23
Detektor Geiger Muller (GM) A. Tujuan 1. Mengetahui karakteristik pencacahan Geiger Muller. 2. Dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah dengan detektor Geiger Muller. Tujuan Operasional 1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor. 2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan. 3. Menentukan waktu mati detektor. 4. Menentukan efisiensi detektor. 5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi. B. Dasar Teori Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun 1908, kemudian tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung detektor Geiger-Mueller yang konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis detektor yang lain. Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia dan gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu. Skema detektor Geiger-Mueller ditunjukkan pada Gambar 1:

Geiger Muller

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Surveymeter to detect a radiation.

Citation preview

Detektor Geiger Muller (GM)

A. Tujuan

1. Mengetahui karakteristik pencacahan Geiger Muller.

2. Dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah dengan detektor

Geiger Muller.

Tujuan Operasional

1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor.

2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan.

3. Menentukan waktu mati detektor.

4. Menentukan efisiensi detektor.

5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.

B. Dasar Teori

Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun 1908, kemudian

tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung detektor Geiger-Mueller yang

konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis detektor yang lain. Detektor Geiger-

Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi logam yang biasanya diisi gas seperti

argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia dan gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu.

Skema detektor Geiger-Mueller ditunjukkan pada Gambar 1:

Gambar 1.Skema Detektor Geiger Muller

Detektor Geiger-Mueller merupakan salah satu jenis detektor isian gas yang bekerja

berdasarkan prinsip ionisasi oleh radiasi yang masuk terhadap molekul yang berada dalam

detektor. Dinding tabung sebagai katoda sedangkan kawat di poros sebagai anoda. Apabila

antara anoda dan katoda diberikan tegangan maka akan terjadi medan listrik dalam tabung. Kuat

medan listrik yang terjadi bergantung pada tegangan yang diberikan, besar jari-jari anoda

dengan katoda dan jarak antara anoda dengan katoda seperti pada Gambar 2:

Gambar 2. Skema parameter yang mempengaruhi medan listrik dalam detektor

Detektor berbentuk silider dengan dengan jari-jari r berpusat pada poros silinder, maka garis

gaya yang menembus seluruh selimut silinder akan berbanding lurus dengan kuat medan

listriknya E(r) dinyatakan dalam persamaan berikut

Berdasarkan mekanisme quenching, detektor Geiger-Mueller dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Detektor Geiger-Mueller non self quenching

Detektor ini biasa disebut juga dengan detektor Geiger-Mueller external quenching. Detektor

ini hanya diisi dengan satu macam gas isian yaitu gas mulia misalnya gas argon, neon,

helium dan lain-lain. Pada detektor jenis ini, proses avalanche yang terjadi tidak dapat

dikendalikan di dalam tabung ini sendiri tetapi dikendalikan dengan suatu rangkaian

elektronik.

2. Detektor Geiger-Mueller self quenching

Detektor jenis ini diisi dengan gas mulia ditambahkan dengan gas poliatomik sebagai

peredam. Dengan adanya tambahan gas peredam tersebut maka proses avalanche yang

terjadi dapat dikendalikan dalam tabung itu sendiri. Pada detektor Geiger-Mueller,

peningkatan jumlah ion-ion positif yang mencapai katoda sangat mempertinggi kemungkinan

pemancaran elektron bebas dan selanjutnya terjadi lucutan yang tak terkendali (discharge).

Untuk alasan ini tindakan pencegahan dapat diberikan kepada detektor Geiger-Mueller untuk

mencegah kemungkinan pulsa yang berlebihan yaitu dengan menambahkan peredam

(quenching). Quenching ada dua jenis yaitu external quenching dengan tambahan resistor

kapasitor yang sederhana dan self quenching dengan menambahkan gas poliatomik atau gas

halogen. Secara khusus untuk mencegah kemungkinan pulsa yang dihasilkan berlebihan

maka digunakan external quenching dengan tambahan resistor-kapasitor. External quenching

dengan tambahan resistor-kapasitor akan menurunkan pemakaian tegangan tinggi pada

tabung detektor sehingga akan memberikan hasil ionisasi yang rendah dan proses avalanche

tidak terbentuk meskipun sebuah elektron bebas melepaskan diri dari katoda. Rangkaian

ekivalen detektor Geiger-Mueller ditunjukkan pada Gambar 3:

Gambar 3. Rangkaian ekivalen detektor Geiger Muller dengan resistor-kapasitor

R1 dan R2 menggambarkan resistansi masukan dari rangkaian, C1 merupakan kapasitansi

detektor, sedangkan C2, C3, dan C4 merupakan stray capacitance yaitu kapasitansi pada

rangkaian yang mempengaruhi sistem kerja detektor.

Parameter Detektor Geiger-Mueller

1. Geometri

Faktor geometri sangat mempengaruhi pembuatan detektor terutama untuk memperoleh

karakteristik detektor yang optimal. Pembuatan detektor disesuaikan dengan kebutuhan dan

kegunaannya, misalnya detektor Geiger-Mueller untuk pengukuran radiasi alpha, beta

maupun gamma maka dibuat detektor Geiger-Mueller tipe end window, sedangkan untuk

mengukur radiasi gamma dibuat detektor Geiger-Mueller tipe side window. Bentuk fisik

dari detektor Geiger-Mueller terdiri dari selongsong tabung silinder yang berfungsi sebagai

katoda dan kawat yang terletak di sumbu silinder berfungsi sebagai anoda. Letak anoda

dalam tabung harus dibuat simetris agar medan listrik yang ditimbulkan dalam ruang tabung

bersifat konsentris.

2. Jenis bahan

Bahan untuk pembuatan anoda dipilih dari suatu bahan yang mempunyai sifat tahan

terhadap campuran gas isian dalam tabung detektor. Bahan untuk membuat katoda

menggunakan bahan yang mempunyai tenaga ikat elektron tinggi, tahan terhadap vakum

yang tinggi serta bahannya juga harus tahan terhadap gas isian. Bahan katoda juga harus

mempunyai daya hantar listrik yang baik, mudah melekat pada gelas, murah dan mudah

diperoleh[3]. Variasi bahan komponen detektor Geiger-Mueller yang dapat dibuat adalah

sebagai berikut: (1) Bahan katoda: tembaga, perak, perunggu, nikel dan lain-lain. (2) Bahan

Anoda: wolfram, kawat baja, nikel, tungsten dan lain-lain. (3) bahan jendela untuk detektor

Geiger- Mueller tipe end window berupa millar, aluminium foil, plastik, mika, titanium foil

dan lain-lain.

3. Tekanan vakum

Kevakuman pada tabung detektor yang tinggi dan stabil dapat menyebabkan karakteristik

detektor yang stabil. Kevakuman akan menentukan banyak sedikitnya molekul- molekul gas

yang ada dalam tabung detektor sebelum diisi dengan gas yang akan digunakan. Tekanan

vakum yang rendah akan menyebabkan sisa molekul gas yang berada dalam sistem vakum

masih banyak sehingga konsentrasi gas isian akan terpengaruh yang membuat karakteristik

detektor menjadi tidak optimal.

4. Gas isian

Gas isian ini bergantung pada jenis detektor yang akan dibuat, karena detektor Geiger-

Mueller bila ditinjau dari jenis gas isian ada dua yaitu non self quenching yang diisi dengan

satu jenis gas mulia dan self quenching yang diisi dengan gas mulia ditambah dengan gas

quenching. Gas pengisi detektor tersebut diantaranya adalah gas mulia atau gas monoatomik

seperti argon, kripton, helium, neon dan xenon. Jenis gas quenching berupa gas poliatomik

seperti alkohol, metana, ethyl atau gas halogen seperti bromine, iodine, chlorine

Karakteristik detektor Geiger-Mueller

1. Plateau dan slope

Plateau detektor Geiger-Mueller adalah daerah tegangan kerja detektor Geiger-Mueller.

Panjang plateau detektor yang baik adalah lebih dari 100 volt. Detektor yang dioperasikan

di bawah tegangan kerja menyebabkan pulsa-pulsa yang tercacah masih sedikit, karena

elektron dan ion yang terjadi akibat ionisasi masih banyak yang mengalami penggabungan

kembali atau rekombinasi. Detektor yang dioperasikan di atas tegangan kerja akan

menyebabkan terjadinya pelucutan ion yang sangat banyak dan sudah tidak sebanding lagi

dengan intensitas radiasi yang datang.

Gambar 4. Grafik jumlah cacah per menit terhadap tegangan

Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah per satuan waktu terhadap tegangan

kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 4: Kemiringan garis kurva plateau disebut slope.

Detektor Geiger-Mueller dikatakan baik apabila mempunyai daerah plateau yang panjang

dan slope yang kecil. Panjang plateau dinyatakan dalam persamaan berikut:

2. Resolving time

Resolving time adalah waktu minimum yang diperlukan agar radiasi berikutnya dapat

dicacah setelah terjadinya pencacahan radiasi yang datang sebelumnya. Resolving time

dapat ditentukan dengan cara mencacah dua sumber radioaktif yang sama. Mula-mula,

dicacah secara terpisah dan memberikan hasil pencacahan N1 dan N2, kemudian dicacah

bersama-sama yang akan memberikan hasil pencacahan N1-2, selanjutnya dilakukan

pencacahan tanpa sumber radasi atau cacah latar. Resolving time dapat dihitung dengan

persamaan berikut:

3. Dead time

Pelepasan muatan dalam tabung detektor menyebabkan terbentuknya muatan ruang ion

positif di sekitar kawat anoda. Adanya muatan ruang menyebabkan kuat medan listrik pada

daerah anoda menurun. Radiasi yang datang dalam keadaan ini tidak akan tercacah oleh

detektor, dengan kata lain detektor tidak mampu menghasilkan pulsa keluaran. Waktu

dimana detektor tidak mampu mencacah radiasi yang masuk dinamakan waktu mati (dead

time). Dead time dikatakan berakhir ketika ion positif bergerak menjauhi anoda.

Gambar 5. Bentuk pulsa keluaran detektor Geiger Muller

Pada akhir dead time, multiplikasi ion (avalanche) sudah terjadi, tetapi pulsa keluaran

masih kecil karena medan listrik belum cukup kuat. Pulsa keluaran yang dihasilkan dari

zarah radiasi sudah dapat dicacah oleh detektor ketika ion positif mencapai katoda. Pada

keadaan ini detektor dikatakan telah pulih kembali atau disebut juga dengan waktu pulih

(recovery time). Jumlah waktu mati dan waktu pulih disebut dengan resolving time yang

ditunjukkan seperti pada Gambar 5.

C. Alat dan Bahan.

- Alat:

1. Perangkat Alat Cacah

i. Detektor Geiger Muller (GM).

ii. Rangkaian Pembalik Pulsa (Inverter).

iii. Sumber Tegangan Tinggi (HV).

iv. Timer.

v. Counter.

2. Pinset

- Bahan:

1. Sumber Radiasi Standar Co-60

2. Sumber Radiasi Standar Cs-137

3. Sumber Radiasi x (unknown)

D. Langkah Kerja

Penentuan Tegangan Kerja.

1. Alat cacah (GM) dinyalakan dan dilakukan pemanasan selama 1 menit.

2. Sumber standar diletakkan dalam detektor dengan menggunakan pinset.

3. Pencacahan dilakukan dengan mengatur tegangan HV serta timer.

4. HV dinaikkan secara bertahap, sedangkan timer dipertahankan dan dicatat hasil

pencacahan.

5. Tegangan kerja diperoleh apabila sudah mendapatkan jumlah cacah yang selisihnya

paling sedikit dengan jumlah cacah sebelumnya.

Penentuan Kestabilan Alat Pencacah.

1. HV diatur pada tegangan kerja dan sumber yang dipakai adalah sumber standar Co-60.

2. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali dengan sebelumnya ditentukan waktu cacahnya.

3. Langkah 1 dan 2 diulangi untuk pencacahan latar/background (pencacahan tanpa sumber

radiasi).

Penentuan Waktu Mati / Dead Time.

1. Dipersiapkan sumber radiasi 2 buah.

2. HV dan Timer diatur

3. Pencacahan dilakukan masing-masing sebanyak 3 kali untuk sumber 1, sumber 2, dan

sumber 1+sumber 2.

Penentuan Efisiensi Alat Cacah.

1. Sumber radiasi Co-60 yang sudah diketahui aktivitas awalnya diletakkan di dalam

detektor.

2. HV dan Timer diatur.

3. Pencacahan dilakukan sebanyak 2 kali.

4. Dicatat pula t0, dan t½.

Penentuan Aktivitas Suatu Sumber X.

1. Suatu sumber radiasi Cs-137 dicacah sebanyak 3 kali.

2. Suatu sumber radiasi x (unknown) dicacah sebanyak 3 kali.

3. Hasil pencacahan pada langkah 2 dibandingkan dengan langkah 1.

4. Aktivitas sumber radiasi x ditentukan.

E. Data Percobaan

1. Penentuan Daerah Plato atau Tegangan Kerja.

Lama cacahan : 100 detik.

Sumber : Co-60

No Tegangan HV (V) Jumlah CacahanJumlah Cacahan per Detik

(dps)

1 700 6513 65,13

2 720 6829 68,29

3 740 6962 69,62

4 760 6974 69,74

5 780 7246 72,46

6 800 7434 74,34

7 820 7585 75,85

8 840 7486 74,86

9 860 7704 77,04

2. Penentuan Kestabilan Alat Pencacah.

Laju cacah latar (R ) : = 0,58 dps

Sumber radiasi : Co-60

No Rn (Rn - R ) = Ri Ri - R (Ri - R )2

1 65,2 64,62 -1,15 1,3225

2 66,2 65,62 -0,15 0,0225

3 65,5 64,92 -0,85 0,7225

4 65,5 64,92 -0,85 0,7225

5 65,9 65,32 -0,45 0,2025

6 65,8 65,22 -0,55 0,3025

7 67,6 67,02 1,25 1,5625

8 67,2 66,62 0,85 0,7225

9 67,3 66,72 0,95 0,9025

10 67,3 66,72 0,95 0,9025

=R = 65,77 - = 7,385

3. Penentuan Waktu Mati / Dead Time.

Lama cacahan : 100 detik

HV : 760 V

Sumber RadiasiPencacahan

1 2 3

Co-60 6672 6592 6716

Cs-137 6973 7023 6811

Co-60 + Cs-137 13328 13143 13380

4. Penentuan Efisiensi Alat Cacah.

Sumber Radiasi : Co-60

A0 : 1µCi

t0 : November 2011

t½ : 5,27 tahun

t praktek : 9 Oktober 2012

HV : 760 Volt

Lama pencacahan : 60 detik

Pencacahan Jumlah cacahan Jumlah cacahan per detik (dps)

1 4008 66,8

2 3834 63,9

5. Penentuan Aktivitas Suatu Sumber X.

Sumber Radiasi : Cs-137

A0 : 5µCi

t0 : September 2011

t½ : 30,07 tahun

t praktek : 9 Oktober 2012

HV : 760 Volt

Lama pencacahan : 60 detik

NoSumber Radiasi

Cs-137 x (unknown)

1 4107 1797

2 4034 1798

3 4087 1850

F. Perhitungan

1. Penentuan Daerah Plato atau Tegangan Kerja.

Dari data percobaan penentuan plato atau daerah kerja dapat dibuat grafik sebagai berikut:

Berdasarkan grafik di atas, diperoleh:

N1 = 69,62 dps

N2 = 69,74 dps

V1 = 740 V

V2 = 760 V

Tegangan Kerja (Vk)

Vk = V1 + (V2 – V1)

= 740 V + (760 V – 740 V)

= 740 V + 6,667 V

= 746,667 V

= 760 V

Landai Plato per Volt (Slope = S)

=

=

= 0,008618

2. Penentuan Kestabilan Alat Pencacah.

- R = 65,77

- = 7,385

X2 =

=

= 0,11229

Alat dianggap stabil bila harga X2 antara 3,35 – 16,95 atau 3,35 < X2 < 16,95. Disini X2 =

0,11229 berarti 0,11229 <3,35 atau kurang dari jangkauan range sehingga dapat dikatakan

alat ini tidak stabil.

3. Penentuan Waktu Mati / Dead Time.

= 6660 cacah/100 s = 66,6 dps, = 4435,56 dps2

= 6935,67 cacah/100 s = 69,3567 dps, = 4810,3518 dps2

= 13283,6667cacah/100 s = 132,8367 dps, =17645,58 dps2

= 116 cacah/200 s = 0,58 dps

τ = dps/ dps2

τ = dps/ dps2

τ = detik

τ = 302,39 µ detik.

Sehingga,

= 6660 cacah/100 s = 66,6 dps

sebenarnya =

=

= 67,9688 dps

sebenarnya = 70,8425

sebenarnya = 138,3959

4. Penentuan Efisiensi Alat Cacah.

Sumber Radiasi : Co-60

A0 : 1µCi

=

=

t0 : November 2011

t praktek : 9 Oktober 2012

t = t praktek - t0

= 9 Oktober 2012 – 15 November 2011(tanggal tidak ada informasi jadi dianggap pertengahan bulan)

= (15+31+31+29+31+30+31+30+31+31+30+9)hari

= 329 hari

t½ : 5,27 tahun

=

= 1923,55 hari

= ~ 1924 hari

HV : 760 Volt

Lama pencacahan : 60 detik

/ hari

A standar =

= .

=

Pencacahan Jumlah cacahan Jumlah cacahan per detik (dps)

1 4008 66,8

2 3834 63,9

N standar netto = -

=

= 64,77 dps

Efisiensi

=

= 0,1987 %

5. Penentuan Aktivitas Suatu Sumber.

Sumber Radiasi : Cs-137

A0 : 5µCi

t0 : September 2011

t½ : 30,07 tahun = 10976 hari

=0,693/10976 =

t praktek : 9 Oktober 2012

t : 9 Oktober 2012 - 15 September 2011 = 390 hari

HV : 760 Volt

Lama pencacahan : 60 detik

NoSumber Radiasi

Cs-137 x (unknown)

1 4107 1797

2 4034 1798

3 4087 1850

- = 1815 cacah / 60 s = 30,65 dps

- = 0,58 dps

- = 4076 cacah/60 s = 67,93 dps

- =

= 5µCi.

= 5µCi.0,9757

= 4,8785 µCi

Acuplikan =

=

=

= 2,178

G. Pembahasan.

Pada percobaan ini terlebih dahulu dilakukan penentuan tegangan kerja detektor Geiger

Muller sebelum melakukan pencacahan lebih lanjut. Tegangan kerja suatu detektor Geiger Muller

disebut plato, daerah kerja detektor adalah daerah dimana ionisasi sudah tidak bergantung pada

jenis dan besarnya tenaga radiasi. Untuk mencari tegangan kerja detektor GM terlebih dahulu

harus diketahui bentuk platonya, plato diperoleh dari hasil cacah yang telah dilakukan

pencacahan dalam waktu tertentu menggunakan tegangan tinggi yang dpat diatur sehingga

menghasilkan cacah, cacah akan diperoleh setiap ada perubahan tegangan. Pada tegangan awal

akan diperoleh cacah rendah, cacah dilakukan sampai cacah melonjak tinggi. Kemudian dicari

data yang diperoleh dibuat grafik hubungan antar Tegangan (HV) dengan cacah yang dihasilkan.

Dari grafik tersebut didapat harga – harga yang dapat dipakai sebagai patokan atau karakteristik

dari detektor mengenai tegangan kerjanya. Pada percobaan ini daerah plato GM pada tegangan

740 – 760 V dan tegangan kerjanya 746,667 V, serta landai platonya 0,008618 .

Setelah tegangan kerja diketahui, dilakukan penentuan kestabilan detektor. Pada

umumnya detektor memiliki kemampuan untuk menerima zarah radiasi yang dipancarkan sumber

radioaktif dan memiliki kestabilan dalam menerima zarah radiasi yang datang. Untuk

menentukan kestabilan alat maka dilakukan pencacahan sebanyak mungkin untuk mendapatkan

hasil yang baik. Tetapi dalam praktikum ini dilakukan pencacahan sebanyak 10 kali. Dalam

perhitungannya dilakukan dengan tes Chi square, dan diperoleh harga X2 = 0,11229. Sedangkan

dalam ketentuannya, detektor dikatakan stabil apabila 3,35 < X2 < 16,95. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa alat tersebut dalam keadaan tidak stabil sebab hasilnya jauh melebihi range

stabil yang telah ditentukan.

Proses pembacaan detektor Geiger Muller adalah proses pengubahan sebuah radiasi

menjadi pulsa listrik dan akhirnya tercatat sebagai sebuah cacahan. Proses ini memerlukan selang

waktu tertentu yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan detektor dan peralatan penunjang lainnya.

Selang waktu tersebut dinamakan sebagai waktu mati (dead time) dari sistem pencacah karena

selama selang waktu tersebut sistem pencacah tidak dapat mendeteksi radiasi yang datang.

Dengan kata lai, radiasi yang datang berurutan dengan selang waktu yang lebih singkat daripada

waktu matinya tidak dapat dicacah atau tidak terhitung oleh sistem pencacah. Dalam penentuan

waktu mati detektor minimal diperlukan dua buah sumber radiasi yang harus dicacah sendiri-

sendiri dan dicacah secara bersamaan serta dilakukan pencacahan background. Setelah

didapatkan hasil cacah, digunakan rumus:

maka didapat suatu harga yang menunjukkan waktu mati dari detektor GM. Dan dari praktikum

ini didapat waktu mati (τ) = 302,39 µ detik.

Selanjutnya dilakukan penentuan efisiensi detektor. Efisiensi adalah suatu parameter yang

sangat penting dalam pencacahan karena nilai inilah yang menunjukkan perbandingan antara

jumlah pulsa listrik yang dihasilkan sistem pencacah(cacahan) terhadap radiasi yang diterima

detektor. Untuk menentukan efisiensi maka perlu radiasi yang sudah diketahui aktivitasnya dan

dilakukan pencacahan. Dengan menggunakan rumus maka efisiensi alat dapat diketahui, berikut

rumus yang digunakan:

E=

Dimana : E = Efisiensi

= N standar netto

= Aktivitas standar

Pada percobaan ini didapat efisiensi alat sebesar 0,1987 %.

Percobaan yang terakhir yakni penetuan aktivitas sumber X yang tidak diketahui. Dalam

penentuannya harus digunakan sumber radioktif yang telah diketahui aktivitasnya sebagai

pembanding. Dalam percobaan ini digunakan sumber standar Cs-137. Dengan membandingkan

hasil cacahan sumber X dan sumber standar Cs-137 setelah masing-masing dikurangi dengan

cacah background terlebih dahulu serta mengetahui aktivitas sumber standar Cs-137, maka

aktivitas sumber X dapat dicari. Rumusnya:

Acuplikan =

Dari hasil perhitungan didapat besarnya aktivitas sumber X adalah 2,178 .

H. Kesimpulan.

1. Tegangan kerja detektor Geiger Muller adalah antara 740 hingga 760 V, dan landai plato

0,008618 .

2. Kestabilan alat tidak baik karena X2 = 0,11229. Padahal alat dianggap stabil bila harga X2

antara 3,35 – 16,95 atau 3,35 < X2 < 16,95.

3. Detektor GM tersebut mempunyai waktu mati 302,39 µ detik..

4. Detektor GM tersebut mempunyai efisiensi 0,1987 %.

5. Aktivitas cuplikan (sumber X) didapat 2,178 .

I. Daftar Pustaka.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/pengukuran _radiasi/......

http://local.ans.org/mi/teacher_CD/activies/......

Suparno,dkk. 2011.Petunjuk Praktikum ADPR “Detektor Geiger Muller”.Yogyakarta:STTN-

BATAN

Jurnal Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas

Nuklir oleh Irma Safitri(Prodi Fisika, Fakultas Saintek, UIN Sunan Kalijaga), Anis

Yuniati(Prodi Fisika, Fakultas Saintek, UIN Sunan Kalijaga), dan Irianto(PTAPB-

BATAN)

Yogyakarta, 13 Oktober 2012.

Dosen Praktikan,

Maria Christina P. Tino Umbar.