25
 I. Definisi Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar (Ingram dkk, 1993). Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak  berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1992). Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung,  pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya (Ingram dkk, 1993). Depresi pada anak dan remaja merujuk pada sindrom-sindrom depresif yang didefinisikan di dalam revisi teks edisi keempat dari  Diagnostic and  Statistical Manual of  Mental Disorders (DSM-IV-TR) dan di dalam edisi kesepuluh dari  International Classification of Diseases (ICD-10) yang terjadi pada anak dan remaja. Sindrom depresif mengacu pada suatu kelompok tingkah laku dan emosi yang meliputi kecemasan dan depresi yang berupa perasaan kesepian, menangis, takut melakukan hal-hal yang buruk,  perasaan tidak dicintai, perasaan bersalah, perasaan tidak berharga, gugup, rasa sedih atau cemas. Diagnosis dari sindrom-sindrom depresif tersebut dapat berupa : gangguan depresi mayor, gangguan distimik, dan gangguan depresi yang tak dapat digolongan di tempat lain (not otherwise specified ). Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Pada  periode ini pula remaja berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

GANGGUAN DEPRESIF sany

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh saja

Citation preview

I. Definisi

Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar (Ingram dkk, 1993).Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1992). Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya (Ingram dkk, 1993).Depresi pada anak dan remaja merujuk pada sindrom-sindrom depresif yang didefinisikan di dalam revisi teks edisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) dan di dalam edisi kesepuluh dari International Classification of Diseases (ICD-10) yang terjadi pada anak dan remaja. Sindrom depresif mengacu pada suatu kelompok tingkah laku dan emosi yang meliputi kecemasan dan depresi yang berupa perasaan kesepian, menangis, takut melakukan hal-hal yang buruk, perasaan tidak dicintai, perasaan bersalah, perasaan tidak berharga, gugup, rasa sedih atau cemas. Diagnosis dari sindrom-sindrom depresif tersebut dapat berupa : gangguan depresi mayor, gangguan distimik, dan gangguan depresi yang tak dapat digolongan di tempat lain (not otherwise specified).Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya.

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: Masa remaja awal (12-15 tahun)Pada masa ini individu memulai meninggalkan peran sebagai individu yang unik dantidak tergantung pada orang tua. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Menurut John Hill (1983), terdapat tiga komponen dasar dalam membahas periode remaja yaitu perubahan fundamental remaja meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial. Ketiga perubahan ini bersifat universal. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik (ciri-ciri secara primer dan sekunder). Transisi kognitif merupakan perubahan dalam kemampuan berfikir dimana remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berfikir mengenai situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan terjadi.Transisi sosial meliputi perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru.Perubahan yang fundamental remaja bersifat universal, namun akibatnya pada individu sangat bervariasi. Hal ini terjadi karena dampak psikologis dari perubahan yang terjadi pada diri remaja dibentuk dari lingkungan.

Lebih lanjut, pada remaja terjadi perkembangan psikososial yaitu:

Identity : mengemukakan dan mengerti dari sebagai individu. Autonomy : menetapkan rasa yang nyaman dalam ketidaktergantungan. Remaja berusaha membentuk dirinya menjadi tidak tergantung tetapi berusaha untuk menemukan dirinya dengan kaca mata dirinya sendiri dan orang lain.

Terdapat tiga perkembangan penting dari autonomy, yaitu: Mengurangi ikatan emosional dengan orang lain Mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri. Membentuk tanda personalnya dari nilai dan moral.

Intimacy yaitu membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain. Selama masa remaja perubahan penting lainnya adalah kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang lain, khususnya dengan sebaya. Pertemuan muncul pertama kali pada masa remaja melibatkan keterbukaan, kejujuran, loyalitas dan saling percaya, juga berbagi kegiatan dan minat. Sexuality yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain. Kegiatan seksual secara umum dimulai pada masa remaja, kebutuhan untuk memecahkan masalah nilai-nilai sosial dan moral terjadi pada masa ini. Achivement yaitu mendapatkan keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat.

AI. Klasifikasi depresi

Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition) gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu:1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder).Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah: suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing amarahnya), kehilangan ketertarikan atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari, berat badan turun secara siginifkan tanpa ada program diet atau justru ada kenaikan berat badan yang drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjutan, agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali, distres dan hendaya yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.

2. Gangguan distimik (dysthymic disorder)Suatu bentuk depresi yang lebih kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama beberapa hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu makan atau makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan putus asa; selama 2 tahun atau lebih mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan; tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat atau medis; signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.

3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder). Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode depresi berat atau lebih; kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau kondisi medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis.

Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah, dan tidak patuh.

III. Etiologi

Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:

1. Faktor genetikMeskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.

2. Faktor sosialDilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al (1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.

3. Faktor biologis lainnyaHipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan terfokus pada terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.

IV. Epidemiologi

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat (Ismail dkk, 2010).

1. Jenis KelaminPerempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail dkk, 2010).Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-laki (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki (Akhtar, 2007). Walaupun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai keterlibatan dari perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari (Kaplan, 2010). Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.

2. UsiaRata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut (Ismail dkk, 2010).Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok umur. Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di Amerika didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun-16 tahun (remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan depresi pada remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1.

3. Faktor Sosioekonomi dan Budaya Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan disbanding daerah perkotaan (Ismail dkk, 2010).Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).

V. Gejala Klinik

Secara umum berdasarkan DSM IV-TR kriteria depresi adalah sebagai berikut :

1. Lima (atau lebih) gejala berikut diteruskan selama periode 2 minggu yang sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala dari salah satu mood depresi atau dua kehilangan minat atau kesenangan. Catatan : jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu kondisi medis umum atau waham atau halusinasi yang sesuai mood.

a. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak sedih). Catatan : pada anak-anak dan remaja dapat berupa mood yang iritabel (mudah kesal). b. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain). c. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan : Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan berat badan yang diharapkan. d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari. e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau menjadi lamban). f. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari. g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan yang tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit). h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subjektif maupun yang diamati oleh orang lain). i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya ketakutan akan kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.

2. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran. 3. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi bidang penting lainnya. 4. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipotirodisme). 5. Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka yaitu setelah kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

Gejala klinis depresi pada remaja:

- Mood disforik (labil dan mudah tersinggung) dan afek depresif.Gejolak mood pada remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang disforik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan mood meningkat.

- Pubertas.Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan mengalami kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang disforik sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami depresi mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak tidur.

Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja.

- Harga diri .Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA.

- Perilaku antisosial.Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi.

- Penyalahgunaan NAPZA.Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood (amfetamin), yang menurunkan mood (barbiturat, tranquilizer, hipnotika) dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen.

Perilaku seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan minat untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah seksual, atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya, Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah memperkuat depresinya.

Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu-satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada remaja.

-Berat badan.Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya, atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi.

- Perilaku bunuh diri.Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap bunuh diri. Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11 % telah mencoba melakukan bunuh diri.

VI. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya. Faktor neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol, kadar hormon pertumbuhan menurun jika disuntik insulin-induced hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih rendah, peningkatan sekresi kortisol pada malam hari.Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu:a. Becks Depression Inventoryb. Hamilton Depression Scalec. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur keparahan dan kedalaman dari gejala gejala depresi seperti yang tertera dalam the American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atas, dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi. BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum, ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat badan dan kehilangan libido.

VII. Diagnosis Banding

Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta

gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat bervariasi, tergantung umur. Perlu dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan fase awal skizofrenia. Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau sekunder.

VIII. Terapi

Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial digunakan dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga , kelompok ), farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan remaja ini.

1. Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah : psikoterapi perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement).

2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA. Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja . Farmakoterapi yang sering digunakan: a) TrisiklikTrisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik (Kaplan, 2010). Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal, 2007).

b) MAOIsMAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik (Arozal, 2007). Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati. (Kaplan, 2010).

c) SSRIsSSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik (Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital (Arozal, 2007).Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka mendapat SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido.Penggunaan antidepresan golongan SSRI untuk menanganani depresi pada anak dan remaja dilaporkan berhubungan dengan peningkatan resiko timbulnya perilaku atau ide bunuh diri pada kelompok pasien pasien ini. Meskipun demikian, laporan yang lain menyebutkan bahwa efek samping ini hanya terjadi pada fase awal terapi dan membaik seiring berjalannya terapi. Penyebab yang mendasari timbulnya efek samping ini masih belum diketahui dengan pasti. Respon terhadap antidepresan nampaknya berperan penting dalam timbulnya efek samping ini. Demikian pula faktor-faktor genetik dan biologis yang mempengaruhi respon terhadap antidepresan juga turut berperan.

d) SNRIGolongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin (NIMH, 2002).Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini (Mann, 2005).

Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 125 mg / hari, clomipramine 25 200 mg /hari, fluoxetine 10 80 mg / hari, fluoxamine 100 300 mg /hari, sertraline 50 200 mg / hari, moclobemide 150 300 mg / hari.

IX. Pencegahan

Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi preventif atau pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Tugas guru pembimbing adalah (a) membantu murid untuk

a) Tugas guru pembimbing adalah(a) membantu murid untuk mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c) membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada murid-murid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai.

Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatkannya permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi.

X. Penyulit

Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang kurang kondusif.

XI. Prognosis

Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala (Kaplan, 2010).Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya. (Kaplan, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas). Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf

2. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.

Diunduh dari : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm

3. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004, hal 219-31

4. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja.

Diunduh dari : library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf

mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c) membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada murid-murid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai.

Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatkannya permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi.

X. Penyulit

Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang kurang kondusif.

XI. Prognosis

Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.

DAFTAR PUSTAKA

5. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas). Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf

6. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.

Diunduh dari : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm

7. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004, hal 219-31

8. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja.

Diunduh dari : library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf