36
GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN KUDUS (Tinjauan Kritis Teologis Atas Ketidaksetujuan Majelis Sinode GMIT Terhadap Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus) Oleh: Dhavid Kristofel Dira Tome 712013043 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN KUDUS

(Tinjauan Kritis Teologis Atas Ketidaksetujuan Majelis Sinode GMIT Terhadap

Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus)

Oleh:

Dhavid Kristofel Dira Tome

712013043

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 2: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk
Page 3: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk
Page 4: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk
Page 5: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk
Page 6: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk
Page 7: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena kasih

karuniaNya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan penulis. Secara khusus, penulis

mengucapkan syukur atas tuntunan dan penyertaanNya yang tak pernah berhenti bagi penulis

selama penulis menjalani proses masa pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen

Satya Wacana (UKSW) hingga menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul ―GMIT dan

keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus‖

Tugas Akhir ini ditulis untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai

gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si.Teol). Tugas Akhir ini disusun dengan

harapan karya tulis ini dapat membantu warga GMIT, untuk bisa melihat keterlibatan anak-

anak dalam sebuah perjamuan kudus. Penulis juga berharap tulisan ini di kemudian hari bisa

berguna atau sabagai refernsi dalam memahami keikitsertaan anak-anak dalam perjamuan

kudus, sehingga nantinya kita tidak lagi terjebak dalam pemikiran bahwa anak-anak tidak

dapat ambil bagian dalam perjamuan kudus. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari

kesempurnaan sehingga diperlukan kritik dan saran agar tulisan ini dapat terus dikembangkan

dengan lebih baik.

Penulis

Page 8: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Daftar Isi

JUDUL ................................................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................................................. iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ...................................................................... iv

PERNYTAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................................. v

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................xiii

MOTTO ..............................................................................................................................ix

ABSTRAK ...........................................................................................................................x

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Pembatasan Masalah .............................................................................................. 4

1.3 Rumusan masalah ................................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5

1.6 Metode penelitian .................................................................................................... 6

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................................. 6

Perjamuan Kudus : .............................................................................................................. 7

1. Makna Perjamuan Kudus .................................................................................... 7

2. Perkembangan Pelayanan Perjamuan Kudus Kudus .................................. 8-11

3. Gambaran tentang GMIT .................................................................................. 14

Analisa .............................................................................................................................. 19

Kesimpulan ....................................................................................................................... 23

Daftar Pustaka ................................................................................................................... 24

Page 9: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik

dalam bentuk kritik, saran serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang oleh karena kasih dan penyertaanNya selalu menolong

penulis dalam menjalani studi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.

2. Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan kak Astrid Bonik Lusi yang telah menjadi

dosen pembimbing penulis selama masa penulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih atas

segala waktu, motivasi dan semangat yang diberikan selama masa penulisan Tugas

Akhir ini. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Teologi. Terimakasih atas ilmu yang

telah diberikan selama masa studi.

3. Keluarga tercinta. Terimakasih untuk segala waktu, semangat, doa dan semua

motivasi yang telah diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan proses studi dan

penulisan Tugas Akhir ini dengan baik. Terkhusus untuk kedua orang tua, papa

(Marthen L. Dira Tome), mama (Irna Dira Tome, Dai), kedua orang adik saya Jordan

dan Januarta yang selalu memberi semangat dan menjadi tempat bercerita yang baik

selama proses studi. Kiranya Tuhan memberkati kita semua.

4. Kak Surya Planologi Deilu yang telah menemani dan membantu dalm mencari data

selama penelitian. Bapa Besly mesakh dan bapa Nindyo Sasongko yang telah telah

menyediakan rumah selama proses mencari teori.

5. Ziel Limahelu, terimakasih atas segala dukungan dan motivasi selama berkuliah

hingga berhasil menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik. Mohon maaf atas segala

tingkah laku yang kurang berkenan selama proses perkuliahan hingga bisa

menyelesaikan studi dengan baik.

6. Saudara-saudara dari rahim yang berbeda (Acel, Fajar, Boby, Juan, Jear, Edgar, Alty,

Yunus, Firman, Nathan, Yohan) yang telah menemani dan mendukung proses

perkuliahan sejak awal hingga akhir. Kak Joshua Maliogha, yang telah memberi

masukan dalam penulisan Tugas Akhir. Kiranya Tuhan memberkati dalam tugas dan

studi di tempat yang baru. Serta teman-teman angkatan 2013 yang telah mendukung

dalam proses perkuliahan.

Terimakasih juga untuk semua yang telah medukung saya selama ini, semoga Tuhan

memberkati kalian semua.

Page 10: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

MOTTO

“Cara terbaik untuk menemukan dirimu sendiri

adalah dengan kehilangan dirimu dalam melayani

orang lain”

–Mahatma Gandhi-

Page 11: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Abstrak

Keikutsertaan anak-anak dalam Perjamuan Kudus merupakan hal yang gencar dibicarakan

banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut

keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk di dalmamnya Sinode Gereja Masehi Injili di

Timor (GMIT). Hal ini juga menjadi perhatian bagi bapa-bapa gereja terdahulu dan salah satunya

Marthin Luther yng berpendapat bahwa anak-anak boleh diikutsertakan dalam Perjamuan Kudus

karena Perjamuan Kudus dipandang sebagai sebuah anugerah keselamatan yang boleh di terima oleh

semua orang Kristen termasuk anak-anak.

Penulis akan menganalisa mengapa GMIT menolak anak-anak untuk ikut serta dalam Perjamuan

Kudus. Menurut menulis anak-anak boleh mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus karena

Perjamuan Kudus merupaka sebiah jamuan makan yang Tuhan berikan untuk semua orang percaya

dan anak-anak juga merupaka bagaian di dalamnya.

Kata kunci: Perjamuan Kudus, Perjamuan anak, GMIT.

Page 12: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN KUDUS

(Tinjauan Kritis Teologis Atas Ketidaksetujuan Majelis Sinode GMIT Terhadap

Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus)

1.1 Latar Belakang

Perjamuan Kudus adalah sebuah ritus keagamaan yang dilakukan secara periodik

oleh umat Kristen. Perjamuan Kudus memiliki sebuah kebiasaan yaitu meminum anggur

dan memakan roti. Roti dan anggur dimaknai sebagai lambang tubuh dan darah Kristus

yang telah dikorbankan untuk manusia dan sebagai lambang keselamatan dari dosa.

Dengan demikian, Perjamuan Kudus bukan hanya sekedar ritus dalam kehidupan orang-

orang percaya akan tetapi merupakan sebuah lambang keselamatan dan penghayatan

iman orang Kristen.

Perjamuan Kudus merupakan sebuah sakramen yang secara periodik dan wajib

dilakukan oleh komunitas kristen. Perjamuan Kudus atau bisa disebut Ekaristi adalah

―To Give Thanks‖ (ucapan syukur), kata ini dalam bahasa Yunani Ecurishtia.1 Kata

ekaristi digunakan untuk menunjuk seluruh pelayanan sakramen Perjamuan pada tiga

abad pertama sejarah gereja. Kata ekaristi mengungkapkan pujian syukur atas karya

penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, dalam peristiwa wafat dan

kebangkitan Kristus. Dengan pujian syukur tersebut, gereja mengenang misteri

penebusan Kristus itu sekarang kini dan di sini.2 Perjamuan Kudus sebagai sakramen

dipelopori oleh Yesus dan para murid-Nya sebelum Yesus melakukan pengorbanan.

Dalam Perjamuan itu dikenal adanya sebuah jamuan makan roti dan minum anggur.3

Istilah ―Perjamuan Kudus‖ yang sering digunakan oleh Gereja-gereja di

Indonesia yang bermakna Perjamuan yang Allah asingkan (khususkan, kuduskan) dan

1 Robert Benedetto, The New Westminster Dictionary of Church History: The early, medieval, and Reformation

eras (London: Westminster John Knox Press, 2008), 231.

2 Aris Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak: telaah atas keikutsertaan anak-anak dalam

Perjamuan Kudus (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012), 12-13.

3 Benedetto, The New Westminster Dictionary of Church History: The early, medieval, and Reformation eras,

231.

Page 13: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

pakai sebagai alat dalam karya penyelamatan-Nya.4 Berkaitan dengan itu Perjamuan

Kudus adalah salah satu cara Allah mewujudkan seluruh rencana keselamatan bagi umat

ciptaannya. Maka, melalui Perjamuan Kudus manusia sebgai ciptaan-Nya dapat

menghayati rencana keselamatan Allah.

Pada masa Tuhan Yesus, Perjamuan itu dipersiapkan menurut peraturan yang

lazim untuk sekurang-kurangnya 10 orang. Perayaan itu terdiri dari: pertama, ditandai

dengan pembukaan oleh kepala rumah tangga dengan mengucapkan rumusan-tabhisan

perayaan paskah, kemudian cawan pertama diminum dan makanan dihidangkan tetapi

belum dimakan serta cawan kedua diisi tetapi belum diminum. Kedua, liturgi paskah

yang dimulai dengan penjelasan atas pertanyaan anak sulung mengenai makna dari

makanan yang dihidangkan, dilanjutkan dengan nyanyian pertama dari mazmur 13-114

dan cawan kedua diminum. Ketiga, Perjamuan sesungguhnya di mana kepala keluarga

mengucapkan doa dan memecah-mecahklannya dan memberikannya kepada anggota

keluarga untuk turut merayakan. Roti dan anggur dimakan dan diminum bersama-sama

oleh seluruh anggota keluarga. Pengucapan berkat atas cawan ketiga. Sehingga cawan itu

disebut cawan berkat atau cawan puji-pujian. Keempat, bagian penutup di mana

menyanyikan nyanyian bagian kedua dari mazmur 115-118 dan ucapan puji-pujian atas

cawan keempat. 5

Dengan melihat pada tradisi dan asal-usul katanya, ekaristi merupakan doa berkat

dalam Perjamuan makan Yahudi yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga sehingga

keterlibatan anak-anak dalam ekaristi ini perlu diperhatikan. Ketika ekaristi dimaknai

sebagai ucapan syukur, tentu anak-anak pun perlu dilatih dan dibiasakan untuk

melakukannya.6 Olah sebab itu Perjamuan Kudus tidak hanya dilakukan oleh warga sidi

jemaat akan tetapi oleh seluruh anggota jemaat termasuk anak-anak di dalamnya.

Dalam praktik yang berlangsung pada gereja-gereja saat ini, umumnya Perjamuan

Kudus hanya dapat diikuti oleh jemaat yang telah diteguhkan sebagai warga sidi jemaat.

Jemaat yang telah mengaku iman percaya mereka secara pribadi kepada Yesus yang

diikutsertakan dalam sakramen Perjamuan Kudus. Anggota sidi adalah mereka yang

4 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi anak-anak, 9.

5 J. L. Ch. Abineno, Pemberitaan Firman pada Hari-hari Khusus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), 137-8.

6 Widaryanto, Sakramen Perjamuan Bagi Anak-anak,13.

Page 14: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

masuk dalam kategori orang dewasa yang telah melalui pembinaan iman. Maka dalam

praktik kehidupan bergereja saat ini Perjamuan Kudus masih dibatasi oleh kategori usia.

Sehubungan dengan itu maka perlu adanya transformasi pemahaman tentang

Perjamuan Kudus yang hanya boleh diikuti oleh anggota sidi. Pemahaman Perjamuan

Kudus yang bukan hanya diikuti oleh anggota sidi melainkan juga mengikutsertakan

anak-anak. Maka dengan demikian Perjamuan Kudus yang merupakan lambang

keselamatan memiliki sifat universal yang menjangkau seluruh orang-orang percaya.

Pandangan yang demikian sesungguhnya telah dirintis sejak lama oleh bapak

gereja mula-mula yakni Agustinus yang mengatakan:

Mereka yang berkata bahwa masa kanak-kanak tidak terhubung dengan Yesus

untuk diselamatkan, sesungguhnya sedang menolak bahwa Kristus adalah Yesus

bagi semua kanak-kanak orang percaya … Nah, sekarang, jika Anda dapat

menerima pemahaman bahwa Kristus bukanlah Yesus bagi setiap orang yang

telah dibaptis, maka penulis tidak yakin iman Anda dapat diakui berpadanan

dengan ajaran yang benar. Ya, mereka kanak-kanak, namun mereka adalah

anggota [tubuh]-Nya. Mereka kanak-kanak, namun mereka menerima sakramen-

sakramen-Nya. Mereka kanak-kanak, namun mereka berperan di Meja-Nya, agar

mereka memperoleh kehidupan di dalam diri mereka. (Sermon 174.7)‖ ―Jadi

siapa yang dapat meragukan bahwa di dalam istilah dunia semua oranglah yang

diindikasikan memasuki dunia dengan terlahir? … Dari semua ini berlanjut,

bahwa bahkan bagi kehidupan kanak-kanak tubuh-Nya diberikan, yang Ia berikan

bagi kehidupan dunia; dan bahwa bahkan mereka mereka—kanak-kanak itu—

tidak akan mendapatkan kehidupan jika mereka tidak memakan tubuh Anak

Manusia... (On Merit III.27).7

Melalui argumentasi tersebut Agustinus menyatakan bahwa anak-anak pun dapat

diikutsertakan dalam Perjamuan Kudus, karena Perjamuan Kudus dimaknai sebagai

lambang keselamatan bagi seluruh umat termasuk anak-anak. Agustinus memahami

bahwa Perjamuan Kudus tidak terbatas oleh kategori usia ataupun peneguhan sidi.

Menurut Agustinus Pejamuan Kudus dapat diterima oleh semua orang termasuk anak-

anak. Hal itu dikarenakan setiap orang termasuk anak-anak merupakan bagian dari tubuh

Kristus yang berhak menerima kehidupan dalam diri mereka melalui Perjamuan Kudus.

Maka dari itu, Perjamuan Kudus merupakan hak setiap anggota tubuh Kristus.

7 Joas Adiprasetya, “PAEDOCOMMUNION: Perjamuan Kudus Kanak-kanak”, diakses 12 Maret 2017 http://gkipi.org/paedocommunion-Perjamuan-kudus-kanak-kanak/ .

Page 15: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Sehubungan dengan itu walaupun Agustinus sebagai bapak gereja telah

memberikan afirmasi akan keikutsertaan anak-anak dalam Perjamuan Kudus akan tetapi

Gereja Masehi Injili di Timor masih belum mengikutsertakan anak-anak dalam

Perjamuan Kudus. Fenomena ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti

pemahaman teologi yang dianut oleh gereja, tafsir terhadap Alkitab, tradisi gerejawi dan

banyak faktor lainnya yang relevan dengan dasar pelaksanaan Perjamuan Kudus.

Hal ini ialah fakta yang menarik bagi penulis untuk diteliti. Maka dari itu, dalam

tulisan ini penulis akan mencoba menggali pemahaman Gereja Masehi Injili di Timor

tentang Perjamuan Kudus. Secara khusus, penulis akan mengkaji secara sistematis dan

menganalisis secara mendalam mengenai pemahaman GMIT, dalam hal ini Majelis

Sinode, terhadap pemaknaan Perjamuan Kudus sehingga GMIT belum melibatkan anak

dalam Perjamuan Kudus.

1.2 Pembatasan Masalah

Adapun dari pembahasan di atas nampak jelas bahwa banyak aspek yang dapat dikaji

terkait tidak dilaksanakannya praktik Perjamuan anak di GMIT. Namun, tentu penelitian ini

perlu diarahkan pada pembahasan yang lebih spesifik. Maka, di sini penulis akan membatasi

pembahasan dengan melihat bagaimana Majelis Sinode GMIT memaknai Perjamuan Kudus

dan mengapa GMIT tidak melibatkan anak-anak dalam Perjamuan Kudus.

1.3 Rumusan masalah

Dewasa ini banyak dibicarakan tentang boleh tidaknya anak-anak dilibatkan dalam

Perjamuan Kudus. Perdebatan tentang hal ini terjadi pada dua tataran yakni tataran teoritik

dan praktik liturgis. Di Indonesia juga demikian. Beberapa orang melalui tulisan dan

pemikirannya telah membahas hal ini.

Bagi kita di Indonesia, Pdt. Aris Widaryanto dan Pdt. Joas Adiprasetya adalah para

teolog yang serius menggali dan berbicara tentang keikutsertaan anak dalam Perjamuan

Kudus. Widaryanto berbicara tentang pentingnya mengikutsertakan anak dalam Perjamuan

Kudus karena menurutnya anak-anak yang telah dibaptis merupakan bagian dari persektuan

orang orang-orang percaya. Secara praktis beliau menghimbau agar anak-anak diikut sertakan

dalam praktik Perjamuan Kudus. Adiprasetya mengatakan: ―jika Perjamuan tanpa melibatkan

anak-anak ini diterus diterapkan maka gereja akan menimbulkan korban. Anak-anak akan

menjadi korban karena ketika mereka belum bisa memehami secara baik apa makna dari roti

Page 16: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

dan anggur tersebut maka mereka belum bisa ambil bagian dalam Perjamuan tersebut‖8.

Maka dari itu, penelitian tentang keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus sangat penting

untuk dikaji lebih jauh.

Sehubungan dengan itu, ketidak ikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus juga tidak

terlepas dari sejarah perpecahan gereja Barat menjadi dua kubu yaitu Protestan dan Katolik.

Kebanyakan gereja Protestan, termasuk gereja Prostestan di Indonesia, mengaku sebagai

gereja beraliran Calvinis dan mempraktikkan pemikiran Johanes Calvin. Dalam ajaran

Calvin, anak-anak tidak boleh diikut sertakan dalam Perjamuan Kudus. Anak –anak

dipandang belum bisa menghormati roti dan anggur tersebut. Jadi, bisa dilihat bahwa ada

perbedaan pandangan terhadap keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus di beberapa

gereja.

Demikan halnya GMIT sebagai salah satu gereja Protestan di Indonesia dalam praktik

yang ada belum membolehkan anak-anak dalam Perjamuan Kudus. Tentu ada banya faktor

yang membuat GMIT belum melibatkan anak dalam Perjamuan Kudus. Salah satunya karena

GMIT mengakui sebagai gereja yang memanfaatkan dan meneruskan ajaran-ajaran Johanes

Calvin. Mengingat, seperti dikatakan di atas, Calvin tidak membolehkan anak-anak

mengikuti Perjamuan, hingga kini di GMIT anak-anak juga dilarang mengikuti Perjamuan

Kudus.

Oleh karena itu dalam penulisan tugas akhir (TA) ini akan dipersoalkan sejauhmana

GMIT dengan warisan tradisi pemahaman tentang perjamuan dan pemahamannya tentang

perjamuan yang terdapat dalam berbagai dokumen dimungkinkan merekonstruksi

pandangannya sehingga anak-anak dapat diukutsertakan dalam ibadah Perjamuan Kudus

yang dilakukan di GMIT. Untuk itu, penulis ingin mengajukan pertanyaan penelitian sebagai

berikut.

1. Bagaimana pandangan Majelis Sinode GMIT tentang Keikutsertaan anak dalam

Perjamuan Kudus?

2. Bagaimana keberatan-keberatan TeologisGMIT terhadap keikutsertaan anak-anak

dalm perjmauan kudus?.

8 Pernyataan ini diambil dari video khotbah yang diunggah di

https://www.youtube.com/watch?v=pkLrQhcR4cc, menit 16:40.

Page 17: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

1.4 Tujuan Penelitian

Tugas Akhir yang berjudul GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM

PERJAMUAN KUDUS (Studi Sosio-Teologis Perihal Penolakan Majelis Sinode GMIT

Terhadap Keikutsertaan Anak Dalam Perjamuan Kudus) ini ditulis dengan tujuan sebagai

berikut:

1. Membedah pandangan GMIT terkhusus tentang kekutsertaan anak-anak dalam

Perjamuan Kudus.

2. Mencoba untuk memperlihatkan keberatan-keberatan teologis yang ada di GMIT

sehingga GMIT tidak melibatkan anak-anak dalam Perjamuan Kudus.

1.5 Manfaat penelitian

1. Bagi sinode Gereja Masehi Injili di Timor, penelitian ini dapat dijadikan sumbangsi

pemikiran bagi Gereja Masehi Injili di Timor untuk melaksanakan Perjamuan bagi

anak-anak

2. Bagi fakultas, penelitian ini dapat digunakan sebegai referensi pengajaran

matakuliah dogmatika.

1.6 Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara. Wawancara dilakukan secara tidak

terstruktur untuk menanyakan secara mendalam maksud dan penjelasan dari informan atau

narasumber.9 Sedangkan data sekunder akan diperoleh melalui buku-buku yang mendukung

pembahasan topik ini.

1.7 Sistematika Penulisan

Tugas akhir yang berjudul ―GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM

PERJAMUAN KUDUS

9 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, (Jakarta: Gramedia, 1997), 129

Page 18: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

(Studi Sosio-Teologis Perihal Penolakan Majelis Sinode GMIT Terhadap Keikutsertaan Anak

Dalam Perjamuan Kudus) akan di bagi ke dalam lima bagian. Maka setelah pendahuluan ,

pada bagian kedua penulisakan membahas tentang sejarah Perjamuan Kudus. Berikutnya

akan membahas tentang praktik Perjamuan Kudus dan kemudian akan di bahas tentang

makna Perjamuan Kudus. Pada bagaian ketiga penulis akan mendeskripsikan pandangan

Majelis Sinode GMIT tentang Perjamuan Kudus kemudian pandangan Majelis Sinode GMIT

tentang Keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus . Kemudian pada bagian keempat

penulis akan menganalisa mengapa dalam Perjamuan Kudus Majelis Sinode GMIT belum

mengikutsertakan anak-anak. Pada bagian ini penulis akan menganalisis pandangan Majelis

Sinode GMIT tentang keikut sertaan anak berdasarkan teori sejarah, praktik dan makna

Perjamuan Kudus. Penulis berharap dalam bagian ini akan melahirkan pandangan baru

tentang Perjamuan Kudus dan keikutsertaan anak-anak dalam Perjamuan Kudus bagi GMIT.

Terakhir penulis akan membuat kesimpulan kecil.

Perjamuan Kudus :

1. Makna Perjamuan Kudus

Perjamuan Kudus merupakan salah satu sakramen yang dilakukan dalam Gereja

Protestan. Kata sakramen berasal dari kata sacramentum yang memiliki dua arti. Pertama,

sumpah prajurit yaitu sumpah kesetiaan yang harus diucapkan dihadapan panji-panji kaisar.

Kedua, uang tanggungan yang lama diletakan di kuil oleh dua golongan yang sedang

berperkara. Siapa yang kalah dalam perkara ini, akan kehilangan uang nya. Oleh karena itu

maka kata ―sakramen‖ yang dijabarkan dari kata sacer kudus mengandung juga arti

perbuatan atau perkara yang rahasia, yang kudus, yang berhubungan dengan para dewa.

Berhubungan dengan itu, kata sacramentum kemudian dipandang sebagai terjemahan dari

kata Yunani mysterion. Menurut gereja reformasi, hanya ada dua sakramen yaitu baptisan dan

Perjamuan Kudus. Ajaran gereja reformasi mengenai sakramen berpusat pada pengertian

sacramentum/mysterion atau rahasia. Maka dapat didefinisikan Sakramen sebagai suatu

mysterion sebab di dalam sakramen itu senantiasa ada karunia yang baru yang dicurahkan.10

10

Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1982), 424.

Page 19: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Berbagai Istilah sakramen saat ini digunakan untuk menyebut pelayanan Perjamuan

Kudus, di antaranya Perjamuan Kudus, perjamuan Tuhan, misa, Perjamuan Kudus,

pemecahan roti, serta kurban dan persembahan. Istilah-istilah ini menggambarkan bahwa

pemahaman pelayanan sakramen yang berkembang di jemaat sangatlah beragam. Begitu juga

istilah Perjamuan Kudus sering digunakan oleh gereja-gereja di Indonesia. Kata-kata tersebut

bermakna perjamuan yang Allah asingkan dan pakai sebagai alat dalam karya penyelamatan-

Nya. Sedangakan istilah ―Perjamuan Tuhan‖ di dalam Alkitab biasanya dihubungkan dalam

makna eskatologis Perjamuan Kudus. Istilah ini digunakan dalam hubungannya dengan

perjamuan malam terakhir Yesus bersama murid-muridNya, tetapi tidak dipakai sebagai

istilah Perjamuan Kudus. 11

Pemecahan roti sebenarnya merupakan istilah yang menunjuk pada tindakan para

kepala keluarga Yahudi pada awal perjamuan makan dalam rangka doa syukur singkat

sebelum makan. Istilah ini digunakan untuk menyebut pelayanan Perjamuan Kudus karena

pernah ada pandangan jemaat yang sangat menekankan pemecahan roti tersebut sebagai

lambang kesatuan jemaat dengan Tuhan dan sesama. Istilah kurban dan persembahan pada

masanya menjadi populer karena berkaitan dengan situasi gereja perdana yang menekankan

aspek persembahan material yang dibawa umat ke altar sebagai reaksi atas aliran bidaah

genostisisme.12

2. Perkembangan Pelayanan Perjamuan Kudus Kudus

Perjamuan Kudus dirayakan sejak ada gereja di dunia ini. Oleh sebab itu wajarlah

gereja-gereja Protestan merayakan Perjamuan Kudus juga, sama seperti Gereja Katolik

Roma. Hal itu perlu ditegaskan karena timbul kesan bahwa ada perbedaan antara misa atau

ekaristi di gereja Roma sangat berbeda dengan ‗Perjamuan Kudus‖ di gereja Protestan.

Namun dua-duanya bertolak dari perjamuan yang dirayakan oleh Yesus dengan murid-murid-

Nya dan oleh jemaat mula-mula. Ajaran Gereja Katolik Roma mengenai Perjamuan Kudus

berakar dalam zaman gereja kuno.13

Sehingga dalam bagian ini penulis akan memperlihatkan

perkembangan pelayanan Perjamuan Kudus dari Gereja perdana sampai pada abad

pertengahan.

11

Aris Widaryanto, Perjamuan Kudus bagi Anak-anak (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012), 9-10.

12 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 14-15

13 Christian de Jonge, Apa Itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 211-212.

Page 20: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Perjamuan Kudus Pada Masa Gereja Perdana

Perkembangan pelayanan Perjamuan Kudus yang dimulai pada masa gereja perdana

diwarnai oleh tanggapan beberapa tokoh, di antaranya C.J Den Heyer, E. Martasudjita, J.

Jeremias, dan I.H Enklar. C.J den Heyer dalam pemikirannya mengungkapkan bahwa

pelayanan Perjamuan Kudus belum mendapat tempat yang sentral dalam gereja perdana.

Sehingga wajar apabila pada saat itu Perjamuan Kudus hanya dilakukan sekali setahun

terutama dalam jemaat yang warganya terdiri dari orang-orang Yahudi atau orang Kristen

Yahudi. Namun menurut E. Martasudjita, pelayanan Perjamuan Kudus sudah dilaksanakan

oleh gereja sejak awal kelahirannya. Menurutnya pelayanan Perjamuan Kudus dalam gereja

perdana tersebut berakar dalam perjamuan makan Yesus dengan orang-orang berdosa,

perjamuan malam terakhir Yesus bersama dengan para murid-Nya dan perjamuan makan

bersama Yesus yang bangkit pada saat penampakan-Nya. Menurut C.J Den Heyer, asal usul

memecahkan roti tidak selayaknya dicari dalam Perjamuan Paskah Yahudi, tetapi dalam

perjamuan kasih yang bermakna sangat esensial. J. Jeremias juga mengungkapkan pendapat

yang sama. Menurutnya Gereja Perdana tidak merayakan sakramen satu tahun sekali menurut

ritual paskah, tetapi mereka melaksanakannya menurut tata cara mereka dan setiap hari

Tuhan (minggu).14

Menurut bentuknya yang paling awal dan tertua, pada masa Gereja Perdana, pelayanan

Perjamuan Kudus disatukan dengan perjamuan makan yang biasa disebut Agape. Perjamuan

Kudus dilaksanakan menurut model perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid-

Nya yaitu diawali dengan doa berkat atas roti sebelum perjamuan, lalu perjamuan makan

yang sungguh-sungguh dan akhirnya doa berkat atas piala pada akhir perjamuan. Di

kemudian hari bagian doa berkat atas roti digabungkan dengan bagian doa berkat atas piala

sehingga membentuk suatu kesatuan Perjamuan Kudus. Tetapi akibat dari penyatuan tersebut,

maka terjadi pemisah antara Perjamuan Kudus dan perjamuan makan. Perjamuan makan

diadakan pada hari sabtu malam dan Perjamuan Kudus dilaksanakan pada hari minggu pagi

saat sebelum fajar.15

14

Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 30-31.

15 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 32.

Page 21: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Perjamuan Kudus Pada Masa Bapa-bapa Gereja

Sesudah masa para Rasul, terjadilah perubahan-perubahan besar dalam kehidupan

jemaat Kristen pada saat itu. Baptisan menjadi pintu masuk bagi orang-orang yang ingin

menjadi anggota gereja. Tata cara kebaktian pun mulai ditetapkan dan lambat laun kebaktian

dilaksanakan dengan liturgi yang lengkap. Setiap hari minggu diadakan Perjamuan Kudus

untuk seluruh anggota jemaat, termasuk anak-anak.16

Ignatius (98-117) memahami dan mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus adalah saluran

yang penting bagi seluruh umat Kristen untuk menerima anugerah Allah. Dia mengakui dan

mengajarkan bahwa elemen Perjamuan Kudus itu adalah visualisasi dari tubuh dan darah

Kristus yang dikorbankan untuk memberi hidup yang kekal bagi umat yang percaya padanya.

Yustinus Martir (110-165), mengajarkan bahwa setiap umat Kristen harus mengikuti

Perjamuan Kudus dan tidak memandang anggur dan roti hanya sebagai anggur dan roti biasa.

Karena ketika pemimpin kebaktian mengucapkan kata-kata syukur maka roti dan anggur itu

menjadi tubuh dan darah Kristus. Irenius (140-195) mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus

sebagai sarana ibadah harus diterima oleh seluruh umat yang percaya kepada Yesus Kristus.

Roti dan anggur pun dimaknai sebagai sesuatu yang riil. Ketika umat menerima roti dan

anggur, maka mereka telah menerima tubuh dan darah Kristus. Perjamuan Kudus sebagai

obat atau ragi yang lama kelamaan akan mengubah sifat dan karakter kemanusiaan menjadi

lebih baik. Sehingga orang yang menerima Perjamuan Kudus kudus perlu mempersiapkan

diri te rlebih dahulu.17

Tertullianus (160-225) adalah orang pertama yang menggunakan istilah sakramen.

Menurutnya sakramen adalah barang suci yang menyatakan keselamatan. Dalam Perjamuan

Kudus, roti dan anggur adalah barang kudus yang menguduskan setiap orang yang percaya

kepada Kristus. Cyrillus pada tahun 348 menulis ―Catechese-catechese‖ yang berisi tentang

watak dan pengajaran agama Kristen. Dia mengajarkan bahwa selama menjadi calon sidi,

seseorang sama sekali tidak diperkenankan turut ambil bagian dalam Perjamuan Kudus.

Namun pada masanya Agustinus (354-430) mengajarkan bahwa sakramen adalah firman

yang kelihatan. Menurutnya, pada saat roti dan anggur perjamuan dibagikan, firman Allah

diikutsertakan.18

16

Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 34.

17 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 35.

18 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 37.

Page 22: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Perjamuan Kudus Pada Abad Pertengahan

Sejak abad VIII, liturgi gereja telah mengarah kepada pembakuan. Akibatnya juga

terjadi kecenderungan penyeragaman pelayanan Perjamuan Kudus menurut ritus Romawi.

Pada abad IX dengan semangat pembaharuan, Paus Gregorius VII (1073-1085) mengadakan

konsolidasi dalam keseluruhan hidup gereja, terutama di bidang liturgi. Ia mengharuskan

semua Uskup di seluruh gereja barat menggunakan liturgi Romawi. Dengan demikian misa

kudus ritus Romawi diberlakukan di seluruh Gereja Barat. Praktik pelayanan Perjamuan

Kudus pada abad pertengahan juga diwarnai oleh zaman Gotik (abad XII-XIV) yang sangat

menekankan segi individual, subjektif dan etis. Sejak abad pertengahan, pelayanan

Perjamuan Kudus bahkan cenderung dikurangi. Sampai-sampai Konsili Lateran IV (1215)

menyatakan agar menyambut pelayanan sakramen paling kurang sekali setahun dan roti

perjamuan diterima melalui lidah dan bukan melalui tangan.19

Hal tersebut didasarkan pada pengajaran spiritualitas yang sangat menekankan

kekudusan dan kesucian Sakramen Mahakudus serta peristiwa kehadiran Tuhan dalam rupa

roti dan anggur. Akibatnya anak-anak tidak diizinkan ikut serta dalam pelayanan Perjamuan

Kudus. Mereka dianggap belum dapat atau belum mampu menghayati semua itu dengan baik.

Dua tokoh yang berperan dalam perubahan ini adalah Petrus Lambordus dan Thomas

Aquinas.20

Keikutsertaan Anak-anak dalam Perjamuan Kudus.

Pelibatan anak-anak dalam Perjamuan Kudus Kudus sejak awal hingga saat ini,

merupakan sebuah pembicaraan yang serius. Sejak awal gereja perdana, anak-anak

diperbolehkan untuk mengikuti Perjamuan Kudus. Namun dalam pelaksanaan ke depannya,

keikutsertaan anak-anak dalam Perjamuan Kudus menjadi sebuah pertimbangan. Beberapa

tokoh, dalam pemikirannya menegaskan tentang pelibatan anak-anak dalam Perjamuan

Kudus. Sehingga dalam bagian ini, penulis akan membahas pandangan beberapa tokoh

tentang keikutsertaan anak-anak dalam Perjamuan Kudus.

19

Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 38-39.

20 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 40.

Page 23: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Pertama, I. H. Enklaar. Menurutnya, Anak-anak yang sudah baptis diizinkan ikut

serta dalam pelayanan Perjamuan Kudus. Dalam pemikirannya, pada zaman para Rasul dan

Gereja Perdana, tidak pernah timbul pemikiran bahwa orang-orang yang sudah dibaptis itu

harus mencapai tingkat pengetahuan tentang agama Kristen yang lebih tinggi dan perilaku

yang lebih baik sebelum mereka diperkenankan menghadiri Perjamuan Kudus. Tak seorang

pun yang sudah dibaptis harus memenuhi syarat-syarat lain lagi. Hal ini terjadi karena

sakramen baptisan dan Perjamuan Kudus, menempati tempat yang sentral dalam kehidupan

jemaat. Enklaar mengatakan bahwa bilamana orang beriman dengan menerima Baptisan

berpindah kedalam persekutuan-hidup dengan Kristus yang dimuliakan, maka perjamuan

dimaksudkan untuk dia pula. Karena melalui perjamuan itu persekutuan in terus menerus

beroleh hidup dan kekuatan baru.21

Kedua, Agustinus. Agustinus merupakan salah satu tokoh yang mendukung praktik

pelayanan Perjamuan Kudus kudus bagi anak-anak. Ia mempertahankan keyakinan bahwa

janji keselamatan dan pengampunan dosa yang disampaikan melalui Perjamuan Kudus

tidaklah bergantung pada kelayakan orang yang ikut dalam Perjamuan Kudus. Itulah

sebabnya dengan sangat kuat ia berargumen untuk mendukung praktik pelayanan

Perjamuan Kudus bagi semua orang yang telah dibaptis, termasuk anak-anak. Pengaruh

Agustitinus masih sangat kuat pada zaman itu sehingga anak-anak yang sudah dibaptis

justru dipersiapkan dan didorong untuk ambil bagian dalam Perjamuan Kudus.22

Agustinus juga berargumen bahwa ―Mereka adalah anak-anak kecil, tetapi mereka

menjadi para anggota-Nya. Mereka adalah anak-anak kecil, namun mereka menerima

sakramen-sakramen-Nya. Mereka adalah anak-anak kecil tetapi mejadi peserta dalam meja

perjamuan-Nya sehingga mereka dapat memiliki hidup di dalam dirinya sendiri.‖23

Ketiga, Martin Luther (1483-1546). Menurut Luther anak-anak harus dididik dalam

iman sebelum mereka ikut dalam Perjamuan Kudus. Ia juga mempertahankan kebiasaan

menyelenggarakan upacara khusus (konfirmasi atau peneguhan sidi) untuk menyertai

Perjamuan Kudus pertama bagi anak-anak antara umur 7-12 tahun. Dalam pemikiran Luther

Perjamuan Kudus roti dan anggur tetap utuh dan lengkap, dan Kristus memilih hadir tetapi

21

I. H. Enklaar, Baptisan Masal dan Pemisahan Sakramen-sakramen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 12.

22 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 37-38.

23 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 37.

Page 24: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

hanya dalam substansi, tanpa aksiden tubuh dan darah-Nya. Perjamuan Kudus bagi Luther

bukan semata-mata lambang tetapi benar-benar merupakan tempat orang percaya bertemu

dengan Kristus. Menurutnya, Perjamuan Kudus adalah tanda nyata bahwa keselamatan

yang dijanjikan dalam firman mengenai penebusan dosa oleh Kristus pada kayu salib benar-

benar diberikan pada orang yang menyerahkan diri dalam iman pada Allah yang rahmani.

Dengan iman, Perjamuan Kudus menjadi tanda keselamatan yang efektif.24

Keempat, Ulrich Zwingli (1484-1531). Menurutnya sakramen adalah jaminan,

janji, atau sumpah. Sakramen tidak pernah mengandung arti yang suci atau sakral.

Sakramen lebih banyak mengandung arti ―kewajiban‖ dan oleh karena itu tidak ada batasan

dalam menerima Perjamuan Kudus baik itu dari orang dewasa atau anak-anak. Di

kemudian hari, Zwingli melihat sakramen, baik baptisan maupun perjamuan, lebih sebagai

tindakan jemaat (baik orang dewasa maupun anak-anak) untuk mengakui imannya. Ia

menetapkan bahwa Perjamuan Kudus hanya dirayakan empat kali dalam setahun dan hanya

boleh diikuti oleh mereka yang sudah percaya pada Kristus atau mereka yang mampu

mengungkapkan imannya, baik orang dewasa maupun anak-anak.25

Kelima, Yohanes Calvin (1509-1564). Calvin juga menekankan bahwa anak-anak

minimal berumur 10 tahun harus dididik dalam iman dan ia pun menciptakan suatu upacara

yang berhubungan dengan kali pertama anak-anak ikut serta dalam Perjamuan Kudus.26

Dalam upacara ini, pendeta memberikan ujian kepada anak-anak di depan jemaat. Menurut

jawaban-jawabannya, anak-anak mengaku imannya di depan jemaat. Setelah itu anak

diberkati dan diterima dalam persekutuan jemaat di sekitar meja Tuhan.27

Menurutnya,

Perjamuan Kudus adalah tanda, tetapi bukan tanda kosong. Sebab tanda tersebut diberikan

Allah melalui anak-Nya, supaya orang percaya melalui roti dan anggur betul-betul

dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Dalam Perjamuan Kudus kudus, Kristus

benar-benar hadir untuk menjadi satu dengan orang percaya dan memperkuat iman mereka.

Dengan kehadiran Kristus, maka roti dan anggur diubah menjadi makanan rohani sehingga

setiap umat dapat menerima apa yang diperoleh Kristus, yaitu pengampunan dosa dan hidup

yang kekal. Itulah sebabnya Calvin berbicara tentang Kristus sebagai yang hadir secara

24

Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 49-51.

25 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 51-53.

26 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 56.

27 De Jonge, Apa Itu, 239.

Page 25: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

dinamis, yaitu dalam kuasa dan akibat.28

Calvin sendiri memperbolehkan anak-anak ikut

dalam perjamuan karena anak-anak sudah bisa mengaku imannya sendiri dengan cara di uji

oleh pendeta di depan jemaat.

Keenam, John Wesley (1703-1791) memiliki latar belakang sebagai pendeta

Gereja Anglikan dan bersama saudaranya Charles Wesley menjadi tokoh pendiri Gereja

Methodis. Mereka mengartikan Perjamuan Kudus sebagai suatu anugerah, tanda, dan

simbol dari karya penebusan Kristus. Peringatan ini dipahami sebagai suatu memorial akan

pengorbanan Kristus, sekaligus menjadi perjamuan persekutuan dengan Kristus. Perjamuan

Kudus juga diyakini sebagai perjamuan persekutuan dengan Tuhan yang baik kepada semua

orang dan penuh rahmat terhadap semua yang dijadikan-Nya. Oleh sebab itu, bukan hanya

orang dewasa saja yang memerlukan persekutuan serta rahmat Tuhan tersebut, tetapi anak-

anak juga sangat memerlukannya. Wasley sendiri memperbolehkan anak-anak ikut serta ke

dalam Perjamuan Kudus brtolak dari teologi keselamatan universal yang mana dikatakan

bahwa keselamatan itu sendiri berlaku secara umum yang mana ana-anak juga turut masuk

ke dalamnya. 29

Perjamuan Kudus memiliki berbagai istilah. Istilah-istilah tersebut digunakan

tergantung dengan pemaknaan yang dipahami. Namun dalam perkembangan saat ini,

penyebutan untuk Perjamuan Kudus yang sering kita gunakan adalah ekaristi dan misa.

Perjamuan Kudus sendiri merupakan suatu hal yang sudah dilakukan sejak gereja perdana.

Sehingga dalam pelaksanaannya dari masa gereja perdana sampai pada saat ini, ada

beberapa peraturan yang dipertahankan dan ada beberapa hal yang mengalami perubahan.

Dalam uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan

bahwa, sejak gereja perdana, anak-anak sudah diperolehkan untuk mengikuti Perjamuan

Kudus kudus karena Perjamuan Kudus kudus dianggap sebagai penghayatan akan

keselamatan yang Tuhan berikan sehingga hal ini juga berlaku bagi semua orang tanpa

terkecuali. Namun dalam perkembangannya, hal ini mengalami perubahan. Pada abad

pertengahan, anak-anak mulai tidak diperbolehkan untuk mengikuti Perjamuan Kudus

karena mereka belum mampu menghayati tubuh dan darah Kristus dengan benar. Walaupun

dalam masa reformasi, menurut para ahli, anak-anak diperbolehkan untuk mengikuti

Perjamuan Kudus mulai dari rentang usia 7 tahun hingga 12 tahun dengan syarat terlebih

28

Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 54-55

29Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 57-60.

Page 26: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

dahulu harus ada pemhaman iman yang lebih dalam mempersiapkan mereka untuk

mengikuti Perjamuan Kudus. Tetapi hal ini tidak diteruskan oleh gereja-gereja saat ini.

Pemisahan Baptisan dan Perjamuan Kudus masih saja berlangsung. Walaupun

dalam teori, perayaan ekaristi tidak mengenal batasan baik batasan umur, sosial, ras dan

golongan yang bertentangan dengan pelaksanaan perjamuan pada gereja-gereja

kontemporer. 30

Hal ini menunjukan bahwa perjamuan bagi anak-anak seharusnya tidak

menjadi sebuah hal yang perlu diperdebatkan saat ini. Karena dari perkembangan awalnya

anak-anak selalu didorong untuk terlibat dalam Perjamuan Kudus kudus.

3. Gambaran tentang GMIT

Sindoe GMIT didirikan pada tanggal 31 Oktober 1947. Berdirinya GMIT

tidak terlepas dari sejarah Kekristenan di Nusa Tenggara yang di bawa oleh orang-

orang Belanda lewat pekabaran Injilnya. Pada tahun 1899, wilayah Timor, Rote dan

Sawu dilayani oleh seorang zendling dari Belanda dengan jumlah orang Kristen di

tiga pulau itu kurang lebih 15.000 jiwa. Oleh karena jumlah orang Kristen yang terus

meningkat, maka dibuka sebuah sekolah pendeta di Rote Ba‘a. Tahun 1920, sekolah

tersebut dipindahkan ke Kupang. Sekolah ini sempat ditutup pada tahun 1931

kemudian dibuka lagi pada tahun 1935 di Kapan, dan tahun 1936 dipindahkan ke

SoE.31

Stuktur yang dijalankan dalam GMIT berada pada asas presbiterial sinodal.

Seluruh jemaat berada di bawah koordinasi sinode GMIT. Sinode GMIT dijalankan

oleh Majelis Sinode. Di bawah Majelis Sinode ada Majelis Jemaat/Majelis Jemaat

Harian yang berkoordinasi langsung dengan jemaat. Dalam menjalankan tugasnya

Majelis Sinode berkonsultasi dan berada di bawah pengawasan Badan Pertimbangan

Pengawasan Pelayanan Sinode (BPPPS). Sedangkan Majelis Jemaat/Majelis Jemaat

Harian berkonsultasi dan berada di bawah pengawasan Badan Pertimbangan

Pengawasan Jemaat (BPPPJ). Majelis Sinode terdiri dari ketua dan wakil ketua,

sekretaris dan wakil sekretaris, bendahara dan anggota-anggota.32

30

John D. Zizioulas, The Eucharistic Communion and The World (New York: T&T Clark International, 2011),

17.

31 Yulita Alexadra Nayoan, Kepemimpinan Perempuan dalam Gereja (Skripsi S.Si, Universitas Kristen Satya

Wacana, 2012), 58.

32Nayoan, Kepemimpinan Perempuan, 60.

Page 27: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Program kerja Majelis Sinode GMIT sendiri dibagi menjadi 5 bidang

pelayanan. Tiga di antanya merupakan pokok ajaran Calvin yaitu bidang Koinonia

(persekutuan), bidang Marturia (kesaksian), bidang Diakonia (pelayanan kasih), dan

GMIT menambahkan dua yaitu bidang Liturgia (ibadah) dan bidang Oikumene

(penata layanan).33

4. Pandangan GMIT tentang keikutsertaan Anak-Anak Dalam Perjamuan Kudus

Pada dasarnya Perjamuan Kudus di GMIT dilakukan berdasarkan tata cara

perjamuan yang dipakai di gereja- gereja Belanda yakni tata cara perjamuan yang

dibawa dan dipraktikkan oleh para utusan lembaga zending yang mengabarkan injil di

Indonesia. Karena itu, hingga kini dalam praktik Perjamuan Kudus ini dianggap

sebagai salah satu sakramen yang bersifat sakral 34

dan dipahami sebagai peristiwa

Iman yang berhubungan dengan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus. Hal ini

disimbolkan dalam bentuk roti dan anggur yang dimakan bersama dalam Perjamuan

Kudus.35

Dalam pertaturan pastoral GMIT, Perjamuan Kudus diartikan sebagai pelayanan

sakramen yang :…―didasarkan pada amanat Yesus Kristus di dalam Alkitab (Mat.

26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:15-20, 27-30; dan 1Kor. 11:23-26). 36

‖ Menurut

GMIT pernyataan ini berarti ..‖Perjamuan Kudus juga merupakan kesinambungan

dari perjamuan Tuhan yang diadakan Yesus bersama para murid-Nya sebagaimana

disaksikan oleh Kitab Injil.37

‖ Secara berkesinambungan, Perjamuan Kudus di GMIT

dipahami sebagai : (a) perintah atau amanat langsung dari Yesus Kristus.(b), sesuatu

yang perlu dilakukan secara kontinyu sebagai peringatan akan kematian-Nya (bnd.

Mat. 26:29; 1Kor.11:26). (c) tanda atau simbol yang kelihatan dari kasih karunia

Allah yang tidak kelihatan. (d) meterai yang otentik dan kelihatan yang membuktikan

dan meneguhkan adanya berkat-berkat penebusan yang tidak kelihatan yang

disediakan Allah bagi orang-orang percaya. 38

33

Nayoan, Kepemimpinan Perempuan, 63.

34 Wawancara dengan Pdt. Elyanor Manu-Nale, S.Th.

35 Wawancara dengan Pdt. Maria Litelnoni-Johanes, M.A.

36 Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016), hal 1.

37 Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016), hal 1.

38 Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016), hal 1.

Page 28: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Masalahnya, menurut penulis Perjamuan Kudus di GMIT diterapkan dengan

secara sengaja membuat sejumlah syarat yang membatasi orang tertentu untuk tidak

mengikuti Perjamuan Kudus. Dalam peraturan pastoral GMIT, syarat-syarat itu

dianggap penting karena sebagai sebuah sakramen, Perjamuan Kudus dipandang

sebagai sebuah peristiwa perjamuan makan yang bermartabat dan karenanya hanya

boleh diikuti orang-orang yang dianggap layak untuk mengikuti Perjamuan Kudus,39

Pada prinsipinya pembatasan ini dipakai di GMIT berdasarkan pemahaman atas teks

I Kor 11:17-34 yang dipandang sebagai teks yang memang membatasi orang-orang

tertentu untuk tidak ambil bagian dalam Perjamuan Kudus.40

Pembatasan sebagaimana dikatakan di atas, menurut penulis dilakukan dengan

beberapa cara. Pertama, GMIT berusaha mengaitkan keikutsertaan seseorang dalam

Perjamuan Kudus, dengan menekankan pentingnya persiapan diri. Dalam peraturan

GMIT tentang perjamuan, hal ini dijelaskan sebagai berikut:

Perjamuan Kudus bukanlah sebuah perjamuan makan biasa. Ia adalah suatu

perjamuan yang istimewa dan bermartabat. Hal itu tampak dalam sejumlah

perintah atau nasehat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus (1Kor. 11:17-34).

Perintah rasul Paulus tersebut, menurut Donald Guthrie, memperlihatkan

tingginya nilai yang ia tanamkan untuk mempertahankan martabat Perjamuan

Kudus. Berdasarkan hal inilah maka dalam sejarah gereja timbul kebutuhan

akan adanya pemeriksaan diri bagi mereka yang akan mengikuti Perjamuan

Kudus sehingga mereka layak untuk itu. Bahkan adanya pemberlakuan disiplin

(siasat) gereja bagi mereka yang dipandang tidak menghargai wibawa

Perjamuan Kudus. Perhatikanlah peringatan Paulus: ―Barangsiapa yang makan

dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas

dirinya‖ (1Kor. 11:29).

Meskipun pemeriksaan diri yang disyaratkan di atas dalam peraturan Pastoral GMIT

tentang Perjamuan Kudus tidak dipahami sebagai hukuman melainkan sebagai

disiplin yang diharapkan meningkatkan kualitas iman umat,41

GMIT tidak bisa

menghindar dari kenyataan bahwa pada akhirnya hal ini membuat orang-orang yang

dianggap berdosa memang dilarang mengikuti Perjamuan Kudus. Apalagi dalam Tata

Ibadah Persiapan Perjamuan Kudus memang masih dicantumkan peryataan bahwa

orang-orang dengan dosa tertentu diharapkan menahan diri dari Perjamuan Kudus.

Kedua, GMIT juga berusaha membatasi keikutsertaan umat dalam Perjamuan Kudus 39

Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016) hal 5.

40 Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016) hal 4.

41 Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016) hal 4.

Page 29: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

memalui upaya mengaitkan kedewasaan iman dan kelayakan mengikuti Perjamuan

Kudus. Lebih lanjut:

Di dalam Alkitab PB Yesus tidak menjelaskan tentang siapa sajakah yang dapat

mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Juga tidak menjelaskan tentang

syarat-syarat untuk mengikuti Perjamuan Kudus. Apakah hal itu berarti bahwa

Perjamuan Kudus terbuka untuk semua jemaat bahkan semua orang, dari anak

kecil sampai orang dewasa? Sehubungan dengan pertanyaan tersebut kita dapat

menelusuri jawabannya pada perkataan-perkataan Yesus maupun pada nasehat

rasul Paulus.

Manakala Yesus menjelaskan tentang makna roti dan anggur sebagai tubuh dan

darah-Nya (Mrk. 26:26-29), hal ini mengandaikan bahwa perkataan yang

demikian ditujukan kepada orang-orang yang telah mengerti dan percaya kepada-

Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Yesus tidak mungkin mengatakan hal yang

mengandung makna yang khusus dan istimewa seperti ini kepada orang yang

belum mengerti dan percaya kepada-Nya. Hal yang sama juga diindikasikan

dalam nasehat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Paulus katakan, karena

barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan

hukuman atas dirinya (1Kor. 11:27-29). Mengakui tubuh Tuhan berarti menjadi

bagian dari sebuah gereja yang kelihatan, di mana Yesus Kristus adalah Kepala-

Nya.

Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa mereka yang boleh mengambil

bagian dalam Perjamuan Kudus adalah orang yang sudah mengerti dan

menghayati secara baik dan benar makna dari Perjamuan Kudus itu sendiri.

Dengan kata lain, orang yang dapat mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus,

utamanya ialah orang yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus, yang telah

menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi. Orang yang

belum bertobat dan percaya atau belum menerima Kristus sebagai Tuhan dan

Juruselamatnya secara pribadi, tidak layak dan tidak berhak untuk mengikuti

Perjamuan Kudus.

Berdasarkan kutipan di atas maka orang-orang yang dianggap belum dewasa imannya,

dianggap belum layak mengikuti Perjamuan Kudus. Dalam pertaturan GMIT tentang

Perjamuan Kudus dikatakan:

Sesuai dengan perintah Paulus, setiap orang harus memeriksa dirinya sendiri

sebelum makan roti dan minum dari cawan itu. Itu berarti bahwa anak-anak yang

belum mengerti dan orang-orang yang belum percaya tidak diperkenankan

mengikuti Perjamuan Kudus (kecuali, seperti dalam sakramen baptisan, iman

orangtua diterima dan dijadikan prasyarat bagi anak-anak untuk ikut ambil bagian

dalam Perjamuan Kudus). Dengan jalan demikian maka kebutuhan akan adanya

pemeriksaan diri dan penerapan disiplin sebelum atau dalam rangka Perjamuan

Kudus menjadi relevan.42

Anak-anak baru dianggap patut dan layak mengikuti Perjamuan Kudus jikalau mereka

42

Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016), hal 5.

Page 30: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Sudah menjalani tahapan tertentu untuk menjadi anggota Sidi. Dalam hal ini sidi

dipahami sebagai langkah untuk mengambil keputusan iman secara pribadi43

.

Dengan demikian, GMIT tidak memperbolehkan anak-anak ikut dalam Perjamuan

Kudus. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, pada usia anak-anak, mereka

belum memahami makna sakramen Perjamuan Kudus itu sendiri. Orang-orang yang

mengikuti Perjamuan Kudus harus betul-betul sudah dewasa dalam iman dan dapat

bertindak sendiri, atau tidak bergantung dengan orang tua.44

Kedua, GMIT sendiri

menganut baptisan anak-anak dan bukan baptisan orang dewasa. Setelah dibaptis,

orang tua masih bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan iman anak-anaknya

sampai pada anak-anak itu ditabis menjadi anggota sidi.45

Sehingga mengacu kepada

dua hal ini maka GMIT menyediakan wadah katekasasi kemudian penabisan sidi bagi

mereka yang akan ambil bagian dalam Sakramen Perjmauan Kudus.46

Katekasasi sidi sendiri dikuti oleh warga jemaat yang telah berumur 17 tahun,

yang betul-betul telah matang dalam kehidupan bergereja.47

Sehingga pada usia di

bawah 17 tahun, anak-anak diarahkan untuk mengikuti PAR. Dalam PAR sendiri,

mereka telah dididik dalam iman kepada Kristus, tetapi pemahaman mereka dan

kedewasaan mereka dalam iman lebih dinyatakan setelah mereka mengikuti

katekasasi dan ditabis menjadi anggota sidi. Karena setelah menjadi anggota sidi anak

tersebut dianggap sebagai seseorang yang dewasa secara iman dan bertanggung jawab

atas setiap perbuatan yang dilakukan kepada Tuhan.48

GMIT sendiri tidak memiliki dasar biblis yang menjadi patokan bagi mereka

untuk tidak memperbolehkan anak-anak ambil bagian dalam Perjamuan Kudus, tetapi

ini adalah prinsip refleksi teologis. Refleksi teologis yang dimaksud ialah soal

pemahaman makna roti dan anggur yang dilambangkan sebagai tubuh dan darah

43

Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016), hal 4.

44 Wawancara dengan Pdt. Elyanor Manu-Nale, S.Th.

45 Wawancara dengan Pdt. Ari Kalemudji, M. Th.

46 Wawancara dengan Pdt. Elyanor Manu-Nale, S.Th

47 Wawancara dengan Pdt. Gayus Polin, S.Th.

48 Wawancara dengan Pdt. Ari Kalemudji, M.Th.

Page 31: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

kristus. Karena mereka tidak dapat menikmati roti dan anggur tanpa memahami

makna dibalik sakramen itu sendiri.49

Analisa

Menurut penulis, sikap GMIT untuk tidak mengikutsertakan anak-anak dalam

Perjamuan Kudus adalah sesautu yang bisa ditinjau kembali dengan alasan sebagai berikut.

Pertama, dasar biblis yang dipakai GMIT untuk membatasi orang-orang tertentu yang

dipandang tidak layak mengikuti Perjamuan Kudus. Dasar Biblis yang dipakai adalah I Kor

11:17-34. Dalam pertaturan GMIT tentang Perjamuan Kudus ditegaskan bahwa berdasarkan

I Kor 11: 17-34, jelas bahwa orang yang tidak layak memang dibatasi mengikuti Perjamuan

Kudus. Padahal jika teks tersebut ditelusuri sebenarnya persoalannya bukan pada layak

tidaknya seseorang mengikuti Perjamuan Kudus. Persoalannya pada tata cara perjamuan

kudus yang waktu itu dianggap tidak layak. Kedua, sebagaimana dikatakan di atas GMIT

mengaitkan kedewasaan iman dengan kelayakan mengikuti perjamuan. Karena itu secara

operasional disebutkan bahwa mereka yang berusia 17 tahun dan sudah dithabiskan

mengikuti anggota sidi adalah mereka yang layak mengikuti Perjamuan Kudus.

Hal mendasar yang perlu dipertanyakan dari penjelasan seperti ini adalah : (a) apa

dasar GMIT menetapkan 17 tahun sebagai batasan usia yang menunjukkan kedewasaan

iman? Apakah mereka yang berusia di bawah 17 tahun tidak bisa mencapai kedewasaan

iman. Sebagai perbandingan, dalam tradisi Yahudi mereka yang berumur 12 tahun sudah

dianggap sebagai orang yang dewasa secara iman. Menurut ajaran dan budaya orang Yahudi,

usia 12 sudah dipandang sebagai usia yang cukup dewasa secara hukum adat dan untuk

mempelajari kitab suci.50

Pandangan ini yang melatarbelakangi Kisah Yesus sebagai orang

Yahudi yang pada Usia 12 tahun sudah menunjukkan kedewasaan iman sehingga kemudian

berdebat dengan para Ahli Taurat di Bait Allah (Lukas 2:4-52). Di kalangan gereja katolik,

usia 12 tahun juga dianggap sebagai usia yang dewasa sehingga mereka layak menerima

komuni (sambut baru). Berangkat dari apa yang sudah dijelaskan diatas penulis melihat

bahwa GMIT sendiri tidak memiliki dasar dalam penetapan umur melainkan GMIT terkesan

hanya mengadopsi ukuran kedewasaan seseorang dari aturan pemerintah yang mana usia

dewasa dan kematangan seseorang adalah ketika ia menginjak usia 17.

49

Wawancara dengan Pdt. Josepus Asbanu, M. Th

50Diakses pada tanggal 01.Sept.2017, Edy Laskar https://edylaskar.wordpress.com/yesus-kristus/yesus-umur-

12-30-tahun/

Page 32: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Sejak tahun ‗70-an Gereja-gereja Protestan di Barat sudah membicarakan masalah

keikutsertaan anak-anak dalam Sakramen Perjamuan Kudus. Dalam thn.1996 REC

(Reformend Ecumenical Council) mengeluarkan keputusan agar gerejagereja anggota

mengikutsertakan anak dalam Sakramen Perjamuan Kudus. Menurut analisa Pdt.em Samuel

Tjahjadi mengenai diikutsertakan anak-anak dalam Sakramen Perjamuan Kudus, seringkali

berkisar pada 2 pokok:

1. Sakramen Perjamuan Kudus merupakan penggenapan Perjamuan Paslah Yahudi.

Apabila dalam Paskah Yahudi anak-anak diikutsertakan, sudah semestinya pula anak-

anak diikutsertakan dalam Sakramen Perjamuan Kudus.

2. Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus adalah 2 Sakramen yang sama-sama

merupakan tanda dan meterai dari anugerah keselamatan Allah dalam Yesus Kristus.

Apabil anak-anak menerima Baptisan Kudus, maka semestinyalah anak-anak

menerima Sakramen Perjamuan Kudus.51

Dua hal ini juga yang menjadi pertimbangan gereja-gareja yang telah

mengikutsertakan anak-anak kedalam Perjamuan Kudus.

Seperti GKI (Gereja Kristen Indonesia) yang telah mengikutsertakan anak-anak ke

dalam Perjamuan Kudus. GKI sendiri berani mengambil keputusan untuk melibatkan anak-

anak kedalam Perjamuan Kudus dengan berkaca kembali pada pendapat bapa-bapa Gereja

dan juga melihat kembali dasar-dasar biblis yang mendukung anak-anak untuk diikutsertakan

kedalam perjamuan kudus. sebagai penganut Calvinis GKI melihat kembali apa yang

dikatakan oleh Calvin sebagai bapa Gereja yang mebolehkan anak-anak yang berusia

miinimal 10 tahun ikutserta kedalam perjamuan kudus dan juga dasar-dasar biblis yang

begitu menghargai anak-anak (Mat. 18:6,10,14; 19:13-14; 21:15-16)52

.

Penulis menilai bahwa saat ini GMIT sebagai salah satu penganut Calvinis harus

mencoba untuk lebih terbuka dengan perkembangan zaman dewasa ini. Gereja harus

mencoba untuk mengkontekstualisasikan diri terhadap perkembangan ynag ada termasuk

dalam hal Perjamuan Kudus dan tidak lagi selalu berpaku pada tradisi yang telah ada sejak

lama.

Selain itu, dari segi psikologi diyakini bahwa kedewasaan iman sebenarnya sudah bisa

dicapai pada usia yang lebih dini. Jean Piaget dalam teori perkembangan kognitif

menjelaskan bahwa anak-anak dalam rentang usia 5-12 tahun telah mencapai tahap operasi

51

Diunduh dari Pdt.em Samuel Tjahjadi, http::/gkisjatim.org

52 Widaryanto, Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak, 5.

Page 33: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

konkret. Pada tahap ini, anak-anak belajar untuk menghitung, mengamati, menghafal dan

menyadari objek dan informasi konkret tanpa kehilangan perbedaan antara yang riil dan tidak

riil. Mereka juga sudah mulai memecahkan persoalan-persoalan. Pikiran mereka pada tingkat

ini lebih menyerupai komputer yang memproses data atau informasi dan membuat konklusi

berdasarkan data konkrit.53

Sedangkan menurut James Fowler dalam teori perkembangan iman menjelaskan

bahwa anak-anak dalam rentang usia 8-12 tahun telah mencapai tahap iman mistis atau

lateral. Dalam tahap ini, arti dan makna hidup, dunia, manusia, diambil dari orang-orang atau

kelompok yang diikuti. Iman yang diperoleh dari jemaat berupa kisah-kisah dan ajaran suci

yang membuat lingkungan hidup, dunia dan manusia menjadi bermakna.54

Hal ini

menunjukan bahwa tahap perkembangan pada anak-anak, baik perkembangan kognitif

maupun perkembangan iman sudah dimulai sejak usia 5 tahun. Sehingga anak-anak pada usia

ini sudah dapat diberi pemahaman iman yang lebih mendalam menyangkut sakramen

Perjamuan Kudus agar mereka dapat menghayatinya dengan benar. Tidak harus menunggu

hingga usia 17 tahun tetapi sejak usia 5 tahun gereja tidak lepas tangan terhadap

perkembangan mereka. Termasuk salah satunya dengan mempersiapkan mereka untuk

terlibat dalam Perjamuan Kudus.

Selain mempertanyakan dasar GMIT menetapakn usia 17 tahun sebagai usia yang

layak mengikuti Perjamuan Kudus, hal kedua yang perlu dipertanyakan adalah apa dasar

GMIT menjadikan status keanggotaan sidi sebagai dasar menetukkan kelayakan seseorang

mengikuti Perjamuan Kudus. Kalau Sidi merupakan tindakan yang diambil untuk

memperlengkapi jemaaat dengan sejumlah pengetahuan iman yang diperlukan agar seseorang

layak mengikuti Perjamuan Kudus, apakah itu berarti sidi menggantikan makna baptisan

sebagai tanda seseorang dimasukkan menjadi anggota tubuh Kristus dan karenanya layak

mengikuti perjamuan? Menurut penulis jika kita berpegang pada makna baptisan sebagai

sakramen yang tanda seseorang diterima dalam persektuan dengan Allah dan jemaat,

sebagaimana dijelaskan dalam peraturan pastoral GMIT tentang baptisan55

maka sudah

selayaknya batisanlah yang dipakai sebagai kriteria dalam menentukan keikutsertaan

seseorang dalam perjamuan.

53

Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 61.

54 Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 37.

55 Majelis Sinode, Peraturan Pastoral tentang PK, (Majeils Sinode GMIT, 2016) 1.

Page 34: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Sabagai gereja penganut ajaran Calvin, GMIT dalam pelaksanaan perjamuan Kudus

di GMIT anak-anak tidak boleh diikut sertakan untuk ambil bagian di dalamnya, dikarenakan

anak-anak belum mampu menghayati iman dan juga belum memahami apa makna dari roti

dan anggur yang ada. Penulis melihat bahwa adanya sebuah sikap berbeda yang dilakukan

oleh Calvin. Pada pemaparan di atas sudah disinggung bahwa Calvin memperbolehkkan

anak-anak ambil bagian dalam Perjamuan Kudus tetapi kemudian dalam pertemuan di

Genewa Calvin mengatakan bahwa anak-anak tidak layak untuk mengambil bagian dalam

perjamuan kudus, bukan saja anak-anak tetapi juga orang-orang yang dikucilkan (difabel,

dsb).56

Penulis melihat bahwa hal ini perlu dikaji ulang oleh GMIT dalam peraturan pastoral

Perjamuan Kudus.

56

Christopher Elwood , The Body Broken ‖The Calvinist Doctrine of the Eucharist and the Symbolization of

Power in Sixteenth-Century France‖ New York Oxford Oxford University Press 1999, 149.

Page 35: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Kesimpulan

Mengacu pada uaraian di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu: pertama,

pembatasan sakramen perjamuan kudus yang berlangsung di GMIT didasari pada

pemahaman bahwa perjamuan kudus merupakan sesuatu yang sakral yang berhubungan

dengan pemaknaan roti dan anggur perjamuan sebagi tubuh Yesus yang dikorbankan bagi

kita. Sehingga dalam hal ini, anak-anak tidak diperbolehkan mengambil bagian karena

mereka belum dapat memahami dengan benar makna dari perjamuan kudus itu sendiri.

Kedua, pembatasan perjamuan kudus itu sendiri perlu dipertimbangkan kembali oleh

GMIT. Ada beberapa hal yang dapat menjadi landasan untuk mempertimbangkan kembali

apa yang telah diberlakukan, yaitu menyangkut sejarah perjamuan kudus itu sendiri,

perkembangan kognitif dan perkembangan iman anak-anak serta pemaknaan sakramen

baptisan dalam hubungannya dengan peneguhan sidi.

Ketiga, GMIT sebagai penganut paham Calvinisme seharusnya dapat menerapkan dan

melanjutkan apa yang telah dilakukan Calvin sebelumnya. Mengikutsertakan anak-anak

dalam perjamuan kudus bukanlah sebuah kesalahan yang dilakukan gereja, melainkan

melalui hal ini, gereja memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk dapat memperdalam

imannya dan memahami bahwa karya keselamatan yang Yesus kerjakan juga ditujukan bagi

mereka. Anugerah keselamatan yang Yesus berikan melalui pengorbanan di kayu salib tidak

hanya terbatas bagi orang-orang dewasa saja. Tetapi bagi setiap orang yang telah menjadi

bagian dan dimateraikan menjadi anak-anak Allah.

Melalui pemaparan di atas, penulis memberikan masukan bahwa GMIT perlu

mengkaji kembali peraturan yang sudah ada dan sedapat mungkin bisa menghilangkan

batasan bagi anak-anak untuk terlibat dalam sakramen perjamuan kudus. Sehingga sedini

mungkin anak-anak telah dibekali pemahaman-pemahaman yang lebih dalam dan

memperkuat iman mereka kepada Yesus Kristus.

Page 36: GMIT DAN KEIKUTSERTAAN ANAK DALAM PERJAMUAN ......banyak gereja dan teolog di Indonesia. Ada banyak pertentangan yang terjadi menyangkut keikutsertaan anak dalam Perjamuan Kudus termasuk

Daftar Pustaka

Buku-buku:

Abineno, J. L. Ch. Pemberitaan Firman pada Hari-hari Khusus. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1981.

Benedetto, Robert. The New Westminster Dictionary of Church History: The early, medieval,

and Reformation eras. London: Westminster John Knox Press, 2008.

Crapps, Robert W. Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan. Yogyakarta: Kanisius,

1994.

Hadiwijono, H. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

Jonge, Christian de. Apa Itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia,

1997.

Nuhamara, Daniel. Pendidikan Agama Kristen Remaja. Bandung: Jurnal Info Media, 2008.

Verkuyl, J. Aku Percaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Widaryanto, Aris. Sakramen Perjamuan bagi Anak-Anak: telaah atas keikutsertaan anak-

anak dalam Perjamuan Kudus. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012.

Zizioulas, John D. The Eucharistic Communion and The World. New York: T&T Clark

International, 2011.

Tugas Akhir:

Nayoan, Yulita Alexadra. Kepemimpinan Perempuan dalam Gereja. S.Si, Universitas Kristen

Satya Wacana, 2012.

Website:

Google. Sejarah GMIT. https://sinodegmit.or.id/sejarah-gmit/. diakses pada 24 Agustus 2017,

pukul 20.00 WIB.

Di akses dari http://gkipi.org/paedocommunion-perjamuan-kudus-kanak-kanak/ pada 12

maret 2017, 18.50 WIB

Di akses dari https://www.youtube.com/watch?v=pkLrQhcR4cc, menit 16:40 pada 20 maret

2017, 20.43 WIB

Di akses dari https://edylaskar.wordpress.com/yesus-kristus/yesus-umur-12-30-tahun/ pada 2

September 2017, 22.15 WIB

Di akses dari Pdt.em Samuel, Tjahjadi Perjamuan Kudus Bagi Anak, http::/gkisjatim.org