60
GANGGUAN MOOD A. KARAKTERISTIK UMUM GANGGUAN MOOD 1. Depresi-Gejala dan Simtom Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan yang tidak berarti dan bersalah, menarik diri dan orang lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktifitas yang biasa dilakukan. Depresi seringkali berhubungan dengan berbagai masalah psikologis lain seperti serangan panik, penyalahgunaan zat, disfungsi seksual, dan gangguan kepribadian. Simtom dan gejala-gejala depresi cukup bervariasi tergantung tingkatan usia. Depresi pada anak-anak mengakibatkan berbagai keluhan somatik, seperti sakit kepala atau sakit perut.pada orang-orang tua depresi ditandai oleh ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian dan keluhan hilangnya memori. Simtom-simtom depresi juga menunjukan beberapa variasi antarbudaya, hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai perbedaan standar budaya mengenai perilaku yang diterima. Contoh: keluhan sakit saraf dan kepala lebih umum terjadi pada etnis latin, dan lemah serta fatik dilaporkan umum

Gangguan Mood

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mood

Citation preview

Page 1: Gangguan Mood

GANGGUAN MOOD

A. KARAKTERISTIK UMUM GANGGUAN MOOD

1. Depresi-Gejala dan Simtom

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan

yang amat sangat, perasaan yang tidak berarti dan bersalah, menarik diri dan orang

lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta

kesenangan dalam aktifitas yang biasa dilakukan.

Depresi seringkali berhubungan dengan berbagai masalah psikologis lain seperti

serangan panik, penyalahgunaan zat, disfungsi seksual, dan gangguan kepribadian.

Simtom dan gejala-gejala depresi cukup bervariasi tergantung tingkatan usia.

Depresi pada anak-anak mengakibatkan berbagai keluhan somatik, seperti sakit

kepala atau sakit perut.pada orang-orang tua depresi ditandai oleh ketidakmampuan

untuk memusatkan perhatian dan keluhan hilangnya memori.

Simtom-simtom depresi juga menunjukan beberapa variasi antarbudaya, hal ini

mungkin disebabkan oleh berbagai perbedaan standar budaya mengenai perilaku yang

diterima. Contoh: keluhan sakit saraf dan kepala lebih umum terjadi pada etnis latin,

dan lemah serta fatik dilaporkan umum terjadi pada etnis asia.

2. Mania-Gejala dan Simtom

Mania adalah kondisi emosional atau mood yang intens, namun merupakan

kegembiraan amat sangat yang tidak beralasan atau mudah tersinggung yang disertai

hiperaktivitas, banyak berbicara, pikiran yang melompat-lompat, perhatian yang

mudah teralih, dan rencana yang tidak praktis serta kebesaran (grandiose).

Orang yang berada dalam suatu episode manik yang dapat berlangsung beberapa

hari hingga beberapa bulan dapat segera dikenali melalui rentetan kata-kata yang

diucapkan dengan keras dan tanpa henti, terkadang penuh dengan kata-kata konyol,

gurauan, puisi dan komentar tentang berbagai objek dan kejadian disekitar yang

menarik perhatian si pembicara.

Page 2: Gangguan Mood

3. Daftar Diagnostik Resmi Gangguan Mood

Dua gangguan mood yang terdapat dalam DSM-IV-TR adala h depresi

mayor/depresi unipolar dan gangguan bipolar.

Diagnosis Depresi. Diagnosis resmi depresi mayor dalam DSM-IV-TR

memerlukan mood depresi atau hilangnya minat dan kesenangan yang berlangsung

selama sekurang-kurangnya dua minggu. Penegakan diagnosis memerlukan empat

simtom tambahan, seperti gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi,

perasaan tidak berarti, pikiran untuk bunuh diri, dan sulit berkonsentrasi.

Gotlib, Lewinsohn, dan Seeley (1995) menemukan bahwa individu yang

mengalami kurang dari lima simtom, yaitu yang mengalami depresi subklinis juga

mengalami kesulitan dalam keberfungsian psikososial sama besar dengan individu

yang memenuhi persyaratan formal bagi diagnosis depresi.

Depresi mengalami kecenderungan untuk berulang. Sekitar 80% pendeita

kembali mengalami episode, rata-rata jumlah episode yang berlangsung selama tiga

sampai lima bulan adalah sekitar empat episeode.

Diagnosis Gangguan Bipolar. Gangguan bipolar I merupakan gangguan yang

mencakup episode mania atau episode campuran yang mencakup simtom-simtom

mania yang depresi. Sebagian besar individu yang menderita gangguan bipolar I juga

mengalami episode depresi.

Gangguan bipolar lebih sedikit terjadi dibanding depresi mayor, dengan angka

prevalensi sepanjang hidup berkisar 1% dari populasi. Rata-rata berusia 20-an dan

tingkat kejadiannya sama banyak pada laki-laki dan perempuan. Gangguan bipolar

cenderung berulang, lebih dari 50% kasus mengalami empat episode atau lebih.

4. Heterogenitas dalam Kategori

Masalah dalam klasifikasi gangguan mood adalah heterogenitasnya yang sangat

besar, orang-orang yang mendapatkan diagnosis sama dapat sangat berbeda satu sama

lain. Beberapa pasien gangguan bipolar, contohnya mengalami seluruh simtom-

simtom mania dan depresi hampir setiap hari yang disebut episode campuran.

Beberapa pasien lain hanya mengalami simtom-simtom mania atau depresi selama

Page 3: Gangguan Mood

episode klinis. Beberapa pasien lain mengalami episode depresi mayor yang disertai

hipomania.

5. Gangguan Mood Kronis

DSM-IV-TR mencntumkan dua gangguan yang yang berlangsung lama atau

kronis dimana terganggunya mood merupakan ciri dominan, simtom-simtom

gangguan ini harus terjadi selama sekurang-kurangnya dua tahun namun dianggap

tidak cukup banyak/tidak cukup menghambat keberfungsian sosial atau pekerjaan

sehingga tidak dapat didiagnosis sebagai episode depresif mayor atau manik.

Gangguan siklomatik, penderita sering mengalami berbagai periode mood

tertekan dan hipomania. Orang-orang yang menderita gangguan siklomatik dapat

mengalami serangkaian simtom berpasangan dalam periode depresi dan

hipomania yang mereka alami. Saat dalam depresi mereka merasa dirinya tidak

mampu, saat dalam hipomania harga diri mereka melambung. Mereka menarik

diri dari orang-orang kemudian mendekati mereka dengan gaya sangat terbuka.

Mereka tidur terlalu banyak dan terlalu sedikit.

Gangguan dismitik, orang yang menderita gangguan dismitik mengalami depres

kronis. Selain merasa sedih dan hanya merasakan sedikit kesenangan, dalam

berbagai aktivitas dan hobi yang biasa dilakukan, orang yang bersangkutan

mengalami beberapa gejala depresi, seperti insomnia atau terlalu banyak tidur,

merasa tidak mampu, tidak efektif dan kurang energi, pesimis, tidak mampu

berkonsentreasi dan untuk berpikiran jernih, dan keinginan untuk menghindari

orang lain.

Siklotimia dan distimia seringkali dianggap sebagai gangguan mood yang tidak

parah. Namun suatu studi perspektif longitudinal yang dilakukan baru-baru ini yang

memantau para pasien depresi dan distimia selama lima tahun menemukan bahwa

para pasien distimia mengalami simtom-simtom mood yang lebih parah memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mencoba bunuh diri dan dirawat dirumah sakit, dan

mengalami lebih banyak hendaya dibanding para pasien depresi (Klein dkk, 2000).

Page 4: Gangguan Mood

6. Gangguan Mood dan Kreativitas

Kay Jamison, seorang ahli gangguan bipolarmengumpulkan sejumlah besar data

yang mengaitkan gangguan mood, terutama gangguan bipolar, dengan kreativitas

artistik. Daftar para seniman, komposer dan penulis yang mengalami gangguan mood

sangat banyak, diantaranya Michelangelo, Van Gogh, Tchaikovsky, Schumann,

Gauguin, Tennyson, Shelley dan Whitman. Kondisi manik mendorong kreativitas

melalui mood yang melambung, peningkatan energi, pikiran yang bergerak cepat dan

kemampuan menghubungkan berbagai ide yang secara normal tidak akan terhubung.

Suatu analisis yang menarik tentang komposisi musikal Robert Schumann,

Weisberg (1994) menunjukkan bahwa Schumann menciptakan lebih banyak karyanya

dalam periode hippomania dibandingkan periode depresi. Weisberg menympulkan

bahwa berbagai perubahan mood memengaruhi motivasi untuk menciptakan karya-

karya kreatif dan bukan memengaruhi proses kreatif itu sendiri.

7. Gangguan Mood dan Emosi

Sejumlah studi menunjukkan bahwa para penderita depresi menunjukan lebih

sedikit ekspresi wajah positif dan menuturkan memiliki lebih sedikit emosi

menyenangkan ketika mendapatkan stimulus yang menyenangkan dibandingkan

dengan orang-orang yang tidak menderita depresi (Barenbaum & Oltmanns, 1992;

Sloan dkk,. 1997; Sloan, Straus & Wisner, 2011). Dengan menggunakan metode

psikofisiologis yang disebut elektrokortikal potensial, Deldin dan para koleganya

(2011) menemukan bahwa para penderita kurang merespons stimuli positif dibanding

orang-orang yang tidak menderita depresi.

B. TEORI PSIKOLOGIS TENTANG GANGGUAN MOOD

1. Teori Psikoanalisis Depresi

Freud berteori bahwa potensi depresi diciptakan pada awal masa kanak-kanak.

Dari peristiwa masa kanak-kanak tersebut, bagaimana bisa setelah dewasa menderita

depresi? Penalaran yang kompleks didasarkan pada suatu analisis terhadap rasa

Page 5: Gangguan Mood

berduka. Freud mengemukakan hipotesis bahwa setelah kehilangan seseorang yang

dicintai, orang yang bersangkutan meleburkan dirinya dengan orang yang

meninggalkannya sebagai upaya sia-sia untuk mengembalikan kehilangan tersebut.

Freud berpendapat, secara tidak sadar kita menyimpan berbagai perasaan negatif

terhadap orang-orang yang kita cintai, orang yang bersangkutan kemudian menjadi

objek kebencian dan kemarahannya sendiri. Selain itu, orang yang bersangkutan tidak

suka diabaikan dan merasa bersalah atas dosa-dosanya yang nyata atau yang

dibayangkan terhadap orang yang meninggalkannya tersebut.

Menurut teori tersebut, kemarahan orang yang ditinggalkan kepada orang yang

meninggalkannya terus-menerus dipendam, berkembang menjadi proses

menyalahkan diri sendiri, menyiksa diri sendiri dan depresi yang berkelannjutan.

Teori ini merupakan dasar pandangan psikodinamika yang diterima secara luas yang

menganggap depresi sebagai kemarahan terpendam yang berbalik menyerang diri

sendiri.

2. Teori Kognitif Depresi

Teori Beck mengenai depresi, orang-orang yang depresi mengembangkan skema

negatif (suatu kecenderungan untuk melihat lingkungan secara negatif) melalui

kehilangan orang tua, tragedi yang terjadi susul-menyusul, penolakan sosial oleh

teman-teman sebaya, kritik para guru atau sikap depresif para orang tua.

Skemata negatif, bersama dengan penyimpangan kognisi membentuk apa yang

disebut oleh Beck sebagai negative triad: pandangan yang sangat negatif

tentang diri sendiri, dunia dan masa depan.

Beberapa penyimpangan kognitif utama pada individu yang depresi menurut

Beck:

Kesimpulan yang subjektif (arbitrary inference) : suatu kesimpulan yang

diambil tanpa bukti-bukti cukup atau tanpa bukti sama sekali. Contohnya,

seorang laki-laki menyimpulkan bahwa ia tidak berguna karena hujan turun

ketika ia mengadakan pesta kebun.

Abstraksi selektif (selective abstraction) : suatu kesimpulan yang

Page 6: Gangguan Mood

diambil hanya berdasarkan satu elemen dalam banyak elemen dalam suatu

situasi. Contohnya, seorang pekerja merasa tidak berguna ketika suatu

produk gagal berfungsi meskipun ia hanya salah satu dari sekian banyak

orang yng berperan dalam produksinya.

Overgenerlisasi : suatu kesimpulan menyeluruh yang diambil

berdasarkan satu peristiwa tunggal yang mungkin tidak penting.

Contohnya, seorang mahasiswa menganggap prestasinya yang buruk dalam

satu mata kuliah pada suatu hari sebagai bukti final atas ketidakbergunaan

dirinya dan kebodohannya.

Magnifikasi dan Minimisasi : melebih-lebihkan dalam menilai kerja.

Contohnya, seorang laki-laki yakin bahwa ia telah sepenuhnya merusakkan

mesinnya (magnifikasi) ketika ia melihat goresan kecil di bamper belakang,

menanggap dirinya tidak mampu dalam hal apapun. Seorang perempuan

yakin dirinya tidak berguna (minimisasi) terlepas dari berbagai prsetasi

yang pantas dipujji yang terus-menerus dicapainya.

Evaluasi teori Beck. Ada 2 isu dalam mengevaluasi teori Beck. Pertama, apakah

pasien depresi berbeda dengan individu yang tidak depresi, berpikir secara

negatif seperti dikatakan Beck. Kedua, apakah keyakinan negatif orang-orang

yang depresi timbul karena depresi yang dialami atau faktanya menyebabkan

mood depresi. Beck dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa depresi dan

beberapa pola pikir tertentu memiliki korelasi, namun hubungan sebab akibat

yang spesifik tidak dapat ditemukan dari data semacam itu; depresi dapat

menyebabkan pola pikir negatif atau pola pikir negatif yang menyebabkan

depresi.

Terlepas dari ketidakpastian, teori Beck memiliki kelebihan, yaitu dapat diuji,

dan telah mendorong banyak penelitian mengenai penanganan depresi. Karya

Beck telah mendorong para terapis untuk langsung memfokuskan pada pola

pikir para pasien depresi untuk mengubah perasaan mereka.

Teori Ketidakberdayaan/Keputusasaan, membahas evolusi sebuah teori kognitif

tentang depresi yang berpengaruh yang memiliki 3 teori :

Page 7: Gangguan Mood

Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). Premis dasar

teori ini adalah kepasifan individu dan perasaan tidak mampu bertindak dan

mengendalikan hidupnya terbentuk melalui pengalaman yang tidak

menyenangkan dan trauma yang tidak berhasil dikendalikan oleh individu,

menimbulkan rasa tidak berdaya yang kemudian memicu depresi. Teori ini

bermula sebagai teori pembelajaran mediasional yang diformulasikan untuk

menjelaskan perilaku anjing yang mendapat kejutan listrik yang tidak

mungkin dihindari. Seligman (1974) berpendapat bahwa hewan

mengembangkan rasa tidak berdaya ketika duhadapkan pada stimulasi

menyakitkan yang tidak dapat dikendalikan. Selanjutnya rasa tidak berdaya

tersebut melemahkan kinerja mereka dalam situasi penuh stress yang tidak

dapat dikendalikan. Seligman menyimpulkan bahwa learned helplessness

pada hewan dapat menjadi model bagi sekurang-kurangnya beberapa

bentuk tertentu depresi manusia.

Atribusi dan learned helplessness. Seorang menjadi depresi menurut

teori ini bila mereka mengatribusikan berbagai peristiwa kehidupan yang

negatif pada berbagi penyebab yang stabil dan global. Apakah harga diri

juga hancur akan tergantung pada apakah mereka menyalahkan

ketidakmampuan mereka atas hasil yang buruk tersebut. Individu yang

memiliki kecenderungan depresi diperkirakan memiliki gaya atribusional

depresif, yaitu suatu kecenderungan untuk mengatribusikan hasil-hasil yang

buruk pada kesalahan karakter pribadi, global dan stabil. Bila orang yang

memiliki gaya ini mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan dan

menyakitkan (stressor), mereka menjadi depresi.

Teori Keputusasaaan. Beberapa bentuk depresi disebabkan oleh kondisi

putus asa yaitu kondisi adanya suatu ekspektasi bahwa hasil yang

diinginkan tidak akan terjadi atau yang tidak diinginkan akan terjadi dan

orang yang bersangkutan tidak dapat memberikan respon untuk mengubah

situasi tersebut. Seperti halnya dengan reformasi atribusional dimana

peristiwa negatif didalam hidup dianggap dapat berinteraksi dengan

Page 8: Gangguan Mood

diathesis dan dapat menimbulkan kondisi keputusasaan. Salah satu

diathesis adalah pola atribusional dari berbagai peristiwa negatif pada

faktor yang stabil dan global. Meskipun demikian, teori keputusasaan

dewasa ini mempertimbangkan adanya kemungkinan diathesisi yang lain

seperti harga diri yang rendah dan kecenderungan untuk menyimpulkan

peritiwa negatif dalam hidup menyebabkan konsekuensi yang berat.

Suatu studi yang dilakukan oleh Metalsky dan para koleganya menemukan

bahwa mahasiswayang harga dirinya rendah dimediasi oleh perasaan putus asa. Dan

studi yang sama juga dilakukan terhadap anak-anak yang yang duduk dikelas enam

dan tujuh memberikan hasil yang sama. Lewinshon memnemukan bahwa gaya

atribusional depresif dan harga diri yang rendah mempredikssi terjadinya depresi

pada masa remaja.

Kelebihan teori keputusasaan adalah teori ini dapat langsung menjawab masalah

komordibitas depresi dan gangguan anxieentas. Teori ini menjadi tantangan bagi

banyak teori karena teori lain hanya terkait dengan satu diagnosis. Allow menunjukan

beberapa karakteristik penting mengenai komordibitas tersebut. Pertama, kasus

kecemasan tanpa depresi relatif umum namun kecemasan tanpa depresi jarang terjadi.

Kedua,berbagai studi longitudinal mengungkapkan berbagai diagnosis kecemasan

mendahului depresi. Berdasarkan bukti terdahlu Allow dan koleganya berpendapat

bahwa ekpektasi ketidakberdayaan menimbulkan kecemasan. Bila ekspektasi

ketidakberdayaan menjadi kepastian timbul suatu sindrom dengan elemen depresi dan

kecemasan. Terakhir, jika kemungkinan yang dilihat mengenai terjadinya berbagai

peristiwa negatif menjadi suatu kepastian, timbul keputusasaan.

3. Berbagai Isu Dalam Teori Ketidakberdayaan Atau Keputusasaan.

1. Seligman mencoba menyebutkan kesamaan antara learned helplessness dan apa

yang biasa disebut dengan depresi reaktif, yaitu depresi yang diperkirakan muncul

karena peristiwa hidup yang penuh dengan stress. namun penelitian saat ini tidak

mendukung validitas tipe reaksi. Abramson yang sekarang bicara mengenai depresi

Page 9: Gangguan Mood

karena keputus asaan, merujuk pada asumsi penyebab depresi dan serangkaian

simpton tidak sesuai denagn kriteria DSM.

2. Bukti-bukti yang didapatkan hasil dari BDI (Block Depression Inventori) sebagai

alat ukur dalam memprediksi onset depresi klinis menunjukan menyeleksi subjek

hanya berdasarjan skor BDI tidak menghasilkan kelompok yang berperan sebagai

analogi yang baik bagi orang-orang yang menderita depresi klinis. Orang-orang skor

tinggi belum tentu yang menderita depresi klinis . lebih jauh lagi Hemmen

menemukan bahwa orang yang memiliki skor tinggi tersebut mempreoleh skor yang

lebih tinggi ketika diuji ulang dalam waktu dua atau tiga minggu kemudian.

3. Sebuah asumsi penting dalam teori ketidakerdayaan atau keputusasaan adalah gaya

atribusi depresif merupakan bagian tetap dari karater orang-orang yang depresi,. Gaya

atribusi depresi pasti sudah dimiliki ketika seseorang mengalami beberapa stresor.

4. Teori Interpersonal Depresi

Para individu yang deprsi cenderung memiliki sedikit jaringan sosial dan

beranggapan bahwa jaringan sosial hanya memberikan sedikit

dukungan .berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu

untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif.(a.l Bilings)

Kurangnya dukungan sosial kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang

yang depresi memiliki reaksi negatif terhadaporang lain. Ciri depresi ini telah diteliti

mulai dari cara melakukan percakapan telepon dengan pasien depresi, mendengarkan

rekaman percakapan pasien depresi hingga berpartisipasi dalam interaksi tatapmuka.

Data menunjukan orang yang depresi menimbulkan penolakan. Contohnya interaksi

dengan teman sekamar memiliki kontak yang kurang yang menyenagkan dan agresi

yang tingggi.

Untuk itu tidak mengherankan bila depresi dan perpecahan dalam perkawinan sering

terjadi bersamaan. Berbagai komentar yang berbada mengkritik dari pasangan

orang-orang yang depresi merupaka prediktor signifikan bagi berulangnya depresi.

Pasangan yang salah satu dari mereka mengalami gangguan mood menuturkan

kurangnya kepuasan dalam perkawinan daripada pasangan yang tidak memiliki

Page 10: Gangguan Mood

riwayat gangguan mood.

Studi menunjukan bahwa perilaku non verbal ornag-orang yang mengalami depresi

dapat berperan penting dalam hal yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menggali

pemikiran bahwa perilaku terus menerus mencari dukungan membuat orang lain

terganggu. Konsep diri mereka ynag negatif membuat mereka meragukan kebenaran

umpan balik positif yang mereka terima, dan upaya mereka untuk terus menerus

diyakinkan akhirnya membuat orang lain merasa jengah. Kemudian mereka benar-

benar mencari umpan balik neatif yang dalam satu hal memvalidasi konsep diri

menerka yang negatif . penolakan kahirnya terjadi dikarenakan sikapp tidak konsisten

dari orang-orang yang mengalami depresi.

Hal yang penting dalam teori interpersonal mengenai depresi adalah fakta bahwa

hubungan interpersonal bersifat bi-directional. Dengan demikina bila pada individu

yang depresi secara pasti dapat memicu reaksi negatif dari orang yang berinteraksi

dengan mereka. Dan akhirnya memberikan dampak negatif terhadap hubungan

interpersonal mereka.

Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan kausal antara hubungan

interpersonal dengan depresi. Contohnya perilaku murid-urid yang orang tuanya

depresi dinilai secara negatif oleh teman-teman mereka dan para guru. Kompetensi

sosial yang renda memprediksionset depresi padaanak-anak usia sekolah.

Keterampilan penyelesaian masalah interpersonal yang rendah memprediksi

peningkatan kondisi depresi pada remaja. Dan perpecahan dalam perkawinan

memicu terjadinya depresi dalam sample komunitas.

5. Teori Psikologis Gangguan Bipolar

Seperti halnya dalam depresi unipolar, stres kehidupan tampaknya berperan penting

dalam memicu berubah-uahnya mood pada gangguan bipolar. Dalam suatu studi

Jhonsson menemukan bahwa sukungan sosial memprediksi pemulihan yang lebih

cepat serta berkurangnya simtom-simtom depresif, namun tidak demikian dengan

simtom manik. Dalam suatu studi mengenai faktor kognitif, gaya atribusi

memprediksikan meningkatnya simtom depresi pada pasien bipolar.

Page 11: Gangguan Mood

Fase manik pada gangguan ini oleh sementara orang dipandang sebagian orang

dipandang sebgai pertahanan terhadap kondisi psikologisynag merusak. Kondisi

spesifik yang dihindari bervariasi antar berbagai teori. Pengalaman klinis dengan

pasien manik menunjukan bahwa mereka relatif dapat menyesuaikan diri dengan baik

ketika berada dalam episode-episode tersebut. Akan tetapi jika fase ini menjadi

pertahanan diri oleh pasien manik maka mereka bisa saja tidak menunjukan kondisi

yang akurat.

Subuah tes yang dilakukan oleh winters kepada pasien bipolar dan orang normal.

Yakni tes inventori dan tes memori. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang

diharapkan. Dalam pengukuran terhadap harga diri dengaan menggunakan tes tertulis,

para peserta merupakan pasien manik dan bukan pasien ynag memiliki skor yang

lebih tinggi terhadap skor depresi. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa

harga diri para peserta mnik dapat sangat rendah

C. Tes Biologis Gangguan Mood

1. Data Genetik

Penelitian mengenai faktor-faktor genetik dalam gangguan bipolar dan depresi

unipolar menggunakan metode keluarga, orang kembar, orang yang diadopsi. Sekitar

10 – 25 % kerabat tingkat pertama mengalami suatu episode gangguan mood

resikonya menjadi lebih tinggi di kalangan kerabat pasien yang mengalami gangguan

tersebut pada usia yang muda. Rata-rata dalam 18 studikeluarga mengenai gangguan

bipolar , resiko bagi kerabat tingkat pertama 6,45 persen. Secara keseluruhan tingkat

kesesuai untuk gangguan bipolar pada kembar identik adalah sekitar 70 persen dan

kembar faternal 25%. Informasi mengenai depresi unipolar mengidentifikasikan

bahwa faktor genetik meskipun berpengaruh kuranng berperan dibandingkan resiko

normal. Terlebih lagi, resiko ynag mereka miliki untuk depresi unipolar kurang dari

resiko yang dimiliki para kerabat pasien gangguan bipolar.

Timbulnya deprsi pada usia muda, adanya delusi dan komordibits memberikan resiko

ynag lebih tinggi pada kerabat.

Page 12: Gangguan Mood

Analisis keterikatan juga telah diterapkan pada gangguan mood. Pada suatu

keterikatan terhadap kaum old order amish menemukan hipotesis yang mendukung

hiotesis bahwa gangguan bippolar disebabkan oleh gen dominan pada kromoson ke

11. Penelitian mengenai keterikatan terus dilakukan dan fokusnya diperluas hingga ke

gen lain pada kromoson lain.

2. Neurokimia Dan Gangguan Mood

Ada dua neurokimia yang sering dipelajari dalam bab ini yaitu noreephinephrin dan

serotonin. Noreephinephrin merupakan yang paling relevan dengan gangguan

bipolar.. kadar noreephinephrin yang rendah memicu depresi dan kadar yang tinggi

memicu mania. Teori serotonin menyatakan bahawa kadar serotoin yang rendah

menimbulkan depresi.

Cara kerja obat-obat yang digunakan untuk menengani depresi memberikan berbagai

petunjuk yang mendasari kedua teori tersebut. Obat-obatan trisklik merupakan obat

anti depresan yang dinamai karena memiliki tiga cincin yang saling menyatu. Obat

tersebu pencegah pengembalian norephinephrin dan serotonin oleh saraf perangsang.

Bila dipelajari lebih lanjut maka kita akan menemukan bahwa cara kerja obat tersebut

menunjukan bahwa depresi dan mania memiliki keterikatan dengan serotonin dan

norephinephrin.

Terlepas dari berbagai masalah tersebut, apa yang dapat dikatakan tentang validitas

teori yang mengaitkan rendahnya kadar norephinephrin atau serotonin? Pertama

Bunney dan Murphy meneliti kadar norephinephrin dalam urin pada sekelompok

orang yang sering mengalmai siklus depresi mania dan kenormalan. Kadar

noreephinephrin berkurang ketika pasien mengalami depresi. Dan meningkat ketika

mengalami mania. Hal ini mengonfirmasi bahwa kadar norephinphrin yang rendah

memiliki kaitan dengan depresi dan kadar yang tinggi memiliki kaitan dengan mania.

Bidang peneitian mencakup metabolit utama norephinephrin. Norephinephrin yang

rendah semestinya tercatum dalam rendahnya kadar MHPG.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa obat-obatan anti depresan yang efektif akna

meningkatkan kadar norephinephrin dan serotonin dan bahwa pengetahuan tentang

Page 13: Gangguan Mood

cara kerjanya menjadi landasan penting teori norephinephrin dan serotonin mengenai

depresi. Namun, ternyata penjelasan efek terapeutik trisklik dan penghambat MAO

tidak semata-mata tergantung pada peningkatan kadar neorotransmitter. Berbagai

temuan terdahulu memang benar trisklik dan penghambat MAO meningkatkan kadar

norephineprin dan serotonin saat pertama kali di konsumsi, namun setelah beberapa

hari kadar norephinephirin kemali seperti semula. Baik Trisiklik maupun

MAOmemerlukan waktu 7 hingga 14 hari untuk menghilangkan depresi. Namun pada

saat itu kadar neorophinephrin telah kembali seperti semula.

Penelitian lain mengenai gangguan bipolar memfokuskan pada terganggunya cara

serotonin mengatur jaalur do[amin tertentu yang melibatkan daerah ventral tegmental

otak. Jalur tersebut terkait dengan motivasi dan perilaku imbalan.

3. Sistem Neoendokrin

Bagian limbik pada otak sangat terkait dengan emosi dan juga mempengaruhi

hipotalamus. Hipotalamus kemudian juga mengatur kelenjar pituitari dan hormon

yanng dihasilkannya. Karena releansinya denngan simptom vegetatif pada depresi

seperti gangguan makan dan tidur.

Kadar kortisol yang tinggi apda pasien depresi kemungkinan terjadi karena sekresi

yang berlebihan sehingga meningkatkan pembesaran kelenjar adrenalin. Sekresi yang

terus menerus dikaitak dengan kerusakan kelenjar adrenalin dan kerusakan

hipokampus.

Penelitian mengenai penyakit yang disebut sindrom Cushing juga mengaitkan kadar

kortisol yang tinggi dengan depresi. Pertubuhan abnormal pada korteks adrenal

menyebabkan sekresi kortisol yang berlebihan sehingga memiliki relevansi dengan

gangguan bipolar.

Hal ini membuktikan bahwa gangguan mood memiliki berbagai penyebab biologis.

4. Teori Terpadu Gangguan Bipolar

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa ganggguan bipolaar mencerminkan suatu

gangguan dalam sistem motivasional yang disebut sistem aktifasi behavioral atau

Page 14: Gangguan Mood

BAS. Sistem bas memmotivasi kita untuk mencari dan mendapatkan imbalan dasri

lingkungan dan hal itu terkait dengan emosional positif dan berbagai karakteristik

kepribadian seperti ekstraversi, meningkatkan energi dan berkurangnya kebutuhan

tidur. Secara biologis, sistem BAS melibatkan neurotransmitter dopamin yang sering

terkait dengan perilaku imbalan.

Penelitian yang dilakukan oleh Jhonsoon mengeai self report menyatakan berbagai

peristiwa kehidupan yang berkaitan dengan mencapai tujuan atau imbalan seperti

diterima di program sarjana atau memperoleh pekerjaan baru, memprediksi

peningkatan simton mania. Meskipun demikian berbagai peristiwa lain yang positif

dalam hidup, tidak memiliki perubahan terhadap simtom mania dan berbagai

pencapaian tujuan tidak memiliki kaitan dengan perubahan simton depresi.

D. Terapi Gangguan Mood

1. Terapi Psikologi Depresi

Terapi Psikodinamika

Depresi dianggap terjadi karena rasa kehilanngan yang direpres dan kemarahan yang

secara tidak sadar diarahkan kedalam diri , terapi ini berusaha membantu pasien

untuk memperoleh insigh atas konflik yang direpres dan sering kali mendorong

pelepasan agresifitas yang serin kali di arahkan kedalam diri. Tujuan terapi ini adalah

mengungkan motivasi laten atas depresi yang dialami pasien. Contohnya seseorang

dapat saja menyalahkan dirinya atas kurangnya kasih sayang dari orang tuanya.

Pertama terapis harus memandu pasien untuk menghadapi fakta bahwa itu memiliki

perasaan demikian mungkin membantu pasien menyadari perasaan bersalah itu tidak

mendasar.

Hanya sedikit penelitian mengenai efektifitas dati terapi psikodinamika untuk

menyembuhkan depresi dan hasilnya bervariasi. Sebagian karena tingkat variabilitas

yang tinggi diantara berbagai pendekatan dalam terapi psikodinamika. Berbagai

temuan menunjukan bahwa terapi ini berkonsentrasi pada interaksi masa sekarang

antara ornag-orang yang menderita depresi dengan lingkungan sosial- terapi

interpersonal dari klerman yang terbukti dapat menyembuhakan deprei unipolar.

Page 15: Gangguan Mood

Inti terapi ini membantu pasien yang mengalami depresi mempelajari perilaku

interpersonal saat ini dapat menjadi hambatan untuk mendapatkan kegembiraan

dalam hubunga n dengan orang lain. Terapi psikodinamika tidak bersifat intrapsikis

terapi ini menitik beratkan pada pemahaman yang lebih baik terhadap berbagai

masalah interpersonal. Yang diasumsikan memicu terjadinya depresidan bertujuan

memperbaiki hubungan dengan orang lain.

oleh karena itu fokusnya pada komunikasi yang lebih baik, pengujian relitas

mengembangan keterampilan sosial yang efektif, dan memenuhi persyaratan peran

sosial saat ini. Dam fokus pada kehidupan pasien saat ini bukan menggali masa lalu

pasien yang sering kali merupakan penyebab yang ditekan dari maslah ini.

Terapi Kognitif Dan Perilaku

Pada teori ini kesedihan yang mendalam dan harga diri yang hancur yang dialami

para individu yang menderita depresi disebabkan oleh skema negatif dan kesalahan

pola pikir, back dan temanya menyusun terapi yang bertujuan untuk mengubah pola

pikir maladaptif. Terapis mencoba mempersuasi orang yang depresi untuk mengubah

pendapatnya tentang berbagai peristiwa danbtentang dirinyasendir. Terapis

menginstruksikan pada pasien untuk memantau monolog pribadi dan untuk

mengidentifikasi semua pola pikir yang berkontribusi terhadap depresi. Terapis

kemudian mengajarkan pada pasien untuk memikirkan secara mendalam berbagai

keyakinan negatif yang salah untuk memahami berbahai hal tersebut mencegahnya

membuat asumsi yang lebih relistis dan positif.

Back berpendapat orang yang depresiberanggapan bahwa mereka benar-benar tidak

mampu dan tidak kompeten ketika mereka melakukan sebuah kesalahan. Beck

melibatkan komponen behavior dalam penanganan depresi seperti bangun

padatempat tidur pada pagi hari,. Dan memberikan tugas-tugas untuk melakukan

aktifitas pada pasiennya agar mereka memperoleh pengalaman keberhassilan dan

memungkinkan mereka enilai baik diri mereka sendiri. Namun titik berat secara

keseluruhan terletak pada rekonstruksi kognitif, mempersuasi pasien untuk berfikir

secara berbeda.

Page 16: Gangguan Mood

Program Penelitian Kolaboratif Penanganan Depresi Oleh NIMH

Pada tahun 1977 National Institute of mental health (NIMH) melakukan studi

mengenai terapi kognitif back. Tiga kriteria digunakan untuk memilih satu

psikoterapi untuk menjadi pembanding terapi beck. Terapi tersebut harus

dikembangkan untuk menangani depresi, cukup eksplisit dan terstandarisasi sehingga

dapat diinstruksikan kepada terapis lain. Satu terapi farmakologis, yaitu imipramin,

obat trisiklik yang digunakan secara luas sebagai terapi standar untuk depresi. Elkin

menganggapnya mendekati kondisi obat-plus-terapi-suportif, suportifdalam hal ini

menunjukan hubungan dokter pasien.

Kondisi selanjutnya adalah kelompok plasebo management untuk menilai efektivitas

imipramin. Kondisi inin digambarkan sebagai kontrol parsial atas kedua psikoterapi

karna adanya dukungan dan dorongan kuat.

Seluruh penanganan dilakukan 16 minggu. Disemua terapi para peneliti pasien

dipantau secara teliti dan para penjaga kemanan profesional dipekerjaakan

untukmeminimalkan risiko

Berbagai analisis data menunjukan variasi diantara berbagai lokasi penelitian antara

mereka yang menjalani penanganan hingga tuntas . beberpa temuan komplek

disajikan sebagai berikut:

Setelah berakhirnya penanganan dan tanpa membedakan pasien berdasarkan

parahnya depresi, tidak dapat perbedaan signifikan dalam berkurangnya

depresi atau meningkatkan keberfungsian secara menyeluruh antara terapi

kognitif dan terapi interpersonalatau salah satu dari terapi itu dan imipramin

plus management klinis. Secara umum, ketiga penanganan aktif tersebut

mencapai tingkat keberhasilan yang signifikan dan sebagian terbesar terletak

pada kelompok plasebo. Meskipun demikian paasien plasebo-plus-

management klinis juga menunjukan perbaikan signifikan.

Imipramin lebih cepat dibandingkan penanganan lain untuk mengurangi

simtom-simtom depresif selama penanganan. Namun pada akhir terapi kedua

psikoterapi dapat menyamai hasil terapi obat.

Page 17: Gangguan Mood

Dalam beberapa hal para pasien plaseboo yang tidak terlalu parah kondisinya

membaik diakhir terapi dan sama baiknya dengan orang yang tidak terlalu

depresi dalam tiga kondisi penanganan aktif

Para pasien depresi parah dalam kondisi parah dalam kondisi plasebo tidak

mengalami perbaikan kondisi sebaik para pasien dalam tiga penanganan aktif.

Terdapat bukti bahwa ipt lebih efektif dari pada Ct pada para pasien depresi

yang parah. Terutama yang patut dicatat adalah dalam hal kesembuhan .

Terdapat beberapa bukti baha beberapa penanganan tertentu menghasilkan

perubahan dalam bidang yang diharapkan

Untuk IPT dan farmakoterapi, tetapi tidak untuk CT, para pasien yang

didiagnosis mengalami gangguan kepribadian lebih mungkin mengalami

simptom depresi residual setelah terapi dibandingkan para pasien tanpa

diagnosis aksisn 2 tersebut.

Pada 18 bulan penanganan para pasien IPT menuturkan kepuasan yang lebih

besar terhadap penanganan dan pasien IPT dan CBT menuturkan efek

penenaganan yang secara signifikan jauh lebih besar pada kemampuan mereka

untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan interpersonal dan untuk

mengetahui serta memehami berbagai sumber depresi yang mereka alami

dibandingkan para pasien dan kondisi imipramin atau plasebo.

Terapi Kognitif Berbasis Pola Pikir (Mindfulness-Based Cognitive Therapy)

Terapi kognitif ini focus pada pencegahan kekambuhan setelah keberhasilan suatu

penanganan depresi (Segal dkk., 1996; Segal dkk., 2001; Teasdale dkk., 1995).

Berasumsi bahwa kerentanan kekambuhan dapat diakibatkan oleh asosiasi yang

berulang antara mood depresi dan pola pikir negative, menilai rendah diri sendiri, dan

putus asa selama berlangsungnya depresi mayor. Individu yang telah sembuh dari

depresi mayor akan mulai berfikir dengan cara yang sama dengan cara ketika mereka

benar-benar dalam kondisi depresi. Pola pikir yang diaktivasi berulang tersebut pada

akhirnya mempertahankan dan memperdalam kondisi depresi ringan.

Page 18: Gangguan Mood

Tujuan MBCT adalah mengajarkan pada individu untuk mengetahui kapan mereka

menjadi depresi dan mencoba mengadopsi apa yang disebut perspektif ‘desentral’,

memandang pikiran mereka hanya sebagai ‘peristiwa mental’ dan bukan aspek inti

diri mereka ‘saya bukanlah seperti yangn saya pikirkan’. Individu diajari untuk

mengembangkan hubungan yang tidak terikat dan desentral dengan berbagai pikiran

dan perasaan yang menyebabkan depresi. Prespektif ini diyakini dapat mencegah

mengingkatnya pola pikir negative yang secara actual dapat menyebabkan depresi.

Pelatihan Keterampilan Sosial

Cirri utama depresi adalah kurangnya pengalaman yang memuaskan dengan orang

lain, berbagai penanganan behavioral difokuskan untuk membantu pasien

memperbaiki interaksi sosial. Penanganan berbasis pelatihan keterampilan sosial

efektif untuk menyembuhkan depresi.

Terapi Aktivasi Behavioral

Ketidakaktifan, penarikan diri, dan kelemasan fisik merupakan perilaku yang umum

terlihat pada individu yang mengalami depresi sehingga dipandang sebagai simtom

depresi. Meskipun demikian, menurut perspektif akticasi behavioral, fungsi perilaku

tersebut dalam konteks kehidupan individu menjadi penting. Sebagian besar perilaku

individu yang depresi berfungsi sebagai alat untuk menghindar ketika individu

berusaha menghadapi lingkungan yang berciri rendahnya jumlah penguatan positif

atau tingginya jumlah situasi yang menyakitkan. Aktivasi behavioral berusaha

membuat pasien menjalankan perilaku dan aktivitas yang secara positif akan

menguatkan dan akan membantu menghentikan spiral depresi.

Terapi Pasangan Dan Keluarga

Normalitas Konflik

Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam perkawinan atau dalam

berbagai hubungan jangka panjang lain. Otoritas sepakat bahwa cara pasangan

mengatasi konflik akan menentukan kualitas dan lamanya mereka hidup bersama.

Page 19: Gangguan Mood

Suatu strategi yang digunakan oleh pasangan adalah dengan menolak mengakui

adanya ketidaksetujuan dan konflik. Pola semacam itu dapat menjaga suasana damai

untuk sementara waktu, namun biasanya mengakibatkan disfungsi serius dalam

jangka panjang. Mereka dianggap sebagai pasangan sempurna oleh orang lain namun

tanpa terbukanya jalur komunikasi, mereka dapat terpisah jauh secara emosional.

Dari Terapi Individu Ke Terapi Bersama

Terapi keluarga dan terapi pasangan berfokus pada sekurang-kurangnya dua orang

dalam suatu hubungan. Transferensi digali, namun dalam terapi pasangan analisis

adalah transferensi antara kedua pasangan dan bukan antara klien dan terapis yang

biasanya menjadi focus. Tujuan menyeluruhnya adalah membantu pasangan untuk

melihat masing-masing dari mereka sebagaimana adanya dan bukan sebagai symbol

orang tua.

Dalam terapi ini, terapis berasumsi bahwa sesuatu yang terjadi dalam diri salah satu

atau kedua pasangan menyebabkan penderitaan dakam hubungan tersebut. Sang istri,

contohnya dapat menyimpan keyakinan irasional bahwa suaminya harus terus-

menerus memujanya. Mungkin ia akan beraksi berlebihan ketika dalam suatu

pertemuan sosial sang suami memisahkan diri dan menikmati waktunya sendiri,

bercakap-cakap dengan banyak laki-laki dan perempuan lain.

Pendekatan Dalam Terapi Pasangan Dan Keluarga

Tradisi Mental Research Institute

MRI menargetkan intervensi untuk pola komunikasi yang salah hubungan yang

dipenuhi konflik, infleksibilitas. Kepada para anggota keluarga ditunjukkan

bagaimana perilaku mereka memengaruhi hubungan mereka dengan orang lain.

Sejumlah kecil terapis keluarga yang menggunakan pendekatan MRI melibatkan

riwayat masa lalu. Berfokus pada bagaimana masalah masa kini dipertahankan dan

bagaimana cara mengubahnya.

Pendekatan Kognitif-Behavioral

Pasangan yang bermasalah tidak bereaksi satu sama lain secara sangat positif, dan

antagonism tersebut biasanya dapat langsung terlihat dalam sesi pertama. Salah satu

strategi yang diberikan adalah “hari-hari kasih sayang” yang dikemukakan oleh

Page 20: Gangguan Mood

sichard stuart (1976) yang menggunakan strategi operant untuk konflik pasangan.

Sang suami, contohnya, dibujuk agar agar setuju untuk mengabdikan dirinya

melakukan hal-hal yang menyenangkan istrinya sepanjang hari pada satu hari

tertentu, tanpa mengharapkan balasan apapun dari sang istri. Kesepakatannya adalah

sang istri akan melakukan hal yang sama untuknya keesokan harinya. Jika berhasil,

strategi ini dapat mencapai dua tujuan penting, yang pertama: menghancurkan

lingkaran jarak, kecurigaan dan control yang tidak menyenangkan antara satu sama

lain, kedua: menunjukkan kepada mereka bahwa melakukan hal-hal yang

menyenangkan bagi pasangan mereka dapat memberikan pengaruh positif kepada

masing-masing.

Para terapis pasangan behavioral umumnya menggunakan teori pertukaran interaksi.

Orang akan menghargai orang lain bila mereka menerima sekurang-kurangnya sama

dengan yang mereka berikan pada orang lain. Dengan demikian, terapi pasangan

behavioral berkonsentrasi pada peningkatan pertukaran postif dengan harapan tidak

hanya meningkatkan kepuasan jangka pendek, namun juga meletakkan dasar bagi

kepercayaan dan perasaan positif dalam jangka panjang, kualitas yang merupakan

karakteristik hubungan yang tidak bermasalah.

Terapi Pasangan Behavioral Integrative

IBCT menggunakan prinsip-prinsip penguatan serta hubungan behavioral dan

berbagai strategi pelatihan komunikasi, juga memasukkan teori penerimaan dan

menggunakan serangkaian prosedur yang dirancang untuk mendorong penerimaan

pada pasangan. Memfokuskan pada berbagai variable yang hanya tampak pada

permukaan dan bukan pada upaya untuk mengungkap berbagai variable pengendali

yang penting.

Terapi Berfokus Emosional

Menitikberatkan pada perasaan yang bersifat humanistic menunjukkan kepada kita

hal itu lebih penting. Mengintegrasikan berbagai komponen dalam teori kelekatan,

yang digunakan untuk mengonseptualisasi hubungan romantic pada masa dewasa dan

yang memfokuskan pada kebutuhan adaptif dalam diri terhadap perlindungan,

keamanan, dan keterkaitan dengan orang yang signifikan. Masalah dalam hubungan

Page 21: Gangguan Mood

timbul bila kebutuhan terhadap kelekatan tidak terpenuhi dan hubungan tersebut tidak

memberikan rasa aman bagi salah satu atau kedua pasangan.

Ciri Umum Terapi Pasangan

Dalam terapi pasangan, semua pasangan dilatih untuk mendengarkan pasangannya

dengan empati dan untuk menyatakan dengan jelas kepada pasangannya agar

mengatakan apa yang dipahaminya dan perasaan yang ada dibalik ucapan tersebut.

Terapi pasangan dan keluarga selama bertahun-tahun telah memanfaatkan secara

kreatif peralatan rekaman video. Pasangan dapat diberi suatu masalah untuk

diselesaikan sebagai bagian dalam satu sesi terapi, seperti ke mana akan pergi

berlibur, dan dapat direkam gambarnya ketika mereka berusaha memutuskannya.

Pola komunikasi dan kesalahan komunikasi dapat langsung dibedakan dengan

menggunakan cara ini.

Suatu praktik umum dalam terapi keluarga adalah memberikan tugas-tugas rumah

yang spesifik kepada pasangan untuk melatih berbagai pola interaksi baru yang telah

mereka pelajari di dalam sesi dan memulai proses penting untuk menggeneralisasi

perubahan dari ruang konsultasi ke dalam kehidupan sehari-hari.

Isu Umum Dan Pertimbangan Khusus

Satu isu penting adalah memutuskan siapakah sebenarnya yang menjadi pasien.

Istilah pasien yang teridentifikasi sering kali digunakan bila lebih dari satu anggota

keluarga menemui seorang terapis. Kesulitan juga timbul bila salah satu pasangan

ingin mengakhiri hubungan dan yang lain ingin mempertahankannya.

Terapi keluarga menjadi semakin rumit bila terjadi penyiksaan seksual atau non-

seksual. Terapis harus mempertimbangkan pengaruhnya bagi pasangan yang

mengalami penyiksaan dan bagi anak-anak yang kemungkinan juga mengalami

penyiksaan bila harus menyelamatkan hubungan karena bila terjadi penyiksaan

terhadap pasangan maka kemungkinan besar juga terjadi penyiksaan terhadap anak-

anak.

Masalah lain adalah bagaimana menghadapi pengungkapan rahasia oleh salah satu

pasangan ketika yang lain tidak hadir. Ditangani dengan menyampaikan kepada

pasangan di awal terapi bahwa tidak satu pun dari yang diceritakan oleh salah satu

Page 22: Gangguan Mood

pasangan kepada terapis akan dirahasiakan dari yang lain.

2. Terapi Psikologi Gangguan Bipolar

Edukasi mengenai gangguan bipolar dan penanganannya dapat meningkatkan

kepatuhan terhadap pengobatan, misalnya lithium, yang membantu mengurangi naik

turunnya mood sehingga dapat menciptakan stabilitas yang lebih besar dalam

kehidupan pasien. Obat yang efektif hanya bermanfaat jika dikonsumsi sesuai dosis

yang disarankan. Masalah yang ditemui adalah mereka kurang tercerahkan mengenai

karakteristik perilaku mereka yang tidak pantas dan menghancurkan diri sendiri.

Edukasi tentang penyakit dapat mengingkatkan dukungan sosial dari keluarga dan

teman-teman dan dapat mengarahkan pada suasana yang tidak terlalu membebani

pasien secara emosional.

Memberikan edukasi pada keluarga tentang karakteristik gangguan, melakukan hal-

hal yang dapat mengurangi stress dalam keluarga, meneruskan pemberian obat untuk

mempertahankan kondisi yang telah membaik pada pasien bipolar yang sudah keluar

dari rumah sakit, cukup efektif.

Penanganan berfokus keluarga (FFT-Family-Focused Treatment) merupakan terapi

psikososial dengan waktu terbatas bagi pasien gangguan bipolar yang dirawat jalan

dan keluarganya. Mencakup edukasi kepada keluarga mengenai penyakit terkait,

meningkatkan komunikasi dalam keluarga, dan pelatihan penyelesaian masalah.

Pemberian penanganan berorientasi keluarga bersama dengan farmakoterapu

memberikan hasil yang lebih positif pada gangguan bipolar disbanding hanya

pemberian obat.

Suatu terapi penyelesaian masalah yang disebut terapi ritme interpersonal dan sosial,

yang membantu pasien agar dapat lebih baik dalam menghadapi berbagai peristiwa

hidup yang memicu stress dan episode manic, juga memperoleh beberapa dukungan

empiris. Didasari oleh model kronobiologis gangguan bipolar, individu yang

menderita gangguan ini memiliki predisposisi genetic terhadap ritme sarkadian dan

abnormalitas siklus tidur-terjaga. Peristiwa hidup yang positif maupun negative dapat

mengganggu ritme sosial pasien. Gangguan ini pada akhirnya mengganggu ritme

Page 23: Gangguan Mood

sirkadian dan siklus tidur-terjaga dan memicu timbulnya simtom-simtom bipolar.

Terapi ini diberikan bersama dengan obat-obatan dan menggabungkan prinsip dasar

psikoterapi interpersonal dan teknik behavioral. Tujuannya membantu pasien

mengatur rutinitas hariannya, menyelesaikan masalah interpersonal, dan patuh

terhadappengobatan medis sesuai resep. Pasien diajari memahami bahwa episode

manic menganggu hubungan pasien dengan orang lain, bagaimana menghadapi

tantangan hidup sehari-hari tandapa membuat mood tenggelam dalam keputusasaan

dan depresif. Pemikiran perilaku berbasis kenyataan diajarkan dan didorong,

termasuk penerimaan atas kenyataan bahwa pasien mengalami gangguan kronis yang

mungkin akan dialami sepanjang hidupnya dan yang memerlukan pengobatan yang

tepat serta focus untuk merubah perilaku dan pemikirannya.

3. Terapi Biologis Gangguan Mood

Dua jenis terapi yang paling umum adalah terapi kejut elektrikonvulsif dan obat-

obatan

Terapi Elektrokonvulsif

Electroconvulsive therapy (ECT) diciptakan oleh Cerletti dan Bini. Cerletti

mengunjungi sebuah rumah jagal dimana ia melihat kejang-kejang dan kondisi tidak

sadar terjadi pada hewan karena kejutan listrik yang diberikan di kepala. Ia kemudian

menemukan bahwa dengan memberikan kejutan listrik pada sisi kepala manusia,

kejang epileptic dapat terjadi sepenuhnya. Kemudian dikembangkan pada pasien

skizofrenia.

Decade selanjutnya, ECT juga diberikan kepada pasien depresi parah. ECT mencakup

penciptaan kejang dan ketidaksadaran sementara untuk suatu tujuan dengan

mengaliran arus listrik sebesar 70 dan 130 volts ke dalam otak pasien. Elektroda pada

awalnya dilekatkan dikedua sisi kening sehingga memungkinkan arus listrik

memasuki dua belahan otak, disebut dengan ECT bilateral. Sedangkan ECT

unilateral, arus listrik hanya memasuki belahan sereberal yang tidak dominan

(kanan). Pada masa lalu pasien biasanya tetap sadar, hingga menciptakan goncangan

tubuh yang mengerikan, bahkan menyebabkan keretakan tulang. Dewasa ini, pasien

Page 24: Gangguan Mood

diberi anestasi singkat dan diinjeksi dengan suatu pelemas otot yang kuat sebelum

arus listrik dialirkan. Kejang konvulsif pada otot tubuh hamper tidak dapat dilihat

oleh para pengamat, dan pasien kembali sadar beberapa menit kemudian tanpa dapat

mengingat apapun tentang penanganan tersebut. Mekanisme cara kerja ECT tidak

diketahui, naum ECT secara umum mengurangi aktivitas metabolic dan sirkulasi

darah ke otak dan sekaligus dapat mengahmbat beberapa aktivitas otak yang tidak

normal.

ECT unilateral ke belahan otak kanan secara klinis sama efektifnya dengan ECT

bilateral dan menimbulkan efek samping kognitif yang lebih sedikit. Studi

pemantauan jangka panjang terhadap para pasien yang ditangani dengan ECT pada

masa remaja menunjukkan tidak adanya kerusakan memori yang berlangsung

lama.efek samping kognitif ECT dapat diminimalkan bila hormone tiroid digunakan

sebagai bagian dari penanganan. Para ahli klinis memilih menggunakan ECT bila

depresi tidak juga berkurang dan setelah mencoba berbagai penanganan yang kurang

drastic ternyata tidak memadai. Orang yang mengambil keputusan harus menyadari

berbagai konsekuensi yang timbul jika tidak memberikan penanganan sama sekali.

Terapi Obat

Tiga kategori utama obat antidepresan:

1. Trisiklik, seperti imipramin (Tofranil) dan amitriptilin (Elavil)

2. Penghambat pengembalian serotonin selektif (SSRI), seperti fluoksetin

(Prozac) dan sertralin (Zoloft)

3. Penghambat monoamine oksidase (MAO), seperti tranilsipromin (Parnate)

Obat dinyatakan efektif dengan tingkat perbaikan antara 50 hingga 70 pada pasien

yang menjalani terapi hingga selesai. SSRI memiliki kelebihan karena memberikan

efek samping yang lebih sedikit, sedangkan MAO sejauh ini memiliki efek samping

yang paling serius sehingga paling jarang digunakan.

Meskipun berbagai macam antidepresan mempercepat kesembuhan pasien dari suatu

periode depresi, kekambuhan masih umum terjadi setelah pemberian obat-obatan

tersebut dihentikan. Mengonsumsi imipramin terus menerus setelah sembuh

Page 25: Gangguan Mood

bermanfaat untuk mencegah kekambuha bila dosis sama tingginya dengan dosis

efektif selama penanganan.

Beberapa studi menunjukkan bahwa obat-obat antidepresan harus selalu diberikan

hanya kepada para pasien depresi parah. Meskipun demikian, terapi kognitif atau

interpersonal sama efektifnya dengan manfaat tambahan yaitu tidak adanya efek

samping seperti pada obat-obatan dan tidak terjadi kekambuhan bila pemberian obat

dihentikan.

Obat-Obatan Untuk Menangani Gangguan Mood

Kategori Nama Generik Nama

Dagang

Efek Samping

Antidepresan

trisiklik

Imipramin

Amitriptilin

Tofranil Elavil Serangan jantung, stroke,

hipotensi, penglihatan kabur,

kecemasan, kelelahan, mulut

kering, susah buang air besar,

gangguan pencernaan,

kegagalan ereksi, menambah

berat badan.

Penghambat

MAO

Tranilsipromin Parnate Kemungkinan hipertensi fatal,

mulut kering, pusing, mual, sakit

kepala

Penghambat

pengembalian

serotonin

selektif

Fluoksetin Prozac Kegugupan, fatik, keluhan

pencernaan, pusing, sakit

kepala, insomnia

Lithium Lithium Lithium Tremor, gangguan pencernaan,

berkurangnya koordinasi,

pusing, aritmia kardiak,

penglihatan kabur, fatik

Page 26: Gangguan Mood

kematian

Terapi Obat Untuk Gangguan Bipolar

Orang yang menderita gangguan bipolar dengan mood yang berubah-ubah seringkai

ditangani dengan pemberian elemen lithium. Lithium efektif untuk pasien bipolar

ketika mereka berada dalam kondisi depresi maupun manic, dan jauh lebih efektif

untuk pasien bipolar daripada untuk pasien unipolar.

Karena efek lithium timbul secara bertahap, terapi umumnya diawali dengan lithium

dan suatu obat antipsikotik, misalnya Haldol, yang memiliki efek penenang langsung.

Efek samping yang ditimbulkan akibat pemberian lithium sangat fatal, sehingga

lithium harus diresepkan dengan sangat hati-hati. Pasien harus menjalani tes darah

secara rutin untuk memastikan bahwa kadar lithium dalam darah tidak terlalu tinggi.

Terlalu tinggi akan menyebakan keracunan lithium. Gejala keracunan mulai dari

ringan, seperti tremor, mual, penglihatan kabur, vertigo, dan kebingungan, hingga

yang cukup berat seperti disritmia kardiak, kejang, koma, bahkan kematian.

Meskipun memiliki manfaat besar untuk menghilangkan episode manic dan

mencegah terjadinya episode pada masa mendatang jika diminum secara teratur,

penghentian lithium sebetulnya dapat meningkatkan resiko seseorang untuk

mengalami kekambuhan. Meskipun lithium merupakan penanganan terpilih untuk

gangguan bipolar, aspek-aspek psikologis gangguan juga perlu dipertimbangkan.

E.Depresi Pada Masa Kanak-Kanak Dan Remaja

1. Simtom Dan Pravalensi Depresi Masa Kanak-Kanak Dan Remaja

Anak-anak dan remaja berusia 7 hingga 17 tahun memiliki kesamaan dengan orang

dewasa dalam mood depresi, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangna, datik,

masalah konsentrasi, dan pemikiran untuk bunuh diri. Simtom yang berbeda adalah

tingkat percobaan bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih tinggi pada anak-anak dan

remaja, sedangkan pada orang dewasa lebih sering bangun lebih awal di pagi hari,

kehilangan nafsu makab, penurunan berat badan, dan depresi dini hari.

Page 27: Gangguan Mood

Depresi pada anak-anak terjadi berulang. Anak-anak dan remaa yang menderita

depresi mayor memiliki kemungkinan untuk tetap menunjukkan simtom-simtom

depresif yang dignifikan ketika diukur empat hingga delapan tahun kemudian.

Kadang-kadang depresi, sering disebut depresi terselubung, diseimpulkan dari

perilaku seperti tindakan agresif atau berbuat kenakalan yang pada orang dewasa

tidak akan dianggap sebagai cermin depresi yang ada dibaliknya.

Depresi terjadi pada kurang dari 1 persen anak-anak usia prasekolah dan pada 2

hingga 3 persen anak-anak usia sekolah. Pada remaja, angka kejadian depresi sama

tingginya dengan pada orang dewasa khususnya pada remaja perempuan yang

hamper 2:1 dibandingkan dengan remaja laki-laki. Suatu masalah yang merumitkan

diagnosis depresi pada anak-anak adalah tingginya komorbiditas dengan gangguan

lain. Sebanyak 70 persen dari anak-anak yang menderita depresi juga mengalami

gangguan anxietas yang signifikan. Depresi juga umum terjadi pada anak-anak yang

mengalami gangguan tingkah laku dan gangguan pemusatan perhatian. Anak-anak

yang menderita depresi sekaligus gangguan lain diketahui mengalami depresi yang

lebih parah dan lebih lama mencapai kesembuhan.

2. Etiologi Depresi Pada Masa Kanak-Kanak Dan Remaja

Apa yang menyebabkan anak0anak dan remaja menjadi depresi?genetik memegang

suatu peranan. Hanya saja pengaruh genetic tidak segera tampak. Memiliki ibu yang

mengalami depresi meningkatkan kemungkinan untuk mengalami depresi semasa

masih anak-anak atau setelah remaja, namun lebih sedikit yang diketahui mengenai

pengaruh dari sisi ayah dan penyebab keterkaitan tersebut. Depresi yang dialami

salah satu pasangan atau keduanya seringkali berhubungan dengan konflik

perkawinan, dengan demikian kita dapat memperkirakan bahwa depresi akan

menimbulkan efek negative bagi anak-anak.

Anak-anak yang mengalami depresi dan orang tua mereka saling berinteraksi secara

negative, contohnya menunjukkan kurangnya kehangatan dan lebih hostiliras satu

sama lain disbanding antara anak-anak yang tidak mengalami depresi dan orang tua

mereka. anak-anak dan remaja yang mengalami depresi mayor juga memiliki

Page 28: Gangguan Mood

keterampilan sosial rendah dan hubungan yang tidak baik dengan saudara-saudara

kandung serta teman-teman mereka. anak-anak dan remaja yang mengalami depresi

memiliki kontak yang lebih sedikit dan kurang memuaskan dengan teman-teman

sebaya yang seringkali menolak mereka karena tidak menyenangkan bila bersama

mereka. Interaksi negative tersebut pada akhirnya memperburuk citra diri dan rasa

bermakna negative yag telah ada pada diri anak-anak dan remaja tersebut.

Penelitian kognitif terhadap anak-anak yang mengalami depresi mengindikasikan

bahwa carra pandang mereka (skemata) leih negative disbanding cara pandang anak-

anak yang tidak mengalami depresi dan mirip dengan cara pandang orang-orang

dewasa yang mengalami depresi. Pengalaman di lingkungan rumah, terutama cara

pandang orang tua menghadapi anak-anaknya menimbulkan kognisi dan pemikiran

yang dapat memicu depresi.

3. Penanganan depresi masa kanak-kanak dan remaja

Penelitian mengenai keamanan dan efektivitas farmakoterapi untuk depresi pada

masa kanak-kanan dan remaja jauh tertingga disbanding penelitian untuk orang

dewasa. Secara umum, bukti menunjukkan bahwa penghambat pengembalian

serotonin selektif lebih baik dibandingkan antidepresan trisiklik. Meskipun demikian,

berbagai studi lain menunjukkan bahwa obat-obatan anidepresan tidak lebih baik

daripada placebo pada anak-anak dan remaja.

Terapi interpersonal telah dimodifikasi untuk digunakan bagi para remaja yang

mengalami depresi, dengan memfokuskan pada berbagai isu yang penting bagi

remaja, seperti tekanan dari teman-teman sebaya, stress yang menyertai transisi dari

masa kanak-kanak ke remaja, dan konflik antara ketergantungan pada orang tua, dan

keinginan untuk mandiri. Berbagai intervensi kognitif-behavioral yang diberikan di

sekolah ternyata efektif dan dikaitkan dengan berkurangnya simtom secara lebih

cepat dibanding terapi keluarga dan suportif. Meskipun demikian, suatu studi

mengindikasikan bahwa hasil positif tidak bertahan selama pemantauan

pascapenanganan.

Suatu intervensi kelompok kognitif-behavioral yang mencakup instruksi dalam

Page 29: Gangguan Mood

melakukan coping terhadap depresi diketahui efektif bagi remaja yang mengalami

depresi, terutama bila orang tua terlibat dalam penanganan. Pelatihan keterampilan

sosial dapat diharapkan membantu anak-anak dan remaja yang mengalami depresi

dengan mengajarkan cara behavioral dan verbal agar dapt terlibat dalam lingkungan

yang menyenangkan dan menguatkan, seperti menambah teman dan bergaul bersaa

teman-teman sebaya. Berbagai penanganan yang mencakup pelatihan keterampilan

sosial, penyelesaian masalah, dan teknik-teknik kognitif seperti yang digunakan pada

orang dewasa terbukti efektif.

Penanganan bagi anak-anak dan remaja yang mengalami depresi dapat memberikan

hasil terbaik dengan melibatkan si anak atau remaja terkait serta keluarga dan

sekolah. Terapi harus memfokuskan pada orang tua yang mengalami depresi selain si

anak itu sendiri. Orang tua yang mengalami depresi kemungkinan mengomunikasikan

kepada anak-anak mereka pandangan yang pesimistis terhadap diri sendiri dan dunia,

dan anak-anak sangat dipengaruhi oleh pemikiran orang tuanya. Pentingnya

mengajarkan kepada anak-anak dan remaja berbagai cara untuk menghadapi stress

interpersonal dengan perilaku terbuka yang lebih efektif.

F. Bunuh DiriBunuh diri dibahas pada bab ini karena banyak orang yang mengalami depresi dan

orang-orang yang menderita gangguan bipolar memiliki pikiran untuk bunuh diri dan

terkadang benar-benar mencoba untuk menghilangkan nyawa mereka sendiri.

Diyakini bahwa lebih dari separuh orang-orang yang mencoba bunuh diri mengalami

depresi dan putus asa pada saat mereka melakukan tindakan tersebut, dan

diperkirakan sebanyak 15 persen orang-orang yang didiagnosis menderita depresi

mayor akhirnya bunuh diri. Meskipun demikian, sejumlah besar orang yang tidak

menderita depresi juga melakukan upaya bunuh diri, beberapa di antara berhasil –

terutama orang-orang yang mengalami gangguan kepribadian ambang. Sebanyak 13

persen penderita skizofrenia melakukan tindakan bunuh diri. Fokus pembahasan ini

adalah mengenai berbagai isu dan faktor dalam bunuh diri terlepas dari berbagai

diagnosis tertentu.

Page 30: Gangguan Mood

1. Fakta-fakta tentang Bunuh Diri

Berdasarkan statistik, setiap dua puluh menit seseorang melakukan tindakan bunuh

diri di Amerika Serikat. Angka tersebut, dikalkulasi menjadi sekitar 31.000 tindakan

bunuh diri dalam setahun, kemungkinan merupakan perkiraan kasar di bawah angka

sebenarnya. Angka bunuh diri secara keseluruhan di Amerika Serikat adalah sekitar

12 per 100.000 penduduk. Rasio upaya bunu diri terhadap keberhasilan bunuh diri di

Amerika Serikat dapat mencapai hingga 200 berbanding 1, yang berarti terjadi upaya

bunuh diri sebanyak 6 juta kali per tahun.

Perbedaan antara upaya bunuh diri dengan berhasil bunuh diri mendapati

perbandingannya sebagai berikut :

(buat tabel)

2. Perspektif Bunuh Diri

Motif dalam melakukan tindakan bunuh diri sangat bermacam-macam, seperti yang

dikemukakan oleh Mintz: agresi yang dibalikkan ke diri sendiri; pembalasan yang

dilakukan dengan cara menimbulkan perasaan bersalah pada orang lain; upaya untuk

memaksa cinta dari orang lain; upaya untuk melakukan perubahan atas kesalahan

yang dilihat dari masa lalu; upaya untuk menyingkirkan perasaan yang tidak dapat

diterima, seperti ketertarikan seksual pada lawan jenis; keingin untuk reinkarnasi;

keinginan untuk bertemu dengan orang yang dicintai yang telah meninggal; dan

keinginan atau kebutuhan untuk melarikan diri dari stres, kehancuran, rasa sakit, atau

kekosongan emosional.

Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari penelitian dalam bidang psikologi sosial

dan kepribadian menyatakan bahwa beberpa tindakan bunh diri dilakukan karena

keinginan kuat untuk lari dari kesadaran diri yang menyakitkan, yaitu, kesadaran

yang menyakitkan atas orang yang bersangkutan pada dirinya.

Beralih ke beberapa perspektif lain, ada beberapa aspek yang dapat memberikan titik

terang terhadap fenomena ini:

Teori Psikoanalisa Freud

Page 31: Gangguan Mood

Pada dasarnya, Freud menganggap bunuh diri sebagai pembunuhan, sebuah perluasan

teorinya mengenai depresi. Ketika seseorang kehilangan orang yang dicintai

sekaligus dibencinya, dan meleburkan orang tersebut dengan dirinya, agresi

diarahkan ke dalam. Jika perasaan ini cukup kuat, orang yang bersangkutan akan

bunuh diri.

Teori sosiologis Durkheim

Penihilan diri sendiri dapat dipahami secara sosiologis. Dan membedakannya menjadi

3 jenis bunuh diri:

1. bunuh diri egoistik. Dilakukan oleh orang yang memiliki sedikit keterikatan

dengan keluarga, masyarakat, atau komunitas.

2. bunuh diri altruistik. Dianggap sebagai respons terhadp berbagai tuntunan sosial.

Beberapa orang yang bunuh diri merasa sangat menjadi bagian suatu kelompok dan

mengorbankan diri untuk melakukan hal yang dianggapnya akan menjadi kebaikan

bagi masyarakat.

3. bunuh diri anomik. Dipicu oleh perubahan mendadak dalam hubungan seseorang

dengan masyarakat. Terbagi menjadi dua gambaran, pertama karena disebabkan oleh

ketidakseimbangan dan yang kedua disebabkan karena dampak dari bencana alam.

Teori Shneidman terhadap bunuh diri

Pendekatan psikologis Shneidman terhadap bunuh diri terdiri dari sepuluh karakter

bunuh diri paling umum yang tidak semuanya ditemukan dalam setiap kasus.

1. sasaran bunuh diri umumnya adalah untuk mencari solusi

2. tujuan bunuh diri umumnya adalah penghilangan kesadaran.

3. stimulus bunuh diri umumnya adalah rasa sakit psikologis yang tidak dapat

ditoleransi.

4. stressor dalam tindakan bunuh diri umumnya adalah kebutuhan psikologis yang

tidak terpenuhi.

5. emosi umum yang dialami dalam bunuh diri adalah keputusasaan-

ketidakberdayaan.

Page 32: Gangguan Mood

6. kondisi kognitif yang umum dalam bunuh diri adalah ambivalensi.

7. kondisi perseptual yang umum dalam bunuh diri merupakan keadaan terdesak.

8. tindakan yang umum dalam bunuh diri adalah agression.

9. tindakan interpersonal yang umum dalam bunuh diri adalah pengungkapan niat.

10. konsistensi umum dalam bunuh diri adalah dengan pola coping sepanjang hidup.

Neurokimia dan bunuh diri

Kadar serotonin ternyata berhubungan dengan depresi. Penelitian juga menunjukkan

adanya hubungan antara serotonin, bunuh diri, dan impulsivitas. Rendahnya kadar

metabolit utama serotonin, yaitu 5-HIAA, ditemukan pada orang-orang dalam

beberapa kategori diagnostik – depresi, skizofrenia, dan berbagai gangguan

kepribadian – yang melakukan tindakan bunuh diri.

3. Memprediksi Bunuh Diri dengan Tes Psikologi

Aaron Beck menemukan korelasi antara niat bunuh diri dengan keputusasaan. Dalam

hasilnya menyatakan bahwa keputusasaan merupakan prediktor kuat tindakan bunuh

diri bahkan lebih kuat dari depresi. Dan dengan alat ukur self-report RFL (Reason for

Living) Inventory yang disusun oleh Marsha Linehan memfokuskan pada

negativisme dan pesimisme untuk memprediksi kemungkinan tindakan bunuh diri.

Faktor lain yang diteliti sebagai acuan prediktor penyebab tindakan bunuh diri adalah

kepuasan hidup. Orang-orang yang menunjukkan kadar ketidakpuasan yang relatif

tinggi terhadap kehidupan mereka pada awal studi secara signifikan lebih mungkin

untuk mencoba atau melakukan bunuh diri bertahun-tahun kemudian.

Sejumlah penelitian lain memfokuskan pada karakteristi kognitif orang-orang yang

mencoba bunuh diri. Telah dikatakan bahwa orang-orang yang berfikir untuk bunuh

diri memiliki pemikiran yang kurang fleksibel. Penelitian menegaskan hipotesis

bahwa bahwa orang-orang yang mencoba bunuh diri lebih kaku dibanding yang lain,

dan hal ini mendukung berbagai observasi klinis yang dilakukan Shneidman dan yang

lain bahwa orang-orang yang mencoba bunuh diri tampahnya tidak dapat mampu

memikirkan berbagai alternatif solusi terhadap berbagai masalah sehingga dapat

Page 33: Gangguan Mood

cenderung memutuskan bunuh diri sebagai satu-satunya jalan keluar.

4. Mencegah tindakan Bunuh Diri

Menangani gangguan mental yang mendasari

Salah satu cara untuk melakukan pencegahan tindakan bunuh diri adalah dengan

mengecamkan dalam pikiran bahwa sebagian besar orang yang mencoba bunuh diri

menderita gangguan mental yang dapat ditangani, seperti depresi, skizofrenia,

penyalahgunaan zat, atau gangguan kepribadian ambang. Dengan demikian, bila

seseorang yang menggunakan pendekatan kognitif Beck berhasil mengurangi depresi

yang dialami pasien, resiko bunuh diri pada pasien dapat berkurang.

Menangani kemungkinan bunuh diri secara langsung

Salah satu jenis pendekatan yang paling terkenal adalah yang dikembangakan oleh

Edwin Shneidman. Ia mengembangkan strategi umum dalam pencegahannya bunuh

diri yang mencakup 3 hal:

1. mengurangi penderitaan dan rasa sakit psikologis yang mendalam

2. membuka pandangan, yaitu memperluas pandangan yang terbatas dengan

membantu individu melihat berbagai pilihan selain pilihan ekstrem dengan

membiarkannya penderitaan dan ketiadaan terus berlangsung.

3. mendorong orang yang bersangkutan untuk mundur meskipun hanya selangkah

dari tindakan yang menghancurkan diri sendiri.

Berdasarkan dari penelitiaan baru ini yang terkendali, Rudd, Joiner, dan Rajab

mengajukan beberapa hal dalam pencegahan bunuh diri sebagai berikut:

1. penyelesaian masalah, biasanya dalam kerangka kognitif behavioral yang juga

mencakup pelatihan asersi dan panduan lain dalam ketrampilan sosial.

2. panduan dalam mengendalikan emosi, terutama kemarahan, serta mentoleransi

penderitaan.

3. menciptakan hubungan terapeutik yang kuat dan empatik, membangun

Page 34: Gangguan Mood

kepercayaan dan harapan meskipun bila hal itu berarti mendorong orang yang berfikir

untuk bunuh diri menjadi sangat tergantung kepada terapis selama kurun waktu

tertentu.

Pusat pencegahan bunuh diri

Berbagai fasilitas semacam itu di masyarakat bernilai potensial karena orang-orang

berupaya bunuh diri biasanya memberikan tanda-tanda – tangisan minta tolong –

sebelum melakukan bunuh diri. Ambivalensi antara hidup atau mati merupakan ciri

khas kondisi ingin bunuh diri. Biasanya permintaan tolong pertama kali ditujukan

kepada keluarga dan teman-teman namun banyak orang yang berfikir untuk bunuh

diri terisolasi dari sumber-sumber dukungan emosional tersebut. Suatu pelayanan

melalui telepon dapat menyelamatkan nyawa orang-orang semacam itu.

5. Isu Klinis dan etis dalam Mengatasi Bunuh Diri

Bunuh diri dengan bantuan dokter

Bunuh diri dengan bantuan dokter selama beberapa tahun telah menjadi isu yang

sangat emosional. Isu ini mengemuka pada awal tahun 1990-an ketika seorang dokter

asal Michigan, Jack Koverkian, membantu perempuan asal Oregon berusia 54 tahun

yang menderita penyakit Alzheimer tahap awal, suatu penyakit otak degeneratif dan

fatal, melakukan tindakan bunuh diri.

6. Komentar penutup

Kasus seperti diatas tidaklah biasa. Sebagian besar para petugas kesehatan mental

berusaha mencegah tindakan bunuh diri, dan dalam konteks tersebut mereka tidak

perlu ragu-ragu untuk secara langsung menggali apakah seorang klien berfikir untuk

bunuh diri. Di atas segalanya, ahli klinis yang menangani orang yang berfikir untuk

bunuh diri harus siap untuk memberikan energi dan waktu yang lebih banyak dari

biasanya bahkan lebih dari pasien psikotik. Telepon di tengah malam dan kunjungan

ke rumah pasien dapat sering terjadi. Terapis harus menyadari bahwa ia mungkin

menjadi satu-satunya figur penting dalam hidup orang tersebut dan harus siap untuk

Page 35: Gangguan Mood

menghadapi ketergantungan ektrem dari pasien dan hostilitas serta kearahan yang

terkadang dihadapi dalam upaya memberikan pertolongan berisi panduan umum

untuk manghadapi pasien yang berfikir untuk bunuh diri.

KATA PENGANTAR

Page 36: Gangguan Mood

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah

Psikologi Abnormal.

Tugas ini menjelaskan mengenai Abnormalitas psikologi seseorang yang

mengalami gangguan mood.

Tidak pernah ada ciptaan manusia yang sempurna, sebab yang sempurna

hanya ciptaan Allah. Penulis menyadari dalam makalah ini banyak sekali

kekurangannya. Oleh karena itu penulis harapkan kritik dan saran dari berbagai

pihak. Penulis juga berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat

menambah pengetahuan kita tentang penderita yang mengalami gangguan mood.

Padang, Februari 2015

Penulis

PSIKOLOGI ABNORMAL

Page 37: Gangguan Mood

GANGGUAN MOOD DAN BUNUH DIRI

OLEH :

LULY FEBRILINDA (1210351002)

DIAN TRISNAWATI (1210352012)

NOVERANITA AMELIA (1210352013)

DERY KURNIAWAN (1210352014)

OCKY DAJZAN SURYANI (1210353010)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2015