26
Gastroesophageal Refluks Disease (GERD) By Neng Leave a Comment Categories: Catatan Kuliah and Farmakoterapi Tags: Gastroesofageal refluks disease , refluks esofageal Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), merupakan gerakan membaliknya isi lambung (mengandung asam dan pepsin) menuju esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histology yang terjadi akibat refluks gastroesofagus. Ketika esophagus berulangkali kontak dengan material refluk untuk waktu yang lama, dapat terjadi inflamasi esofagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi esofagus (esofagitis erosi). ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Umur dapat mempengaruhi terjadinya GERD, karena seiring dengan pertambahan umur maka produksi saliva, yang dapat membantu penetralan pH pada esofagus, berkurang sehingga tingkat keparahan GERD dapat meningkat. Jenis kelamin dan genetik tidak berpengaruh signifikan terhadap GERD. Faktor resiko GERD adalah kondisi fisiologis/penyakit tertentu, seperti tukak lambung, hiatal hernia, obesitas, kanker, asma, alergi terhadap makanan tertentu, dan luka pada dada (chest trauma). Sebagai contoh, pada pasien tukak lambung terjadi peningkatan jumlah asam lambung maka semakin besar kemungkinan asam lambung untuk mengiritasi mukosa esofagus dan LES. PATOFISIOLOGI Faktor kunci pada perkembangan GERD adalah aliran balik asam atau substansi berbahaya lainnya dari perut ke esofagus. Pada beberapa kasus, refluks gastroesofageal dikaitkan dengan cacat tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (lower esophageal sphincter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c) LES atonik.

Gastroesophageal Refluks Diseas1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Gastroesophageal Refluks Disease (GERD)

By Neng Leave a   Comment Categories: Catatan Kuliah and Farmakoterapi Tags: Gastroesofageal refluks disease, refluks esofageal

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), merupakan gerakan membaliknya isi lambung (mengandung asam dan pepsin) menuju esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histology yang terjadi akibat refluks gastroesofagus. Ketika esophagus berulangkali kontak dengan material refluk untuk waktu yang lama, dapat terjadi inflamasi esofagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi esofagus (esofagitis erosi).

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Umur dapat mempengaruhi terjadinya GERD, karena seiring dengan pertambahan umur maka produksi saliva, yang dapat membantu penetralan pH pada esofagus, berkurang sehingga tingkat keparahan GERD dapat meningkat. Jenis kelamin dan genetik tidak berpengaruh signifikan terhadap GERD.

Faktor resiko GERD adalah kondisi fisiologis/penyakit tertentu, seperti tukak lambung, hiatal hernia, obesitas, kanker, asma, alergi terhadap makanan tertentu, dan luka pada dada (chest trauma). Sebagai contoh, pada pasien tukak lambung terjadi peningkatan jumlah asam lambung maka semakin besar kemungkinan asam lambung untuk mengiritasi mukosa esofagus dan LES.

PATOFISIOLOGI

Faktor kunci pada perkembangan GERD adalah aliran balik asam atau substansi berbahaya lainnya dari perut ke esofagus. Pada beberapa kasus, refluks gastroesofageal dikaitkan dengan cacat tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (lower esophageal sphincter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c) LES atonik.

Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti faktor anatomik, klirens esofageal (waktu kontak asam dengan mukosa esofageal yang terlalu lama), resistensi mukosa, pengosongan lambung, epidermal growth factor, dan pendaparan saliva, juga dapat berkontribusi pada perkembangan GERD.

Faktor agresif yang dapat mendukung kerusakan esofageal saat refluks ke esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas. Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta durasi pemaparan adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks gastroesofageal.

TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm.

1.  Gejala tipikal (typical symptom)

Page 2: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Adalah gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu: heart burn, belching (sendawa), dan regurgitasi (muntah)2. Gejala atipikal (atypical symptom)

Adalah gejala yang terjadi di luar esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain. Contohnya separuh dari kelompok pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram normal ternyata mengidap GERD, dan  separuh dari penderita asma ternyata mengidap GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga sulit untuk mendeteksi GERD dari gejala ini. Contoh gejala atipikal: asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan erosi gigi.

3.  Gejala alarm (alarm symptom)

Adalah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala alarm: sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu makan), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tersedak.

Penting untuk diperhatikan bahwa keparahan gejala tidak selalu berkaitan dengan keparahan esofagitis, tetapi berkaitan dengan durasi reflux. Pasien dengan penyakit yang nonerosif dapat menunjukkan gejala yang sama dengan pasien yang secara endoskopi menunjukkan adanya erosi esophagus.

DIAGNOSIS

Cara yang paling baik dalam diagnosa adalah dengan melihat sejarah klinis, termasuk gejala yang sedang terjadi dan faktor resiko yang berhubungan. Endoskopi tidak perlu dilakukan pada pasien yang mengalami gejala tipikal, terutama jika pasien merespon baik terhadap pengobatan GERD. Endoskopi dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi, pasien yang mengalami gejala alarm, atau pasien yang mengalami gejala GERD terus menerus. Selain endoskopi, tes yang sering digunakan untuk diagnosa adalah pengamatan refluksat ambulatori, dan manometri.

Endoskopi dilakukan untuk melihat lapisan mukosa pada esophagus, sehingga dapat diketahui tingkat keparahan penyakit (erosif atau nonerosif) dan kemungkinan komplikasi yang telah terjadi, karena memungkinkan visualisasi dan biopsi mukosa esofagus.

Pengamatan refluksat ambulatori meliputi pengamatan pH refluksat. Pengamatan ini berguna untuk mengetahui paparan asam yang berlebih pada mukosa esofagus dan menentukan hubungan gejala yang dialami dengan paparan asam tersebut. Pasien diminta untuk mencatat gejala-gejala yang dialami selama pengamatan pH sehingga dapat diketahui hubungan gejala dengan pH dan efektivitas pengobatannya.

Manometri esophageal digunakan untuk penempatan probe yang tepat dalam pengukuran pH dan untuk mengevaluasi peristaltik serta pergerakan esofagus sebelum operasi antirefluks. Metode ini mengukur tekanan pada lambung, LES, esofagus, dan faring.

TERAPI

Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan  mencegah berkembangnya komplikasi.

Page 3: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan / atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa. Secara spesifik, yaitu:

Mengurangi keasaman dari refluksat.

Menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks.

Meningkatkan pengosongan lambung.

Meningkatkan tekanan LES.

Meningkatkan bersihan asam esofagus.

Melindungi mukosa esophagus.

Terapi GERD dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu:

Fase I: mengubah gaya hidup dan dianjurkan terapi dengan menggunakan antasida dan/atau OTC antagonis reseptor H2 (H2RA) atau penghambat pompa proton (PPI).

Fase II: intervensi farmakologi terutama dengan obat penekan dosis tinggi.

Fase III: terpai intervensional (pembedahan antirefluks atau terapi endoluminal).

TERAPI NON FARMAKOLOGI

1.  Modifikasi Gaya Hidup

Mengangkat kepala saat tidur (meningkatkan bersihan esofageal). Gunakan penyangga 6-10 inchi di bawah kepala. Tidur pada kasur busa.

Menghindari makanan yang dapat menurunkan tekanan LES (lemak, coklat, kopi, kola, teh bawang putih, bawang merah, cabe, alkohol, karminativ (pepermint, dan spearmint))

Menghindari makanan yang secara langsung mengiritasi mukosa esofagus (makanan pedas, jus jeruk, jus tomat dan kopi)

Makan makanan yang tinggi protein (meningkatkan tekanan LES)

Makan sedikit dan menghindari tidur segera setelah makan (jika mungkin 3 jam) (menurunkan volume lambung)

Penurunan berat badan (mengurangi gejala)

Berhenti merokok (menurunkan relaksasi spontan sfingter esofagus).

Menghindari minum alkohol (meningkatkan amplitudo sfinter esofagus, gelombang peristaltik dan frekuensi kontraksi).

Menghindari pakai pakaian yang ketat.

Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat-obat yang dapat menurunkan tekanan LES (Antikolinergik, barbiturat, benzodiazepin (misalnya diazepam), kafein, penghambat kanal kalsium dihidropiridin, dopamin, estrogen, etanol, isoproterenol, narkotik (meperidin, morfin), nikotin (merokok) nitrat, fentolamin, progesteron dan teofilin).

Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat-obat yang dapat mengiritasi secara langsung mukosa esofagus (tetrasiklin, quinidin, KCl, garam besi, aspirin, AINS dan alendronat).

2.  Pendekatan Intervensi

Page 4: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Pembedahan Antirefluks

Intervensi bedah adalah alternatif pilihan bagi pasien GERD yang terdokumentasi dengan baik. Tujuan pembedahan antirefluks adalah untuk menegakkan kembali penghalang antirefluks, yaitu penempatan ulang LES, dan untuk menutup semua kerusakan hiatus terkait. Operasi ini harus dipertimbangkan pada pasien yang

gagal untuk merespon pengobatan farmakologi;

memilih untuk operasi  walaupun pengobatan sukses karena pertimbangan gaya hidup, termasuk usia, waktu, atau biaya obat-obatan;

memiliki komplikasi GERD (Barret’s Esophagus/BE, strictures, atau esofagitis kelas 3 atau 4); atau

mempunyai gejala tidak khas dan terdokumentasikan mengalami refluks pada monitoring pH 24-jam.

Terapi Endoluminal

Beberapa pendekatan endoluminal baru untuk pengelolaan GERD baru saja dikembangkan. Teknik-teknik ini meliputi endoscopic gastroplastic plication, aplikasi endoluminal radiofrequency heat energy (prosedur Stretta), dan injeksi endoskopik biopolimer yang dikenal sebagai Enteryx pada penghubung gastroesofageal.

TERAPI FARMAKOLOGI

1.  Antasida dan Produk Antasida-Asam Alginat

Digunakan untuk perawatan ringan GERD. Antasida efektif mengurangi gejala-gejala dalam waktu singkat, dan antasida sering digunakan bersamaan dengan terapi penekan asam lainnya. Pemeliharaan pH intragastrik di atas 4 dapat menurunkan aktivasi pepsinogen menjadi pepsin, sebuah enzim proteolitik. Netralisasi cairan lambung juga dapat mengarah pada peningkatan tekanan LES.

Produk antasid yang dikombinasikan dengan asam alginiat adalah agen penetral yang tidak ampuh dan tidak meningkatkan tekanan LES, namun membentuk larutan yang sangat kental yang mengapung di atas permukaan isi lambung. Larutan kental ini diperkirakan sebagai pelindung penghalang bagi kerongkongan terhadap refluks isi lambung dan  mengurangi frekuensi refluks.

2.  Penekanan Asam dengan Antagonis Reseptor H2 (simetidin, famotidin, nizatidin, dan ranitidin)

Terapi penekanan asam adalah pengobatan utama GERD. Antagonis reseptor H2 dalam dosis terbagi efektif dalam mengobati pasien GERD ringan hingga sedang.

Kemanjuran antagonis reseptor H2 dalam perawatan GERD sangat bervariasi dan sering lebih rendah dari yang diinginkan. Respons terhadap antagonis reseptor H2 tampaknya tergantung pada (a) keparahan penyakit, (b) regimen dosis yang digunakan, dan (c) durasi terapi.

3.  Proton Pump Inhibitor (PPI) (esomeprazol, lansoprazol, omeprazol, pantoprazol, dan rabeprazol)

PPI lebih unggul daripada antagonis reseptor H2 dalam mengobati pasien GERD sedang sampai parah. Ini tidak hanya pada pasien erosif esofagtis atau gejala komplikasi (BE atau striktur),

Page 5: Gastroesophageal Refluks Diseas1

tetapi juga pasien dengan GERD nonerosif yang mempunyai gejala sedang sampai parah. Kekambuhan umumnya terjadi dan terapi pemeliharaan jangka panjang umumnya diindikasikan.

PPI memblok sekresi asam lambung dengan menghambat H+/K+-triphosphatase adenosin lambung dalam sel parietal lambung. Ini menghasilkan efek antisekretori yang mendalam dan tahan lama yang mampu mempertahankan pH lambung di atas 4, bahkan selama lonjakan asam setelah makan.

PPI terdegradasi dalam lingkungan asam sehingga diformulasi dalam tablet atau kapsul pelepasan tertunda. Pasien harus diinstruksikan untuk meminum obat pada pagi hari, 15 sampai 30 menit sebelum sarapan untuk memaksimalkan efektivitas, karena obat ini hanya menghambat secara aktif sekresi pompa proton. Jika dosisnya dua kali sehari, dosis kedua harus diberikan sekitar 10 hingga 12 jam setelah dosis pagi hari dan sebelum makan atau makan makanan ringan.

4.  Agen Promotilitas

Khasiat dari agen prokinetik cisaprid, metoklopramid, dan bethanechol telah dievaluasi dalam pengobatan GERD. Cisapride memiliki khasiat yang sebanding dengan antagonis reseptor H2

dalam mengobati pasien esofagitis ringan, tetapi cisaprid tidak lagi tersedia untuk penggunaan rutin karena efek aritmia yang mengancam jiwa bila dikombinasikan dengan obat-obatan tertentu dan penyakit lainnya.

Metoklopramid, antagonis dopamin, meningkatkan tekanan LES, dan mempercepat pengosongan lambung pada pasien GERD. Tidak seperti cisapride, metoklopramid tidak memperbaiki bersihan esofagus. Metoklopramid dapat meredakan gejala GERD tetapi belum ada data substantial yang menyatakan bahwa obat ini dapat memperbaiki kerusakan esofagus.

Agen prokinetik juga telah digunakan untuk terapi kombinasi dengan antagonis H2-reseptor. Kombinasi dilakukan pada pasien GERD yang telah diketahui atau diduga adanya gangguan motilitas, atau pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan penghambat pompa proton dosis tinggi.

5.  Protektan Mukosa

Sucralfat, garam aluminium dari sukrosa oktasulfat yang tidak terserap, mempunyai manfaat terbatas pada terapi GERD. Obat ini mempunyai laju pengobatan yang sama seperti antagonis reseptor H2 pada pasien esofagitis ringan tapi kurang efektif dari pada antagonis reseptor H2

dosis tinggi pada pasien dengan esofagitis refrakter. Berdasarkan data yang ada, sukralfat tidak direkomendasikan untuk terapi.

ALGORITMA TERAPI

Page 6: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Efikasi obat lama seperti antasid atau sukralfat untuk gejala-gejala GRED, masih cukup kuat, bahkan dibanding pembedahan.

Heartburn atau rasa terbakar di dalam epigastrium dan dada bagian bawah akibat iritasi esophagus merupakan kasus yang sering ditemui dalam praktik sehari-hari para gastroenterologis. Rasa terbakar ini kadang diikuti rasa pahit di tenggorokan dan di rongga mulut. Kebanyakan heartburn adalah gejala dari GERD, meskipun kondisi seperti hiatal hernia juga menimbulkan sensai sama seperti heartburn.

GERD disebabkan jika ada gangguan pada katup di ujung esophagus sehingga terjadi refluk, yakni asam lambung mengalir kembali ke pipa makanan ini. Asam lambung inilah yang menyebabkan rasa terbakar, iritasi suara, dan memicu batuk kronis. Rata-rata 20% penduduk Amerika Serikat dewasa mengalami gejala GERD setidaknya sekali seminggu. GERD parah akan menyebabkan tukak (ulcers)

Page 7: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Komplikasi GERD yang disebut Barrett esophagus merupakan faktor risiko kuat kanker esophagus, keganasan yang kasusnya meningkat dalam 20 tahun terakhir. Barrett esophagus terjadi bila sel-sel dinding intestinal ditemukan di esofagus.

Pilihan terapi untuk GERD atau heartburn adalah operasi atau dengan medikamentosa yang berfungsi mengurangi produksi asam lambung. Sebuah penelitian yang dipublikasikan tahun 2001 menyatakan bahwa operasi tidak lebih baik dari pemberian obat-obatan dalam hal ini antasida.

Studi yang dilakukan peneliti dari University Southwestern Medical Center di Dallas ini dipublikasikan di Journal of the American Medical Association. Dr. Stuart Spechler, kepala divisi gastroenterologi di Dallas Veterans Affairs Medical Center merancang studi follow-up pada pasien yang selama 10 tahun terakhir mendapat terapi untuk keluhan GERD. Kemudian ditentukan apakah mereka yang menjalani operasi merasa lebih baik dibandingkan yang hanya mendapat obat-obatan saja.

Ada 239 pasien yang terlibat. Meskipun secara keseluruhan pasien merasa puas dengan terapi apapun yang mereka terima, namun yang mengejutkan adalah dua pertiga pasien operasi masih tetap menggunakan obat anti-refluks secara rutin. Pasien yang menjalani operasi juga rata-rata mengalami esophageal strictures atau penyempitan esofagus akibat bekas luka dibandingkan pasien yang hanya mendapat terapi obat. Pada kedua kelompok, tidak ad aperbedaan signifikan dalam perkembangan kanker esophagus dan komplikasi GERD.

Penemuan ini cukup menarik dan menurut peneliti pasien bisa mempertimbangkan manfaat dan kerugian dari pilihan terapi yang harus mereka jalani. Pembedahan memang masih merupakan terapi efektif pada pasien GERD, jika pengobatan dengan obat terbukti gagal.

Antasida merupakan obat yang hingga kini masih dipercaya mengatasi tukak lambung dan juga GERD. Selain antasida juga dikenal obat untuk mengatasi luka lambung dan juga GERD yakni sukralfat. Tidak seperti obat lain yang juga digunakan untuk mengobati tukak lambung, sukralfat merupakan sukrosa alumunium sulfat kompleks yang mengikat asam hidroklorida (HCL) di lambung dan bertindak seperti penyangga asam dengan properti sitoprotektif.

Studi yang pernah dilakukan Ephgrave dkk membandingkan sukralfat dan antasida dan efeknya terhadap kolonisasi mikroba. Ternyata kolonisasi mikroba di saluran gastric lebih banyak pada

Page 8: Gastroesophageal Refluks Diseas1

kelompok penerima antasida dibandingkan penerima sukralfat. Kolonisasi mikroba di jalur ini berkaitand dengan insiden pneumonia paskaoperasi.

Baik sukralfat maupun antasida aman dan efektif mencegak tukak pada pasien pascaoperasi yang dirawat di ICU. Namun dalam kaitannya dengan efek obat terhadap pH, maka akan lebih banyak pathogen baru ditemukan pada penerima antasida dibandingkan terapi dengan sukralfat.

GER,kalasia, stenosis pilorus hipertrofik kongenital

Definisi Stenosis Pilorus

Pylorus Hipertrofi Stenosis Kongenital (Congenital Hypertrophyc Pyloric Stenosis (CHPS)) adalah salah satu kelainan bedah anak yang menyebabkan muntah pada neonatus. Terjadi pada 2-3 per 1000 kelahiran. Kelainan berupa hipertrofi otot sirkuler pilorus yang terbatas (jarang berlanjut ke otot gaster). Hal ini menyebabkan penyempitan kanal pylorus oleh kompresi lipatan-lipatan longitudinal dari mukosa dan pemanjangan pylorus.Obstruksi apertura gastrik menyebabkan muntah yang nonbilious dan menyemprot. Muntah merupakan tanda kegagalan proses pengosongan lambung yang mengakibatkan dehidrasi yang makin berat, gangguan elektrolit,gangguan keseimbangan asam basa, penurunan berat badan dan dapat berlanjut syok. Salah satu penyebab CHPS diduga karena gangguan koordinasi antara gerakan peristaltik gaster dan relaksasi pilorus1-3

2.1.2 Etiologi2.1.3 Patofisiologi2.1.4 Manifestasi KlinikGejala CHPS adalah muntah proyektil mulai umur 2-3 minggu, dan tidak berwarna hijau ( nonbilious vomiting). Bayi senantiasa menangis sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan karena obstruksi pylorus.Terkadang dijumpai muntah berwarna hijau dan dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit merupakan tanda adanya dehidrasi1,7Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah dan terus menangis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Contour dan peristatik lambung terlihat di perut bagian atas, teraba adanya tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan. Keadaan ini mudah terlihat dan teraba waktu bayi diberikan minum sewaktu pemeriksaan4,7,8Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah bayi selalu rewel dengan kesan lapar dan selalu ingin minum lagi setelah muntah,muntah dapat bercampur darah hingga berwarna kecoklatan akibat perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung, pada stadium lanjut bayi dalam

Page 9: Gastroesophageal Refluks Diseas1

keadaan dehidrasi, manutrisi, hipokalemi dan alkalosis hipokloremik. Pemeriksaan radiologi yaitu dengan barium meal maka akan tampak saluran pilorus kecil dan memanjang yang disebut “string sign“Pada fluoroskopi tampak pengosongan lambung terlambat, lambung tampak membesar dan jelas terlihat gambaran peristaltik dan pada pemeriksaan ultrasonografi, tampak gambaran dougnat sign atau target bull eye sign1,7,8Diagnosis banding kelainan ini adalah Pilorospasme, namun pilorospasme akan hilang setelah anak diberi spasmolitikum dan prolaps mukosa lambung. Terapi dilakukan setelah perbaikan keadaan umum. Selanjutnya dilakukan pembilasan lambung dengan larutan NaCl fisiologis untuk mengeluarkan sisa barium. dilakukan juga koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi dan alkalosisnya. Transfusi darah dan atau plasma/albumin diberikan bila terdapat anemi atau defisiensi protein serumGejala CHPS adalah muntah proyektil mulai umur 2-3 minggu, dan tidak berwarna hijau ( nonbilious vomiting). Bayi senantiasa menangis sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan karena obstruksi pylorus.Terkadang dijumpai muntah berwarna hijau dan dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit merupakan tanda adanya dehidrasi1,7Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah dan terus menangis.

2.1.5 PengobatanOperasi dilakukan setelah persiapan pra bedah tercapai dan pembedahan yang dilakukan adalah pyloromiotomi (Fredet-Ramstedt). Setelah pembedahan, bayi sekali-kali muntah dan sembuh sempurna terjadi setelah 2-3 hari pasca bedah. Untuk mencegah terjadinya keadaan yang berulang residif, piloromiotomi harus dilakukan tuntas dengan cara seluruh bagian otot pylorus yang hipertropi dibelah, termasuk sebagian otot di bagian proksimal.1,7,9,10Perawatan post operasi berupa: mempertahankan selang nasogastrik selama 24-48 jam post operasi, intake oral dapat dimulai 6 jam setelah operasi secara sedikit-sedikit setelah 24 jam boleh intake penuh diperbolehkan, dan fungsi pengosongan lambung normal dalam 7 hari Komplikasi pasca operasi dapat terjadi perdarahan, perforasi dan infeksi luka operasi. Perforasi duodenum atau lambung merupakan penyulit yang berbahaya sebab adanya suatu kebocoran enterik dapat menyebabkan nyeri, peregangan perut, demam dan peritonitis, bahkan dapat terjadi sepsis, kolaps vaskuler dan kematian. Jika terjadi perforasi harus dilakukan perbaikan dan diberi antibiotika. Pada CHPS piloromiotomi merupakan pilihan utama. Apabila dikerjakan dengan tepat maka prognosisnya baik dan tidak akan timbul kekambuhan1,2,7

Gastroenteritis / Radang Lambung Pada Anak   DEFINISI

Gastroenteritis/ radang lambung adalah peradangan pada saluran pencernaan yang menimbulkan muntah, diare, atau keduanya dan kadangkala disertai dengan demam atau kram perut.

Radang lambung biasanya disebabkan oleh virus, bakteri, atau infeksi parasit.

Page 10: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Infeksi menyebabkan kombinasi muntah, diare, kram perut, demam, dan nafsu makan berkurang, yang bisa menimbulkan dehidrasi.

Gejala si anak dan riwayat sesungguhnya membantu dokter mengkonfirmasi diagnosa.

Radang lambung dicegah dengan baik dengan mengarahkan anak untuk mencuci tangan mereka dan mengajarkan mereka untuk menghindari penyimpanan makanan yang tidak sesuai.

Cairan dan larutan rehidrasi diberikan, namun terkadang anak butuh pergi ke dokter.

Radang lambung, kadangkala salah disebut �flu perut� , adalah gangguan radang usus yang umum terjadi pada anak. Sekitar 1 milyar peristiwa terjadi di seluruh dunia setiap tahun, lebih umum pada negara berkembang di antara anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Radang lambung akut menghasilkan dehidrasi dan ketidakseimbangan kimia darah (elektrolit) disebabkan hilangnyaa cairan tubuh karena muntah dan buang air besar. Di negara berkembang dimana anak mendapat gizi yang cukup dan bisa mengakses perawatan medis yang bagus, radang lambung bisa menyebabkan rasa tidak nyaman dan lemas namun tidak berlangsung lama dan jarang sekali memiliki konsekwensi yang serius. Di negara berkembang dimana anak-anak lebih mudah terserang dan perawatan sering tidak dapat diakses dengan mudah, jutaan anak-anak meninggal setiap tahunnya karena diare disebabkan radang lambung.

PENYEBAB

Virus (seperti rotavirus) adalah yang paling sering menyebabkan radang lambung di Indonesia. Anak biasanya terkena virus radang lambung dari anak lainnya yang memiliki atau yang berhubungan langsung dengan hal itu, seperti beberapa anak di pusat perawatan, sekolah, dan tempat penuh sesak lainnya. Virus radang lambung umumnya menyebar dari tangan ke mulut namun juga bisa menyebar melalui bersin dan ludah. Penyebarannya sangat mudah karena cara anak bermain-meletakkan tangan dan jari di dalam dan dekat mulut mereka dan kemudia menyentuh mainan dan sebaliknya.

Bakteri (seperti escherichia coli, vibrio cholerae, salmonella, atau shigella) dan parasit (seperti giardia) juga dapat menyebabkan radang lambung. Anak-anak bisa terkena bakteri radang lambung dari menyentuh atau makan makanan yang terkontaminasi, terutama sekali makanan mentah atau daging atau telur yang tidak cukup dimasak, dan meminum susu dan air yang tidak dipasteurisasi. Bacteria dapat berkembang dalam berbagai jenis makanan yang sudah basi dan tidak dibekukan (masalah keadaan yang berpotensi termaksud prasmanan dan piknik). Jika bakteri staphylococcus mengkontaminasi makanan, bakteri tersebut bisa mengeluarkan sebuah racun yang menyebabkan tiba-tiba muntah atau diare. Radang lambung terkena dari makanan yang mengandung mikroorganisme atau racun bakteri yang kadangkala disebut keracunan makanan. Adakalanya, beberapa bakteri disalurkan melaui anjing dan kucing yang terkena diare. Anak-anak bisa terkena bakteri dan parasit radang lambung dari memakan kerang, menelan air yang terkontaminasi, seperti dari sumur, sungai, dan kolam renang; dan pada saat perjalanan di negara berkembang.

Kadangkala, radang lambung terjadi ketika anak makan sesuatu yang tidak mereka duga, seperti semacam tumbuh-tumbuhan dan obat-obatan. Jarang, radang lambung dihasilkan karena keadaan alergi (radang lambung eosinophilic) atau dari hubungan dengan binatang pada hewan peliharaan kebun binatang.

Page 11: Gastroesophageal Refluks Diseas1

GEJALA

Gejala biasanya kombinasi dari muntah, diare, kram perut, demam dan nafsu makan berkurang. Biasanya, didahului dengan muntah pada waktu sakit, dan diare menjadi lebih menonjol kemudian, namun beberapa anak mengalami keduanya pada waktu bersamaan. Dengan virus penyebabnya, diare encer bisa menjadi gejala utama. Kotoran bisa jadi berdarah jika bakteri tertentu menjadi penyebab. Gejala-gejala ini cepat berkurang pada anak yang minum cukup cairan. Komplikasi yang paling umum dari radang lambung akut adalah dehidrasi, yang terjadi ketika cairan hilang karena muntah dan buang air besar. Anak yang sedikit dehidrasi merasa kehausan, tapi dehidrasi yang serius membuat anak jadi lesu, mudah marah, atau diam (lesu). Bayi lebih mungkin menjadi dehidrasi dibandingkan dengan anak yang lebih besar dan terjadi efek samping yang serius. Bayi yang dehidrasi tidak mengeluarkan airmata ketika menangis. Anak yang lebih tua menghasilkan air kencing yang berkurang, mulut kering, dan kehausan yang berlebihan.

DIAGNOSA

Tahukah anda .....

Jutaan anak meninggal setiap tahunnya karena diare yang disebabkan oleh radang lambung.

Seorang dokter mendasari diagnosa radang lambung pada gejala si anak dan pada reaksi orangtua terhadap pertanyaan mengenai apa yang telah si anak sentuh. Pemeriksaan diagnosa biasanya tidak dibutuhkan karena kebanyakan bentuk radang lambung berakhir sebentar. Meskipun begitu, pemeriksaan lab umum bisa membantu dokter menentukan penyebab radang lambung. PENGOBATAN

Ketika seorang anak menderita radang lambung, orangtua harus memantau status hidrasi anak mereka. Bayi yang dehidrasi dan membutuhkan perawatan medis tepat jika:

Noda samar pada kepala mereka adalah cekung.

Mata mereka cekung.

Mereka tidak mengeluarkan air mata ketika mereka menangis.

Mulut mereka kering.

Mereka tidak menghasilkan air kencing yang banyak.

Anak harus diarahkan untuk minum cairan meskipun frekwensinya, jumlah sedikit. Bayi harus meneruskan menyusu atau minum susu formula untuk tambahan cairan elektrolit ( cairan rehidrasi-tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan di apotik dan beberapa toko bahan makanan). Jus, soda, minuman berkarbon, teh, minuman olahraga, dan minuman yang mengandung kafein harus tidak diberikan kepada bayi dan anak kecl. Minuman ini bisa mengandung banyak gula, yang memperparah diare, dan memiliki sedikit garam (elektrolit), yang mana dibutuhkan untuk menggantikan apa yang hilang pada tubuh. Untuk anak yang lebih tua, meskipun begitu, minuman sports lebih disukai jus dan soda karena minuman tersebut mengandung gula yang rendah, namun minuman tersebut tetap memiliki sedikit jumlah elektrolit dibandingkan cairan elektrolit.

Page 12: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Untuk anak yang muntah, frekwensi dalam jumlah kecil cairan membantu mencegah dehidrasi. Orangtua harus memberikan anak tersebut cairan sedikit demi sedikit. Jika cairan tersebut tidak dimuntahkan, isapan diulangi setiap 10 atau 15 menit, menambahkan jumlah pemberian untuk satu atau dua kali setiap satu jam atau juga meningkatkan kesababaran. Dalam jumlah yang besar dapat diberikan sesering mungkin, sekitar setiap jam. Cairan diserap dengan cepat, jadi jika si anak muntah lebih dari 10 menit sehabis minum, kebanyakan cairan telah terserap dan pemberian cairan harus dilanjutkan. Jumlah cairan diberikan kepada anak dalam periode 24 jam-an tergantung usia si anak namun umumnya harus sekitar 11/2 kali dari cairan untuk setiap pon berat si anak. Jika diare dan muntah anak berkurang, orangtua boleh mencoba memberi makan dengan makanan yang lebih normal di esok hari. Larutan elektrolit seharusnya tidak diberikan lebih dari 24 jam karena maslah potensial yang berhubungan dengan asupan giji yang tidak cukup.

Anak dengan diare namun muntah sedikit diberi makan dengan makanan normal mereka, dengan cairan tambahan untuk meningkatkan cairan yang hilang selama diare. Jika diarenya signifikan, anak yang mengkonsumsi produk susu (yang mengandung laktosa) kemungkinan harus dikurangi. Radang usus akut bisa mengurangi kemampuan anak untuk menyerap laktosa, menyebabkan diare yang berlebihan.

Anak yang tidak bisa tetap menghisap cairan atau yang mempunyai tanda-tanda dehidrasi (seperti lethargy, mulut kering, air mata sedikit, dan tidak buang air kecil untuk 6 jam atau lebih) dalam bahaya dan harus menemui dokter dengan segera. Anak yang tidak memiliki tanda-tanda ini harus menemui dokter jika gejala-gejalanya bertahan lebih dari 1 atau 2 hari. Jika dehidrasi menjadi akut dokter bisa memberikan anak tersebut cairan infuse.

Obat-obatan anti diare seperti loperamide umumnya tidak dianjurkan untuk anak-anak. Meskipun begitu, di bawah pengawasan seorang dokter, obat-obatan tertentu yang mencegah atau mengurangi mual atau muntah (seperti ondansentron) bisa diberikan pada saat penyebab muntah telah ditetapkan. Antibiotik tidak berguna ketika infeksi virus menjadi penyebab radang lambung. Dokter memberikan antibiotik hanya untuk bakteri tertentu yang diketahui bereaksi pada obat-obatan ini. Obat-obatan antiparasit bisa diberikan untuk infeksi parasit.

PENCEGAHAN

Cara untuk mencegah radang lambung adalah mengarahkan anak untuk mencuci tangan mereka dan mengajarkan kepada mereka untuk menghindari makanan yang tidak disimpan dengan baik. Sebuah petunjuk umum yang baik adalah dinginkan makanan yang dingin dan panaskan makanan yang panas. Makanan yang ditempatkan di luar harus dikonsumsi dalam waktu satu jam. Daerah penggantian popok harus bebas dari kuman dengan cairan pemutih rumah tangga yang telah disiapkan (1/4 cangkir pemutih dicampurkan dengan 1 galon air).

Sebuah vaksin untuk mencegah infeksi rotavirus tersedia. Vaksin rotavirus terkini tidak berhubungan dengan intussusception (masalah serius pada telescoping usus pada diri sendiri), sebagai kasus dengan vaksin original. Bayi harus mendapatkan 3 dosis vaksin rotavirus, yang diberikan melalui mulut pada usia 2, 4 dan 6 bulan.<

Menyusui adalah cara lain yang sederhana dan efektif untuk mencegah radang lambung. Anak

Page 13: Gastroesophageal Refluks Diseas1

yang diare harus ke pusat perawatan anak sampai gejalanya hilang.

Orangtua dapat membantu mencegah dehidrasi dengan menganjurkan anak mereka untuk minum cairan meskipun hanya dalam jumlah sedikit, tetapi sering.

Akalasia Esofagus adalah kelainan esophagus primer yaag ditandai dengan adanya Obstruksi esofagogastrik junction dengan karakteristik bertambahnya tekanan sfingter~esophagus bagian bawah dan tidak adanya peristaltik esophagus. Gangguan motilitas esophagus akibat peristaltik yang melemah dan adanya kontraksi yang menetap pada sfingter esophagus bagian bawah menyebabkan obstruksi relatif di mana bagian proksimal esophagus melebar (megaesofagus). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan radiologis.

Anamnesis

Adanya gejala klinik yang sering berupa:1.   Disfagia Perjalanan penyakit biasanya kronis dengan disfagia yang bertambah berat. Berat ringannya disfagia menurut British Oesophageal Surgery dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu:

·         Tingkat 0 : normal ·         Tingkat 1 : tidak dapat menelan makanan padat·         Tingkat 2 : tidak dapat menelan makanan daging halus·         Tingkat 3 : tidak dapat menelan sup atau makanan cair·         Tingkat 4 : tidak dapat menelan ludah

1.  Nyeri dada

Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri biasanya di substernal dan dapat menjalar ke belakang bahu, rahang dan lengan, timbul bila makan/minum dingin.

2.  Regurgitasi

Timbul tidak hanya berhubungan dengan bentuk/jenis makanan tetapi juga berhubungan dengan posisi. Bila penyakit makin kronis, maka pada saat penderita berbaring sisa makanan dan saliva yang terdapat pada kantong esofagus dapat mengalir ke faring dan mulut sehingga akhirnya dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.

3.  Kehilangan berat 

Page 14: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Pemeriksaan Radiologis

1.  Foto thoraks polos

Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP akan tampak bayangan yang menonjol ke arah jantung. Pada foto lateral akan tampak adanya bayangan di posterior jantung. Terdapat gambaran air fluid level di dalam esofagus, tak tampak gelembung udara di daerah gaster.

2.  Esofagografi

Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus. Stadium lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada batas esofagogastric junction dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat gambaran menyerupai paruh burung, beak like appearance atau mouse tail appearance. Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan kelainan seperti striktura esofagus dan keganasan. Pada akalasia, esofagoskopi masih bisa dimasukkan ke dalam lambung dengan hambatan ringan dan dapat terlihat dilatasi esofagus, mukosa lembek agak edema, tanda-tanda esofagitis dan penutupan sfingter esofagus distal.

3.  Pemeriksaan Manometer

Setelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal akibat dilatasi dan retensi makanan.

Page 15: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Diagnosis Banding

-   Ca cardia

-   Spasme cardia

-   Striktura esofagus dekat diafragma

-   Hipermotilitas

-   Penyakit cagas

Komplikasi-   Aspirasi pneumonia-   Perdarahan ulkus dalam mukosa-   Perforasi akut-   Ca esofagus-   Ca lambung

Penatalaksanaan1.   Konservatifa.   Diet cair /lunak dan hangatb.   Medikamentosa-   Sedatif ringan untuk penenang-   Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin oleh karena

dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20 mg sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1 jam akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan.

2.   Tindakan aktifa.   Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam

dilatator:- mekanik- pneumatik- hidrostatik

b.  Tindakan bedah yaitu: operasi Heler, melakukan esofagomiotomi.Komplikasi yang timbul adalah:    - perforasi                                                - paralise n. phrenicus                                                - refluks gastroesofagal                                                - perdarahan masif                                                - disfagia

Page 16: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Sumber: Standar Penatalaksanaan Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang.

Gastroesophageal Reflux Pada Anak   DEFINISI

Gastroesophageal reflux adalah gerakan terbalik pada makanan dan asam lambung menuju kerongkongan dan kadangkala menuju mulut.

Refluks kemungkinan disebabkan oleh posisi bayi selama pemberian makan; terlalu banyak diberi makan; terkena kafein, nikotin, dan asap rokok ; tidak dapat menerima makanan atau alergi ; atau kelainan pada saluran pencernaan.

Gejala-gejala termasuk muntah, meludah berlebihan, kerusakan pada kerongkongan (pipa yang menghubungkan tenggorokan dengan perut), dan masalah makan atau pernafasan.

Tes yang dapat membantu dokter mendiagnosa kondisi tersebut termasuk penelitian barium, pemeriksaan pH yang berhubungan dengan kerongkongan, pindai pengosongan lambung, dan endoskopi.

Pilihan pengobatan termasuk mengentalkan makanan, memposisikan khusus, sering bersendawa, penghambat histamine-2 (H2), proton pump inhibitor, dan, pada kasus tertentu, metoclopramide dan operasi.

Hampir semua bayi mengalami peristiwa gastroesophageal refluks, yang ditandai dengan gumoh, bersendawa, atau meludah. Gumoh tersebut biasanya terjadi segera setelah makan dan dianggap normal. Gastroesophageal rflux perlu diperhatikan jika:

Bertentangan dengan pemberian makan dan pertumbuhan.

Kerusakan pada kerongkongan (esophagitis).

Menyebabkan kesulitan bernafas (seperti batuk, bersin, atau berhenti bernafas).

Berlanjut melewati masa bayi sampai masa kanak-kanak.

PENYEBAB

Bayi sehat mengalami refluks untuk banyak sebab. Kumpulan pita bundar otot pada kerongkongan dan perut (bagian bawah esophageal sphincter) secara normal menjaga isi perut memasuki kerongkongan. Pada bayi, otot ini kemungkinan tidak berkembang, atau bisa rileks pada waktu yang tidak sesuai, membuat isi perut bergerak ke belakang (mengalir kembali) ke dalam kerongkongan. Menjadi tetap datar selama waktu makan atau berbaring setelah makan mengakibatkan refluks karena gravitasi tidak bisa membantu menjaga makanan di dalam perut mengalir kembali naik ke kerongkongan. Makan berlebihan dan minum minuman berkarbonat memberi kecendrungan refluks dengan meningkatkan tekanan di dalam perut. Asap rokok (seperti asap bekas) dan kafein (pada minuman ringan atau air susu ibu) mengendurkan bagian bawah esophageal sphincter, membuat refluks terjadi lebih sering. Kafein dan nikotin (pada air susu ibu) juga merangsang produksi asam sehingga setiap refluks yang terjadi lebih bersifat asam. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks, tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.

Page 17: Gastroesophageal Refluks Diseas1

Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan, sebagian menyumbat perut (pyloric stenosis), atau kelainan posisi usus (malrotation), bisa sebagai awal menyerupai refluks. Meskipun begitu, kelainan ini lebih serius dan bisa menjadi muntah dan gejala-gejala kerusakan lainnya, seperti nyeri perut, lesu, dan dehidrasi.

GEJALA

Gejala yang paling nyata pada gastroesophageal refluks pada bayi adalah muntah dan meludah berlebihan. Refluks biasanya memburuk pada beberapa bulan pertama kehidupan, puncaknya sekitar 6 sampai 7 bulan, dan kemudian secara bertahap berkurang. Hampir semua bayi dengan refluks yang membesar diusia kira-kira 18 bulan. Pada beberapa, meskipun begitu, refluks menyebabkan komplikasi dan menjadi diketahui sebagai penyakit gastroesophageal reflus (GERD). Beberapa komplikasi termasuk sifat lekas marah disebabkan perut tidak nyaman, masalah makan yang bisa mengakibatkan pertumbuhan yang buruk, dan ‘mengigau’ pada pada pemuntiran dan posturing yang kemungkinan dibingungkan dengan kejang. Jarang terjadi, asam dalam jumlah kecil yang berasal dari perut bisa masuk ke pipa udara (aspirasi). Asam pada pipa udara dan saluran pernafasan bisa menghasilkan batuk, bunyi menciut-ciut, berhenti bernafas (apnea), atau pneumonia. Kebanyakan anak yang menderita asma juga mengalami refluks. Nyeri telinga, suara parau, tersedak, dan sinusitis juga bisa terjadi sebagai akibat GERD. Jika kerongkongan secara signifikan terititasi (esophagitis), kemungkinan terjadi beberapa pendarahan, akibat pada anemia kekurangan zat besi. Sebaliknya, esophagitis bisa menyebabkan jaringan luka parut, yang bisa membuat kerongkongan menjadi sempit (stricture). Panas dalam perut, sebuah gejala umum remaja dan orang dewasa dengan GERD, lebih sering terjadi terlihat sebagai nyeri dada atau nyeri perut pada anak kecil.

DIAGNOSA

Tes seringkali tidak diperlukan untuk mendiagnosa gastroesophageal refluks pada bayi yang secara sederhana mengalami gejala-gejala ringan seperti sering meludah. Meskipun begitu, jika gejala-gejala lebih rumit, berbagai macam tes harus dilakukan.

Penelitian barium adalah tes yang paling umum. Anak tersebut menelan barium, sebuah cairan yang memendar di saluran pencernaan ketika sinar X diberikan. Tes ini bisa memastikan diagnosa pada gastroesophageal reflux dan juga membantu dokter mengidentifikasikan beberapa penyebab yang mungkin.

Sebuah pemeriksaan pH yang berhubungan dengan kerongkongan adalah sebuah pipa tipis elastis dengan sebuah sensor pada ujungnya yang mengukur tingkat keasaman (pH). Dokter memasukkan pipa tersebut melalui hidung anak tersebut, terus ke tenggorokan, dan masuk ke dalam ujung kerongkongan. Pipa tersebut biasanya dibiarkan di tempatnya untuk 24 jam. Secara normal, anak tidak memiliki asam pada kerongkongan mereka, sehingga jika sensor mendeteksi asam, hal ini sebuah tanda pada refluks. Dokter kadangkala menggunakan tes ini untuk melihat apakah anak dengan gejala-gejala seperti batuk atau sulit bernafas mengalami refluks.

Pada pemindaian pengosongan lambung (pemindai susu), anak tersebut minum minuman ringan yang mengandung bahan radioaktif ringan dalam jumlah sedikit. Bahan-bahan ini berbahaya buat anak tersebut. kamera khusus atau pemindai yang sangat peka bisa mendeteksi dimana bahan tersebut berada dalam tubuh anak tersebut. kamera bisa melihat seberapa cepat materi tersebut

Page 18: Gastroesophageal Refluks Diseas1

meninggalkan perut dan apakah terdapat refluks, aspirasi, atau keduanya.

Pada upper endoskopi, anak tersebut ditenangkan, dan pipa kecil elastis dengan sebuah kamera pada ujung (endoskop) dilewati melalui mulut ke dalam kerongkongan dan perut. dokter bisa melakukan upper endoscopy jika mereka perlu untuk melihat apakah terdapat borok atau iritasi atau jika mereka perlu untuk memperoleh sebuah contoh untuk biopsi. Bronchoscopy adalah tes serupa dimana dokter menggunakan sebuah endoskop untuk meneliti apakah refluks kemungkinan menyebabkan masalah-masalah pada paru-paru atau pernafasan.

PENGOBATAN

Pengobatan pada refluks bergantung pada usia dan gejala-gejala anak tersebut.

Untuk bayi yang baru saja gumoh, dokter bisa menganjurkan tidak ada pengobatan atau bisa menduga cara seperti menambahkan formula untuk makanan, posisi khusus, dan sering gumoh. Formula bisa ditambah dengan menambahkan 1 sampai 3 sendok teh sereal nasi per ons pada makanan. Dot bisa dipotong melintang untuk membuat makanan mengalir. Bayi dengan refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau setengah tegak dan kemudian dijaga pada posisi tegak untuk 30 menit setelah makan.

Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa diangkat 6 inci (kira-kira 15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di waktu malam. Anak yang lebih tua juga harus menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur, minum minuman berkarbonat atau apa yang mengandung kafein, menggunakan obat-obatan tertentu (seperti obat dengan efek antikolinergik), makan makanan tertentu (seperti coklat), dan terlalu banyak makan. Setiap anak harus dijaga menjauhi asap tembakau.

Obat-obatan : jika perubahan pada makan dan posisi tidak mengendalikan gejala-gejala, dokter bisa meresepkan obat-obatan. Beberapa jenis obat-obatan tersedia untuk refluks.

Obat yang menstabilkan asam.

Obat yang menekan produksi asam.

Obat yang memperbaiki gerakan pada saluran pencernaan.

Antasida adalah obat-obatan yang menstabilkan asam lambung. Obat-obatan ini bekerja dengan cepat untuk meringankan gejala-gejala seperti panas dalam perut.

Untuk mereka dengan penyakit yang lebih berat, obat-obatan penekan asam diperlukan. Dengan mengurangi asam perut, obat-obatan ini mengurangi gejala-gejala dan membuat kerongkongan menjadi nyaman. Terdapat 2 jenis obat-obatan penekan asam, histamin-2 (H2) blockers dan proton pump inhibitor (PPIs). H2 blocker tidak cukup menekan produksi asam sebanyak seperti PPIs.

Obat-obatan promotility yang merangsang gerakan pada isi perut melalui kerongkongan, perut, dan usus. Obat-obatan ini (seperti metoclopramide) bisa membantu meningkatkan kekuatan pada esophageal sphincter bagian bawah dan meningkatkan kecepatan pada dimana perut kosong. Pengosongan lambung yang meningkat harus mengurangi tekanan lambung, membuat refluks sedikit mungkin untuk terjadi. Dokter harus meresepkan obat-obatan ini dengan sering untuk

Page 19: Gastroesophageal Refluks Diseas1

refluks tetapi sekarang mereka sangat mebantu hanya untuk anak tertentu.

Operasi : jarang, refluks tidak bereaksi terhadap pengobatan non operasi dan sangat berat dimana dokter menganjurkan operasi. Prosedur operasi paling umum adalah undoplication. Pada fundoplication, ahli bedah membungkus bagian atas perut di sekitar ujung bagian bawah pada kerongkongan untuk membuat simpangan yang lebih ketat dan mengurangi refluks.