Upload
vuonglien
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN TANDA DAN GEJALA SERTA PENANGANAN
KELUARGA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI DESA
TAMBAKBOYO KECAMATAN MANTINGAN
KABUPATEN NGAWI
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Fikres Kartika Sari
NIM. S11015
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
iii
SURAT PERNYATAAN
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
nikmat dan anugerah-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal skripsi dengan judul “Gambaran tanda dan gejala serta penanganan
keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di Desa Tambakboyo
Kec. Mantingan Kab. Ngawi”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini tentunya banyak pihak yang membantu
Penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Wahyu Rima Agustin, SKep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1
STIkes Kusuma Husada Surakarta.
2. Pembimbing utama Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep, Ns, M.Kepdan
pembimbing pendamping Ibu Rufaida Nur Fitriana, S. Kep, Nsyang telah
banyak memberikan masukan dan arahan kepada peneliti dengan penuh
kesabaran.
3. Kepala Desa Tambakboyo yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk
melakukan studi pendahuluan dan pengambilan data dalam penelitian ini.
4. Bapak ibu dan keluargaku yang telah banyak memberikan semangat dan
supportnya selama ini.
5. Teman-teman satu angkatan program S-1 Keperawatan STIkes Kusuma
Husada Surakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
6. Kepada responden yang sudah bersedia mengisi kuesioner.
v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak sekali kesalahan dan
kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dan masukan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depan.
Surakarta,Agustus 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
ABSTRAK ................................................................................................... xi
ABSTRAC.....................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1Latar belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah......................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian .......................................................................... 4
1.4 Manfaat penelitian ........................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
2.1 Perilaku kekerasan ....................................................................... 6
2.1.1 Pengertian ........................................................................... 6
2.1.2 Respon perilaku kekerasan .................................................. 6
2.1.3 Proses terjadinya masalah perilaku kekerasan .................... 9
2.1.4 Penanganan perilaku kekerasan ........................................ 14
2.2 Keluarga .................................................................................... 17
2.2.1 Pengertian ........................................................................... 17
2.2.2 Fungsi keluarga .................................................................. 18
2.2.3 Tugas keluarga ................................................................... 19
2.2.4 penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga dengan
vii
perilaku kekerasan .............................................................. 23
2.3 Keaslian penelitian ..................................................................... 25
2.4 Kerangka teori ............................................................................ 26
2.5 Kerangka konsep ........................................................................ 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 27
3.1 Jenis dan desain penelitian ......................................................... 27
3.2 Populasi teknik sampling dan sampel ........................................ 27
3.2.1 Kriteria inklusi .................................................................. 28
3.2.2 Kriteria ekslusi .................................................................. 28
3.3 Tempat dan waktu penelitian ..................................................... 28
3.4 Variabel, definisi operasional dan skala pngukuran .................. 29
3.5 Alat penelitian ............................................................................ 29
3.6 Pengumpulan, pengolahan dan analisa data ............................... 31
3.7 Etika penelitian........................................................................... 34
BAB IV HASIL ........................................................................................... 35
4.1 Karakteristik responden ............................................................. 35
4.2 Data primer responden (tanda gejala dan penanganan) ............. 37
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 40
5.1 Karakteristik responden ............................................................. 40
5.2 Gambaran tanda gejala keluarga dengan perilaku kekerasan
di Desa Tambakboyo Kec. Mantingan Kab. Ngawi ................... 43
BAB VI PENUTUP .................................................................................... 47
6.1 Simpulan .................................................................................... 47
6.2 Saran ........................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor tabel Judul tabel Halaman
2.3 Keaslian Penelitian 25
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 29
4.1 Distribusi frekuensi penderita berdasarkan jenis kelamin 35
4.2 Varian data berdasarkan usia responden 35
4.3 Varian data berdasarkan lamanya menderita 35
4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan
hubungan dengan penderita
36
4.2.1 Respon kognitif 36
4.2.2 Respon afektif 37
4.2.3 Respon fisiologis 37
4.2.4 Respon Perilaku 37
4.2.5 Respon Sosial 38
4.2.6 Respon Keluarga 38
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul gambar Halaman
2.4Kerangka teori penelitian 26
2.5Kerangka konsep penelitian 26
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Jawaban Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Jawaban Izin Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 : Hasil Penelitian & Analisis SPSS Penelitian
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi
Lampiran 8 : Jadwal Penelitian
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Fikres Kartika Sari
GAMBARAN TANDA DAN GEJALA SERTA PENANGANAN
KELUARGA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI DESA
TAMBAKBOYO KECAMATAN MANTINGAN
KABUPATEN NGAWI
Abstrak
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama salah
satu diantaranya adalah perilaku kekerasan,baik di negara maju maupun
berkembang. Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan
perilaku kekerasan baik pada diri sendiri atau orang lain dan lingkungan secara
verbal dan non verbal. Di Desa Tambakboyo terdapat 11 kasus perilaku amuk.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi gambaran tanda dan gejala serta
penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di Desa
Tambakboyo Kec. Mantingan Kab. Ngawi.
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan
suatu fenomena.Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectionaldengan menggunakan sampel sejumlah 11 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon kognitifyaitu respon dengan
berkata tidak masuk akal sebanyak 11 responden, sering berfikir negatif sebanyak
11 responden.11 responden mempunyai respon afektif sering marah, dan penderita
terlihat cemas sebanyak 11 responden. Respon fisiologis wajah kemerahan
sebanyak 11responden. Respon perilaku mudah tersinggung, kadang sedih tiba-
tiba dan sering mengumpat sebanyak 11 responden. Respon sosial terlihat
menyendiri sebanyak 11 responden.Sebagian besar atau sebanyak 54,54%keluarga
belum melakukan penanganan yang baik terhadap anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
Dari segi penanganan keluarga terhadap penderita dengan gangguan jiwa
perilaku kekerasan menunjukkan sebagian besar belum melakukan penanganan
yang baik terhadap anggota yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
Kata kunci: tanda gejala, penanganan, perilaku kekerasan
Daftar pustaka: 37 (2003-2015)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Fikres Kartika Sari
DESCRIPTION OF INDICATION, SYMPTOM AND TREATMENT FOR
FAMILY WITH VIOLENT BEHAVIORS IN TAMBAKBOYO VILLAGE
MANTINGAN SUBDISTRICT NGAWI CITY
ABSTRACT
Mental disorder is one of four main health problems. One of them is violent
behavior, both in developed countries and developing countries. Violent behavior
is one of the responses on the people’s stress shown by real violent action on the
actors themselves or other people and environment verbally and non-verbally.
There were 11 violent behavior cases in Tambakmoyo village. The objective of
this research is to investigate the description of indication, symptom, and
treatment of family on the family’s members with violent behaviors in
Tambakmoyo Village Mantingan Sub-district, Ngawi City.
This research used the descriptive method to describe the phenomenon with
the cross sectional approach. The samples of research were consisted of 11
respondents. The result of the research shows that in term of cognitive response,
11 respondents had words that do not make sense, and 11 respondents often had
negative thinking. In term of affective response, 11 respondents had frequent
anger, and 11 respondents had anxiety. In term of physiological response, 11
respondents had redness. In term of behavioral response, 11 respondents were
easily irritable and suddenly sad and frequently cursed. In term of social
response, 11 respondents were often alone. 54.54% of families never held any
good handling toward their family members suffering mental disorders with
violent behavior. Thu, almost families did not do any good treatment to their
family members suffering mental disorders with violent behavior.
Keywords: indication symptom, treatment, violent behavior
Daftar pustaka: 37 (2003-2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan
utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa
tidak hanya dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara
langsung, namun juga menimbulkan ketidakmampuan individu untuk
berperilaku tidak produktif (Hawari, 2009). Departemen Kesehatan (2003)
mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa sehingga
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan
peran sosial serta menimbulkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma
lokal dan budaya setempat yang menyebabkan timbulnya perilaku amuk
ketika responnya maladatif.
Data dari WHO tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa dunia
sebesar 459 juta jiwa. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk
Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh,
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang
pernah memasung anggota rumah tangga dengan gangguan jiwa berat
14,3% dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%),
serta pada kelompok penduduk dengan kualitas indeks kepemilikan
2
terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia 6,0% (Riskesdas, 2013).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku agresif/kekerasan
dalam faktor psikologis diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu,
konsep diri, dan pertahanan psikologi. Suatu pandangan psikologi tentang
perilaku agresif menyatakan bahwa pentingnya faktor perkembangan atau
pengalaman hidup dalam membatasi kemampuan individu untuk memilih
koping mekanisme yang bukan perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2005).
Hasil penelitian Saragih, Jumadi, dan Indriati (2014) dengan judul
Gambaran tingkat pengetahuan dan sikap keluarga tentang perawatan
pasien resiko perilaku kekerasan di rumah menunjukkan pengetahuan
keluarga tentang perawatan anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di
rumah adalah kurang sebanyak 15 responden (45,5%), cukup sebanyak 9
responden (27,3%) dan baik sebanyak 9 responden (27,3%). Sikap
responden tentang perawatan anggota keluarga dengan perilaku kekerasan
dirumah adalah negatif sebanyak 21 responden (63,6%) dan sikap positif
sebanyak 12 orang (36,4%). Sikap responden dalam penelitian
memperlihatkan perlakuan keluarga dengan klien sehari-hari, dimana
kebanyakan diantara keluarga pasien jarang melakukan interaksi dengan
pasien selama di rumah.
Peran dan fungsi keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam memberikan
kasih sayang serta memberkan dukungan pada anggota keluarga yang
3
mengalami gangguan stabilitas mental (Friedman, 2010). Hasil Penelitian
Puspitasari (2009) dengan judul peran dukungan keluarga pada penanganan
penderita menunjukkan ada hubungan antara peran dukungan keluarga
dengan merawat klien perilaku kekerasan melalui dukungan keluarga yang
meliputi : dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental
dan dukungan penilaian.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Tambakboyo
didapatkan hasil bahwa di Desa Tambakboyo terdapat 23 kasus yang terbagi
atas 11 kasus dengan perilaku amuk, 2 kasus menarik diri, 1 kasus waham, 4
kasus isolasi sosial, dan 5 kasus harga diri rendah. Berdasarkan hasil
wawancara dengan keluarga bahwa perilaku amuk atau kekerasan dapat
timbul disaat seseorang sendirian dan saat bersama orang lain. Perilaku
amuk atau kekerasan dapat terjadi akibat dirinya merasa dendam terhadap
orang lain sehingga merasa marah dalam dirinya lalu melampiaskan
emosinya dengan mencederai diri atau orang lain dan perilaku kekerasan
juga sering terjadi akibat sindiran atau ejekan oleh orang lain ketika sedang
bersama orang lain. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
penderita antara lain melukai dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan
sekitar. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul“ Gambaran tanda dan gejala serta
penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di
Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi”.
4
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran
tanda dan gejala serta penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan
perilaku kekerasan di Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten
Ngawi?”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi gambaran tanda dan gejala serta
penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku
kekerasan di Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten
Ngawi.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui gambaran tanda dan gejala pada anggota
keluarga dengan perilaku kekerasan.
2. Untuk mengetahui gambaran penanganan yang dilakukan
keluarga dengan anggota salah satu anggota keluarga
mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan
pengetahuan serta wawasan peneliti tentang penanganan perilaku
kekerasan pada keluarga.
1.4.2 Bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi bagi
institusi dalam menyusun asuhan keperawatan dalam penanganan perilaku
kekerasan pada anggota keluarga.
1.4.3 Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
referensi serta sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya tentang
penanganan perilaku kekerasan pada anggota keluarga.
1.4.4 Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
keluarga khususnya di Desa Tambakboyo dengan anggota keluarganya
mengalami gangguan kejiwaan perilaku kekerasan dan masyarakat luas
dalam penanganan perilaku kekerasan yang terjadi pada anggota keluarga.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Perilaku Kekerasan
2.1.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap
stressor yang dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan
perilaku aktual melakukan perilaku kekerasan baik pada diri
sendiri atau orang lain dan lingkungan secara verbal dan non verbal
(Stuart dan Laraia, 2005). Menurut Varcarolis (2006) perilaku
kekerasan adalah sikap atau perilaku kekerasan yang
menggambarkan perilaku amuk, bermusuhan berpotensi untuk
merusak secara fisik atau dengan kata-kata.
2.1.2 Respon Perilaku Kekerasan
1. Respon Kognitif
Bentuk yang berbeda dari agresi dapat dihubungan dan
berhubungan dengan psikologis seperti perusuhan, kemarahan,
dan keyakinan yang irrasional. Hubungan pemikiran dan emosi
ini berperan penting dalam menerjemahkan marah menjadi
perilaku agresif (Cristopher, 2010). Pada individu dengan
perilaku agresif atau perilaku kekerasan berpikir secara
irrasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-
kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang tidak
7
tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri
harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis,
yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan
cara verbalisasi yang rasional (Faizmh, 2009). Menurut Putri
(2010) tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat diketahui
secara kognitif yaitu akan ditemukan tekanan atau gangguan
pada pikiran.
2. Respon Afektif (Emosi)
Marah sebagai suatu emosi yang mempunyai ciri-ciri
aktivitas saraf simpatik yang tinggi (Trianto, 2009). Bagaimana
pengalaman emosional dari marah tidak selalu mengarah pada
respon antagonis (Cristopher, 2010). Menurut Putri (2010)
tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat diketahui secara
afektif yaitu akan ditemukan irritabilitas, depresi, marah,
kecemasan, dan apatis.
3. Respon Fisiologis
Respon fisiologis marah timbul karena kegiatan sistem
syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi jantung meningkat, wajah
merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urin
meningkat (Triantoro, 2009).
8
4. Respon Perilaku
Respon perilaku dapat menarik perhatian dan
menimbulkan konflik pada diri sendiri seperti melarikan diri,
bolos bekerja atau penyimpangan seksual (Triantoro, 2009).
Marah selalu dihubungan dengan perilaku agresif dan bentuk
perilaku kekerasan lainnya (Putri 2010). Tanda dan gejala
perilaku kekerasan secara perilaku akan ditemukan merasa
tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, merasa ingin
berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan,
menuntut, mudah tersinggung, euporia yang berlebihan atau
tidak tepat, dan afek labil (Stuart & Laraia, 2009).
5. Respon Sosial
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.
Sebagian orang menyaalurkan kemarahan dengan menilai dan
mengkritik tingkah laku orang lain. Dalam memenuhi
kebutuhan seseorang memerlukan saling berhubungan dengan
orang lain. Pengalaman marah dapat menggangu hubungan
interpersonal. Cara seseorang mengungkapkan marah,
merefleksikan latar belakang budayanya (Triantoro, 2010).
Menurut Putri (2010) tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara sosial akan ditemukan penurunan interaksi sosial.
9
2.1.3 Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan
Proses terjadinya kekerasan menurut Stuart dan Laraia
(2005) meliputi faktor predisposisi dan faktor Presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi meliputi faktor biologis, psikologis dan
sosial budaya.
a. Faktor Biologis
Berdasarkan teori biologik terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi, yaitu :
1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi
dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respon agresif.
2) Pengaruh biokimia adalah berbagai neurotransmitter:
epinephrin, nonepineprhin, dopamine, asetekolin dan
serotonin sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon
androgen dan nonepinephrin serta penurunan serotonin
dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cairan
serebrospinal dapat menjadi faktor predisposisi yang
penting terjadinya perilaku agresif.
10
3) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif
sangat erat kaitannya dengan genetik, yaitu termasuk
genetik type karyotype XYY, yang pada umumnya
dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal.
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai
penengah antara perilaku yang berarti dan pemikiran
rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat
interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada
lobus frontal dapat menyebabkan ketidakmampuan
membuat keputusan, perubahan kepribadian, perilaku
yang tidak sesuai dan ledakan agresif (Stuart dan Laraia,
2005). Sistem limbik merupakan penengah dari
dorongan ekspresi emosi dan perilaku. Sistem limbik
berfungsi untuk memproses informasi dan daya ingat,
juga berfungsi sebagai penengah antara ekspresi takut
dan amuk. Perubahan pada sistem limbik dapat
menyebabkan peningkatan atau penurunan resiko
perilaku kekerasan. Hipotalamus merupakan sistem
alarm otak, stress dapat menimbulkan peningkatan
steroid dan kondisi ini dapat terjadi berulang yang akan
mengakibatkan trauma saat kanak-kanak dapat menetap
sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan
resiko perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005).
11
Penelitian yang dilakukan Keliat (2003) menyebutkan
karakteristik jenis kelamin berhubungan dengan kejadian
perilaku kekerasan verbal dan klien laki-laki dua kali
lipat lebih banyak dari klien perempuan, serta usia
paling banyak 30 tahun ke bawah, sedangkan penelitian
karakteristik klien yang dirawat dibangsal MPKP
menyebutkan ada 63,9% berjenis kelamin laki-laki dan
82,5% terdapat pada golongan umur dewasa yaitu umur
33 tahun sampai dengan 55 tahun (Keliat dkk, 2008).
Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan bahwa
berdasarkan bukti penelitian laki-laki yang mempunyai
testoteron tinggi cenderung lebih agresif dibandingkan
laki-laki yang mepunyai testoteron sedang. Dari
penjelasan di atas faktor predisposisi biologis perilaku
kekerasan yaitu gangguan sistem limbik, lobus frontal,
hipotalamus, dan neurotransmitter serta jenis kelamin
manusia.
b. Faktor Psikologi
Menurut Townsend (1996), dalam Stuart dan Laraia,
(2005). Faktor psikologi perilaku kekerasan meliputi:
1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
12
konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri.
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan
perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki
pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh peran eksternal.
Faktor psikologis lainnya yang sangat mempengaruhi
terjadinya perilaku kekerasan, kegagalan untuk
mengembangkan kontrol impuls (kemampuan untuk
menunda terpenuhinya keinginan), kualitas tersebut
dapat menyebabkan individu yang impulsif, mudah
frustasi, dan rentan terhadap perilaku agresif (Videbeck,
2008). Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan bahwa
factor psikologi penyebab terjadinya perilaku kekerasan:
ketidakberdayaan, harga diri rendah, pengalaman masa
lalu, koping dan keterampilan komunikasi secara verbal,
kegagalan dalam mengembangkan kualitas control
impuls, stress ditempat kerja, pengangguran dan
kepribadian antisosial.
c. Faktor Sosiokultural
Faktor sosial budaya yang dipengaruhi oleh proses
globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
13
pada masyarakat. Disisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan
stress (Ahmad, 2005).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi meliputi: sifat stresor, asal stresor,
lamanya stresor yang dialami dan banyaknya stresor yang
dihadapi oleh seseorang. Faktor presipitasi terjadinya masalah
perilaku kekerasan yaitu stresor biologis, stresor psikologis dan
stressor sosial budaya. Sifat dari stresor yang tergolong
komponen biologis, misalnya penyakit infeksi, penyakit kronis
atau kelainan struktur otak. Komponen psikologis, misalnya:
stresor terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya abuse dalam keluarga, atau adanya kegagalan dalam
hidup. Selanjutnya komponen sosial budaya misalnya adanya
aturan yang sering bertentangan antara individu dan kelompok
masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak sesuai dengan
kemampuan seseorang, ataupun adanya stigma dari masyarakat
terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa (Stuart dan
Laraia, 2005). Faktor presipitasi lainnya secara umum
seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis
atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri
14
seseorang. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal,
contoh stresor eksternal serangan secara psikis, kehilangan
hubungan yang dianggap bermakna dan adanya kritikan dari
orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal adalah
merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang
dicintai dan ketakutan terhadap penyakit yang dideritanya
(Yosep, 2009).
2.1.4 Penanganan Perilaku Kekerasan
Penanganan perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain (Keliat, 2009) :
1. Penanganan intervensi keperawatan yang diberikan pada klien
riwayat perilaku kekerasan dengan terapi generalis dan terapi
spesialis, terapi generalis meliputi tujuan khusus dan strategi
komunikasi untuk klien, sedangkan terapi spesialisnya meliputi:
Cognitif Behavioral Therapy, Assertive Training, sedangkan
terapi keluarga: Family Psycho Education dan terapi
kelompoknya Therapy Supportif Group. Sedangkan
penanganan intervensi keperawatan pada klien perilaku
kekerasan dengan memberikan strategi komunikasi pada klien
meliputi :
a. Intervensi keperawatan pada klien perilaku kekerasan
bertujuan untuk mengontrol perilaku kekerasannya, dengan
cara:
15
1) Bersama klien mendiskusikan penyebab, tanda dan gejala
perilaku kekerasan.
2) Bersama klien mendiskusikan akibat & perilaku
kekerasan yang dilakukan
3) Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol & melatih
perilaku kekerasan dengan cara fisik I (tarik nafas dalam)
dan fisik 2 (melakukan aktivitas yang disukai).
4) Bersama klien melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal.
5) Bersama klien melatih melatih pasien mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
6) Bersama klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara patuh minum obat.
7) Bersama klien menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian.
8) Bersama klien mengevaluasi jadwal kegiatan harian yang
sudah dibuat dan dilaksanakan.
9) Memberikan Cognitif Behavioral Therapy; dan
Memberikan Assertive Training.
b. Intervensi keperawatan yang diberikan pada keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan, bertujuan agar keluarga
mampu merawat klien dengan perilaku kekerasan, dengan
cara:
16
1) Bersama keluarga mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien.
2) Bersama keluarga menyamakan pengalaman definisi
perilaku kekerasan tanda dan gejala, proses terjadinya
perilaku kekerasan.
3) Bersama keluarga menyamakan pengalaman &
mempraktekkan cara merawat pasien perilaku kekerasan.
4) Bersama keluarga dalam memberikan Family Pscho
Education.
5) Memberikan Therapy Supportif Group; dan Bersama
keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning) & menjelaskan follow
up pasien setelah pulang.
c. Intervensi keperawatan dengan terapi kelompok pada pasien
perilaku kekerasan menurut Stuart dan Laraia (2005),
bertujuan untuk merubah perilaku destruktif dan maladaftif
menjadi perilaku yang kontruktif, sehingga mampu
berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan menurut Keliat
(2009), manfaat terapi kelompok adalah saling berbagi
pengalaman, saling membantu menyelesaikan masalah dan
mempraktekkan cara marah yang asertif. Terapi kelompok
perilaku kekerasan yang diberikan adalah terapi aktivitas
kelompok yaitu stimulasi pengalaman meliputi:
17
1) Bersama kelompok mengenal perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
2) Bersama kelompok belajar mencegah tidak melakukan
perilaku kekerasan secara fisik.
3) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku kekerasan
secara sosial.
4) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku kekerasan
dengan spiritual.
5) Bersama kelompok belajar dan mencegah perilaku
kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat.
2. 2. Keluarga
2. 2. 1. Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta social dari tiap
anggota keluarga (Zaidin Ali, 2009). Keluarga adalah suatu sistem
interaksi emosional yang diatur secara kompleks dalam posisi,
peran dan norma yang lebih jauh diatur dalam subsistem didalam
keluarga, subsistem ini menjadi dasar struktur atau organisasi
keluarga (Friedman, 2003).
18
2. 2. 2. Fungsi Keluarga
Friedman (2010) mendefinisikan fungsi dasar keluarga
adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan
masyarakat yang lebih luas, meliputi :
1. Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian
dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga
dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.
2. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota
keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga
yang produktif dan memberikan status pada anggota keluarga,
keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan interakasi dengan
anggotanya.
3. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga dan
menambah sumberdaya manusia.
4. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk
meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya.
5. Fungsi perawatan kesehatan, keluarga mempertahankan
kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang
19
tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga
dibidang kesehatan.
2. 2. 3. Tugas Keluarga
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan (Friedman,
2010) yang meliputi:
1. Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah
kesehatan keluarga klien dengan perilaku kekerasan, keluarga
perlu mengetahui penyebab tanda-tanda klien kambuh dan
perilaku maladaftifnya meliputi keluarga perlu mengetahui
pengertian prilaku kekerasan, tanda dan gejalanya, cara
mengontrol prilaku kekerasaannya dengan cara minum obat dan
cara spiritual.
2. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi
anggota keluarga dengan prilaku kekerasan, menanyakan
kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa kepelayanan
kesehatan atau membawa untuk dirawat ke rumah sakit jiwa.
3. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang perlu
dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut perilaku kekerasan
yang dilakukan, pemahaman keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang perlu
dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga tentang alat-alat
20
yang membahayakan bagi anggota keluarga dengan riwayat
prilaku kekerasan, pengetahuan keluarga tentang sumber yang
dimiliki keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan
riwayat perilaku kekerasan, bagaimana keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang
membutuhkan bantuan.
4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi
lingkungan,yang perlu dikaji: pengetahuan keluarga tentang
sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam memodifikasi
lingkungan khususnya dalam merawat anggota keluarga dengan
riwayat perilaku kekerasan, kemampuan keluarga dalam
memanfaatkan lingkungan yang asertif.
5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu
dikaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan
pelayanan kesehatan dalam mengatasi perilaku kekerasannya.
Pemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan yang
berada di masyarakat, tingkat kepercayaan keluarga terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai
pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan,
apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang
ada di masyarakat.
21
2.2.3. Peran Keluarga
Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien
gangguan jiwa, diantaranya: memberikan bantuan utama terhadap
penderita gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman tentang
berbagai manifiestasi gejela-gejala sakit jiwa yang terjadi pada
penderita, membantu dalam aspek administratrif dan finansial yang
harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan penderita.
untuk itu yang harus dilakukan oleh keluarga adalah nilai
dukungan dan kesediaan menerima apa yang sedang dialami oleh
penderita serta bagaimana kondisi kesehatan penderita dapat
dipertahankan setelah dklaim sehat oleh tenaga psikolog, psikiater,
neurolog, dokter, ahli gizi dan terapis dan kembali menjalani hidup
bersama keluarga dan masyarakat sekitar (Solahuddin, 2009).
Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa
depan yang lebih baik dibandingkan keadaan sekarang merupakan
pendorong dan motivator pemulihan. Kesadaran bahwa banyak
penderita gangguan jiwa bisa mengatasi tantangan, masalah dan
hambatan seperti yang mereka hadapi saat itu akan menjadi
pendorong munculnya pemulihan. Harapan bisa tumbuh dan
diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, penderita yang telah
pulih, tenaga kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Adanya
harapan merupakan pendorong proses pemulihan.
22
Salah satu faktor penting dalam pemulihan adalah adanya
keluarga, saudara dan teman yang percaya bahwa seorang
penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup produktif di
masyarakat. Mereka bisa memberikan harapan, semangat dan
dukungan sumber daya yang diperlukan untuk pemulihan. Melalui
dukungan yang terciptanya lewat jaringan persaudaraan dan
pertemanan, maka penderita gangguan jiwa bisa mengubah
hidupnya, dari keadaan kurang sehat dan tidak sejahtera menjadi
kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan di
masyarakat. Hal tersebut akan mendorong kemampuan penderita
gangguan jiwa mampu hidup mandiri, mempunyai peranan dan
berpartisipasi di masyarakatnya. Keluarga, pemberi pelayanan
kesehatan jiwa dan anggota masyarakat perlu memperlakukan
penderita gangguan jiwa dengan sikap yang bisa menumbuhkan
dan mendukung tumbuhnya harapan dan optimisme. Harapan dan
optimisme akan menjadi motor penggerak pemulihan dari
gangguan jiwa. Dilain pihak, kata-kata yang menghina,
memandang rendah, memasung dan menumbuhkan pesimisme
akan bersifat melemahkan proses pemulihan (Friedman, 2010).
23
2.2.4. Penanganan Keluarga Terhadap Anggota Dengan Perilaku
Kekerasan
Adapun beberapa penanganan keluarga terhadap penderita
gangguan jiwa khususnya perilaku kekerasan selama dirumah
berdasarkan workshop keperawatan jiwa ke delapan pada bulan
Agustus 2014 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Keluarga membimbing (melatih) penderita untuk melakukan
tindakan mengendalikan marah dengan cara tarik napas dalam
2. Keluarga membimbing (melatih) penderita untuk melakukan
tindakan mengendalikan marah dengan cara memukul kasur
dan bantal
3. Keluarga memberikan bimbingan kepada penderita dengan cara
verbal/bicara baik-baik ketika pasien mengamuk atau marah
4. Keluarga memberikan bimbingan kepada penderita dengan cara
spiritual: mengajak beribadah
5. Keluarga dapat meningkatkan dosis obat misal menjadi 2 tablet
sekali minum jika pasien mengamuk.
6. Keluarga memberikan obat hanya kepada penderita saja
7. Keluarga memberikan obat sesuai dengan waktu yang
ditentukan misal: pagi, siang, malam
8. Keluarga memberikan obat dengan cara yang sesuai misal: obat
diminum, tidak disuntikkan.
24
9. Keluarga memberikan obat sesuai anjuran, misal sebelum
makan atau sesudah makan
10. Keluarga memberi obat secara rutin dan terus menerus ke
penderita selama penderita masih mengalami gangguan jiwa
11. Keluarga membiarkan penderita ketika penderita mengalami
marah atau mengamuk.
12. Keluarga berusaha menciptakan lingkungan yang nyaman dan
tenang.
13. Ketika pasien mengamuk keluarga meminta tolong masyarakat
untuk membantu menenangkan penderita
14. Ketika pasien mengamuk keluarga membawa pasien langsung
ke rumah sakit (pelayanan kesehatan)
15. Ketika obat pasien akan habis keluarga langsung membawa ke
rumah sakit (pelayanan kesehatan) untuk kontrol
25
2. 3. Keaslian penelitian
Beberapa penelitian yang terkait adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul
penelitian
Metode Hasil
Aedil, Syafar,
dan Suriah
(2013)
Perilaku petugas
kesehatan dalam
perawatan
pasien gangguan
jiwa skizofrenia
di rumah sakit
khusus daerah
provinsi
Sulawesi selatan
Penelitian Kualitatif
dengan rancangan
pendekatan studi
kasus yang
dilakukan melalui
teknik wawancara
mendalam dan
observasi.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa tindakan
petugas
kesehatan dalam
menciptakan
suasana aman
bagi pasien
skizofrenia
dilakukan dengan
cara pendekatan,
pemindahan
pasien ke ruangan
lain, pemberian
obat dan juga
tindakan fiksasi
(pengikatan).
26
Saragih,
Jumadi, dan
Indriati (2014)
Gambaran
tingkat
pengetahuan dan
sikap keluarga
tentang
perawatan
pasien resiko
perilaku
kekerasan di
rumah
Desain penelitian ini
adalah penelitian
deskriptif
Pengetahuan baik
sebanyak Sembilan
responden,
pengetahuan cukup
sembilan responden
dan pengetahuan
kurang sebanyak 15
responden.
27
2. 4. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Stuart dan Laraia, 2005, Keliat, 2009 & Friedman, 2010)
2. 5. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
Perilaku
Kekerasan
Tanda gejala
perilaku
kekerasan
Penanganan Perilaku
Kekerasan di keluarga
Tanda dan gejala
perilaku kekerasan
Penanganan Perilaku Kekerasan
di keluarga
Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku
Kekerasan
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi
Perilaku Kekerasan
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu
penelitian yang berusaha menggambarkan suatu fenomena (Wasis, 2008).
Yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah gambaran tanda dan gejala
serta penanganan keluarga dengan perilaku kekerasan di Desa Tambakboyo
Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.
Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu
penelitian yang dilakukan satu kali pengamatan saja.
3.2 Populasi, Teknik Sampling dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga dengan anggota
keluarga mengalami gangguan kejiwaan perilaku kekerasan di Desa
Tambakboyo, Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi sebanyak 11
keluarga.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
total sampling yaitu semua populasi dijadikan responden penelitian.
Berdasarkan teknik sampling jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
semua keluarga dengan anggota keluarga mengalami gangguan kejiwaan
perilaku kekerasan yaitu tersebut 11 keluarga.
29
3.2. 1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan
diteliti (Nursalam, 2009).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan
kejiwaan perilaku kekerasan.
2. Keluarga bisa baca tulis dan tidak buta huruf.
3. Bersedia menjadi responden.
3.2. 2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena
berbagai sebab (Nursalam, 2009). Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah: keluarga yang tidak bersedia menjadi
responden dalam penelitian.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Tambakboyo Kecamatan
Mantingan Kabupaten Ngawi Jawa Timur pada bulan Desember-Juli 2015.
30
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Table 3.1 Variabel, definisi operasional dan skala pengukuran.
Nama
Variabel
Definisi
Oprasional Alat Ukur Indikator Skala
Respon
perilaku
kekerasan
Respon yang
menjadi
indikator
tanda gejala
penderita
perilaku
kekerasan
Kuesioner 1. Respon kognitif
2. Respon Afektif
(Emosi)
3. Respon Fisiologis
4. Respon Perilaku
5. Respon Sosial
Nominal
Penangana
n keluarga
terhadap
perilaku
kekerasan
Merupakan
suatu
tindakan
yang
dilakukan
oleh keluarga
terhadap
anggota
keluarga
yang
mengalami
gangguan
jiwa perilaku
kekerasan.
Kuesioner 1. Penanganan baik jika
≥ 10,78
2. Penanganan kurang
baik jika <10,78
Nominal
3.5 Alat Penelitian
3.5.1 Kuesioner
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu
dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan/ pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden.
31
Kuesioner pada penelitian ini adalah kuesioner tanda dan
gejala serta penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan
perilaku kekerasan. Item pertanyaan jenis kelamin dan hubungan
responden dengan penderita menggunakan kuesioner tertutup
sedangkan usia penderita dan lamanya penderita mengalami
gangguan jiwa menggunakan jenis kuesioner terbuka.
Data primer meliputi tanda dan gejala (respon) dan
penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien dengan
perilaku kekerasan dirumah. Kuesioner data primer menggunakan
jenis kuesioner tertutup dimana jawaban telah disediakan. Data
primer tanda gejala (respon) terdiri dari 5 aspek yaitu respon
kognitif, respon afektif, respon fisiologis, respon perilaku dan
social dimana masing-masing item terdiri dari 3 sampai dengan 6
pernyataan. Keluarga mempunyai 2 pilihan jawaban yaitu ya dan
tidak dimana jawaban tersebut menyesuaikan kondisi penderita di
rumah. Jika keluarga menjawab ya=1 dan tidak =0.
Data primer penanganan keluarga terhadap penderita
gangguan jiwa perilaku kekerasan terdiri dari 15 butir pernyataan.
Dari 15 pernyataan terdapat 13 pernyataan favourable dan 2
unfavourable. Dua pernyataan unfavourable tersebut adalah
pernyataan nomor 5 dan pernyataan nomor 11. Pada kuesioner
penanganan ini keluarga juga mempunyai 2 pilihan jawaban
dimana jika jawaban benar maka skor = 1, namun jika keluarga
32
menjawab salah maka skor = 0. Nilai maksimal pada kuesioner ini
adalah 15 dan nilai minimal adalah 0. Keluarga dikatakan telah
melakukan penanganan pada penderita gangguan jiwa perilaku
kekerasan dengan baik jika ≥ 10,78 dan keluarga dikategorikan
dalam penanganan yang kurang baik jika < 10,78. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, dengan cara
peneliti mencentang jawaban pernyataan kuesioner dari responden.
3.5.2Uji Validitas
Konten validitas adalah jenis lain dari validitas yang sangat
tergantung pada interpretasi pribadi, dan mengacu pada pada
apakah instrumen tersebut mengandung semua dimensi yang akan
dipertimbangkan oleh pengamat menjadi penting dalam mengukur
hasil yang diinginkan. Jika instrumen memiliki kandungan tinggi
validitas, seseorang dapat menarik kesimpulan yang luas tentang
individu yang diukur dalam kaitannya dengan komunitas yang
lebih besar (Jennings, 2012).
3.6 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
3.6. 1. Pengumpulan data
Pengumpulan dataadalah suatu proses pendekatan kepada
subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian. Adapun metode pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
33
1. Peneliti meminta surat pengantar penelitian dari akademi.
2. Peneliti memasukkan surat pengantar penelitian ke tempat
penelitian yaitu Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan
Kabupaten Ngawi.
3. Setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala desa kemudian
peneliti melakukan penelitian dengan menyebar kuesioner ke
responden.
4. Peneliti meminta persetujuan untuk menjadi responden dengan
memberikan lembaran informed consent sebagai bukti
kesediaan sebagai responden kemudian peneliti memberi
pertanyaan sesuai kuesioner kepada responden.
5. Setelah itu responden diminta untuk menjawab kuesioner
tersebut.
6. Hasil dari kuesioner yang telah terkumpul kemudian ditabulasi.
7. Setelah ditabulasi data kemudian dianalisa dan disimpulkan.
3.6. 2. Pengolahan Data
Peneliti melakukan beberapa tahap dalam pengolahan data
meliputi pengecekan data (editing), pemberian kode data (coding)
dan pemprosesan data (entering).
1. Pengecekan data (editing)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali
kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat
dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
34
terkumpul. Dalam penelitian ini peneliti akan memeriksa data
tentang hasil dari kuesioner.
2. Pemberian kode data (coding)
Coding yaitu kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian
kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Adapun kode dalam kuesioner ini
adalah jika menjawa “ya” diberi kode 1 , dan jika menjawab
“tidak” diberi kode 0.
3. Pemprosesan data (entering)
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa
juga dengan membuat tabel kontigensi.
3.6. 3. Analisa Data
Analisis data menggunakan analisis univariat adalah analisis
yang menggambarkan karakteristik setiap variabel (Sugiyono
2013). Sebagai hasilnya akan tergambar karakteristik responden
seperti: jenis kelamin, usia responden, lama menderita, hubungan
penderita dengan responden serta tanda dan gejala serta
penanganan keluarga terhadap perilaku kekerasan di rumah dalam
bentuk distribusi frekuensi dan varian data.
35
3.7 Etika Penelitian
3.7. 1. Informed consent (lembar persetujuan)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan
dengan memberikan lembar persetujuan menjadi informan.
Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti
serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika informan
setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.
3.7. 2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama
informan pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang
hanya dimengerti oleh peneliti.
3.7. 3. Confidentially (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh informan. Peneliti hanya
melaporkan kelompok data tertentu saja.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Responden
1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.1Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 6 54,5
Perempuan 5 45,5
N 11 100
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 11 responden sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 6 orang (54,5%).
2. Varian data berdasarkan usia responden
Tabel 4.2 Varian data berdasarkan usia responden (dalam tahun)
Mean Median Nilai
SD Min Max
34,81 40 14 54 14,05
Pada tabel 4.2 distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
dapat dilihat bahwa responden mempunyai usia yang bervariasi dari
mulai usia 14 sampai dengan 54 tahun, rerata umur pasien 34,81 tahun
dengan standar deviasi 14,05.
37
3. Varian data responden berdasarkan lamanya penderita mengalami
gangguan jiwa (dalam tahun)
Tabel 4.3Distribusi frekuensi berdasarkan lama penderita mengalami
gangguan jiwa
Mean Median Nilai
SD Min Max
6,09 6 2 11 2,8
Pada tabel 4.3varian data penderita berdasarkan lama penderita
mengalami gangguan jiwa dapat dilihat bahwa lama penderita
mengalami gangguan jiwa bervariasi mulai dari 2 tahun hinggga 11
tahun, rerata lama pasien menderita adalah 6,9 tahun denga standar
deviasi 2,8.
4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungan dengan penderita.
Tabel 4.4Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungan dengan
penderita
Hubungan dengan pasien Frekuensi Persentase (%)
Orang tua 6 54,5
Anak 2 18,2
Kakek/nenek 0 0
Saudara 3 27,3
N 11 100
Dari tabel 4.4 distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungan
dengan penderita dapat di lihat bahwa jumlah responden yang
mempunyai hubungan sebagai orang tua sebanyak 6 responden (54.5%)
38
4.2. Respon/tanda gejala dan penanganan
4.2. 1. Respon kognitif
Tabel.4.5 Respon (tanda gejala) kognitif (n=11)
Respon (tanda gejala) Kategori
F
Berkata tidak masuk akal 11
Berpikir tidak masuk akal 10
Sering berpikir negative 11
Dari tabel 4.5 diketahui hasil dari respon kognitif yaitu
respon dengan berkata tidak masuk akal sebanyak 11 responden, dan
sering berfikir negatif sebanyak 11 responden.
4.2. 2. Respon afektif
Tabel 4.6Respon afektif (emosi) (n=11)
Respon (tanda gejala) Kategori
f
Sering marah 11
Penderita terlihat cemas 11
Terlihat depresi 8
Dari tabel 4.6diketahui hasil respon afektif yaitu sering
marah 11 responden, dan penderita terlihat cemas sebanyak 11
responden.
39
4.2.3. Respon fisiologis
Tabel 4.7Respon fisiologis (n=11)
Respon (tanda gejala) Kategori
F
Wajah tegang (kemerahan) 11
Mata melotot 6
Frekuensi BAK meningkat 4
Dari tabel 4.7diketahui hasil respon fisiologis yaitu wajah
tenang (kemerahan) sebanyak 11 responden.
4.2.4. Respon perilaku
Tabel 4.8Respon perilaku (n=11)
Respon (tanda gejala) Kategori
F
Mudah tersinggung 11
Kadang tertawa berlebihan 10
Kadang sedih tiba-tiba 11
Sering mengumpat 11
Penderita terlihat tak nyaman 7
Menuntut (menyalahkan orang lain) 4
Dari tabel 4.8di atas menunjukkan bahwa respon perilaku
mudah tersinggung, kadang sedih tiba-tiba dan sering mengumat
sebanyak 11 responden.
4.2.5. Respon sosial
Tabel 4.9Respon sosial (n=11)
Respon (tanda gejala) Kategori
F
Terlihat menyendiri 10
Enggan berkomunikasi 9
Tidak terlibat dalam kegiatan 11
Tabel 4.9respon sosial terlihat menyendiri sebanyak 11 responden.
40
4.2.6 Penanganan Keluarga
Tabel 4.10 Penanganan keluarga
Kategori F Prosentase %
Penanganan baik 5 45,46
Penanganan kurang 6 54,54
N 11 100
Dari tabel 4.10di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
(54,54%) keluarga belum melakukan penanganan yang baik terhadap
anggota yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
Keluarga dikatakan melakukan penanganan yang baik terhadap
anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan perilaku
kekerasan jika total jawaban ≥ 10.78dan keluarga dikatakan belum
melakukan penanganan dengan baik jika total jawaban < 10.78.
41
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini Penulis akan membahas terkait dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Peneliti di Desa Tambakboyo, Kecamatan Mantingan Kabupaten
Ngawi. Adapun pembahasan pada penelitian ini secara rinci sebagai berikut:
5. 1. KarakteristikResponden
5. Distribusi frekuensi respondenberdasarkan jeniskelamin
Distribusifrekuensipenderitaberdasarkanjeniskelamindari 11
responden sebagianbesarberjeniskelaminlaki-lakiyaitusebanyak 6 orang
(54,5%). Karakteristik jenis kelamin responden dibahas dalam penelitian
Zulfitri (2006) bahwa keluarga mayoritas berjenis kelamin perempuan
sebesar 64,6%. Zulfitri membahas bahwa perempuan dan laki – laki
memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi masalah, laki – laki
cenderung tidak peduli, tidak memperhatikan kesehatannya sedangkan
perempuan lebih banyak ditemukan untuk memeriksakan kesehatannya.
6. Distribusi frekuensi berdasarkan usiaresponden
Distribusi frekuensi respondenberdasarkanusiadapat dilihat bahwa
respondenmempunyaiusia yang bervariasidarimulaiusia14
sampaidengan54tahun, denganrerataumurrespondenadalah
34,81tahun.DalampembagiankelompokumurmenurutErik H Erickson
(1950) rerataumurtersebuttermasukdalamkategoridewasamuda (19-40
tahun).Usiadewasamudamempunyaikarakteristik psikososial keintiman
42
versus keterasingansekaligus mengembangkan kekuatan dasar
cinta,Mempunyaitujuan-tujuan yang jelasdankebiasaan-kebiasaankerja
yang efisien. Seseorang yang matangmelihattujuan-tujuan yang
ingindicapainyasecarajelasdantujuan-
tujuanitudapatdidefinisikanyasecaracermatdantahumanapantasdantidaksert
abekerjasecaraterbimbingmenujuarahnya.Pertanggungjawabanterhadapusa
ha-usahapribadi, orang yang sudahmatangmau member kesempatanpada
orang lain untukmembantuusaha-usahanyauntukmencapaitujuan. (Umma,
2014).
7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
lamanyapenderitamengalamigangguanjiwa
Distribusi frekuensi penderita berdasarkanusia dapat dilihat bahwa
lama penderitamengalamigangguanjiwabervariasimulaidari 2
tahunsampaidengan 11 tahun. Denganreratapasienmenderitaadalah
6,9tahun.Gangguankejiwaanpsikotikumumnyadisebabkanolehindividu
yang tidakmampumenyelesaikanmasalah yang diterima. Proses
penyembuhan yang lama disebabkanolehkarena stigma yang
munculdarimasyarakatkhususnyakeluargabahwapenderitadengangangguan
jiwasebagai orang giladanmengucilkanya. Penanganan yang
kurangbaikolehkeluargakepadapenderitajugamenjadihal yang
sangatberpengaruhterhadap proses
penyembuhanpasiendengangangguankejiwaan (Hasyim, 2013). Penelitian
yang dilakukanolehSulistyowatidenganjudulkeefektifanpenggunaan
43
restrain
terhadappenurunanperilakukekerasanpadapasienskizofreniadidapatkanhasi
ldari 30 respondenterdapat 9
respondanmenderitagangguanjiwaperilakukekerasankurangdari 1 tahun, 12
respondenmengalamigangguanjiwaperilakukekerasandengan lama 2-4
tahundansebanyak 9
respondenmengalamigangguanjiwaperilakukekerasanlebihdari 5 tahun.
8. Distribusifrekuensirespondenberdasarkanhubungandenganpenderita.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan
hubungandenganpenderitamenunjukkan bahwa jumlah responden yang
mempunyai hubungansebagai orang tuasebanyak 6 responden
(54.5%).Berdasarkanpenelitian yang
dilakukanolehpenelitimenunjukkanbahwakeluargatidakmungkinmeninggal
kanpasiendengan orang
lainkarenakeluargatakutmengamukbilatidakbersamakeluarga.
Penelitianinisejalandenganpenelitianyang dilakukanolehNancye(2015)
denganjudulpengaruh terapi keluarga terhadap dukungankeluarga dalam
merawat klien dengan masalah perilaku kekerasan di kota
Surabayamenunjukkanhasilhubungankeluargadenganpenderitagangguanji
waperilakukekerasansebagai orang tuasebanyak 24 dari 48 responden.
Penelitian inidiperkuatoleh Davison (2004)
dimanakeluargamerupakansuatubentukkhususterapikelompok.Kelompokn
44
yaterdiridarisuami, istriatau orang tuasertaanaknya yang
bertemudengansatuatauduaterapis.
5. 2. Gambarantandagejalakeluargadenganperilakukekerasan di
DesaTambakboyoKec. MantinganKab. Ngawi
5.2.1 Responkognitif
Hasil dari respon kognitif yaitu respon dengan berkata tidak masuk
akal sebanyak 11 responden, dan sering berfikir negatif sebanyak 11
responden. Individu dengan perilaku agresif atau perilaku kekerasan
berpikir secara irrasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan.
Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang tidak tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan
cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal
sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional (Faizmh, 2009).
Putri (2010) menyatakantanda dan gejala perilaku kekerasan dapat
diketahui secara kognitif yaitu akan ditemukan tekanan atau gangguan
pada pikiran.
5.2.2 Responafektif
Dapat diketahui bahwa hasil respon afektif
daripenderitadengangangguanjiwaperilakukekerasan yaitu sering marah 11
responden, penderita terlihat cemas sebanyak 11
45
respondensedangkanpenderita yang terlihatdepresiterdapat8 responden.
Teori yang adadalampenelitianPutri (2010) menyebutkanbahwatanda dan
gejala perilaku kekerasan dapat diketahui secara afektif yaitu akan
ditemukan irritabilitas, depresi, marah, kecemasan, dan
apatis.Berdasarkanpenelitian yang dilakukanolehSinaga (2008) gejala
yang lebihbanyakmunculpadapasienperilakukekerasanyaitudisfungsi social
danpekerjaan
mempengaruhiperilakupadapasienperilakukekerasanmenyebabkandepresip
adapasien yang mengganggukonsepdiripasiensehinggamenjadikan
kurangnyapenerimaanpasien di
lingkungankeluargadanmasyarakatterhadapkondisi yang dialamioleh
pasien.
5.2.3 Responfisiologis
Dari penelitian yang dilakukandapat diketahui bahwa
11penderitamenunjukkanrespon fisiologis yaitu wajah tegang
(kemerahan). Hal tersebutsesuaidenganteori yang
dikemukakanolehYosep(2009)bahwatandagejalapasiendengangangguanji
waperilakukekerasandarisegifisikadal ah
mukamerahdantegangselainitutandan
gejalalainyaadalahmatamelototataupandangantajam, tanganmengepal,
rahangmengatup,
posturtubuhterlihatkakudanpenderitaseringkalijalanmondarmandir.
5.2.4 Responperilaku
46
Menunjukkanbahwarespon perilaku mudah tersinggung, kadang
sedih tiba-tiba dan sering mengumpat sebanyak 11
responden.Tandagejalatersebutsesuaidengantandagejala yang
dikemukakanolehYosep(2009)
bahwapasiendengangangguanjiwaperilakukekerasanmempunyaitandagejal
apenderitaseringmengumpatdengan kata-kata
kotordanmengancambaiksecara verbal maupunfisik.
5.2.5 Responsocial
Dapatdilihatdarirespon sosial
bahwapenderitagangguanjiwadenganperilakukekerasanmenunjukkan 11
respondenatausemuapenderitaseringterlihat
menyendiri.MenurutYosep(2009)
tandagejalagangguanjiwaperilakukekerasandarisegisocialadalahmenarikdir
idarilingkungan, pengasingan, penolakan,
kekerasanejekandansindiran.Berdasarkaninformasidarikeluargabahwapend
eritaterkadangterlihatmenyendirimeskipunkadangjugasecaratiba-
tibamarahdanmengamuk.Perilakukekerasandapatmengakibatkanseseorang
beresikomelakukantindakan yang dapatmembahayakansecarafisik,
baikpadadirisendirimaupun orang lain
disertaidenganamukdangaduhgelisah yang tidakterkontrol. Hal
inidapatterjadikarenabeberapapenyebabyaitukonsepdiri: hargadirirendah,
gangguanpemeliharaankesehatandanketidakmampuankeluargamerawatpasi
47
endenganperilakukekerasan
(Direja, 2011).
5. 3. GambaranPenangananKeluargapadaanggotakeluargadenganperilakuk
ekerasan
Hasilpenelitian yang
dilakukanolehpenelitididapatkanhasilsebagianbesar (6 keluarga)
belummelakukanpenanganan yang baikterhadapanggota yang
mengalamigangguanjiwaperilakukekerasan.Penanganan yang
belumdikatakanbaiklebihdikarenakankarenapengetahuankeluargaterhadapca
rapenanganankeluargadengangangguanjiwaperilakukekerasanmasihkurang.
Adapunfaktor-faktor yang mempengaruhipengetahuanseseorangantara lain:
pendidikan, informasi/media massa, socialbudayadanekonomi, lingkungan,
pengalaman, usia
Penanganan yang
kurangterhadappenderitadengangangguanjiwatentunyajugadipengaruhiolehi
nformasidantingkatpendidikandariresponden.Informasi yang
didapatkanpenelitidarirespondenmenunjukkanbahwasemuaresponden rata-
rata mempunyaipendidikan yang rendahyaitu SMPdanSekolahDasar.
Semakinbanyakinformasi yang
diterimatentunyaakanmenjadikandukungankeluargaterhadapanggotakeluarg
adengangangguanjiwakhususnyaperilakukekerasansemakinbaik.
Dukungankeluargasangatlahpentingdanmenjadifactorutamahubunganyadeng
an proses penyembuhanpasiendengangangguanjiwaperilakukekerasan.
48
Dukungankeluarga yang
positifterhadapanggotakeluargadengangangguanjiwaperilakukekerasanakan
membuatpenderitamempunyai rasa danhargadiri yang
positifdanhaltersebutpentingdalam proses
penyembuhanpenderitadengangangguankejiwaanperilakukekerasan
(Nancye, 2015).
48
BAB VI
PENUTUP
6. 1. KESIMPULAN
6.1.1 Gambaran tanda dan gejala pada anggota keluarga dengan
perilakukekerasan berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Semua penderita (11 responden) mempunyai respon kognitif yaitu
respon dengan berkata tidak masuk akal sebanyak dan sering
berfikir negatif sebanyak 11 responden responden.
2. Semua penderita (11 responden) dengan perilaku kekerasan
menunjukkan respon afektif yaitu sering marah dan cemas.
3. Semua penderita (11 responden) penderita menunjukkan hasil
respon fisiologis yaitu wajah tenang (kemerahan).
4. Semua penderita (11 responden) mempunyai respon perilaku
mudah tersinggung, kadang sedih tiba-tiba dan sering mengumpat
sebanyak.
5. Respon sosial dari penderita menunjukkan seluruhpenderita (11
responden)mempunyai masalah dalam interaksi sosial yaitu terlihat
menyendiri.
49
6.1.2 Gambaranpenanganan yang dilakukan keluarga dengan anggota salah
satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
Dari segi penanganan keluarga terhadap penderita dengan
gangguan kejiwaan perilaku kekerasan menunjukkan bahwa sebagian
besar (6 keluarga) belum melakukan penanganan yang baik terhadap
anggota yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
6. 2. SARAN
6.2. 1. Bagi keluarga
Di harapkan keluarga dapat memberikan penanganan yang
lebih baik berupa dukungan dan support kepada anggota keluarga
yang menderita gangguan jiwa perilaku kekerasan sehingga
berdampak positif dalam proses penyembuhan penderita.
6.2. 2. Bagi akademik
Diharapkan akademik khususnya prodi keperawatan
khususnya kompetensi keperawatan jiwa dapat memberikan cara
penanganan yang baik terhadap keluarga dengan gangguan jiwa
perilaku kekerasan kepada masyarakat melalui program kegiatan
akademik sehingga dapat meningkatkan peran serta keluarga
dalam memberikan dukungan dan support terhadap penderita.
6.2. 3. Bagi peneliti lain
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau
referensi bagi bagi peneliti lain.
50
6.2. 4. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat tidak mengucilkan penderita
gangguan perilaku kekerasan dan seharusnya masyarakat lebih
mengayomi penderita perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu (2005). Psikologi perkembangan. Rineka cipta: Jakarta
Aini, Siti Q (2014). Perilaku keluarga dalam mencari pengobatan bagi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Litbang.patikab.go.id
Arikunto. S (2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Edisi Revisi.
Rineka Cipta: Jakarta
Cristopher, E.(2010).Anger, agression, and irrational beliefs In adolescenis. Cogn
Ter Res. Springer Science LLC.
Direja, Ade Herma (2011). Asuhan keperawatan Jiwa. Nuha Medika. Jogjakarta
Faizmh (2009). Resume teori pendekaran konseling rasional emotive therapy. Di
akses 2 Januari 2015, dari faizperjuangan.blogdetik.com
Friedman. M. M. (2003). Keperawatan keluarga: teoridan praktek: Alih bahasa:
Ina Debora R.L,Yoakin As. Editor: Yasmin Asih. Setiawan, Monica Ester.
Edisi.3. EGC: Jakarta
Friedman. M.M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori dan
praktek. EGC: Jakarta
Hasyim (2013). Gangguan jiwa psikotik bias disembuhkan. diakses 4 Agustus
2015 dari . http://aceh.tribun.com,
Hawari, Dadang. (2007). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa, skizofrenia.
FKUI. Jakarta
Hidayat, A, A(2011). Metode penelitian kebidanan teknik Analisa Data. Salemba
Medika. Jakarta
Keliat, B.A.,(2003). Pemberdayaan klien dan keluarga dalam merawat
klienSkizfrenia dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
PusatBogordengen , tidak dipublikasikan. Keliat, B.A., (2003). Peran serta
keluarga dalam perawatn klien gangguan jiwa.Jakarta: EGC.
Keliat, B.A.,(2009). Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa.
EGC. Jakarta
Laporan riskesdas 2013-badan litbangkes. Di akses 27 Februari 2015, dari
www.litbang.depkes.go.id
Pane Harmein (2014). Perkembangan dewasa awal. Di akses 11 Agustus 2015
dari www.psychoshare.com/file/psikologi-dewasa/perkembangan-dewasa-
awal.html
Nancye, PM (2015) Pengaruh terapi keluarga terhadap dukungan keluarga
dalam merawat klien dengan masalah perilaku kekerasan di kota Surabaya.
Stikes William Booth. Surabaya.
Nuraenah. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam
Merawat Anggota Keluarga dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS.
Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Tesis. UI : Depok
Nursalam (2009). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan: Pedoman skripsi, tesis dan instrument penelitian
keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
Novandhori, D (2014). SAP Jiwa home visit. Diakses 27 Februari 2015, dari
http://academia.edu/7150637/Sap_jiwa_home_visit
Putri, Dewi Eka (2010). Pengaruh rational emotive behaviour therapy terhadap
klien perilaku kekerasan di ruang rawat inap RSMM Bogor tahun
2010.Fakultas Keperawatan.Depok.
Riyanto, A. (2009). Pengolahan dan analisa data kesehatan.Nulia Medika.
Yogyakarta
Saragih, Sasmaida. (2014). Gambaran tingkat pengetahuan dan sikap keluarga
tentang perawatan pasien resiko perilaku kekerasan di rumah. PSIK.
Universitas Negeri Riau
Sinaga, B. R (2008) Skizofreinia dan diagnose banding. Fakultas kedokteran
universitas Indonesia. Jakarta
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran keluarga terhadap proses
penyembuhanpasien gangguan jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.