13
GURU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN GENERASI MUDA YANG MENGHARGAI TOLERANSI Oleh : Abdul Rokib Kondisi Indonesia lampau dan kini Indonesia merupakan negeri beruntai mahligai mutiara kaya akan budaya, bahasa, adat istiadat, dan kekayaan alam baik di darat maupun dilautan, sejauh mata memandang terlihat kilauan cahayanya diufuk tinggi menjulang sehingga terlihat rona menawan, cantik nan indah, siapapun yang melihat akan terpikat dan tertawan tuk menyulam benih-benih kecintaan bahkan berniat untuk merebut kekuasaan dari sang pemiliknya. Zamrud khatulistiwa itulah sebutan yang diberikan untuk negeri ini. Keramahan berbalut kesopanan merupakan ciri budaya masyarakat untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain antar suku, agama dan ras. Tak ada rasa paling unggul, paling hebat, tak ada rasa perbedaan walau bahasa, kulit dan budaya mereka berbeda tetapi semua merasa sama anak negeri yang terlahir dari satu nenek moyang yang sama. Rajutan gelombang-gelombang cinta dan cita-cita penduduknya tertanam dari hati sanubari terdalam untuk membangunkan negerinya yang masih tertinggal jauh dengan

Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

GURU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN GENERASI MUDAYANG MENGHARGAI TOLERANSI

Oleh : Abdul Rokib

Kondisi Indonesia lampau dan kini

Indonesia merupakan negeri beruntai mahligai mutiara kaya akan budaya,

bahasa, adat istiadat, dan kekayaan alam baik di darat maupun dilautan, sejauh mata

memandang terlihat kilauan cahayanya diufuk tinggi menjulang sehingga terlihat rona

menawan, cantik nan indah, siapapun yang melihat akan terpikat dan tertawan tuk

menyulam benih-benih kecintaan bahkan berniat untuk merebut kekuasaan dari sang

pemiliknya. Zamrud khatulistiwa itulah sebutan yang diberikan untuk negeri ini.

Keramahan berbalut kesopanan merupakan ciri budaya masyarakat untuk saling

menghargai dan menghormati satu sama lain antar suku, agama dan ras. Tak ada rasa

paling unggul, paling hebat, tak ada rasa perbedaan walau bahasa, kulit dan budaya

mereka berbeda tetapi semua merasa sama anak negeri yang terlahir dari satu nenek

moyang yang sama.

Rajutan gelombang-gelombang cinta dan cita-cita penduduknya tertanam dari

hati sanubari terdalam untuk membangunkan negerinya yang masih tertinggal jauh

dengan negeri yang lainnya, dengan memandang serta memahami segala persoalan

melalui musyawarah mufakat, berazaskan semangat gotong royong dan kekeluargaan.

Tak ada perbedaan walau mereka berbeda, tak ada jurang pemisah walau mereka

terpisah dari pulau ke pulau. Mereka satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Inilah

sebuah kekuatan inspirasi anak negeri dalam menggapai mimpi membangunkan

tidurnya dari keterjajahan untuk “merdeka”.

Torehan sejarah tersebut akan tercatat dalam “tinta emas Indonesia”. Harus

disadari tidaklah mudah dalam menggoreskan sejarah tersebut, diperlukan pengorban

harta, jiwa, raga dan air mata, bahkan sampai titik darah terakhir, dengan satu tujuan

dan cita-cita mulia para pejuang mempersatukan Indonesia dalam wadah NKRI yang

Page 2: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

“merdeka”, penuh kedamaian, kecintaan, persaudaraan dan kasih sayang diantara

penduduknya, sehingga tercipta kerukunan dan toleransi dalam hidup bernegara.

Namun untaian cinta dan kerukunan yang terbungkus toleransi dalam sebuah

kado nan indah untuk anak negeri yang diberikan para pejuang kemerdekaan, kini

setelah setengah abad lebih dari kemerdekaan, mulai redup akibat perubahan sosial

teramat dahsyat. Perubahan tersebut selain dapat memperkaya khasanah budaya

bangsa juga telah mencabik-cabik sebagian kehidupan bermasyarakat warganya, dari

kesantunan moral menjadi individualistik, arogan, dan ingin menang sendiri,

sehingga nilai-nilai toleransi yang sudah terbangun di negeri ini mulai hilang.

Getaran perubahan yang dahsyat tersebut semakin terasa bak gelombang tsunami

yang menerjang relung-relung kehidupan sosial, keagamaan, politik, budaya dan

ekonomi, masuk menghempaskan dan merusak tatanan budaya masayarakat

Indonesia yang beradab, ramah, dan santun, menusukkan virus-virus perpecahan dan

keberingasan. Menghantam dan menghacur-luluhlantahkan pandangan idiologi dan

falsafah bangsa yang merupakan pijakan dalam menata kehidupan bermasyarakat

dan bernegara.

Membicarakan intoleransi agama, khususnya Indonesia, dari tahun-ketahun tiada

habisnya sejak kasus Situbondo, Ambon dan Poso, hingga terakhir kasus HKBP di Ciketing,

intoleransi agama lebih sering disebabkan oleh faktor eksternal yang bersifat politis.

Belakangan diketahui adanya kepentingan elit yang menginginkan dicabutnya (SKB) surat

keputusan bersama tiga menteri, dan ingin menjatuhkan citra kepemimpinan presiden SBY

di mata dunia. Bahwa Indonesia bukanlah negara demokrasi yang dapat melindungi kaum

minoritas, yang tidak memiliki rasa keadilan bagi setiap warganya.

Sementara faktor internal yang memicu intoleransi agaknya sudah mulai menyusut

berbarengan dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kedewasaan umat Islam

Indonesia. Oleh karena itu, tantangan yang paling potensial adalah menghadapi pihak-pihak

eksternal yang akan mencoba untuk menghidupkan kembali luka-luka lama umat Islam, di

samping juga hendak mengkonfrontasikan antara umat Islam dengan pemeluk agama lain.

Inilah yang perlu diantisipasi bersama, apalagi agama dalam perpolitikan kita disejajarkan

dengan persoalan kesukuan dan rasisme (rasialisme). Dua hal yang mengandung kerawanan

Page 3: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

dan kepekaan—yang merupakan benih-benih timbulnya konflik dan kekerasan dalam

masyarakat.

Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda yang Bertoleransi

Berkaca pada peristiwa-peristiwa yang terjadi baik pada masa lampau kini dan

mendatang perlu ditarik benang merah agar kondisi masyarakat pesakitan yang

mudah terbakar amarah tidak berlarut-larut, perlu pemikiran brilian yang mampu

mengankat citra masyarakat Indonesia sebagai masyarakat beradab, mempunyai

harkat martabat dan berjiwa besar.

Re-orientasi pendidikan adalah sebuah keharusan, untuk mengobati rasa

toleransi, simpati, dan empati yang kian meredup cahayanya di bumi pertiwi.

Diharapkan melalui perbaikan tujuan pendidikan akan terurai benang kusut pola-

pola hidup masyarakat, menjadi masyarakat dewasa, paham terhadap hukum,

tidak mudah terpancing isu-isu provokatif.

Membicarakan perbaikan tujuan pendidikan, berarti akan lebih jauh lagi

membicarakan siapa pelaksana pendidikan?, siapa tenaga pendidikan ? dan siapa

yang di didik?. Juga siapa yang berperan besar terhadap pendidikan, karena

konsep dan sistem sebagus apapun yang diterapkan tidak dapat menjamin ada

suatu perubahan pola tingkah laku masyarakat, termasuk generasi muda saat ini.

Terbukti konsep pendidikan berkarakter, yang diusung sejak tahun 2009 hingga

saat ini belum membawa perubahan signifikan, yakni masih adanya tawuran

pelajar dan tawuran antar mahasiswa, tingkat kejujuran semakin berkurang di hati

pelajar.

Hal demikian terjadi, karena guru yang merupakan ujung tombak pendidikan

belum tersentuh oleh pemerintah, terutama dalam peningkatan sumber daya insan-

nya. Sehingga kemampuan guru dalam mendidik dan mengembangkan konsep

pemerintah sangat lemah, belum lagi banyaknya guru yang terpaksa menjadi guru

karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, parahnya lagi ketika program sertifikasi

guru dilaksanakan, ternyata tidak menghasilkan sesuatu perubahan signifikan

Page 4: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

dalam dunia pendidikan kita, yang ada hanya perubahan ekonomi dan kesejahteran

guru, banyak guru yang telah lulus sertifikasi kemudian beramai-ramai untuk me-

leasing mobil, berganti merk HP dan bergaya hidup mewah.

Padahal sosok guru yang dibutuhkan saat ini adalah, guru yang memiliki visi,

misi, tujuan dalam membentuk karakter siswa yang berbudi pekerti, yakni guru

sebagai agen perubahan bagi anak didiknya. Agar lebih memiliki rasa peduli,

simpati, empati dan kedewasaan dalam menghadapi segala persoalan. Siap

Disiplin (SD), Siap Menjadi Panutan (SMP), Santun Mandiri dan Kreatif (SMK),

Siap Meneruskan Amanah (SMA).

Saatnya peran guru sebagai agen perubahan dalam berbagai dimensi

diterapkan, baik pada saat di sekolah (proses belajar mengajar), dan diluar jam

pembelajaran (di lingkungan tempat tinggal) guna mencetak generasi muda yang

menghargai toleransi, pada akhirnya di sekolah guru harus mampu :

1. “mengubah” situasi belajar-mengajar dari “doktrinasi” menjadi pemahaman

dan analisis, sehingga siswa dapat memahami dan menganalisa dirinya, seperti

dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan diri. Hal demikian akan tercipta

jika siswa merasa aman dan bebas untuk mengungkapkan dan mewujudkan

dirinya. Saat itulah guru harus bisa menempatkan diri dalam situasi siswa

dengan mencoba melihat dari sudut pandang siswa. Diharapkan dari perlakuan

tersebut akan melahirkan ketrampilan siswa dalam membuat pertimbangan dan

mengambil keputusan, caranya dengan banyak memberikan permasalahan atau

persoalan yang sulit yang harus dilewati oleh siswa, agar dapat memberi

pertimbangan dan menemukan penyelesaian yang paling tepat. Dari sinilah

akan terlahir peserta didik yang mampu memahami dirinya dan memahami

orang lain, dengan jiwa dan karakter yang berjiwa besar, tidak mudah

terprovokasi, tidak mudah terbawa arus, tidak mudah termakan isu-isu, selalu

berpijak pada nilai-nilai hati nurani dan jiwanya, senantiasa perpegang pada

prinsip dan konsep yang ia yakini.

Page 5: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

2. “mengubah” (transformasi) nilai, perilaku, dan budaya. Pendidikan sebagai

proses humanisasi menekankan pembentukan makhluk sosial yang mempunyai

otonomi moral dan sensivitas / kedaulatan budaya, yaitu manusia yang bisa

mengelola konflik, menghargai kemajemukan, dan permasalahan silang budaya.

Toleransi budaya di lembaga pendidikan dapat diupayakan lewat pergaulan di sekolah

dan muatan bidang studi, transformasi nilai, perilaku, dan budaya harus dipandu

secara pelan-pelan, bukan merupakan revolusi yang dipaksakan. Caranya : Pertama,

Kenali : kepribadiannya, pergaulannya, keluarganya, lingkungannya, motivasinya.

Kedua, Rangkul : ayomi dan beri rasa nyaman, jangan menjatuhkan mental siswa,

sejajarkan kedudukan antara guru dengan siswa sehingga akan ada keterbukaan, pada

saat itulah siswa akan merasa status guru bukan hal yang harus ditakuti tetapi

pembimbing yang dapat mengarahkan dan memberi pencerahan kepada anak

didiknya. Ketiga¸ Ajak : setelah guru dapat merangkul peserta didiknya, disinilah

peran guru sebagai agen perubahan baru dapat ditentukan, dimana seorang guru

secara aktif akan dapat mengajak “merubah” pola pikir, yang menonjolkan segi-segi

persamaan dalam agama dan sebaliknya tidak memperdebatkan segi-segi

perbedaan dalam agama. “ Merubah” budi pekerti (Akhlaq), dengan membuang

jauh sikap egoisme dan meremehkan pihak agama lain yang berbeda. Dan

“merubah” wawasan, motivasi, dan aktifitas peserta didiknya, tanpa mengabaikan

pentinya mengasah kecerdasan IQ, EQ dan ESQ. Langkah pertama mulailah dengan

ajakan shalat berjama’ah, karena siswa akan merasa sangat senang, sangat dihargai,

dan merasa diperhatikan jika diajak, diperintah oleh gurunya. Melalui cara-cara

demikian di atas diharapkan akan ada suatu perubahan nilai, perilaku, dan budaya

kearah yang lebih baik dalam pemahaman bertoleransi dikalangan generasi muda.

3. “ mengubah” orientasi pendidikan agama yang menekankan aspek sektoral

fiqhiyah menjadi pendidikan agama yang berorientasi pada pengembangan

aspek universal-rabbaniyah.

4. “mengubah” peran guru, Dalam sebuah distem pendidikan, guru berperan

sebagai agen perubahan yang utama. Meski demikian, hal ini tidak bisa

diartikan guru adalah subyek sementara murid/peserta didik adalah obyek.

Page 6: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

Konsep pendidikan modern menempatkan guru dan murid sama-sama sebagai

subyek pembelajaran. Bukan hanya guru yang harus aktif di kelas dan

membiarkan murid pasif mendengarkan. Saat ini guru dituntut untuk lebih

kreatif dalam melaksanakan proses pembelajran sehingga murid tergugah

untuk mengkonstruksi pemikirannya karena esensi dari sebuah proses

pendidikan adalah memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan

kualitasnya.

5. “mampu” memahami bahwa peserta didik berasal dari latar belakang yang

berbeda baik sosial budaya, ekonomi keluarga, suku, agama dan lainnya. Oleh

karena itu peran guru harus bisa meramu keberagaman peserta didik  dan

menjadikan  sekolah sebagai  sebuah tempat yg menyenangkan bagi peserta

didik dalam proses belajar mengajar sehingga mereka dapat mengembangkan 

kreativitas dan bakat yang dimilikinya.

6. Memiliki kompetensi komunikasi personal, sebagai agen perubahan maka

kemamapuan komunikasi dari seorang guru adalah hal mutlak yang harus

dimilikinya. Bagaimana seorang guru bisa mentrasformasikan ilmu

pengetahuannya bila dia tidak dibekali dengan kemampuan berinteraksi dan

berkomunikasi. Artinya seorang guru harus memotivasi dan memuji anaknya

jangan sampai terlontar kata-kata yang dapat menjatuhkan metal dan harga diri

siswanya.

7. “mampu” menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi, sebagai agen

perubahan guru senantiasa dapat meng-update informasi dan perkembangan

pengetahuan sehingga dapat meng-counter isu-isu negative yang mengarah

pada intoleran.

8. “mampu” memegang komitmen atas profesinya, panggilan guru adalah

panggilan hati nurani dalam mencerdaskan anak bangsa, memperbaiki etika

dan akhlaknya, profesi yang dipegang bukan lipstick belaka.

Page 7: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

Dari paparan tersebut di atas guru sebagai agen perubahan tidak hanya terhenti

disekolah saja, akan tetapi ia juga harus berperan dilingkungan tempat ia tinggal

guna membentuk generasi muda yang bertoleransi. Adapun guru sebagai agen

perubahan dilingkungannya adalah :

1. Aktif dalam organisasi kepemudaan/kemasyarakatan, sehingga guru dapat

mewarnai organisasi tersebut. Jika terdapat sesuatu hal yang dianggap salah

atau menyimpang guru akan lebih mudah untuk memberikan masukan berupa

nasehat atau pendapat. Apalagi jika memiliki pengaruh pada masyarakat

dilingkungannya.

2. Aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial dengan cara yang positif. Dia harus

bisa tersenyum dalam menghadapi kritik pahit pada pendapatnya, dan tidak

harus merasa malu atau terhina untuk menerima kesalahannya sepenuh hati.

3. Aktif dalam kegiatan pengajian/majlis ta’lim tingkat pemuda, bahkan jika

memungkinkan menjadi imam dan tutor dalam pengajian tersebut.

4. Aktif dalam kegiatan seni, yang biasanya pemuda lebih menyukai bidang ini,

apabila guru masuk dan diterima maka guru akan sangat mudah sekali untuk

mewarnai hidup generasi muda kepada hal-hal positif. Memberikan

pemahaman tentang toleransi.

5. Aktif dalam kegiatan olahraga, dengan membentuk club-club, baik futsal,

badminton, voly ball dan lainnya, pada kegiatan inilah guru akan berperan

untuk merubah, emosional/amarah (temparamental) generasi muda yang

sedang tinggi-tingginya untuk menjadi lebih arif, bijak, sabar, berpikir

kedepan, untuk mengendalikan amarahnya, sehingga pada saat dilakukan

pertandingan persahabatan antar club tidak terjadi keributan atau tawuran,

baik antar pemain maupun supporter.

Jika kedua hal tersebut di atas, yakni peran guru sebagai agen perubahan di

sekolah dan dilingkungannya dapat dipahami oleh semua guru, maka akan terbentuk

generasi muda yang cerdas, tidak mudah terprovokasi, visioner, dan memahami

toleransi. Akhirnya dari semua usaha yang telah dilaksanakan oleh seorang guru,

Page 8: Guru Sebagai Agen Perubahan Generasi Muda

hendaklah ia menyerahkan segala usahanya dengan “mendo’akan” anak didiknya.

Dengan do’alah semua hijab akan terbuka, semua keinginan akan terkabul, semoga

generasi muda kita akan terlahir sebagai generasi yang : (SD) siap disiplin, (SMP)

siap menjadi panutan, (SMK) Santun mandiri kreatif, (SMA) siap melanjutkan

amanah. Yakin usaha bisa. Wallahu a’lamu bishawwab.