68
BAB 1 PENDAHULUAN Sistem hemostasis merupakan mekanisme tubuh dalam mengontrol respon terhadap perdarahan atau terjadinya trombosis yang berlebihan sehingga proses trombogenesis dan proses fibrinolisis dalam keadaan seimbang. Proses hemostasis pada keadaan normal membantu menghentikan perdarahan dan bila berlebihan akan menimbulkan oklusi trombotik dan infark sistemik. Trombosis terjadi bila ada ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme proteksi. Yang termasuk dalam faktor-faktor trombogenik adalah kerusakan dinding pembuluh darah, rangsangan agregasi trombosit, aktivasi koagulasi darah dan stasis, sedangkan keadaan-keadaan yang berpengaruh dalam mekanisme proteksi adalah endotel yang utuh, inhibitor protease dari sistem koagulasi, inaktivasi koagulasi oleh hati dan sistem fibrinolitik. 1

Gangguan Hemostasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gangguan Hemostasis(Idiopathic Thrombositopenic Purpura, Haemophilia, von Willebrand Disease)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem hemostasis merupakan mekanisme tubuh dalam mengontrol respon terhadap perdarahan

atau terjadinya trombosis yang berlebihan sehingga proses trombogenesis dan proses fibrinolisis

dalam keadaan seimbang. Proses hemostasis pada keadaan normal membantu menghentikan

perdarahan dan bila berlebihan akan menimbulkan oklusi trombotik dan infark sistemik.

Trombosis terjadi bila ada ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme

proteksi.

Yang termasuk dalam faktor-faktor trombogenik adalah kerusakan dinding pembuluh darah,

rangsangan agregasi trombosit, aktivasi koagulasi darah dan stasis, sedangkan keadaan-keadaan

yang berpengaruh dalam mekanisme proteksi adalah endotel yang utuh, inhibitor protease dari

sistem koagulasi, inaktivasi koagulasi oleh hati dan sistem fibrinolitik.

1

BAB 2

DATA PELAKSANAAN TUTORIAL

I. JUDUL BLOK

Hematologi, Limpopoitik dan Immunologi

II. JUDUL SKENARIO

Gangguan Hemostasis

III. NAMA TUTOR

dr. Yolanda

IV. DATA PELAKSANAAN TUTORIAL

Tutorial 1

Hari/tanggal : Senin, 17 Maret 2014

Waktu : 07.30 – 09.00 wib

Tempat : Ruang tutorial SGD 8

Tutorial 2

Hari/tanggal : Kamis, 20 Maret 2014

Waktu : 07.30 – 09.00 wib

Tempat : Ruang tutorial SGD 8

Pleno

Hari/tanggal : Sabtu, 22 Maret 2014

Waktu : 10.20 – 12.00 wib

Tempat : Ruang Kuliah

2

BAB 3

SKENARIO

Seorang laki-laki 15 tahun datang berobat ke RS. Dari anamnesa ditemukan epistaksis (+),

skorbut (+). Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai leukosit 10.000/mm3, Hb : 11 gr%,

trombosit 100.000/mm3. Protombin Time 18 detik, Activated Partial Tromboplastin Time 45

detik. Apakah yang terjadi dan bagaimana pengobatannya?

3

BAB 4

PEMBAHASAN SKENARIO

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Epistaksis

Perdarahan pada mukosa nasal atau mimisan.

2. Skorbut

Penyakit yang disebabkan kekurangan vitamin C atau sariawan.

3. Protombin Time

Masa pembekuan darah.

4. Activated Partial Tromboplastin Time

Masa aktivasi tromboplastin dalam darah.

II. MENETAPKAN MASALAH

1. Seorang laki-laki datang berobat ke RS, dengan hasil anamnesa ditemukan:

- Epistaksis (+)

- Skorbut (+)

Pemeriksaan fisik dijumpai:

- Petechiae

- Ekimosis

2. Pada pemeriksaan laboratorium, dijumpai:

- Leukosit 10.000/mm3

- Hb : 11 gr%

- Trombosit 100.000/mm3

- Protombin Time 18 detik

- Activated Partial Tromboplastin Time 45 detik

4

III. ANALISIS MASALAH

1. Epistaksis : disebabkan karena infeksi dan trauma.

Skorbut : kekurangan vitamin C.

Petechiae dan ekimosis : karena gangguan pembuluh darah akibat menurunnya

leukosit dan trombosit.

2. Trombosit menurun (normal (150.000 – 450.000/mm3)

Leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)

Hb normal (11 gr% untuk anak)

PT : memanjang (normal 12-15 detik)

APTT : memanjang (normal 30-40 detik)

IV. KESIMPULAN SEMENTARA

Seorang laki-laki 15 tahun mengalami gangguan hemostasis.

V. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mekanisme Hemostasis dan Faktor Koagulasi

2. Penyakit-penyakit pada Gangguan Hemostasis

3. Defenisi Gangguan Hemostasis

4. Etiologi Gangguan Hemostasis

5. Epidemiologi Gangguan Hemostasis

6. Patofisiologi Gangguan Hemostasis

7. Gejala Klinis Gangguan Hemostasis

8. Diagnosa dan Diagnosa Banding Gangguan Hemostasis

9. Penatalaksanaan Gangguan Hemostasis

10. Pencegahan Gangguan Hemostasis

11. Komplikasi Gangguan Hemostasis

12. Prognosis Gangguan Hemostasis

5

BAB 5

TINJAUAN TEORI

1. Komponen Penting Dalam System Hemostasis

Sistem Hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen hemostasis yang

sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah dan jaring-jaring

pembuluh darah. Agar terjadi peristiwa hemostasis yang normal, trombosit harus

mempunyai fungsi dan jumlah yang normal. Sistem protein darah sangat berperan

penting tidak hanya sebagai protein pembekuan akan tetapi sangat berperan dalam dalam

fisiologi perdarahan dan trombosis.

a. Pembuluh darah

Pembuluh darah sangat besar peranannya dalam sistem hemostasis. Dinding

pembuluh darah terdiri dari tiga lapisan morfologis: intima, media, dan adventitia.

Intima terdiri dari (1) selapis sel endotel non trombogenik yang berhubungan

langsung dengan pembuluh darah dan (2) membran elastik interna. Media dibentuk

oleh sel otot polos yang ketebalannya tergantung dari jenis arteri dan vena serta

ukuran pembuluh darah. Adventitia terdiri dari suatu membran elastik eksterna dan

jaringan penyambung yang menyokong pembuluh darah tersebut. Gangguan

pembuluh darah yang terjadi seringkali berupa terkelupasnya sel endotel yang diikuti

dengan pemaparan kolagen subendotel dan membran basalis. Gangguan ini terjadi

akibat asidosis, endotoksin sirkulasi, dan komplek antigen/antibodi sirkulasi.

Fungsi pembuluh darah meliputi permiabilitas yang apabila meningkat akan berakibat

kebocoran pembuluh darah fragilitas yang apabila meningkat menyebabkan pecahnya

pembuluh darah dan vaso konstriksi yang menyebabkan sumbatan vaskuler.

b. Trombosit

Trombosit merupakan komponen sistem hemostasis yang amat penting dan kompleks.

Trombosit adalah kuntum sel yang dihasilkan dari megakariosit. Trombosit tidak

punya inti dan disusun dari suatu zona perifer yang terdiri dari suatu glukokaliks

sebelah luar, membran plasma, dan suatu sistem kanalikuler yang terbuka. Dalam

6

zona perifer terdapat suatu zona "sol-gel" yang tersusun dari mikrotubulus,

mikrofilamen, tubulus yang padat dan trombostenin yaitu protein trombosit yang

dapat berkerut. Zona organel mengandung bahan-bahan padat, granula alfa dan

mitokondria. Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval. Diameternya 2-4

mikron. Sel megakariosit yang menghasilkan trombosit merupakan sel yang sangat

besar dalam susunan hemopoitik yang berada dalam sum-sum tuilang dan tidak

meninggalkannya untuk memasuki darah.

Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah antara 150.000-350.000 mm3.

Meskipun tidak mempunyai inti, trombosit mempunyai ciri fungsional sebagai sebuah

sel. Dalam sitoplasma terdapat molekul aktif seperti :

1) aktin dan miosin yang menyebabkan trombosit berkontraksi,

2) sisa retikulum endoplasma dan aparatus golgi yang mensintesis enzim dan

menyimpan besar ion kalsium,

3) sistem enzim yang mampu membentuk ATP dan ADP,

4) sistem enzim yang mensintesis prostaglandin,

5) suatu protein penting yaitu faktor pemantap fibrin, dan

6) faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel

endotel pembuluh darah.

Pada membran sel trombosit terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan

trombosit bisa melekat pada pembuluh darah yang luka, terutama pada sel endotel

yang rusak dan jaringan kolagen yang terbuka. Trombosit juga mengandung

fosfolipid yang dapat mengaktifkan salah satu sistem pembekuan darah yang disebut

sistem intrinsik. Pada membran trombosit terdapat enzim adenilat siklase yang bila

diaktifkan dapat menyebabkan pembentukan AMP siklik yang menggiatkan aktifitas

dalam trombosit. Jadi trombosit merupakan struktur yang sangat aktif, waktu

paruhnya 8-12 hari setelah itu mati. Trombosit kemudian diambil dari sirkulasi,

terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh

makrofag pada waktu darah melewati kisi trabekula yang tepat. (Guyton, 1997)

7

a. Protein darah

Protein darah yang terlibat dalam hemostasis meliputi protein koagulasi, protein

enzim fibrinolitik sistem kinin dan sistem komplemen serta inhibitor yang

terdapat pada sistem-sistem tersebut. Sistem protein koagulasi terpusatkan pada

tiga reaksi yaitu pada reaksi pembentukan faktor Xa, reaksi pembentukan

trombin, dan reaksi pembentukan fibrin. Protease serin adalah faktor pembekuan

yang diaktifkan pada reaksi pembentukan faktor Xa dan bagian yang aktif untuk

aktivitas enzim adalah asam amino serin. Pada ketiga reaksi kunci tersebut

memerlukan komponen-komponen seperti substrat, enzim, kofaktor,

fosfolipoprotein dan kalsium. (Sodeman, 1995)

Mekanisme Hemostasis

Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami

cidera atau pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara

yaitu : vasokonstriksi pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit,

pembekuan darah, dan pertumbuhan jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup

pembuluh yang luka secara permanen. Kerja mekanisme pembekuan in vivo ini

diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas yang normalnya mencegah mencegah terjadinya

pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah berada

dalam keadaan selalu cair.

1. Vasokonstriksi pembuluh darah

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh

darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah

dari pembuluh darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf

dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat

impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar

menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah

yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi

suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri. (Guyton, 1997)

8

2. Pembentukan sumbat trombosit

Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada

fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan

pembuluh darah yang rusak misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel

yang rusak, trombosit akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai

membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke permukaan.

Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP.

Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan

kedalam darah oleh trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan

trombosit yang berdekatan sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula aktif.

Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi trombosit

yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh. (Guyton, 1997)

3. Pembentukan bekuan darah

Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan

dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi

proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang

mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses

pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan

lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak

aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk.

Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama

yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh

darah, perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator

protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan

menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

a. Pembentukan aktivator protombin

Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan

jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya

peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik,

pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.

9

Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

1. Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka.

Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim

proteolitik.

2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein

jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim

membentuk faktor X yang teraktivasi.

3. Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang

teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan

dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator

protombin.

Gambar 1. Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan (Guyton, 1997)

10

Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan

1. Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang

terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan

kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik

yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.

2. Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang

teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini

diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.

3. Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang

teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.

4. Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama

dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk

mengaktifkan faktor X.

5. Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin.

Langkah dalam jalur intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah

terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan

faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang

disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada

fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari

jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa detik mengawali

pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses

pembekuan selanjutnya.

11

Gambar 2. Mekanisme instrinsik sebagai awal pembekuan (Guyton, 1997)

b. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.

Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah,

activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin

yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen

menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan

activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah.

Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus

menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan

oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat berpengaruh

terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding

lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang

terbentuk.

12

c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan

bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat

molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin

monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul

fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal

dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui

ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat

daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin

tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma.

Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan.

Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus

diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim

untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan

menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang

berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

13

Gambar 3. Mekanisme pembekuan darah

14

Gambar 4. Faktor-faktor pembekuan darah

2. Penyakit-penyakit Gangguan Hemostasis

a) Gangguan vaskulus

Perdarahan abnormal yang tidak disebabkan oleh kelainan trombosit dan kelainan

mekanisme pembekuan darah digolongkan kedalam perdarahan karena gangguan

vaskulus.

Faktor yang dapat menimbulkan kelemahan vaskulus umumnya dapat dibagi menjadi

1. Faktor kongenital

a. Telangiektasia hemoragika herediter (oslet-weber-rendu)

b. Hiperelastika kutis (ehler-dan los)

2. Faktor didapat (acquired)

a. Scorbut

b. Defisiensi vitamin c

15

c. Panvaskulitis

d. Purpura anafilaktoid (purpura henoch-schenlein)

e. Dan lain-lain, misalnya uremia.

b) Gangguan trombosit

Gangguan kelainan jumlah trombosit

- Purpura trombositopenik imun (PTI) ialah suatu penyakit perdarahan yang

didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, yang

ditandai dengan: trombositopenia (trombosit <100.000 mmk), purpura,

gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab

trombositpeni yang lainya.

- Purpura trombositopenia sekunder (PTS ), yang trejadi akibat pengaruh imun

yang menyebabkan umur trombosit memendek dan kelainan ini mempunyai

hubungan dengan jumlah megakariosit normal atau meningkat maupaun

megakariosit kurang sampai tidak ada dalam sumsum tulang.

- Trombositopenia neonatal, terjadi bila jumlah trombosit < 100.000/ml,

umunya ditemukan pada distress neonatal terutama pada bayi prematur yang

sakit atau menderita penyakit seperti bakteriemi dan koagulasi intravaskular

diseminata (DIC).

c) Gangguan Pembekuan darah

Gangguan pembekuan darah yang diturunkan

a. Hemofilia merupakan penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter

akibat kekurangan faktor pembekuan VIII atau IX.

Hemofilia terbagi atas :

Hemofilia A adalah penyakit perdarahan herediter yg disebabkan karena

defisiensi atau penurunan aktivasi faktor koagulasi FVIII.

Hemofilia B adalah penyakit perdarahan herediter yang disebabkan karena

defisiensi atau penurunan aktivasi faktor koagulasi FIX.

Hemofilia C adalah penyakit perdarahan herediter yang disebabkan karena

defisiensi atau penurunan aktivasi faktor koagulasi FXI.

16

b. Penyakit von willbrand

Penyakit von Willebrand (vwd) adalah kelainan yang diwariskan secara

otosomal dengan gejala perdarahan, disebabkan mutasi gen faktor von

Willebrand (vwf) sehingga terjadi defisiensi atau disfungsi vwf.

1. Gangguan Pembekuan darah yang didapat

a. Defesiensi vitamin K

Vitamin K penting untuk sintesis prokoagulan faktro II , VII, IX dan

X serta koagulan C dan S

b. Penyakit hati

c. Hati mensintesis semua faktor koagulasi dalam plasma (kecuali faktor

VIII yang juga dapat disintesis di endothel pembuluh darah).

Gangguan pembekuan timbul bila terdapat kerusakan parenkim hati

yang mengganggu sintesis faktor-faktor tersebut.

d. Disseminated intravaskular coagulation (DIC), merupakan suatu

gangguan pembekuan darah yang di dapat, berupa kelainan

trombohaemorrhagic sistemik yang hampir selalu disertai dengan

adanya penyakit primer yang mendasarinya.

Hemorrhagic Disease of the newborn merupakan penyakit perdarahan

yang terjdi pada hari-hari pertama kehidupan akibat kekurangan

vitamin K yang ditandai dengan menurunnya faktor II , VII, IX, X.

3. Defenisi Gangguan Hemostasis

Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara spontan.

Ada beberapa system yang berperan dalam hemostasis yaitu system vascular, trombosit

dan pembekuan darah.

1. System vaskuler

Peran system vascular dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi

pembuluh darah (vasokonstriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah.

17

2. System trombosit

Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostasis yaitu pembentukan stabilisasi

sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit

terjadi melalui beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregasi trombosit dan reaksi

pelepasan.

3. System pembekuan darah

Proses pembekuan darah terdiri dari rangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan

protein plasma yang disebut sebagai factor pembekuan darah, fosfolipid dan ion

kalsium. Factor pembekuan darah dinyatakan dalam angka romawi yang sesuai

dengan urutan ditemukannya.

4. Etiologi gangguan hemostasis

Hemostasis primer melibatkan pembentukan sumbat platelet yang melibatkan trombosit,

dinding pembuluh darah dan faktor von Willebrand , kelainan dapat mencakup masalah

dalam jumlah trombosit , adhesi atau agregasi

Disorders of Primary Hemostasis

von Willebrand disease

Glanzmann thrombasthenia

Bernard-Soulier syndrome

Platelet storage pool disease

Gray platelet syndrome

Wiskott-Aldrich syndrome

Hemostasis sekunder melibatkan pembentukan fibrin melalui kaskade koagulasi humoral,

termasuk kelainan kekurangan faktor pembekuan atau faktor kontak, kekurangan atau

kelainan fibrinogen atau penyakit jaringan ikat Epidemiologi gangguan hemostasis

18

Disorders of Secondary Hemostasis

Factor I (fibrinogen) abnormalities

● Afibrinogenemia

● Hypofibrinogenemia

● Dysfibrinogenemia

Factor II (prothrombin) deficiency

Factor V deficiency

Factor VII deficiency

Factor VIII deficiency (Hemophilia A)

Factor IX deficiency (Hemophilia B)

Factor X deficiency

Factor XI deficiency

Factor XIII deficiency

Combined factor deficiencies

a2-antiplasmin deficiency

a1-antitrypsin deficiency

Ehlers-Danlos syndrome

Osler-Weber-Rendu syndrome

Scurvy (vitamin C deficiency)

19

5. Epidemiologi gangguan hemostasis

1. Purpura trombositomenik imun (PTI)

PTI diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang

banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insidens penyakit simtomatik berkisar 3

sampai 8 per 100000 anak pertahun. Di bagian ilmu kesehatan anak RSU Dr soetomo

terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000, 80 – 90% anak dengan PTI menderita

episode perdarahan akut, yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan

sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada PTI akut tidak ada

perbedaan insidensi laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5

tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6 minggu

sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat trombosit dibawah

20000/mm3. PTI kronis terjadi pada anak usia >7 tahun, sering terjadi pada anak

perempuan. PTI yang recuren didefenisikan sebagai adanya episode trombositopenia

>3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan PTI.

2. Hemorrhagic disease of the newborn

Angka kejadian HDN berkisar antara 1 tiap 200 sampai 400 kelahiran pada bayi-bayi

yang tidak mendapatkan vitamin K profilaksis. Di amerika serikat, frekwensi HDN

yang dilaporkan bervariasi antara 0.25-1.7%. angka kejadian tersebut ditemukan lebih

tinggi di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin

pada bayi baru lahir.

Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% diantaranya

ditemukan komplikasi perdarahan intracranial. Angka kejadian ini juga menurut

setelah diperkenalkannya pemberian profilaksis vitamin K pada semua bayi batu

lahir. Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K

berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat turun menjadi

10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru

lahir. Data PVDK secara nasional di Indonesia belum tersedia.

3. Von Willebrand Disease (VWD)

Dokter sekarang berpendapat bahwa VWD dapat mengenai 1 diantara 100 orang.

Karena banyak orang - orang ini hanya mengalami perdarahan ringan, maka hanya

sejumlah kecil yang tahu bahwa dirinya membawa pernyakit ini. Penyakit Von

20

Willebrand dapat mengenai pria dan wanita. Namun, karena banyak wanita dengan

VWD mengalami perdarahan haid yang banyak dan perdarahan lama setelah

melahirkan, lebih banyak wanita yang mempunyai gejala dibandingkan pria. Anak -

anak juga dapat menderita VWD. Mereka dilahirkan dengan penyakit ini. Hal ini

karena vWD adalah kelainan yang diturunkan.

4. Hemophilia

Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemophilia A

sekitar 1:10.000 orang dan hemophilia B sekitar 1:250.000-300.000 orang. Belumada

data mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000

kasus dari 200 jutra penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemophilia A lebih sering

dijumpai dibandingkan hemophilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-

15% tanpa memandang ras, geografi dan keadaan social ekonomi. Mutasi gen secara

spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat

keluarga.

Bleeding disorder Prevalence Inheritance pattern

Factor I (fibrinogen) deficiency

● Afibrinogenemia

● Hypofibrinogenemia

● Dysfibrinogenemia

More than 200 cases reported

Autosomal recessive

Autosomal dominant or recessive

Autosomal dominant or recessive

21

Factor II (prothrombin) deficiency Less than 100 cases reported Autosomal recessive

Factor V deficiency Less than 1 in 1,000,000 Autosomal recessive

Factor VII deficiency 1 in 500,000 Autosomal recessive

Factor VIII deficiency 1 in 5000 male births X-linked recessive

Factor IX deficiency 1 in 30,000 male births X-linked recessive

Factor X deficiency 1 in 500,000 Autosomal recessive

Factor XI deficiency4% in Ashkenazi Jews,

otherwise rareAutosomal recessive

Factor XIII deficiency More than 200 cases reported Autosomal recessive

Combined factor deficiencies

●Factor V-Factor VIII

● Factor II, VII, IX, X

> 30 families reported

< 15 families reported

Autosomal recessive

Autosomal recessive

a2-antiplasmin deficiency > 10 families reported Autosomal recessive

a1-antitrypsin Pittsburgh deficiency Only 3 cases reported Autosomal dominant

von Willebrand Disease (VWD)

● Type I

● Type II

● Type III

1 in 100

Autosomal dominant

Autosomal dominant

Autosomal recessive

Glanzmann thrombasthenia 1 in 1,000,000 Autosomal recessive

Bernard-Soulier syndrome < 1 in 1,000,000 Autosomal recessive

Gray platelet syndrome RareAutosomal dominant, recessive or

X-linked recessive

Wiskott-Aldrich syndrome 1 in 1,000,000 X-linked recessive

6. Patofisiologi dan Gejala Klinis Gangguan Hemostasis

22

a. Von-Willebrand Disease

Sejak tahun 1980, pengetahuan molekul dan seluler telah mendefinisikan hemofilia A

dan penyakit von willebrand secara jelas. mutasi dan subtipe penyakit von willebrand.

Penyakit ini disebabkan oleh abnormalitas (secara kuantitatif dan kualitas) faktor von

Willebrand, dimana merupakan suatu glikoprotein multimerik yang berfungsi sebagai

protein pembawa faktor VIII (FVIII). Faktor von Willebrand juga diperlukan dalam

fungsi normal adesi trombosit. Dengan demikian, faktor ini berfungsi primer (adesi

trombosit) dan sekunder (melibatkan Faktor VIII) dalam proses hemostasis. Pasien

dengan penyakit von willebrand yang berat memiliki gen faktor VIII yang normal

pada kromosom X, sebagian kecil terdapat gen vWF yang abnormal pada kromosom

12. Gen vWF terlokalisasi di dekat ujung lengan pendek kromosom 12, pada 12p13.3.

gen ini memanjang sekitar 178 kb DNA dan mengandung 52 exon. Pada bagian lain,

pseudogen vWF yang belum diproses terletak pada kromosom 22q12.2. pseudogen

ini, memanjang sekitar 25 kb DNA dan berhubungan dengan 23-24 exon. Segmen

gen ini mengkode domain A1A2A3 yang mengikat tempat untuk glikoprotein Ib

(GpIb) trombosit dan kolagen, sebaik pengikatan pada tempat yang dipecah oleh

ADAMTS13. Gen vWF dan pseudogen telah dibedakan dari DNA sekuens.

Pseudogen terdapat pada sel manusia dan kera besar. Pseudogen vWF menyulitkan

deteksi mutasi gen vWF karena polymerase chain reactions (PCRs) tidak dapat

menampilkan amplifikasi segmen dari kedua lokus. Namun demikian, kesulitan ini

dapat diatasi dengan penanganan secara teliti PCR primer gen spesifik. Pseudogen

vWF bertindak sebagai reservoir mutasi sehingga dapat diperkenalkan dengan lokus.

Sebagai contoh, beberapa mutasi yang tidak tampak atau berpotensial patogen

diidentifikasi pada exon 27 dan 28 pada gen vWF pada individu dengan penyakit von

Willbrand. Mutasi penyebab penyakit ini telah diketahui melalui identifikasi gen

vWF. Dalam hal yang bertolak belakang dengan Hemofilia A, dimana re-

arrengement gen mayor tunggal dapat mengakibatkan penyakit yang berat, pada

penyakit von willebrand sering tidak terjadi recurring mutation.

Pada hemostasis primer, faktor von Willebrand menempel pada trombosit melalui

reseptor spesifik glikoprotein Ib pada permukaan trombosit dan bertindak sebagai

jembatan perekat antara trombosit dan subendotelium yang rusak. Sedangkan pada

23

hemostasis sekunder, faktor von Willebrand menjaga agar FVIII dari degradasi dan

mengantarkannya ke lokasi cedera. Faktor von Willebrand terdiri dari sub-unit

dimmer yang terhubung oleh suatu bentuk ikatan disulfide dari kompleks multimers.

Fungsi multimer utamanya untuk membawa FVIII. Sedangkan multimer dengan berat

molekul yang lebih berat memiliki tempat pengikatan trombosit lebih banyak dan

memiliki daya rekat yang lebih besar. Setiap subunit multimers memiliki tempat

untuk reseptor glikoprotein Ib untuk trombosit yang tidak teraktivasi dan reseptor

glikoprotein IIb/IIIa pada trombosit yang teraktivasi. Keadaan ini menjadikan adhesi

dan agregasi trombosit penting untuk fungsi normal trombosit. Daerah pengikatan

FVIII pada faktor von Willebrand telah dilokaliasasi pada NH2-terminal 272 asam

amino bagian dari protein matur. Hubungan antara FVIII dan faktor von willebrand

dapat dihambat oleh antibody monoclonal anti vHF (anti faktor von willebrand), W5-

6A, yang dipetakan oleh epitop antara Thr 78 dan Thr 96 di dalam 272 daerah ikatan

asam amino. Mutasi yang bertenggungjawab terhadap terganggunya pengikatan

faktor VIII dilaporkan berada pada epitop yang sama. Bagian dari domain pengikatan

faktor von willebrand didalam faktor VIII bersifat asam (acidic).

24

Gambar 3. Ilustrasi peran trombosit dan faktor von willebrand

Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan

pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada

tempat cedera. Pembekuan diikuti resolusi atau lisis bekuan dan regenerasi endotel.

Pada keadaan hemostatik, hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari

perdarahan masif akibat trauma. Trombosit merupakan fragmen sel granuler

berbentuk cakram, tidak berinti yang penting untuk proses hemostasis dan koagulasi.

Trombosit ini berdiameter 1-4 mikrometer dan memiliki siklus hidup 6 hari. Pada

pewarnaan Wright, sel ini akan terlihat biru muda dengan granula berwarna merah

ungu. Pada membran trombosit diabsorbsi faktor V, VIII, IX, protein kontraktil

aktomiosin (trombostenin) dan beberapa protein serta enzim lain. Faktor-faktor

pembekuan, kecuali faktor VIII (tromboplastin jaringan ) dan faktor VI (ion kalsium),

merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi darah sebagai molekul inaktif.

Prakalikrein (faktor Fletcher) dan kininogen (Faktor Fitzgerald) dengan berat molekul

25

tinggi, bersama faktor XII dan XI disebut factor kontak dan diaktivasi pada saat

cedera dengan berkontak dengan permukaan jaringan.

Aktivasi faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim memecahkan fragmen bentuk

prekursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap faktor yang

diaktivasi, kecuali faktor V,VIII,XIII dan I, merupakan enzim pemecah protein yang

mengaktivasi prokoagulan berikutnya. Hepar merupakan tempat sintesis semua faktor

koagulasi kecuali faktor VIII dan mungkin faktor XI dan XIII. Vitamin K penting

sintesis faktor protrombin II, VII, IX dan X. Bukti yang memberi kesan bahwa faktor

VIII merupakan molekul kompleks yang terdiri atas tiga subunit yang berbeda antara

lain :

1. Bagian prokoagulan, yang mengandung antihemofilia (VIIIAHG) yang tidak

dijumpai pada pasien hemofilia klasik.

2. subunit lain yang mengandung tempat antigenik, dan

3. faktor von Willebrand (VIIIVWF) yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada

pembuluh darah.

Fase koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vaskuler.

Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti denagn adhesi

trombosi pada kolagen dinding permbuluh darah. Faktor III (trombosit) juga

mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini terbentuklah sumbatan trombosit,

kemudian segera diperkuat oleh protein filementosa yang dikenal sebagai fibrin.

Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi faktorXa. Faktor X dapat

diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi, yaitu reaksi jalur ekstrinsik dan intrinsik.

Pada jalur ekstrinsik memerlukan faktor jaringan yang dilepaskan oleh endotel

pembuluh darah pada saat cedera, namun faktor jaringan tidak terdapat di dalam

darah maka disebut sebagai faktor ekstrinsik koagulasi. Rangkaian reaksi lainnya

adalah jalur intrinsik. Disebut demikian karena rangkaian reaksi ini menggunakan

faktor yang terdapat di dalam sistem vaskuler plasma. Dalam rangkaian ini terjadi

reaksi kaskade (Cascade), aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk

pengganti. Jalur reaksi ini dimulai dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit

atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Faktor jaringan tidak diperlukan,

26

tetapi trombosit yang melekat pada endotel cukup berperan. Faktor XIII, XI dan IX

harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X

dapat diaktivasi.

Proses ini berlanjut sehingga masuk dalam jalur bersama. Aktivasi faktor X terjadi

sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik dan intrinsik. Pembentukan fibrin berlangsung

jika faktor Xa yang dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah

protrombin membentuk trombin. Selanjutnya, trombin memecahkan fibrinogen

membentuk fibrin. Fibrin pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan

oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat.

Gambar 5. Kaskade proses pembekuan

Faktor von Willebrand (vWF) disintesis dalam dua bentuk tipe sel. Di dalam endotel

vaskuler, vWF ini disintesis dan disimpan dalam bentuk granul sekretori (Weibel-

Palade bodies) yang dapat dilepaskan bila terjadi stres atau akibat obat seperti

desmopressin (DDAVP, 1-desamino-8-D-arginine vasopressin), suatu obat yang

analog dengan vasopressin. vWF ini juga disintesis di sumsum tulang sebagai

megakaryosit dimana penyimpanannya pada granul trombosit alfa, yang akan

dilepaskan mengikuti aktivasi trombosit. Desmopressin tidak menyebabkan pelepasan

27

faktor vWF trombosit. Faktor von Willebrand merupakan protein yang terbentuk dari

subunit identik menjadi untaian linear dengan ukuran bervariasi menjadi multimers.

Multimers ini dapat mencapai berat molekul lebih dari 20 juta Dalton dan panjang

lebih dari 2 mikrometer. Sel kompleks ini memproses dimerisasi di dalam retikulum

endoplasma, glikosilasi di dalam retikulum endoplasma dan kompleks golgi dan

menyimpannya dalam granul. Dua proses terakhir dikendalikan di bawah propeptida

vWF (vWFpp) yang dipecah dari vWF pada saat penyimpanan. Faktor von willebrand

yang dilepas ke sirkulasi diikuti peningkatan secara paralel FVIII, namun belum jelas

bagaimana hubungan antara protein ini. Kompleks vWF dan FVIII di dalam plasma

bersirkulasi seperti ikatan kompleks protein yang tidak beriteraksi kuat dengan

trombosit atau sel endotel pada kondisi basal. Namun apabila terdapat cedera

vaskuler, vWf akan bersinggungan dengan subendotel. vWF akan menyebabkan

aktivasi dan perlekatan trombosit dan kemudian mengagregasi fosfolipid trombosit.

Hal ini memfasilitasi proses pembekuan yang diperankan FVIII. Dengan karakteristik

spesifik dari hemostasis dan fibrinolisis pada permukaan mukosa, gejala yang muncul

pada vWD lebih berat di jaringan ini.

b. Hemofilia

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah.

Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi

trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan

darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah

melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.

Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan

terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan

teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase,

tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam

trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut.

Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah

permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan

28

menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan

oleh faktor XIII.

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan

bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak

berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang

tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade.

Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif

dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat

terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.

Gambar 1. Pathway Hemofilia

PK: Prekallikrein, HK: High molecular weight kininogen, TF: Tissue factor, PTT: Partial

Prothrombin time, PT: Prothrombin time

29

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8

terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9

terletak di regio Xq27. Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi,

namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu

sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan

secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang

menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga

tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.

c. Idiopatic Trombositopenic Purpura

Mekanisme terjadinya trombositopenia pada ITP ternyata lebih kompleks dari yang

semula diduga. Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap

glikoprotein yang terdapat pada membrane trombosit. Sehingga terjadi penghancuran

terhadap trombosit yang diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) oleh

makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.

Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan

kadar trombopoitin dalam plasma yang merupakan progenitor proliferasi dan

maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis,

menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya

trombositopenia di antara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa

penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi

respon imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang

bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang

meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam

terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Pada ITP kronis mungkin telah

terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit otoimun lainnya,

yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit. Saat ini telah

diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein permukaan trombosit pada ITP, di antaranya

GP IIb-IIa, GP Ib, dan GP V.7-9 Namun bagaimana antibody antitrombosit

30

meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta

komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui. Hal tersebut di

atas menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan terbaru yang digunakan dalam

penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas terbatas, dikarenakan mereka gagal

mencapai target spesifik jalur imunologis yang bertanggung jawab pada perubahan

produksi dan destruksi trombosit.

Gambar 1. Jalur ITP

GEJALA KLINIS GANGGUAN HEMOSTASIS

- epistaksis

- menorrhagia

- bleeding after dental extraction

- ecchymoses

- bleeding from minor cuts or abrasions

- gingival bleeding

- postoperative bleeding

31

- hemarthrosis

- GI bleeding

7. Diagnose dan Diagnosa Banding Gangguan Hemostasis

a. Anamnesis

Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan :

1) Gangguan vascular, trombosit dan koagulasi, seperti :

- Perdarahan pada mukosa hidung (epistaksis) atau mimisan yang berulang

- Biru-biru pada kulit atau di persendian

- Gusi mudah berdarah

- Pembengkakan dan nyeri pada sendi

- Luka lama sembuh

- Mudah memar

2) Riwayat Pengobatan, seperti :

- Mengkonsumsi obat-obatan yang dapan menurunkan produksi, destruksi, dan

perubahan fungsi trombosit seperti (Sulfonamide, Quinidine, Karbamazapine,

Aspirin, Dipiridamol, Kloramfenikol, Estrogen, Heparin, Digoksin).

- Menjalani kemotrapi atau Radiasi

3) Riwayat penyakit keluarga seperti karier Hemofili dari Ibu

b. Pemeriksaan fisik gangguan hemostasis didapatkan :

- Petechiae

- Ekimosis

- Hemartrosis

- Perdarahan pada gusi

- Epistaksis

- Purpura

- Hematoma

- Splenomegali

32

c. Pemeriksaan penunjang

1) Tes penyaring

- Pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah

Trombositopenia sering merupakan penyebab perdarahan abnormal, oleh

karena itu pada pasien yang diduga menderita kelainan perdarahan, pertama

kali harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan

apusan darah tepi. Selain untuk memastikan adanya trombositopenia, dari

pemeriksaan darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang

jelas terlihat (misalnya leukemia).

- Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi darah

Pemeriksaan penyaring meliputi penilaian jalur intrinsic dan ekstrinsik dari

sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin.

Waktu protrombin (PT)

Untuk mengukur faktor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Waktu

normal untuk koagulasi adalah 10-14 detik. Hal ini dapat dinyatakan

sebagai INR (international normalized ratio).

APTT (Activated partial thromboplastin time) mengukur faktor VIII,

IX, XI, dan XII, selain itu tambahan pada faktor V, X, protrombin dan

fibrinogen. Waktu normal untuk pembekuan adalah sekitar 30-40

detik.

perpanjangan dari PT dan APTT yang disebabkan karena defisiensi

faktor koagulasi dapat dikoreksi dengan penambahan plasma normal

kedalam plasma yang diperiksa. Apabila tidak dapat dikoreksi atau

hanya sebagian terkoreksi, dicurigai kemungkinan adanya inhibitor

koagulasi.

Waktu trombin (TT)

Waktu trombin cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau

adanya hambatan terhadap thrombin. Nilai normal kurang dari 15-20

detik. Bila thrombin time memanjang berarti terdapat

hipofibrinogenemia.

33

Table 1. tes penyaringan yang digunakan dalam diagnosis gangguan koagulasi

Tes penyaring Kelainan yang diindikasikan oleh

pemanjangan

Kausa tersering penyebab

gangguan koagulasi

Waktu thrombin (TT) Defisiensi atau kelainan fibrinogen atau

inhibisi thrombin oleh heparin atau FDP

DIC

Terapi heparin

Waktu protrombin

(PT)

Defisiensi atau hambatan pada satu atau

lebih faktor koagulasi berikut: VII, X, V, II,

fibrinogen

Penyakit hati

Terapi heparin

DIC

Activated partial

trhomboplastin time

(APTT atau PTTK)

Defisiensi atau hambatan pada satu atau

lebih faktor koagulasi berikut: XII, XI, IX

(penyakit Christmas), VIII (hemophilia), X,

V, II, fibrinogen

Hemophilia, penyakit Christmas

(+kondisi-kondisi diatas)

Kuantitas fibrinogen Defisiensi fibrinogen DIC, penyakit hati

DIC,disseminated intravascular coagulation (koagulasi intravascular diseminata);FDPs, fibrin degradation products (produk penguraian fibrin).

NB, Hitung trombosit dan tes fungsi trombosit juga digunakan sebagai penyaring bagi pasien dengan gangguan perdarahan.

- Pemeriksaan faktor koagulasi khusus

Pemeriksaan faktor koagulasi khusus termasuk disini misalnya fibrinogen,

faktor vW, dan faktor VIII. Pemeriksaan bisa secara kuantitatif atau dengan

cara membandingkan efek koreksi dari plasma yang mengandung kekurangan

substrat tertentu yang mempunyai perpanjangan waktu pembekuan (PT,

aPTT), dengan efek koreksi terhadap plasma normal, yang hasilnya

dinyatakan dengan persentase aktivitas normal.

- Waktu perdarahan

Tes waktu perdarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit abnormal

misalnya pada defisiensi faktor vW. Pada trombositopenia, waktu perdarahan

juga akan memanjang, namun pada perdarahan abnormal yang disebabkan

kelainan pembuluh darah, waktu perdarahan biasanya normal. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara memberi tekanan pada lengan atas dengan memasang

manset tekanan darah. Selain itu, dibuat insisi kecil di kulit lengan bawah

34

bagian fleksor. Pada keadaan normal, perdarahan akan berhenti dalam, waktu

3-8 menit.

- Pemeriksaan fungsi trombosit

Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai

penting. Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya

trombosit sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan

agen eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen yang dilepas dari

dalam trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya:

ADP, kolagen, ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin.

- Pemeriksaan fibrinolisis

Peningkatan activator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan

memendeknya waktu lisis bekuan euglobulin. Beberapa tehnik imunologik

digunakan untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen.

Pada pasien yang mengalami peningkatan fibrinolisis, kadar plasminogen

dalam darah mungkin rendah dapat ditemukan.

2) Tes Khusus

Tes khusus lanjutan, yaitu tes untuk mengetahui penyebab

kelainan faal hemostasis tersebut. Tes ini dikerjakan sesuai

petunjuk tes penyaring :

Tes faal trombosit

Tes Ristocetin

Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)

Pengukuran alpha-2 antiplasmin

Biopsi sumsum tulang

35

Tabel 2. Gambaran Laboratorium pada Hemofilia A, B dan von-willebrand

Hemofilia A Hemofilia B Von-Willebrand

Pewarisan X-linked recessive X-linked recessive Autosomal Dominant

Lokasi perdarahan

utama

Sendi, otot,

pascatrauma/operasi

Sendi, otot,

posttrauma/operasi

Mukosa, kulit, post

trauma/ operasi

Jumlah trombosit Normal Normal Normal

Waktu perdarahan Normal Normal Memanjang

PPT Normal Normal Normal

Aptt Memanjang Memanjang Memanjang/normal

F VIII C Rendah Normal Rendah

F VIII AG Normal Normal Rendah

F IX Normal Rendah Normal

Tes ristostetin Normal Normal Terganggu

Tabel 3. Gambaran laboratorium perdarahan akibat Def. Vitamin K, Penyakit hati, dan DIC

Komponen Def. Vitamin K Penyakit Hati DIC

Morfologi eritrosit

PTT

PT

Fibrin Split Product

Trombosit

Faktor koagulasi

yang menurun

Normal

Memanjang

Memanjang

Normal

Normal

Faktor II,VII,IX,X

Sel target

Memanjang

Memanjang

Normal/ naik

Normal / turun

I,II,V,VII,IX,X

Sel target, sel burr.

Fragmentosit, sferosit

Memanjang

Memanjang

Naik

Menurun

I,II,V,VIII,XIII

36

d. Diagnosis banding

1) PTI

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bukti adanya perdarahan tipe trombosit, yaitu

petekie, purpura, perdrahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya.

Jika ditemukan pada palpasi adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun

ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10 %. Pada pemeriksaan penunjang

yang dilakukan selain adanya trombositopenia, pemeriksaan darah tepi dengan

PTI umunya normal. Lebih kurang 15% pasien didapatkan anemia ringan karena

perdarahan yang dialaminya. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan

untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia, dan kelainan

hematologi lainnya. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit

pada PTI lebih aktif secara metabolic. Diagnosis PTI ditegakkan dengan

menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia.

2) Hemofilia

Pada pemeriksaan klinis tanda dan gejala hemofili A dan B sulit dibedakan. Pada

pemeriksaan yang didapati adalah perdarahan yang umum dijumpai ialah

hematoma, dapat berupa kebiruan, pada berbagai bagian tubuh dan hemarthrosis

atau perdarahan yang sukar berhenti dan Ada riwayat keluarga. Pada pemeriksaan

laboratorium hasil yang didapat pada umumya hasil pemeriksaan darah rutin

maupun hemostasis sederhana pada hemofili Adan B sama. Pada pemeriksaan

darah rutin biasanya normal sedangkan pada pemeriksaan tes penyaring masa

pembekuan memanjang, masa protrombin normal, masa tromboplastin parsial

memanjang dan masa pembekuan tromboplastin abnormal. Untuk mendiagnosi

pasti ialah dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofili A dan kadar faktor

IX untuk hemophilia B.

3) DIC

Pada pemeriksaan inspeksi yang didapat yaitu perdarahan pada bagian kulit

seperti: peteki, ekimosis. Dan perdarahan pada mukosa seperti: epistaksis,

perdarahan gusi, hematemesis, dan lain-lain. Dan biasanya penderita mengalami

perdarahan dari banyak tempat. Perdarahan timbul karena penurunan faktor II, V,

VII dan fibrinogen plasma, trombositopenia berat dan peningkatan kadar fibrin

37

degradation product (FDP). Untuk menegakkan diagnosis pemeriksaan

laboratorium didapatkan: PT, APTT dan TT memanjang, jumlah trombosit

menurun, biasanya <100.000/mm3 , penurunan konsentrasi fibrinogen, aktivitas

protrombin, faktor V dan VIII, adanya fragmentasi dari sel darah merah pada apus

darah tepi, peningkatan kadar FDPs dan peningkatan D-Dimer, diukur dengan

antibody monoclonal yang menunjukkan adanya suatu fibrinolisis. Dan criteria

minimal untuk menegkkan diagnosis DIC adalah didapatkan keadan klinis yang

menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya

disertai trombositopenia dan gambaran sel burr pada sel darah merah atau D-

dimer positif.

4) Von Willbrand’s Disease

Pada pemeriksaan gejala klasik pada penyakit von Willebrand ialah terjadinya

perdarahan dari ringan sampai keberat berupa kebiruan dikulit, epistaksis,

perdarahan yang memanjang pada luka kecil, menoragia dan perdarahan yang

berlebihan setelah trauma atau operasi. Dan pemeriksaan laboratorium untuk

menegakkan diagnosis penyakit von Willebrand: hitung trombosit (pemeriksaan

darah lengkap), masa perdarahan, faktor VIII, faktor vW. Dan diagnosis mudah

ditegakkan bila ditemukan jumlah trombosit yang normal, masa perdarahan >10

menit dan kadar faktor VIII, faktor vW semuanya dibawah 40 u/dl.

8. Penatalaksanaan dan pencegahan gangguan hemostasis

a. Hemofilia A (herediter) dan Hemophilia B (herediter)

Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif meliputi.

1) Pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk

hemofilia B. Penggantian faktor IX dilakukan dengan infus plasma beku segar

(PBS) atau konsentrat faktor IX . 1 unit faktor IX/mL menaikan faktor IX 1%.

38

2) Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice,

compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan

diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang

dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan

daerah perdarahan.

3) Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan.

4) Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x

kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX

diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B. Kadar F VIII atau IX yang diinginkan

tergantung pada lokasi perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa

mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran

kemih, daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat maupun trauma dan

tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian tergantung pada

beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis,

diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14

hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi.

5) Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung

kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII.

39

6) Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat

mengganggu hemostasis.

7) Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan kepada penderita hemofilia berat

dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan

WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 1-2 tahun dan

dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan Protokol Malmö

yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg

selang sehari minimal 3 hari per minggu atauF IX 20-40 U/kg dua kali per

minggu.

8) Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8-

arginine vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk

meningkatkan kadar F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan

untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga

obat ini merangsang pengeluaran vWF dari tempatsimpanannya (Weibel-Palade

bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara

intravena, subkutan atau intranasal.

Pencegahan

- Hindari trauma

- Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang

berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat,

obat antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.

- Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia

menderita hemofilia. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan

atau kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan

khusus.

- Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai peralatan

pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak

fisik.

- Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan

yang berlebih memperberat arthritis.

40

- Menjaga kebersihan mulut dan gigi.

- Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak menderita hemofilia

supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.

- Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik.

- Konseling genetik perlu diberikan kepada penderita dan keluarga.

- Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen

sudah diketahui.

b. Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP)

Terapi suportif:

membatasi aktifitas fisik,

mencegah perdarahan akibat trauma,

menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit,

dan yang tidak kalah pentingnya adalah memberi pengertian pada pasien dan

atau orang tua tentang penyakitnya,

pemberian vitamin K dan vitamin C.

ITP Akut

- Tanpa pengobatan, karena bisa sembuh secara spontan.

- Pada keadaan berat dapat diberi kortikosteroid (prednisone) per oral

dengan/tanpa transfuse darah. Bila setelah 2 minggu belum ada kenaikan

trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid.

- Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin

intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan

antidotumnya yaitu protamin sulfat.

- Bila keadaan sangat gawat hendaknya diberikan transfuse suspense trombosit.

ITP Menahun

- Kortikosteroid minimal 6 bulan.

- Obat imunosupresif (misal: merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid)

41

- Splenektomi, bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat

imunosupresifvselama 2-3 bulan.

Dosis yang dipakai:

a. Prednisone : 2-5 mg/kgBB/hari secara oral.

b. Merkaptopurin : 2,5-5 mg/kgBB/hari secara oral.

c. Azatioprin : 2-4 mg/kgBB/hari secara oral.

d. Heparin : 1 mg/kgBB secara intravena. Dilanjutkan dengan dosis 1

mg/kgBB per infuse setiap 4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih

dari 30 menit.

e. Protamin sulfat : 1 mg/kgBB secara intravena

f. Transfuse darah : umumnya 10-15 ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih

banyak pada perdarahan massif.

Pencegahan

- Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat

dicegah komplikasinya.

- Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat

mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.

- Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan.

- Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.

Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam.

4. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari

terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan

berhasil. Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.

a. Antikogulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses

pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain.

Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan

42

perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien KID, heparin tidak

menunjukkan komplikasi perdarahan yang signifikan.

Dosis heparin yang diberikan:

- Secara intermiten diberi bolus heparin 75-100unit/kg/4jam

- Infus kuntinyu diberi bolus 50-75 unit/kg, diikuti dengan infus kontinyu

10-25unit/kg/jam.

Indikasi:

Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat.

Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi.

Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal,

gagal hati, sindroma gagal nafas. Dosis:100iu/kgBB bolus dilanjutkan

15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya

disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali. Kontrol Low molecular

weight heparin dapat menggantikan unfractionated heparin.

b. Recombinan activate protein C digunakan untuk pasien sepsis. Dosis 24

mcg/kg/hour.

c. Terapi suportif diberikan pada kondisi pendarahan yang aktif.

d. FFP jika PT memanjang. Dosis: 15 mL/kg.

e. Cryoprecipitate mempertahankan faktor fibrinogen > 100 mg/dL. Dosis: 1-1.5

bags/10 kg.

f. Recombinant VIIa for intractable bleeding or volume overload, dosis: 75

mcg/kg every 2 hours.

Pencegahan

Pengobatan yang tepat untuk salah satu kondisi yang berhubungan dengan DIC

dapat mengurangi risiko Anda untuk DIC.

5. Penyakit Von Willebrand

1. Infuse desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan vWF dari cadangan

dalam endotel.

2. Terapi ganti dengan single donor cryoprecipitate

43

3. Dapat juga diberikan epsilon aminocaproic acid atau asam traneksamat.

Pencegahan

Tidak ada cara pencegahan khusus untuk Penyakit Von Willebrand saat ini. Untuk

mencegah terjadi komplikasi, hindari penggunaan obat-obatan jenis aspirin,

ibuprofen, dan naproxen tanpa resep dokter. Obat-obat ini dapat mengencerkan

darah dan mencegah darah membeku jika terjadi luka. Beberapa obat anti depresi

juga dapat menghalangi proses pembekuan darah.

Tetap jaga berat badan ideal dan aktif secara fisik. Olahraga yang

direkomendasikan di antaranya berjalan, bersepeda, dan berenang. Olahraga jenis

ini dapat melatih kekuatan otot dan kelenturan sendi. Sementara itu, sebaiknya

hindari olahraga yang rawan benturan. Seperti sepakbola, gulat, atau hoki.

6. Skorbut

Merupakan penyakit akibat kekurangan Vitamin C.

Pengobatannya: memberikan Vitamin C 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian

dikurangi perlahan-lahan sampai 1 bulan.

9. Komplikasi dan prognosis gangguan hemostasis

a. Komplikasi1) Von wilebrand

- Perdarahan GI- Nyeri pada persendian

2) Hemofilia- Artropati hemofilia- Sinovitis- Hematom- Kerusakan sendi yang menyebabkan atrofi otot dan dapat menyebabkan

kecacatan.- Perdarahan intrakranial

3) ITP- Perdarahan intrakranial- Perdarahan GI- Perdarahan SSP

44

4) DICKegagalan organ luas seperti :

- Syok- Koma- Gagal ginjal- Gagal napas- Iskemia- Edema pulmoner- Stroke

5) Scurvy disease- Penyakit gusi- Sindrom sjogren

b. Prognosis1) Von wilebrand

Tingkat kematian VWD mendekati nol dinegara-negara Barat karena kemampuan untuk mendiagnosa penyakit dan mengobatinya dengan aman dan efektif.

2) HemofiliaBila penanganannya adekuat dalam medikasi dan psikologis maka umumnya prognosisnya tidak buruk, tetapi bila tidak ditangani dengan tepat dan adekuat dan pasien tidak menjaga diri, maka prognosis akan buruk dan bisa menyebabkan kematian.

3) ITP50–60% penderita berespons dengan kortikosteroid. Penderita ITP dewasa dapat mengalami remisi spontan (2%), menjadi kronis (tidak mengalami remisi komplit setelah kortikosteroid dan splenektomi) sebanyak 43%. Kematian biasanya disebabkan perdarahan serebral (3%), perdarahan berat lain (4%).

4) DICPrognosis untuk pasien DIC biasanya buruk, 10-50% mengalami kematian bergantung pada luas thrombosisnya dan komplikasinya, pasien dengan sepsis/infeksi mempunyai % kematian lebih tinggi yang signifikan.

5) Scurvy diseaseSkorbut yang tidak diobati ini selalu fatal. Namun, kematian akibat skorbut langka dizaman modern. Karena semua yang diperlukan untuk pemulihan penuh adalah dimulainya kembali asupan vitaminC yang normal, mudah untuk mengobati jika diidentifikasi dengan benar. Konsumsi suplemen makanan dan/atau buah jeruk adalah cara yang digunakan untuk mencapai hal ini.

45

BAB 6

KESIMPULAN AKHIR

Nama : -

Umur : 15 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Hasil anamnesa, dijumpai :

1. Epistaksis (+) :

a. Adanya trauma local

b. Kemungkinan adanya tumor

c. Kemungkinan adanya benda asing

2. Scorbut (+) :

a. Disebabkan karena kekurangan vitamin C

Dari pemeriksaan fisik :

1. Petechiae :

a. Kemungkinan terganggu hemostasis dan factor koagulasi

b. Karena perdarahan yang keluar dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil sekali

dibawah kulit

c. Jumlah platelet yang rendah

2. Ekimosis :

a. Terganggunya mekanisme hemostasis dan factor koagulasi

b. Adanya trauma

Dari pemeriksaan laboratorium

1. Leukosit 10.000/mm3 :

a. Karena sel darah putih (leukosit) diserang/infeksi sehingga leukosit mencapai batas

maksimal.

2. Hb menurun (normal Hb 12) :

a. Kekurangan gizi

b. Terjadi perdarahan yang berlebihan

c. Kemungkinan adanya penyakit kronik

46

3. Trombosit menurun :

a. Disebabkan oleh gangguan fungsi trombosit

b. Gangguan produksi trombosit

c. Gangguan penghancuran trombosit

d. Gangguan distriksi trombosit

4. PT memanjang (normal : 11-14 detik): karena defisiensi factor koagulasi.

5. APTT memanjang (normal : 25-35 detik): karena defisiensi factor koagulasi.

Anjuran pemeriksaan penunjang:

1. BMP (Bone Marrow Punction)

2. Immunoglobulin

Diagnosis :

Laki-laki, 15 tahun mengalami gangguan hemostasis suspek ITP.

DD :

1. Gangguan hemostasis

2. ITP

3. DIC

Penatalaksanaan

Untuk sementara menunggu hasil pemeriksaan penunjang maka dapat diberikan terapi suportif.

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A., & Hall, J. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 480-486

2. Hall E. Jhon. 2007. Buku Saku Fisiologi Kedokteran. Edisi 11 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 284-287

3. Sherwood Lauralee. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 6 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 433-438

4. Penyunting; Permono H. Bambang, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti Endang, Abdulsalam Maria. 2012. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Catatan keempat. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.

5. Widjanarko A, Sudoyo A W, Salonder H. 2009. “Anemia Aplastik”. Dalam : Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simabidrata M, Setiati S (Editor). Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V. Jakarta

6. Setiabudi, Rahajuningsih D. 2012. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta;Badan Penerbit FKUI

7. Corringan. J. J. 2012. Dalam Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak; Penyakit Perdarahan dan Trombosis. Jakarta: EGC

8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35611/4/Chapter%20II.pdf 9. http://www.info-kes.com/2013/06/pengobatan-hemofilia-hemophilia.html 10. http://www.hemofilia.or.id/perawatan.php

48