17
GEOLOGI PULAU SUMBA PENDAHULUAN Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau ini berada pada koordinat 9°40′LU 120°00′BT. Luas wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat. Gambar 1. Letak geografis Pulau Sumba dan keadaan topografinya

Geologi Pulau Sumba

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Geologi Sumba

Citation preview

GEOLOGI PULAU SUMBA

PENDAHULUANPulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau ini berada pada koordinat 940LU 12000BT. Luas wilayahnya 10.710 km, dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat.

Gambar 1. Letak geografis Pulau Sumba dan keadaan topografinya

Pulau Sumba memiliki posisi yang khas terkait dengan busur Sunda-Banda yang merepresentasikan sebuah potongan terisolasi dari kerak benua terhadap busur kepulauan vulkanik aktif (Sumbawa, Flores) dalam cekungan muka busur, terletak di bagian utara pada transisi antara Palung Jawa (bidang subduksi) dengan Timor Trough (bidang kolisi). Hal tersebut tidak menunjukkan efek kompresi kuat, berbeda dengan pulau-pulau sistem busur sebelah luar (Savu, Roti, Timor), sedangkan unit magmatik menjadi bagian yang substansial pada stratigrafi Kapur Akhir hingga Paleogen.

Gambar 2. Letak geologi dari Pulau Sumba. Pulau ini berada di bagian utara pada transisi Palung Jawa dan Timor Trough.

Secara batimetri, Sumba merupakan punggungan yang memisahkan cekungan muka busur Savu (kedalaman > 3000 m) di timur dan cekungan muka busur Lombok (kedalaman > 4000 m) di barat. Studi seismik refraksi (Barber et al., 1981) menunjukkan bahwa Sumba merupakan kerak benua dengan tebal 24 km (Chamalaun et al., 1981). Berdasarkan studi tektonik yang dilengkapi data paleomagnetik dan geokimia, beberapa ahli menganggap Sumba merupakan mikrokontinen atau fragmen kontinen (Hamilton, 1979; Chamalaun dan Sunata, 1982; Wensink, 1994, 1997; Vroon et al., 1996; Soeria-Atmadja et al., 1998).Tiga model geodinamik untuk Sumba telah dikemukakan oleh Chamalaun et al. (1982) dan Wensink (1994) yaitu sebagai berikut: (1) Semula Sumba merupakan bagian dari Kontinen Australia yang telah terpisah ketika cekungan Wharton telah terbentuk, terapung dan bergerak ke arah utara kemudian terperangkap di belakang Palung Jawa bagian timur (Audley-Charles, 1975; Otofuji et al., 1981); (2) Sumba pernah menjadi bagian dari Paparan Sunda yang kemudian terapung dan bergerak ke arah selatan selama pembukaan Cekungan Flores (Hamilton, 1979; Von der Borch et al., 1983; Rangin et al., 1990); dan (3) Sumba merupakan salah satu mikrokontinen atau bagian dari kontinen yang lebih besar di dalam Tethys, yang kemudian terfragmentasi (Chamalaun dan Sunata, 1982).

STRATIGRAFI Stratigrafi Sumba telah banyak didiskusikan oleh beberapa ahli (van Bemmelen, 1949; Laufer dan Kraeff, 1957; Burollet dan Salle, 1982; Chamalaun et al., 1982; Von der Borch et al., 1983; Fortuin et al., 1992; Effendi dan Apandi, 1994; Abdullah, 1994; Fortuin et al., 1994, 1997). Pulau Sumba tersusun dari sedimen tidak termetamorfosis hingga sedikit termetamorfosis berumur Mesozoikum, secara tidak selaras dilapisi oleh endapan berumur Tersier dan Kuarter yang sedikit sekali terdeformasi; ketebalan total mencapai lebih dari 1000 m (van Bemmelen, 1949). Teras-teras terumbu karang yang menutupi tepi bagian yang mengarah ke laut dari Formasi Sumba berumur Neogen, hampir secara kontinu tersingkap ke permukaan di sepanjang pantai barat, pantai utara dan pantai timur Sumba (Hamilton, 1979).Seri Mesozoikum (Formasi Lasipu)Batuan berumur Mesozoikum tersingkap ke permukaan terutama di sepanjang pantai seperti bagian selatan dari Sumba Barat (Patiala, Wanokaka dan Konda Maloba) dan pada bagian selatan dari Pegunungan Tanadaro (Sungai Nyengu dan Labung). Tipe sedimen berupa batulanau karbonatan dengan batulempung vulkanogenik, terkadang menunjukkan gejala-gejala metamorfisme tingkat rendah, berlapis dengan batupasir, konglomerat, batugambing dan runtuhan vulkaniklastik. Secara keseluruhan terpotong oleh intrusi berumur Kapur Akhir dengan kisaran komposisi dari mikrogabro hingga diorit-kuarsa, dan juga oleh dykes granodioritic serta kalk-alkalin berumur Paleogen. Sedimen menunjukkan struktur slump berskala besar dan perekahan yang kuat. Sedimen tersebut merupakan Formasi Lasipu (Prasetyo, 1981). Kumpulan mikrofosil di dalam beberapa sampel mengindikasikan umur Coniacian hingga Campanian Awal (Burollet dan Salle, 1982); banyak Inoceramus sp. hadir. Material-material detrital salah satunya memberikan kesan asal-muasal dari kontinen, atau lingkungan busur kepulauan; hal tersebut tampak terlihat pada kipas bawah laut berumur Mesozoikum dengan endapan laut dangkal (Von der Borch et al., 1983) atau lingkungan batial laut terbuka (Burollet dan Salle, 1982).

Gambar 3. Kolom Stratigrafi Pulau Sumba (Audley-Charles (1985) & Fortuin dkk. (1994))Seri PaleogenSelama Paleogen, Sumba merupakan bagian dari busur magmatik yang dikarakterisasi oleh seri batuan vulkanik kalk-alkalin (Sumba Barat) dan sedimen laut dangkal. Endapan yang berhubungan termasuk tuf, ignimbrit, greywackes, sisipan batugamping foraminifera, napal, mikro-konglomerat dan batulempung. Batuan tersebut secara tidak selaras dilapisi batuan berumur Mesozoikum dan bergiliran secara tidak selaras dilapisi oleh Seri Neogen.Seri NeogenSeismik refleksi lepas pantai menunjukkan sedimen laut dalam berumur Neogen membentuk sikuen sedimenter awal dari cekungan muka busur yang menghilang ke arah punggungan (Fortuin et al., 1992; Van der Werff et al., 1994a, b; Van der Werff, 1995; Fortuin et al., 1997). Kejadian mereka merefleksikan posisi stabil dari Punggungan Sumba di dalam cekungan muka busur sejak inisiasi sistem palung-busur Sunda selama Oligosen Akhir dan Miosen Awal (Silver et al., 1983; Reed, 1985; Barberi et al., 1987). Sedimen Neogen di Sumba memperlihatkan dua fasies yang berbeda: pada bagian barat, mereka direpresentasikan kebanyakan oleh batugamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping chalky dan napal, berlapis dengan napal tufaan, sedangkan sedimen dari bagian timur Sumba didominasi endapan turbidit vulkanik dengan perlapisan kapur pelagic dan batugamping chalky (Fortuin et al., 1994). Pada bagian pusat Sumba, fasies sedimenter tersebut menunjukkan hubungan menjari. Batuan tersebut umumnya tidak terganggu secara tektonik.Seri KuarterKeseluruhan pulau telah mengalami pengangkatan dengan cepat terhadap elevasinya sekarang, seperti yang diindikasikan oleh teras-teras berumur Kuarter yang mencapai ketinggian tidak kurang dari 500 m (Jouannic et al., 1988), dengan kecepatan rata-rata 0.5 mm/tahun pada bagian utara dan tengah Sumba (Pirazzoli et al., 1991). Teras-teras tersebut terdiri dari batupasir, konglomerat, napal dan batugamping terumbu menonjol yang secara tidak selaras dilapisi sedimen berumur Neogen dengan kemiringan relatif tidak curam di sepanjang pantai barat, pantai utara dan pantai timur. Secara lokal, endapan berumur Kuarter diendapkan secara tidak selaras di atas batuan berumur Mesozoikum di sepanjang pantai baratdaya.

Gambar 4. Peta Geologi dan Penyebaran Formasi Pulau Sumba

Proses Sedimentasi berdasarkan Keadaan Stratigrafi dan TektonikSusunan stratigrafi pada daerah Sumba sangat menarik untuk dibahas. Hal ini disebabkan karena kompleksitas yang terdapat pada urutan stratigrafi dan proses sedimentasi yang terlibat di dalamnya. Pada kurang lebih 80 Jtl sampai 31 Jtl (Kapur Akhir Eosen) dan pada 16 Jtl (Miosen Tengah) merupakan fase yang menunjukkan fase awal hingga akhir dari aktifitas dari volcanic arc. Hal ini dibuktikan langsung oleh aktifitas magma di Pulau Sumba, yang ditandai dengan batuan vulkanik dan plutonik yang berkemang hingga 31 Jtl / Eosen (Abdullah dkk., 2000). Kehadiran lapisan pumice dan lapisan tipis tuff di Formasi Waikabukak menunjukkan bahwa volcanic arc Pulau Sumba yang diperkirakan termasuk dalam Sunda-Banda arc system masih aktif hingga Miosen.Pada kurang lebih 16 Jtl (Miosen Tengah), terjadi perubahan yang radikal dari pola pengendapan di Pulau Sumba. Di bagian barat Sumba, material yang dihasilkan oleh volcanic arc tererosi ke arah laut yang terlihat dari batas ketidakselarasan pada Oligosen Akhir. Subsidence yang terjadi setelahnya menyebabkan tersedianya ruang akomodasi untuk mengendapkan beberapa ratus meter endapan lagoon dan reefal carbonate rock di atas batuan arc di bagian barat dari Sumba, dan ditimpa di bagian atas oleh bathyal chalks. Pada umur 7 Jtl (Kuarter), platform ini secara gradual naik dan sekarang tersingkap ke permukaan hingga maksimum bisa mencapai ketebalan beberapa ratus meter di atas permukaan laut.Pengangkatan yang terjadi pada umur 7 Jtl juga berpengaruh terhadap bagian timur Sumba. Batuan yang berupa endapan sedimen vulkanik yang terendapkan di cekungan laut dalaman pada bagian pinggir dari steep slope terekspose ke permukaan yang merupakan bagian dari Formasi Kananggar sebagai hasil dari pengangkatan (Fortuin dkk., 1997). Batuan yang terendapkan di submarine canyon yang mencapai bagian batas bawah dari steep slope, yang berasal dari daerah yang berada di atas permukaan laut, juga ditunjukkan oleh Formasi Kananggar. Daerah di atas permukaan laut dimana batuan vulkanik tererosi, hadir membentuk pulau yang berada di bagian selatan-baratdaya dari Pulau Sumba saat ini. Pulau ini tersusun dominan oleh batuan vulkanik. Batuan karbonat laut dangkal terendapkan dekat dengan permukaan laut sepanjang pesisir pantai pulau dan sebagian material menunjukkan adanya resedimentasi material dari Formasi Kananggar (Fortuin dkk., 1997). Fosil tertua dari Formasi Kananggar mengindikasikan proses pengendapan terjadi dari 16 Jtl(Fortuin dkk. 1992, 1994, 1997) sehingga menunjukkan event tektonik pada umur 18 Jtl tidak terekam pada daerah timur dari Sumba seperti yang terjadi di bagian barat Sumba. Kehadiran dari deep water chalks berumur Pliosen pada bagian atas dari Formasi Kananggara dan singkapan saat ini menunjukkan bagian timur Sumba dipengarui oleh tektonik yang terjadi pada 7 Jtl sama dengan bagian barat dari pulau Sumba.Kenampakan stratigrafi di Pulau Sumba ini secara umum dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya :1. Jika Sumba berasal dari Great Indonesian Volcanic Arc, maka itu terjadi sekitar umur 16 Jtl, karena itu merupakan umur dimana Formasi Kananggar menimpa batuan vulkanik (Fortuin dkk., 1994, 1997).2. Erosional catastophic dan proses pengendapan mengawali akumulasi Formasi Kananggar di bagian timur dari Sumba dan batas selatan barat dari batas Cekungan Savu sekitar 16 Jtl 7 Jtl (Miosen Tengah Kuarter).3. Batuan busur vulkanik di bagian barat Sumba tererosi ke arah laut pada 16 Jtl dan platform karbonat serta batugamping laut dalam terendapkan di bagian barat Sumba sekitar 16 7 Jtl (Miosen Tengah Kuarter).4. Selama 7 Jtl Pulau Sumba mengalami pengangkatan, dan pengangkatan ini lebih besar terjadi di daerah timur dibanding di daerah barat Sumba. Hal ini disebabkan oleh kemiringan pulau berarah ENE yang secara khusus terlihat di bagian selatan pesisir dari Gunung Massu (Fortuin dkk. 1992, 1994, 1997).

REKONSTRUKSI TEKTONIK DAERAH SUMBAAbdullah (1994) membedakan empat siklus sedimentasi di Sumba. Siklus pertama (Kapur Akhir Paleosen) menggambarkan endapan turbidit laut dari Formasi Lasipu. Pengendapan ini diikuti oleh dua episode magmatik utama (calc-alkaline magma) yang terjadi pada umur 88 77 Jtl dan 71 56 Jtl. Siklus kedua (Paleogen) ditandai dengan endapan vulkaniklastik dan laut dangkal disertai dengan episode magmatik ketiga pada umur 42 31 Jtl. Siklus berikutnya (Neogen) merupakan periode transgresi yang menyebar luas, dicirikan dengan sedimentasi yang cepat di lingkungan laut dalam (Fortuin dkk. 1992, 1994, 1997).Beberapa batuan hasil dari proses magmatik di daerah ini bisa terbentuk akibat ketiga proses magmatisme di atas, namun bukan tidak mungkin produk magmatik berasal dari proses pengangkatan dan erosi dari batuan vulkanik Sumba yang berumur lebih tua. Selama seluruh event di atas Sumba merupakan bagian dari pengangkatan dari cekungan depan busur di dalam zona subduksi aktif sistem Sunda. Siklus keempat (Kuarter) ditandai dengan pengangkatan terraces yang dimulai kuarang lebih 1 Jtl. Distribusi umur dari dating K-Ar batuan vulkanik Sumba menunjukkan pergeseran ke arah barat dari pergeseran magmatisme sepanjang waktu. Akan tetapi, tidak terdapat bukti bahwa aktifitas magmatik Neogen terjadi di daerah Sumba. Namun, kesamaan antara Sumba dan SW Sulawesi magmatic belt (van Leeuwen, 1981; Simandjuntak, 1993; Bergman dkk., 1996; Wakita dkk., 1996), yang terlihat dari kesamaan proses magmatisme (Cretaceous Akhir-Paleocene) dan stratigrafi, mendukung gagasan bahwa Sumba adalah bagian dari Andean magmatic arc (Gambar. 5A) dekat Western Sulawesi magmatic belt (Abdullah, 1994; Abdullah dkk., 1996; Soeria Atmadja dkk., 1998) dan dekat pantai Kalimantan Tenggara (Pegunungan Meratus) (Yuwono dkk., 1988; Wensink, 1997; Rampnoux dkk., 1997) di batas lempeng Asia.

Gambar 5. Rekonstruksi Geologi daerah Sumba

Dengan demikian, selama Paleogen pergerakan rata rata dari lempeng Indo-Australia berkurang, menyebabkan terbentuknya cekungan belakang busur dan pembentukan marginal sea (Hamilton, 1979). Pemekaran back arc menyebabkan migrasi Sumba ke arah selatan (Gambar 5B) (Rangin dkk. 1990 ; Lee dan Lawver, 1995). Migrasi ke arah selatan dikuatkan oleh data terbaru dari paleomagnetik (Wensink, 1994). Dari Neogen hingga Kuarter Pulau Sumba terjebak ke dalam cekungan depan busur di bagian depan dari Eastern Sunda volcanic arc (Gambar 5C). Sekarang, kolisi dari Australia dengan Banda Arc bergeser ke arah utara-barat (Gambar 7D) menyebabkan Sumba mengalami pengangkatan dengan rata rata 0.5 mm/tahun yang dibuktikan dengan teras reef limestone (Pirazzoli dkk. 19990 ; Abdullah, 1994; Hendaryono, 1998).Berdasarkan penjelasan di atas, maka Pulau Sumba tidak mengalami deformasi yang intens. Hal ini menjelaskan bahwa selama Kapur Akhir hingga Neogen Pulau Sumba tidak terlibat dalam kolisi antara lempeng India-Australia dengan lempeng Asia, kecuali fase minor kompresi yang terjadi selama Paleogen. Data terbaru dari penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2000) menyatakan bahwa Sumba merupakan bagian dari Asia (Sundaland).

KESIMPULANBerdasarkan pembahasan di atas, didapatkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil, diantaranya : Pulau Sumba merepresentasikan sebuah potongan terisolasi dari kerak benua terhadap busur kepulauan vulkanik aktif (Sumbawa, Flores) dalam cekungan muka busur, terletak di bagian utara pada transisi antara Palung Jawa (bidang subduksi) dengan Timor Trough (bidang kolisi). Stratigrafi Sumba tersusun atas 3 seri pengendapan berdasarkan waktu pengendapannya yaitu seri Mesozoikum, seri Neogen, dan seri Kuarter Proses tektonik yang mempengaruhi pengendapan batuan sedimen di daerah ini terjadi dari tahun 16 Jtl 7Jtl dimana terjadi pergeseran magmatic arc dan terjadinya subsidence dan pengangkatan yang intens. Berdasarkan penjelasan di atas, maka Pulau Sumba tidak mengalami deformasi yang intens. Hal ini menjelaskan bahwa selama Kapur Akhir hingga Neogen Pulau Sumba tidak terlibat dalam kolisi antara lempeng India-Australia dengan lempeng Asia, kecuali fase minor kompresi yang terjadi selama Paleogen.

DAFTAR PUSTAKA

Rutherford, E dkk. .2000. Tectonic History of Sumba Island, Indonesia, since The Late Cretaceous and Its Rapid Escape into The Forearc in The Miocene. Journal of Asian Earth Scienece 19, 2001 (453-457)

Abdullah, C.I. dkk. .1999. The Evolution of Sumba Island (Indonesia) Revisited in The Light of New Data on The Geochronology and Geochemistry of The Magmatic Rocks. Journal of Asian Earth Scienece 18, 2000 (533-546)

Wensink, H. dan Manfred J. 1995. The Tectonic Emplacement of Sumba in The Sunda-Banda Arc : Paleomagnetic and Geochemical Evidence from The Early Miocene Jawila Volcanic. Elsevier : Tectonophysics 250 (1995) 15-30