Upload
operator-warnet-vast-raha
View
442
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dermatitis atopik (D.A) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor herediter
dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta,
skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor
psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema adalah peradangan
kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak. Eksema
dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur. Penyakit ini
dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan
episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian
besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus
mengalami eksema hingga dewasa. Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena
kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal
sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan
arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.
Urtikaria atau biduran, dalam bahasa awam, adalah suatu kelainan yang terbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas dengan dikelilingi daerah yang eritematous. Urtikaria dikenal juga sebagai penyakit kulit dengan bintul-bintul kemerahan sebagai akibat dari proses alergi (Baskoro et.al, 2007).
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2:
Seorang anak bernama Siti, 10 tahun, sering menderita biduren/kaligata, yang biasanya timbul setelah makan udang. Menurut ibunya, beberapa hari setelah lahir dulu pada pipinya timbul eczema, berwarna kemerahan dan selalu digaruk-garuk. Waktu bayi selain ASI, juga mendapat susu formula. Sejak kecil, sehabis makan udang dan kepiting langsung keluar bentol-bentol merah, terasa gatal dan juga disertai kolik abdomen serta diare.
Selanjutnya, Siti tidak berani lagi makan udang, telur, dan semua ikan laut. Setelah periksa ke dokter, hasil pemeriksaan darah lengkap Hb: 13, 2 gr/dL; jumlah leukosit: 7,5×103; AT: 337×103; hitung jenis leukosit: eosinofilia relatif. Selanjutnya dokter memberikan obat dan dianjurkan dilakukan pemeriksaan skin prick test.
Ibunya Siti sering pilek, hidung gatal, bersin-bersin, dan juga menderita asma, dengan gejala sesak nafas dan mengi. Pada waktu hamil ibunya Siti khawatir kalau asmanya menurun pada anaknya. Mereka konsultasi kepada dokter mengenai hasil tersebut. Ibunya Siti pernah berobat ke praktek dokter, diberikan suntikan dan syok. Dokter berusaha menangani syoknya tersebut, namun tidak membaik dan akhirnya dirujuk ke rumah sakit.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1.1 Dermatitis atopik
· Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor herediter dan
faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan
pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan
kimia atau iritan.
· Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya memberikan reaksi
kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya
di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah Dermatitis atopik tidak
selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.
Nama lain untuk Dermatitis atopik adalah eksema atopik, eksema Dermatitis, prurigo Besnier, dan
neurodermatitis. Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5
tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Sangat
mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan
olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan
prosedur diagnosis dan pengumpulan data.
1.2 Urtikaria
Urtikaria merupakan istilah kilnis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai dengan adanya
pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan bekas yang terlihat. (
robin graham, brown. 2205 )
Urtikaria yaitu keadaan yang di tandai dengan timbulnya urtika atau edema setempat yang
menyebabkan penimbulan di atas permukaan kulit yang di sertai rasa sangat gatal ( ramali, ahmad. 2000 )
Urtikaria adalah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya di tandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan,
meninggi di permukaan kulit, sekitarnya di kelilingi halo (kemerahan). Keluhan subjektif biasanya gatal,
rasa tersengat atau tertusuk.
Dikenal dua macam bentuk klinik urtikaria, yaitu bentuk akut ( <> 6 minggu). Urtikaria yang
mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga
dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskuler dinamakan angiodema.
Sinonim : Hives, nettle rash, biduran, kaligata.
B. Etiologi
1.1 Dermatitis atopik
Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan antara
dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki kecenderungan yang
sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan (misalnya immunoglobulin E) sebagai
respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.
Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik:
1. Stres emosional
2. Perubahan suhu atau kelembaban udara
3. Infeksi kulit oleh kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur
4. Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol).
5. Pada beberapa anak-anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.
6. Penggunaan sabun atau deterjen, bahan kimia (alkohol, astrigen) dapat memicu terjadinya rasa gatal
pada kulit.
7. Keringat berlebihan, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan kelembaban tinggi atau
rendah, sinar matahari.
8. Menghirup tungau debu rumah, bulu binatang, serbuk sari, karpet, boneka berbulu, jamur atau ragweed
di negara-negara dengan 4 musim.
1.2 Urtikaria
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Di duga penyebab urtikaria
bermacam-macam, diantaranya :
a. Obat
Bermacam – macam obat dapat menimbulkan urtika, baik secara imunologi maupun nonimunologik.
Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologi tipe I atau II. Contohnya ialah obat
– obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan uretik. Adapun obat secara
nonimunologi langsung merangsang sel mas untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat
kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
b. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi imunologik.
Makanan berupa protein atau berupa bahan lainnya yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna,
penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang
sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbey, baby, keju, bawang,
dan semangka ; bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan panisilin.
CHAM-PION 1969 melaporkan ± 2% urtikaria kronik disebabkan sensitisasi terhadap makanan.
c. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini menyebab
diperantai oleh IgE (Tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat
pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding dan serangga lainnya menimbulkan urtika bentuk
papular di sekitar gigitan, biasanya sembh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.
d. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, gleseofulvin, fenotiazin, sulfonamin, bahan kosmetik, dan sabun germisin sering
menimbulkan urtikaria.
e. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol, umumnya
lebih mudah menimbulkan urtikaria alergi (Tipe I). Reaksi ini sering di jumpai pada penderita atofi dan
disertai gangguan nafas.
f. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang,
tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect refelent (penangkis serangga) dan bahan
kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
TUFT (1975) melaporka urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang jarang terjadi ;
karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak. Urtikaria akibat kontak
dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi keringat, telah dilaporkan oleh SMITH (1975).
g. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin ;
faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar UV , radiasi, dan panas pembakaran ; faktor tekanan, yaitu
goresan, pakain ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, vibrasi, dan tekanan berulang-
ulang contohnya pijatan, keringat, pekerjaan, demam, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi ditempat yang mudah terkena trauma. Dapat
timbul urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian.
Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier.
h. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur,
maupun investasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis.
Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksik bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi
visrus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab.
Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Investasi
cacing pita, cacing tambang, cacing gelang, juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan
urtikaria.
i. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mas atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikari menunjukkan gangguan psikis.
Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan
induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.
j. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan pentik pada urtikaria dan angioedema, menunjukkan penurunan
autosoma dominan.
Diantaranya ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urtikaria, familial lokalized heat urtikaria,
vibratory angioedema, heredo-familial symdrom of urtikaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic
protoporphyria.
k. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering
disebabkan reaksi kompleks antigen-antibody. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis
herpetiformis duhring sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus eritematosus sitemik
dapat mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma,
hifertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam rematik, dan artritis reumatoid zuvenilis.
C. Patogenesis
1.1 Dermatitis atopik
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui, demikian
pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri
sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke
saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan.
Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan
yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat
dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.
· Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik, emosi, trauma, keringat,
imunologik
· Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen yang diproduksi sel
T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan
peningkatan IgE.
· Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini menggunakan
CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di
pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda
CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini
mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak
menunjukkan apoptosis karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-
sel T tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan
menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi oleh Fas ligand
yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di microenvironment
· Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+
CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13,
sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi
akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-
CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil.
· Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom 3q21, serta
kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari mekanisme alergi. Ada
peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya,
seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA
adalah 86%.
Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma bronkial,
rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan
kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan
berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini
memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
1. Ekspresi sitokin
Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi inflamasi penderita
dermatitis atopik (DA). Pada lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi
sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF
(granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA
akut.
Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan (makanan dan inhalan),
dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Imunitas seluler dan respons
terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita dengan DA, akibat
menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T
helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat.
Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah vasoaktif amin,
seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya, sehingga dapat dipahami
bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering digunakan, namun hasilnya tidak terlalu
menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak silang pendapat para ahli mengenai manfaat
antihistamin pada DA.
Trauma mekanik (garukan) akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya di epidermis,
yang selanjutnya akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya eksema.
2. Antigen Presenting Cells
Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi untuk mengikat
antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya, dan beperan untuk
mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan yang juga berperan
mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.
Faktor non imunologis DA
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor genetik, yaitu
kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak
berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai
ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan
mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
1.2 urtikaria
Faktor-faktor pencetus :
Fx. Imunologik/non imunologik
Kulit
Melakukan Pertahanan
Induksi Respon Antiodi IgE
Sel Mast Basofil
Pelepasan mediator
(H, SRSA, Serotonin,Kinin)
Anafilaksis Sistemik
Urtikaria
D. Manifestasi Klinik
1.1 dermatitis atopik
Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang terjadi di bawah usia 8
minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat pula menetap
bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa makin lama dan makin berat
dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan dermatitis tersebut menetap sampai
dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik sukar diramalkan.
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk dewasa,
antara lain:
1. Bentuk infantil Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka
terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi
pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada
bayi sel sudah merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta
garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang
mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita dapat
disertai infeksi bakteri maupun jamur.
2. Bentuk anak Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya
terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik
dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.
3. Bentuk dewasa DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah
lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan gejala
utama likenifikasi dan skuamasi
Stigmata pada dermatitis atopik
Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:
Ø ‘White dermatographism’ Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam waktu
10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu 10-15
menit berikutnya.
Ø Reaksi vaskular paradoksal Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita DA. Apabila
ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan
perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.
Ø Lipatan telapak tangan Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan meskipun hal
tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA.
Ø Garis Morgan atau Dennie Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.
Ø Sindrom ‘buffed-nail’ Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangal gatal.
Ø ‘Allergic shiner’ Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan berulang
jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan melanin.
Ø Hiperpigmentasi Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.
Ø Kulit kering Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul folikular
hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi
pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada musim panas.
Ø ‘Delayed blanch’ Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat dan eritema.
Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan oleh
vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.
Ø Keringat berlebihan Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus bertambah.
Ø Gatal dan garukan berlebihan Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal
menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45
menit.
Variasi musim
Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum difahami secara menyeluruh.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi musim baik pada kekeringan kulit
penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim panas berpengaruh buruk,
sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik pada kulit penderita DA.
1.2 urtikaria
Gatal
Rasa terbakar/tertusuk
Tampak eritema & oedema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat
Bentuk popular
Dermografisme : oedema & eritema yg linear di kulit bila terkena tekanan/goresan benda tumpul, timbul
30 menit
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.1 dermatitis atopik
1. Darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE
2. Dermatografisme putih penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respons, yakni berturut-
turut akan terlihat garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama
beberapa detik, dan edema timbul sesuah beberapa menit. Penggoresan pada pasien atopik akan
bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2-5 menit,
edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.
3. Percobaan asetilkolin. Suntikan secara IC 1/5000 akan menyebabkan hiperemi pada orang normal.
Pada orang dengan dermatitis atopik akan timbul vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
4. Percobaan histamin. Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritema akan berkurang dibandingkan
dengan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral tampak eritema pada kulit
normal.
1.2 Urtikaria
Darah, urine & faeces rutin
Pemeriksaan gigi, THT, usapan vagina
Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil & komplemen
Tes kulit
Tes eliminasi makanan
Histopatologik
Tes Provokasi
Injeksi mecholyl IC
Tes dengan es
Tes dengan air hangat
F. Penatalaksanaan
G. 1.1 dermatitis atopik
Penatalaksanaan DA saat ini ditujukan terutama untuk mengurangi tanda dan gejala penyakit,
mencegah/mengurangi kekambuhan sehingga mengatasi penyakit dalam jangka waktu lama, serta
mengubah perjalanan penyakit. Untuk itu diperlukan tindakan untuk mengatasi kekeringan kulit yang
timbul, menghilangkan inflamasi, mengurangi gatal, mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus
dan berbagai pengobatan yang baru.
1. Hidrasi kulit
Untuk mengatasinya dapat dilakukan :
a) Hidrasi kulit berupa mandi atau berendam 2 – 3 kali sehari dengan air hangat yang dicampur dengan
minyak selama paling sedikit 20 menit. Hidrasi dengan mandi air hangat atau balut basah dimaksudkan
untuk dapat meningkatkan penetrasi kortikosteroid topikal di daerah transepidermal. Cara balut basah ini
dianjurkan untuk DA yang berat atau kronik sebagai perawatan kulit kemudian diikuti dengan
penggunaan emolient / minyak secara oklusif (emolient adalah produk untuk melembabkan dan
melembutkan kulit), ini efektif dalam membantu mempersiapkan perbaikan kembali barier dari stratum
korneum dan mengurangi keperluan steroid topikal. Akan tetapi kadang-kadang pula emollient oklusif ini
tidak disukai karena mempengaruhi fungsi kelenjar keringat dan dapat menyebabkan berkembangnya
folikulitis.
b) Karena kulit penderita DA kering (xerosis), sebaiknya diberikan salap lipofilik (emulsi air dalam minyak)
daripada krim hidrofilik (emulsi minyak dalam air). Krim dan lotion dapt mengiritasi kulit karena
menguapnya air ataupun karena iritasi bahan tambahan dalam krim.
c) Menghindari penggunaan berbagai bahan yang dapat menyebabkan iritasi kulit terutama oleh karena
kulit penderita selalu dalam keadaan kering. Bahan yang dimaksudkan seperti sabun deterjen yang kuat,
bahan pewangi, bahan pemutih pakaian.
d) Kelembaban ruangan dipertahankan 50 – 60% untuk menghindari pengeringan kulit.
2.Kortikosteroid topikal
a) Kortikosteroid topikal merupakan pilihan yang utama untuk mengurangi inflamasi pada penderita DA.
Penggunaan steroid topikal, yaitu suatu bahan yang bekerja dan bersifat anti-inflamasi merupakan dasar
terapi untuk pengobatan lesi-lesi eksematosa. Akan tetapi dalam penggunaannya akan tergantung pada
lokasi dan keadaan lesi kulit serta aman untuk digunakan sehingga penderita harus diinstruksi secara
hati-hati untuk menghindari potensi efek samping, terutama potensi kuat harus dihindarkan dari wajah,
genitalia, dan daerah intertrigo dan secara umum preparat potensi ringan direkomendasikan pada daerah
ini.
Oleh karena itu, penggunaan steroid topikal ini ditekankan hanya pada lesi DA saja sedangkan pada kulit
yang tidak terlibat cukup dengan emolient untuk menghindari kulit kering dan proses inflamasi. Kegagalan
kadang-kadang terjadi oleh karena tidak adekuatnya pemberian glukokortikoid ini. Ada 7 golongan
kortikosteroid berdasarkan potensinya yang tentu saja mempunyai potensi efek samping yang berbeda
pada penggunaannya, terutama jika digunakan dalam jangka panjang. Untuk potensi yang sangat kuat
maka hanya digunakan untuk yang sangat singkat dan hanya pada lokasi yang mengalami likenifikasi
berat, tidak untuk wajah dan daerah lipatan. Sehingga untuk maintenancenya digunakan potensi rendah
dan emolient untuk mencapai hidrasi kulit. Steroid potensi sedang dapat digunakan untuk periode yang
lebih lama dan ditujukan penggunaannya untuk lesi di badan dan ekstremitas. Jangan menggunakan
sediaan bentuk gel dengan basis propylene glycol karena akan menyebabkan iritasi sebab
penggunaannya memberikan efek kekeringan kulit, sedangkan penggunaannya hanya terbatas kepala
dan daerah berambut.
Beberapa kortikosteroid topikal yang terbaru dianggap mampu untuk menghambat migrasi eosinofil ke
jaringan inflamasi dan menghambat fungsi sel T dalam mengatur sitokin yang mempengaruhi eosinofil
sehingga akan memblok reaksi hipersensitivitas yang ada pada DA. Karena pengobatan pada DA ini
dapat berlangsung bertahun-tahun, sebaiknya hindari pemakaian kortikosteroid topikal berlama-lama,
karena dapat menimbulkan komplikasi dan dapat terjadi superinfeksi bakteri dan virus pada lesi
eksemanya. Pemakaian kortikosteroid bergantian dengan tanpa steroid pada pagi dan malam hari atau
selang satu hari atau dua hari (interval therapy). Pada tandem therapy, sebaiknya digunakan bahan
dasar yang sama.
b) Kortikosterod sistemik juga dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai pilihan terakhir bila
mengenai mukosa dan pada tipe dewasa dengan kasus eksaserbasi yang berat serta tidak berhasil
dengan topikal, akan tetapi sangat jarang digunakan pada tipe bayi dan anak oleh karena efek
sampingnya dan reaksi rebound bila penggunaannya dihentikan. Penggunaannya hanya dalam waktu
yang singkat dan tappering.
3. Anti pruritus
Pengobatan pruritus pada DA secara primer harus ditujukan langsung pada penyebab dasarnya.
Mengurangi inflamasi pada kulit dan kekeringannya dengan topikal kortikosteroid dan hidrasi kulit
seringkali secara simtomatik juga akan mengurangi pruritus. Antihistamin sistemik secara primer bekerja
dengan membloking reseptor H1 di dermis dan menempati reseptor itu secara kompetitif sehingga
mengurangi gatal yang timbul oleh pelepasan histamin. Antihistamin yang sering digunakan adalah
antihistamin klasik dengan efek sedatif dan antihistamin yang non sedatif.
Pruritus ini biasanya lebih berat pada malam hari, sehingga anti histamin dengan efek sedatif sangat
membantu bila digunakan pada saat tidur. Efek pemblokiran oleh antihistamin pada reseptoir histamin H1
dan H2 dapat diperoleh dengan menggunakan dosis oral 10 – 75 mg pada malam hari atau lebih 75 mg 2
kali sehari pada penderita dewasa. Pada anak jangan diberikan antihistamin yang non sedatif seperti
cefterizine, loratadin, astemizol, terfenadin (bersama dengan eritromisin karena bisa menimbulkan
aritmia). Bila pada lesi timbul papel eritem urtikaria dengan pruritus yang sangat berat biasanya
menghilang dalam 1 – 2 jam. Papel akan bersatu membentuk yang lebih
besar sehingga didiagnosis salah menjadi urtikaria kolinergik. Pengobatan antikolinergik dapat menolong
pada anak dan diberikan oksiphencylamine 5 – 10 mg diberikan 2 – 3 kali/hari efektif untuk mengurangi
pruritus.
Makanan dengan cepat meningkatkan patogenesis pada DA khususnya pada bayi dan anak. Bukti
makanan sebagai penyebabnya adalah dengan meningkatnya IgE pada reaksi tes kulit sedang pada
patch test menginduksi lesi eksematosa apa beberapa penderita DA. Beberapa penelitian menganjurkan
untuk menghindari makanan tertentu namun tidak pada penderita yang sembuh sempurna. Demikian
pula untuk debu rumah, dermatophgoides pteronyssinus yang ada pada DA untuk dihindari. Dari
penelitian juga ditemukan bahwa antihistamin cetirizin ini ternyata juga berfungsi sebagai anti-inflamasi
dengan cara menghambat ekspresi dari molekul adhesi pada proses alergik yang diperantarai IgE dan
peranan limfosit Th-2, sehingga pengumpulan sel radang dan infiltrasinya ke jaringan yang menyebabkan
inflamasi pada DA menjadi terhambat.
4. Identifikasi dan eliminasi faktor pencetus
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan bersifat individual, oleh karena itu perhatian harus
ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
a) Faktor umum :
Penderita DA lebih rentan terhadap iritan dibandingkan orang normal sehingga perlu diidentifikasi dan
dieliminasi faktor yang memperberat dan mencetuskan siklus gatal-garuk, antara lain :
Ø Gunting kuku untuk mengurangi abrasi pada kulit
Ø Sabun / deterjen : harus bersifat menghilangkan minyak seminimal mungkin, pH netral dan tidak bersifat
iritan
Ø Bahan Kimia : alkohol dan astringen pada produk kosmetik dapat menyebabkan kulit kering
Ø Pakaian : baju harus dicuci terlebih dahulu untuk mengurangi formaldehid dan bahan kimia lainnya dan
dibilas sebersih mungkin karena deterjen yang tersisa dapat bersifat iritan, begitu juga pakaian berbulu /
kasar dapat menyebabkan iritasi
Ø Lingkungan : panas, kelembaban dan keringat juga dapat merangsang gatal
Ø Olahraga : keringat dapat merangsang gatal
Ø Sinar matahari : Walaupun sinar matahari dapat bermanfaat pada sebagian penderita DA sebaiknya
menggunakan tabir surya yang non iritatif.
b) Alergen Spesifik
Yang telah terbukti dapat mencetuskan eksaserbasi DA antara lain:
Ø Makanan : makanan sering dianggap berperan dalam patogenesis DA terutama pada bayi dan anak kecil.
Makanan yang dicurigai berpotensi sebagai pencetus diidentifikasi melalui anamnesis dan pemeriksaan
laboratorium / uji kulit, namun hasilnya seringkali tidak berkorelasi dengan gejala klinis sehingga
dikonfirmasi dengan eliminasi makanan namun hal ini dapat menimbulkan malnutisi. Masih diperdebatkan
apakah pantang makanan tertentu pada DA bermanfaat.
Ø Tungau debu rumah : pada penderita DA yang alergi dengan tungau debu rumah diupayakan untuk
menghilangkannya. Anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih sensitif terhadap
aeroalergen lingkungan dibandingkan dengan bayi dan anak kecil.
c) Stres Emosional
Walaupun bukan penyebab tetapi stres emosional dapat menyebabkan kekambuhan. Stres ini
mengakibatkan berbagai variasi perkembangan lingkungan anak sehingga konflik dengan orang tua, di
sekolah dan tempat lainnya dapat memicu eksaserbasi gatal pada penderita, sehingga diperlukan diskusi
masalah tersebut kepada pihak guru dan orang tua.
Dari penelitian ditemukan bahwa pada kebanyakan anak penderita DA yang tidak sembuh
dihubungkan dengan faktor psikis dan dalam penanganan yang efektif dari keadaan ini maka faktor psikis
harus mendapat perhatian. Pada kondisi dimana penderita sangat dipengaruhi oleh faktor stres
emosional maka perlu dilakukan evaluasi psikologis ataupun konseling serta pemberian obat penenang
yang mungkin dapat membantu.
d) Infeksi
Penderita DA rentan terhadap berbagai mikroba dan infeksi ini dapat menjadi pencetus atau
memperberat penyakitnya. Infeksi yang dapat ditemukan adalah:
Ø Staphylococcus aureus: kuman ini terkolonisasi di kulit penderita DA dan sukar dihilangkan. Infeksi kuman
ini menimbulkan kekambuhan, dalam keadaan seperti ini dapat diberikan:
- Eritromisin dan makrolid lainnnya (azitromisin, klaritromisin) bermanfaat bila kumannya belum resisten.
- Penisilin yang resisten penisilinase (dikloksasilin, kloksasilin) diberikan bila resisten makrolid.
- Sefalosporin dapat untuk Staphylococcus maupun Streptococcus.
- Mupirosin topikal, diberikan pada lesi impetiginisata, bila luas berikan antibiotic sistemik.
Ø Herpes simpleks : penderita DA rentan terhadap infeksi virus ini, bila ini terjadi kortikosteroid topikal untuk
sementara diberikan dan diobati dengan anti virus (asiklovir 20 – 30 mg/kgBB/hari).
Ø Dermatofitosis : dapat merupakan komplikasi dan dapat berperan dalam kekambuhan penyakit. Diobati
dengan antijamur topikal maupun sistemik.
5. Pengobatan nonsteroid
Pengobatan ini dapat berupa antiflogistikantimikrobal :
a) Preparat Tar :
Ø Pix lithantracis (5 – 10%)
Ø Liquor carbones detergens (2 – 20%)
Ø Ichthamol 2 – 10%
b) Antiseptik
c) Antibiotik.
d) Aminoglikosid : gentamisin, basitrasin
e) Makrolid : eritromisin, klindamisin
f) Klortetrasiklin 2 – 5%.
1.2 Urtikaria.
Edukasi pasien untuk menghindari pencetus (yang bisa diketahui). Obat opiat dan salisilat dapat
mengaktivasi sel mast tanpa melalui IgE.
Pada urtikaria yang sering kambuh terutama pada anak sekolah, untuk menghindari efek samping obat
mengantuk, dapat diberikan antihistamin penghambat H1 generasi baru misalnya setirizin 0,25 mg/kg/hari
sekali sehari. Pada urtikaria generalisata mula-mula diberikan injeksi larutan adrenalin 1/1000 dengan
dosis 0,01 ml/kg intramuskular (maksimum 0,3 ml) dilanjutkan dengan antihistamin penghambat H1
seperti CTM 0,25 mg/kg/hari dibagi 3 dosis sehari 3 kali yang dikombinasi dengan HCL efedrin 1
mg/tahun/kali sehari 3 kali. (Lihat penanggulangan anafilaksis). Bila belum memadai ditambahkan
kortikosteroid misalnya prednison (sesuai petunjuk dokter).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Klien dengan dermatitis harus dikaji bagaimana kebiasaan hygiene sehari-hari (misal: apakah klien mandi
menggunakan sabun dan air panas?), pengobatan yang telah diberikan, terpapar oleh alergen, terpapar lingkungan,
dan riwayat kerusakan kulit.
1. Data subyektif
- Pruritus
- Nyeri
- Kecemasan
- Malu
2. Data obyektif
- Eritema
- Vesikel
- Warna
- Suhu
- Kelembapan / kekeringan
- Tekstur kulit
- Lesi
- Vaskularitas
3. Tanyakan :
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat alergi kulit
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat pengobatan sebelumnya
- Riwayat psikososial
Modifikasi perencanaan untuk klien lansia
Dermatitis adalah gangguan kulit yang umum pada lansia. Ini dapat disebabkan karena hipoproteinemia, insufisiensi
vena, alergen, iritan, atau penyakit keganasan seperti leukemia atau lymphoma. Karena klien lansia sering minum
lebih dari satu obat, maka dermatitis karena interaksi obat dapat dipertimbangkan. Kerapuhan kulit harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pemberian pengobatan. Kebanyakan klien lansia tidak membutuhkan mandi
setiap hari dan harus menghindari air panas untuk mandi begitu pula sabun. Air kran dan bahan-bahan yang tidak
membuat kering kulit dapat digunakan.
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b.d kekeringan pada kulit
Tujuan: Kulit klien dapat kembali normal
Kriteria hasil: Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan:
Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit
Berkurangnya derajat pengelupasan kulit
Berkurangnnya kemerahan
Berkurangnya lecet karena garukan
Penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
a. Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan
setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional: Dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi
untuk mencegah penguapan air dari kulit.
b. Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional: Air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
c. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitif. Hindari mandi busa.
Rasional: Sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat
meningkatkan keluhan.
2. Resiko kerusakan kulit b.d terpapar alergen
Kriteria hasil: Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan:
Menghindari alergen
Intervensi:
a. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional: menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
b. Baca label makanan kaleng sebelum di konsumsi.
Rasional: Agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
c. Hindari binatang peliharaan.
Rasional: Jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar
area rumah
C. Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi
3. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab urtikaria kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti,
riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini
penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan
kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga
ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang
pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang
pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis
umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan, biasanya klien mengeluh gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klien
tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular,
numular, sampai plakat. Kriteria diagnosis urtikaria alergik adalah :
Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi
sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
Terdapat tanda-tanda urtikaria terutama pada tempat kontak.
Terdapat tanda-tanda urtikaria disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat
kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
Rasa gatal
Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa
saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak
tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f. Pemeriksaan fisik
KU : lemah
TTV : suhu naik atau turun.
Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat
terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti
Urtikaria adalah sebagai berikut :
1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.Diagnosa Keperawatan
PerencanaanTujuan/Kriteria HasilIntervensi Rasional
1
Potensial terjadinya infeksi b.d. adanya luka akibat gangguan integritas
Tujuan :Tidak terjadi infeksiKriteria hasil :Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.- RR :12-24 x/menit- N : 70-82 x/menit- T : 36-37 OC- TD : 120/85 mmHgTidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal Leuksosit darah : 4.400 – 11.300/mm3
1. Lakukan tekni aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada pasien
2. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
3. Observasi adanya tanda-tanda infeksi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP
5. Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien.
6. Jaga lingkungan klien agar tetap bersih.
1. Dengan teknik septik dan aseptik dapat mengirangi dan mencegah kontaminasi kuman.
2. Suhu yang meningkat adalah imdikasi terjadinya proses infeksi.
3. Deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi
4. Untuk menghindari alergen dari makanan.
5. Memandirikan keluarga
6. Menghindari alergen yang dapat meningkatkan urtikaria.
2Resiko kerusakan kulit b.d. terpapar alergen
Tujuan :Tidak terjadi kerusakan pada kulit klienKriteria hasil :Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
1. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
2. Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
3. Hindari binatang peliharaan.
4. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
1. Menghindari alergen akan menurunkan respon alergi.
2. Menghindari dari bahan makanan yang mengandung alergen.
3. Binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah.
4. AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
3 Perubahan rasa nyaman b.d. pruritus
Tujuan :Rasa nyaman klien terpenuhiKriteria hasil :Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya
1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah
1. Dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
2. Pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
peningkatan rasa nyaman
tidak ada sabun yang tertinggal.4. Jaga kebersihan kulit pasien
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal
3. Bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi.
4. Mengurangi penyebab gatal karena terpapar alergen.
5. Mengurangi rasa gatal.
4Gangguan pola tidur b.d. pruritus
Tujuan :Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.Kriteria Hasil :1.Mencapai tidur yang nyenyak.2.Melaporkan gatal mereda.3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.4.Menghindari konsumsi kafein.5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
1. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
2. Menjaga agar kulit selalu lembab.
3. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
4. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
5. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
1. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
2. Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3. Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
4. Memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
5. Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
5 Gangguan citra tubuh b.d. penampakan kulit yang tidak bagus
Tujuan :Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapaiKriteria Hasil :1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.5.Mengutarakan perhatian
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan
1. Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2. Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Memberikan kesempatan pada petugas untuk
terhadap diri sendiri yang lebih sehat.6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan
mengenali masalahnya.
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5. Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6
Kurang pengetahuan tentang program terapi b.d. inadekuat informasi
Tujuan :Terapi dapat dipahami dan dijalankanKriteria Hasil :1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
1. Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
4. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
1. Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. Memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4. Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel mast.
Kata “atopic” berhubungan dengan tiga group gangguan alergi yaitu asthma, alergi renitis (influensa), dan dermatitis
atopik. Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu: Tipe 1 : murni tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe
yaitu : Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat peningkatan IgE total serum dan
Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit dan pada
serum. Tipe 2 : bentuk campuran disertai gejala saluran napas dan terdapat sensitasi IgE.
B. Saran
Beberapa pencegahan untuk penderita dengan DA antara lain:
1. Potong pendek kuku jari tangan untuk mengurangi goresan di kulit.
2. Hindari penggunaan sabun wangi dan gunakan pembersih bebas sabun (soap- free cleansing oils).
3. Penderita sebaiknya tidak terlalu sering dimandikan, cukup dua kali sehari, dan jangan dimandikan terlalu lama.
4. Olesi kulit dengan krim emolien setelah mandi.
5. Jangan memakaikan pakaian yang terbuat dari bahan iritatif seperti wol dan nilon, hindari juga pakaian berlapis-
lapis untuk mencegah produksi keringat yang berlebih.