذلك صدقة
g. Muwatta‟ Imam Malik
، عن - 725/ 3434 أب شريح الكعيب؛ أن مالك، عن سعيد بن أب سعيد المقبيمن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خيا أو »رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال:
اهلل والي وم اآلخر ليصمت.ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم جاره.ومن كان ي ؤمن ب لة ) فو.جائزتو ي وم ولي (.وضياف تو ثالثة أيام. فما كان ب عد ذلك ف هو صدقة.وال 1ف ليكرم ضي
ل لو أن ي ثوي ) 37«.( عنده حت يرجو 2ي
35Ibn Ma>jah Abu> „Abdilla>h Muh}ammad bin Yazi>d al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah,
Juz II, (Da>r Ih}ya>‟ al-Kutub al-„Arabi>, t. th), h. 1212. 36
Abu> Muhammad Abdillah bin Abdurahman bin Fa>sil bin Buha>ri>m bin Abdul al-
Shoma>d al-Da>rimi>, Musna>d al-Da>rimi, Juz 2, Cet. 1, (Da>r al-Mugni> wa al-Tau>si>h: al-
Maktah al-Arabi>a, al-Uswa>diya>h, 2000), h. 1294. 37
Malik bin Anas bin Malik bin Amr‟ al-Usaihi> al-Mada>ni, al-Muwatt{a, Cet 1, Juz 5,
Muhamma>d Musthafi>k al-Adha>mi>, t.t, 2004, h. 1360.
51
ثن عن مالك، - 22 ، عن أب شريح الكعيب، أن وحد عن سعيد بن أب سعيد المقبيرا أو رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باللو، والي وم اآلخر ف لي قل خي
اللو والي وم اآلخر ف ليكرم جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ليصمت، ومن كان ي ؤمن ب لة، وضياف تو ثالثة أيام، فما كان ب عد ذلك ف هو صد فو، جائزتو ي وم ولي قة، وال ف ليكرم ضي
ل لو أ 38ن ي ثوي عنده حت يرجو ي، عن - 1951 ث نا مالك، عن سعيد بن أب سعيد المقبي أخب رنا أبو مصعب، قال: حد
باللو والي وم اآلخر أب شريح الكعيب، أن رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن را أو ليصمت، ومن كان ي ؤمن ف ليكرم جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خي
لة، والضي اف تو ثالثة أيام، فما كان ب عد ذلك باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي فو جائزتو ي وم ولي 39ف هو صدقة، وال يل لو أن ي ثوي عنده حت يرجو
، عن أب شريح الكعيب، أن رسول اللو صل - 953 ى أخب رنا مالك، أخب رنا سعيد المقبيلة، اللو عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي فو، جائزتو ي وم ولي
يافة ثالثة أيام، فما كان ب عد ذلك ف هو صدقة، وال يل لو أن ي ثوي عنده 40حت يرجو والض
h. Musnad Ahmad
ث نا معمر عن الزىري عن أب سلمة عن أب ىري رة قال قال - 7626 ث نا عبد الرزاق حد حدخر فال ي ؤذي جاره من كان رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من كان ي ؤمن باللو والي وم اآل
38
Ma>lik bin Anas bin Ma>lik „A<mir al-As}bah}i> al-Madani>, Muwat}t}a‟ al-Ima>m
Ma>lik, Juz II, (Libano>n: Da>r Ih}ya>‟ al-T{ura>s\ al-„arabi>, 1985), h. 929. 39
Ma>lik bin Anas bin Ma>lik „A<mir al-As}bah}i> al-Madani>, Muwat}t}a‟ al-Ima>m
Ma>lik, Juz II, (Muassasah al-Risa>lah, 1412), h. 105. 40
Ma>lik bin Anas bin Ma>lik „A<mir al-As}bah}i> al-Madani>, Muwat}t}a‟ al-Ima>m
Ma>lik biriwayah Muh}ammad bin H{asan al-Syaiba>ni>, Juz I, (al-Maktabah al-„alamiyah, t. th), h.
335.
52
فو من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف لي قل خ را أو ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي ي 41ليصمت.
ثن )- 6621 ث نا ابن ليعة، حد ث نا حسن، حد ( حيي بن عبد اهلل، عن أب عبد 1حد،عن عبد اهلل بن عمرو: أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم، قال: من ك ان الرحن البلي
فو، ومن كان ي ؤم ن باهلل والي وم اآلخر، ف ليحفظ جاره، ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي را أو ليصمت 42ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف لي قل خي
ثن أب، عن أب ىري رة، عن النيب - 9595 ث نا يي، عن ابن عجالن، قال: حد صلى حدمن باهلل اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، فال ي ؤذين جاره، من كان ي ؤ
ر فو، من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف لي قل خي ا أو ليسكت ، والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي 43وقال يي مرة: أو ليصمت
ث نا عبد الرحن، عن سفيان، عن أب حصني، عن أب صالح، عن أب ىري رة، - 9967 حدفو، ومن عن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي
را كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، فال ي ؤذ جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف لي قل خي 44أو ليسكت
ث نا وكيع، عن - 9970 سفيان، عن أب الزناد، عن األعرج، عن أب ىري رة، قال: قال حدن كان رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي فو، وم
را أو ليسكت ي ؤمن باهلل والي وماآلخ 45ر، ف لي قل خي
41
Abu> Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hamba>l bin Hila>l bin Asa>d al-Sya>ibani>,
Musna>d Imam Ahmad bin Hamba>l, Juz 13, Abdullah bin Abdul al-Hasa>n al- Turuki - Mu‟satu>
al-Risalah, 2001. h. 64. 42
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XI, h. 191. 43
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XV, h. 365. 44
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XVI, h. 45. 45
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XVI, h. 47.
53
سناد، قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم من كان ي ؤمن باهلل - 11726 وبذا الفو قالا ثالثا، قال: وما كرامة 2والي وم اآلخر ) يف يا رسول اهلل؟ قال: ( ، ف ليكرم ضي الض
46ثالثة أيام، فما جلس ب عد ذلك، ف هو عليو صدقة ث نا عمرو بن - 16370 ث نا روح بن عبادة، قال: أخب رنا زكريا بن إسحاق قال: حد حد
عت دينار، عن نافع بن جب ي بن مطعم، عن أب شريح اخلزاعي وكانت لو صحبة قال: س، ومن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ي قول: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم ضي فو
والي وم اآلخر ف ليحسن إل جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل كان ي ؤمن باهلل را أو ليصمت 47خي
ث عن علقمة - 20285 عت ق تادة، يد ث نا شعبة، قال: س د بن جعفر، حد ث نا مم حدان ن عبد اهلل المزن، عن رجال، من أصحاب النيب صلى اهلل عليو وسلم، أنو قال: من ك ب
خر، ف ليتق ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليتق اهلل، وليكرم جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآل ا، أو اهلل، وليكرم ضي فو، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف ليتق اهلل، ولي قل حق
48ليسكت ثن علقمة بن عبد - 23496 ث نا أبو غفار، حد ث نا يي بن سعيد، حد اهلل المزن، حد
ع رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ي قول: من كان ي ؤمن ب ثن رجل من ق ومي، أنو س اهلل حدفو ثالث مرار من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآل خر ف ليحسن إل جاره والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
را أو ليسكت -ثالث مرار - 49من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي ث نا عبد الرحن بن أب الرجال قال: عبد اهلل - 24404 ث نا الكم بن موسى قال: حد حد
ث نا عبد الرحن بن أب الرجال قال: قال أب: فذكره عن أ عتو من الكم قال: حد و وس ماآلخر، عمرة، عن عائشة، عن النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم
46
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XVIII, h. 251. 47
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XXVI, h. 291. 48
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XXXIII, h. 407. 49
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XXXVIII, h. 481.
54
را أو ليصمت، ومن كان ي ؤمن فال ي ؤذ جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف لي قل خي فو 50باهلل والي وم اآلخر، ف ليكرم ضي
ث نا سفيان، عن عمرو، عن نافع بن - 27159 جب ي بن مطعم، عن أب شريح حدليكرم اخلزاعي قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف
فو، من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليحسن إ ل جاره، من كان ي ؤمن باهلل والي وم ضي را أو ليصمت 51اآلخر ف لي قل خي
ثن سعيد بن أب سعيد، - 27161 ث نا مالك، قال: حد ث نا يي بن سعيد، قال: حد حدرسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن باهلل والي وم عن أب شريح الكعيب قال: قال
را أو ليصمت، من كان اآلخر ف ليكرم جاره، من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي يافة ثالثة أيام، فما كان ب عد ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لة، الض فو، جائزتو ي وم ولي ليكرم ضي
52ذلك ف هو صدقة، ال يل لو أن ي ثوي عنده حت يرجو ثن أب - 1987 ث نا يي، عن حبيب بن شهاب، حد عت ابن عباس ي قول: حد ، قال: س
قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم، ي وم خطب الناس بتبوك: ما ف الناس مثل رجل آخذ اس، ومثل آخر باد ف نعمة برأس ف رسو، ياىد ف سبيل اهلل عز وجل، ويتنب شرور الن
فو وي عطي حقو 53ي قري ضي ، عن أب سلمة، عن أب ىري رة، - 7645 ث نا عبد الرزاق، أخب رنا معمر، عن الزىري حد
: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر، ف ليكرم قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم فو 54ضي
50
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XL, h.466. 51
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XLV, h. 136. 52
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XLV, h. 138. 53
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz III, (Cet. I; Muassasah al-Risa>lah, 2001), h. 446. 54
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XIII, h. 83.
55
ثن - 16374 ث نا ليث ي عن ابن سعد، قال: حد اج، وأبو كامل، قاال: حد ث نا حج حدعت أذنان )سعيد بن أب سعيد، عن أب شريح العدوي ناي 1أنو قال: س ( وأبصرت عي
يكرم حني تكلم رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ف قال: من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ل فو جائزتو ، قالوا: وما جائزتو يا رسول جاره، ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم ضي
يافة ثالث، فما كان وراء ذلك ف هو صدقة عليو ، وقال: من لة، والض اهلل؟ قال: ي وم ولي را أو ليصمت ، وقال أبو كامل: وال ي ثوي عنده كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف لي قل خي
55حت يرجو د بن عمرو بن عطاء، عن - 23615 د بن سلمة، عن ابن إسحاق، عن مم ث نا مم حد
، عن أبيو، ق ال: ضفت رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم فيمن يعيش بن طهفة الغفاريفو، ف رآن تضي فو من المساكني، فخرج رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ف الليل ي ت عاىد ضي
غضها منبطحا على بطن ف ركضن برجلو، وقال: جعة، فإن ها ضجعة ي ب ال تضطجع ىذه الض 56اهلل
C. Klasifikasi Hadis
Setelah peneliti melakukan penulusuran hadis berdasarkan 2 metode takhrij>
hadis mengenai menghormati tetangga atau memuliakan tamu, maka telah ditemukan
hadis dalam berbagai kitab sumber. Adapun langkah selanjutnya yang akan ditempuh
peneliti untuk hadis yang diteliti, maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun
untuk melakukan kegiatan i‟tibar57
.
Yang hanya difokuskan pada kitab-kitab hadis yang terdapat pada Kutub al-
Tis‟ah dan ditemukan pada pdf. Sehingga selanjutnya dapat diketahui periwayat
55Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XXVI, h. 295. 56
Abu> „Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin Hanbal bin Hila>l bin Asad bin al-
Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz XXXIX, h.26. 57
Abi> al-H{usain Ah}mad bin Faris bin Zakariyah, Maqa>yi>s al-Lugah, Juz IV, (Da>r al-
Fikr, 1997), h. 207.
56
yang sya>hid58
pada tingkat sahabat dan muta>bi‟ 59
pada tingkat ta>bi>‟in60
.
Jika melakukan penelitian61
lebih lanjut, maka dalam hadis yang peneliti kaji
didapatkan 40 riwayat, antara lain adalah Sahih al-Bukh>ari> 7 riwayat, Sahih
Muslim 4 riwayat, Sunan Abi> Da>ud 2 riwayat, Sunan al-T{irmiz\i\> 4
riwayat, Sunan Ibn Ma>jah 2 riwayat, Musnad Ah}mad bin H{anbal 16 riwayat,
al-Muwat}t}a Ma>lik 4 riwayat dan Sunan al-Da>rimi> 1 riwayat.
58
Sya>hid menurut bahasa isim fa‟il yang artinya adalah yang menyaksian, sedangkan
menurut istilah adalah satu hadis yang matan sama dengan hadis lain dan biasanya sahabat yang
meriwayatkan hadis tersebut barlainan. Lihat Syaikh Manna‟ al-Qat}t}an, Pengantar Studi Ilmu
H{adi>s\, (Cet. VII; Jakarta: Pustaka al-Kaus\ar, 2013), h. 180. Penegertian sya>hid (dalam istilah
ilmu hadis bias diberi kata jamak dengan syawa>hid) ialah periwayat yang berstatus pendukung yang
berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. Melalui I‟tiba>r akan dapat diketahui apakah sanad
hadis yang diteliti memiliki muta>bi‟ dan sya>hid ataukah tidak. Lihat M.Syuhudi Ismail,
“Metodologi Penelitian Hadis Nabi”, h. 52. 59
Al-Muta>bi‟ disebut juga al-Tabi‟ menurut bahasa adalah isim fa‟il dari taba‟a yang artinya
yang mengiringi atau yang mencocoki. Sedangkan menurut istilah adalah satu hadis yang sanadnya
menguatkan sanad lain dari hadis itu juga, dan sahabat yang meriwayatkan adalah satu. Lihat Syaikh
Manna‟ al-Qat}t}an, Pengantar Studi Ilmu H{adi>s\, Cet. VII, h. 180. Yang dimaksud muta>bi‟ (bias
juga disebut tabi‟dengan jamak tawa>bi‟) ialah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat
yang bukan sahabat Nabi. Lihat M.Syuhudi Ismail, “Metodologi Penelitian Hadis Nabi”, h. 52. 60
Tabi‟in merupakan orang yang melihat sahabat berkumpul dengannya, mengambil hadis
darinya, sekalipun tidak lama masa berkumpulnya, menurut pendapat jumhur, dikatakan oleh imam al-
Subki didalam kitab T{abaqa>t, “Diisyaratkan bagi tabi‟in tentang jangka waktu bersahabat dengan
sahabat. Karena dengan hanya berkumpul tidak dianggap cukup bagi seorang tabi‟in. ada perbedaan
yang sangat besar antara berkumpulnya sahabat dengan rasul sekalipun sebentar karena telah
terlimpahi hatinya dengan cahaya ketuhanan dengan berkumpulnya tabi‟in dengan sahabat yang harus
lama masa persahabatannya, inilah yang masuk akal. Lihat, Mah}mud „Ali> Fayyad, Metodologi
Penetapan Kes}ahi}han H{adi>s\, (Cet. I; Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 16. 61
Ada banyak factor yang melatar belakangi pentingnya penelitian hadis, sebahagian kecil
diantaranya ialah: pertama, bahwa h}adi>s\ Nabi saw., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua
setelah al-Qur‟an, dan Nabi Muh}ammad saw., sebagai pembawa risalah diberikan otoritas oleh Allah
swt., untuk menjelaskan pada umat manusia wahyu yang telah diterima dari Allah swt., dan
menjelaskan melalui hadisnya atau sunnah. Kedua, banyak hadis-hadis yang beredar dibeberapa kitab
hadis masih dipertanyakan keautentikannya disebabkan karena proses penghimpunan (tadwin)
h}adi>s\ dalam kitab-kitab hadis memakan waktu yang cukup lama sesudah Nabi saw., sekitar kurang
lebih 90 tahun setelah wafatnya beliau. Ketiga, adanya beberapa sekelompok orang-orang yang
sengaja membuata hadis-hadis palsu, karena ketidak senangannya pada umat Islam, sehingga ia
berusaha untuk mengaburkan berita-berita yang bersumber dari Nabi saw., disamping itu pula adanya
beberapa hadis Nabi yang diriwayatkan secara makna, dengan periwayatan secara makna mengundang
perbedaan dalam memahami maksud dan tujuan pendekatan tersebut. Lihat, Muh}ammad Sabir
Maidin, Ingkar Sunnah/H{adi>s\ I Dalam perspektif Historis, (Cet. I; Makassar: Alauddin University
Press, 2012), h. 84-85.
57
Berdasarkan 40 jalur periwayatan yang peneliti teliti terdapat syahid dan mutabi,
karena ditemukan lebih dari satu periwayat pada tabaqat62
sahabat, yaitu Abi> Hurairah,
Abi> Syuraih, Ibn „Abba>s, „Abdulla>h bin „Amru>, Tihfah al-Gifa>ri> dan „A<isyah.
Sedangkan pada tingkat tabi‟in ditemukan lebih dari satu periwayat, yaitu Abi>
S{a>lih}, Sa‟i>d al-Maqburi>, Abi> Salamah, Na>fi‟ bin Jubair, Syihab, Abi> „Abdi al-
Rah}ma>n al-H{ubuli>, „Ajla>n, al-„Araj, „Alqamah bin „Abdi al-Muzanun, Ya‟isy, dan
Ummi „Amru>. Berikut skemanya:
62
Secara bahasa, kata t}abaqa>t berasal dari kata طبقyang berarti kelompok misalnya dalam
perkataan “t}abaqa>t min al-Na>s” yakni sekelompok manusia. Lihat, Muh}ammad bin Mukrim bin
„Ali> Abu> al-Fad}, Lisan al-„Arab, Juz X, (Cet. III; Bairu>t: Da>r S{a>dir, 1414 H), h. 210. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa t}abaqat itu adalah kelompok beberapa orang yang hidup
dalam satu generasi atau satu masa dan dalam periwayatan atau isna>d yang sama atau sama dalam
periwayatan saja. Lihat, Sitti Asiqah „Us\man „Ali>, Peranan Perempuan dalam periwayatan
H{adi>s\ Abad I-III Hijriah, (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 51.Para perawi
pada masa tertentu akan berbeda dengan rawi masa berikutnya. Untuk itu, para rawi memiliki
tingkatannya masing-masing sesuai pertemuan dengan gurunya. Diadakannya pembagian tersebut
berpegang pada sabda Nabi saw., bahwa “Kurun yang paling baik adalah kurunku, kemudian orang-
orang yang sesudah mereka.” H{adi>s\ inilah yang disinyalir melatar belakangi terbentuknya tingkatan
perawi. Dalam pembagian t}abaqat para rawi, para ulama hadis memiliki pendapat, diantaranya para
rawi yang tergabung dalam kelompok atau tingkatan tertentu terjadi karena adanya pertemuan,
menurut Endang Seotari, “perjumpaan” (suhbah) atau peristiwa tertentu. Berdasarkan perjumpaan
tersebut, para perawi terbagi pada t}abaqat sahabat, tabi‟in, tabi‟ al-Tabi‟in, tabi‟ al-Tabi‟ tabi‟in dan
seterusnya sampai akhir ulama muh}addis\i>nmutaqaddimin. Jadi penggolongannya sampai ulama
h}adi>s\ abad kedua dan ketiga hijriah. Selain itu, Ibnu Hajar al-Asqala>ni> membagi t}abaqa>t
berdasatkan kedekatan mereka dengan sanad atau kesamaan guru-guru dan masa mereka yang meliputi
12 t}abaqa>t. Lihat, Muh}ammad Yahya, Kaedah-Kaedah Periwayatan H}adi>s\, (Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press, 2012), h. 178. Hampir seluruh ulama sepakat bahwa tabaqat adalah
sekumpulan orang yang sebaya dalam usia dan dalam menemukan guru. Lihat, Subhi al-S{alih,
Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993,), h. 306.
58
59
D. Kritik Sanad
Kata naqdu نقد memiliki arti “kritik” yang juga diambil dari kata متيزي.
Sedangkan menurut istilah kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan
kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran. Kritik yang dimaksud di sini adalah
sebagai upaya mengkaji hadis Rasulullah saw untuk menentukan hadis yang benar-
benar datang dari Nabi Muhammad saw.63
Pada bagian ini dilakukan studi kritik terhadap sanad hadis yang diteiti dengan
menentukan salah satu jalur sanad di antara sekian banyak jalur sanad yang tertera
pada skema sanad hadis untuk di kritik secara cermat, selain sanad dari Imam
Bukhari dan Muslim.64
Tujuan melakukan kritik sanad ialah untuk membuktikan
apakah sanad tersebut memenuhi kriteria hadis shahih atau sebaliknya. Adapun
kriteria kritik sanad yaitu:
1. Bersambung sanadnya,
2. Perawi yang Adil dan
3. Perawi yang da>bit.
Adapun sanad yang akan diteliti oleh penulis ialah salah satu hadis yang telah
ditulis oleh Sunan Ibnu Majah yaitu sebagai berikut:
نافع بن , سع عمرو بن دينار, عن سفيان بن فيينة, قال: حدثنا أبو بكربن أب شيبةحدثنا أن نيب صل اهلل عليو وسلم قال: من كان يؤمن باهلل واليوم أب شريج اخلزاعي , عنجبييب
63
Bustamin M. Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Cet. I, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 5. 64
Muhammad Abu> Syuhbah,Fi>Riha>b al-Sunnah al-Kutub al-Sittat al-Sahihan, (Kairo:
Majma‟ al-Buhu>t al-Isla>miyah, 1979), h. 43-45.
60
االخرفليحسن إال جاره, ومن كان يؤمن باهلل واليوم االخرفليقرم ضيفو, ومن كان يؤمن باهلل 65واليوم االخرفليقل خيأوليسكت.)ق(.
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru bin Dinar dia
mendengar Nafi' bin Jubair mengabarkan dari Abu Syuraih Al-Khuza'i,
bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa beriman pada Allah dan hari Akhir
hendaknya ia berbuat baik terhadap tetangganya, dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berbicara
baik atau diam."
Dalam rangkaian sanad hadis diatas, terdapat beberapa periwayat yang
menjadi objek kajian untuk mendapatkan keterangan terkait kualitas pribadi dan
kapasitas intelektual masing-masing, serta kemungkinan adanya ketersambungan
periwayatan dalam sanad tersebut.
Adapun periwayat sesuai yang telah digaris bawahi pada hadis di atas adalah
Abu Bakar bin Abi Syuaibah, Sufyan bin 'Uyainah, 'Amru bin Dinar, Nafi' bin Jubair
dan Abu Syuraih al-Khuza'i.
1. Ibnu Majah
Nama lengkapnya adalah Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin
Majah al-Rabi‟ al-Qazwini, penyusun salah satu kitab sunan, yakni “Sunan Ibnu
Majah”.66
Ada juga yang menyebutnya Ibnu Ma>jah bernama lengkap Muhammad
bin Yazi>d al-Rabi‟i> maula>hum al-Qazwaini> Abu> „Abdulla>h Ibn Ma>jah al-
H{a>fiz{. Ia dilahirkan di Qazwin pada hari selasa tepatnya di bulan Ramadhan tahun
65
Abu Abdillah bimuhammad Ibnu Yasid al-Kaswini al- Syuhriyi> (Ibnu Majah), kitab Adab,
bab 33, t,t. 3765 H. h. 609. 66
H. AmboAsse, Ilmu Hadis pengantar memahami Hadis Nabi saw, Cet.I (Makassar:
Alauddin Press, 2010), h. 234.
61
209 H,67
ada juga yang mengatakan beliau lahir pada tahun 207 H.68
Beliau berusia
sekitar 64 tahun dan wafat pada tahun 273 H ada pula yang mengatakan tahun 274 H.
Beliau pernah menuntut ilmu di Khura>sa>n, „Ira>q, H{ija>z, Mis{a>r, Sya>m,69
Bas{rah dan Bagda>d.70
Ibnu Majah dilahirkan di Qazwini pada hari selasa tepatnya dibulan
Ramadhan tahun 209 H.71
Wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H, dia hidup pada
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-
Muqtadir (295 H / 908 M).72
Beliau meninggal dalam usia 74 tahun.73
Ibnu Majah seorang mukharrij yang mendapatkan pengakuan akan
kejujurannya, memiliki pengetahuan yang luas dan banyak menghafal hadis, dia
sangat mencintai ilmu pengetahuan, terutama tentang hadis dan periwayatannya.
Untuk mencapai cita-citanya dia berusaha keras mencari dan mengumplkan hadis
Nabi saw. Dengan melakukan lawatan kebeberapa negeri, seperti ke Irak, Hijaz,
Syam, Mesir, Basrah dan kota-kota lainnya dan berguru pada ulama hadis yang
ditemuinya.74
Adapun nama-nama Gurunya antara lain: Muh{ammad bin S{abba>h{ al-
Jarjara>iy,75
„Ali> bin Muh{ammad al-T{ana>fisiy al-H{a>fiz\, Jaba>rah bin Muglis,
67Jama>l al-Di>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahz\i>b al-Kama>l, Juz XXVII
(Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1996), h. 40.
68Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 264.
69Ahmad bin „Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-„Asqala>ni> al-Sya>fi‟i>, Tahz{i>b al-
Tahz{i>b, Juz IX(Beirut: Da>r al-Fikr, 1984), h. 468.
70Khaer al-Di>n al-Zarkali>, Al-A‟la>m Li al-Zarkali>, Juz VII (Beirut: Da>r al-„Ilm, 1980), h. 144.
71Jama>l al-Da>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizziy, Tahz{i>b al-Kama>l, Juz 27 (Beirut:
Muassasah al-Risa>lah, 1996), h. 40. 72
Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jilid II (Bairut: Maktabah al Ma‟rif, 2008), h. 230. 73
Ibn Kasir,al-Bida>yah wa al-Niha>yah, jilid II (Beirut: Maktabah al-Ma‟arif, 1996), h. 52 74
Ibnu Ahmad Alimin, tokoh dan ulama Hadis (Sidoarjo: Mashum,2008), h. 230. 75
Jama>l al-Da>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizziy, op. cit., Juz 35, h. 290.
62
Mus{„ab bin „Abdulla>h al-Zabi>riy, Suwaid bin Sa‟i>d, „Abdulla>h Mu‟a>wiyah
al-jamh{iy, Muh{amma>d bin Ramh{, Muh{amma>d bin „Abdulla>h bin Numair,
Abi> Bakr bin Abi> Syaibah dan lain-lain.76
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia remaja dan menekuni bidang hadis pada
usia 15 tahun, oleh seorang guru yang bernama Ali bin Muhammad al-Tanafasi
(wafat 233 H), karena bakat dan minatnya pada bidang hadis yang mendorong dirinya
berkunjung ke beberapa negeri seperti yang telah disebutkan diatas.77
Dengan lawatannya ke negara-negara tetangga yang mempertemukan dirinya
dengan para ulama hadis diantaranya: Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin
Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Azhar, Basyar bin Adam,
Imam Malik dan al-Lays. Kemudian ulama yang meriwayatkan hadis dari dirinya,
antara lain Ishaq bin Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah al-Qattan, Ahmad bin
Ibrahim, Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu Hasan al-Qattan dan Sulaiman bin Yazid
al-Qazwini.78
Penilaian ulama terhadap dirinya Abu> Ya‟la al-Khalifi al-Qazwini berkata:
bahwa Ibnu Majah adalah orang yang terpercaya dan disepakati kejujurannya oleh
ulama kritikus hadis, sehingga pendapatnya banyak diperpegangi, memiliki
pengetahuan luas dan banyak menghafal hadis Nabi saw. Al-Zaha>bi> dalam
kitabnya Tazkiratul Huffa>z melukiskan bahwa Ibnu Ma>jah adalah seorang ahli
hadis dan mufassir, dia menulis Kitab sunan dan termaksud ahli hadis kenamaan di
negerinya, Muhammad bin Ya>zid menyebutkan bahwa dia seorang ulama yang
masyhur dengan kitab sunannya.79
76
Al-Z}ahabiy, Siyar A‟la>m al-Nubala>‟, Juz 13 (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1993), h. 277. 77
H. Ambo Asse, ilmu hadis pengantar memahami hadis Nabi saw. h. 234-235. 78
H. Ambo Asse, ilmu hadis pengantar memahami hadis Nabi saw., h. 234. 79
H. Ambo Asse, ilmu hadis pengantar memahami hadis Nabi saw. h. 235.
63
2. Abu Bakar bin Abi Syaibah
Nama lengkapnya adalah Abdillah bin Muhammad bin Ibrahim bin Abi
Syaibah Takdim.80
Beliau wafat pada bulan Muharram81
pada tahun 235 H82
, semasa
hidupnya tinggal di Ku>fah.83
Di antara gurunya adalah Qutaibah bin Sa‟id bin al-Ra>zi>, Mu‟a>wiyah bin
al-D}ariri>, Muh}ammad bin Ish}aq, Muh}ammad bin Sa>biq, Muh}ammad bin
Fud}ail, Yu>nus bin Muhammad, dan Muh}ammad bin Hisya>m, sementara murid-
muridnya adalah al-Bukha>ri>, Abu> Da>wud, Ibn Ma>jah, Abu> Ya‟la> al-
Mausuli>, Ah}mad bin H}ambal, Ba>qi> bin Makhlad al-Andalusi>, „Abba<s bin
Muh}ammad al-Dauri>, „Abdulla>h bin Muh}ammad bin Abi> al-Dunya> dan lain-
lain.84
Adapun muridnya yaitu Abu> Zur‟a>h, al-Bukhari, Muslim, Abu> Daud, ibn
Majah.85
Pendapat ulama Abdurrahman Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam
kitabnya berkata Abu> Bakar bin Abi Syaiba>h menilainya S}ud}u>q.86
begitu juga
dengan Pandangan ulama mengenai Abu> Bakr yaitu Sail Abi> „Anhu berkata
80
Abu> Fadli Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Abi Hajr al-Asqalani, Tahzibu> al-Tahzib,
juz 12, Cet,I,(Hindi: Dairatul ma‟arif nidamiyah, 1326), h. 26. 81
Al-Suyu>t{iy, T{abaqa>t al-H{uffa>z{, Juz 1(diambil dari CD-ROOM al-Maktabah al-
Sya>milah), h. 36. 82
Abi> Ahmad Abdulla>h bin „Adi> al-Jarja>ni>, al-Ka>ml, Juz 1, Cet;1, (Da>r al-Fikr lil
T{aba>‟ah wa al-Nasyir wa al-Tawazai‟, t.th), h. 120. 83
Al-S{afdi>, al-Wa>fi> bi al-Wafaya>t, juz 5(diambil dari CD-ROOM al-Maktabah al-
Sya>milah), h. 462.
84Abu>Muh{ammad bin Mah}mu>d bin Ah}mad bin Mu>sa> al-Gaitabi>, Maga>ni> al-
Akhya>r fi> Syarh Usa>mi>Rija>l Ma‟a>ni>al-As}a>r, juz II, (Cet.I; Beiru>t : Da>r al-Kutub al-
„Arabiyyah 2006), h. 130. Lihat juga: Muhammad bin Abd al-Rah}ma>n al-Maghrawi>, Mausu>‟ah
Mawa>qif al-Salaf fi> al-„Aqi>dah wa al-Manhaj wa alTarbiyah, juz III, (Mesir: al-Nubala>‟ li al-
Kita>b, t.th.,), h. 436. 85
Syamsu> ad-Din Abu> Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Usman kaima>h Zuhbiy>i,
Tazkiratu>l Hifada>h, juz 2, Cet. I, (Bairut-Libanon: Da>rul kitab Alimiya>ti, 1998), h. 16. 86
Abu> Muhammad Abdurrahman bin Muhammad bin Idris bin Mansu>r Tamimi>h, Al-Jarh
wa Ta‟di>l, juz 5, Cet.I, (Bairut: Ta>ba>t Majelis Daira>h al-Ma‟rifa> al-Utsman, 1952), h.160.
64
tsiqa>h.87
begitupun juga yang dikatakan Ibn Hanbal s}adu>q karena dia menyukai
keadaan saudaranya Utsma>n, al-„Ajali> berkata tsiqah.88
Al-Khalili> berkomentar
akan integeritas dan intelegensi Ibn Abi> Syaibah adalah S}iqah, Abu> Ha}>tim
menilainya S}udu>q, al-„Aqi>li> dan S}alih al-T}ara>bilisi> berkata Laisa bihi Ba‟s,
Muslim bin Qa>sim al-Andalu>si> berkata berkata, beliau adalah penduduk Kufah
yang S}iqah.89
Berdasarkan dari data yang diperoleh selanjutnya menyimpulkan dalam 3
kaedah kes{ahihan hadis, Ketersambungan sanad, rawi dhabit dan rawi yang adil:
a. Ketersambungan sanad antara Ibn Ma>jah dengan Abu> Bakr bin Syaibah dilihat
dari tahun wafat keduanya. Yaitu Ibn Ma>jah 273 H dan Abu> Bakr 235 H, hal
ini sangat memungkinkan untuk bertemu.
b. Kemungkinan untuk bertemu dilihat dari Negara, yaitu dimana keduanya tinggal
dan kemana saja menuntut ilmu. Ibn Ma>jah yang pada saat itu selalu meniti
jalan dalam menuntut ilmu dan salah satu dari negeri yang pernah ia kunjungi
adalah Iraq (Baghdad, Kufah dan lain-lain), sedangkan Abu> Bakr bertempat
tinggal di Ku>fah. Jadi, besar kemungkinan keduanya bisa bertemu.
c. Kemungkinan bertemu selanjutnya dilihat dari segi guru muridnya. Berdasarkan
dari data yang diperoleh Ibn Ma>jah merupakan murid dari Abu> Bakr Bin
Syaibah. Jadi kemungkinan bertemu lebih kuat lagi.
d. Penilaian Ulama mengenai keduanya yaitu keduanya rawi yang s}iqah.
e. Sigatnya yaitu حدثنا .
87
Al-Ima>m al-Hafi>z} Sekh al-isla>m al-Ra>zi>, Al-Jarh wa al-Ta‟di>l, Juz 1, Cet I(Beirut:
Libanon), h. 219. 88
Al-S{afdi>, al-Wa>fi> bi al-Wafaya>t, juz 5(diambil dari CD-ROOM al-Maktabah al-
Sya>milah), h. 462.
89Abu> al-Fad}l Ah}mad bin Ah}mad bin „Ali> bin bin Muh}ammad al-„Asqala>ni>,
Tahz|i>b al-Tahz|i>b, Cet, I; Hindia: Mat}ba‟ah Da>irah, Juz 1, h.136
65
3. Sufyan bin 'Uyainah
Nama lengkap Sufya>n bin „Uyainah adalah Sufya>n bin „Uyainah bin Abi>
„Imra>n Maimun al-Hila>li>, Abu Muh{ammad al-Ku>fa>. Kunniyahnya adalah
Abu> „Imra>n, adapula yang mengatakan Abu>Muh{ammad. Lakabnya al-Hila>li>,
al-Ku>fa>, al-Makki>, ia berdomisili di Mekah. Sufya>n bin „Uyainah dilahirkan di
Ku>fah pada pertengahan Sya‟ban tahun 107 H dan wafat pada hari sabtu Jumadil
Akhir adapula yang mengatakan bulan Rajab tahun 198 H .90
Guru-guru S{ufya>n sangat banyak, di antaranya: Ziya>d bin „Ila>qah, al-
Zuhri>, Kiba>r,91
Ibra>hi>m bin „Uqbah, Ibra>hi>m bin Muh{ammad bin Muntasyir,
Abi> al-Jawwa>b al-Ah{was} bin Jawwa>b, Ish{a>q bin Sa‟i>d bin „Amr bin Sa‟i>d
bin al-„A<s}, Isra>‟il Abi> Mu>sa> dan lain-lain.92
Tidak hanya memiliki guru yang sangat banyak ia juga mempunyai seorang
murid yang sangat banyak jumlahnya, di antaranya: Muh{ammad bin Salla>m al-
Bi>kandi>, Muh{ammad bin S{abba>h{ al-Dula>bi> al-Bazza>z, Muh{ammad bin
S{abba>h{ al-Jarjara>i>, Muh{ammad bin „A<s{im al-As}baha>ni>, Muh{ammad
bin „Abba>d al-Makki>, Abu> Mu>sa> Muh{ammad bin al-Mus|nna>, Muh{ammad
bin Mans}u>r al-Jawwa>z al-Makki> dan lain sebagainya.93
Al-„Ijli> menilainya s\iqah dan ia tetap berpegang teguh kepada hadis.
Begitupula dengan Ibn Sa‟id menilainya s\iqah, kas\i>r al-h{adi>s\, dan h{ujjah,
90Abi> „Abba>s Syams al-Di>n Ah{mad bin Muh{mmad bin Abi> Khalka>n, Wafiya>t al-
A‟ya>n, Juz II (Beirut: Da>r S{a>dir, t.th), h. 393.
91Syam al-Di>n Abu> „Abdilla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin „Us\ma>n bin Qaima>z al-
Z|aha>bi>, Al-„Abr Fi> Khabr min Gabr, Juz I (Beirut: Da>r al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.th), h. 61.
92S{afiyyu al-Rah{ma>n al-Muba>kifu>ri>, Al-Rija>l Li S{ah{i>h{ Musli>m al-Ausat{, Juz
I (India: Mujma‟ al-H{adi>s| bi Mura>di> A<ba>d, t.th), h. 443.
93Jama>l al-Da>n Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizzi>, Tahz{i>b al-Kama>l, Juz XI, h. 187.
66
sedangkan Ima>m Abu> H{a>tim al-Ra>zi> menilanya h{ujjah „ala> al-
muslimi>n.94
Merujuk kepada komentar ulama yang penilaiannya seperti yang
tercantum di atas maka tidak diragukan lagi kualias dan kapasitasnya dalam
meriwayatkan hadis.
4. 'Amru> bin Di>na>r
Nama lengkapnya adalah „Amru> bin Di>na>r al-Makki>, dengan nama
kunniah Abu> Muh}ammad al-As\ram.95
Dia merupakan penduduk asli Mekkah
berdasarkan keterangan kunniah yang dimilikinya. Di antara guru-gurunya yang
tecatat dalam sejarah adalah Muh}ammad ibn Qais al-Madani>, Muh}ammad ibn
Ka‟ab al-Qaraz\i>, Muh}ammad ibn Muslim ibn Syiha>b al-Zuhri>, al-Musawwir
ibn Mukhrimah, Na>fi‟ ibn Jubair ibn Mut}‟im, Hisya>m ibn Yah}ya> ibn „A<s},
Hila>l ibn Ya>saf, Wahab ibn Munabbih, Yah}ya> ibn Ju‟dah ibn Hubairah, Abi>
Sala>mah ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn „Auf, dan lain-lain. Sementara murid-murid
yang pernah berguru kepada „Amru> ibn Di>na>r adalah Da>wud ibn Qais al-Farra>,
Ru>h} ibn al-Qa>sim, Zakariyya> ibn Ish}aq ibn al-Makki>, Zam‟ah ibn S}a>lih},
Sa‟i>d ibn Basyi>r, Sufya>n al-S|auri>, Sufya> ibn „Uyainah, Sali>m ibn H}ayya>n
Sulaima>n ibn Kas\i>r, Syu‟bah al-H}ajja>j, „Abdulla>h ibn Badi>l dan lain-
lainnya.96
94S{afiyyu al-Rah{ma>n al-Muba>kifu>ri>, Al-Rija>l Li S{ah{i>h{ Musli>m al-Ausat{, Juz
II, h. 60-61.
95Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 8 (Cet. I; Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1980 M/ 1400 H), h. 5
96Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 8, h. 22.
67
Menurut literatur sejarah menyebutkan ia lahir tahun 46 H dan diperkirakan
meninggal tahun 126 H.97
Al-„Ijli> menilainya sebagai orang yang s\iqah,98
Abu> Zur‟ah berkata dia
adalah orang Mekkah yang s\iqah.99
Muh}ammad ibn „Ali> al-Jauzaja>ni> berkata
meskipun „Amru> ibn Di>na<r seorang pembantu atau budak tapi Allah
memuliakannya dengan ilmu.100
5. Nafi' bin Jubair
Nama lengkapnya adalah Na>fi‟ ibn Jubair ibn Mut}‟im ibn „Adi> ibn Naufal
ibn „Abd al-Mana>f al-Qurasyi> al-Naufa>li>. Di antara kunniahnya adalah Abu>
Muh}ammad ada juga memanggilnya Abu> „Abdillah>.101
Di antara guru-guru yang
menjadi sumber periwayatan yang dilakukan olehnya adalah Mu‟az\ ibn „Abd al-
Rah}ma>n al-Taimi>, al-Mugi>rah ibn Syu‟bah, Abi> Syuraih} al-Khuza>‟i>, Abi>
„Ubaidah ibn „Abdilla>h ibn Mas‟u>d, Abi> Mas‟u>d al-Ruzaqi>, Abi> Hurairah,
„A>isyah, Ummu Salamah dan lain-lainnya. Sementara murid-muridnya adalah
„Urwah ibn Zubair, „Umar ibn „At}t}a> ibn Abi> al-Khiwa>r, „Amru> ibn Di>na>r,
„Amru> ibn „Abdilla>h ibn Ka‟ab ibn Ma>lik, al-Qa>sim ibn „Abba>s, Muh}ammad
97Muh}ammad ibn H}ibba>n ibn Ah}mad ibn H}ibba>n ibn Muaz\ ibn Muaz\ ibn H}ibba>n,
al-S\iqa>t, Juz 5(Cet. I; Hindia:Da>irah al-Ma‟a>rif, 1973 M/ 1393 H), h. 165.
98Abu> al-H}asan Ah}mad ibn „Abdilla>h ibn S}a>lih} al-„Ijli> al-Ku>fi>, Ta>ri>kh al-
S}iqa>t, (Cet. I; Da>r al-Ba>z: 1984 M/ 1405 H), h. 363.
99Abu> Muh}ammad „Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s ibn al-Munz\ir al-
Tami>mi>, al-Jarh wa al-Ta‟di>l , Juz 6(Cet. I; Beiru>t : Da>r Ih}ya> al-Tura<s\ al-„Arabi>, 1952 M/
1271 H), h. 231.
100Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 8, h. 9.
101Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 29, h. 272.
68
ibn Sauqah, Muh}ammad ibn Muslim ibn Syiha>b al-Zuhri>, Abu> al-Zubair ibn
Muslim al-Makki>, Muslim Abi> Hurrah dan lain-lainnya.102
Dia merupakan periwayat hadis yang berada pada golongan tabi>‟i>n. Terkait
sumber data kematiannya ditemukan keterangan bahwa dia meninggal pada masa
pemerintahan Sulaima>n ibn „Abd al-Ma>lik ada juga mengatakan pada masa akhir
pemerintahan Sulaima>n ibn „Abd al-Ma>lik.Secara sepesifik, bahwa dia meninggal
tahun 99 H.103
Al-„Ijli> menilainya integritas dan inteligensi tergolong sebagai
s\iqah.104
Begitu pula Abi> H}a>tim menilainya sebagai orang Madinah yang
s\iqah.105
„Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>suf menilainya s\iqah masyhu>r.106
Berdasarkan informasi dari kedua perawi di atas memberi keterangan bahwa
„Amru> bin Di>nar sebagai murid telah melakukan transformasi hadis kepada Na>fi‟
ibn Jubair sebagai guru. Sebab jika ditinjau dari aspek jarak lahir murid yakni 46
tahun ditambah dengan usia menimal meriwayatkan hadis maka ada waktu sekitar 38
tahun terjadinya transmisi hadis. Data lain yang mendukung keterangan tersebut
adalah bahwa dalam daftar nama guru dan murid masing-masing mencantumkan
102Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 29, h. 273-274.
103Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 29, 276.
104Abu> al-H}asan Ah}mad ibn „Abdilla>h ibn S}a>lih} al-„Ijli> al-Ku>fi>, Ta>ri>kh al-
S}iqa>t, Juz 2, h. 308.
105Abu> Muh}ammad „Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad ibn Idri>s ibn al-Munz\ir al-
Tami>mi>, al-Jarh wa al-Ta‟di>l , Juz 8, h. 451.
106Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 29, h. 275.
69
nama. Begitu pula integritas dan inteligensinya diakui oleh para ulama dengan
penilain s\iqah.
6. Abu Syuraih al-Khuza'i
Nama lengkapnya adalah Khuwailid ibn „Amru> ibn S}akh ibn „Abd al-
„Uzza> ibn Mu‟a>wiyah ibn Muh}tarisy ibn „Amru> ibn Zamma>n ibn „Adi> ibn
„Amru> ibn Rabi>‟ah. Dia merupakan sahabat yang masuk Islam pada hari Fath}
Mekkah.107
Dia merupakan sahabat yang langsung meriwayatkan hadis kepada Nabi saw.
dan termasuk kepada „Abdilla>h ibn Mas‟u>d. Sementara periwayat hadis yang
meriwayatkan hadis kepada adalah Sa‟i>d al-Muqbiri>, Sufya>n ibn Abi> al‟Auja>,
Na>fi‟ ibn Jubair ibn Mut}‟im, Abu> Sa‟i>d al-Muqbiri>. Muh}ammad ibn Sa‟id
mengatakan bahwa Abi> Syuraih} meninggal tahun 68 H di Madinah dan ia termasuk
sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dari Nabi saw.108
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek kajian dengan
mengamati keterangan-keterangan diatas terkat kualitas pribadi dan kapasitas masing-masing
periwayat, serta kemungkinan adanya ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad
tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa dari sinilah dilihat bahwa perawi yang
pertama yaitu ibnu Majah sampai pada Abu Syuraih al-Khuza'i.
Peneliti melihat semua periwayat memiliki ketersambungan sanad dari jalur tersebut
memenuhi kriteria hadis shahih yakni, Sanadnya bersambung, Sifat para
periwayatnya memenuhi kriteria „Adalah dan Para periwayatnya dinilai dabit.
107Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 33, h. 401.
108Yu>su>f ibn „Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>su>f, Tahz\i>b al-Kama>l fi> Asma> al-Rija>l,
Juz 33, h. 401.
70
E. Kritik Matan
Pada metode kritik matan, ada beberapa hal yang mesti dilewati untuk sampai
kepada kesimpulan apakah matan tersebut sahih atau tidak, maka sangat perlu
mengetahui terhindar atau tidaknya matan tersebut dari sya>z\109
atau illat. Adapun
karesteristik untuk mengetahui sya>z\ yang terdapat dalam sebuah hadis110
yaitu
sebagai berikut:
1. Sanad hadis bersangkutan menyendiri.
2. Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan matan hadis yang sanadnya
lebih kuat.
3. Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan al-Qur‟an.
4. Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan akal.
5. Matan hadis bersangkutan bertentangan dengan fakta sejarah.
Sedangkan karekteristik untuk mengetahui illat yang terdapat dalam sebuah
matan hadis adalah sebagai berikut:
1. Sisipan/idraj yang dilakukan oleh perawi siqah pada matan.
109
Sya>z\ ialah satu hadis yang diriwayatkan oleh rawi kepercayaan, tetapi matannya atau
sanadnya menyalahi riwayat orang yang lebih patut (kuat) dari padanya. Lihat, A. Qadir hasan, Ilmu
Mus}t}a>lah H{adi>s\, (Bandung: Diponegoro, 2007), h. 188.Ulama berbeda pendapat tentang
pengertian sya>z\.secara garis besar adalah tiga pendapat yang yang menonjol. Al-Sya>fi„i>
berpandangan bahwa sya>z\ adalah suatu hadis yang diriwayatkan seorang s\iqah tetapi bertentangan
dengan hadis yang diriwayatkan orang yang lebih s\iqah atau banyak periwayat s\iqah. Al-H{a>kim
mengatakan bahwa sya>z\ adalah hadis yang diriwayatkan orang s\iqah dan tidak ada periwayat s\iqah
lain yang meriwayatkannya, sedangkan Abu> Ya„la> al-Khali>li> berpendapat bahwa sya>z\ adalah
hadis yang sanadnya hanya satu macam, baik periwayatnya bersifat s\iqah maupun tidak. Lihat,
Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, (Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1999), h. 140.Menurut
Imam Syafi>‟i>syaz\ adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang s\iqah, tetapi orang-orang yang s\iqah
lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Lihat, Abu> „Abdilla>h al-H{a>kim Muh}ammad bin
„Abdilla>h Muh}ammad H{amdu>yah bin Nu‟i>m bin al-H{akim, Ma‟rifah „Ulu>m al-H{adis\, Juz I,
(Cet. II; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-„Alamiyah, 1977), h. 119. 110
Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Cet. I: Jakarta: Renaisan,
2005 M.), h. 117. Bandingkan dengan Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik
Hadis (cet. I; Jakarta: Hikmah, 2009), h. 58.
71
2. Penggabungan matan hadis, baik sebagian atau seluruhnya pada matan hadis
yang lain oleh perawi siqah.
3. Ziyadah yaitu penambahan satu lafal atau kalimat yang bukan bagian dari
hadis yang dilakukan oleh perawi tsiqah.
4. Pembalikan lafal-lafal pada matan hadis/inqilab.
5. Perubahan huruf atau syakal pada matan hadis (al-tahrif atau al-tash{if).
6. Kesalahan lafal dalam periwayatan hadis secara makna.
Proses kritik matan untuk lebih membuktikan kefalidan lafal-lafal matan
hadis, maka perlu penelusuran lebih lanjut untuk mengetahui apakah matan tersebut
terhindar dari illat atau tidak, sehingga untuk sampai pada hal yang tersebut perlu
melalui kaidah-kaidah yang disebut dengan kaidah minor yang terhindar dari illat111
sebagai berikut:
a) Terhindar dari inqilab
Inqilab112
adalah keterbalikan lafal matan hadis, karena lafal yang secara
umum biasanya berada diawal matan, ternyata pada lafal hadis yang lain berada
ditengah atau diakhir matan hadis. Salah satu contohnya ialah pada riwayat al-
Bukhari pada satu hadis mendahulukan lafal من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر فال ي ؤذ
111Illat adalah sebab-sebab yang samar/tersembunyi yang dapat menyebabkan kecacatan
sebuah hadis yang kelihatannya selamat dari berbagai kekurangan. Lihat: Muhammad „Ajja>j al-
Khat}i>b, Us}u>l al-H}adi>s\ (Beirut: Da>r al-Fikr, 1409 H./1989 M.), h. 291.Illah merupakan
ungkapan yang mengindikasikan adanya suatu penyebab tak terlihat yang selalu menganggu pada
sebuah hadis. Lihat, Arifuddin Ahmad, Qawaid al-Tahdis, (Cet. I; Makassar: Alauddin Press, 2013), h.
140.Illat artinya penyakit atau sesuatu yang menyebabkan kesahihan hadis yang ternodai.Illat yang ada
pada suatu hadis tidak tampak secara jelas melainkan samar-samar, sehingga sulit ditemukan, kecuali
oleh ahlinya. Lihat, „Abdu al-Rah}ma>n dan Elan Sumarna, Metode Kritik H{adi>s\, (Cet. I;
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 15. 112
Menurut bahasa kata „inqila>b‟ adalah isim maf‟ul dari kata „Qalb‟ yang berarti
memalingkan sesuatu dari satu sisi kesisi yang lain atau membalik sesuatu dari bentuk semestinya.
Lihat, Abu> al-H{usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariya>, Mu‟jam Maqa>yis al-Lugah, Juz V,
(Beirut: Da>r al-Fikr, 1399 1979), h. 17.Lihat juga, Syaikh Manna al-Qatt\a>n diterjemahkan Mifd{al
Abdu al-Rah}ma>n, Pengantar Studi Ilmu Hadis, h. 156.
72
من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر dan pada hadis yang lain menggunakan awal lafal جاره dan masih banyak riwayat lain yang mengalami keterbalikan awal lafal ف ليكرم جاره،
akan tetapi tidak sampai mempengaruhi keabsahan lafal hadis.
b) Terhindar dari idraj
Idraj adalah sisipan yang terdapat dalam sebuah matan hadis, baik itu berupa
perkataan perawi maupun hadis lain yang tidak dapat dipisahkan dari matan hadis
karena tidak adanya keterangan untuk tidak menggabungkanya.
c) Ziyadah
Ziyadah adalah sebuah tambahan lafal atau pun kalimat (pernyataan) yang
terdapat pada matan, tambahan itu dikemukakan oleh periwayat tertentu sedangkan
periwayat lainnya tidak meriwayatkannya.113
Tambahan tersebut dapat berpengaruh
pada matan jika merusak maknanya.Namun, dalam penelusuran yang dilakukan
peneliti tidak didapatkan ziyadah.
d) Musahhaf/muharraf
Musahhaf/Muharraf adalah perubahan huruf atau syakal dalam matan hadis.
e) Nuqsan
Nuqsan adalah pengurangan lafal matan hadis, sehingga dapat berpengaruh
pada makna hadis.
Berdasarkan kaidah minor yang terhindar dari illat yang telah dikaji peneliti,
maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas mengandung nuqsan, idraj, inqilab dan
musahhaf/muharraf. Namun demikian, perubahan maupun penambahan yang
terdapat dalam matan tidak merubah makna hadis.
Meneliti kandungan matan hadis
113
Nu>r al-Di>n Muh}ammad „Itr, Manhaj al-Naqd Fi> „Ulu>m al-H{adi>s\, Juz I, (Cet. II;
Su>riyah: Da>r al-Fikr, 1997), h. 425.
73
Penelitian kandungan matan bertujuan untuk mengidentifikasi apakah dalam
matan terdapat syaz atau tidak. Contoh sederhananya adalah pakaian berwarna putih
(al-Bayad}). Sesungguhnya adalah lebih baik jika mengatakannya dengan lafal al-
Baid. Karena bertentangan penafsirannya dengan al-bayad yang berarti adalah
pakaian yang terbuat dari kain berwarna putih, jika disesuaikan dengan makna hadis
pakailah oleh kalian pakaian berwarna putih, yakni pakaian yang terbuat dari kain
berwarna putih.114
Demikianlah penjelasan singkat mengenai kandungan matan. Selanjutnya
untuk membuktikan apakah dalam matan hadis tersebut mengandung syaz atau tidak,
maka perlu melakukan penelusuran terhadap langkah-langkah yang dikenal dengan
kaidah minor terhindar dari syaz yaitu sebagai berikut:
1) Tidak bertentangan dengan ayat al-Qur‟an
QS. An-Nisa: 36
رذيالقربىوالارالنبوالواعبدوااللهوالتشركوابشيئاوبالوالدينإحساناوبذيالقربىواليتامىوالمساكينوالابيلوماملكتأيانكمإناللهاليبمنكان احببالنبوابنالس ختاالفخورا.ص
Terjemahnya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun.dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.115
2) Tidak bertentangan dengan hadis sahih
ث نا داود ي عن ث نا عبد اللو بن مسلمة بن ق عنب حد ابن ق يس عن أب سعيد مول عامر حدشوا وال بن كريز عن أب ىري رة قالقال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ال تاسدوا وال ت ناج
114
Abu> Zaka>riyya> Muh}yi> al-Di>n Yah}ya> bin Syarf al-Nawawi>, Mu‟jam Syarah}
Muhaz\zab, Juz IV, (Da>r al-Fikr), h. 538. 115
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan terjemahan, (Cet.1, Bandung, 2012), h. 84.
74
ض وكونوا عباد اللو إخوانا المسلم أخو ت باغضوا وال تداب روا وال يبع ب عضكم على ب يع ب ع سب المسلم ال يظلمو وال يذلو وال يقره الت قوى ىاىنا ويشي إل صدره ثالث مرات ب
ر أن يقر أخاه المسلم كل ال 116مسلم على المسلم حرام دمو ومالو وعرضو امرئ من الشArtinya:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab; Telah
menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais dari Abu Sa'id budak
'Amir bin Kuraiz dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling
memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada
seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam
penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah
bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa
itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya
sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia
menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang
Iainnya haram darahnya.hartanya, dan kehormatannya.
3) Tidak bertentangan dengan akal sehat
Sikap menghargai orang lain merupakan nilai manusia yang terbaik di dunia
yang tidak ternilai harganya. Di manapun dan kemanapun manusia itu bepergian, jika
selalu selalu mengedepankan sikap menghormati dan menghargai orang lain, maka
hati orang lain akan terbuka dan akan berbalik menghormati.
Penghormatan tidak dapat dibangun dengan ancaman dan kekerasan. Ketaatan
dan rasa hormat memiliki sesuatu yang sama, tetapi berbeda. Rasa hormat hanya ada
dalam hubungan yang dibangun di atas saling pengertian dan kebajikan.
4) Tidak bertentangan dengan fakta sejarah
Masyarakat adalah suatu bentuk kehidupan bersama antar manusia, sehingga
menimbulkan pengakuan dan pandangan yang sama tentang nilai-nilai kehidupan
116Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, S{ah}i>h Muslim,
Juz VI, h. 1986.
75
atau norma-norma tertentu. Banyak kisah yang menunjukkan bahwa Islam menggapai
kejayaan karena kerjasa dari semua pihak, bahkan ada kisah bahwa Rasulullah selalu
diganggu dengan tetangganya, namun Rasulullah berbuat baik kepadanya, pada
akhirnya tetangganya masuk Islam. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang
memiliki kepentingan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, manusia yang satu harus bekerja sama dengan
manusia lainnya atau dengan kata lain harus saling tolong-menolong.
76
BAB IV
MENGHORMATI TETANGGA MENURUT MASYARAKAT DI DESA
KARELLA DAN KORELASINYA TERHADAP HADIS
A. Desa Karella
Desa Karella merupakan salah satu daerah yang terletak di Bagian Timur
Indonesia, Propinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Bone.
1. Sejarah Desa Karella
Pada tahun 1970an Desa, Mario merupakan Desa terluas di Kecamatan Mare.
Berhubung Desa Mario sangat luas wilayahnya dan sangat banyak pendudukya,
pemerintah mengeluarkan kebijakan, disebabkan beberapa hal yang harus dibenahi,
baik secara struktur, kebutuhan masyarakat dan pelayanan masyarakat. Seperti
pelayanan internal aparat pemerintah yang secara geografis kantornya sangat jauh,
dan kondisi jalannya belum mendapatkan perhatian penuh oleh pemerintah,
dilanjutan pada kontrol masyarakat mengenai program kerja pemerintah yang tidak
merata, juga keberadaan dan kebutuhan masyarakat belum mampu dijangkau secara
cepat, terlebih pelayanan pemerintah yang kurang maksimal. Berdasarkan beberapa
pertimbangan, Desa Mario dimekarkan menjadi Desa Karella, Desa Batu Gading,
Desa Lappa Upang dan Desa Lapasa.1
2. Demografi
Berdasarkan data administrasi pemerintah Desa Karella, jumlah penduduk
yang tercatat secara administrasi jumlahnya total kurang lebih 1.135 jiwa. Laki-laki
berjumlah kurang lebih 531 jiwa dan perempuan kurang lebih 604 jiwa. Seluruh
pendduduk di Desa Karella terhimpun dalam keluarga (rumah tangga).
1Buku Desa Karella, Gambaran umum Desa Karella, h. 6.
77
Setelah dimekarkan, Desa Karella di bagi menjadi 3 dusun, yaitu: Dusun
Radda dengan 66 Kepala Keluarga, Dusun Karella 98 Kepala Keluarga dan Dusun
Pattunro 86 Kepala Keluarga. Agar dapat mendeskripsikan lebih lengkap mengenai
informasi keadaan kependudukan di Desa Karella, dilakukan identifikasi jumlah
penduduk dengan menitikberatkan pada klasifikasi usia dan jenis kelamin. Sehingga
diperoleh gambaran mengenai kependudukan Desa Karella yang lebih komprehensif.
3. Keadaan sosial
Untuk mengetahui gambaran kondisi sosial masyarakat Desa Karella dapat
dilihat melalui aspek pendidikan, keagamaan, kesehatan, keamanan dan ketertiban,
aspek kesenian dan olahraga serta kehidupan gotong royong masyarakat yang
merupakan ciri khas masyarakat Desa yang tetap tumbuh dan berkembang.
4. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu hal penting dalam memajukan tingkat
kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan
tingkat pendidikan yang tinggi maka, mendongkrak tingkat kecakapan masyarakat.
Tingkat kecakapan mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan. Pada
gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Dengan sendirinya
membantu program pemerintah untuk membuka lapagan kerja baru guna untuk
mengatasi pengangguran pada masyarakat. Pendidikan berfungsi untuk mempertajam
sistematika berfikir dan pola pikir individu, selain itu, masyarakat mudah menerima
dan mengembangkan informasi yang lebih maju. Kondisi Desa Karella dari aspek
pendidikan, dapat digambarkan berdasarkan sarana dan prasarana pendidikan yang
ada.
78
5. Agama
Dalam hal agama, masyarakat di Desa Karella termaksud kategori masyarakat
yang agamais. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat beragama Islam secara
kurtural walau secara realitas kehidupan sehari-hari, masyarakat belum maksimal
sebagai penganut agama Islam yang maksimal karena kondisi masjid saat sholat
berjamaah safnya belum mencapai 10% masyarakat yang hadir.
Pegangan agama masyarakat Desa Karella, dapat dilihat dari hubungan
kekeluargaan atau kekerabatan yang kental di antara mereka. Selain itu
perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan dari orang tua ke anak dan ke
cucu. Hal ini menjadi penilaian bahwa agama Islam di Desa Karella sudah turun
temurun mendominasi agama yang dianut oleh masyarakat.
Penduduk di Desa Karella semuanya beragama Islam. Islam sebagai agama
yang paling banyak dianut warga Indonesia, desa Karella menjadi salah satu Desa
yang seluruh penduduknya beragama Islam. Dari hal tersebut, jika ada perbedaan
faham agama, tidak menghalangi masyarakat untuk saling menghormati dan bekerja
sama.
6. Kesehatan
Dari aspek kesehatan, kondisi Desa Karella dapat dilihat berdasarkan sarana
kesehatan, tenaga kesehatan dan hal lainnya yang menggambarkan pelayanan
kesehatan masyarakat di Desa Karella. Letak geografis Pustu/Puskesmas terletak di
tengah dan berhadapan dengan masjid. Saat masyarakat butuh sembuh dari penyakit
fisiknya maka ia diarahkan ke berobat ke puskesmas, saat masyarakat butuh makanan
rohaninya seharusnya ke masjid.
79
7. Keamanan dan ketertiban
Kondisi keamanan dan ketertiban Desa Karella, dapat digambarkan
berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana poskamling, partisipasi masyarakat
dalam manjaga keamanan dan ketertiban lingkungan serta situasi dan kondisi
masyarakat. Desa Karella memiliki poskamling 1 buah dan limnas 6 orang.
8. Pemuda dan olahraga
Kondisi pemuda dan kepemudaan yang merupakan hasil dari besarnya
penduduk dengan komposisi muda, memerlukan perhatian serius. Mengingat
munculnya permasalahan ”kenakalan remaja, pengangguran, penyalahgunaan obat”
terlarang dan tindak kriminal, bagaimanapun juga menjadi ancaman dalam kegiatan
pembangunan Desa. Sejalan dengan kondisi itu, dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk dalam kelompok usia muda, maka program-program yang mampu
menyerap aspirasi pemuda dan aktualisasi peran pemuda, pengembangan bakat dan
minat, serta pengurangan angka pengangguran perlu strategi program yang jelas.
Untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah generasi muda yang terjebak ke dalam
tindakan atau perilaku yang tidak baik. Kesemuanya ini sangat terkait dengan
pembinaan mental, sosialisasi nilai-nilai kemasyarakatan, pendidikan, pembinaan
olahraga, pengembangan sanggar seni budaya generasi muda, serta aktivitas
kemasyarakatan yang mampu menumbuhkan kreativitas, tanggung jawab dan
kemandirian pemuda, serta menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi
generasi muda.
Sejalan dengan itu, penyediaan sarana dan prasarana olahraga, sarana
organisasi kepemudaan, sarana keagamaan perlu terus dikembangkan dan dibenahi
agar menjadi tempat yang cukup menarik bagi sebagian besar generasi muda disisi
80
lain masalah pendidikan budi pekerti, etika dan estetika, perlu dipikirkan kembali
untuk menjadi muatan Desa, sedang di bidang keagamaan yang telah ada perlu terus
didukung eksistensi dan pengembangan serta keberlangsungannya.2
Informasi mengenai Desa Karella, belum terlalu terperinci karena masih
menjadi Desa yang dibenahi secara sistematis walau struktur Desanya sudah lengkap,
namun kepala Desa Karella baru dipimpin oleh orang yang berasal dari warga asli
Desa Karella. Sejarah kepemimpinan yang berlalu selalu dipimpin oleh orang yang
bukan berasal dari Desa Karella. Pada tahun 2016 secara Demokrasi dan Pemilihan
langsung terpilihlah saudara Darwis sebagai Kepala Desa Karella.
B. Menghormati Tetangga Menurut Masyarakat Desa Karella
Apabila ada tetangga yang sedang mengadakan pesta maka semua masyarakat
di desa Karella dipanggil untuk hadir bersama-sama, tudang sipulung, makan
bersama. Bentuk perayaan tersebut termanifestasikan interaksi antara hadis sebagai
ajaran Islam dengan masyarakat dalam berbagai bentuknya sesuai dengan kebiasaan
masyarakat tersebut.3 Hal tersebut seiring oleh pendapat masyarakat Bugis di Desa
Karella Kecamatan Mare Kabupaten Bone, berdasarkan wawancara peneliti sebagai
berikut:
1. Menurut Rosmini menghormati tetangga adalah: “menghargai, contohnya;
tetangga tidak boleh membuang sampah di sekitar rumah tetangga lainnya”.4
2. Menurut Yasmin menghormati tetangga adalah: “sama dengan menghargai
dan tidak mengganggu tetangga, seperti; berbuat baik, saat dirumah
2Dokumen, Rencana Kepemimpinan Desa Karella tahun 2016-2021.
3M. Mansur, dkk. Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis, (Yogyakarta: Teras, 200),
h. 116. 4Rosmini, (Ibu Dusun Karella, Kecamatan Mare Kabupaten Bone), wawancara di rumah, di
Dusun Karella, pada hari senin tanggal 29 pukul 16.38 wita.
81
mengerjakan pekerjaan rumah, lalu suasana tengah malam, tetangga tidak
membersarkan suara radio dan televisinya. Jadi bagaimana berprilaku yang
baik supaya tetangga selalu merasa senang, tetangga tidak merasa terganggu,
dan jangan selalu berbuat orang lain merasa resah”.5
3. Menurut Darwis menghormati tentangga adalah: “cara saling menghargai
tetangga dan saling membantu atau saling tolong menolong”.6
4. Menurut Muhammading menghormati tetangga adalah: “memberikan
perhatian kepada sebelah rumah, seperti saat ada hal yang akan dikerjakan,
saat ada makanan yang ingin disantap, tetangga saling memanggil dan
memberi kabar dan undangan.7
5. Menurut Haerul menghormati tetangga adalah: “saling menjaga silaturrahmi
dengan baik”.8
6. Menurut Abdullah menghormati tetangga adalah: “saling menjaga perasaan”.9
7. Menurut Sanuddin menghormati tetangga adalah: “mappadecengi sumpulolo
(menjaga hubungan baik), saat ada tetangga yang jalan maka masyarakat
memanggilnya agar singgah bersilaturahmi”.10
Dari beberapa penjelasan masyarakat tersebut bahwa, menghormati tetangga
adalah menghargai tetangga, memberikan perhatian kepada tetangga, menjaga
5Yasmin, (Guru, Kepala UNIT TKA-TPA al-Amin Desa Karella), wawancara di rumah pada
tanggal 29 pukul 15.05 wita. 6Darwis, Kepala Desa Karella, wawancara di rumah, di Dusun Karella, pada hari ahad tanggal
9 juli 2017 pukul 19.38 wita 7Muhammading, Pengusaha di Desa Karella, wawancara di rumah, di Dusun Radda, pada hari
ahad tanggal 9 juli 2017 pukul 16.28 wita 8Haerul, Kepala Dusun Radda, wawancara di rumah, di Dusun Radda, pada hari ahad tanggal
9 juli 2017 pukul 14.27 wita. 9Abdullah, mantan sekdes Lappa Upang, wawancara di rumah, di Dusun Radda, pada hari
Sabtu tanggal 1 juli 2017 pukul 16.25 wita 10
Sanuddin, Imam Mesjid Desa Karella, wawancara di rumah, di Dusun Pattunro, pada hari
sabtu tanggal 1 juli 2017 pukul 11.00 wita
82
perasaan tetangga, saling membantu dan bergotong royong, serta senantiasa
memperbaiki hubungan baik kepada sesama tetangga.
Untuk itu perlunya masyarakat Desa Karella kembali memahami dan
mengamalkan falsafah menghormati, yakni menghormati tetangga maupun
memuliakan tetangga. Pemahaman dan pengalaman menghormati bisa dimulai
dari diri sendiri, keluarga dan kerabat dekat.
Tetangga (bali bola) adalah rumah yang terdekat dengan rumah. Keluarga
yang paling dekat yang berada di sekitar rumah. Setelah meneliti Desa Karella
secara biografis dan kondisi sosial masyarakat, maka peneliti mendapatkan
informasi yang beragam mengenai pemahaman masyarakat tentang tentagga.
Berikut pemahaman masyarakat:
1. Tetangga atau bali bola itu adalah rumah yang berdekatan rumah dengan
rumah kita.
2. Tetangga atau bali bola adalah orang yang dekat dengan rumah kita atau
keluarga yang paling dekat ang berada di sekitar kita, di sekitar rumah kita.
3. Tetangga adalah termasuk tinggal di samping rumah atau berdekatan rumah.
4. Sitampebola atau samping rumah.
5. Bersampingan rumah
6. Orang terdekat sama kita
7. Seluruh rumah di Desa Karella, di katakan tetangga semua asalkan Ia
menghormati orang tua.11
Definisi tetangga dari masyarakat, peneliti menemukan bahwa: siapa yang
dekat, berdekatan, berdampingan yang ada disekitaran, maka itulah tetangga. Rumah
11
Hasil wawancara, lihat fotenote 4-10.
83
yang berdekatan rumah dengan rumah yang ditempati. Menurut peneliti tetangga
ialah orang yang berdekatan rumah atau bersampingan rumah dan selalu dilihat setiap
hari.
C. Pemahaman Masyarakat Menghormati Tetangga pada masa dahulu dan
sekarang
Setiap zaman pasti ada pelakunya dan setiap pelaku kadang memunculkan
pemahaman dan karyanya. Berikut pemahaman masyarakat Desa Karella mengenai
menghormati masyarakat:
1. Masa dulu, saat muda sering mengunjungi antar tetangga, bermain bersama
dan bercanda bersama. Sekarang agak jarang karena nanti ada acara di waktu
khusus baru berinisiatif bersilaturahmi.
2. Dilihat dari perkembangan zaman, dahulu sikap gotong royong begitu aktif
dilaksanakan, kini sudah mulai jarang dilakukan karena kesibukan pekerjaan
masing-masih. Terlebih lagi pekerjaan dan bantuan sekarang diukur dengan
finansial sehingga masyarakat mendahulukan materi dan sistem upah,
dibandingkan saling tolong menolong.
3. Dahulu masyarakat dikenal dengan istilah kuno karena belum mengerti
tentang teknologi, sekarang dikatakan modern karena banyak sekali
perubahan, banyak peningkatan sesuai dengan perkembangan teknologi.
4. Dahulu anak sekolah kurang menghormati orang tua karena belum mengenal
secara resmi pelajaran agama tapi sekarang anak sekolah seharusnya sudah
menghormati karena sudah belajar secara resmi mengenai pendidikan
agama. Terutama dalam hal menghormati tetangga.
84
5. Dulu masyarakat sering berkumpul dengan tetangga, kalau masa sekarang
mereka masing-masing sibuk dengan urusannya.
6. Dahulu lebih bagus dulu dari sekarang, kalau dulu sering kumpul dan
komunikasi antara tetangga, kalau sekarang tidak ada lagi seperti itu.
7. Pada masa dulu sama masa sekarang ini sangat berbeda, karena masa dulu
itu jarang orang yang mendapat bantuan dari pemerintah, kalau masa
sekarang sudah banyak dikasi bantuan sama pemerintah.12
Dilihat dari pemahaman yang beragam berarti mengalami pergeseran, baik
dari sisi akhlak, moral, teknologi dan bantuan pemerintah.
D. Menghormati Tetangga dalam Perspektif Hadis
Menghormati tetangga merupakan ruh umat Islam yang harus dilaksanakan
dalam linik apapun, baik masyarakat masa lalu, masa kini dan masa depan. Berikut
hadis Nabi saw yang menjadi ruh semangat saling menghormati tetangga:
ث نا ق ت يبة بن ث نا أبو األحوص، عن أب حصني، عن أب صالح، عن أب حد سعيد، حدال ي ؤذ ىري رة، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم: من كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف
فو، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر جاره، ومن كان ي ؤمن باللو والي وم اآلخر ف ليكرم ضي را أو ليصمت 13ف لي قل خي
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan
kepada kami Abu al-Ahwash dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah dia berkata; Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa berimana
kepada Allah dan hari Akhir, janganlah Ia mengganggu tetangganya,
barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan
tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia
berkata baik atau diam.
12
Hasil wawancara, lihat fotenote 4-10. 13
Muh}ammad bin Isma>‟i>l Abu> „Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ju‟fi>, S{ah}i>h}, al-
Bukha>ri>, Juz VIII, (Cet. I; Da>r T{auq al-Naja>h}, t. th), h. 11.
85
Makna hadis tersebut menurut Qadhi al-Iyadh bahwa orang berpegang teguh
kepada syariat-syariat Islam, pasti menghormati tetangganya. Para ulama berkata jika
tetangga itu seorang Muslim dan ada hubungan kerabat, maka Ia mempunyai tiga
hak: hak tetangga, hak Islam dan hak kerabat. Jika tetangga itu kafir dan memiliki
kekerabatan maka hanya memiliki dua hak, jika kafir dan tidak memiliki kekerabatan,
maka ia hanya memiliki satu hak, yakni hak tetangga.14
Iman kepada Allah swt adalah bukti penghambaan seseorang kepada tuhan, hal
tersebut menggambarkan hubungan horizontal dan hubungan kepada tetangga adalah
hubungan vertikal. Tetangga merupakan sosok yang akrab dalam kehidupan sehari-
hari. Tak jarang, tetangga lebih mengetahui keadaan tetangganya daripada kerabat
dekat yang tinggal berjauhan. Seperti saat sakit dan ditimpa musibah, tetanggalah
yang pertama membantu. Di dalam Islam sangat ditekankan agar berbuat baik kepada
tetangga, karena dampak hubungan yang harmonis antar tetangga mendatangkan
kebaikan yang begitu besar.
Bali bola (tetangga) merupakan keluarga terdekat manusia, sebagai makhluk
sosial manusia adalah makhluk yang sangat membutuhkan bantuan tetangganya,
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Selain itu dalam menghormati tetangga
dijelaskan pada bab terdahulu sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah sebagai berikut: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaknya ia mengatakan hal yang baik atau diam. Dan barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir maka hendaknya ia menghormati tetangganya. Iman yang
dimaksud disini ialah iman sempurna yang selamat dari azab Allah swt. Nabi saw
menganjurkan untuk memuliakan tetangga dan memperbaiki hubungan dalam
14
Muhammad Ibnu Shalih al-„Utsaimin, Syarah Hadits Arbain Imam Nawawi, h. 137.
86
bertetangga dan perlu diketahui bahwa hal ini merupakan syariat iman dan
sesungguhnya orang yang beriman kepada Allah swt dan balasan dan siksaan pada
hari akhir berkomitmen pada dirinya untuk melakukan hal tersebut.
Tetangga secara umum adalah orang atau rumah yang berdekatan atau sebelah
menyebelah, tetangga ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak
berdekatan.15
Sedangkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tetangga adalah orang
yang tinggal di sebelah rumah, orang yang tinggal berdekatan rumah, berarti
bertetangga adalah hidup berdekatan karena bersebelahan rumah.16
Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang
dekat maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya
menjadi orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat
untuk dimintai pertolongan dalam kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan
tetangga harus senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga
merupakan perbuatan terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu
dengan yang lainnya.
Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang
lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya,
kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Adapun batasannya
masih diperselisihkan para ulama, di antara pendapat mereka adalah:
1) Pemahaman yang terkenal tetangga itu letaknya 40 rumah dari semua arah,
2) Orang yang serumah denganmu,
3) Orang yang rumahnya bedekatan/menempel dengan rumahmu,
15
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. IV;
Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 941. 16
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1187.
87
4) Orang yang sekampung denganmu,
5) 10 rumah dari semua arah.
6) Ada yang memberikan batasan bahwa mereka yang disatukan oleh satu
masjid. Atau mendengarkan azan.17
7) Menurut pemahaman Hanafiyah ialah yang saling berdekatan dari satu arah
atau saling berhadapan yang di antara keduanya ada sebuah jalan yang sempit
yang tidak memisahkan keduanya dengan pemisah yang besar seperti pasar
dan sungai yang luas.
Pendapat yang lebih kuat, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa
yang menurut adat itu adalah tetangga maka itulah tetangga. Dengan demikian
jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat tetangga, akan
tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas
lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian,
tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan.
Demikian juga teman perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat
atau setiap mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
Seorang Muslim wajib berinteraksi dengan baik kepada tetangganya, sesuai
dengan ajaran dan tuntunan agama Islam. Berbuat baik kepada tetangga meliputi
segenap aspek kehidupan, dalam suka maupun duka, Muslim maupun non Muslim,
bahkan terhadap tetangga yang baik dan tetangga yang kurang baik.
Hubungan baik dengan tetangga minimal diwujudkan dalam bentuk tidak
mengganggu atau menyusahkan mereka. Misalnya, waktu tetangga tidur atau
istirahat, seseorang harus mengerti tidak membunyikan radio atau TV dengan volume
17
Kementerian Wakaf Islam Kuwait, al-Mausu’ah al Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz XVI
(Kuwait: Dar Salasil, 1404-1427 H), h. 217. Lihat juga hadis Arbain, h. 135.
88
tinggi. Tidak membuang sampah ke halaman rumah tetangga. Tidak menyakiti hati
tetangga dengan kata-kata kasar dan tidak sopan.
Pada tradisi masyarakat Desa Karella dan hadis memiliki kesamaan yang susah
ditarik benang merahnya, apakah hadis yang berbaur kepada tradisi atau tradisi yang
mengikut kepada hadis, berikut cara yang dilakukan agar masuk kategori berbuat baik
kepada tetangga:
1. Berbagi
Pada masa Rasulullah saw hidup ada pesan luhur yang disampaikan, bahwa:
، عن أبيو، عن أب ىري رة رضي قبي
ث نا ابن أب ذئب، عن امل ، حد ث نا عاصم بن علي اللو حدسلمات، ال تقرن جارة لارتا، ولو عنو، عن النب صلى اهلل عليو وسلم قال: يا نساء
امل
18.فرسن شاة Artinya:
Menceritakan kepada kami „A<s}im bin „Ali, menceritakan kepada kami Ibn
Abi> Z|i‟b dari Maqbari dari Ayahnya dari Abu< Hurairah ra, dari Nabi
Muhammad saw., bersabda, wahai kaum muslimah, janganlah kalian
menganggap remeh (hubungan) antara tetangga dengan tetangganya, meskipun
sekedar mengirimkan kuah daging kambing.
Memberikan sesuatu kepada tetangga adalah bukti keimanan atas kebersamaan,
karena kebahagiaan yang dirasakan tetangga ikut merasakannya. Hadis diatas
mengingatkan tentang jika muslimah memasak janganlah menganggap remeh
pemberian meskipun itu kuah kambing, kuahnya saja baik dan lebih baik jika
dagingnya ikut serta.
2. Berbuat Baik Kepada Tetangga Sesuai dengan Kemampuan
Meskipun diperintahkan untuk berbuat baik terhadap tetangga, namun hal
tersebut hanya sebatas kemampuan dan kesanggupan setiap individu. Tidak boleh
18
Sahih bukhari, juz III, h. 153
89
berlebihan dalam berbuat ihsan (kebaikan) terhadap tetangga atau memaksakan
dalam hal-hal tertentu. Demikian juga dalam hal yang secara lahiriah melanggar
syariah, maka tidak diperkenankan untuk membantu tetangga, seperti terkait dengan
kemaksiatan dan lain-lain.
3. Berdialog
Hendaknya tetangga yang baik, tidak mencari-cari kesalahan atau kekeliruan
tetangganya dan jangan pula bahagia bila tetangga keliru, bahkan seharusnya tidak
memandang kekeliruan mereka. Kehidupan bertetangga seharusnya duduk bersama
menyelesaikan masalah, bukan saling menuduh dan memfitnah sesama tetangga.
4. Menjaga harta benda
Menjaga harta tetangga, karena hidup bertetangga harus hidup tentram dan
rukun, jika tetangga bepergian jauh maka tetangganya memiliki kewajiban menjaga
harta bendanya. Saling menyelamatkan dan menjaga yakni untuk melidungi dari
bahaya, seperti dimana suatu masyarakat memberi kepercayaan kepada tetangganya
untuk menjaga dan menyelamatkan rumahnya apabila bepergian kesuatu tempat.
5. Tanggungjawab
Tanggung jawab atau dengan kata lain keteguhan yang dimaksud di sini
adalah getteng dalam bahasa Bugis. Selain berarti teguh, kata inipun berarti tetap-asas
atau setia pada keyakinan atau kuat dan tangguh dalam pendirian, erat memegang
sesuatu. Sama halnya dengan nilai kejujuran, nilai kecendekiaan dan nilai kepatutan.
Nilai keteguhan ini terikat pada makna yang positif. Ini dinyatakan oleh Tociung,
bahwa ada empat hal dalam nilai keteguhan, yaitu: tidak meningkari janji; tidak
90
mengkhianati kesepakatan; tidak membatalkan keputusan dan tidak mengubah
kesepakatan dan jika berbicara dan berbuat, tidak berhenti sebelum rampung.19
6. Sipakkasiri’
Sipakkasiri’ dalam bahasa bugis yang berarti sama-sama malu, sedangkan
siri’ berarti malu.Malu merupakan kesadaran orang yang ditegakkan dimanapun dan
kapanpun ia berada. Dengan membudayakan malu berarti membudayakan nilai
sebagai orang Bugis, dengan mengamalkan nilai berarti mengamalkan muruah,
dengan mengamalkan muruah berarti menghormati diri, dengan menghormati diri
berarti harus menghormati orang lain. Jika saling menghormati orang lain berarti
pada saat itulah kita saling memuliakan satu sama lain.
E. Hubungan Hadis dengan Aplikasi Menghormati Tetangga pada Masyarakat
Desa Karella
Melihat dari hadis di atas, hubungan hadis dengan masyarakat Desa Karella
masih kurang di amalkan oleh masyarakat khususnya di Desa Karella Kec. Mare.
Berdasarkan wawancara dari beberapa informan terjadi pergeseran pada masa dahulu
sampai masa sekarang seperti: Menghormati tetangga.
Tetangga sekarang sudah banyak perubahan, diakibatkan banyak peningkatan
sesuai dengan teknologi, hal yang perlu di benahi dengan mengadakan musyawarah
untuk mengambil keputusan. Masa sekarang anak-anak seharusnya lebih pintar
menghormati orang tua karena mereka sekolah tinggi-tinggi, anak dulu kurangnya
pengetahuan, perlu di perbaiki komunikasi dengan tetangganya. Dulu masyarakat
19
Rahman Rahim, Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, (Cet. II; Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2011), h. 132-133.
91
dekat sekali dengan tetangganya, Sekarang mereka sibuk dengan urusan masing-
masing, jadi kita harus memperbaiki silaturahmi dengan baik.
Menghormati tetangga kini sangat sudah berbeda pada masa dahulu, bentuk
penghormatan tetangga pada masa lalu adalah bersilaturahmi dengan baik, datang
dengan penuh kesopanan dengan ketika ada masalah yang menimpa, namun melihat
kondisi sekarang, kebanyakan masyarakat tidak lagi peduli kepada tetangganya,
jarang bertemu dengan tetangganya karena merasa sibuk dengan urusan mereka
masing-masing atau pekerjaannya. Fenomena kekinian tidak lagi memperhatikan hal
tersebut dengan baik, banyak orang yang sudah bermasa bodoh sehingga
penghormatan tetangga tidak lagi bermakna seperti dahulu. Kalau dilihat dari zaman
dan teknologi, kita bisa lihat bagaimana hubungan hadis dengan aplikasi tentang
menghormati tetangga pada masyarakat tersebut.
Peran pemerintah dan masyarakat apapun harus mengambil peran agar saling
mappakalebbi bali-bola, saling menghormati, menghargai dan menjaga satu sama
lain.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah peneliti mengkaji hadis tentang menghormati tetangga dan aplikasinya
pada masyarakat Desa Karella, maka peneliti menyimpulkan bahwa;
1. Menghormati tetangga adalah menghargai tetangga, memberikan perhatian
kepada tetangga, menjaga perasaan tetangga, saling membantu dan
bergotong royong, serta senantiasa memperbaiki hubungan baik kepada
sesama tetangga.
2. ruh umat Islam yang harus dilaksanakan dalam linik apapun, baik
masyarakat masa lalu, masa kini dan masa depan.
3. Banyak orang yang sudah bermasa bodoh sehingga penghormatan tetangga
tidak lagi bermakna seperti dahulu, dilihat dari zaman dan teknologi, kita
bisa lihat bagaimana hubungan hadis dengan aplikasi tentang menghormati
tetangga pada masyarakat tersebut.
B. Implikasi dan Saran
Tradisi menghormati tetangga pada masyarakat Desa Karella sebagaimana
yang diketahui bahwa saling menghormati, menghargai, memuliakan, kini sudah
bergeser dari pengamalan yang sebenarnya, sehingga peneliti melakukan kajian yang
menghubungkan antara pemahaman hadis dan tradisi masyarakat Desa Karella agar
menjadi acuan pengamalan yang sesuai dengan agama Islam secara khusus dan secara
umum.
Menghormati (tetangga) bali bola adalah pola dasar yang harus dipegang
olehmanusia karena tanpa itu, manusia bisa saling melecehkan oleh orang lain.
93
Penelitian ini tentunya bukanlah penelitian yang sempurna dan butuh
masukan-masukan positif, agar mampu menuju pada pengamalan yang sempurna,
besar harapan peneliti diberikan masukan kritikan agar kita semakin membangun
tradisi akademik yang semakin baik.
94
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
al-Asqalani, Abu> Fadli Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Abi Hajr, Tahzibu> al-Tahzib, Cet.I, Hindi: Dairatul ma’arif nidamiyah, 1326.
al-Azdi, Abu. Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ bin Ish}a>q bin Basyi>r bin Syadda>d bin ‘Amru>>, Sunan Abi Da>ud, Bairu>t: al-Maktabah al-‘As}riyah, t. th.
al-D{uh}a>q, Muh}ammad bin ‘I><sa> bin Su>rah bin Mu>sa> bi, al-Ja>mi’ al-S{agi>r, Bairu>t; Da>r al-Garb al-Isla>mi>, 1998.
al-Da>n, Abi> al-H{ajja>j Yu>suf al-Mizziy Jama>l, Tahz{i>b al-Kama>l, Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1996.
al-Syuhriyi>, Ibnu Yasid al-Kaswini Abu Abdillah bin muhammad (Ibnu Majah), kitab Adab, bab 33, t,t. 3765 H.
al-’Utsaimin, al-Ima>m Muhyiddin Abu Zakariyyah Yahya Ibnu Syaraf An-Nawawi, Ta’liq Asy-Syaikh Muhammad ibnu Shalih, Syarah Hadis\ Arbai>n Ima>m Nawawi, Cet.I, Kairo/Mesir: Media Hidayah, 1427 H/2006.
Abu> al-H{usain Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariya>, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Beirut: Da>r al-Fikr, 1399-1979.
Ahmad, Arifuddin, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, Cet.I, Jakarta: Renaisan, 2005 M.
Alimin, Ibnu Ahmad, tokoh dan ulama Hadis, Sidoarjo: Mashum, 2008.
Amin, Kamaruddin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, Cet.I, Jakarta: Hikmah, 2009.
Aqil Husain al-Munawwar dan Mahmu>d Rifqi Mukhtar, Metode Takhri>j Hadis, Cet.I, Semarang; Dina Utama, 1994.
AR, Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Cet.1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Asriady, Muhammad, Appakalebireng Pada Masyarakat Bugis (Kajian Living Hadis pada Masyarakat Bugis Bone), Thesis, 2013.
Asse’, Ambo. Ilmu Hadis: Pengantar Memahami Hadis Nabi saw. Cet.I, Makassar, Alauddin Press. 2010.
al-Da>rimi>, Abu> Muhammad Abdillah bin Abdurahman bin Fa>sil bin Buha>ri>m bin Abdul al-Shoma>d, Musna>d al-Da>rimi, Cet.1, Da>r al-Mugni> wa al-Tau>si>h: al-Maktah al-Arabi>a, al-Uswa>diya>h, 2000.
al-Dahlawi>, ‘Abd al-H}aq ibn Saif al-Di>n ibn Sa‘dulla>h, Muqaddimah fi> Us}u>l al-H{adi>s\, Cet. II, Bairu>t: Da>r al-Basya>ir al-Isla>miyah. 1406 H./1986 M.
al-Damasy, Ima>d al-Di>n Isma>il Ibn ’Uma>r Ibn Kas\i>r al-Qura>sy, Tafsi>r al-Qura>n al-Kari>m, Cet. V, Riya>d: Maktabah Da>r al-Sala>m. 2001.
95
Darwis, Burhanuddin, Metodologi Takhri>j H{adi>s\, Cet.I, Makassar: Alauddin University Press, 2013.
al-Din Abu>, Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Usman kaima>h Zuhbiy>I Syamsu,> Tazkiratu>l Hifada>h, Cet. I, Bairut-Libanon: Da>rul kitab Alimiya>ti, 1998.
Dkk, Mansur,. Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadis, Cet.1, Yogyakarta: Teras. 2007.
al-Fad}, Muh}ammad bin Mukrim bin ‘Ali> Abu>, Lisan al-‘Arab, Cet. III, Bairu>t: Da>r S{a>dir, 1414 H.
al-Gaitabi>, Abu> Muh{ammad bin Mah}mu>d bin Ah}mad bin Mu>sa>, Maga>ni> al-Akhya>r fi> Syarh Usa>mi> Rija>l Ma’a>ni>al-As}a>r, Cet.I, Beiru>t : Da>r al-Kutub al-‘Arabiyyah 2006.
al-Gayni>, Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Hasan al-
Gha>it}abi al-Ha>nif Badaruddin, Syarah Shahih Bukhari, Beirut: Dar
Ihya>I al-Turuzi al-Arabi’, t.th. H.A. Salam, Bustamin M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, Cet.I, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004. al-H{akim, Abu> ‘Abdilla>h al-H{a>kim Muh}ammad bin ‘Abdilla>h Muh}ammad
H{amdu>yah bin Nu’i>m bin, Ma’rifah ‘Ulu>m al-H{adis\, Juz I, Cet. II; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah, 1977.
Hamid, Rosmaniah. Wacana Keislaman: Kajian Tafsir dan Hadis. Cet.I; Sengkang/Sulawesi Selatan: Lampena Intimedia. 2008.
Hasan, A. Qadir, Ilmu Mus}t}a>lah H{adi>s\, (Bandung: Diponegoro, 2007.
Husaini A, Majid Hasyim, Riyadhu Shalihin, terj. Mu’ammal Hamidi dan Imron A. Manan, Cet. III, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006.
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis. Cet. II, Bandung: Angkasa 1407 H/197 M.
, Kaedah Kesahihan Hadis, Cet. II, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1999.
, Qawaid al-Tahdis, Cet.I, Makassar: Alauddin Press, 2013.
‘Itr, Nu>r al-Di>n Muh}ammad, Manhaj al-Naqd Fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s\, Cet.II, Su>riyah: Da>r al-Fikr, 1997.
Jamil Azzaini, ON, Cet. IX: Ujung Beru/Bandung; Mizan, 2014.
al-Jarja>ni, Abi> Ahmad Abdulla>h bin ‘Adi>>, al-Ka>ml, Cet;1, Da>r al-Fikr lil T{aba>’ah wa al-Nasyir wa al-Tawazai’, t.th.
al-Ju’fi>, Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Cet.I, Da>r T{auq al-Naja>h}, 1422.
Kasir, Ibn, al-Bida>yah wa al-Niha>yah, jilid II, Beirut: Maktabah al-Ma’arif, 1996.
Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan terjemah, Cet.1, Bandung, 2012.
96
Khalka>n, Abi> ‘Abba>s Syams al-Di>n Ah{mad bin Muh{mmad bin Abi>, Wafiya>t al-A’ya>n, Beirut: Da>r S{a>dir, t.th.
al-Khat}i>b, Muhammad ‘Ajja>j, Us}u>l al-H}adi>s\, Beirut: Da>r al-Fikr, 1409 H./1989 M.
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Cet.IV, Jakarta: Amzah, 2010.
al-Madani<>, Ma>lik bin Anas bin Ma>lik ‘A<mir al-As}bah}i>>, Muwat}t}a’ al-Ima>m Ma>lik, Libano>n: Da>r Ih}ya>’ al-T{ura>s\ al-‘arabi>, 1985.
al-Maghrawi>, Muhammad bin Abd al-Rah}ma>n, Mausu>’ah Mawa>qif al-Salaf fi> al-‘Aqi>dah wa al-Manhaj wa alTarbiyah, Mesir: al-Nubala>’ li al-Kita>b, t.th.
Mah}mud ‘Ali> Fayyad, Metodologi Penetapan Kes}ahi}han H{adi>s\, Cet.I, Bandung: CV Pustaka Setia, 1998.
Maidin, Muh}ammad Sabir, Ingkar Sunnah/H{adi>s\ I Dalam perspektif Historis, Cet.I, Makassar: Alauddin University Press, 2012.
al-Mali>ba>ri, Hamzah. Al-Muwa>zanah bain al-Mutaqaddimi>n wa al-Muta’akhkhiri>n fi> Tas}h}i>h} al-Ah}a>di>s\ wa Ta’li>liha>. Cet. II, t.t.: t.p. 1422 H./2001 M.
al-Mana>wi>, Abd al-Rau>f. Faid} al-Qadi>r Syarh} al-Ja>mi‘ al-S}agi>r. Cet.I, Mesir: al-Maktabah al-Tija>riyah al-Kubra>. 1356 H.
al-Maragi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir al-Maragi, Semarang: PT Karya Toha Putra, 1974.
Mas’ud Khasan, Abd. Qah}ar, Kamus Pengetahuan Populer , t.t: CV Bintang Pelajar, t.th.
Mistu, Musthafa Dieb Al-Bugda Muhyiddin, AL-WAFI Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah, Cet. 10, Jakarta Timur: Al-I’tishom, 1998.
al-Muba>kifu>ri, S{afiyyu al-Rah{ma>n >, Al-Rija>l Li S{ah{i>h{ Musli>m al-Ausat{, India: Mujma’ al-H{adi>s| bi Mura>di> A<ba>d, t.th.
Muhammad Abu> Syuhbah, Fi>Riha>b al-Sunnah al-Kutub al-Sittat al-Sahihan, Kairo: Majma’ al-Buhu>t al-Isla>miyah, 1979.
al-munawwar, Said Agil Husin, paradigm baru memahami hadis Nabi, Cet.2, Ciputak: MSCC, 2005.
Muqtadir, Ibahim bin Fatih bin Abdul, inilah cara Bertamu menurut tuntunan Rasulullah Saw., Cet.I, Jakarta: Darus Sunnah, 2005.
al-Naisa>bu>ri>, Muslim bin al-H{ajja>j Abu> al-H{asan al-Qusyairi>, S{ah}i>h Muslim, Bairu>t; Da>r al-T{ura>s\ al-‘Arabi>, t. th.
al-Nawawi>, Abu> Zaka>riyya> Muh}yi> al-Di>n Yah}ya> bin Syarf, Mu’jam Syarah} Muhaz\zab, Da>r al-Fikr, t.th.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cet.IV, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
97
al-Qardawi, Yu>su>f, Kayfa Nata ‘Amal ma’a al-Sunnah al-Nabawi>yah, ter. Muh}ammad al-Baqir, Cet.3, Bandung: Karisma, 1994.
al-Qat}t}an, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu H{adi>s\, Cet.VII; Jakarta: Pustaka al-Kaus\ar, 2013.
al-Qazwi>ni>, Ibn Ma>jah Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad bin Yazi>d, Sunan Ibn Ma>jah, Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabi>, t. th.
al-Ra>zi, Al-Ima>m al-Hafi>z}> Sekh al-isla>m, Al-Jarh wa al-Ta’di>l, Cet.I, Beirut: Libanon, t.th.
al-Rah}ma>n ‘Abdu dan Elan Sumarna, Metode Kritik H{adi>s\, Cet.I, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Rajab, Ibnu, Panduan Ilmu dan Hikmah, Cet.I, Jakarta: Darul Falah, 2002.
al-S{afdi>, al-Wa>fi> bi al-Wafaya>t, diambil dari CD-ROOM al-Maktabah al-Sya>milah.
al-S{alih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Cet.I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
Said DM, M. Ide, Bugir Indonesia, Cet.I, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.
al-Shagir, al-Jami’, al-Aftha>hu al-Katabah, Da>r al-kitab al-Arabi>a: Beirut-Libanon, t.th.
Shalaby, Ahmad, Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam, Cet.1, dicetak oleh Sinar Grafika Offset: AMZAH, 2001.
ash-Shiddieqiy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar al-Qur’an/Tafsir. Cet.XIII, Jakarta: Bulang Bintang. 1996.
al-Suyu>t{iy, T{abaqa>t al-H{uffa>z{, diambil dari CD-ROOM al-Maktabah al-Sya>milah.
al-Sya>fi’I, Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr >Abu> al-Fad{l al-‘Asqala>ni>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Beirut: Da>r al-Fikr, 1984.
al-Sya>ibani>, Abu> Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hamba>l bin Hila>l bin Asa>d, Musna>d Imam Ahmad bin Hamba>l, Abdullah bin Abdul al-Hasa>n al-Turuki :Mu’satu> al-Risalah, 2001.
Syihab, M. Quraish, Yang Hilang Dari Kita Akhlak, Cet.1, Tangerang: Lentera Hati, 2016.
, Ensiklopedia Al-Qur’an kajian kosa kata, Cet.I, Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Tamimi>h, Abu> Muhammad Abdurrahman bin Muhammad bin Idris bin Mansu>r, Al-Jarh wa Ta’di>l, Cet.I, Bairut: Ta>ba>t Majelis Daira>h al-Ma’rifa> al-Utsman, 1952.
Us\man ‘Ali>, Sitti Asiqah, Peranan Perempuan dalam periwayatan H{adi>s\ Abad I-III Hijriah, Cet. I, Makassar: Alauddin University Press, 2013.
98
Yahya, Muh}ammad, Kaedah-Kaedah Periwayatan H}adi>s\, Cet.I, Makassar: Alauddin University Press, 2012.
al-Z|aha>bi, Syam al-Di>n Abu> ‘Abdilla>h >Muh}ammad bin Ah}mad bin ‘Us\ma>n bin Qaima>z, Al-‘Abr Fi> Khabr min Gabr, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.
al-Z}ahabiy, Siyar A’la>m al-Nubala>’, Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1993.
al-Zarkali, Khaer al-Di>n >, Al-A’la>m Li al-Zarkali>, Beirut: Da>r al-‘Ilm, 1980.
99
Lampiran-Lampiran
Dokumentasi Penelitian di Desa Karella, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone Sulawesi
Selatan
Mini, Ibu Dusun Karella Desa Karella
Ibu Yasmin, Ketua Ibu Majelis Taklim Desa Karella
100
Sanuddin Imam Desa Karella
Bapak Abdullah
101
Muhammading: Tokoh Pemuda Desa Karella
Haerul: Kepala Dusun Radda
102
sss
Darwis: Kepala Desa Karella
103
Nur Sriastuti Supriadi lahir di Karella, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan, 18 Agustus 1995. Mula-mula belajar TK Mattiro Deceng Kecamatan Mare,
Kabupaten Bone, pada tahun 1999-2001. Melanjutkan pendidikan di SD Inpres 12/79
Karella, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada tahun 2001-2007.
Lalu masuk Madrasah Tsanawiyah masuk pada tahun 2007 sampai tahun 2010, kemudian
melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA Mare yang sekarang berubah
nama menjadi SMAN 2 Bone) sampai 2013. Lalu tahun 2013 Hijrah ke Makassar, Ibu
Kota Sulawesi Selatan. Ia memilih belajar di UIN Alauddin Makassar pada Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsir Hadis Prodi Ilmu Hadis hingga saat ini ditahun
2017. Saat ini, penulis belajar pada Program S1 dengan judul Skripsi Hadis tentang
Menghormati Tetangga dan Aplikasinya pada masyarakat Desa Karella Kecamatan Mare
Kabupaten Bone (Suatu Kajian Living Hadis).
Prestasi yang pernah diraih adalah juara 1 lomba Tennis Meja di UIN pada Acara
Pekan Ilmiah di Gedung Ma’had Aly pada tahun 2015 dan juara 2 Barazanji 4 bahasa
pada kegiatan dan tahun yang sama.
Penulis memulai mulai aktif ke organisasi internal kampus pada tahun 2013 dan
ditahun 2013 menjabat sebagai Anggota Bidang Akhlak dan Moral. Ditahun 2017
menjabat sebagai Ketua Umum Bendahara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.