Upload
rifka-septia-putri
View
506
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA
A. Pendahuluan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan
intraokuler. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil
saraf optik yang dapat berakhir dengan kebutaan.(1,2)
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian yaitu glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan
mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut
terbuka dan glaukoma sudut tertutup.(1)
Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya
(glaukoma primer). Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang tersering, bersifat
kronik dan bersifat progressive, menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral progressive
asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan
lapangan pandang yang ekstensif. Diagnosa glaukoma primer sudut terbuka jika pada
pemeriksaan didapatkan adanya peningkatan tekanan intraokular, gambaran kerusakan diskus
optikus dan defek lapangan pandang. Adapun bentuk lain dari glaukoma yaitu glaukoma primer
sudut tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma sekunder sudut tertutup, glaukoma
kongenital dan glaukoma absolut.(1,2,3)
Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma adalah gangguan aliran
keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut
terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Pada
semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektifitas terapi ditentukan dengan
melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri), inspeksi diskus optikus dan pengukuran
lapangan pandang secara teratur.(1,2)
Pengobatan pada glaukoma terdiri atas pengobatan medis serta terapi bedah dan laser.
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokuler dan apabila mungkin memperbaiki
patogenesis yang mendasarinya.(1)
B. Epidemiologi
Glaukoma adalah penyebab kedua kebutaan di dunia, hampir 60 juta orang terkena
glaukoma. Di Amerika, penyakit ini merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah.
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih. Ras
kulit hitam memiliki resiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis dan
penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih. Di Amerika Serikat, 1,29%
orang berusia lebih dari 40 tahun, meningkat hingga 4,7% pada orang berusia lebih dari 75
tahun, diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka primer. Pada penyakit ini terdapat
kecenderugan familial yang kuat dan kerabat dekat pasien dianjurkan menjalani pemeriksaan
skrining yang teratur.(1,2,4)
Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma sudut
tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China.
Glaukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling sering di Jepang. (1,2)
C. Anatomi dan Fisiologis
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di atas
kanal Schlemm), dan taji sklera (sclera spur).(4)
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Struktur ini merupakan tepi
membrane Descment dan terdiri dari suatu jaringan atau pinggiran yang sempit dimana bagian
dalam kornea bertemu dengan sklera, dengan jari-jari kelengkungan yang berbeda. Dapat terlihat
seperti sebuah garis atau pembukitan berwarna putih dan berbatasan dengan bagian anterior
anyaman trabekula. (5,6,7)
Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan
kolagen dan elastik yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika
mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata depan
dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar yang berada dekat kanal Schlemm disebut anyaman
korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula
tersebut. (5,6)
Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliare dan kanal
Sclemm, tempat iris dan kanal Schlemm menempel. Kanal Sclemm merupakan kapiler yang
mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapis sel, diameter nya 0,5 mm. Pada dinding
sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara
trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal Sclemm, keluar saluran kolektor 20-30 buah yang
menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan
siliar. (5,6,7)
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueous dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueous adalah suatu cairan jernih yang mengisi
camera oculi anterior dan camera oculi posterior. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan
kecepatan pembentukannya memiliki variasi diurnal adalah 2,5 µL/menit. Tekanan osmotiknya
lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi humor akueous serupa dengan plasma, kecuali
bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi serta protein,
urea dan glukosa yang lebih rendah.(5,7)
Cairan bilik mata (humor akueous) dibentuk oleh epitel tak berpigmen corpus ciliare,
masuk ke dalam bilik mata belakang (camera oculi posterior) kemudian melaui pupil masuk ke
bilik mata depan (camera oculi anterior), ke sudut camera oculi anterior melalui trabekula ke
kanal Sclemm, saluran kolektor, kemudian masuk ke dalam pleksus vena di jaringan sklera dan
episklera juga ke dalam vena siliaris anterior di corpus ciliare. Saluran yang mengandung cairan
camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjuntiva yang dinamakan aqueos
veins.(5,7)
D. Etiopatogenesis
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang
biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Iskemia
tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek lapangan
pandang dan hilangnya ketajaman penglihatan jika lapangan pandang sentral terkena.(1,9,10)
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh peningkatan
tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular : (9,10)
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada akson saraf optik dan
penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina, iris dan korpus siliar juga menjadi
atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin sehingga terjadi penurunan
penglihatan.
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat berkurangnya aliran
darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan
optikus.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang mengurangi ukuran
pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga termasuk pengendapan bahan
ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan
proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueous yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.(1,8)
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik
relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik. (6,11)
E. Faktor Resiko
Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan perawatan dini glaukoma adalah satu-
satunya jalan untuk menghindari hilangnya penglihatan. Beberapa faktor resiko terjadinya
glaukoma sudut terbuka adalah : (3,10,12)
Umur lebih dari 40 tahun
Peningkatan tekanan intraokuler
Keturunan Amerika-Afrika
Riwayat trauma ocular
Penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen
Myopia
Diabetes mellitus
Penyakit vascular karotis
Penyakit distiroid
Kehilangan darah akut
Anemia
Riwayat hipertensi sistemik
Insufisiensi vascular
Penyakit migrain
F. Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan ofthamologi.
1. Anamnesis
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya
gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat
yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan.
Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan
glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.(1)
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi
lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan
sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga
penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).(6)
Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada 50%
penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali riwayat penyakit.(1,8)
2. Pemeriksaan Ofthamolog
Pengukuran Tekanan Intraokular
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata tekanan
intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata untuk
satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas mengalami
fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari naik
lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg.(1,6)
Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut terbuka terdapat empat
tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama sepanjang hari; 2) Falling type, puncak TIO
terdapat pada waktu bangun tidur; 3) Rising type, puncak TIO didapat pada malam hari; 4)
Double variation; puncak TIO didapatkan pada jam 9 pagi dan malam hari. Menurut Downey,
jika pada sebuah mata didapatkan variasi diurnal melebihi 5 mmHg ataupun selalu terdapat
perbedaan TIO sebesar 4 mmHg atau lebih maka menunjukan kemungkinan suatu glaukoma
primer sudut terbuka, meskipun TIO normal.(6,10)
Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya,
peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma
sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya
diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokular terus-
menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi okular),
pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.(1,10,12)
Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz, tonometer digital,
tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg. Pengukuran tekanan intraokular yang paling
luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur
gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.(1,8,11)
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur tekanan bola mata
dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera. Tonometer schiotz merupakan alat yang
paling praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu
dengan melihat daya tekan alat pada kornea, karna itu dinamakan juga tonometri indentasi
schiotz. Dengan tonometer ini dilakukan penekanan terhadap permukaan kornea menggunakan
sebuah beban tertentu. Makin rendah tekanan bola mata, makin mudah bola mata ditekan, yang
pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi pembacaan skala tonometer
ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam mmHg. Kelemahan alat ini adalah
mengabaikan faktor kekakuan sklera. (8,10,11)
Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian terhadap tekanan bola
mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi
kelenturan bola mata (balotement) pada saat melakukan penekanan bergantian dengan kedua jari
tangan. Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan nilai N+1, N+2, N+3, dan
sebaliknya N-1 sampai seterusnya.(11,13)
Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial tonometri.
Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6 mmHg dan pada pasien
glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.(10)
Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan
Merupakan suatu cara untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata depan. Lebar
sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan,
menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer
menggunakan slitlamp, yang umumnya digunakan yaitu teknik Van Herick. Dengan teknik ini,
berkas cahaya langsung diarahkan ke kornea perifer, menggunakan sinar biru untuk mencegah
penyinaran yang berlebihan dan terjadinya miosis. Pada teknik ini, kedalaman sudut bilik mata
depan (PAC) dibandingkan dengan ketebalan kornea (CT) pada limbus kornea temporal dengan
sinar sudut 60º. Penilaiannnya dibagi dalam empat grade yaitu: (1,15)
- Grade 4 : PAC > 1 CT
- Grade 3 : PAC > ¼-1/2 CT
- Grade 2 : PAC = ¼ CT
- Grade 1 : PAC ¼ CT
PAC = ¼ CT sudut sempit (kedalaman sudut 20º)
Untuk menilai kedalaman sudut digunakan sistem Shaffer (1960) yaitu sebagai berikut:
Klasifikasi Tertutup Interprestasi
Grade 0 Tertutup
Grade slit Hanya terbuka
beberapa derajat
Kemungkinan beresiko tertutup
Grade I 10º Beresiko tertutup
Grade II 20º Observasi
Grade III 30º Tidak ada resiko sudut tertutup
Grade IV 40º atau lebih Tidak ada resiko sudut tertutup
Akan tetapi, sudut mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi yang
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Dengan gonioskopi juga dapat
dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, selain itu juga dapat dilihat
apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer ke bagian depan.(1,10,15)
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris dapat terlihat,
sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman
trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut
dinyatakan tertutup.(1,13)
Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang ukurannya
bervariasi bergantung pada jumlah relative serat yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran
lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.(1,12)
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti
oleh pencekungan superior dan inferior serta disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi
diskus optikus. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut sebagai
cekungan “bean pot”, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.(1,2,11,13)
Rasio cekungan diskus adalah cara yang digunakan untuk mencatat ukuran diskus optikus
pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap
garis tengah diskus misalnya cawan kecil rasionya 0,1 dan cawan besar 0,9. Apabila terdapat
kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan diskus lebih
dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata diindikasikan adanya atrofi
gluakomatosa. (1,13)
Pemeriksaan Lapangan Pandang
Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata dalam sikap diam
memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat
atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah.(11)
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated
perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field
analyzer, dan layar tangent. (1,2,11,13)
Perimeter berupa alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat
parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke
arah titik tengah kemudian dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat benda mulai
terlihat.(11,12)
Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena gangguan ini terjadi
akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang
bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut
yang terletak pada 30 derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan
sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada
glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta. (1,6,12)
3. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer sudut
terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut : (6)
Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh minum
satu liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8
mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
Pressure Congestion Test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg selama satu menit. Kemudian ukur tensi
intraokular nya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih 11 mmHg berarti
patologis.
Tes steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.
G. Penanganan
1. Penanganan Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi
maupun sekresi dari humor akueous. (1,9,11,10,12)
Obat-obatan topikal
Supresi pembentukan humor akueous
Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan. Dapat digunakan
tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang tersedia antara lain Timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5% dan metipranol
0,3%.
Apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser)
adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru berfungsi menurunkan produksi humor akueous
tanpa efek pada aliran keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena bersifat
takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya reaksi alergi.
Epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa.
Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari
adalah penghambat anhidrase topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai tambahan,
walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik. Dorzolamide juga tersedia
berasama timolol dalam larutan yang sama.
Fasilitasi aliran keluar humor akueous
Analog prostaglandin berupa larutan bimastoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan
travoprost 0,004% masing-masing sekali setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua kali
sehari yang berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar humor akueous melaului uveosklera.
Semua analaog prostaglandin dapat menimbulkan hyperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit
periorbita, pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang permanen.
Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin meningkatkan aliran keluar humor akueous
dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat ini diberikan
dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang
diberikan sebelum tidur. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
penglihatan suram.
Obat-obatan sistemik
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetozolamid digunakan apabila terapi topikal tidak
memberikan hasil memuaskan. Obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous sebesar
40-60%. Asetozolamid dapat diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg sampai empat kali
sehari atau sebagai Diamox sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, dapat diberikan secara
intravena (500 mg). Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan efek samping sistemik mayor
yang membatasi keguanaannya untuk terapi jangka panjang.
2. Penanganan Bedah dan Laser
Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer adalah yaitu
terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan penglihatan akibat penyempitan
pupil, nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan bedah meliputi: (1,10,12)
Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer. Jenis
tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu geniolensa ke
jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar humor akueous karena efek luka
bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan okular 6-8 mmHg selama dua tahun.
Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-
saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung humor akueous dari bilik mata depan
ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Walaupun sulit untuk menentukan target tekanan intraocular, beberapa panduan
menyebutkan kontrol TIO sebagai berikut:
Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan pandang atau di bawah fiksasi
sentral, TIO harus di bawah 18mmHg.
Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8) terdapat skotoma arkuata superior
dan inferior defek lapanan pandang, harus dipertahankan TIO di bawah 15 mmHg.
Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan defek lapangan pandang yang
meluas, harus dipertahankan TIO di bawah 12 mmHg.
H. Diagnosis Banding
1. Hipertensi okular
Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan intraokular secara
significan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan nervus
optik ataupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis ini secara umum ditegakkan jika
didapatkan kenaikan TIO di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata TIO dalam populasi.
Beberapa dari pasien ini akan menunjukan peningkatan tekanan intraokular tanpa lesi glaukoma,
tetapi beberapi dari mereka akan menderita glaukoma sudut terbuka.(10,12)
2. Glaukoma tekanan normal (tekanan rendah)
Pasien dengan glaukoma tekanan rendah memperlihatkan peningkatan perubahan
glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa peningkatan tekanan
intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa criteria yaitu:
Tekanan intraocular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi 24 mmHg.
Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang disertai defek lapangan
pandang.
Kerusakan glaumatosa yang progressive.
Pasien-pasien ini susah diterapi karena penanganan terapinya tidak berfokus pada kontrol
tekanan intraokular. (10,12)
I. Komplikasi
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.(10)
J. Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan
sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat
mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas,
prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).(1,10)
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2010.
2. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.
3. Skuta GL, Cantor BL, Jayne SW. Open-Angle Glaucoma. In : Section 10 Glaucoma.
Singapore : American Academy of Ophtamology; 2008.
4. Colleman AL. Epidemiology and Genetics of Glaucoma. In : Glaucoma Science and Practice.
NewYork : Thieme; 2003.
5. Asbury, Vaughan. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010.
6. Wijana N. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta; 1993.
7. Morrison JC, Freedo TF, Toris CB. Anatomy and Physiology of Aqueous Humor Formation..
In : Glaucoma Science and Practice. NewYork : Thieme; 2003.
8. Lang GK. Glaucoma. In : Opthalmology A Pocket Textbook Atlas. NewYork : Thieme; 2006.
9. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2010.
10. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma. NewYork :
Thieme; 2000.
11. Ilyas S. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata Serta Kelainan Pada Pemeriksaan Mata.
Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
12. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and Practice.
NewYork : Thieme; 2003.
13. Blaco AA, Costa VP, Wilson RP. Chronic or Primary Open Angle Glaucoma. In : Handbook of
Glaucoma. United Kingdom : Martin Dunitz Ltd; 2002.
14. Jampel H. Intraocular Pressure and Tonometry. In : Glaucoma Science and Practice. New
York : Thieme; 2003.
15. Seda H, Harmen. Gambaran Sudut Trabekula Pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup. Padang :
Bagian Ilmu Kesehatan Mata; 2007.
Glaukoma Sekunder
BAB IPENDAHULUANLATAR BELAKANGGlaucoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan extravasasi glaukomatosa, neuropati saraf optic, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal (Perdami, 2002).Neuropati optic tersebut disebabkan oleh tekanan intraocular (TIO) yang relatif tinggi, yang ditandai oleh kalainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil saraf optic. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu tinggi. Tetapi TIO relative tinggi untuk individu tersebut. Missal untuk populassi normal TIO sebesar 18 mmHg masih normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan glaucoma, yang disebut dengan glaucoma normotensi, atau glaucoma tekanan rendah (Suhardjo, 2007).Di Indonesia glaucoma kurang dikenal masyarakat, padahal cukup banyak yang menjadi buta karenanya. Pada glaucoma kronik dengan sudut bilik mata terbuka misalnya, kerusakan saraf optic terjadi perlahan-lahan hamper tanpa keluhan subjektif. Hal ini menyebabkan penderita datang terlambat pada dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, keadaan galukoma sudah menjadi lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran akan kesehatan atau pendidikan masih kurang, dokter perlu secara aktiv menemukan kasus glaucoma kronis, yaitu dengan mengadakan pengukuran bola mata secara rutin (Perdami, 2002).TUJUAN PENULISANTujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi dari glaucoma sekunder, etiologinya, gejala dan tanda yang muncul, cara menegakkan diagnosanya, serta penatalaksaannya yang tepat.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan bola mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang terletak di dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandangan. Kerusakan saraf penglihatan akan mengakibatkan kebutaan (Perdami, 2002).Makin tinggi tekanan bola mata makin cepat terjadi kerusakan pada serabut retina saraf optik. Pada orang tertentu dengan tekanan bola mata normal telah memberikan kerusakan pada serabut saraf optik (Normal tension glaucoma – glaukoma tekanan rendah) (Suhardjo, 2007).Tekanan bola mata pada glaukoma tidak berhubungan dengan tekanan darah. Tekanan bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina sehingga mengganggu metabolisme retina, yang kemudian disusul dengan kematian saraf mata. Pada kerusakan serat
saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada fungsi retina. Bila proses berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta total (Perdami, 2002).Klasifikasi glaucoma terdapat beberapa macam antara lain yaitu, glaucoma primer, glaucoma sekunder dan glaucoma congenital.Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor)Penyebab utama glaukom sekunderantara lain iridosiklitis (radang intraokular), cedera tembus, lesi corpus siliar, sinekia anterior, luksasi lensa, penyakit pembuluh darah (oklusi vena sentral, rubeosis iridis diabetes dengan neovaskularisasi di dalam sudut bilik mata, perdarahan intraokular) yang bisa mengakibatkan terjadinya apa yang dinamakan glaukoma neovaskular, tumor intraocular (melanoma uvea, retinoblastoma), fibroplasias dll. Kelainan mata tersebut dapat menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata (Suhardjo, 2007).
ETIOLOGIPenyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular ini, disebabkan:1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.2. Hambatan aliran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan pupil).3. Sangat mungkin merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga.4. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata.5. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.6. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat misalnya steroid.Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi bila diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lanjutnya. Glaucoma sekunder Merupakan glaukoma yang diketahui penyebabnya, biasanya dari penyakit mata yang lain ( Ilyas,2004 ).Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan oleh :- Uveitis- Tumor intra okuler- Trauma mata- Perdarahan dalam bola mata- Perubahan-perubahan lensa- Kelainan-kelainan congenital- Kortikosteroid- Post operasi- Rubeosis iridis- Penyakit sistemik,dll.Glaukoma sekunder, kelainannya terdapat pada :a) Sudut bilik mata, akibat geniosinekia, hifema, stafiloma kornea dan kontusio sudut bilik mata.b) Pupil, akibat seklusi pupil dan oklusi relative pupil oleh sferotakia.c) Badan silier, seperti rangsangan akibat luksasi lensa.Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk glaucoma sekunder.Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :a. Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata.b. Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut
bilik mata.c. Katarak hiperatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar cairan mata.Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, fler berat dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hiperatur. Tekanan bola mata sangat tinggi (Wijana, 1993).
EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaucoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10- 15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih (Miranti, 2002).
FAKTOR RESIKOBeberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah:1. Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan menambah kerusakan2. Tekanan darah rendah atau tinggi3. Fenomena autoimun4. Degenerasi primer sel ganglion5. Usia di atas 45 tahun6. Riwayat glaukoma pada keluarga7. Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka8. Hipermetropia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut tertutup9. Paska bedah dengan hifema atau infeksi ( Ilyas,2004 ).Hal yang memperberat resiko glaukoma adalah:a. Tekanan bola mata, makin tinggi, makin beratb. Makin tua, makin beratc. Resiko kulit hitam 7 kali dinbanding kulit putihd. Hipertensi memiliki resiko 6 kali lebih seringe. Kerja las, 4 kali lebih seringf. Penderita mempunyai keluarga yang menderita glaukoma, resiko 4 kali lebih seringg. Penggunaan tembakau 4 kali lebih seringh. Myopia, resiko 2 kali lebih seringi. Diabetes mellitus, 2 kali lebih seringTanda dini glaukoma tidak boleh diabaikan, karena pemeriksaan yang dini akan memiliki prognosis yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan terhadap glaukoma secara teratur setiap tahun untuk pencegahan (Suhardjo, 2007).
KLASIFIKASIJenis glaucoma sekunder berdasarkan sudutnya dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Glaucoma sekunder sudut terbuka• Uveitis• Katarak hipermature• Hifema• Kerusakan akibat iridokorneal akibat trauma tumpul• Pemakaian steroid jangka panjang2. Glaucoma sekunder sudut terbuka• Tumor yanh berasal dari uvea/ retina yang mendesak iris kedepan• Neovascularisasi , missal pada retinopaty diabeticum
PATOFISIOLOGIGlaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.1)Glaukoma Sekunder akibat UveitisTerjadi udem jaringan trabekula dan endotel sehingga menimbulkan sumbatan pada muara trabekula. Peninggian protein pada aqueous dan sel radang akan memblokir trabekula. Juga terdapat hiperekskresi karena adanya iritasi (Suhardjo, 2007).2) Glaukoma Sekunder akibat Tumor Intra OkulerGlaukoma terjadi karena volume yang ditempati tumor makin lama makin besar, iritasi akibat zat toksik yang dihasilkan tumor, dan sudut KOA tertutup akibat desakan tumor ke depan. Contohnya, pada melanoma dan retinoblastoma (Suhardjo, 2007).3) Glaukoma Sekunder akibat Trauma MataTrauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan robekan iris atau corpus siliar dan terjadilah perdarahan pada KOA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil pemecahan darah atau bekuan menempati saluran-saluran aliran cairan. Komplikasi yang timbul kalau TIO tidak diturunkan adalah imbibisi kornea (Suhardjo, 2007).4) Glaukoma Sekunder akibat Perubahan Lensaa. Dislokasi lensa (sublukasi/luksasi)Subluksasi anterior, menekan iris posterior ke depan, sehingga menahan aliran akuos karena sudut KOA menjadi sempit. Sublukasi juga bisa ke posterior. Luksasi lensa juga bisa ke KOA (Suhardjo, 2007).b. Pembengkakan lensaIni terjadi pada lensa yang akan mengalami katarak. Lensa akan menutup pupil sehingga terjadi blok pupil (Suhardjo, 2007).c. Glaukoma fakolitikKapsul lensa katarak hipermatur memiliki permeabilitas yang tinggi. Melalui tempat-tempat yang bocor keluar massa korteks, yang kemudian dimakan makrofag di KOA. Makrofag ini berkumpul di sekeliling jala trabekula dan bersama-sama material lensa akan menyumbat muara trabekula sehingga terjadilah glaukoma sekunder sudut terbuka.Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atropik dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada kasus ini mekanisme terjadinya glaucoma sekunder yaitu sesuai dengan mekanisme Glaukoma Fakolitik: Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan tabekular menjadi edematousa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan
mendadak tekanan intraocular (Suhardjo, 2007).d. Glaukoma fakoanafilaktikProtein lensa dapat menyebabkan reaksi fakoanafilaktik, dalam hal ini terjadi uveitis. Protein dan debris seluler menempati sistem ekskresi dan menutup aliran akuos (Suhardjo, 2007).5) Glaukoma Sekunder akibat KortikosteroidPatogenesa nya belum jelas. Sering dengan sudut terbuka disertai riwayat glaukoma yang turun temurun. Beberapa teori menyatakan bahwa terdapat timbunan glikosaminoglikan dalam bentuk polimer dalam trabekulum meshwork yang mengakibatkan biologic edema sehingga resistensi humor akuos bertambah, steroid juga diketahui dapat menekan proses fagositosis sel endotel trabekulum sehingga debris pada cairan humor akuos tertimbun di trabekulum (Suhardjo, 2007).6) Hemorrhagic GlaucomaBentuk ini diakibatkan pembentukan pembuluh darah baru pada permukaan iris (rubeosis iridis) dan pada sudut KOA. Jaringan fibrovaskuler menghasilkan sinekia anterior yang akan menutup sudut KOA, akibatnya TIO meninggi, dan mata yang demikian sering mendapat komplikasi dari recurrent hyfema (Suhardjo, 2007).
PEMERIKSAANSebelum melakukan penanganan lanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita:Gejala yang ditimbulkan tergantung penyakit dasarnya. Ditambah dengan gejala dari jenis glaukoma nya, apakah sudut tertutup atau sudut terbuka.1. AnamnesisDari anamnesis akan didapatkan gejala-gejala klinik berupa nyeri pada bola mata, injeksi pada konjungtiva, melihat gambaran haloes, dan penglihatan seperti terowongan (tunnel vision). Penyakit sistemik yang mungkin mempengaruhi penglihatan atau mempengaruhi pengobatan nantinya juga perlu dianamnesis, seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit paru-paru dan kardiovaskuler, hipertensi dan berbagai penyakit neurologis lainnya perlu dianamnesis. Pada anamnesis juga harus dicantumkan riwayat ophtalmologi, baik yang sekarang ataupun yang lampau, derajat social, riwayat penggunaan tembakau dan alcohol, dan riwayat penyakit dalam keluarga (Hamurwono, 1996).Gejala sekunder sudut terbuka• Mata tidak terasa sakit• Mata tenang• Sedikit atau tidak menimbulkan keluhan• Uveitis : apabila tidak ditangani akan menyebabkan glaucoma sekunder• Katarak hipermature à korteks lensa mencair à katarak morgagni (lensa tenggelam kearah bawah) à bilik mata menjadi dalam à pada uji gambaran iris akan memebreikan gambaran pseudopositif • Trauma tumpul à hifema à adanya darah di bilik mata depan à peningkatan TIO
Glaucoma sekunder sudut tertutup• Katarak hipermature à korteks lensa mencair à katarak morgagni (lensa tenggelam kearah bawah) à bilik mata menjadi dalam à pada uji gambaran iris akan memebreikan gambaran pseudopositif • Trauma tumpul à hifema à adanya darah di bilik mata depan à peningkatan TIO2. Pemeriksaan pada mata
a. Ketajaman penglihatanPemeriksaan ketajaman penglihan bukan merupakan pemeriksaan yang khusus untuk glaucoma karena tajam penglihatan 6/6 belum tentu tidak ada glaucomab. Pemeriksaan tekanan bola mataTekanan bola mata tidak tetap dari hari ke hari. Ada beberapa orang dengan tekanan bola mata yang tinggi tetapi tidak memperlihatkan gejala glaucoma lainnya, sebaliknya, ada beberapa orang yang mempunai tekanan bola mata yang rendah tetapi memiliki tanda-tanda galukoma. Oleh sebab itu, pemeriksaan dengan tonometri bukan merupakan pemeriksaan satu-satunya untuk mendiagnosa glaucoma. Tekanan bola mata tidak sama pada setiap orang. Tekanan mata pada kebanyakan orang adalah di bawah 20 mmHg tanpa kerusakan saraf optic dan gejala glaucoma.Sebagian besar penderita glaucoma memiliki tekanan lebih dari 20 mmHg. hal yang perlu dilakukan dalam mendiagnosa glaucoma adalah:• Bila tekanan 21 mmHg, rasio kontrol C/D, periksa lapangan pandangan sentral, temukan titik buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi.• Bila tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan pemeriksaan di atas bila masih dalam batas-batas normal mungkin suatu hipertensi okuli ( Ilyas,2004 ).c. Pemeriksaan lapangan pandangGangguan penglihatan terjadi akibat gangguan peredaran darah terutama pada papil saraf optik. Pembuluh darah retina yang mempunyai tekanan sistolik 80 mmHg dan diastolik 40 mmHg akan kolaps bila tekanan bola mata 40 mmHg. Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran serabut saraf retina, yang akan mengganggu fungsinya. Pembuluh darah kecil papil akan menciut sehingga peredaran darah papil terganggu yang akan mengakibatkan ekskavasi glaukomatosa pada papil saraf optik. Akibat keadaan ini perlahan-lahan terjadi gangguan lapang pandangan dengan gambaran skotoma khas untuk glaukoma.Alat yang digunakan untuk pemeriksaan lapangan pandang adalah perimeter Goldmann yang merupakan pemeriksaan khusus pada glaucoma. Alat ini digunakan untuk diagnosis dan penilaian kemajuan terapi. Apabila alat ini tidak tersedia, dapat dilakukan secara konfrontasi.
d. Ophtalmoskopi.untuk menilai kerusakan saraf optic Adanya depresi n.opticus di belakang mata akibat penekanan tekanaan intraokular. Terjadi pelebaran n.opticus yang disebut dengan cuppin. Hal ini berarti kondisi sudah dalam tahap lanjut.e. Gonioskopuntuk menentukan jenis glaucoma Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk mengetahui jenis glaucoma terbuka atau tertuup. Pada uji gonioskopi, lensa cermin ditaruh di depan kornea sehingga dapat dilihat sudut bilik mata secara lagsung. Sudut sempit atau sudut tertutup dapat dilihat.Pemeriksaan ini harus dilakukan rutin pada penderita glaucoma. Gonioskopi dapat menentukan apakah seseorang akan mendapat serangan glaukma sudut tertutup, sehinga ia akan mencari pengobatan segera apbila mulai terjadi serangan.DIAGNOSISTergantung penyakit dasar dan tipe glaucomaDIAGNOSA BANDINGIridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan. Goniuskopi untuk
menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat membantu (Perdami, 2002).
KOMPLIKASIA. Sinelia anterior periferIris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar (Wijana, 1993).B. KatarakLensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut (Wijana, 1993).C. Atrofi retina dan saraf optikDaya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion(Wijana, 1993) .
TATALAKSANAObati dulu penyakit dasarnya. Untuk glaukoma, penatalaksanaannya sama dengan penjelasan sebelumnya, tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan (Perdami, 2002).Apabila terjadi karena uveitis, maka kita obati dulu penyebab awalnya yaitu dengan pemberian midriatkum, steroid, obat-obbatan sitotoksik, dan pemberian siklosporin (Suhardjo, 2007).Pada glaukom sekunder yang disebabkan oleh katarak yang pertama turunkan dahulu tekanan intraokulernya, setelah turun baru dilanjutkan dengan operasi katarak. Sedangkan pada glaukom sekunder yang terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yaitu hentikan dulu penggunaan steroidnya baru kemudian dilakukan penurunan tekanan intraokuler. Pada glaukoma yang disebabkan oleh tumor yang berasal dari uvea atau retina seabaiknya diberikan obat penurun tekanan intraokuler sampai dengan dilkuakan tindakan enukleasi bulbi. Sedang glaukom yang disebabkan oleh neovaskularisasi pada retinopati diabetikum dapat diberikan obat penurun tekanan intraokuler yang bersifat menurunkan produksi humor akuos yang dikombinasikan dengan tetes mata sikloplegik dan tetes mata steroid (suhardjo, 2007). Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal. Penangananya meliputi :1. Medikamentosa• Β blockers (misalnya timolol, levabunolol, carteolol, betaxolol, dan metipranolol). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan menurunkan sekresi dari humor aquos . Sedian berupa obat tetes mata yang dapat diberikan dua kali sehari atau sekali sehari (long acting), atau dapat dikombinasi dengan obat lain (Hamurwono, 1996).•Prostaglandin analogues ( misalnya, latanoprost, travoprost, dan bimatoprost). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan melancarkan drainase dari humor aquos melalui jalur uveascleral. Dapat menurunkan tekanan intraocular hingga 30-35% ( Ilyas,2004 ).• Sympathomimetic agents. Adrenaline topikal, kini jarang digunakan oleh karena efektivitas yang lebih rendah dibandingkan β blockers dan efek samping obat tersebut. • Parasympathomimetic agents (misalnya, pilocarpine).
Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan memperkecil diameter pupil sehingga meningkatkan drainase/aliran humor aquos ke trabecular meshwork ( Ilyas,2004 ).• Carbonic anyidrase inhibitors (misalnya, dorzolamide, brinzolamide, azetozolamide). Mekanismenya yaitu menurunkan tekanan intraokular dengan jalan menurunkan produksi humor aquos ( Ilyas,2004 ).2. BedahTerapi bedah digunakan hanya apabila terapi medikamentosa tidak mampu mengobati dan menghambat progresivitas galukoma. Terapi bedah tersebut antara lain ;• Iridectomy. Perifer iridektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan pada galukoma sudut tertutup, baik pada mata yang sakit ataupun pada mata yang sehat sebagai tindakan pencegahanm (Hamurwono, 1996).
PROGNOSISTanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat ditangani dengan baik (Wijana, 1993).
BAB IIIKESIMPULAN
Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor)Penyebab utama glaukom sekunderantara lain iridosiklitis (radang intraokular), cedera tembus, lesi corpus siliar, sinekia anterior, luksasi lensa, penyakit pembuluh darah (oklusi vena sentral, rubeosis iridis diabetes dengan neovaskularisasi di dalam sudut bilik mata, perdarahan intraokular) yang bisa mengakibatkan terjadinya apa yang dinamakan glaukoma neovaskular, tumor intraocular (melanoma uvea, retinoblastoma), fibroplasias dll. Kelainan mata tersebut dapat menimbulkan meningkatnya tekanan bola mata.Penatalaksanaan glaucoma sekunder adalah dengan mengobati dulu penyakit dasarnya. tergantung tipe glaukoma yang ditimbulkan. Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal.
Daftar Pustaka
Hamurwono et. Al., 1996. Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, SurabayaIlyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III, Jakarta.Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia, 2002, Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta.Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, Abadi Tegal, Jakarta.
Case Report-Glaukoma Sudut Tertutup Primer
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny.UZ
Umur : 59 tahun
JK : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada bola mata kiri
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir
disertai dengan penglihatan yang bertambah kabur secara perlahan-lahan. Mata merah (+),sakit
kepala (+), mual (-), muntah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-).
Riwayat penglihatan menurun pada mata kanan dialami pada tahun 2004 dan sejak tahun
2009 mata kanan pasien tidak bisa melihat sama sekali.
Riwayat menggunakan kaca mata (-). Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-). Riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama (+).Riwayat trauma pada kedua bola mata (-).
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
InspeksiPemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Normal Normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Dangkal Kesan agak dangkal
Iris Coklat Coklat
Pupil Tidak bulat, mid dilatasiBulat,
Middilatasi
Lensa Keruh Jernih
Gerakan bola mata Ke segala arah Ke segala arah
Palpasi
PALPASI OD OS
Tensi okuler Tn-2 Tn+2
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Pembesaran kelenjar preaurikuler Tidak ada Tidak ada
Tonometri
Non contact tonometri
OD : tidak dapat terukur
OS : 63
Visus
VOD : 0
VOS : 20/200
Campus visual
OS : central 30-2 Treshold
Ditemukan : sensitivitas yang menurun pada daerah
1. Perifovea nasal <0,5%
2. Infero-temporal < 0,5%
3. Temporal < 1%
4. Perifovea temporal < 2%
5. Paramakula < 5%
Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Light sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Penyinaran oblik
PENYINARAN OBLIK
PEMERIKSAAN OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Injeksi perikornea
BMD Dangkal Kesan agak dangkalIris Coklat Coklat, kripte (+)
Pupil Tidak bulat, mid dilatasiBulat, middilatasi, RC (+)
melambat
Lensa Keruh Jernih
Diafanoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
Slit lamp
SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan dangkal, iris menempel di endotel kornea,
coklat, pupil tidak bulat, mid dilatasi, lensa keruh total.
SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), injeksi perikornea, BMD agak dangkal, iris coklat, kripte (+), pupil
bulat, middilatasi, RC (+) melambat, lensa jernih
Gonioskopi
OS :
Kuadran superior : hanya terlihat Schwalbe line (SL) ditemukan pula Peripheral anterior synechia (PAS)
Kuadran inferior : hanya terlihat Schwalbe line ( SL )
Kuadran temporal : hanya terlihat Schwalbe line ( SL )
Kuadran nasal : hanya terlihat Schwalbe line (SL) ditemukan pula Peripheral anterior synechia (PAS)
Oftalmoskopi
FOS : refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, a/v = 2/3, CDR = 0,8 makula : refleks fovea (+),
retina perifer kesan normal.
Laboratorium
GDS :108 mg/dl
IV. RESUME
Seorang wanita, 59 tahun datang ke klinik ORBITA dengan nyeri pada bola mata kiri
yang dialami sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir
disertai dengan penurunan penglihatan yang terjadi seara perlahan-lahan. Mata merah (+), sakit
kepala (+), mual (-), muntah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-). Riwayat
penglihatan menurun pada mata kanan dialami pada tahun 2004 dan sejak tahun 2009 mata
kanan pasien tidak bisa melihat sama sekali. Riwayat menggunakan kaca mata (-). Riwayat
hipertensi (-), diabetes mellitus (-).Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (+).Riwayat
trauma pada kedua bola mata Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan konjungtiva hiperemis
(-), kornea jernih, BMD kesan dangkal, iris menempel di endotel kornea, coklat, pupil tidak
bulat, mid dilatasi, lensa keruh total, pada OS (-), injeksi perikornea, BMD agak dangkal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, middilatasi, RC (+) melambat, lensa jernih. Palpasi OD
didapatkan Tn-2, OS didapatkan Tn+2. Pemeriksaan dengan contact tonometry didapatkan
tekanan OD tidak terukur, tekanan OS 63. Visus pada OD O dan OS 20/200. Pada pemeriksaan
permietri Humprey didapatkan sensitivitas yang menurun pada daerah perifovea nasal <0,5%,
infero-temporal < 0,5%, temporal < 1%, perifovea temporal < 2%, Paramakula < 5%. Pada
pemeriksaan gonioskopi OS hanya terlihat Schwalbe Line (SL) pada semua kuadran dan
terdapat peripheral anterior sinechia (PAS) pada kuadran superior dan nasal. Pada pemeriksaan
oftalmoskopi didapatkan reflex fundus (+), papil N.II batas tegas, a/v =2/3, CDR =0,8, macula:
reflex fovea (+), retina perifer kesan normal
V. DIAGNOSIS
ODS Glaukoma Primer Sudut Tertutup + OD Atrofi Bulbi
VI. PENGOBATAN :
1. Topikal
C. Timol 0,5%, 2 x 1 gtt OS
2. Sistemik
Glaucon tab 3 x 250 mg
KSR 1x1
RG Cholin 2 x 1000 mg
VII. ANJURAN
OD : USG B Scan
VIII. DISKUSI
Pasien ini didiagnosa dengan ODS glaukoma primer sudut tertutup + OD Atrofi Bulbi
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan nyeri pada bola mata kiri yang disertai penurunan penglihatan sejak 1 bulan yang
lalu yang memberat 1 minggu terakhir disertai nyeri pada bola mata dan sakit kepala. Pada
pemeriksaan slit lamp OD didapatkan konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan
dangkal, iris menempel di endotel kornea, coklat, pupil tidak bulat, mid dilatasi, lensa keruh
total, pada OS (-), injeksi perikornea, BMD agak dangkal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat,
middilatasi, RC (+) melambat, lensa jernih. Palpasi OD didapatkan Tn-2, OS didapatkan Tn+2.
Pemeriksaan dengan contact tonometry didapatkan tekanan OD tidak terukur, tekanan OS 63.
Visus pada OD O dan OS 20/200. Pada pemeriksaan perimetri Humprey didapatkan
sensitivitas yang menurun pada daerah perifovea nasal <0,5%, infero-temporal < 0,5%,
temporal < 1%, perifovea temporal < 2%, Paramakula < 5%. Pada pemeriksaan gonioskopi OS
hanya terlihat Schwalbe Line (SL) pada semua kuadran dan terdapat peripheral anterior
sinechia (PAS) pada kuadran superior dan nasal. Pada pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan
reflex fundus (+), papil N.II batas tegas, a/v =2/3, CDR =0,8, macula: reflex fovea (+), retina
perifer kesan normal. Dari gejala klinis, didapatkan adanya gejala mata merah yang disertai
dengan penurunan penglihatan, pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya peningkatan
tekanan intraocular, penurunan sensitivitas penglihatan, dan pembesaran rasio cekungan diskus
optikus. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan maka pasien ini
dapat didiagnosa sebagai glaukoma. Yang mana glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik
didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang;
biasanya disertai peningkatan tekanan intraokuler. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada
pasien ini tidak ditemukan kelainan lain pada mata sehingga dapat disimpulkan bahwa ini
merupakan suatu glaukoma primer. Hasil pemeriksaan gonioskopi menunjukkan bahwa
glaukoma ini merupakan glaukoma sudut tertutup. Pengobatan glaukoma pada pasien ini
ditujukan untuk menurunkan tekanan bola mata dimana peningkatan tekanan ini secara
berangsur-angsur dapat mengakibatkan rusaknya papil nervus optik. Pada pasien ini diberikan
topikal timol yang merupakan golongan beta blocker yang bekerja menurunkan TIO dengan cara
menginhibisi produksi humor akueous . Onset kerja dari beta blocker ini terhadap produksi
humor akueous mulai satu jam setelah pemberian sampai empat minggu setelah pengobatan.
Glaukagon termasuk golongan karbonik anhidrase yang bekerja menurunkan produksi humor
akueous secara langsung dengan mengantagoniskan aktifitas dari epitel siliar karbonik anhidrase
sehingga menurunkan produksi humor akueous dan menurunkan TIO. Pemberian KSR pada
pasien ini untuk mengatasi efek samping dari glukagon yang menyebabkan hipokalemia. Selain
itu, pasien ini juga diberikan RG. Cholin yang merupakan suatu neuroprotektor untuk
melindungi nervus optic terhadap kerusakan lebih lanjut sehubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular. Pada pasien ini juga dianjurkan untuk melakukan USG B scan pada OD,
yang merupakan tindakan melihat dan memotret alat atau jaringan dalam mata dengan
menggunakan gelombang tidak terdengar. Alat ini sangat penting untuk melihat susunan jaringan
intraokular.
Diposkan oleh Ayu Angelina di 04:41 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook