Upload
trinhcong
View
261
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
GUBERNUR BALI
PERATURAN GUBERNUR BALI
NOMOR 8 TAHUN 2007
TENTANG
BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
b. bahwa Surat Rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Bali tanggal 15 Januari 2007 Nomor
640/131/DPRD perihal Rekomendasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2604);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3274); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4377); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagiamana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4068);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161 );
12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5) ; 13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3);
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN
HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP.
Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
2 Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
3. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar
mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
4. Status mutu lingkungan adalah keterangan kondisi mutu
lingkungan yang menunjuk kondisi cemar atau baik pada suatu
lingkungan dalam waktu tertentu bila dibandingkan dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
5. Air adalah semua air yang terdapat diatas dan dibawah permukaan tanah, kecuali laut dan air fosil.
6. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
8. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan.
9. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air laut. 10. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat,
energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenngang keberadaannya
dalam udara ambien.
11. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi.
12. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang
dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.
13. Baku mutu emisi adalah batas kadar maksimal dan/atau beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien.
14. Baku mutu tingkat kebauan adalah batas maksimal bau dalam
udara yang diperbolehkan yang tidak mengganggu kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan. 15. Baku mutu tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat
kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. 16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan. 17. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang.
18. Kerusakan lingkungan penambangan adalah berubahnya karakteristik lingkungan penambangan sehingga tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
19. Kriteria baku kerusakan lingkungan penambangan adalah
berubahnya karakterisrik lingkungan penambangan yang
menunjukkan indikator–indikator terjadinya kerusakan lingkungan.
20. Status kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan
bahan Galian C adalah kondisi tanah ditempat dan waktu
tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan Galian C.
21 Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.
22. Status kondisi terumbu karang adalah kondisi terumbu karang
suatu lokasi dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria tertentu kerusakan terumbu karang dengan menggunakan prosentase luas tutupan terumbu karang yang
hidup. 23. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan
yang berwujud cair. 24. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau
kegiatan. 25. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, selanjutnya
disebut penanggung jawab usaha adalah orang yang melakukan kegiatan menghasilkan limbah yang berpotensi mecemari dan/atau merusak lingkungan hidup.
Pasal 2
(1) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup meliputi:
a. Baku Mutu Air Berdasarkan Kelas I s/d IV; b. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari; c. Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan;
d. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut; e. Baku Mutu Air Limbah Domestik; f. Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Industri Tekstil;
g. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri Pelapisan Logam;
h. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Minuman
Ringan; i. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit; j. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel ;
k. Baku Mutu Udara Ambien XI; l. Baku Mutu Emisi untuk Kegiatan Lain kecuali Industri
Semen, Industri Pulp – Kertas dan Industri Besi – Baja; m. Baku Mutu Tingkat Kebauan; n. Baku Mutu Tingkat Kebisingan;
o. Baku Mutu Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang
Diproduksi (Current Production); p. Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian C Jenis Lepas di Daratan;
q. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang .
(2) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 3
(1) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilarang dilampaui setiap saat.
(2) Dalam hal Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui karena keadaan tertentu atau kondisi cuaca tertentu, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
melaporkan dan menyampaikan kegiatan penanggulangan pencemaran atau perusakan lingkungan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur.
Pasal 4
(1) Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagai ukuran untuk menetapkan status mutu lingkungan.
(2) Status Mutu Lingkungan ditetapkan untuk menyatakan kondisi cemar dan/atau rusak serta kondisi baik.
(3) Kondisi cemar dan/atau rusak serta kondisi baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibandingkan dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Pasal 5 (1) Setiap orang atau Penanggung Jawab Usaha yang
membuang limbah ke lingkungan harus mentaati Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3. (2) Setiap orang atau Penanggung jawab Usaha yang
kegiatannya menimbulkan kerusakan lingkungan harus mentaati kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), mempunyai kewajiban:
a. melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui Baku Mutu Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1); b. mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lngkungan;
c. menyampaikan laporan hasil pemantauan paling lama
6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur dan Instansi Teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 6
Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditinjau secara berkala paling singkat dalam 5 (lima) Tahun.
Pasal 7
Bupati/Walikota dapat menetapkan Baku Mutu Lingkungan Hidup
dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup lebih ketat dari
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 8 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Keputusan
Gubernur Bali Nomor 515 Tahun 2000 tentang Standar Baku Mutu Lingkungan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali.
Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 1 Pebruari 2007
GUBERNUR BALI,
DEWA BERATHA
Diundangkan di Denpasar
pada tanggal 1 Pebruari 2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,
I NYOMAN YASA
BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2007 NOMOR 8
LAMPIRAN I
BAKU MUTU KUALITAS AIR BERDASARKAN KELAS
PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN I II III IV
FISIKA
Temperatur ºC Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
Residu terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Residu tersuspensi mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L
KIMIA ANORGANIK
pH - 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 1 Angka batas minimum
Total fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
NH3 - N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Kroom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 1
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,02 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/L
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional Fe ≤ 5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional Pb ≤ 0,1 mg/L
PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN
I II III IV
FISIKA
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional Zn ≤ 5 mg/L
Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2 N ≤ 1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belerang sebagai H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, S sebagai H2S < 0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
- Fecal Coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/100 ml dan total coliform ≤ 10.000 jml/100 ml
- Total coliform Jml/100 ml 1000 5000 10000 10000
RADIO AKTIVIATAS
- Gross - A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1
- Gross - B Bq/L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan lemak ug/L 1000 1000 1000 (-)
Detergen sebagai MBAS ug/L 200 200 200 (-)
Senyawa fenol sebagai fenol
ug/L 1 1 1 (-)
BHC ug/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)
DDT ug/L 2 2 2 2
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : - mg = miligram - ug = mikrogram
- ml = mililiter - l = Liter
- Bq = Bequerel - MBAS = Methyne Blue Active Substance
- ABAM = Air Baku Mutu untuk Air Minum
LAMPIRAN II BAKU MUTU KUALITAS AIR LIMBAH DOMESTIK
NO.
PARAMETER
SATUAN
KUALITAS AIR LIMBAH
DOMESTIK
FISIKA
1. Temperatur C 38
2. Zat padat terlarut Mg/L 2000
3. Zat padat tersuspensi Mg/L 100
KIMIA
1. pH 6-9
2. Besi terlarut (Fe) Mg/L 5
3. Mangan terlarut (Mn) Mg/L 2
4. Barium (Ba) Mg/L 2
5. Tembaga (Cu) Mg/L 2
6. Seng (Zn) Mg/L 5
7. Krom Heksavalen (Cr) Mg/L 0,1
8. Krom Total (Cr) Mg/L 0,5
9. Cadmium (Cd) Mg/L 0,05
10. Raksa (Hg) Mg/L 0,002
11. Timbal (Pb) Mg/L 0,1
12. Stanum (Sn) Mg/L 2
13. Arsen (As) Mg/L 0,1
14. Selenium (Se) Mg/L 0,05
15. Nikel (Ni) Mg/L 0,2
16. Cobalt (Co) Mg/L 0,4
17. Sianida (CN) Mg/L 0,05
18. Sulfida (H2S) Mg/L 0,05
19. Flurida (F) Mg/L 2
20. Klorin bebas (Cl2) Mg/L 1
21. Amonia bebas (NH3N) Mg/L 1
22. Nitrat (NO3-N) Mg/L 20
23. Nitrit (NO2-N) Mg/L 1
24. BOD Mg/L 50
25. COD Mg/L 100
26. Senyawa aktif biru meliten Mg/L 5
27. Fenol total Mg/L 0,5
28. Minyak Nabati Mg/L 10
29. Minyak Mineral Mg/L 10
30. Radioaktivitas
31. Pestisida termasuk PCB
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN III BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK PARIWISATA DAN REKREASI (MANDI, RENANG DAN SELAM
NO. PARAMETER SATUAN KADAR
MAKSIMUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
FISIKA
1 Warna Cu 30
2. Bau Alami
3. Kecerahan m 30
4. Kekeruhan Turbidity unit 10
5. Padatan tersuspensi Mg/L 20
6. Benda Terapung Nihil
7. Lapisan minyak Nihil
8. Temperatur C 26-30
KIMIA
1. pH 6,5-8,5
2. Salinitas 0/00 alami
3. Oksigen terlarut (DO) Mg/L 5
4. BOD 5 Mg/L 10
5. COD Mg/L 20
6. Amonia bebas ( NH3-N) Mg/L Nihil
7. Nitrit (NO2-N) Mg/L Nihil
8. Sianida (CN) Mg/L 0,05
9. Sulfida (H2S) Mg/L Nihil
10. Minyak Bumi Mg/L Nihil
11. Senyawa Fenol Mg/L Nihil
12. Pestisida organoklorin (DDT) Mg/L Nihil
13. Polikhorina ted bifenil (PCB) Mg/L Nihil
14. Surfaktan (detergen) Mg/L MBAS Nihil
15. Logam semi logam Mg/L
- Raksa (Hg) Mg/L 0,0001
- Krom heksavalen (Cr) Mg/L 0,00004
- Arsen (As) Mg/L 0,0026
- Selenium (Se) Mg/L 0,00045
- Cadmium (Cd) Mg/L 0,00002
- Tembaga (Cu) Mg/L 0,00
- Timbal (Pb) Mg/L 0,00002
- Seng (Zn) Mg/L 0,002
- Nikel (Ni) Mg/L 0,007
- Perak (Ag) Mg/L 0,0004
BIOLOGI
1. Koli tinja Sel/100 ml Nihil
2. Patogen Sel/100 ml Nihil
3. Plankton Individu Tidak blooming
RADIO NUKLIDA
1. PCi/L Nihil
2. PCi/L Nihil
3. Sr-90 PCi/L Nihil
4. Ra-226 PCi/L Nihil
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN IV BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK BIOTA LAUT (BUDIDAYA PERIKANAN)
NO. PARAMETER SATUAN BAKU MUTU
DIPERBOLEHKAN KETERANGAN
1 2 3 4 5
FISIKA
1 Warna Cu = Color unit 50
2. Bau Alami
3. Kecerahan m 3
4. Kekeruhan Turbidity unit 30
5. Padatan tersuspensi Mg/L 80
6. Benda Terapung Nihil
7. Lapisan minyak Nihil
8. Temperatur C Alami
KIMIA
1. pH 6,0-9,0
2. Salinitas 0/00 + 10 % alami
3. Oksigen terlarut (DO) Mg/L 4
4. BOD 5 Mg/L 45
5. COD Mg/L 80
6. Amonia bebas ( NH3-N) Mg/L 1
7. Nitrit (NO2-N) Mg/L Nihil
8. Sianida (CN) Mg/L 0,20
9. Sulfida (H2S) Mg/L 0,03
10. Minyak Bumi Mg/L 5
11. Senyawa Fenol Mg/L 0,002
12. Pestisida organoklorin (DDT) Mg/L 0,02
13. Polikhorinated bifenil (PCB) Mg/L 0,001
14. Surfaktan (detergen) Mg/L MBAS 0,001
15. Logam semi logam 1,0
- Raksa (Hg) Mg/L 0,003
- Krom heksavalen (Cr) Mg/L 0,01
- Arsen (As) Mg/L 0,01
- Selenium (Se) Mg/L 0,005
- Cadmium (Cd) Mg/L 0,01
- Tembaga (Cu) Mg/L 0,06
- Timbal (Pb) Mg/L 0,01
- Seng (Zn) Mg/L 0,1
- Nikel (Ni) Mg/L 0,002
- Perak (Ag) Mg/L 0,05
BIOLOGI
1. Koli tinja Jumlah/100 ml 1.000
2. Patogen Jumlah/100 ml Nihil
3. Plankton Individu Tidak blooming
RADIO NUKLIDA
1. PCi/L 1
2. PCi/L 100
3. Sr-90 PCi/L 1
4. Ra-226 PCi/L 3
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN V BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TEKSTIL
NO. PARAMETER SATUAN KADAR
MAKSIMUM
BEBAN
PENCEMAR
MAKSIMUM
(kg/ton)
1 2 3 4 5
FISIKA
1. Temperatur C 38
2. Zat Padat larut Mg/L 2000 300
*3. Zat Padat tersuspensi (TSS) Mg/L 50 375
KIMIA
1. pH 6-9
2. Besi terlarut (Fe) Mg/L 5 0,75
3. Mangan terlarut (Mn) Mg/L 2 0,30
4. Barium (Ba) Mg/L 2 0,30
5. Tembaga (Cu) Mg/L 2 0,30
6. Seng (Zn) Mg/L 5 0,75
*7. Krom Heksavalen (Cr) Mg/L 0,1 0,015
*8. Krom Total (Cr) Mg/L 1 0,075
9. Cadmium (Cd) Mg/L 0,05 0,0075
10. Raksa (Hg) Mg/L 0,002 0,0030
11. Timbal (Pb) Mg/L 0,1 0,015
12. Arsen (As) Mg/L 0,1 0,015
13. Selenium (Se) Mg/L 0,05 0,0075
14. Nikel (Ni) Mg/L 0,05 0,0075
15. Sianida (CN) Mg/L 0,05 0,0075
*16. Sulfida (H2S) Mg/L 0,3 0,0075
17. Flourida (F) Mg/L 2 0,30
18. Klorin bebas (Cl2) Mg/L 1 0,15
*19. Amonia bebas (NH3N) Mg/L 8 0,15
20. Nitrat (NO3-N) Mg/L 20 3
21. Nitrit (NO2-N) Mg/L 1 0,15
*22. BOD5 Mg/L 60 12,75
*23. COD Mg/L 250 37,50
24. Senyawa aktif biru meliten Mg/L 5 0,75
*25. Fenol total Mg/L 0,5 0,075
26. Minyak Nabati Mg/L 3,0 0,75
*27. Minyak Mineral Mg/L 3,0 1,50
Debit limbah maksimum 150 m3 ton produk tekstil
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : Tanda * = wajib uji
LAMPIRAN VI BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
NO. PARAMETER SATUAN
PELAPISAN TEMBAGA
PELAPISAN NIKEL
KADAR
MAKSIMUM
BEBAN
PENCEMAR
MAKSIMUM
(kg/ton)
KADAR
MAKSIMUM
BEBAN
PENCEMAR
MAKSIMUM
(kg/ton)
1 2 3 4 5 4 5
FISIKA
1. Temperatur C 40 4 40 4
*2. Zat Padat larut Mg/L 2000 200 2000 200
*3. Zat Padat tersuspensi Mg/L 60 6 60 6
KIMIA
*1. pH 6 – 9
2. Besi terlarut (Fe) Mg/L 10 1 10 1
3. Mangan terlarut (Mn) Mg/L 5 0,5 5 0,5
4. Barium (Ba) Mg/L 3 0,3 3 0,3
*5. Tembaga (Cu) Mg/L 3 0,3 3 0,3
6. Seng (Zn) Mg/L 10 1 10 1
7. Krom Heksavalen (Cr) Mg/L 0,5 0,05 0,5 0,05
8. Krom Total (Cr) Mg/L 1 0,1 1 0,1
*9. Cadmium (Cd) Mg/L 0,05 0,005 0,05 0,005
10. Raksa (Hg) Mg/L 0,005 0,0005 0,005 0,0005
11. Timbal (Pb) Mg/L 1 0,1 1 0,1
12. Arsen (As) Mg/L 0,5 0,05 0,5 0,05
13. Selenium (Se) Mg/L 0,5 0,05 0,5 0,05
*14. Nikel (Ni) Mg/L - - - -
*15. Sianida (CN) Mg/L 0,5 0,05 0,5 0,05
16. Sulfida (H2S) Mg/L 0,1 0,01 0,1 0,01
17. Flurida (F) Mg/L 3 0,3 3 0,3
18. Klorin bebas (Cl2) Mg/L 2 0,2 2 0,2
19. Amonia bebas (NH3N) Mg/L 5 0,5 5 0,5
20. Nitrat (NO3-N) Mg/L 30 3 30 3
21. Nitrit (NO2-N) Mg/L 3 0,3 3 0,3
22. BOD5 Mg/L 100 10 100 10
23. COD Mg/L 90 9 90 9
24. Senyawa aktif biru
meliten
Mg/L 10 1 10 1
25. Fenol total Mg/L 1 0,1 1 0,1
26. Minyak Nabati Mg/L 12 1,2 12 1,2
27. Minyak Mineral Mg/L 50 5 50 5
*28. Logam Total Mg/L 8 0,8 8 0,8
Debit Limbah maksimum 100 L per m2 produk
pelapisan logam
100 L per m2 produk
pelapisan logam
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : Tanda * = wajib uji
LAMPIRAN VII BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MINUMAN RINGAN
NO PARAMETER SATUAN KADAR
MAKSIMUM
BEBAN PENCEMARAN MAKS. (GRAM/M3)
DENGAN
PENCUCIAN
BOTOL &
DENGAN
PEMBUATAN
SIROP
DENGAN
PENCUCIAN
BOTOL &
TANPA
PEMBUATAN
SIROP
TANPA
PENCUCIAN
BOTOL &
DENGAN
PEMBUATAN
SIROP
TANPA
PENCUCIAN
BOTOL &
TANPA
PEMBUATAN
SIROP
1 2 3 4
FISIKA
1. Temperatur C 40
2. Zat Padat larut Mg/L 2000
*3. Zat Padat tersuspensi (TSS) Mg/L 30 105 84 51 36
KIMIA
*1. pH 6-9 6,0-9,0 6,0-9,0 6,0-9,0 6,0-9,0
2. Besi terlarut (Fe) Mg/L 10
3. Mangan terlarut (Mn) Mg/L 5
4. Barium (Ba) Mg/L 3
5. Tembaga (Cu) Mg/L 3
6. Seng (Zn) Mg/L 10
7. Krom Heksavalen (Cr) Mg/L 0,5
8. Krom Total (Cr) Mg/L 1
9. Cadmium (Cd) Mg/L 0,1
10. Raksa (Hg) Mg/L 0,005
11. Timbal (Pb) Mg/L 1
12. Arsen (As) Mg/L 0,5
13. Selenium (Se) Mg/L 0,5
14. Nikel (Ni) Mg/L 0,5
15. Sianida (CN) Mg/L 0,5
16. Sulfida (H2S) Mg/L 0,1
17. Flurida (F) Mg/L 3
18. Klorin bebas (Cl2) Mg/L 2
19. Amonia bebas (NH3N) Mg/L 5
20. Nitrat (NO3-N) Mg/L 30
21. Nitrit (NO2-N) Mg/L 3
*22. BOD5 Mg/L 50 175 140 85 60
23. COD Mg/L 90
24. Senyawa aktif biru meliten Mg/L 10
25. Fenol total Mg/L 1
26. Minyak Nabati Mg/L 12
27. Minyak Mineral Mg/L 50
*28. Minyak & Lemak Mg/L 6 21 17 10,2 7,2
*29. Debit limbah maksimum 6 L per L produk minuman 3,5 L 2,8 L 1,7 L 1,2 L
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : Tanda * = wajib uji
LAMPIRAN VIII BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT
NO. PARAMETER SATUAN KADAR
MAKSIMUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
FISIKA
1. Temperatur C 30
KIMIA
1. BOD5 Mg/L 30
2. COD Mg/L 80
3. TSS Mg/L 30
4. NH3 Mg/L 0.1
5. PO4 Mg/L 2
MIKROBIOLOGIK
1. Total coliform Jumlah/100mL 10
RADIOAKTIVITAS
1. 32P Bq/L 7 x 102
2. 35S Bq/L 2 x 103
3. 45Ca Bq/L 3 x 102
4. 51Cr Bq/L 7 x 104
5. 67Ga Bq/L 1 x 103
6. 85Sr Bq/L 4 x 103
7. 99Mo Bq/L 7 x 103
8. 113Sn Bq/L 3 x 103
9. 125I Bq/L 1 x 104
10. 131I Bq/L 7 x 104
11. 192Ir Bq/L 1 x 104
12. 201TI Bq/L 1 x 105
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN IX BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL
NO. PARAMETER SATUAN KADAR
MAKSIMUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
FISIKA
1. Temperatur C 35
2. Zat Padat larut Mg/L 1500
*3. Zat Padat tersuspensi Mg/L 50
KIMIA
*1. pH 6-9
2. Besi terlarut (Fe) Mg/L 1
3. Mangan terlarut (Mn) Mg/L 0,5
4. Barium (Ba) Mg/L 1
5. Tembaga (Cu) Mg/L 1
6. Seng (Zn) Mg/L 2
7. Krom Heksavalen (Cr) Mg/L 0,05
8. Krom Total (Cr) Mg/L 0,1
9. Cadmium (Cd) Mg/L 0,01
10. Raksa (Hg) Mg/L 0,001
11. Timbal (Pb) Mg/L 0,03
12. Arsen (As) Mg/L 0,05
13. Selenium (Se) Mg/L 0,01
14. Nikel (Ni) Mg/L 0,1
15. Sianida (CN) Mg/L 0,02
16. Sulfida (H2S) Mg/L 0,01
17. Flurida (F) Mg/L 1,5
18. Klorin bebas (Cl2) Mg/L 0,5
19. Amonia bebas (NH3N) Mg/L 0,02
20. Nitrat (NO3-N) Mg/L 10
21. Nitrit (NO2-N) Mg/L 0,06
*22. BOD5 Mg/L 30
*23. COD Mg/L 50
24. Senyawa aktif biru meliten Mg/L 0,5
25. Fenol total Mg/L 0,01
26. Minyak Nabati Mg/L 1
27. Minyak Mineral Mg/L 1
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : Tanda * = wajib uji
LAMPIRAN X BAKU MUTU UDARA AMBIEN
NO. PARAMETER WAKTU
PENGUKURAN
KADAR
MAKSIMUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
1. SO2
(Sulfur Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
900 μg/Nm3
365 μg/Nm3
60 μg/Nm3
2. CO
(Karbon Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
30.000 μg/Nm3
10.000 μg/Nm3
3. NO2
(Nitrogen Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
400 μg/Nm3
150 μg/Nm3
100 μg/Nm3
4. O3
(Oksidan)
1 Jam
1 Tahun
235 μg/Nm3
50 μg/Nm3
5. HC
(Hidro Karbon)
3 Jam
160 μg/Nm3
6. PM10
(Partikel < 10 μm)
24 Jam
150 μg/Nm3
PM2,5
(Partikel < 2,5 μm)
24Jam
1 Jam
65 μg/Nm3
15 μg/Nm3
7. TSP
(Debu Total)
24 Jam
1 Tahun
230 μg/Nm3
90 μg/Nm3
8. Pb
(Timah Hitam)
24 Jam
1 Tahun
2 μg/Nm3
1 μg/Nm3
9. Dustfail
(Debu Jatuh)
30 Hari 10 ton/km2/bln
(Pemukiman)
20 ton/km2/bln
(Industri)
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XI BAKU MUTU EMISI UNTUK JENIS KEGIATAN LAIN KECUALI INDUSTRI SEMEN, INDUSTRI
PULP-KERTAS, DAN INDUSTRI BESI-BAJA
NO. PARAMETER WAKTU
PENGUKURAN
KADAR
MAKSIMUM KETERANGAN
1 2 3 4 5
BUKAN LOGAM
1. Amoniak (NH3) μg/m3 0,5
2. Gas klorin (Cl2) μg/m3 10
3. Hidrogen Klorida (HCl) μg/m3 5
4. Hidrogen Fluorida (HF) μg/m3 10
5. Nitrogen Dioksida (NO2) μg/m3 1000
6. Opasitas μg/m3 30%
7. Partikel μg/m3 350
8. Sulfur Dioksida (SO2) μg/m3 800
9. Total Sulfur tereduksi (H2S)
(Total Reduced Sulphur)
μg/m3 35
LOGAM
10. Air Raksa (Hg) μg/m3 5
11. Arsen (As) μg/m3 8
12. Antimon (Sb) μg/m3 8
13. Kadmium (Cd) μg/m3 8
14. Seng (Zn) μg/m3 50
15. Timah Hitam (Pb) μg/m3 12
Catatan : □ Volume gas dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 Atmosfir)
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XII BAKU MUTU TINGKAT KEBAUAN
Bau dari Odoran Tunggal
NO. PARAMETER WAKTU
PENGUKURAN
KADAR
MAKSIMUM
1 2 3 4
1. Aminiak (NH3) ppm 2.0
2. Metil Merkaptan (CH3 SH) ppm 0,002
3. Hidrogen Sulfida (H2S) ppm 0,02
4. Metil Sulfida (CH3)2 - S ppm 0,01
5. Stirena (C 5H5 CHCH2) ppm 0,1
Bau dari Odoran Campuran
Tingkat kebauan yang dihasilkan oleh campuran odoran dinyatakan sebagai amabang bau
yang dapat diteksi secara sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji yang berjumlah
minimal 8 (delapan) orang.
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XIII BAKU MUTU TINGKAT KEBISINGAN
PERUNTUKAN KAWASAN/
LINGKUNGAN KEGIATAN TINGKAT KEBISINGAN dB (A)
A. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus :
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya 60
- Bandar udara *) 70 – 75 WECPNL
B. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah dan sejenisnya
55
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : *) = disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan. dB(A) = Desibel
WECPNL = Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level
LAMPIRAN XIV I. AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU DAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG SEDANG DI PRODUKSI (CURRENT PRODUCTION)
KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI L
NO. KATEGORI PARAMETER
NILAI
AMBANG
BATAS
(GRAM/KM)
METODE
UJI
1. a. L1 CO
HC + NOX
1,0
1,2 ECE R 47
b. L2 CO
HC + NOX
3,6
1,2 ECE R 47
c. L3 < 150 cm2 CO
HC
NOX
5,5
1,2
0,3
ECE R 40
d. L3 > 150 cm3 CO
HC
NOX
5,5
3,0
0,3
ECE R 40
e. L4 dan L5 motor bakar cetus api CO
HC
NOX
7,0
1,5
0,4
ECE R 40
f. L4 dan L5 motor bakar penyalaan kompresi CO
HC
NOX
2,0
1,0
0,65
ECE R 40
Keterangan :
- L1 = Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih
dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam
apapun jenis tenaga penggeraknya.
- L2 = Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan
kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan
maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.
- L3 = Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin lebih dari
50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun
jenis tenaga penggeraknya.
- L4 = Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda asimetris dengan
kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan
maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda
motor dengan kereta).
- L5 = Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan simetris dengan kapasitas
silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih
dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.
II. AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU DAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG SEDANG DI PRODUKSI (CURRENT PRODUCTION) DENGAN
PENGGERAK MOTOR BELAKANG CETUS API BERBAHAN BAKAR BENSIN
KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI M DAN N
NO. KATEGORI(1) PARAMETER
NILAI
AMBANG
BATAS
(GRAM/KM)
METODE
UJI
1. M1, GVW(2) < 2,5 TON, TEMPAT DUDUK < 5
TIDAK TERMASUK TEMPAT DUDUK
PENGEMUDI
CO
HC + NOX
2,2
0,5 ECE R 83-04
2. M1, TEMPAT DUDUK 6 – 8 TIDAK
TERMASUK TEMPAT DUDUK PENGEMUDI
GVW > 2,5 TON ATAU N1, GVW < 3,5 TON
A. KELAS I, RM(3) < 1250 KG
B. KELAS II, 1250 KG<RM<1700 KG
C. KELAS III RM>1700 KG
CO
HC + NOX
CO
HC + NOX
CO
HC + NOX
2,2
0,5
4,0
0,6
5,0
0,7
ECE R 83-04
ECE R 83-04
ECE R 83-04
Keterangan :
- (1) = Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel
diatas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW
- (2) = GVW Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB).
- (3) = RM Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 Kg.
- M1 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak
lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi.
- N1 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 3,5 ton.
Untuk kendaraan kategori O, O1, dan O2 metode uji dan nilai ambang batas mengikuti kategori
N1 ;
- O = Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel.
- O1 = Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan
(GVW) tidak lebih dari 0,75 ton.
- O2 = Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan
(GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih berat dari 3,5 ton.
III. AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU DAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG SEDANG DI PRODUKSI (CURRENT PRODUCTION)
DENGAN PENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL)
KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI BAHAN BAKAR DIESEL
NO. KATEGORI(1) PARAMETER
NILAI
AMBANG
BATAS
(GRAM/KM)
METODE
UJI
1. M1, GVW(2) < 2,5 TON, TEMPAT DUDUK < 5
TIDAK TERMASUK TEMPAT DUDUK
PENGEMUDI
CO
HC + NOX
PM
1,0
0,7 (0,9)(4)
0,08 (0,1) (4)
ECE R 83-04
2. M1, TEMPAT DUDUK 6 – 8 TIDAK
TERMASUK TEMPAT DUDUK PENGEMUDI
GVW > 2,5 TON ATAU N1, GVW < 3,5 TON
A. KELAS I, RM(3) < 1250 KG
B. KELAS II, 1250 KG<RM<1700 KG
C. KELAS III RM>1700 KG
CO
HC + NOX
PM
CO
HC + NOX
PM
CO
HC + NOX
PM
1,0
0,7 (0,9)(4)
0,08 (0,1)(4)
1,25
1,0 (1,3)(4)
0,12 (0,14)(4)
1,5
1,2 (1,6)(4)
0,17 (0,2)(4)
ECE R 83-04
ECE R 83-04
ECE R 83-04
3. M2, M3, N2, N3, O3 DAN O4, GVW(2) > 3,5
TON
CO
HC
NOX
PM
4,0
1,1
7,0
0,15
ECE R 49-02
- (1) = Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel
diatas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW
- (2) = GVW Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB).
- (3) = RM Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 Kg.
- (4) = Nilai ambang batas (untuk Diesel Injeksi Langsung) dan setelah 3 tahun nilai ambang
batasnya.
- M2 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari
8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton.
- M3 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari
8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton.
- N2 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 5 ton.
- N3 = Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah
berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton.
- O3 = Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan
(GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 10 ton.
- O4 = Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan
(GVW) lebih dari 10 ton.
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XV BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK WISATA BAHARI
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU
FISIKA
1. Warna Pt.Co 30
2. Bau Tidak berbau
3. Kecerahana m >6
4. Kekeruhana ntu 5
5. Padatan tersuspensi totalb Mg/l 20
6. Suhuc oC Alami2©
7. Sampah - Nihil 1(4)
8. Lapisan Minyak5 - Nihil 1(5)
KIMIA
1. pHd 7 – 8,5 (d)
2. Salinitase %o Alami 3(e)
3. Oksigen Terlarut (DO) Mg/L >5
4. BOD5 Mg/L 10
5. Amoniak Bebas (NH3-N) Mg/L Nihil1
6. Fospat (PO4-P) Mg/L 0,015
7. Nitrat (NO3-N) Mg/L 0,008
8. Sulfida (H2S) Mg/L Nihil1
9. Senyawa Fenol Mg/L Nihil1
10. PAH (Poliaromatik hidrokarbon) Mg/L 0,003
11. PCB (Poliklor Bifenil) ug/L Nihil1
12. Surfaktan (detergen) Mg/L(MBAS) 0,001
13. Minyak dan Lemak Mg/L 1
14. Pestisidaf ug/L Nihil1
LOGAM TERLARUT
1. Raksa (Hg) Mg/L 0,002
2. Kromium Heksavalen (Cr(VI)) Mg/L 0,002
3. Arsen (As) Mg/L 0,025
4. Cadmium (Cd) Mg/L 0,002
5. Tembaga (Cu) Mg/L 0,050
6. Timbal (Pb) Mg/L 0,005
7. Seng (Zn) Mg/L 0,095
8. Nikel (Ni) Mg/L 0,075
BIOLOGI
1. E.Coliform (inecal) MPN/100mL 200
2. Coliform (total)g MPN/100mL 1000
RADIO NUKLIDA
1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/L 4
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan :
1. Nilai adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan).
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam
dan musim).
4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis
(thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm.
a. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euophotic. b. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata
musiman.
c. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2oC dari suhu alami. d. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman.
f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, endrin, endosulfan, dan heptachlor. g. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata
musiman.
LAMPIRAN XVI BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK PERAIRAN PELABUHAN
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU
FISIKA
1. Kecerahana m >3
2. Kebauana - Tidak berbau
3. Padatan tersuspensi totalb Mg/l 80
4. Sampah - Nihil 1(4)
5. Suhuc oC Alami3©
6. Lapisan Minyak5 - Nihil 1(5)
KIMIA
1. pHd 6,5 – 8,5 (d)
2. Salinitase %o Alami 3(e)
3. Amonia total (NH3-N) Mg/L 0,3
4. Sulfida (H2S) Mg/L 0,03
5. Hidrokarbon total Mg/L 1
6. Senyawa Fenol total Mg/L 0,002
7. PCB (Poliklor Bifenil) ug/L 0,01
8. Surfaktan (detergen) Mg/L (MBAS) 1
9. Minyak dan Lemak Mg/L 3
10. TBT (tri butil tin)6 ug/L 0,01
LOGAM TERLARUT
1. Raksa (Hg) Mg/L 0,003
2. Cadmium (Cd) Mg/L 0,001
3. Tembaga (Cu) Mg/L 0,05
4. Timbal (Pb) Mg/L 0,05
5. Seng (Zn) Mg/L 0,1
BIOLOGI
1. Coliform (total) MPN/100mL 1000
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : 1. Nilai adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan).
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam
dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis
(thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm. 6. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euophotic.
b. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman.
c. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2oC dari suhu alami.
d. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman. f. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata
musiman.
LAMPIRAN XVII BAKU MUTU AIR LAUT UNTUK BIOTA LAUT
NO.
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU
FISIKA
1. Kecerahana m Coral >6
Mangrove
Lamun >3
2. Kebauan Alami2©
3. Kekeruhana ntu <5
4. Padatan tersuspensi totalb Mg/l Coral >20
Mangrove >80
Lamun >20
5. Sampah - Nihil 1(4)
6. Suhud oC Alami3©
Coral : 28-30 ©
Mangrove : 33-34 ©
Lamun : 28 – 30 ©
7. Lapisan Minyak5 - Nihil 1(5)
KIMIA
1. pHd 7 – 8,5 (c)
2. Salinitase %o Alami3(e)
Coral : 33-34 (e)
Mangrove : 33-34 (e)
Lamun : 33 – 34 (e)
3. Oksigen Terlarut (DO) Mg/L >5
4. BOD5 Mg/L 20
5. Amoniak Bebas (NH3-N) Mg/L 0,3
6. Fospat (PO4-P) Mg/L 0,015
7. Nitrat (NO3-N) Mg/L 0,008
8. Sulfida (H2S) Mg/L 0,5
9. Senyawa Fenol Mg/L 0,01
10. PAH (Poliaromatik hidrokarbon) Mg/L 0,003
11. PCB (Poliklor Bifenil) ug/L 0,002
12. Surfaktan (detergen) Mg/L(MBAS) 0,01
13. Minyak dan Lemak Mg/L 1
14. Pestisidaf ug/L 0,01
15. TBT (tri butil tin)6 ug/L 0,01
LOGAM TERLARUT
1. Raksa (Hg) Mg/L 0,001
2. Kromium Heksavalen (Cr(VI)) Mg/L 0,005
3. Arsen (As) Mg/L 0,012
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan : 1. Nilai adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan).
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam
dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis
(thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm. 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan euthrofikasi. 7. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu,
kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri. 8. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal.
a. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% kedalaman euophotic. b. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata
musiman. c. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2oC dari suhu alami.
d. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5% salinitas rata-rata musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, endrin, endosulfan, dan heptachlor.
g. diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman.
LAMPIRAN XVIII KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN
GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI DARATAN
NO.
ASPEK/SIFAT FISIK
DAN HAYATI
LINGKUNGAN
PERUNTUKAN
PEMUKIMAN
DAN DAERAH
INDUSTRI
TANAMAN
TAHUNAN
TANAMAN
PANGAN
LAHAN BASAH
TANAMAN
PANGAN LAHAN
KERING DAN
PETERNAKAN 1 2 3 4 5 6
1. TOPOGRAFI
1.1. Lubang Galian
a. Kedalaman Lebih dalam 1
meter diatas muka
air tanah pada
musim hujan
Melebihi muka
air tanah pada
musim hujan
Lebih dari 10 cm
di bawah muka air
tanah pada musim
hujan
Melebihi muka air
tanah pada musim
hujan
b. Jarak < 5 meter dari
batas SIPD
< 5 meter < 5 meter < 5 meter
1.2. Dasar Galian
a. Perbedaan Relief
dasar galian
1 meter 1 meter 1 meter 1 meter
b. Kemiringan dasar
galian
8 % 8 % 3 % 8 %
1.3. Dinding Galian
a. Tebing Teras Tinggi 3 m Tinggi 3 m Tinggi 3 m Tinggi 3 m
b. Dasar Teras Lebar < 6 m Lebar < 6 m Lebar < 6 m Lebar < 6 m
2. TANAH
Tanah yang dikembalikan
sebagai Tanah penutup
< 25 cm
< 50 cm
< 25 cm
< 25 cm
3. VEGETASI 3.1 Tutupan Tanaman budi
daya < 20 % tanaman
tumbuh di seluruh
lahan penambangan
3.2 Tutupan tanaman tahunan
< 50 %
tanaman
tumbuh di
seluruh lahan
penambangan
3.3 Tutupan tanaman lahan basah
< 50 % tanaman
tumbuh di
seluruh lahan
penambangan
3.4 Tutupan tanaman lahan kering/rumput
< 50 % tanaman
tumbuh di seluruh
lahan penambangan
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
LAMPIRAN XIX KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG
PARAMETER
KRITERIA BAKU KERUSAKAN KARANG
(dalam %)
Prosentase luas tutupan terumbu
karang yang hidup
Rusak Buruk 0 – 24,9
Sedang 25 – 49,9
Baik
Baik 50 – 74,9
Baik sekali 75 – 100
GUBERNUR BALI ,
DEWA BERATHA
Keterangan :
Prosentase Luas Tutupan Terumbu Karang yang Hidup yang dapat ditenggang : 50 – 100%