Upload
surya-nirmala-dewi
View
102
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bedah
Citation preview
2.2 Gas Gangren
2.2.1 Definisi
Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin
yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens. Infeksi ini
sangat berbahaya dan dapat mengancam kehidupan. Pada tahun 1861, Louis Pasteur
mengidentifikasi spesies Clostridium pertama yaitu Clostridium butyricum, kemudian
pada tahun 1892 Welch dan peneliti lain mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka
gangren. Organisme ini awalnya dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang
kemudian berganti nama menjadi Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan
sekarang dikenal dengan Clostridium perfringens(1,2,3,4).
Alfa toksin adalah toksin yang memegang peranan penting dalam pembentukan
gas gangren. Toksin ini merupakan suatu Phospholipase- C yang dapat mengkatalis
hidrolisis dari phosphatidylcholine menjadi choline phosphate and 1,2-diacylglycerol
sehingga dapat merusak sel(3,5,6).
2.2.2 Epidemiologi
Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin
yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens(1).
Pada tahun 1861, Louis Pasteur mengidentifikasi spesies Clostridium pertama
yaitu Clostridium butyricum, kemudian pada tahun 1892 Welch dan peneliti lain
mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka gangren. Organisme ini awalnya
dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang kemudian berganti nama menjadi
Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan sekarang dikenal dengan Clostridium
perfringens(1,2,3,4).
Clostridium perfringens adalah yang paling umum penyebab gas gangren
(80-90 %). Spesies lain yang dapat menyebabkan gas gangren adalah Clostridium nouyi,
Clostridium septikum, Clostridium hictolyticum, Clostridium bifermenstan dan
Clostridium fallax(4,12). Sonavane A dkk(2008) mendapatkan dari 64 kasus gas gangren
90,6 % penyebabnya adalah Clostridium perfringens
1
Gas gangren merupakan masalah yang serius pada masa perang dunia I. Selama
periode tersebut 6 % dari fraktur terbuka dan 1 % dari semua luka terbuka berkembang
menjadi gas gangren. Frekuensi ini terus menurun menjadi 0,7 % pada perang dunia II,
0,2 % pada perang Korea dan 0,002 % pada perang Vietnam(3).
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 3000 kasus gas gangren per tahun, dimana
1.100 diantaranya meninggal dunia sedangkan di Indonesia belum ada data yang jelas
mengenai insiden dari gas gangren ini(3,5).
2.2.3 Patogenesis
Clostridium perfringens adalah basil gram positif yang bersifat anaerob.
Organisme ini membentuk spora dan hidup dimana-mana terutama di daerah tanah yang
yang subur. Clostridium juga termasuk flora normal di usus, kulit dan saluran reproduksi
wanita(13,14,15).
Organisme ini menghasilkan sedikitnya 12 eksotoksin dimana α,β ,ε dan θ adalah
empat toksin utama yang dapat menyebabkan kematian. Clostridium perfringens dibagi
menjadi lima tipe yaitu A,B,C,D dan E berdasarkan toksin utama yang
dihasilkannya(tabel 1)(16,117,18,19,20).
Tabel 1.Hubungan antara biotype Clostridium perfringens dengan penyakit pada
manusia dan binatang(16)
Alfa toksin adalah toksin yang paling berperan dalam pembentukan gas gangren.
Toksin ini terdiri dari 370 residu zinc metalloenzim yang merupakan suatu
Phospholipase- C dan dapat berikatan dengan memban sel dengan bantuan ion kalsium.
Phospholipase- C adalah suatu enzim yang dapat mengkatalis hidrolisis dari
phosphatidylcholine (phospholipid lainnya) menjadi choline phosphate and 1,2-
2
diacylglycerol dan dapat menyebabkan kerusakan sel dengan jalan hidrolisis dari
komponen utama membran sel. Toksin ini juga dapat menyebabkan lisis dari eritrosit,
leukosit, platelet, fibroblast dan sel otot(3,5,6).
Gambar 1. Struktur Kristal α toksin Clostridium perfringens(16).
Infeksi gas gangren terjadi karena masuknya spora Clostridium kedalam luka.
Luka pada jaringan akan mengganggu suplai darah sehingga akan menyebabkan iskemia
dan penurunan potensial reaksi oksidasi/ reduksi di jaringan. Semua ini akan
memudahkan spora dari Clostridium untuk berkembang(3,18).
Sewaktu Clostridium bermultiplikasi bermacam macam eksotoksin dilepaskan ke
jaringan sekitarnya sehingga infeksi akan menjalar ke jaringan subkutan yang akan
menyebabkan selulitis dan jaringan otot sehingga terjadi nekrosis otot yang progresif.
Fermentasi anaerob didalam otot yang nekrosis akan menyebabkan terbentuknya gas
gangren(3,18)
2.2.4 Faktor risiko(21)
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya gas gangren antara lain:
Pemakai alkohol
3
Malnutrisi
Trauma
Diabetes Melitus
Pemakaian kortikisteroid
Keganasan pada Traktus Gastrrointestinal
Penyakit hematologi yang disertai dengan imunosupresi
Injeksi intra muskular ataupun subkutan
2.2.5 Pembagian gas gangren berdasarkan penyebab (2,3,4,7)
Dilihat dari penyebabnya gas gangren dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu
posttraumatik, postoperative dan spontan.
1. Gas gangren posttraumatik merupakan 60 % dari keseluruhan kasus gas gangren.
Gas gangren posttraumatik antara lain:
a) Sebagian besar kasus adalah kecelakaan lalu lintas
b) Komplikasi trauma yang timbul akibat fraktur tertutup, luka tembak, luka
bakar.
2. Postoperative gas gangren.
a) Operasi traktus gastrointestinal
b) Operasi traktus genitourinarius
c) Aborsi
d) Amputasi
e) Turniket, gips, perban yang dipasang terlalu ketat.
3. Spontan
a) Dikenal sebagai nontraumatik, idiopatik, atau metastasis gas gangren.
b) Paling sering merupakan infeksi campuran yang disebabkan oleh
C. septikum, C. perfringens, dan C. nouvy. Angka kematian akibat infeksi
ini mendekati 100 %
c) Kira-kira 80 % pasien tanpa trauma memiliki hubungan dengan
keganasan. Dari jumlah tersebut 40 % adalah keganasan hematologic dan
34 % adalah keganasan kolorektal.
4
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis gas gangren dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnesis
Riwayat pasien dengan gas gangren tergantung pada faktor- faktor yang
dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar pasien gas gangren posttraumatik
mempunyai cedera serius pada kulit, jaringan lunak ataupun fraktur terbuka.
Pasien dengan gas gangren postoperatif sering disebabkan oleh operasi traktus
gastrointestinal dan traktus biliaris. Sebaliknya pasien keganasan yang
dihubungkan dengan gas gangren spontan tidak ada riwayat yang spesifik.
Keluhan yang pertama dan paling sering dirasakan pasien dengan gas
gangren adalah nyeri yang timbul secara tiba- tiba, makin lama makin berat dan
meluas sesuai dengan penyebaran dari gas gangren. Beberapa ada yang
mengeluhkan perasaan berat pada ekstremitas yang terkena. Infeksi dapat disertai
dengan demam dan perubahan dari status mental(3,4).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh sebelum berfokus pada bagian
tubuh yang terlibat(1,2,3,4).
Tanda- tanda vital dapat menunjukkan toksisitas sistemik meliputi demam,
takikardi, takipneu, hipotensi, dan hipoksia.
Pembengkakan lokal dan eksudat serosanguineous muncul segera setelah
timbul rasa sakit.
Kulit berubah menjadi warna perunggu, kemudian berkembang menjadi biru
kehitaman disertai dengan pembentukan bulae hemoragis.
Dalam beberapa jam wilayah sekitarnya menjadi udem.
Krepitasi (+)
Rasa sakit dan nyeri tidak sebanding dengan gambaran luka yang
ditemukan.
c. Pemeriksaan Laboratorium(1,2,3,4)
Leukosit normal tetapi dapat juga meningkat terutama yang immatur.
5
Peningkatan hasil tes fungsi hati yang mungkin disebabkan oleh kerusakan
hati yang progresif.
Peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin.
Mionekrosis dapat meningkatkan serum aldolase, kalium, laktat
dehidroginase, dan phospokinase.
Gas darah menunjukkan adanya asidosis metabolic
DIC
Pada pewarnaan gram nampak adanya batang gram positif dan tidak
ditemukan adanya sel PMN. Organisme lain juga hadir hingga 75 % kasus.
Tes ini sangat penting untuk diagnosis cepat.
Gambar 2. Clostridium perfringens pada pewarnaan gram(22).
Pemeriksaan Phospholipase- C ( sialidase ) yang dihasilkan oleh Clostridia
dapat dilakukan pada serum dan cairan luka. Tes ini memberikan hasil yang
cepat yaitu dibawah 2 jam dan dapat digunakan sebagai konfirmasi dari hasil
pewarnaan gram.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan Roentgen menggambarkan pola bulu-bulu halus dijaringan.
6
Gambar 3. Gas gangren pada ektremitas(23).
Pemeriksaan kultur
Clostridium perfringens fosfolipase menyebabkan kekeruhan di sekitar koloni
pada media kuning telur (nagler plate)
Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaaan histologi menunjukkan adanya inflamasi dan nekrosis otot.
2.2.7 Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan gas gangren diperlukan diagnosis dan penatalaksanaan
cepat dan agresif.
a. Pemberian antibiotic
Antibiotik yang sering dipakai antaralain(3,4,21):
1. Penisilin G
Merupakan obat pilihan untuk infeksi dengan dosis 10- 20 juta unit/hari. Obat
ini menghambat sintesis dinding sel bakteri selama proses multipikasi.
2. Klindamisin
Obat ini menghambat sintesis protein bakteri. Dosis yang digunakan adalah
600-1200 mg/hari.
3. Metronidazol
7
Aktif terhadap bakteri anaerob dan protozoa dan pemakainnya tidak boleh
lebih dari 4 gram/hari.
4. Vancomisin
5. Kloramfenikol
6. Tetrasiklin
Sekarang kombinasi antara Penicillin dan Clindamycin sudah secara luas
digunakan.Kombinasi Clindamycin dan metronidazol adalah pilihan apabila
pasien alergi penicillin(3).
Studi terbaru menunjukkan obat penghambat sintesis protein
(Clindamiccin, Chloramfenicol, rifamfisin, tetrasiklin) lebih efektif karena
menghambat sintesis eksotoksin Clostridium dan mengurangi efek lokal ataupun
sistemik dari toksin tersebut(3).
b. Terapi Hiperbarik Oksigen
Secara umum, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda pengobatan
dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara
dua hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu
atmosfer). Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk pertama kalinya di gunakan
untuk menanggapi penyakit dekompresi. Suatu penyakit yang di alami oleh
penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan (naik ke
permukaan) secara mendadak. Saat ini terapi HBO selain untuk penyakit akibat
penyelaman juga diindikasi untuk berbagai penyakit klinis dan termasuk juga gas
gangrene(8,9).
Perlu disadari bahwa terapi HBO yang bermanfaat bagi beberapa macam
penyakit, ternyata menjadi Kontraindikasi bagi kondisi dan jenis penyakit
tertentu, dan dari beberapa penelitian rupanya HBO juga dapat menyebabkan
beberapa Komplikasi.
Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada
tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme.
Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang
menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.
8
Terapi HBO memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada
sel endotel. Pada sel endotel ini HBO terapi juga meningkatkan intermediet
vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan
NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk
sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis
pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka(10,25).
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama terapi HBO
yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang
mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam
jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena
hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya
akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah
kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia.
Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan
VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell
sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis
leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka,
HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema(10,25).
Tabel 2.indikasi hiperbarik oksigen terapi(9)
No Indikasi
1
2
3
4
5
Embolisme gas dan udara
Keracunan karbonmonoksida (CO Smoke inhalation)
Cedera remuk (Crush Injury)
Keracunan gas sianida
Penyakit dekompresi
6 Meningkatkan penyembuhan luka-luka pada:
ulkus diabetikum
ulkus stasis venosus
ulkus dekubitus
ulkus insufisiensi arterial
9
7 Anemia (Exceptional blood loss)
8 Infeksi jaringan lunak bernekrosis
selulitis anaerob krepitan
gangrene bakterial progresif
fasitis nekrosis
Penyakit Fournier
9 Gas gangren kuman Clostridial
10 Osteomyelitis refrakter
11 Nekrosis karena radiasi
12 Tandur kulit (skin grafts and flaps )
13 Luka bakar
Tabel 3. Kontraindikasi hiperbarik oksigen(9).
No Kontraindikasi
1 Infeksi saluran nafas atas (ISNA)
2 Gangguan kejang
3 Emfisema dengan retensi C02
4 Lesi asimtomatik pada paru
5 Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga
6 Demam tinggi
7 Tumor (Malignant Disease)
8 Kehamilan
Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat bawaan
pada janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan. Namun jika nyawa si
ibu terancam, keracunan gas CO misalnya, terapi HBO harus diberikan.
9 Neuritis opticus
Tabel 4.Komplikasi hiperbarik oksigen(9).
10
No Komplikasi
1 Barotrauma telinga
2 Nyeri sinus
3 Miopia dan katarak
4 Barotrauma Paru
5 Kejang
6 Penyakit Dekompresi
7 Klaustrofobia
Manfaat hiperbarik oksigen pada kasus gas gangren adalah:
Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan
pada aliran darah yang berkurang
Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan
aliran darah pada sirkulasi yang berkurang
Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium
perfingens
Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup
Meningkatkan produksi antioksidan tubuh(8,9,10,12).
c. Pemberian vaksin dan antitoksin
Memahami struktur dan fungsi dari α- toxin sangat penting dalammerancang
suatu vaksin yang dapat melindungi dari gas gangren. Secara struktural α- toksin
terdiri dari 2 protein domain yaitu N- terminal domain dan C- terminal domain.
Vaksin yang digunakan saat ini berasal dari protein domain α- toksin yang secara
imunologi merupakan fragmen yang masih aktif.
Penggunaan vaksin dalam pengobatan gas gangren masih kontroversi karena
tidak banyak laporan penggunaannya pada manusia. Studi yang saat ini banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan binatang sebagai objek percobaan
sehingga efektivitasnya pada manusia masih diragukan. Sedangkan antitoksin
terhadap gas gangren sudah banyak digunakan sebagai propilaksis ataupun
pengobatan. Antitoksin ini berasal dari serum kuda yang telah diimunisasi(16,26).
11
d. Tindakan debrideman
Tindakan debrideman luka diperlukan untuk pengeluaran benda asing atau
segala kotoran yang ada pada luka disertai dengan pembuangan jaringan yang
nekrosis sehingga yang tinggal hanya jaringan yang baik peredaran darahnya.
Dikarenakan proses penyakit dapat terus melibatkan jaringan tambahan maka
diperlukan explorasi dan debridemand yang berulang(3,4).
Amputasi dilakukan apabila terdapat jaringan nekrosis yang luas serta
melibatkan jaringan otot.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Sande M A. Gas gangrene. In: Internal Medicine. Ed. Stein JH et al.5th edition.
Mosby Inc, Missouri.1998.p.1422-23.
2. Neubauer RA. Using HBOT to threat Infection. In: Hyperbaric Oxigen therapy.
Ed James L. Penguin Putnan.Inc. New York.1998.p.65-74.
3. Ho H. Gas gangrene. Diakses dari http://emedicine.medscape.com.
4. Revis DR.Clostridial Gas Gangrene. Diakses dari http://emedicine.medscape.com.
5. Phospholipase-C. Diakses dari http:/www.absoluteastronomy.com
6. Phodphplipase-C. diakses dari http://www.wikipedia.org
7. Spink WW. Supuratif Desease. In: Infectious Desease. University Of Mineshota
Press.1998.p.264-304.
8. Oktaria S. terapi oksigen hiperbarik. Diakses dari http://www.klikdokter.com
9. Dana D. Manfaat, pantangan dan efek lanjutan terapi oksigen hiperbaik. Diakses
dari http://beta.tnial.mil.id
10. Farmasia. Sinergi antara radioterapi dengan terapi oksigen hiperbarik. Diakses
dari http://www.majalah-farmasia.com
11. Sonavane A. Gas gangrene at tertiary care centre. Bombay hospital
journals.2008.50:10-13.
12. Kluwer W. Gas gangrene. In: Professional Guide to desease. Ed. Holmes et al, 9 th
edition. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.2009.p.930-2.13. Fauci. Anaerob Infectious. In: Horrisons manual of Medicine. Ed. Shanahan et al.
17th edition. The Mc-Graw-Hill Companies. New York.2008.p.528-34.
14. Oacley CL. Gas gangrene. Diakses dari http://bmb.oxfordjournals.org
15. Bryant AE,Stevens DL. The pathogenesis of gas gangrene. In: The Clostridia.
Ed.Rood JI.Academic Press. Sandiago.1997.p.185-96
16. Titball RW. Gas gangrene: an open and closed case. Microbiology 2005.
151:2821-28
17. Ridad AM. Infeksi dan inflamasi. Dalam buku ajar ilmu bedah. Editor
sjamsuhidayat R, de jong W. edisi revisi. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.1996.p.1-70
18. Baron S. Gas gangren and related clostridial wound infections. Diakses dari
http:/www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf.
13
19. Stevens DL. Necrotizing clostridial soft tissue infections. In: The cloctridia. Ed
Rood JI el al. academic press. Sandiago.1997.p.141-52
20. Correa AG. Anaerobic bacteria. In: textbook of pediatric infections desease. Ed
Feigin RD. 5th edition. Elsevier inc. philadelpia.p.1751-8
21. Gas gangrene. Diakses dari http://www.patirnt.co.uk.
22. Clostridium perfringens. Diakses dari http://www.biotech.com
23. Gas gangrene. Diakses dari http://www.ortosupersite.com
24. Feirera R.ASB in blood cultures. Diakses dari http://microblog.me.uk/wp_content
25. Wiyono H. Pemanfaatan Hiperbarik. Diakses dari http://penyakitdalamonline.com
26. Mixed gas gangrene antitoxin I.P. Diakses dari http://www.bharatserums.com
14