37
Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat- pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan. Contohnya, keputusan AS menyerang Irak, banyak ditentang oleh negara lain dan bahkan sebahagian warga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan adanya senjata pemusnah massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela di AS dalam beberapa hari ini, partai Republik yang merupakan partainya pemerintahan Bush, kalah dari partai Demokrat. Di antara sebab kekalahan itu adalah karena masalah kebijakan pemerintah AS (yang dikuasai partai Republik) menyerang Irak (Reuter, 8/11). Akan tetapi buktinya keputusan itu telah dilaksanakan juga, dan media massa juga ikut membentuk pandangan masyarakat dengan memberitakan alasan-alasan yang membolehkan serangan tersebut. Para anggota kelompok yang tergabung dalam groupthink tersebut tidak pernah dan bahkan pantang menyalahkan pihak pemrakarsa gagasan serangan tersebut. Contoh groupthink lain terjadi pada waktu meledaknya pesawat ruang angkasa Challenger. Padahal salah satu mekaniknya sudah faham kalau ada yang tidak beres dengan pesawat tersebut, sebelum diadakan peluncuran. Tetapi karena kepala mekanik

Groupthink Menurut Irvings Jani1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesehatan

Citation preview

Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan. Contohnya, keputusan AS menyerang Irak, banyak ditentang oleh negara lain dan bahkan sebahagian warga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan adanya senjata pemusnah massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela di AS dalam beberapa hari ini, partai Republik yang merupakan partainya pemerintahan Bush, kalah dari partai Demokrat. Di antara sebab kekalahan itu adalah karena masalah kebijakan pemerintah AS (yang dikuasai partai Republik) menyerang Irak (Reuter, 8/11). Akan tetapi buktinya keputusan itu telah dilaksanakan juga, dan media massa juga ikut membentuk pandangan masyarakat dengan memberitakan alasan-alasan yang membolehkan serangan tersebut. Para anggota kelompok yang tergabung dalam groupthink tersebut tidak pernah dan bahkan pantang menyalahkan pihak pemrakarsa gagasan serangan tersebut.Contoh groupthink lain terjadi pada waktu meledaknya pesawat ruang angkasa Challenger. Padahal salah satu mekaniknya sudah faham kalau ada yang tidak beres dengan pesawat tersebut, sebelum diadakan peluncuran. Tetapi karena kepala mekanik sudah mengatakan bahwa pesawat dalam kondisi siap luncur, maka para anggota mekanik harus menjalankan tugasnya. Akhirnya, pesawat itu meledak diangkasa yang menewaskan seluruh awaknya. Namun para mekanik tetap membela kelompoknya dengan alasan bahwa suatu kecelakaan lumrah saja terjadi. Jadi tidak ada pihak yang salah. Namun tentunya, pengakuan mereka dianggap demikian oleh masyarakat sejauh media massa memberitakannya sesuai dengan alasan seluruh mekanik tersebut.Singkatnya tentang groupthink, terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa, visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama.Faktor utama Concurrent Seeking Behavior sering menjadi dasar terjadi groupthink. Concurrent Seeking Behavior adalah perilaku kecenderungan saling ketergantungan dan kesepakatan bersama untuk bersatu dalam memecahkan masalah dalam kelompok. Perilaku ini muncul dipengaruhi variabel kelompok kohesif, struktur kelompok yang jelek dan konteks provokatif. Ketiga variabel inilah yang mempengaruhi kelompok untuk cenderung menggunakan groupthink dalam pemecahan masalah.Groupthink adalah situasi di mana perilaku concurrent seeking cenderung muncul sebelum pendefinisian masalah dan solusi dibuat secara baik. Kecenderungan munculnya perilaku tersebut dalam situasi menghadapi masalah, disebabkan adanya stress dan kecemasan. Stres dan kecemasan akan ketidakmampuan dan ketidakpercayaan diri mengahdapi masalah menyebakan kelompok cenderung menghindari dan lari dari masalah. Kepercayaan diri yang berlebihan menyebabkan kecenderungan mengambil resiko yang terlalu besar yang tidak sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh organisasi dari keputusan yang tidak rasional.Irving Janis (Baron & Byrne, dalam Hanurwan, 2001) mengidentifikasi delapan simptom tentang berpikir kelompok (group think) pada proses munculnya kekerasan.Pertama adalah adanya simptom kekebalan diri (illusion of invulnerability), dimana pada situasi ini sebuah kelompok akan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi dengan keputusan yang diambil dan kemampuan yang mereka miliki. Mereka memandang kelompok mereka yang sangat unggul dan tidak pernah kalah dalam segala hal. Berikutnya adalah adanya simptom stereotip bersama, dimana suatu kelompok memiliki pandangan sempit dan anggapan sepihak bahwa kelompok lain lebih lemah. Adanya simptom moralitas, dimana pada suatu kelompok muncul anggapan bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan merasa perlu untuk menjadi pahlawan kebenaran yang bertugas meluruskan kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Kemudian adanya simptom rasionalisasi yang menjelaskan adanya argumentasi sendiri bahwa perilaku agresi tersebut merupakan keinginan kelompok lawan sendiri dan tindakan yang dilakukan adalah untuk membebaskan mereka (seperti kasus invasi AS ke Irak). Adanya simptom ilusi anonimitas, dimana ketika ada sebagian anggota yang ragu dengan tindakan kelompoknya namun tidak seorangpun dari mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan keraguan tersebut. Anonimitas yang menyebabkan individu-individu yang masuk dalam kelompok menjadi kehilangan identitas individunya (deindividuasi). Kondisi ini akan mendorong berkurangnya kendali moral individu yang selanjutnya timbul penularan perilaku yang tidak rasional dan cenderung bersifat destruktif. Adanya simptom ini dikuatkan dengan simptom tekanan untuk berkompromi terhadap keputusan kelompok. Individu akan ditekan untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian besar individu lain yang ada dalam kelompoknya. Sampai pada tahap ini, tahapan berikutnya adalah munculnya gejala Swa-Sensor, dimana dibawah pengaruh kelompok yang sangat kohesif akan membuat sebagian besar orang mensensor setiap pandangan yang berbeda yang muncul dari diri mereka sendiri. Simptom terakhir adalah adanya usaha-usaha pengawasan mental. Dalam kelompok yang kohesif, satu orang atau lebih akan memiliki peran yang secara psikologis bertugas memelihara suasana dengan cara menekan orang yang berbeda pendapat dari kelompok umumnya.Cara mengatasi groupthink menurut Janis adalah pemimpin kelompok menangguhkan penilaian, mendorong munculnya berbagai kritik atas program atau keputusan yang diusulkan, mengundang ahli-ahli dari kelompok luar, menugaskan satu atau dua orang anggota untuk menjadi devils advocate guna menentang pendapat mayoritas (sekalipun mereka sebenarnya setuju dengan pendapat itu), dan kelompok harus membuat keputusan-keputusan secara bertahap, tidak sekaligus. Kritik E.M Griffin (1997) terhadap groupthink Janis adalah tidak adanya penelitian komprehensif mengenai kasus-kasus yang dianggap memenuhi kualifikasi groupthink, seperti Challenger-nya USA, sehingga faktor kohesifitas kelompok yang mendominasi terjadinya groupthink sulit diukur kadarnya. Intinya, Griffin mempertanyakan bagaimana, kenapa dan sejauh mana kohesifitas kelompok bisa membuat keputusan yang difinalisasi adalah salah/keliru.Menelaah fenomena groupthink yang kebanyakan kasus yang diambil Janis berasal dari Amerika Serikat yang menganut demokrasi, Mulyana mempertanyakan mungkinkan groupthink atau fenomena sejenis itu juga terjadi di negara timur seperti Indonesia yang mewarisi budaya feodal dan paternalistik yang masyarakatnya ditandai dengan hubungan patron dan klien? Setiap teori atau konsep memang terikat budaya dan karena itu belum tentu berlaku dalam budaya lain. Groupthink boleh jadi muncul juga dalam komunikasi kelompok di kalangan elite politik kita, hanya saja ciri-cirinya mungkin agak lain. Misalnya, apakah keputusan yang diambil mantan Presiden Soharto berlandaskan groupthink yang dihasilkan Soeharto dan para pembantunya, setidaknya groupthink yang khas Indonesia yang lebih diwarnai oleh pendapat Soeharto? Atau apakah keputusan-keputusan Soeharto itu berdsarkan obrolan keluarga besar Cendana di meja makan? Semua itu rasanya masih samar kalaupun bukan misteri dan memrlukan kajian lebih dalam. Masih bisa kita ingat, cukup banyak keputusan Soeharto dan para pembantunya ini yang menghasilkan tindakan-tindakan yang dianggap sebagai kekeliruan fatal yang kesemuanya berakumulasi, merugikan rakyat banyak, menciptakn ketidakpuasan mereka dan akhirnya menimbulkan krisis politik dan ekonomi kita belakangan ini.Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas diperlukan studi yang lebih seksama lewat wawancara mendalam dengan orang-orang yang pernah terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan tersebut dan dokumen-dokumen yang relevan. CONTOH GROUPTHINK

Kajian groupthink menemukan fakta menarik bahwa banyak peristiwa penting yang berdampak luas disebabkan oleh keputusan sekelompok kecil orang, yang mengabaikan informasi dari luar mereka. Misalnya dalam peristiwa Pearl Harbour (1941), keputusan fatal diambil karena mengabaikan informasi penting intelejen sebelumnya.Minggu-minggu menjelang penyerangan Pearl Harbour di bulan Desember 1941 yang menyebabkan Amerika Serikat terlibat Perang Dunia II, komandan-komandan militer di Hawaii sebetulnya telah menerima laporan intelejen tentang persiapan Jepang untuk menyerang Amerika Serikat di suatu tempat di Pasifik. Akan tetapi para komandan memutuskan untuk mengabaikan informasi itu. Akibatnya, Pearl Harbour sama sekali tidak siap untuk diserang. Tanda bahaya tidak dibunyikan sebelum bom-bom mulai meledak. Walhasil, perang mengakibatkan 18 kapal tenggelam, 170 pesawat udara hancur dan 3700 orang meninggal.Contoh lain adalah Penyerangan Bay of Pigs (1961). Presiden John F. Kennedy dan penasehat militernya pada tahun 1961 mencoba menggulingkan presiden Fidel Castro dari Kuba dengan menyusupkan 1400 pelarian Kuba yang sudah dilatih oleh CIA (dinas rahasia AS) ke Kuba melantai pantai Babi (Bay of pigs) di Kuba. Akan tetapi, mereka mengabaikan peringatan-peringatan intelejen bahwa rencana operasi ini sudah bocor ke pihak Kuba dan bahwa Kuba sudah bersiap menggagalkan operasi tersebut. Hasilnya, hampir semua penyusup itu terbunuh atau tertangkap dan Fidel Castro semakin kuat kedudukannya di Kuba, dan semakin kuat hubungannya dengan Uni Sovyet.Sumber: http://edsa.unsoed.net/?p=72Teori - Groupthink (Irving Janis)

Dasar Pemikiran GroupthinkGroupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah, Istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional, tetapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan.Groupthink Dalam Tradisi Sosiokultural Bagian ini berhubungan dengan dua topik dasar struktur kelompok dan tugas kelompok. Sebagai pekerjaan kelompok dan tugas kelompok. Sebagai pekerjaan kelompok dengan tugas-tugasnya, sebetulnya ini menciptakan struktur yang akibatnya pada pengaruh bagaimana mengatur tugas-tugasnya. Dengan kata lain, kedua topik ini kaitannya sangat erat. Secara spesifik, teori pemikiran kelompok berfokus pada masalah yang paling sering dihadapi dalam tugas dan keputusan kelompok.

Kohesivitas Kelompok Sebagai Dasar Pembentuk dari Groupthink Theory Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan Raven,1964). Pada kelompok kohesif para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan konformitas. Semakin kohesif sebuah kelompok, semakin mudah anggotanya tunduk pada norma kelompok. Bettingushaus (1973) menunjukkan bebrapa implikasi komunikasi dalam kelompok yang kohesif :

1. Karena pada kelompok kohesif, devian akan ditentang dengan keras, komunikator akan dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok jika gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok. Sebaliknya, ia akan gagal jika ia menjadi satu-satunya devian dalam kelompok.

2. Pada umumnya, kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi. Ada tekanan ke aarah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan.

3. Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan distribusi komunikasi di antara anggota-anggota kelompok. Anggota biasanya bersedia berdiskusi dengan bebas sehingga saling pengertian akan mudah diperoleh. Saling pengertian membantu tercapainya perubahan sikap.

4. Dalam situasi pesan tampak merupakan ancaman kepada kelompok, kelompok yang lebih kohesif akan lebih cenderung menolak pesan dari pihak luar dibandingkan dengan kelompok yang tingkat kohesifitasnya rendah.

5. Dalam hubungannya dengan pernyataan di atas, komunikator dapat meningkatkan kohesivitas kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang bertentangan.

Dalam kasus groupthink theory tingkat kohesivitas kelompok sudah sangat tinggi sehingga menganngap bahwa kelompoknya-lah yang paling benar dan mengacuhkan pendapat kelompok lain. Serta suara mayoritas tidak lagi menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan kelompok. Kelompok yang kohesif jauh lebih mungkin untuk terlibat dalam groupthink . Groupthink akan terjadi apabila kohesivitas tinggi dan kecenderungan untuk mencari konsensus dalam kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat akan mengakibatkan mereka mengambil keputusan-keputusan yang inferior. Kelompok-kelompok sering sekali tidak mendiskusikan semua pilihan yang sebenarnya dapat dipertimbangkan. Serta kelompok sangat selektif dalam menangani informasi.

Sejarah Perkembangan Groupthink Theory Bermula dari karyanya yang sangat ilmiah Irving L. Janis (1972), yang termuat dalam bukunya victims of Groupthink : A psychological Study for foreign Decision and Fiascoes. Dia menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu model berpikir sekelompok orang yang bersifat kohesif. Dia mendefinisikan groupthink sebagai suatu metode berpikir yang diterapkan oleh orang-orang apabila mereka terlibat secara mendalam di dalam suatu kelompok yang kohesif , apabila para anggota ingin mencapai unamity sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis rangkaian tindakan alternatif lainnya. Teori yang dikemukakan oleh Janis ini berangkat dari pemikiran kelompok. Yaitu sebuah hasil langsung terhadap kepaduan kelompok yang telah dibahas beberapa bagian oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an dan dilihat sebagai sebuah variable penting dalam keefektifan kelompok.

Pengertian Groupthink Theory Groupthink adalah jenis pemikiran yang ditunjukkan oleh anggota kelompok yang berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya. Motif ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau keinginan untuk menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok. Groupthink dapat menyebabkan suatu kelompok membuat keputusan secara tergesa-gesa dan membuat keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink, pendapat individu disisihkan karena dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kelompok.

Groupthink Sebagai Konesekuensi dari Kohesi Kelompok Anggota kelompok yang kohesif lebih siap untuk berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan kelompok. Mereka lebih setuju terhadap tujuan kelompok, lebih siap menerima tugas-tugas dan peranan serta lebih menaati norma-norma kelompok. Mereka juga memelihara dan mempertahankan norma-norma serta menolak orang lain yang merasa tidak sesuai dengan norma kelompok. Kelompok yang kohesif memiliki anggota yang loyal terhadap kelompok, mempunyai rasa tanggung jawab kelompok, mempunyai motivasi tinggi untuk melaksanakan tugas kelompok dan merasa puas atas pekerjaan kelompok. Ciri-ciri tersebut dapat menyebabkan meningkatnya keterikatan antara anggota kelompok. Selanjutnya anggota kelompok tersebut lebih sering berkomunikasi dan komunikasinya lebih efektif dibandingan kelompok yang kohesinya rendah. Kelompok yang kohesinya tingi pada tingkat lanjutan akan membentuk groupthink pada pengambilan keputusan kelompoknya.

Asumsi Groupthink Theory

Groupthink adalah sebuah teori yang terkait dengan komunikasi kelompok kecil. Kelompok-kelompok kecil merupakan bagian dari fenomena hampir setiap segmen masyarakat dunia dan khusunya Amerika Serikat. Bahkan, Marshall Scott Poole (1998) berpendapat bahwa kelompok kecil harus'menjadi 'unit dasar analisis''. Janis memfokuskan karyanya pada pemecahan masalah yang berorientasi pada kelompok dan tugas kelompok, yang tujuan utamanya adalah untuk membuat keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan. Pengambilan keputusan adalah bagian penting dari kelompok-kelompok kecil ini. Kegiatan lain dari kelompok-kelompok kecil mencakup berbagi informasi , bersosialisasi, berhubungan dengan orang-orang dan kelompok-kelompok di luar kelompok, mendidik anggota baru, menentukan peran, dan bercerita (Frey & Sunwolf, 2005; poole & Hirokawa. 1996). Dengan pikiran itu, kita dapat membagi tiga asumsi kritis yang membimbing teori ini,yaitu;

-Kondisidalam kelompok kohesivitas tinggi - Kelompok pemecahan masalah pada dasarnya merupakan suatu proses terpadu - Kelompok-kelompok dan pengambilan keputusan kelompok sering sekali kompleks

Asumsi pertama groupthink berkaitan dengan karakteristik kehidupan kelompok: kohesif. Suatu Kondisi di dalam kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi. Ernest Bormann (1996) mengamati bahwa anggota kelompok sering memiliki sentimen atau emosional, dan sebagai akibatnya mereka cenderung mempertahankan identitas kelompok. Pemikiran kolektif ini biasanya jaminan bahwa suatu kelompok akan menjadi menyenangkan dan mungkin sangat kohesif. Kita mungkin pernah mendengar kelompok yang bersatu atau memiliki esprit de corps yang tinggi. Kekompakan didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana anggota kelompok bersedia bekerja sama. Kelompok mempunyai rasa kebersamaan. Kohesi kelompok timbul dari sikap, nilai, dan pola perilaku; para anggota yang sangat tertarik kepada anggota lain. Sikap, nilai, dan perilaku lebih cenderung disebut kohesif. Kohesi adalah perekat yang membuat sebuah kelompok utuh. Kita mungkin telah mengerti tentang perilaku anggota yang kohesif, walaupun mungkin sulit untuk mengukur tingkat kepaduannya. Asumsi kedua diteliti pada proses pemecahan masalah dalam kelompok kecil: Ini biasanya merupakan usaha yang terpadu. Dengan ini, berarti bahwa orang tidak cenderung untuk mengganggu dalam pengambilan keputusan kelompok. Anggota kelompok pada dasarnya berusaha untuk menghindari konflik. Suatu kelompok yang terdapat gejala groupthink menghindar dari penyebab-penyebab konflik. Misalnya, anggota kelompok menghindari perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan antara individu, anggota kelompok menghindari perbedaan kepribadian di antara mereka yang disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang kebudayaan, anggota kelompok menghindari perbedaan kepentingan individu atau kelompok, anggota kelompok mengindari perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat karena adanya perubahan nilai atau sistem yang berlaku. Dennis Goran (1998) mencatat bahwa kelompok-kelompok rentan dalam kondisi affiliative constrains, yang berarti bahwa anggota kelompok terus menerima masukan mereka daripada menolak ide dan memperdebatkan mengenai ide-ide. Menurut Gouran, ketika anggota kelompok berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, mereka cenderung untuk mementingkan pelestarian kelompok daripada memperdebatkan isu-isu yang bisa menimbulkan perdebatan kelompok . Anggota kelompok tampaknya lebih cenderung mengikuti pemimpinnya dalam pengambilan keputusan. Asumsi ketiga menekankan pada sifat pemecahan masalah dalam kelompok yang kompleks. Marvin Shaw (1981) dan Janet Fulk dan Joseph Mc Grath (2005) mendiskusikan isu-isu tambahan yang berkaitan dengan kompleksitas suatu kelompok. Mereka mencatat bahwa berbagai pengaruh pada sebuah kelompok kecil. Misalnya anggota kelompok usia, sifat kompetitif anggota kelompok, ukuran kelompok, kecerdasan anggota kelompok, komposisi jenis kelamin kelompok, dan gaya kepemimpinan yang muncul dalam kelompok. Selanjutnya, latar belakang budaya masing-masing anggota kelompok dapat mempengaruhi proses kelompok. Misalnya, karena banyak budaya tidak menempatkan premi pada komunikasi terbuka dan ekspresif, beberapa anggota kelompok dapat menahan diri dari perdebatan atau dialog. Perbedaan pengalaman dan perbedaan rujukan inilah yang mengakibatkan pengambilan keputusan dalam suatu kelompok sangat kompleks. Jika dinamika kelompok sama-sama kompleks dan menantang, mengapa orang begitu sering ditugaskan untuk kerja kelompok? Jelas, jawabannya terletak pada pepatah "dua kepala lebih baik daripada satu." John Brilhart, Gloria Galanes, dan Katherine Adams (2001) berpendapat secara efektif tentang hal ini. Kelompok biasanya lebih baik dalam memecahkan masalah dalam jangka panjang daripada individu. karena mereka memiliki akses untuk informasi lebih banyak daripada yang individu lakukan. Misalnya bisa melihat kekurangan dan bisa saling bertukar pikiran. Selain itu, jika banyak orang yang berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah, maka mereka akan lebih baik melaksanakan rencana kelompok. Clark McCauley (1989) menunjukkan bahwa kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya mirip satu sama lain adalah kelompok yang lebih konduktif untuk groupthink. istilah dari kesamaan ini adalah homogenitas. Kemiripan ini adalah salah satu karakteristik yang dapat mendorong groupthink. Keputusan kelompok yang tidak serius dipertimbangkan oleh semua orang dapat memfasilitasi groupthink. Kualitas usaha dan kualitas berpikir sangat penting dalam pengambilan keputusan kelompok (Hirokawa, Erbert, & Hurst, 1996).

Penyebab Groupthink Istilah groupthink, yang diciptakan oleh psikolog sosial Irving Janis (1972), dapat terjadi ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang salah karena tekanan kelompok yang sangat kohesif mengarah ke penurunan "efisiensi mental, realitas pengujian, dan pertimbangan moral". Groupthink juga cenderung merendahkan pendapat kelompok lain. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan mengabaikan alternatif-alternatif lain dan cenderung mengambil tindakan yang men-dehumanisasi kelompok lain. Menurut Janis, kohesi kelompok hanya akan menimbulkan groupthink jika salah satu dari berikut dua kondisi anteseden hadir, yaitu :

* Structural errors in the organization: insulation of the group, lack of tradition of impartial leadership, lack of norms requiring methodological procedures, homogeneity of social background and ideology. * Provocation situational context: high stress from external threats, failure recently, the excessive difficulty in decision-making task, moral dilemmas. Dalam bahasa yang lebih mudah, suatu kelompok sangat rentan terhadap groupthink apabila ;

Dalam struktur organisasi

Anggota dari suatu kelompok memiliki latar belakang dan pengalaman yang berdekatan.

Komunikasi dalam suatu kelompok yang memiliki kesatuan visi dan efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya. Walaupun dalam kenyataanya tidak pernah ada manusia yang persis sama. Namun, kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya ras (suku) mendorong orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi dalam kelompok menjadi lebih padu.

Janis (1982) mencatat bahwa kurangnya ''perbedaan dalam latar belakang sosial dan ideologi di antara para anggota kelompok kohesif akan memudahkan bagi mereka untuk setuju pada apa pun proposal yang diajukan oleh pemimpin ".

Suatu kelompok tersebut terisolasi dari opini-opini dunia luar.

Hal tersebut dapat terjadi jika kelompok jauh dari pengaruh kelompok lain atau dapat juga dengan sengaja menjauhkan diri dari kelompok luar. Isolasi dalam kelompok mengacu pada kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh dunia luar. Anggota-anggota dalam sebuah kelompok berkomunikasi begitu sering sehingga mereka menjadi kebal dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar kelompok mereka. Memang pada kenyataannya, mereka mungkin akan membahas isu-isu yang terjadi di dunia luar, namun para anggota terisolasi dari pengaruhnya.

Dan, apabila tidak ada aturan mengenai kejelasan dalam pengambilan keputusan kelompok.

Jika dalam suatu kelompok tidak ada sistem yang mengatur perihal bagaimana keputusan dibuat, maka akibatnya keputusan yang akan diambil menjadi keputusan yang masih mentah tanpa mempertimbangkan dan mengevaluasi ide-ide lain.

Dalam konteks situasional:

Stres tinggi dari faktor eksternal,

Akhir kondisi anteseden groupthink berkaitan dengan penekanan pada kelompok. Yaitu, internal dan eksternal pada kelompok stres dapat menimbulkan groupthink. Ketika para pembuat keputusan di bawah tekanan besar, maka kekuatan kelompok akan cenderung terganggu.

Contohnya, dosen memberikan tugas pada kelompok A yang sangat sulit hanya dalam tempo satu minggu. Dan tugas tersebut berpengaruh 40% dari nilai akhir. Namun, dalam kenyataannya kelompok A menjadi bekerja di bawah tekanan karena tuntutan tugas tersebut. Walhasil apapun idenya asalkan dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu akan diambil tanpa menimbang metode pengerjaannya dan cara-cara yang benar.

kegagalan

kesulitan yang berlebihan pada pengambilan keputusan,

dilemma moral.

Psikolog sosial Clark McCauley tiga kondisi di mana terjadi groupthink:

Petunjuk Kepemimpinan Homogenitas anggota latar belakang sosial dan ideologi Isolasi kelompok dari luar sumber-sumber informasi dan analisis Gejala Groupthink Janis (1982) mengamati tentang gejala-geajala dari groupthink.

Tanda-tanda atau gejala bagi kelompok yang mengalami groupthink, diantaranya :

a. Kelompok Overtimation Sebuah kelompok overtimation termasuk pada perilaku orang-orang yang menunjukkan kelompok percaya. Dua gejala spesifik ada dalam kategori ini Ilusi Kekebalan dan Percaya Pada Moralitas Yang Melekat Pada Kelompok.

Illusion of invulnerability (Anggapan bahwa kelompok kebal)

Kelompok yakin bahwa pengambilan keputusannya tidak perlu dipertanyakan, yang menciptakan optimisme berlebihan dan dorongan untuk mengambil risiko yang ekstrim. Suatu sikap dimana segala sesuatu akan berlangsung baik karena merasa dalam kelompok yang khusus.

Belief in inherent group (Percaya Pada Moralitas Yang Melekat)

Percaya pada moralitas yang melekat dalam kelompok yang sedang terpengaruh groupthink, para anggota akan secara otomatis mengasumsikan bahwa pandangan mereka selalu benar. Hal ini membuat para angota cenderung mengabaikan konsekuensi-konsekuensi moral dan etika dari keputusan-keputusan yang mereka buat.

b. Closed-minded Ketika sebuah kelompok close-minded atau tertutup, maka kelompok akan mengabaikan pengaruh luar pada kelompok. Kedua gejala dibahas oleh Janis dalam kategori ini adalah Stereotip Rasionalisasi Outgroups dan kolektif Outgroups Stereotype. Rasionalisasi Kolektif

Suatu cara bepikir yang menolak setiap pandangan yang berbeda tanpa mengevaluasinya secara memadai dan menyeluruh. Usaha-usaha ini akan mendorong kelompok untuk mengabaikan peringatan-peringatan yang apabila tidak diabaikan kemungkinan akan mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali asumsi-asumsi mereka, sebelum mereka memutuskan untuk berkomitmen kembali ke keputusan-keputusan kebijaksanaan semula.

Out-Group StereotypeMembuat asumsi-asumsi sederhana dan belum tentu benar mengena orang-orang yang bukan anggota kelompok. Sikap outgroup selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud antagonis atau antipati.

c. Pressures Toward UniformityTekanan terhadap keseragaman pengaruhnya dapat sangat besar untuk beberapa kelompok. Janis percaya bahwa kelompok yang selalu bersama dapat menetapkan diri mereka menjadi kelompok yang menganut groupthink. Keempat gejala pada kategori ini adalah Self Cencorship, Ilusi Kebulatan Suara, Self Appointed Mindguards, dan Direct Pressure on Dissenters.

Self CencorshipIndividu-individu dalam kelompok menekan setiap keraguan-keraguan yang mereka rasakan mengenai pemikiran kelompok. Para anggota cenderung menghilangkan penyimpangan dari konsensus, dan berusaha meminimumkan signifikasi dari keraguan-keraguan mereka dan argumen-argumen yang bertentangan.

Illusion of Unanimity Para anggota kelompok memiliki pemahaman yang salah mengenai kelompok, yaitu mereka menganggap kelompok sebagai unanimous (semua anggota memiliki pandangan yang sama). Karena adanya self cencorship, para anggota membagi keyakinan bahwa ada unanimous dalam pertimbangan-pertimbangan mereka; tidak memberikan suara dianggap konsensus.

Direct Pressure on Dissenters (Tekanan Langsung Pada Anggota Yang Menolak)

Para anggota kelompok dibujuk untuk tidak mnentang pemikiran kelompok. Kepada orang-orang yang membuat argumen-argumen kuat yang menentang stereotype, ilusi, atau komitmen kelompok akan disampaikan tantangan berupa sanksi; anggota yang loyal akan selalu sependapat dengan mayoritas kelompok

Self appointed Minguards Mindguards berarti melindungi pemimpin dari gagasan yang salah. Para angota kelompok melindungi kelompok dari informasi yang buruk dan mengancam berlangsungnya dinamika kelompok.

mode pertahanan kecemasan pada gejala groupthinkPenanggulangan Masalah dalam Groupthink Theory Janis yakin dapat menemukan jawaban dari masalah groupthink dengan mengikuti langkah-langkah ini;

Mendorong semua orang untuk menjadi evaluator kritis dan menunjukkan diri mereka kapan pun mereka hadir.

Tidak memiliki pemimpin yang menyatakan sebuah pilihan di muka umum

Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independen dan terpisah

Membagi kelompok ke dalam kelompok-kelompok kecil

Membahas apa yang sedang terjadi di dunia luar dengan yang lainnya di luar kelompok

Mengundang orang luar kelompok ke dalam kelompok untuk memberikan ide-ide segar.

Menilai individu setiap kali ada pertemuan kelompok

Melihat tanda-tanda peringatan pada persoalan yang menimpa kelompok

Memegang prinsip cek dan ricek untuk mempertimbangkan kembali keputusan sebelum mengakhirinya

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan masalah dari groupthink adalah menciptakan kelompok yang efektif dari segi pengambilan keputusan. Kelompok yang efetif dapat menghasilkan keputusan dengan kualitas baik. Keputusan yang dihasilkan merupakan produk kesepakatan anggota-anggota kelompok untuk melakukan sesuatu dan biasanya merupakan hasil pemilihan dari beberapa kemungkinan yang berbeda.

Beberapa hal yang berkaitan dengan metode pengambilan keputusan dijelaskan oleh Carolina NItimaharjo dan Jusman Kandar, sebagai berikut:

1. Keputusan yang efektif

Ada lima karakteristik utama dari keputusan yang efektif :

Sumber-sumber anggota kelompok baik untuk dipergunakan,

Waktunya tepat,

Keputusan tepat atau mempunyai kualitas tinggi.

Keputusan berguna bagi anggota kelompok

Adanya kemampuan kelompok untuk memecahkan masalah

2. Metode Pengambilan Keputusan

Ada Beberapa metode pengambilan keputusan. Dari cara-cara tersebut tidak dapat dikatakan bahwa yang satu lebih baik dari yang lainnya. Beberapa metode atau cara cocok diterapkan dalam situasi-situasi tertentu ,tetapi tidak semua cocok untuk setiap situasi. Kelompok yang efektif dapat memahami konsekuensi-konsekuensinya dari setiap metode pengambilan keputusan secara baik.

Ada beberapa contoh metode dalam pengambilan keputusan. Berikut ini penjelasan metode pengambilan keputusan tersebut satu per satu;

Konsensus dari semua anggota kelompok

Metode konsensus, walaupun membutuhkan waktu lama. Tetapi, di dalam konsensus setiap anggota kelompok sepakat terhadap apa yang diputuskan oleh kelompok. Konsensus dapat diartikan sebagai opini kolektif yang berasal dari anggota kelompok yang memiliki komunikasi yang sifatnya terbuka, dan iklim kelompok suportif sehingga setiap anggota kelompok di dalam kelompok merasa mempunyai kesempatan untuk menentukan keputusan. Semua anggota kelompok mengerti tentang keputusan yang diambil dan bersedia untuk melaksanakannya. Semua anggota diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, persepsi dan perasaannnya tentang keputusan yang diambil. Satu-satunya cara untuk memahami metode pengambilan keputusan adalah dengan mencobanya.

Suara terbanyak

Metode suara terbanyak merupakan metode pengambilan keputusan yang lazim dilakukan. Alternatif keputusan yang dipilih adalah oleh paling banak anggota kelompok, sekurang-kurangnya 51 % dari seluruh jumlah anggota kelompok

Keputusan yang diambil dari kelompok minoritas

Kelompok minoritas, terdiri dari anggota kelompok yang jumlahnya kurang dari 50%, dapat menentukan keputusan kelompok dengan berbagai cara, baik sesuai dengan peraturan maupun tidak. Apabila sesuai dengan aturan, dibentuk komite yang terdiri beberapa anggota kelompok. Kepada komite inilah dipercayakan untuk mengambil keputusan kelompok. Apabila tidak sesuai dengan aturan, ditunjuk beberapa anggota yang bertugas untuk mengambil keputusan kelompok.

Hasil rata-rata dari opini perorangan anggota kelompok

Metode ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan pendapat dari masing-masing anggota kelompok dan selanjutnya dirata-ratakan. Masing-masing anggota kelompok tidak mengetahui pendapat orang lain, maksudnya pengumpulamn pendapat ini dilakukan secara terpisah atau tertulis dan tidak diperlihatkan atau diberitahukan kepada anggota yang lain. Metode ini hampir sama dengan metode suara terbanyak, bedanya pada metode rata-rata opini perseorangan, keputuan yang diambil dapat berdasarkan keputusan yang dipilih oleh kurang dari 50% jumlah anggota kelompok.

Keputusan yang diambil oleh para ahli

Metode ini dilakukan dengan cara menentukkan anggota yang dianggap ahli dalam masalah tersebut, kemudian diminta untuk memutuskan. Hasil keputusannya kemudian dijadikan keputusan kelompok.

Keputusan yang diambil oleh anggota yang paling berkuasa setelah didiskusikan di dalam kelompok

Metode ini dapat digunakan di dalam kelompok yang memiliki struktur otoritas yang mempunyai cirri yang jelas bahwa pimpinan yang akan mengambil keputusn. Kelompok semacam ini misalnya organisasi-organisasi bisnis, sekolah, pemerintahan, pada umumnya mempergunakan metode ini. Anggota kelompok dapat mengemukakan ide di dalam diskusi.

Adapun cara untuk mencegah groupthink, diantaranya:

Dibutuhkan adanya supervisi dan kontrol (membentuk komite parlementer)o Mengembangkan sumber daya untuk memonitor proses pembuatan kebijakan.

o Memberi dukungan akan adanya intervensi.

o Mengaitkan kepentingan nasib dengan nasib anggota lain.

Mendukung adanya pelaporan kecurangan (suarakan keraguan)o Hindari penekanan kekhawatiran pada keputusan kelompok

o Terus tidak sepakat dan memperdebatkan ketika tidak ada jawaban yang memuaskan

o Pertanyakan asumsi

Mengizinkan adanya keberatan (lindungi conscientious objectors)o Berikan jalan keluar bagi para anggota kelompok

o Jangan menganggap remeh implikasi moral dari sebuah tindakan

o Dengarkan kekhawatiran pribadi anggota akan isu-isu etis di kelompok

Menyeimbangkan konsensus dan suara terbanyak (mengubah pilihan pengaturan peraturan)o Kurangi tekanan kepada anggota kelompok yang berada pada posisi minoritas

o Mencegah terjadinya sub-kelompok (peer group)

Memperkenalkan pendekatan yang mendukung banyak pendapat dalam pengambilan keputusan kelompok

Sumber

Pustaka Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007

Bugin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008

Effendy, Onong. Kamus Komunikasi. Bandung : CV. Mandar Maju, 1989

Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007

Goldberg, Alvin. Dan Larson Carl. Komunikasi Kelompok: Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya. Edisi Terjemahan. Depok : UI Press, 2006.

Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005.

Huraerah, Abu dan Peurwanto. Dinamika Kelompok : Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama

Hassan, Shadily. Ensiklopedia Indonesia. Edisi Lux. Jakarta : PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1997

West Richard and Turner Lynn. Introducing Communication Theory. NY : Mc Graw Hill

John, Little and W, Stephen. Theories of Human Communication. Belmont, California: Thomson Wadsworth Publishing Company, 2005

Makalah Handayani, Susaningtyas dan kawan-kawan. Resume Tugas Mata Kuliah Teori Komunikasi Kontemporer. Bandung, 2007.

PerkuliahanMater Kuliah Komunikasi Kelompok Semester 3 periode tahun 2009 Mankom Fikom Unpad

Rujukan Onlinehttp://id.wikipedia.org/wiki/Invasi_Irak_2003http://www.cmm.or.id/cmm-indhttp://www.kapanlagi.com/hhttp://www.bbc.co.uk/indonesian/http://afrilwibisono.wordpress.com/2009/04/02/analisa-groupthink/http://www.facebook.com/ timnassepakbolaindonesia/group.php

http://www.youtube.com/watch?v=zokUPp_nj_chttp://budiantobjm.wordpress.com/2010/02/28/-bencana-pesawat-challenger/http://milesobrien.files.wordpress.com/2009contoh Groupthink

Contohnya, keputusan AS menyerang Irak, banyak ditentang oleh negara lain dan bahkan sebahagian warga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan adanya senjata pemusnah massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela di AS dalam beberapa hari ini, partai Republik yang merupakan partainya pemerintahan Bush, kalah dari partai Demokrat. Di antara sebab kekalahan itu adalah karena masalah kebijakan pemerintah AS (yang dikuasai partai Republik) menyerang Irak (Reuter, 8/11). Akan tetapi buktinya keputusan itu telah dilaksanakan juga, dan media massa juga ikut membentuk pandangan masyarakat dengan memberitakan alasan-alasan yang membolehkan serangan tersebut. Para anggota kelompok yang tergabung dalam groupthink tersebut tidak pernah dan bahkan pantang menyalahkan pihak pemrakarsa gagasan serangan tersebut.

Contoh Peristiwa GroupthinkKajian groupthink menemukan fakta menarik bahwa banyak peristiwa penting yang berdampak luas disebabkan oleh keputusan sekelompok kecil orang, yang mengabaikan informasi dari luar mereka. 1. Misalnya dalam peristiwa Pearl Harbour (1941), keputusan fatal diambil karena mengabaikan informasi penting intelejen sebelumnya.Minggu-minggu menjelang penyerangan Pearl Harbour di bulan Desember 1941 yang menyebabkan Amerika Serikat terlibat Perang Dunia II, komandan-komandan militer di Hawaii sebetulnya telah menerima laporan intelejen tentang persiapan Jepang untuk menyerang Amerika Serikat di suatu tempat di Pasifik. Akan tetapi para komandan memutuskan untuk mengabaikan informasi itu. Akibatnya, Pearl Harbour sama sekali tidak siap untuk diserang. Tanda bahaya tidak dibunyikan sebelum bom-bom mulai meledak. Walhasil, perang mengakibatkan 18 kapal tenggelam, 170 pesawat udara hancur dan 3700 orang meninggal.2. Transisi Kepemimpinan PDIP oleh Gun Gun HeryantoPDIP sangat identik dengan Megawati yang mewarisi kekuatan referen (referent power) dari Soekarno. Hingga kini, arus utama politik PDIP masih dalam pengendalian Mega yang diposisikan tak hanya sekedar ketua umum dalam pengertian formal organisasional, melainkan juga representasi basis ideologis. Faktor Mega masih sangat menentukan orientasi PDIP saat ini maupun ke depan, terlebih jika Mega masih memosisikan dirinya sebagai figur sentral sekaligus pengambil kebijakan utama di partai ini.Ada tiga kondisi menonjol yang mendorong kuatnya gejala groupthink di PDIP. Pertama, faktor kohesivitas kelompok. Ciri yang paling identik dari bangunan kepartaian PDIP selama ini adalah semangat kebersamaan (esprit the corps) yang menonjol dalam loyalitas terhadap Mega. Kohesi sesungguhnya positif karena dapat menjadi perekat agar kelompok tetap utuh. Namun kelompok yang sangat kohesif atau berlebihan juga akan melahirkan keseragaman berpikir dan berprilaku yang rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints).Menurut Dennis Gouran dalam tulisannya The Signs of Cognitive, Affiliative and Egosentric Constraints (1998) batasan afiliatif berarti bawa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan diri daripada mengambil resiko ditolak. Pengaruh Megawati di PDIP sangat dominan dan struktur kepartaian berada dalam afiliasi terhadap pengaruh itu. Kita melihat misalnya, dalam beberapakali konggres Megawati tampil menjadi Ketua Umum nyaris tanpa kompetitor. Jika pun ada orang atau kelompok yang berkeinginan berkompetisi dengan Mega maka secara umum kader menganggapnya sebagai penyimpang, sehingga menjadi salah satu potensi konflik.Kedua, faktor struktural berbentuk minimnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership) dan kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making procedures). Dalam tradisi politik di PDIP, ketaatan kader terhadap Mega, tak cukup memberi ruang bagi munculnya pemimpinan alternatif. Nyaris tidak ada figur di luar Mega yang mampu memerankan diri sebagai pengontrol dan dapat mengembangkan dialektika serta kritisisme. Situasi ini dengan sendirinya memandatkan banyak prosedur pengambilan keputusan pada Mega atau orang terdekat Mega, sehingga PDIP tumbuh bergantung pada sosok Mega dan cukup kerepotan menemukan formula alih generasi.Ketiga, tekanan terhadap kelompok baik dari internal maupun eksternal. PDIP dalam sejarahnya memang rentan terhadap konflik. Faktor Mega hingga kini masih dianggap formula ampuh dalam mengatasi berbagai konflik internal sekaligus figur yang dapat menjadi katalisator kesadaran kelompok bersama (shared group conciousness) di PDIP. Faktor ini dengan sendirinya telah memapankan rasionalisasi kolektif yang ditandai dengan minimnya partisipasi rasional kader dalam keputusan akhir partai, terutama menyangkut jabatan ketua umum mereka.Dampak lain dari gejala groupthink selain rasionalisasi kolektif biasanya adalah ilusi mengenai ketidakrentanan partai terhadap permasalahan yang berkembang, menguatnya ilusi kebulatan suara, tekanan untuk mencapai keseragaman dan tekanan terhadap para penyimpang. Hal yang harus diwaspadai dari gejala groupthink ini adalah ketertutupan pikiran para kader atas situasi dinamis yang sesungguhnya menjadi masalah kekinian PDIP.3. Meledaknya Pesawat Ruang Angkasa Challenger.Padahal salah satu mekaniknya sudah faham kalau ada yang tidak beres dengan pesawat tersebut, sebelum diadakan peluncuran. Tetapi karena kepala mekanik sudah mengatakan bahwa pesawat dalam kondisi siap luncur, maka para anggota mekanik harus menjalankan tugasnya. Akhirnya, pesawat itu meledak diangkasa yang menewaskan seluruh awaknya. Namun para mekanik tetap membela kelompoknya dengan alasan bahwa suatu kecelakaan lumrah saja terjadi. Jadi tidak ada pihak yang salah. Namun tentunya, pengakuan mereka dianggap demikian oleh masyarakat sejauh media massa memberitakannya sesuai dengan alasan seluruh mekanik tersebut.4. Babak akhir kasus Century oleh Dosen Komunikasi Politik di UIN Jakarta dan Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute.Hiruk-pikuk kasus Century memasuki babak akhir yang menentukan. Sejak Desember hingga puncaknya awal Maret nanti, berbagai isu utama maupun penggembira seputar skandal bailout Bank Century bergulir bak bola panas sekaligus menjadi magnitude perbincangan, mulai dari Senayan hingga jalanan.Ibarat tim sepak bola yang menerapkan total football, para anggota Pansus Bank Century lincah bergerak, menyerang, melakukan penetrasi dan manuver di berbagai lini. Publik yang di luar gelanggang pun termangu, berharap, sesekali bersorak karena seolah para pemain hampir sampai di gawang dan menuai skor kemenangan.Jika pada akhirnya mereka teriak its just the political game,maka tak berlebihan jika kita mengategorikan mereka hanya para pesolek yang sedang membangun citra politik semata-mata. Sebaliknya jika mereka konsisten membangun koalisi kebenaran dan membuka tuntas skandal Century hingga ke akarnya, mereka layak dapat bintang dan tak segan kita rekomendasikan sebagai figurfigur pemimpin bermartabat yang layak meneruskan alih generasi kepemimpinan nasional di masa mendatang.Batasan Afiliatif Ada dua faktor yang masih memungkinkan para pemain penyerang di Pansus Century berbalik badan dari kebenaran. Pertama, adalah gejala groupthink dalam tradisi para politisi partai di negeri ini. Gejala ini oleh Irving Janis dalam bukunya Groupthink: Psychological Studies of Policy Decisions and Fiascoes (1982) digambarkan sebagai kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas tinggi yang sering kali gagal mengembangkan alternatif- alternatif tindakan yang mereka ambil.Para kader partai di pansus sangat mungkin kembali ke tradisi lama yakni berpikir sama dan menghindari pemikiran berlawanan. Hal ini menyebabkan minimnya ide-ide yang tidak populer atau tidak serupa dengan anggota kader lain terlebih jika harus berseberangan dengan elite utama di fraksi atau partai mereka.Jika pun ada yang berbeda, maka akan dilabeli sebagai penyimpang atau tidak loyal pada garis kebijakan partai. Situasi ini masih harus kita curigai karena di banyak kasus yang telah terjadi sebelumnya, kerap diselesaikan dengan cara kongkow para elite. Konflik menjadi sarana menaikkan daya tawar yang menghantarkan para penyerang dan yang diserang berada di zona of possibble agreement (ZOPA).Jika hal ini terjadi, jelas telah terjadi tirani partai atau tirani fraksi yang membahayakan nilai-nilai kebenaran dan rasionalitas substantif dari publik. Mekanisme penyelesaian adat lewat lobi,jamuan makan bersama, atau tradisi silaturahmi kerap menjadi pemutus akhir sebelum putusan formal dibacakan di paripurna. Tradisi kongkow elite inilah yang biasanya melahirkan kesegaraman berpikir dan berprilaku yang rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints).Menurut Dennis Gouran dalam tulisannya The Signs of Cognitive,Affiliative and Egosentric Constraints (1998) batasan afiliatif berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan diri daripada mengambil risiko ditolak.Para pemain penyerang sangat mungkin menjadikan pansus hanya sebagai panggung pertunjukan, di mana mereka bisa berteriak kencang lantas perlahan menepi dan akhirnya sepi.KESIMPULANSingkatnya tentang groupthink, terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa, visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama.diambil dari berbagai sumber...

Diposkan oleh eva silvani di 8:37:00 AM Label: groupthink, semester 2, teori komunikasi Reaksi:

Tidak ada komentar:

Psikologi Kelompok

Nama: Devy YuristaNim: 0807101150017Contoh Kasus Groupthink

Keputusan Amerika Serikat yang menyerang Irak terjadi pada 20Maret 2003, banyak ditentang oleh negara lain dan bahkan sebagianwarga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan adanya senjatapemusnah massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela di AmerikaSerikat dalam beberapa hari ini, partai Republik yang merupakanpartainya pemerintahan George Bush, kalah dari partai Demokrat. Diantara sebab kekalahan itu adalah karena masalah kebijakan pemerintahAS (yang dikuasai partai Republik) menyerang Irak (Reuter, 8/11). Akantetapi buktinya keputusan itu telah dilaksanakan juga, dan media massajuga ikut membentuk pandangan masyarakat dengan memberitakanalasan-alasan yang membolehkan serangan tersebut. Para anggotakelompok yang tergabung dalam groupthink tersebut tidak pernah danbahkan pantang menyalahkan pihak pemrakarsa gagasan serangantersebut. (Sumber:http://afrilwibisono.wordpress.com)Berdasarkan contoh kasus di atas, maka dampak yang ditimbulkanterhadap keputusan Amerika Serikat menyerang Irak sangatlah buruk.Menurut laporan Amnesty International (AI) 17 Maret 2008, sekarang duadari tiga warga Irak tak memiliki akses air bersih, empat dari 10 wargaIrak hidup di bawah garis kemiskinan. Sistem kesehatan dan pendidikan diIrak, bersama sistem negara, secara keseluruhan telah ambruk.Irak kini menjadi negara paling tak aman di dunia, disertaipertikaian sektarian dan hidup warga sipil yang sehari-hari terancam.Negara sedang menghadapi tragedi kemanusiaan yang luar biasa.Setidaknya, empat juta, atau sekitar 15 persen dari 27 juta penduduk Irak,telah tergusur dari rumahnya.Angka-angka korban berbeda secara cepat dari waktu ke waktu.Menurut Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), sekitar duajuga warga Irak kini mengungsi ke Jordania dan Suriah. Sekitar 2,2 jutalagi warga Irak telah mengungsi di Irak sendiri, menghindari daerahberbahaya di kampung halaman. Tak banyak warga Irak yang diterimanegara-negara penginvasi Irak, seperti Inggris, AS, Spanyol, dan Polandia.Sekitar 60.000 warga Irak telah ditahan aparat Irak, dibantu pasukanmultinasional.

Aksi-aksi radikal dan berdarah, termasuk aksi penembakan yangsetiap hari berdentuman di Irak, telah menewaskan 1,2 juta warga Irak,sebagaimana dilansir Iraq Body Count dan The Lancet, sebuah lembagaterhormat asal Inggris, September 2007.Sekitar 12.000 tentara pasukanIrak tewas, sebagaimana diumumkan Pemerintah Irak bulan lalu. Sekitar4.280 tentara asing tewas, termasuk 3.987 tentara AS, menurut AFPberdasarkan bahan dari http://www.icasualties.org site.(Sumber:http://klikinter.blogspot.com/2008/03/lima-tahun-invasi-ke-

HYPERLINK "http://klikinter.blogspot.com/2008/03/lima-tahun-invasi-ke-irak.html" \t "_blank" irak.html)Stiglitz dan profesor keuangan publik dari Harvard University,mengatakan invasi Amerika Serikat ke Irak telah memberi kontribusi padakerusakan ekonomi Amerika Serikat dan global. Irak yang tidak stabiltelah berperan besar mendorong harga minyak ke ketinggian yangmerupakan rekor baru dalam sejarah perminyakan dunia, yakni mencapai112 dollar AS per barrel.Dalam kasus ini, Presiden Bush mengatakan dia memikul tanggung-jawab penuh atas keputusan menyerang Irak, meskipun dia melandaskanpilihannya sebagian pada informasi intelijen yang salah. Presiden Bushmengatakan kepada rakyat Amerika bahwa pemilihan di Irak hari ini tidakakan mengakhiri semua kekerasan di negara itu, tetapi bahwa pemilihanitu menandai kemajuan bersejarah bagi rakyat Irak. (Sumber:http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-2005-12-15-

HYPERLINK "http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-2005-12-15-voa985419622.html" \t "_blank" voa985419622.html)Dasar penyebab diambilnya keputusan tersebut, berdasarkan PidatoBush di Kongres pada 28 Januari 2003 dihadapan anggota Kongres, Bushmembeberkan bukti-bukti pengembangan senjata pemusnah massal Irak.Dari laporan intelijen yang menurut Bush sangat terpercaya dan takterbantahkan, Irak memiliki senjata pemusnah masal yang bisa disiapkandalam waktu 45 menit. Selain itu, Collin Powell juga menunjukkan padaPBB berkas setebal 19 halaman yang diperoleh sejak Perang Teluk yangmenguatkan tuduhan pengembangan senjata pemusnah massal,termasuk bukti kepemilikian pesawat tanpa awak yang dapat terbangsejauh 500 km (Gray, 2006: 26). PBB akhirnya menunjuk tim inspeksiyang dipimpin Hans Blix untuk membuktikan tuduhan Bush. Tim ini tidakmenemukan adanya tanda-tanda dari senjata pemusnah massal yangdimaksud AS, setelah melakukan berkali-kali pemeriksaan ke Irak. Namunhal ini tidak menyurutkan niat Bush untuk invasi. Ditegaskan oleh KepalaBadan Pengkajian Pentagon, Richard Perle, AS akan tetap menyerang Irakmeski tim Blix tidak menemukan senjata tersebut (Mahally, 2003: 19-22).(Sumber: http://nanajp.multiply.com/journal/item/4)

DAFTAR PUSTAKA

Gray, Jerry D. 2006.

Dosa-dosa Media Amerika Serikat

. Jakarta : Ufuk PressMahally, Abdul Halim. 2003

. Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat

.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan