29
59 TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI NOPER TULAK 09/293146/PPA/03150 PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pemodelan gravity 3D dengan grabox

Citation preview

Page 1: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

59

TESIS

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN

DAN MAMBERAMO, PAPUA

BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

NOPER TULAK

09/293146/PPA/03150

PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

60

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemetaan Anomali Bouguer Lengkap

5.1.1 Transformasi koordinat geografis Ke UTM dan transformasi zona

Anomali Bouguer lengkap merupakan harga anomali di suatu tempat yang

terukur di permukaan bumi yang diperoleh melalui perhitungan dengan

melibatkan seluruh faktor koreksi. Data sekunder anomali Bouguer lengkap yang

diperoleh masih berada dalam koordinat geografis dengan satuan derajat sehingga

perlu ditransformasi ke Universal Transverse Mercator (UTM) dalam satuan

meter agar lebih mudah dinterpretasi. Peta kontur anomali Bouguer lengkap

daerah penelitian dengan koordinat lintang bujur dalam satuan derajat ditunjukkan

pada gambar 5.1 sedang hasil transformasi ke UTM dalam satuan meter

ditunjukan pada gambar 5.3. Proses transformasi koordinat geografis ke UTM

melibatkan transformasi zona karena daerah yang dikaji berada dalam dua zona.

(a)

Gambar 5.1 Peta Anomali Bouguer lengkap dalam satuan Derajat

59

Page 3: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

61

Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan

Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (PPPG), wilayah Papua berada pada

dua zona yaitu zona 53 dan zona 54 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.1 dan

Gambar 5.2. Kedua zona ini perlu ditransformasi ke dalam satu zona agar

diperoleh peta kontur anomali Bouguer lengkap yang sesuai dengan peta kontur

dalam koordinat geografis sehingga lebih mudah diinterpretasi.

Tabel 5.1 Batas zona dan meridian Tengah Wilayah Indonesia

Gambar 5.2 Letak zona wilayah Indonesia (Bakosurtanal 2005)

Transformasi zona yang berdekatan dapat dilakukan dari nomor zona yang

kecil ke nomor zona yang besar maupun sebaliknya. Pada penelitian ini

transformasi zona dilakukan dari zona 54 ke zona 53 sehingga diperoleh satu zona

yaitu zona 53. Hasil transformasi kedua zona yang dimaksud dapat dilihat pada

peta kontur seperti gambar 5.3. Peta kontur tersebut yang akan digunakan untuk

pengolahan data selanjutnya dan pembuatan model.

Page 4: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

62

Gambar 5.3 Peta kontur anomali Bouguer lengkap hasil transformasi

koordinat geografis ke UTM dan Transformasi zona

Variasi nilai anomali Bouguer lengkap pada peta kontur di atas ditandai

dengan variasi warna yang ditunjukkan oleh skala warna. Nilai anomali Bouguer

lengkap dikelompokkan menjadi anomali negatif (-280 sampai -1 mGal) dan

anomali positif (1 sampai 260 mGal). Anomali Bouguer negatif penyebarannya

berada disekitar jalur Anjak Pegunungan Tengah atau daerah Central Range yang

mencerminkan densitas massa bawah permukaan yang relatif lebih rendah

daripada densitas sekitarnya. Sedangkan anomali Bouguer positif penyebarannya

disekitar Yapen Waropen dan Mamberamo yang mencerminkan densitas massa

bawah permukaan relatif lebih besar daripada densitas sekitarnya.

Penyebaran kedua anomali tersebut lebih jelas terlihat pada peta kontur

anomali Bouguer lengkap yang divisualisasikan dalam kontur tiga dimensi

(gambar 5.4). Pada peta kontur anomali graviatsi 3D, anomali rendah ditandai

dengan adanya cekungan, semakin dalam cekungan menandakan anomalinya

semakin rendah. sementara anomali tinggi ditandai dengan adanya undakan,

semakin tinggi undakan semakin tinggi nilai anomali gravitasinya.

Page 5: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

63

Gambar 5.4 Peta anomali gravitasi Bouguer lengkap 3D

5.2. Proyeksi ke Bidang Datar dengan Grid yang Teratur

Anomali Bouguer lengkap yang diperoleh masih terpapar di topografi

dengan ketinggian yang bervariasi dan grid yang tidak teratur. Agar lebih mudah

di interpretasi, maka data tersebut perlu diproyeksi ke bidang datar dengan grid

yang teratur. Data topografi yang digunakan untuk proyeksi ke bidang datar pada

penelitian ini diperoleh dari anomali free air (lampiran G) dan anomali Bouguer

lengkap, yang perhitungannya berdasarkan pada pengolahan data dari Natioanal

Geospatial Intelligence Agency (lampiran H). Nilai topografi daerah penelitian

diperlihatkan pada gambar 5.5.

Nilai topografi tertinggi berada pada ketinggian 3992 meter, sedangkan

nilai topografi terendah -2500 meter. Proses proyeksi ke bidang datar pada

penelitian ini menggunakan metode yang diajukan Dampney (1969), dengan

asumsi sumber anomali berupa ekivalen titik massa yang terdistribusi pada suatu

bidang datar dengan kedalaman tertentu di bawah sferoida referensi. Peta anomali

gravitasi di bidang datar ditunjukan pada gambar 5.6 yang mempunyai nilai

anomali Bouguer berkisar dari -320 mGal hingga 280 mGal.

Page 6: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

64

Gambar 5.5 Peta topografi daerah penelitian

Penentuan kedalaman massa ekivalen dalam penelitian ini didasarkan pada

kesimpulan dari percobaan yang dilakukan oleh Dampney tentang kedalaman

optimum dari massa ekivalen. Dampney menyatakan bahwa kedalaman optimum

dari massa ekivalen harus memenuhi persamaan 2,5 Δx < (h – zi) < 6 Δx dengan,

Δx adalah jarak rata-rata antar titik-titik survei, h adalah bidang kedalaman

ekivalen titik massa, z adalah ketinggian titik survei. Persamaan di atas

menyatakan bahwa selisih jarak antara sumber ekivalen titik massa dan ketinggian

bidang datar dari sferoida referensi minimal 2,5 kali dari spasi grid dan maksimal

6 kali dari spasi grid. Ketinggian topografi maksimum di daerah penelitian

dijadikan acuan untuk proyeksi ke bidang datar.

Hasil proyeksi ke bidang datar menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan pola kontur anomali Bouguer yang signifikan antara kedalaman sumber

ekivalen titik massa dari kedalam 11,5625 km hingga 27,75 km karena masih

berada dalam syarat batas yang telah dikemukakan oleh Dampney (1969). Pada

penelitian ini kedalaman sumber ekivalen titik massa yang dipilih adalah 27

kilometer di bawah sferoida referensi dan dihitung responnya pada ketinggian

3,992 kilometer di atas sferoida referensi.

Page 7: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

65

Gambar 5.6 Peta kontur anomali Bouguer lengkap pada bidang datar

5.3 Pemisahan Anomali Regional dan Residual

Anomali Bouguer lengkap di bidang datar merupakan campuran antara

anomali regional dan residual. Anomali regional menggambarkan kondisi geologi

secara umum dari daerah penelitian yang dicirikan oleh anomali berfrekuensi

rendah, sedangkan anomali residual menggambarkan kondisi geologi setempat

yang dicirikan dengan frekuensi tinggi. Untuk kepentingan interpretasi dan

pemodelan, anomali residual dipisahkan terhadap anomali regionalnya

menggunakan metode kontinuasi ke atas (upward continuation). Pengangkatan

dilakukan secara coba-coba (trial & error) dan bertahap tiap ketinggiannnya dan

dilihat pola konturnya. Anomali regional yang dianggap cukup stabil pola

konturnya berada pada pengangkatan 30 km. Hasil kontinuasi anomali regional

dan lokal pada pengangkatan 30 km dapat dilihat pada gambar 5.7 dan

gambar 5.8.

Page 8: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

66

Gambar 5.7 Anomali regional pada pengangkatan 30 km.

Gambar 5.8 Anomali lokal pada pengangkatan 30 km.

Page 9: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

67

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada nilai maupun pola dari

peta kontur anomali Bouguer lengkap di bidang datar dengan peta anomali

Bouguer lengkap regional. Nilai anomali regional berada pada kisaran -100

hingga 160 mGal. Hal ini menunjukkan bahwa batuan penyusun struktur dalam

memiliki nilai kontras densitas yang bervariasi dari positif hingga negatif.

Anomali negatif pada umunya berada pada dataran tinggi (pegunungan)

sedangkan anomali positif pada umumnya berada di dataran rendah daerah

penelitian. Demikian pula dengan anomali residual diwakili oleh anomali positif

dan negatif dengan rentang -200 hingga 140 mgal yang tersebar hampir merata

pada daerah penelitian. Hal ini memberikan informasi kontras densitas batuan-

batuan penyusun struktur dangkal bervariasi nilainya dari positif hingga negatif.

5.4 Pemodelan

Interpretasi secara kuantitatif untuk mendapatkan bentuk struktur bawah

permukaan dilakukan dengan pemodelan. Pemodelan yang dilakukan pada

penelitian ini ada dua yaitu pemodelan kedepan atau forward modeling untuk

model 2D dan pemodelan inversi untuk model 3D. Pemodelan 2D bertujuan untuk

membuat model patahan jalur sesar Yapen dan Mamberamo bagian utara,

sedangkan model 3D bertujuan untuk mengetahui bentuk struktur kerak secara

keseluruhan pada daerah penelitian.

5.4.1 Pemodelan 2D struktur bawah permukaan dengan forward modeling

Grandis (2009) Menyatakan bahwa Pemodelan maju adalah suatu proses

perhitungan data yang secara teoritis teramati di permukaan bumi jika diketahui

nilai parameter model bawah permukan tertentu. Perhitungan data teoritis tersebut

menggunakan persamaan matematik yang diturunkan dari konsep fisika yang

mendasari fenomena yang ditinjau. Pemodelan dilakukan dengan mengubah-ubah

(Trial and error) nilai kedalam dan bentuk struktur polygon agar diperoleh nilai

(calculated) dan observasi (Observed) mendekati kesamaan dalam profilnya.

Langkah pertama yang dilakukan dalam pemodelan ini adalah membuat dua

lintasan (slice) pada peta kontur anomali Bouguer yang telah diproyeksi ke bidang

Page 10: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

68

datar tanpa dilakukan kontinuasi (gambar 5.9). Hal ini dilakukan agar profil

anomali observasi yang diperoleh pada sayatan AA’ dan BB’ dapat memberikan

informasi patahan yang jelas. Sayatan yang dibuat untuk memperoleh profil

anomali observasi mengikuti lintasan yang ada pada peta geologi yang

dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Indonesia.

Gambar 5.9 Posisi lintasan profil anomali

Lintasan AA’ merupakan lintasan yang melalui sebagian teluk

cenderawasih dan jalur Sesar Yapen di kepulauan Yapen Waropen, sedangkan

Lintasan BB’ melalui sebagian daerah central Range atau jalur Anjak Pegunungan

Tengah dan jalur Sesar Mamberamo bagian barat yang merupakan jalur anjak

Sesar Mamberamo dibagian barat. Hasil dari masing-masing lintasan ditampilkan

dalam bentuk profil anomali observasi seperti yang terlihat pada gambar 5.10

dan 5.11. Nilai anomali Bouguer pada lintasan AA’ dikelompokkan menjadi

anomali negative (-22,5 sampi-0,5) mgal dan anomali positif (0,5 sampai 187,5)

mgal. Nilai anomali negatif berada disebagian Teluk Cenderawasih, sedangkan

nilai anomali positif sebagian besar berada disekitar Pulau Yapen dan sekitarnya.

Page 11: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

69

Gambar 5.10 Profil nomali observasi pada lintasan AA’

Nilai anomali Bouguer pada lintasan BB’ dikelompokkan menjadi anomali

negative (-15,5 sampi -0,5) mgal dan anomali positif (0,5 sampi 191,5) mgal.

Nilai anomali negatif berada di daerah Central Range, sedangkan nilai anomali

positif sebagian besar berada daerah Mamberamo dan sekitarnya

Gambar 5.11 Profil Anomali observasi pada lintasan BB’

0 50 100 150 200-50

0

50

100

150

200

Jarak (km)

Anom

ali

(mgal)

Profil Anomali Observasi

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Jarak (km)

An

om

aly

(m

gal)

Profil Anomaly Gravitasi Observasi

Page 12: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

70

Setelah diperoleh bentuk profil anomali observasi, langkah kedua yang

dilakukan adalah menentukan nilai densitas setiap lapisan berdasarkan formasi

batuan dengan mengacuh pada model geologi yang dibuat PPPG.

Langkah selanjutnya adalah membuat model poligon tertutup dengan

tahapan-tahapan berikut :

1. Membuat kerangka model struktur berupa poligon tertutup

2. Melakukan penyesuaian terhadap titik koordinat poligon dan kedalaman titik

poligon

3. Melakukan penyesuaian bentuk geometri terhadap model yang telah dibentuk

agar nilai gravity calculated mempunyai kesamaan dengan gravity observed .

Model poligon untuk lapisan kerak dibuat dengan sistem coba-coba

sampai diperoleh nilai anomali model yang dianggap paling mendekati nilai

anomali observasi. Anomali model diperoleh menggunakan fungsi gpoly yang

dibuat pada program matlab 7.5 (Lampiran J).

Parameter-parameter yang dimasukkan sebagai input model adalah ke

koordinat x (xcorn), koordinat z (zcorn), jumlah koordinat x dan z (ncorn),

densitas tiap lapisan poligon (rho), dan titik observasi (x0, z0). Satuan yang

digunakan untuk posisi (xz) adalah kilometer dan satuan densitas adalah kg/m3.

Parameter densitas dibuat tetap sedangkan posisi, kedalam dan bentuk poligon

disesuaikan untuk mendapatkan nilai anomaly model yang mendekati anomali

observasi.

Perubahan posisi dan bentuk dari benda anomali akan terlihat pada respon

profilnya, apabila profil model benda anomali sudah mendekati profil nilai

anomali observasi, maka model ini dianggap sudah sesuai atau mendekati benda

anomali di bawah permukaan yang sebenarnya. Profil dan model poligon benda

penyebab anomali dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan 5.13.

Page 13: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

71

Gambar 5.12 (a) Profil dan model struktur bawah permukaan

lintasan AA’ (b) Model Geologi oleh PPPG

Model yang dibuat berdasarkan sayatan AA’ pada gambar 5.12

menunjukkan model struktur bawah permukaan yang terdiri dari tiga lapisan

dengan panjang sekitar 240 km. Lapisan pertaman merupakan sedimen yang

terdiri dari konglomerat, batupasir, batugamping dan gambut yang mempunyai

densitas rata-rata 2645 kg/m3 dengan kedalaman hingga 8 km dari MSL. Lapisan

berikutnya adalah lapisan batuan beku yang terdiri dari lava, basal dan andesit

A A’

(a)

0 50 100 150 200-50

0

50

100

150

200

Jarak (km)

Anom

ali

(mgal)

Profil Anomali Observasi dan profil model

Profil Model

Profil Anomali Observasi

2645 kg/m3

2733 kg/m3

2747 kg/m3

(b)

A

A’

Page 14: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

72

yang mempunyai densitas rata-rata 2733 kg/m3 dengan kedalaman 15 km dari

MSL. Lapisan terakhir berupa batuan beku yang telah mengalami deformasi yang

terbentuk dari gabro, peridotit, piroksenit dan dunit yang mempunyai densitas

rata-rata 2747 kg/m3 dengan kedalaman hingga 21 km dari MSL.

Gambar 5.13 (a) Profil dan model struktur bawah permukaan

lintasan BB’ (b) Model Geologi oleh PPPG

Hasil Pemodelan yang dibuat berdasarkan sayatan BB’ (gambar 5.13)

menunjukkan model struktur bawah permukaan yang terdiri dari tiga lapisan

dengan panjang 200 km. Lapisan pertama merupakan sedimen yang terdiri dari

batu lanau, napal, batu lempung dan batu gamping yang disisipi oleh batu

vulkanik, serpentinit dan grewak. Lapisan sedimen ini mempunyai densitas rata-

rata 2406 kg/m3 dengan kedalaman hingga 10 km dari MSL.

(a)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Jarak (km)

An

om

aly

(m

gal)

Profil Anomaly Gravitasi Observasi dan Profil Model Poligon

Profil Model Poligon

Profil Anomali Observasi B’

B

2733 kg/m3

2406 kg/m3

B’ B

2406 kg/m3

2733 kg/m3

2747 kg/m3

(b)

Page 15: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

73

Lapisan berikutnya adalah lapisan batuan beku yang terdiri dari lava,

basal dan andesit yang mempunyai densitas rata-rata 2733 kg/m3 dengan

kedalaman 15 km dari MSL. Lapisan terakhir berupa batuan beku yang terbentuk

dari gabro, peridotit, piroksenit dan dunit yang mempunyai densitas rata-rata

2747 kg/m3 dengan kedalaman hingga 21 km dari MSL. Profil dan model

poligon benda anomali pada lintasan AA’

dan BB’ memperlihatkan skenario

model sesar naik

5.4.2 Pemodelan 3D struktur bawah permukaan

Pemodelan tiga dimensi (3D) struktur bawah permukaan menggunakan

program Grablox dan Bloxer pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu:

pemodelan ke depan (forward modeling) dan pemodelan inversi (inverse

modeling). Pemodelan ke depan dimaksudkan untuk mendapatkan atau

menghasilkan data perhitungan (teoritik) untuk suatu konfigurasi atau harga

parameter model tertentu, yang nantinya diharapkan dapat menggambarkan

keadaan struktur bawah permukaan bumi. Pemodelan inversi dilakukan untuk

mendapatkan parameter model berdasarkan data pengukuran, dalam hal ini data

yang digunakan adalah data anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke atas.

Data teoritik hasil pemodelan ke depan nantinya digunakan dalam pemodelan

inversi. Teori inversi di dalam geofisika mempunyai pengertian bahwa inversi

data merupakan interpretasi data. Masalah yang dihadapinya adalah fenomena

fisik bumi yang disusun oleh beragam unsur, dimana belum semua unsur ini dapat

dinyatakan secara kuantitatif sampai saat ini. Hal ini menyebabkan berbagai

kekurangan yang mewakili hubungan antara data dengan model serta keterbatasan

dari suatu proses itu terpaksa dilakukan penyederhanaan masalah dengan

penerapan asumsi untuk menemukan kondisi bumi yang sebenarnya. Asumsi-

asumsi tersebut dituangkan dalam bentuk model bumi dan diperbaiki secara

iteratif, dengan demikian model ini diharapkan merupakan pendekatan yang baik

untuk menggambarkan keadaan bumi yang sebenarnya.

Page 16: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

74

5.4.2.1 Pemodelan ke depan (forward modeling)

Pemodelan 3D pada penelitian ini diawali dengan pemodelan kedepan

dengan membuat model awal berupa blok mayor dan blok minor pada program

Grablox. Model awal yang telah dibuat dapat ditampilkan pada program Bloxer

berbasis Graphical User Interface (GUI) seperti pada gambar 5.14

Gambar 5.14 Tampilan Model Awal Pada Program Bloxer berbasis GUI

Model awal berupa blok mayor dan minor dibuat dengan cara coba-coba

(try and error) untuk memperkirakan bentuk geometri blok. Geometri blok

disesuaikan dengan geometri grid anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke

atas. Blok mayor dibagi tegak lurus 50 bagian arah y dan 30 bagian arah x,

sehingga membentuk 1500 blok minor untuk tiap lapisan (gambar 5.15).

Kedalaman blok sekitar 30 km yang disesuaikan dengan ketebalan rata-rata kerak

bumi dan kedalaman maksimum sumber ekivalen titik massa. Blok dalam arah

vertikal dibagi menjadi 4 lapisan sesuai dengan stratigrafi daerah penelitian.

Densitas batuan sebagai parameter yang digunakan adalah densitas kerak bumi

yaitu 2,67 gr/cm3.

Data yang diinput kedalam program untuk membuat model blok adalah

posisi blok dalam arah xyz (x-posit, y-posit, z-posit), ukuran blok dalam arah xyz

Page 17: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

75

(x-size, y-size, z-size), nilai diskritisasi dalam arah xyz (x-divis, y-divis, z-divis),

densitas Bouguer, spasi grid data xy (x-step dan y-step), posisi awal pengukuran

(z-start dan y-start) dan posisi akhir pengukuran (x-ending dan y-ending).

Gambar 5.15 Model awal berupa blok mayor dan blok minor

Berdasarkan gambar 5.15 di atas terlihat bahwa model yang dibuat terbagi atas 4

lapisan dalam arah z (nz), 30 sayatan dalam arah y (ny) dan 50 sayatan dalam arah

x (nx). Setiap lapisan dari blok model tersebut akan terbentuk 1500 blok minor,

sehingga keseluruhan blok minor berjumlah 6000 blok. Bentuk tiap lapisan dan

sayatan akan diperlihatkan secara terpisah setelah dilakukan optimasi.

5.4.2.2 Pemodelan inversi (inverse modeling)

Setelah menentukan ukuran blok dan jumlah blok minor (model awal),

langka selanjutnya adalah menginput data obeservasi ke dalam program melalui

menu Read data. Pembacaan ini menyangkut pencocokan antara geometri model

yang dibuat dengan geometri data gravitasi. Data yang diinput akan ditampilkan

oleh program dalam bentuk kontur. Pada tahapan ini hanya kontur dari data

observasi yang ditambilkan karena proses komputasi belum dilakukan. Setelah

data dan model dicocokkan, maka proses inversi dilakukan dengan optimasi..

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses komputasi dimulai dari optimasi

base, optimasi densitas dan optimasi ketinggian blok. Optimasi base berfungsi

untuk mengoptimasi nilai-nilai parameter dasar anomali. Optimasi densitas

y x

z

nz = 4

dX

dY

dZ

nx = 50

ny = 30

Page 18: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

76

bertujuan untuk mengoptimasi nilai densitas agar nilai error antara data yang

terukur dengan hasil perhitungan dapat diminimalkan. Sedangkan optimasi tinggi

blok bertujuan untuk mendapatkan tingkat kedalaman blok.

Secara umum optimasi dilakukan agar perbedaan nilai pengukuran dan

perhitungan bisa diminimalkan. Teknik optimasi yang telah terintegrasi dalam

program ini menggunakan dekomposisi nilai singular atau singular value

dekomposition (SVD) dan teknik optimasi alternatif menggunakan prinsip

Occam’s. Penggunaan kedua metode ini dilakukan secara bertahap. Apabila

dengan metode SVD diperoleh nilai error yang cukup besar, maka perlu dilakukan

optimasi dengan Occam’s. Setelah dilakukan proses komputasi terhadap ketiga

parameter diatas akan diperoleh model blok 3D struktur kerak daerah penelitian

berupa kontur (lampiran K), profil (lampiran L), penampang dalam arah x

(lampiran M) dan y (lampiran N) serta lapisan tiap kedalaman dalam arah z sesuai

dengan model awal yang dibuat. Jumlah keseluruhan model blok sebanyak 84

model yang terdiri dari penampang dalam arah x 50 model, penampang dalam

arah y 30 model dan lapisan tiap kedalam 4 model. Model blok yang tidak

ditampilkan dalam bab ini dapat dilihat pada lampiran L dan M. Model yang

diperoleh menggunakan Grablox selanjutnya diedit menggunakan Bloxer

sehingga diperoleh tampilan model blok 3D yang lebih jelas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model yang diperoleh dari hasil

inversi merupakan model blok 3D yang dapat ditampilkan dalam arah x dan y

berupa sayatan dan berupa lapisan tiap kedalaman dalam arah z. Model blok 3D

dalam arah z untuk tiap lapisan dapat dilihat pada gambar 5.16, 5.17, 5.18 dan

5.19. Model Blok Pada lapisan pertama (gambar 5.16) dengan kedalam 0 hingga

9,3 km mempunyai densitas yang bervariasi dari 2,63 gram/cm3 hingga 2,76

gram/cm3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah 2,67 gram/cm

3.

Page 19: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

77

(a)

(a)

(b)

Gambar 5.16 Model Blok 3D lapisan pertama pada kedalam 0,0 km hingga

9,6 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

Model Blok lapisan kedua (Gambar 5.17) dengan variasi kedalaman blok

berkisar antara 9,6 km hingga 18,9 km mempunyai densitas yang bervariasi dari

2,68 gram/cm3 hingga 2,83 gram/cm

3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah

2,69 gram/cm3

Page 20: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

78

(a)

Gambar 5.17 Model Blok 3D lapisan kedua pada kedalam 9,6 km hingga

18,9 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

. Model Blok lapisan ketiga (gambar 5.18) dengan variasi kedalaman blok

berkisar antara 18,9 km hingga 27,6 km mempunyai densitas yang bervariasi dari

2,83 gram/cm3 hingga 2,88 gram/cm

3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah

2,86 gram/cm3

(a)

(b)

Page 21: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

79

(a)

(b)

Gambar 5.18 Model Blok lapisan ketiga pada kedalam 18,9 km hingga

27,6 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

Model Blok lapisan keempat (gambar 5.19) dengan variasi kedalaman blok

berkisar antara 27,6 km hingga 30 km mempunyai densitas yang bervariasi dari

2,90 gram/cm3 hingga 3,13 gram/cm

3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah

3,06 gram/cm3

(b)

Page 22: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

80

(a)

(b)

Gambar 5.19 Model Blok lapisan keempat pada kedalam 27,6 km hingga

30 km (a) tampilan grablox, (b) tampilan bloxer

Pada lapisan Pertama hingga lapisan ketiga, perbedaan yang signifikan

antara nilai densitas kerak penyusun struktur bawah permukaan belum terlihat

dengan jelas. Sedangkan pada lapisan keempat atau lapisan terakhir pada kedalam

yang sama terlihat adanya perbedaan densitas yang signifikan antara kerak

Page 23: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

81

penyusun struktur bawah permukaan. Pada gambar 5.19 terlihat bahwa densitas

kerak yang memiliki nilai densitas yang lebih tinggi ketebalan lapisannya relatif

lebih tipis, sedangkan pada lapisan kerak yang nilai densitasnya relatif lebih

rendah memilki lapisan yang lebih tebal.

Secara keseluruhan, model blok 3D dalam arah z pada tiap lapisan

kedalaman dari lapisan pertama hingga lapisan terakhir seperti pada tampilan

grablox memiliki variasi densitas yang berkisar antara 2,63 gram/cm3 (lapisan

pertama) hingga 3,13 gram/cm3 (lapisan terakhir). Variasi densitas ini ditunjukkan

oleh nilai densitas pada blok minor dan skala warna pada masing-masing lapisan.

Densitas rata-rata keempat lapisan adalah 2,82 gram/cm3. Selain variasi densitas,

model blok 3D yang dibuat memperlihatkan juga adanya variasi kedalaman dan

ketinggian blok minor. Adanya variasi densitas pada model blok 3D menunjukkan

bahwa material penyusun struktur bawah permukaan daerah penelitian memiliki

densitas yang bervariasi pada tiap lapisannya, sedangkan variasi ketinggian dan

kedalam blok menunjukkan bahwa ketebalan material penyusun struktur bawah

permukaan daerah penelitian memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

Model blok 3D dalam arah z seperti yang telah disebutkan di atas

bertujuan untuk melihat model 3D per lapisan berupa nilai densitas dan kedalam

lapisan. Sedangkan model blok dalam arah xy yang dibuat dalam bentuk sayatan

bertujuan untuk melihat bentuk struktur 2D dalam arah x dan y. Dalam hal ini

untuk melihat patahan akibat adanya penunjaman. Model yang dihasilkan dalam

arah xy berjumlah 80 model sayatan, masing masing 50 model dalam arah x dan

30 model dalam arah y. Dari sekian model tersebut, dipilih beberapa model

sayatan yang dianggap bisa mewakili model yang lain untuk melihat adanya

patahan. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 5.20, 5.21, 5.22, 5.23, 5.24 dan

5.25. Model yang tidak ditampilkan dalam bab ini dapat dilihat pada lampiran M

dan N. Model blok 3D yang disayat dalam arah x yang ditunjukkan oleh sayatan

nomor 9 (gambar 5.20) dan sayatan nomor 23 (gambar 5.21) memperlihatkan

adanya penurunan tinggi blok yang teratur relatif terhadap blok sekitarnya

pada tiap lapisan. Penurunan tinggi blok minor pada model ini diinterpetasi

sebagai bentuk sesar.

Page 24: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

82

(a)

Gambar 5.20 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat

dalam arah x pada sayatan ke 9; (c) Peta tektonik dan peta

administrasi wilaya Papua

Berdasarkan model pada gambar 5.20, sesar ini mencapai kedalaman

hingga 30 km atau pada lapisan keempat yang merupakan batuan ultramafik.

Daerah yang dilalui sesar ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas

2,69 gram/cm3 hingga 2,70 gram/cm

3 dengan kedalaman kurang lebih 20 km.

(c)

(b)

(a)

Page 25: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

83

Selain sesar, pada model blok 3D yang disayat dalam arah 2D juga ditemukan

adanya siklin dan antiklin yang ditunjukkan oleh pasangan bentuk cekungan ke

atas dan ke bawah.

Gambar 5.21 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat

dalam arah x pada sayatan ke 23; (c) Peta tektonik dan peta

administrasi wilaya Papua

(b)

(a)

(c)

Page 26: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

84

Model blok lainnya dalam arah x yang juga mengindikasikan adanya

patahan dapat dilihat pada gambar 5.22 dan 5.23. Model ini disayat pada sayatan

ke 47 dan 50. Seperti pada model sebelumnya, model ini memperlihatkan adanya

bentuk patahan yang ditandai dengan kecenderungan menurunnya blok-blok

minor terhadap blok sekitarnya.

(b)

Gambar 5.22 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat

dalam arah x pada sayatan ke 47; (c) Peta tektonik dan peta

administrasi wilaya Papua

(a)

(b)

(c)

Page 27: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

85

Berdasarkan model, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau

pada lapisan keempat yang merupakan batuan ofiolit. Daerah yang dilalui patahan

ini ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm3 hingga 2,70

gram/cm3

dengan kedalaman sekitar 20 km.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5.23 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat

dalam arah x pada sayatan ke 50; (c) Peta tektonik dan peta

administrasi wilaya Papua

(a)

Page 28: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

86

Model blok 3D yang disayat dalam arah y (gambar 5.24 dan 5.25) yang

ditunjukkan oleh sayatan nomor 6 dan sayatan nomor 30 juga memperlihatkan

adanya penurunan tinggi blok yang teratur relatif terhadap blok sekitarnya pada

tiap lapisan. Penurunan tinggi blok minor pada model ini diinterpetasi sebagai

bentuk patahan.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5.24 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat

dalam arah y pada sayatan ke 6; (c) Peta tektonik dan peta

administrasi wilaya Papua

(a)

Page 29: Grablox, Pemodelan 2D Dan 3D Struktur Bawah Permukaan Yapen-Mamberamo-Metode Gravity

87

Berdasarkan model, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau

pada lapisan keempat yang merupakan batuan ofiolit (sayatan nomor 6) dan

batuan ultramafik (sayatan nomor 30). Daerah yang dilalui patahan ini ditutupi

oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm3 hingga 2,70 gram/cm

3

dengan kedalaman kurang lebih 25 km. Pada sayatan nomor 6, ditemukan juga

adanya lipatan yang diiterpretasikan sebagai antiklin.

Gambar 5.25 Model Blok (a) Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat

dalam arah y pada sayatan ke 30; (c) Peta tektonik dan peta

administrasi wilaya Papua

(a)

(b)

(c)