202
GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH, SAFETY & ENVIRONMENT) INTERNAL CONTROL PADA PROYEK X PT. Z TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH: ANISA AJENG NASTITI NIM 1111101000104 PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M

GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH, SAFETY

& ENVIRONMENT) INTERNAL CONTROL PADA PROYEK X PT. Z

TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH:

ANISA AJENG NASTITI

NIM 1111101000104

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/ 2016 M

Page 2: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2016

Anisa Ajeng Nastiti

Page 3: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Juni 2016

Anisa Ajeng Nastiti, NIM: 1111101000104

Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai HSE (Health, Safety, and

Environment) Internal Control pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

xv + 149 halaman, 12 tabel, 18 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK

Perseroan Terbatas (PT) Z merupakan salah satu perusahaan yang

menerapkan SMK3 dan bergerak di bidang industri EPC. Sedangkan, proyek X

merupakan salah satu jenis proyek yang dikerjakan oleh PT. Z. Berdasarkan

laporan HSE Internal Control yang dilakukan oleh PT. Z pada tahun 2014, proyek

X memiliki nilai audit di bawah standar yang ditetapkan. Proyek X memiliki nilai

yang rendah pada 5 elemen SMK3 yang ditetapkan perusahaan, yaitu pada elemen

1: kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8:

komunikasi; dan elemen 9: tanggap darurat.

Penelitian ini dilakukan dari Desember 2015 sampai Mei 2016 dengan

pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer

yang didapat dengan wawancara dan data sekunder yang didapat dari dokumen-

dokumen perusahaan. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

triangulasi sumber dan metode. Analisis data dilakukan dengan menggunakan

diagram tulang ikan (fishbone) yang terdiri dari unsur manajemen (manusia,

anggaran dana, material dan metode) untuk mencari tahu penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen yang rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab rendahnya nilai HSE

Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014 yang disebabkan karena unsur

manusia terdapat pada elemen 1, 2, 8 dan 9. Unsur lain yang menyebabkan

rendahnya nilai tersebut adalah unsur material pada elemen 8 dan 9. Serta yang

disebabkan karena unsur metode terdapat pada elemen 1, 2, 4 dan 9.

Pihak home office perlu meningkatkan pengawasan terhadap proyek-

proyek yang sedang dikerjakannya. Jika memungkinkan, pengawasan dapat

dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek sebelum periode

pelaksanaan audit internal dimulai.

Daftar bacaan : 105 (1987-2016)

Kata kunci : SMK3, Audit Internal K3

Page 4: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

iii

ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH

HEALTH AND SAFETY OCCUPATIONAL

Undergraduate Thesis, June 2016

Anisa Ajeng Nastiti, NIM: 1111101000104

A Descriptive of The Cause of The Low Score of HSE (Health, Safety, and

Environment) Internal Control in X Project of Z company, 2014

xv + 149 pages, 12 tables, 18 pictures, 5 attachments

ABSTRACT

Z company is one of the companies that engaged in the field of EPC‟s

industrial and applied HSE management systems in its work. Meanwhile, X

project is one of the types of projects undertaken by Z company. Based on HSE

Internal Control‟s report conducted by Z company in 2014, X project has the low

score of audits under the standards set forth. There are 5 elements of HSE

management systems that are low-rated in its fulfillment specified by Z company,

which is 1st element: Policy and Leadership; 2

nd element: Compliance to HSE

Legal and Other Requirements; 4th

element: Subcontractor Management; 8th

element: Communication; and 9th

element: Emergency Response.

This research was conducted in December 2015 until May 2016 with a

qualitative approach. Source of data in this research consists of primary data was

obtained with interviews and secondary data was obtained from company‟s

documents. Methods and sources triangulation were used in this research.

Fishbone diagram was used to analyze the cause of the low-rated fulfillment of 5

elements based of human, money, material and method factor.

The result showed, the cause of the low score of HSE Internal Control in X

project of Z company in 2014 were caused by human factor are on the 1st, 2

nd, 4

th

and 9th

element. Meanwhile, were caused by material factor are on the 8th

and 9th

element. And then, were caused by method factor are on the 1st, 2

nd, 4

th and 9

th

element.

The advice that can be given Is, if possible, home office was suggested to

enhancing their supervision by conducting a sudden inspection to site project

before the schedule of internal audit was started.

Reading list : 105 (1987-2016)

Keywords : HSE Management System, HSE Internal Audit

Page 5: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH, SAFETY

& ENVIRONMENT) INTERNAL CONTROL PADA PROYEK X PT. Z

TAHUN 2014

Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juni 2016

Disusun Oleh:

Anisa Ajeng Nastiti

NIM. 1111101000104

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Iting Shofwati ST, MKKK

Dr. M. Farid Hamzens, M. Si

NIP. 19760808 200604 2 001 NIP. 19630621 199403 1 001

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1437 H/ 2016 M

Page 6: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

v

LEMBAR PENGESAHAN

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANISA AJENG NASTITI

NIM. 1111101000104

Jakarta, Juni 2016

Penguji I,

Riastuti Kusuma Wardani, M.KM

NIP. 19800516 200901 2 005

Penguji II,

Minsarnawati, SKM, M.Kes

NIP. 19750215 200901 2 003

Penguji III,

Ir. Rulyenzy Rasyid, M.KKK

Page 7: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

vi

PERSONAL DATA

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

PENGALAMAN ORGANISASI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Anisa Ajeng Nastiti Tempat,Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Desember 1993

Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jl. Aselih RT. 011/001 No. 58

Kel. Cipedak, Kec. Jagakarsa

Jakarta Selatan 12630 Kewarganegaraan : Indonesia

Tinggi/ Berat : 154 cm/ 43 kg

Telepon : 081284940154

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

TAHUN SEKOLAH/UNIVERSITAS

2011- sekarang Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2008 – 2011 SMA Negeri 97 Jakarta (IPA)

2005 – 2008 SMP Negeri 166 Jakarta

2003 – 2005 SDN Cipedak 06 Pagi

2000 – 2003 SDN Pondok Labu 09 Pagi

1999 – 2000 SD Tawakal

TAHUN JABATAN

2015 Panitia Logistik HSE Commitment Meeting I 2015 PT.

Rekayasa Industri

2014 - Sekretaris Umum Forum Studi Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

- Wakil Ketua Saman FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

- Koor. Divisi Acara Seminar Profesi

K3:”Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana

Perlintasan Kereta Api Demi Stabilisasi

Transportasi Nasional”

Page 8: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

vii

PELATIHAN/WORKSHOP

- Anggota Divisi PHD Workshop TDGT (Tanggap

Darurat Gedung Tinggi) bekerjasama dengan KSR

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan

Kebangsaan (OPAK) Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013 – 2014 Anggota Divisi Sains Forum Studi Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013 - Divisi Acara OSH Field Trip UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

- Divisi PHD pelatihan School of Rescue FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

- Panitia OPAK Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Anggota Departemen Informasi & Komunikasi

BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2012 Panitia OPAK Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

TAHUN PELATIHAN/WORKSHOP

2015 Training Basic Lifting & Rigging

2014 - Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No.

50 Tahun 2012

- Workshop “Risk Assessment in The Workplace”

- Workshop “Management of Fire Safety”

- Workshop “Investigasi & Pencegahan Kecelakaan

Kerja”

- Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja”

2013 - Basic Fire Fighting, FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

- Pelatihan School of Rescue FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2011 Excellent Achievement in Computer

Page 9: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena

berkat nikmat serta izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control pada

Proyek X PT. Z Tahun 2014” ini.

Penulis menyadari bahwa telah banyak dukungan dari banyak pihak

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada

kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-

besarnya kepada:

1. Keluarga, terutama Ibu Endah, Bapak Gafoer, Mas Panji dan Damar atas

doa serta dukungan yang tak pernah putus sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM. M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat beserta para Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST., M.KKK selaku dosen pembimbing 1 dan

Bapak Dr. Farid Hamzens, M. Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah

memberikan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan memberikan

arahan kepada penulis.

5. Ibu Meilani Mochamad Anwar, SKM, M. Epid atas bantuan arahannya

dalam penulisan skripsi ini.

6. Mbak Ngesti dan teman-teman Divisi HRD PT. Z yang telah membantu

perizinan penulis dalam penyusunan skripsi.

7. Senior Manager HSE PT. Z yang sangat kooperatif dan membantu

mengarahkan penulis, serta seluruh divisi HSE PT. Z yang telah

membantu dalam pengumpulan data.

Page 10: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

ix

8. Sahabat-sahabat penulis, Puput, Efri, Dwi, Lidya, Aqma atas bantuan

moral, semangat serta dukungannya selama ini.

9. Kawan Sholihah atas bantuan tenaga, semangat dan doanya kepada

penulis.

10. Anak Bawang dan Pig Fams atas doa dan dukungannya kepada penulis.

11. Teman-teman K3 dan Kesehatan Masyarakat UIN 2011 yang saling

menguatkan satu sama lain.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan mereka semua.

Aamiin Ya Rabbal‟alamin. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan

dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis

harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Akhir kata, penulis

sampaikan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Jakarta, Juni 2016

Anisa Ajeng Nastiti

Page 11: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................ i

ABSTRAK......................................................................................................................... ii

ABSTRACT ....................................................................................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x

DAFTAR TABEL........................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv

DAFTAR ISTILAH ......................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4

C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................................ 5

D. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 6

1. Tujuan Umum ....................................................................................................... 6

2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 6

1. Manfaat Bagi PT. Z ............................................................................................... 7

2. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................ 7

F. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 8

A. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ............................... 8

B. Audit SMK3 ............................................................................................................ 20

C. Diagram Tulang Ikan (Fishbone) ............................................................................ 23

D. Unsur-unsur Manajemen ......................................................................................... 24

E. Kerangka Teori ........................................................................................................ 27

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH............................................... 29

A. Kerangka Pikir ........................................................................................................ 29

Page 12: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

xi

B. Definisi Istilah ......................................................................................................... 31

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................................. 37

A. Jenis Penelitian ........................................................................................................ 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................... 37

C. Informan Penelitian ................................................................................................. 37

D. Instrumen Penelitian................................................................................................ 38

E. Sumber Data ............................................................................................................ 38

F. Pengumpulan Data ................................................................................................... 39

G. Validasi Data ........................................................................................................... 40

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 41

I. Penyajian Data .......................................................................................................... 42

BAB V HASIL ................................................................................................................ 43

A. Gambaran Umum PT. Z .......................................................................................... 43

B. Gambaran Umum Proyek X .................................................................................... 45

C. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun 2014 ..... 46

1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan ..... 57

2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan

Perundang-Undangan ............................................................................................... 77

3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor ........... 90

4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi .................................. 96

5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat ........................ 105

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 116

A. Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 116

B. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun 2014 .. 116

1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan ... 117

2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan

Perundang-Undangan ............................................................................................. 124

3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor ......... 128

4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi ................................ 131

5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat ........................ 134

BAB VII PENUTUP ...................................................................................................... 139

A. Simpulan ............................................................................................................... 139

B. Saran ..................................................................................................................... 141

Page 13: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

xii

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 143

LAMPIRAN .................................................................................................................. 150

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. 151

Page 14: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Prinsip dan Elemen SMK3 Nasional .................................................... 12

Tabel 2.2 Elemen SMK3 PT. Z yang Disesuaikan dengan Prinsip SMK3 ........... 13

Tabel 3.1 Definisi Istilah ....................................................................................... 31

Tabel 4.1 Matriks Triangulasi Sumber ................................................................. 40

Tabel 4.2 Matriks Triangulasi Metode .................................................................. 41

Tabel 5.1 Nilai Skor HSE Internal Control per Elemen ....................................... 47

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ........... 48

Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan .......................... 57

Tabel 5.4 Jumlah Pekerja pada Proyek X selama Tahun 2014 ............................. 58

Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-

Undangan .............................................................................................................. 78

Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi ....................................................... 96

Tabel 5.7 Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control pada Proyek X PT. Z

Tahun 2014 ......................................................................................................... 113

Page 15: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Penerapan Prinsip SMK3 ......................................................... 9

Gambar 2.2 Diagram Tulang Ikan (Fishbone) ...................................................... 24

Gambar 2.3 Kerangka Teori.................................................................................. 28

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 30

Gambar 5.1 Struktur Organisasi HSE di Home Office ......................................... 45

Gambar 5.2 Struktur Organisasi HSE di Proyek X ............................................... 60

Gambar 5.3 Komitmen Top Manajemen PT. Z .................................................... 63

Gambar 5.4 Kebijakan SMK3LL PT. Z ................................................................ 73

Gambar 5.5 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan

Kepemimpinan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ............................................... 77

Gambar 5.6 Tidak Ada Bukti Pelaksanaan Induction ........................................... 88

Gambar 5.7 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan

Terhadap Peraturan Perundang-Undangan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 .... 90

Gambar 5.8 Subkontraktor Tidak Terdata pada Laporan Bulanan Proyek X ....... 95

Gambar 5.9 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen

Subkontraktor pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ................................................. 96

Gambar 5.10 Data Keluhan Terhadap Gangguan Lingkungan di Sekitar Area

Proyek ................................................................................................................. 101

Gambar 5.11 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan pada Elemen 8: Komunikasi

pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ...................................................................... 105

Gambar 5.12 Belum Dilakukannya Emergency Drill di Proyek X .................... 107

Gambar 5.13 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat

pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ...................................................................... 112

Gambar 5.14 Akar Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Secara

Keseluruhan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014 ................................................. 115

Page 16: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

xv

DAFTAR ISTILAH

CSMS : Contractor Safety Management System

EPC : Engineering, Procurement and Construction

HSE : Health, Safety and Environment

HO : Home Office

IK : Informan Kunci

IP1 : Informan Pendukung 1

IP2 : Informan Pendukung 2

IU1 : Informan Utama 1

IU2 : Informan Utama 2

K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

K3LL : Keselamatan, Kesehatan Kerja Lindung Lingkungan

PAK : Penyakit Akibat Kerja

P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

P3K : Pertolongan Pertama pada Kecelakaan

Page 17: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan potensi energi panas bumi terbesar di

dunia, melebihi Amerika Serikat dan Filipina (Saputro, 2015). Hal itu

ditunjukkan oleh 40 persen potensi panas bumi di dunia yang dimiliki oleh

Indonesia berasal dari 265 lokasi panas bumi dengan total potensi energi

mencapai 28.100 MWe (Suhartono, 2012). Pemanfaatan gas bumi yang dimiliki

Indonesia ini lebih banyak digunakan oleh sektor industri untuk keperluan bahan

bakar dalam berproduksi yang mana pada tahun 2000, sekitar 99% dari total

konsumsi gas bumi dalam negeri dimanfaatkan untuk sektor industri (Hidayat,

2005).

Data pendapatan ekonomi negara yang berasal dari pemanfaatan energi

panas bumi nasional periode Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang berasal

dari gas alam diketahui sebesar 18 trilyun rupiah (Kemenkeu, 2015). Selain itu,

dalam periode tersebut, Negara juga mendapatkan 381 miliar rupiah yang berasal

dari pertambangan panas bumi, dengan rincian 366 miliar rupiah dari hasil

pertambangan panas bumi, 15 miliar rupiah dari iuran tetap pertambangan panas

bumi, dan sebesar 29,8 juta rupiah dari iuran produksi/ royalti pertambangan

panas bumi (Kemenkeu, 2015).

Menurut UU nomor 27 tahun 2003 tentang panas bumi, di dalam kegiatan

pemanfaatan panas bumi, terdapat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi (Republik

Indonesia, 2003). Pada saat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, di dalamnya

Page 18: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

2

terdapat kegiatan pengeboran uji dan pengeboran sumur yang memiliki risiko

tinggi. Jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan metode pengendalian yang

tepat, maka akan timbul dua buah kondisi yang dapat menimbulkan bencana

besar, yaitu timbulnya blowout dan tersebarnya gas H2S (NIOSH, 1983). Kejadian

blowout sering terjadi pada industri migas sebagai dampak langsung dari kegiatan

pemboran, yaitu peristiwa keluarnya fluida dari dalam bumi ke permukaan yang

tidak terkendali (Akbar, 2007).

Data yang didapatkan dari “US Gulf of Mexico Outer Continental Shelf”,

Norwegia dan perairan United Kingdom, menunjukkan bahwa sejak tahun 1955

sampai dengan Mei 2015, terdapat 611 kejadian blowout yang terjadi di lepas

pantai (Sintef, 2013). Sedangkan di Indonesia, dalam 35 tahun terakhir setidaknya

telah terjadi blowout sebanyak 17 kali, yang menunjukkan bahwa hampir setiap 2

sampai 3 tahun terjadi kecelakaan blowout pada saat pengeboran sumur, jika

dibandingkan dengan kegiatan pemboran 300-350 sumur setiap tahun, maka

hampir setiap 1000 pemboran sumur terjadi 1 kali kecelakaan blowout (Akbar,

2007). Selain itu, diketahui pula bahwa pada tahun 2013, salah satu sumur

minyak milik PT Pertamina EP di Talang Jimar, mengalami blowout sebanyak 2

kali dalam 3 bulan (Pertamina, 2013).

Salah satu cara untuk mengurangi risiko kecelakaan ialah dengan

melakukan audit internal keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Selain untuk

meminimalisir risiko kecelakaan, audit internal K3 bertujuan untuk mengevaluasi

sistem manajemen K3 apakah telah sesuai dengan persyaratan yang telah

ditetapkan (Sedarmayanti, 2007). Audit internal K3 juga diatur oleh Pemerintah

yang tertuang dalam Permenakertrans Nomor 18 tahun 2008. Pelaksanaan audit

Page 19: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

3

internal K3 dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka pembuktian penerapan

SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3 (Pitoyo, 2010). Audit internal K3

dibutuhkan guna mengetahui keefektifan penerapan SMK3, serta untuk membuat

perbaikan (Nugraheni, 2011).

Audit internal dibutuhkan dalam perusahaan untuk memberikan informasi

tentang hasil audit kepada pihak manajemen untuk dijadikan bahan perbaikan di

masa mendatang (OHSAS 18001, 2007). Aspek yang dinilai dalam audit K3 ialah

pemenuhan kriteria yang ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang

telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 perusahaan (PP

50/2012).

Perseroan Terbatas (PT) Z merupakan salah satu perusahaan yang

menerapkan SMK3 dan bergerak di bidang industri Engineering, Procurement

dan Construction (EPC). PT. Z melakukan audit internal K3 melalui kegiatan

Health Safety & Environment Internal Control (HSE Internal Control). Terdapat

lima jenis proyek yang dikerjakan oleh PT. Z. Salah satunya ialah onshore oil and

gas yang merupakan jenis proyek pertambangan minyak dan gas bumi yang

dikerjakan di daratan. Proyek onshore oil and gas memiliki risiko yang tinggi.

Beberapa bahaya yang terdapat di proyek onshore oil and gas ialah terkubur,

terpapar gas beracun, kekurangan oksigen, kejatuhan beban (falling loads), terjadi

ledakan bahkan kebakaran (American Petroleum Institute, 2001).

Berdasarkan hasil dari monthly accident summary report proyek onshore

oil and gas PT. Z tahun 2014, didapatkan bahwa dari periode Juni sampai

Desember terdapat 44.066 total kejadian unsafe act dan unsafe condition, 5

kejadian first aid case, 25 kejadian nearmiss dan 6 damage property. Proyek X

Page 20: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

4

termasuk kedalam kategori onshore oil and gas. Proyek X merupakan salah satu

jenis proyek yang dikerjakan oleh PT. Z. Proyek X memiliki risiko kecelakaan

yang telah disebutkan sebelumnya. Proyek X berlokasi di area gunung Salak,

yang berpusat di tiga kecamatan dari dua kabupaten yang berbeda, yaitu

Kecamatan Kalapanunggal dan Kabandungan Kabupaten Sukabumi serta

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

Berdasarkan laporan HSE Internal Control yang dilakukan oleh PT. Z

pada tahun 2014, proyek X memiliki nilai audit di bawah standar yang ditetapkan,

yaitu 69,86% (dari nilai minimal 82%). Standar nilai minimal 82% merupakan

standar nilai minimal audit internal K3 yang tercantum dalam kebijakan

perusahaan nomor 8000-PL-01 (PT. Z, 2014c). Proyek X memiliki nilai yang

rendah pada 5 elemen SMK3 yang ditetapkan perusahaan, yaitu pada elemen 1:

kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8:

komunikasi; dan elemen 9: tanggap darurat. Berdasarkan hal tersebut, maka

peneliti bermaksud ingin meneliti tentang “Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai

HSE (Health, Safety, & Environment) Internal Control pada Proyek X PT. Z

Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diketahui bahwa proyek X merupakan salah

satu proyek onshore oil and gas yang dikerjakan oleh PT. Z pada tahun 2014.

Proyek onshore oil and gas adalah jenis proyek pertambangan minyak dan gas

bumi yang dikerjakan di daratan dan berisiko tinggi terhadap terjadinya

kecelakaan. Contohnya seperti terjadinya blowout, terpapar gas beracun,

Page 21: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

5

kekurangan oksigen, kejatuhan beban (falling loads), terjadi ledakan bahkan

kebakaran. Pada tahun 2014, nilai audit internal proyek X memiliki nilai dibawah

standar yang ditetapkan perusahaan. Beberapa elemen yang memiliki nilai rendah

ialah elemen kebijakan dan kepemimpinan; elemen kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan; elemen manajemen subkontraktor; elemen komunikasi; dan

elemen tanggap darurat.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran umum PT. Z dan proyek X?

b. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 1: kebijakan

dan kepemimpinan berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X

PT. Z tahun 2014?

c. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 2: kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil HSE Internal

Control di proyek X PT. Z tahun 2014?

d. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 4: manajemen

subkontraktor berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z

tahun 2014?

e. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 8: komunikasi

berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014?

f. Apakah yang menyebabkan rendahnya pemenuhan elemen 9: tanggap

darurat berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun

2014?

Page 22: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

6

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hasil yang ingin diperoleh dari penelitian ini.

Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penyebab rendahnya nilai HSE (health, safety &

environment) Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum PT. Z dan proyek X.

b. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan

kepemimpinan berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT.

Z tahun 2014.

c. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil HSE

Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.

d. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan manajemen subkontraktor

berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.

e. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi

berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.

f. Mengetahui penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat

berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 23: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

7

1. Manfaat Bagi PT. Z

a. Memperoleh informasi mengenai penyebab rendahnya nilai HSE

Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014.

b. Sebagai masukan bagi manajemen untuk perbaikan program HSE

Internal Control PT. Z tahun 2016.

2. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Sebagai referensi jika ada yang ingin melanjutkan penelitian dengan

topik yang sama.

b. Memberikan informasi tambahan untuk pembelajaran yang berkaitan

dengan audit internal K3.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penyebab rendahnya

nilai HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Maret 2016. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara telaah dokumen dan wawancara

menggunakan pedoman wawancara, handphone, dan perekam suara sebagai

instrumen penelitian. Informan dalam penelitian ini terdiri dari (a) Informan

utama: auditor yang melakukan kegiatan HSE Internal Control di proyek X dan

manajemen site (b) Informan pendukung, yaitu senior HSE manager PT. Z dan

HSE officer yang bertugas sebagai admin HSE di home office, dan (c) Informan

kunci, yaitu auditor SMK3 eksternal perusahaan. Validasi data dalam penelitian

ini dilakukan dengan melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Page 24: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari

sistem manajemen perusahaan yang digunakan sebagai upaya pengendalian risiko yang

berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan

produktif (PP No.50 tahun 2012). Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja

sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya (berdasarkan

karakteristik proses atau bahan produksi) yang dapat mengakibatkan kecelakaan, wajib

menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ramli

(2009) menyebutkan bahwa SMK3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara

sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses

perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan.

SMK3 merupakan proses peninjauan efektivitas dari keseluruhan manajemen

(Hughes & Ferrett, 2011). Siklus penerapan prinsip SMK3 bersifat continuous

improvement atau peningkatan berkelanjutan, sebagaimana yang digambarkan oleh

Gambar 2.1 berikut ini:

Page 25: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

9

Gambar 2.1

Siklus Penerapan Prinsip SMK3

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan

SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Penetapan kebijakan K3

Kebijakan K3 berisi mengenai tujuan, sasaran, komitmen dan tanggung

jawab dari perusahaan (Hughes & Freett, 2011). Penetapan kebijakan K3

harus disahkan oleh kepala perusahaan, kemudian dijelaskan dan

disebarluaskan kepada seluruh penghuni perusahaan. Bukan hanya itu,

kebijakan K3 perlu ditinjau ulang untuk menjamin kesesuaiannya dengan

peraturan perundang-undangan. Kebijakan K3 yang baik akan

menyempurnakan kebijakan lain, contohnya seperti kebijakan mengenai

kualitas, lingkungan, dan sumber daya manusia (Hughes & Freett, 2011).

Penetapan Kebijakan

K3

Perencanaan K3

Pelaksanaan Rencana K3

Pemantauan dan Evaluasi

Peninjauan & Peningkatan

Kinerja SMK3 Peningkatan

Berkelanjutan

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3

Page 26: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

10

2. Perencanaan K3

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana K3 perusahaan,

diantaranya: tujuan dan sasaran, skala prioritas berdasarkan tingkat risiko

pekerjaan, upaya pengendalian bahaya, penetapan sumber daya, jangka

waktu pelaksanaan, indikator pencapaian, dan sistem pertanggung jawaban.

Di dalam tahap perencanaan, prosedur emergency (kedaruratan) harus

dikembangkan dan relevan dengan persyaratan legal K3 dan standar

lainnya yang sejalan dengan industri serupa (Hughes & Freett, 2011).

3. Pelaksanaan K3

Perusahaan atau tempat kerja harus menyediakan SDM dan sarana

prasarana yang memadai sebagai upaya pelaksanaan rencana K3. Hughes &

Freett (2011) menjelaskan bahwa tahap pelaksanaan ini dapat berjalan baik

apabila terdapat komunikasi yang baik di setiap level manajemen, mulai

dari pekerja, manajemen dan stakeholder (regulator, kontraktor, client,

serikat buruh).

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3

Kegiatan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 perusahaan meliputi

pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan kegiatan audit internal SMK3.

Hughes & Freett (2011) menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis pemantauan

dan evaluasi kinerja K3, yaitu:

a) Aktif

Yang termasuk jenis pemantauan aktif ialah pertemuan rutin K3,

review rutin dari hasil penilaian risiko (risk assessment), inspeksi

Page 27: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

11

lapangan & audit,. Proses audit bertujuan untuk memeriksa

keefektifan dari proses manajemen secara keseluruhan.

b) Reaktif

Yang termasuk jenis pemantauan reaktif ialah laporan dari kasus

kecelakaan kerja, cidera dan penyakit akibat kerja (PAK).

c) Gabungan

Merupakan gabungan dari pemantauan aktif & reaktif.

Hasil dari tahap pemantauan dan evaluasi kinerja K3 ini berupa saran

perbaikan atau tindakan pencegahan yang harus terimplementasi dan perlu

dimonitor secara berkala.

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3

Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 yang dilakukan untuk

pencapaian tujuan SMK3 perusahaan bertujuan untuk menjamin kesesuaian

dan keefektifan yang berkesinambungan. Hughes & Freett (2011)

menjelaskan bahwa peninjauan dilakukan oleh tim manajemen. Mereka

meninjau kembali keefektifan dari saran perbaikan yang telah diterapkan

serta menilai keefektifannya. Selain itu, mereka meninjau kembali baik

terhadap target yang tercapai maupun target-target yang tidak tercapai

untuk diidentifikasi kelemahannya agar dapat ditingkatkan kembali di masa

mendatang.

Dalam menerapkan prinsip-prinsip SMK3 tersebut, terbagi lagi ke dalam 12

elemen SMK3 seperti yang tercantum di dalam tabel 2.1 berikut ini:

Page 28: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

12

Tabel 2.1

Prinsip dan Elemen SMK3 Nasional

No. Prinsip Elemen

1. Penetapan kebijakan K3 1. Pembangunan dan Pemeliharaan

Komitmen

2. Perencanaan K3

2. Strategi pendokumentasian

3. Peninjauan ulang perancangan

(design) dan kontrak

3. Pelaksanaan K3 4. Pengendalian dokumen

5. Pembelian

6. Keamanan bekerja berdasarkan

SMK3

7. Pengelolaan material dan

perpindahannya

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja

K3

8. Standar pemantauan

9. Pengumpulan dan penggunaan

data

10. Audit SMK3

5. Peninjauan dan peningkatan

kinerja SMK3

11. Pelaporan dan perbaikan

kekurangan

12. Pengembangan keterampilan dan

kemampuan

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3

Penetapan 12 elemen SMK3 dapat berbeda antara satu perusahaan dan perusahaan

lainnya disesuaikan dengan kebijakan perusahaan masing-masing namun tetap

mengacu ke dalam 5 prinsip SMK3. Berdasarkan kebijakan PT.Z yang diatur dalam

dokumen nomor 8000-PL-01, terdapat 13 elemen SMK3 perusahaan yang digunakan

sebagai acuan dalam mengerjakan pekerjaan seperti yang tercantum pada tabel 2.2

berikut ini:

Page 29: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

13

Tabel 2.2

Elemen SMK3 PT. Z yang Disesuaikan dengan Prinsip SMK3 Nasional

No. Prinsip Elemen

1. Penetapan kebijakan K3 1. Kebijakan dan kepemimpinan

K3LL

2. Kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan

2. Perencanaan K3

4. Manajemen subkontraktor

5. HSE dalam desain, konstruksi

dan komisioning

3. Pelaksanaan K3 6. Manajemen perubahan

9. Tanggap darurat

11. Dokumentasi

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja

K3

7. Inspeksi

8. Komunikasi

12. Evaluasi

5. Peninjauan dan peningkatan

kinerja SMK3

3. Pelatihan

10. Penyelidikan kecelakaan

13. Reward and Punishment

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 dan Dokumen PT. Z

nomor 8000-PL-01 tentang implementasi SMK3LL (PT. Z, 2014c)

Berikut ini adalah penjabaran dari 13 elemen SMK3 perusahaan, disesuaikan

dengan PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3:

1. Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan

Elemen kebijakan dan kepemimpinan termasuk ke dalam prinsip „Penetapan

kebijakan K3‟. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3,

di dalam suatu perusahaan harus terdapat kebijakan K3 secara tertulis dan

ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus yang menyatakan tujuan dan sasaran

K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3. Kebijakan disusun oleh pengusaha

atau pengurus, dan perusahaan harus mengkomunikasikan kebijakan yang telah

dibuat tersebut kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan

pemasok dengan tata cara yang tepat (PP 50, 2012). Masalah kepemimpinan

merupakan faktor yang menentukan keberhasilan program K3 di perusahaan.

Page 30: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

14

Kepemimpinan tidak hanya berasal dari manajemen puncak (top management),

namun juga sampai ke tingkat supervisor sesuai dengan peran dan tanggung jawab

masing-masing. Dengan adanya komitmen dari pimpinan, maka partisipasi pekerja

dari seluruh lapisan organisasi dapat digerakkan. Komitmen dari pimpinan dapat

diuraikan dengan ciri sebagai berikut (Hadipoetro, 2014):

a. Mengintegrasikan dan memprioritaskan aspek K3 pada setiap pelaksanaan

kegiatan operasi

b. Tindakan pimpinan yang memperlihatkan kepedulian pada aspek K3

c. Tekad dan sikap pimpinan yang disampaikan melalui pengarahan, pertemuan

formal maupun informal

d. Menempatkan posisi organisasi K3 pada tingkat yang dapat menentukan

keputusan perusahaan

e. Memberikan dukungan anggaran yang memadai

2. Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Elemen kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan termasuk ke dalam

prinsip „Penetapan kebijakan K3‟. Elemen ini mengatur mengenai kepatuhan dalam

menaati peraturan K3LL atau regulasi baik yang berasal dari pemerintah (lokal/

nasional) ataupun standar internasional. Seorang HSE Officer harus senantiasa

mengetahui perkembangan regulasi terkini, apakah ada perubahan baik penambahan

maupun pengurangan pasal atau materi, serta terjadi pergantian terhadap regulasi

yang lama karena SMK3 perusahaan harus bersifat dinamis, yaitu dapat

menyesuaikan dengan peraturan terkini. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3, yang menjelaskan bahwa kebijakan

K3 harus ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut

Page 31: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

15

masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan

perundang-undangan (PP 50, 2012).

3. Elemen 3: Pelatihan

Elemen pelatihan termasuk ke dalam prinsip „Peninjauan dan peningkatan kinerja

SMK3‟. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan

tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi (Mathis, 2002). Selanjutnya,

Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan

meliputi: mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (need assessment); menetapkan

tujuan dan sasaran pelatihan; menetapkan kriteria keberhasilan dan alat ukurnya;

menetapkan metode pelatihan; mengadakan percobaan & revisi; dan

mengimplementasikan serta mengevaluasinya. Hal itu sejalan dengan Peraturan

Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang SMK3 yang menjelaskan bahwa jenis

pelatihan K3 yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan, dan program

pelatihan ditinjau secara teratur agar tetap relevan dan efektif (PP 50, 2012).

4. Elemen 4: Manajemen Subkontraktor

Elemen manajemen subkontraktor termasuk ke dalam prinsip „Perencanaan K3‟.

Subkontraktor adalah siapa saja yang menyediakan suatu produk, baik produk yang

berbentuk barang/ jasa kepada para kontraktor ataupun pemasok (Sugian, 2006).

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012 tentang SMK3 menjelaskan

bahwa apabila perusahaan dikontrak untuk menyediakan pelayanan yang tunduk

pada standar dan perundangan K3, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin

bahwa pelayanan memenuhi persyaratan. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50

tahun 2012 tentang SMK3 menjelaskan pula bahwa catatan tinjauan kontrak perlu

Page 32: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

16

dipelihara, didokumentasikan dan ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok

dapat memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan (PP 50, 2012).

5. Elemen 5: HSE dalam Desain, Konstruksi dan Komisioning

Elemen HSE dalam desain, konstruksi dan komisioning termasuk ke dalam prinsip

„Perencanaan K3‟ yang mengatur mengenai bagaimana persiapan dari sisi aspek K3

pada saat sebelum, ketika, dan setelah melakukan pekerjaan yang meliputi analisis

risiko (risk assessment), pengkajian lingkungan, izin kerja, job safety/ hazard

analysis, lock out tag out, site clinic & kesehatan kerja, serta penanganan limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah

No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3, yang menjelaskan bahwa pengusaha atau pihak

perusahaan harus menyusun rencana K3 serta upaya pengendalian bahaya

berdasarkan identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. (PP 50,

2012).

6. Elemen 6: Manajemen Perubahan

Elemen manajemen perubahan termasuk ke dalam prinsip „Pelaksanaan K3‟.

Elemen ini mengatur mengenai pemeliharaan dokumentasi mengenai perubahan-

perubahan yeng terjadi, meliputi perubahan struktur organisasi, prosedur, sistem

pelaporan dan pergantian shift. Setiap perubahan-perubahan yang terjadi perlu

dicatat dan dipelihara oleh petugas yang kompeten dan berwenang (PP 50, 2012).

7. Elemen 7: Inspeksi

Elemen inspeksi termasuk ke dalam prinsip „Pemantauan dan evaluasi kinerja K3‟.

Inspeksi K3 (safety inspection) adalah suatu pemeriksaan secara umum terhadap unit

operasi yang dilaksanakan oleh pekerja unit operasi fasilitas secara rutin dan

terjadwal (Hadipoetro, 2014). Hal tersebut sejalan dengan apa yang tercantum di

Page 33: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

17

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang SMK3 yang

menyatakan bahwa pemeriksaan/ inspeksi terhadap tempat kerja dilaksanakan secara

teratur dan dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang (PP 50,

2012). Menurut buku panduan dalam Pelatihan enam hari untuk Leadhand dan

Foreman yang dilaksanakan oleh PT. Freeport Indonesia mengatakan bahwa

Inspeksi K3 bertujuan untuk meniadakan kecelakaan dengan jalan mengamati

penyebab kecelakaan sedini mungkin dan sesegera mungkin untuk melakukan

pembetulan sebelum kecelakaan terjadi.

8. Elemen 8: Komunikasi

Elemen komunikasi termasuk ke dalam prinsip „Pemantauan dan evaluasi kinerja

K3‟. Komunikasi adalah proses dimana sumber mentransmisikan pesan kepada

penerima melalui beragam saluran (Threnholm dan Jensen, 1996 dalam Wiryanto,

2004). Komunikasi juga diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling

mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada

bentuk verbal saja, namun juga dalam bentuk non verbal untuk mengubah tingkah

laku orang lain (Suprapto, 2009). Dalam bidang K3, kegiatan komunikasi meliputi

penyampaian segala informasi yang berkaitan dengan aspek K3 kepada seluruh

pekerja yang ada di perusahaan. Segala informasi yang dibutuhkan mengenai

kegiatan K3 perlu disebarluaskan secara sistematis kepada seluruh tenaga kerja,

tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok (PP 50, 2012).

9. Elemen 9: Tanggap Darurat

Elemen tanggap darurat termasuk ke dalam prinsip „Pelaksanaan K3‟. Tanggap

darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk

menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban,

Page 34: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

18

harta benda, evakuasi dan pengungsian (Sofyan, 2007). Dalam peraturan pemerintah

tentang sistem manajemen K3, perusahaan harus memiliki kesiapan dalam

menghadapi serta menangani keadaan darurat. Mulai dari kegiatan identifikasi

keadaan darurat, prosedur penanganan keadaan darurat, penyediaan alat dan sarana

keadaan darurat/ P3K, penyediaan sistem tanda bahaya, serta petugas P3K terlatih

yang ditunjuk oleh perusahaan (PP 50, 2012).

10. Elemen 10: Penyelidikan Kecelakaan

Elemen penyelidikan kecelakaan termasuk ke dalam prinsip „Peninjauan dan

peningkatan kinerja SMK3‟. Pada elemen ini, menjelaskan mengenai bahwa tujuan

utama dari penyelidikan kecelakaan adalah mempelajari sebab-sebab utama

terjadinya suatu kecelakaan sehingga kejadian serupa dapat dicegah dan tidak

terulang lagi di kemudian hari. Perusahaan harus mencari tahu jenis kecelakaan atau

insiden yang terjadi, kemudian dihubungkan dengan risiko kerugian yang telah

diakibatkannya. Biasanya besarnya kerugian dihitung dari hari kerja yang hilang,

jumlah biaya perbaikan dan penggantian aset perusahaan yang rusak (Hadipoetro,

2014). Tempat kerja atau perusahaan wajib mempunyai prosedur pemeriksaan dan

pengkajian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Selain itu, pemeriksaan dan

pengkajian kecelakaan kerja dilakukan oleh petugas atau ahli K3 yang ditunjuk

sesuai peraturan perundangan atau pihak lain yang berkompeten dalam bidang

tersebut (PP 50, 2012).

11. Elemen 11: Dokumentasi

Elemen dokumentasi termasuk ke dalam prinsip „Pelaksanaan K3‟. Dokumentasi

adalah serangkaian kegiatan pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan

informasi yang berkenaan dengan pembuatan dokumen, baik dalam bentuk teks dan

Page 35: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

19

non-teks (Departemen Pendidikan Nasional, 2000). Dalam bidang K3, kegiatan

pendokumentasian meliputi identifikasi, pengumpulan, pengarsipan, pemeliharaan,

penyimpanan dan penggantian catatan K3. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50

Tahun 2012 tentang SMK3, perusahaan diwajibkan untuk memiliki prosedur yang

mengatur mengenai kegiatan pendokumentasian tersebut (PP 50, 2012).

12. Elemen 12: Evaluasi

Elemen evaluasi termasuk ke dalam prinsip „Pemantauan dan evaluasi kinerja K3‟.

Evaluasi adalah usaha selektif yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk

menilai kegiatan yang telah dilakukan dalam mencapai hasil yang diinginkan

(Mertens, 2015). Dalam peraturan pemerintah tentang sistem manajemen K3, salah

satu bentuk evaluasi ialah dengan melakukan pemeriksaan SMK3 (audit), baik

internal maupun eksternal. Audit internal bersifat intern, dilaksanakan oleh para ahli

dari perusahaan sendiri, dilaksanakan dengan cara mengevaluasi kinerja sistem

pengelolaan K3 dan mengaudit penaatan peraturan K3 serta fasilitas teknis.

Sedangkan audit eksternal adalah audit yang dilaksanakan oleh para ahli dari

perusahaan konsultan K3 yang berasal dari luar perusahaan yang telah mendapat

tugas dari badan auditting baik dari pemerintah maupun swasta (Hadipoetro, 2014).

13. Elemen 13: Reward & Punishment

Elemen reward & punishment termasuk ke dalam prinsip „Peninjauan dan

peningkatan kinerja SMK3‟. Timbulnya reward diikuti oleh respon meningkatnya

kemungkinan respon yang sama akan muncul kembali dengan stimulus yang sama

(Grey, 1987). Sehingga reward juga diartikan sebagai peningkatan frekuansi respon

(Strickland dkk, 1974). Sementara timbulnya punishment diikuti oleh respon

menurunnya kemungkinan terjadinya respon yang sama terjadi kembali dengan

Page 36: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

20

stimulus yang sama (Grey, 1987). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan

bahwa reward yang diberikan pada tahap ini ditujukan untuk mendorong pekerja

untuk memberikan pekerjaan terbaiknya kepada perusahaan. Sedangkan punishment

yang diberikan ditujukan untuk mengurangi kesalahan yang dilakukan oleh pekerja

selama proses bekerja berlangsung.

B. Audit SMK3

Audit SMK3 merupakan penilaian terhadap penerapan SMK3 yang dilakukan oleh

lembaga audit independen. Berikut penjelasan singkat mengenai audit SMK3:

1. Definisi Audit SMK3

Audit merupakan proses sistematis, inpenden dan terdokumentasi untuk

mendapatkan bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan

apakah kriteria audit telah dipenuhi (ISO 9000, 2005). Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3), audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan

independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur

suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan

SMK3 di perusahaan.

2. Tujuan Audit SMK3

Tujuan dari audit SMK3 adalah untuk mengukur keefektifan penerapan K3

di tempat kerja, pemenuhan persyaratan perundangan K3, kemudian untuk

menentukan tindakan perbaikan sistem, pemenuhan persyaratan pihak eksternal

(klien, pelanggan, dan lain-lain) sehingga mendapatkan pengakuan dalam rangka

kegiatan sertifikasi (Harwanto, 2012). Hal tersebut sejalan dengan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 18 tahun 2008, yang menjelaskan

Page 37: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

21

bahwa kegiatan audit SMK3 dilakukan untuk mengukur kinerja penerapan SMK3

di perusahaan.

3. Macam Audit SMK3

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 tahun 2008, audit

terbagi menjadi 2, yaitu (Kemenakertrans, 2008):

a. Audit Internal

Merupakan audit SMK3 yang dilakukan oleh perusahaan sendiri dalam

rangka pembuktian penerapan SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3

dan atau pemenuhan standar nasional atau internasional atau tujuan-tujuan

lainnya. Audit internal sebaiknya dilakukan setiap bulan atau tiga bulan

sekali (Pitoyo, 2010).

b. Audit Eksternal

Merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk

mengukur penerapan SMK3 di tempat kerja dan/ atau perusahaan, yang

hasilnya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian tingkat

pencapaian penerapan SMK3. Audit eksternal dapat dilakukan satu tahun

sekali (Pitoyo, 2010).

4. Audit Internal SMK3

Berikut penjelasan singkat mengenai Audit Internal SMK3:

a. Definisi Audit Internal SMK3

Pengertian audit internal atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi

penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan

mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan (Tugiman, 2006).

Organisasi harus membuat dan memelihara program dan prosedur untuk

Page 38: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

22

pelaksanaan audit SMK3 secara berkala agar dapat menentukan apakah SMK3

sesuai dengan pengaturan yang direncanakan untuk manajemen K3 dan telah

diterapkan dan dipelihara secara baik. Serta untuk memberikan informasi

tentang hasil audit kepada pihak manajemen (OHSAS 18001, 2007). Audit

internal K3 merupakan audit yang dilakukan sendiri oleh perusahaan dalam

rangka pembuktian penerapan SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3

serta pemenuhan standar nasional atau internasional atau tujuan-tujuan lainnya

(Pitoyo, 2010).

b. Tujuan Audit Internal SMK3

Berdasarkan PP Nomor 50 tahun 2012, audit internal SMK3 dilaksanakan

untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan

efektifitas kegiatan tersebut. Menurut Ramli (2009), tujuan internal audit

antara lain:

1. Memastikan apakah sistem manajemen K3 yang dijalankan telah

memenuhi prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan persyaratan

dan standar yang berlaku.

2. Untuk mengetahui apakah SMK3 telah berjalan sebagaimana mestinya di

seluruh jajaran sesuai dengan lingkup pekerjaannya.

3. Memastikan apakah SMK3 yang dijalankan telah efektif untuk menjawab

semua isu K3 yang ada di dalam organisasi.

c. Tahapan Audit Internal SMK3

Secara umum Soehatman Ramli (2009) dalam bukunya menjelaskan secara

umum tahapan dalam kegiatan audit, yaitu:

Page 39: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

23

1. Penetapan

Termasuk di dalamnya ialah menetapkan lokasi yang akan di audit, ruang

lingkup, jadwal serta pemberitahuan kepada pengawas yang akan diaudit

sehingga mereka dapat melakukan persiapan seperlunya.

2. Memeriksa perlengkapan audit yang diperlukan seperti komputer, printer,

alat tulis.

3. Presentasi pembukaan

Yakni melakukan pertmuan dengan pihak yang akan diaudit untuk

memperkenalkan tim audit, serta maksud dan tujuan audit. Dalam

kesempatan ini, pihak yang akan diaudit dapat menjelaskan kondisi

tempat serta fasilitasnya, serta hasil audit yang pernah dilakukan

sebelumnya.

4. Koordinasi tim audit

Anggota tim audit melakukan koordinasi internal dengan seluruh anggota

tim audit, rencana wawancara dan pihak-pihak atau pekerja yang akan

diwawancarai.

C. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Disebut diagram fishbone karena diagram ini bentuknya menyerupai kerangka

tulang ikan yang bagian-bagiannya meliputi kepala, sirip dan duri (Asmoko, 2013).

Pembuatan diagram ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin menjadi

penyebab dari suatu masalah atau penyimpangan (Kuswadi dan Mutiara, 2004).

Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah

permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian

kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip

Page 40: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

24

dan durinya. Hal pertama yang dilakukan ketika membuat diagram tulang ikan ialah

menggolongkan permasalahan menjadi beberapa golongan besar. Kemudian penjabaran

selanjutnya yang lebih terperinci dapat dibuat dengan mengajukan pertanyaan

“mengapa” secara terus-menerus. Garis besar faktor-faktor penyebab yang dimaksud

terbagi atas (Kuswadi dan Mutiara, 2004):

1. Manusia (Man)

2. Bahan (Material)

3. Alat (Machine)

4. Cara (Method)

Gambar 2.2

Diagram tulang ikan (Fishbone)

D. Unsur-unsur Manajemen

Menurut Mooney James D dalam Herujito (2001), unsur-unsur manajemen terdiri

dari manusia, fasilitas dan metode. Mooney James D memasukkan unsur uang, material

dan mesin ke dalam istilah fasilitas.

Masalah

Manusia

(Man)

Bahan

(Material)

Cara

(Method)

Alat

(Machine)

Page 41: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

25

1. Manusia

Manusia adalah orang-orang (SDM) yang terlibat, melakukan aktivitas dan yang

menggerakkan orang lain lagi dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan (Naja, 2004). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun

2012 SDM dapat berupa tenaga kerja, pekerja/ buruh dan pengusaha. Berikut

penjelasannya (PP 50, 2012):

a. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat

b. Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain, sedangkan

c. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang

menjalankan perusahaan milik sendiri

2. Fasilitas

Dalam fasilitas terdiri dari uang, material, dan mesin.

a. Uang

Anggaran dana adalah modal organisasi perusahaan dalam menjalankan

aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat (Naja, 2004).

b. Material

Material adalah bahan atau informasi manajemen yang setiap saat tersedia, baik

dari feedback maupun sebagai akibat dari aktivitas organisasi perusahaan yang

dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi perusahaan yang

dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi perusahaan tersebut

guna menjalankan roda organisasi secara berkesinambungan (Naja, 2004).

Page 42: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

26

c. Mesin

Mesin adalah peralatan dalam arti luas yang ada dipergunakan baik oleh

organisasi perusahaan maupun oleh orang-orang yang ada di dalam perusahaan

tersebut untuk memperlancar atau memudahkan upaya pencapaian tujuan (Naja,

2004).

3. Metode

Metode adalah cara kerja atau sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk setiap unit

atau subsistem dalam organisasi perusahaan agar terjadi stabilitas dan keteraturan

dalam menjalankan aktivitas di setiap elemen pendukung berfungsinya manajemen

dalam menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Naja, 2004).

Page 43: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

27

E. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan literatur, diketahui bahwa penerapan SMK3 adalah wajib di

setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih, dan

atau mengandung potensi bahaya (berdasarkan karakteristik proses atau bahan produksi).

Penerapan SMK3 di suatu perusahaan berperan sebagai upaya pengendalian risiko yang

berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan

produktif (PP 50, 2012).

SMK3 merupakan proses peninjauan efektivitas dari keseluruhan proses

manajemen. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2012, penerapan SMK3

meliputi 5 aspek, yaitu: (a) Penetapan kebijakan K3, (b) Perencanaan K3, (c) Pelaksanaan

K3, (d) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan (e) Peninjauan dan peningkatan kinerja

SMK3. Adapun penerapan dari kelima aspek SMK3 diperinci ke dalam elemen-elemen

sesuai dengan kebijakan masing-masing perusahaan yang menerapkannya. Menurut

kebijakan PT.Z yang diatur dalam dokumen nomor 8000-PL-01, elemen-elemen SMK3

PT. Z terdiri dari 13 elemen, yaitu: Elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan; Elemen 2:

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; Elemen 3: pelatihan; Elemen 4:

manajemen subkontraktor; Elemen 5: HSE dalam desain, konstruksi dan komisioning;

Elemen 6: manajemen perubahan; Elemen 7: inspeksi; Elemen 8: komunikasi; Elemen 9:

tanggap darurat; Elemen 10: penyelidikan kecelakaan; Elemen 11: dokumentasi; Elemen

12: evaluasi; dan Elemen 13: reward & punishment. Penyebab rendahnya nilai HSE

Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 dianalisis dengan diagram tulang ikan, yang

kemudian akan dicari unsur-unsusr penyebabnya menggunakan unsur manajemen yang

terdiri dari manusia, uang, material, metode dan mesin. Sehingga kerangka teori dalam

penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Page 44: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

28

Sumber: Scarvada (2004), Naja (2004), dan PT.Z (2014c)

Gambar 2.3

Kerangka Teori

Rendahnya nilai

HSE Internal

Control pada

Proyek X PT. Z

Tahun 2014

1:Kebijakan dan

kepemimpinan

2: Kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan 3: Pelatihan 4: Manajemen

subkontraktor

5: HSE dalam desain,

konsturksi dan komisioning 6: Manajemen

perubahan

7: Inspeksi 8: Komunikasi 9: Tanggap

darurat

10: Penyelidikan

kecelakaan

11:Dokumentasi 12: Evaluasi 13: Reward &

punishment

Manusia

Dana

Metode

Mesin

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material

Dana

Metode

Mesin

Material Material

Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia

Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia

Page 45: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

29

BAB III

KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Pikir

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab rendahnya nilai HSE Internal

Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014. Hal tersebut didasari oleh hasil laporan

kegiatan audit internal K3 (HSE Internal Control) yang dilakukan oleh PT. Z pada tanggal

10-11 April 2014. Dari hasil laporan tersebut didapatkan bahwa nilai HSE Internal

Control pada proyek X masih dibawah standar minimal yang ditetapkan (69,86%).

Terdapat 5 elemen SMK3 yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah, yaitu elemen 1:

kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan; elemen4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi; dan elemen 9:

tanggap darurat. Kelima elemen yang pemenuhannya rendah tersebut akan dianalisis

menggunakan diagram tulang ikan (fishbone) dengan unsur manajemen yang terdiri dari:

manusia, anggaran dana, material dan metode. Adapun kerangka berpikir dari penelitian

ini digambarkan sebagai berikut:

Page 46: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

30

Rendahnya Nilai

HSE (Health, Safety

& Environment)

Internal Control pada

Proyek X PT. Z

Tahun 2014

Rendahnya Pemenuhan

Elemen 2: Kepatuhan

Terhadap Peraturan

Perundang-Undangan

Rendahnya Pemenuhan

Elemen 1: Kebijakan

dan Kepemimpinan

Rendahnya Pemenuhan

Elemen 9: Tanggap

Darurat

Rendahnya Pemenuhan

Elemen 8: Komunikasi

Rendahnya Pemenuhan

Elemen 4: Manajemen

Subkontraktor

Gambar 3.1

Kerangka Berpikir

Material

Metode

Manusia Anggaran

Dana

Manusia Anggaran

Dana

Metode Material

Manusia Manusia Manusia

Anggaran

Dana Anggaran

Dana Anggaran

Dana

Metode Metode Metode

Material Material Material

Page 47: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

31

B. Definisi Istilah

Berikut adalah definisi istilah dari penelitian ini:

Tabel 3.1

Definisi Istilah

No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil

1. Kebijakan dan

kepemimpinan

Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan

elemen kebijakan dan kepemimpinan, yang terdiri dari

sosialisasi kebijakan K3, pelaksanaan rencana K3LL,

penyusunan struktur organisasi P2K3, penyusunan

target K3LL, cara menyeleksi subkontraktor,

penyusunan job description oleh manajemen site, dan

penunjukkan perwakilan manajemen untuk

melaksanakan dan mengontrol SMK3LL di proyek X

yang dianalisis menggunakan unsur manajemen yaitu

pekerja, anggaran dana, material dan metode

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Informasi yang menjadi

penyebab rendahnya

pemenuhan elemen kebijakan

dan kepemimpinan pada

proyek X PT. Z Tahun 2014

berdasarkan unsur

manajemen

a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan

kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun 2014

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari

kemampuan manajemen site dalam melaksanakan

pemenuhan elemen kebijakan dan kepemimpinan

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan

kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun 2014

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran

dana dalam melaksanakan pemenuhan elemen

kebijakan dan kepemimpinan

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Page 48: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

32

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil

c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kebijakan dan

kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun 2014

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari ketersediaan

inventaris kantor yang digunakan dalam melaksanakan

pemenuhan elemen kebijakan dan kepemimpinan

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan pelaksanaan elemen

kebijakan dan kepemimpinan di proyek X PT. Z Tahun

2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari

kesesuaian metode pelaksanaan sosialisasi kebijakan K3

di area proyek X dengan peraturan PT. Z

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

2. Kepatuhan

terhadap

peraturan

perundang-

undangan

Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan

elemen kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan. Yaitu tanggung jawab terhadap persyaratan dan

ketentuan baik yang diwajibkan pemerintah maupun

pemilik proyek, yang dianalisis menggunakan unsur

manajemen yaitu pekerja, anggaran dana, material dan

metode

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Informasi yang menjadi

penyebab rendahnya

pemenuhan elemen

kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan pada

proyek X PT. Z Tahun 2014

berdasarkan unsur

manajemen

Page 49: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

33

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil

a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X

PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau

dari kemampuan manajemen site dalam melaksanakan

pemenuhan elemen kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X

PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau

dari anggaran dana dalam melaksanakan pemeliharaan,

pendokumentasian, gap analysis, dan pengkomunikasian

terhadap peraturan perundangan

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X

PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau

dari inventaris kantor yang digunakan dalam

melaksanakan pemeliharaan, pendokumentasian, gap

analysis, dan pengkomunikasian terhadap peraturan

perundangan

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan pada proyek X

PT. Z Tahun 2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau

dari kesesuaian cara pemeliharaan, pendokumentasian,

gap analysis, dan pengkomunikasian peraturan

perundangan kepada seluruh pihak terkait dengan

peraturan PT. Z

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Page 50: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

34

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil

3. Manajemen

subkontraktor

Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan

elemen manajemen subkontraktor yang terdiri dari

penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor pada

proyek X PT. Z Tahun 2014 yang dianalisis menggunakan

unsur manajemen yaitu pekerja, anggaran dana, material

dan metode

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Informasi yang menjadi

penyebab rendahnya

pemenuhan elemen

manajemen subkontraktor

yang bekerja pada proyek X

PT. Z Tahun 2014

berdasarkan unsur

manajemen

a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen

subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun

2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari

kemampuan manajemen site dalam melaksanakan

pemenuhan elemen manajemen subkontraktor

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen

subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun

2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran

dana dalam melaksanakan pemenuhan elemen manajemen

subkontraktor

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen

subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun

2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari

inventaris kantor yang digunakan dalam melaksanakan

pemenuhan elemen manajemen subkontraktor

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen manajemen

subkontraktor yang bekerja pada proyek X PT. Z Tahun

2014 berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari cara me-

manage subkontraktor

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Page 51: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

35

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil

4.

Komunikasi Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan

elemen komunikasi yang terdiri dari sosialisasi informasi

K3, pemasangan bendera K3, pemasangan papan statistik

kecelakaan, dan pendokumentasian daftar keluhan

terhadap gangguan lingkungan di sekitar area proyek X

PT. Z Tahun 2014 yang dianalisis menggunakan unsur

manajemen yaitu pekerja, anggaran dana, material dan

metode

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Informasi yang menjadi

penyebab rendahnya

pemenuhan elemen

komunikasi pada proyek X

PT. Z Tahun 2014

berdasarkan unsur

manajemen

a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari kemampuan

manajemen site pada proyek X PT. Z Tahun 2014 dalam

melaksanakan pemenuhan elemen komunikasi

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran dana

pada proyek X PT. Z Tahun 2014 dalam melaksanakan

pemenuhan elemen komunikasi

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari inventaris

kantor yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan

elemen komunikasi pada proyek X PT. Z Tahun 2014

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen komunikasi

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari metode

pelaksanaannya pada proyek X PT. Z Tahun 2014

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Page 52: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

36

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No. Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil

5.

Tanggap darurat Evaluasi terhadap penyebab rendahnya pemenuhan

elemen tanggap darurat yang terdiri dari pelaksanaan

emergency drill di proyek X PT. Z Tahun 2014 yang

dianalisis menggunakan unsur manajemen yaitu pekerja,

anggaran dana, material dan metode

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Informasi yang menjadi

penyebab rendahnya

pemenuhan pemenuhan

elemen tanggap darurat pada

proyek X PT. Z Tahun 2014

berdasarkan unsur

manajemen

a. Manusia Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari kemampuan

manajemen site pada proyek X PT. Z Tahun 2014

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

b. Anggaran Dana Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari anggaran dana

pada proyek X PT. Z Tahun 2014

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

c. Material Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari kelengkapan

perlengkapan tanggap darurat pada proyek X PT. Z Tahun

2014

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

d. Metode Penyebab rendahnya pemenuhan elemen tanggap darurat

berdasarkan temuan yang ada, ditinjau dari metode

pelaksanaan tanggap darurat pada proyek X PT. Z Tahun

2014

Telaah

dokumen,

wawancara

Pedoman

wawancara,

perekam

suara

Page 53: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

37

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan data

dari sumber informan mengenai gambaran penyebab rendahnya nilai HSE

(Health, Safety, & Environment) Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Home Office PT. Z, Jakarta Selatan. Penelitian

ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016.

C. Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling. Purposive sampling teknik penentuan sampel dengan

kriteria tertentu. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi 3, yaitu informan

utama, informan kunci, dan informan pendukung (Sugiyono, 2009):

1. Informan Utama, yaitu mereka yang mengetahui informasi dan terlibat

langsung dalam objek yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, informan

utama ialah orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan HSE

Internal Control di proyek X, yaitu auditor yang melakukan kegiatan HSE

Internal Control di proyek X dan manajemen site proyek X.

2. Informan pendukung, yaitu orang yang dapat memberikan informasi

terkait dengan objek penelitian dan secara struktural terlibat dengan objek

Page 54: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

38

penelitian. Informan pendukung dalam penelitian ini adalah senior

manager HSE dan HSE officer yang bertugas sebagai admin HSE di home

office.

3. Informan Kunci, yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan yang

mendalam mengenai topik penelitian namun tidak terkait secara langsung

dengan objek penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah

auditor SMK3 eksternal perusahaan.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Ketika mengumpulkan

data, peneliti menggunakan pedoman wawancara, alat tulis, perekam suara dan

handphone.

E. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

informan. Data-data tersebut diperoleh dengan cara wawancara semi

terstruktur. Wawancara semi terstruktur diawali dengan daftar pertanyaan

yang telah dimiliki oleh pewawancara. Namun, tidak menutup

kemungkinan bahwa pewawancara akan menanyakan pertanyaan yang

tidak terdapat dalam daftar pertanyaan secara bebas, untuk mendapatkan

informasi terkait permasalahan penelitian (Kriyantono, 2006).

Page 55: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

39

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia. Data sekunder

diperoleh dari sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan

penelitian. Data sekunder didapat dalam bentuk dokumen-dokumen

perusahaan, seperti:

1. Kebijakan K3 perusahaan

2. Prosedur HSE Evaluation System

3. HSE Monthly Report proyek X tahun 2014

4. Dokumen HSE Internal Control pada proyek X tahun 2014

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Telaah Dokumen

Telaah dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memeriksa dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan. Pada

penelitian ini peneliti akan menggunakan kebijakan K3 perusahaan,

prosedur HSE Evaluation System , jadwal kegiatan HSE Internal Control

tahun 2014 dan dokumen HSE Internal Control pada proyek X tahun

2014.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode yang digunakan dalam

penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan -

pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang

berhubungan serta memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan

Page 56: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

40

dengan penelitian. Peneliti melakukan wawancara kepada seluruh

informan yang telah ditentukan sebelumnya.

G. Validasi Data

Validasi data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan

triangulasi, diantaranya:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross check antara data

dan fakta dari sumber lainnya yang terkait topik penelitian untuk menggali

topik yang sama. Triangulasi sumber yang akan dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Matriks Triangulasi Sumber

Variabel Informan Penelitian

IU1 IU2 IP1 IP2 IK

Kebijakan dan Kepemimpinan

Kepatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-

Undangan

Manajemen Subkontraktor

Komunikasi

Tanggap Darurat

Keterangan: = Ya, - = Tidak

IU1 = Auditor yang melakukan kegiatan HSE Internal Control di proyek

X

IU2 = Manajemen Site

IP1 = Senior Manager HSE

IP2 = Admin HSE

Page 57: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

41

IK = Auditor SMK3 eksternal perusahaan

2. Triangulasi Metode

Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode

pengumpulan data yang berbeda untuk mencocokkan kesamaan data.

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dan telaah

dokumen pelaksanaan kegiatan HSE internal control di proyek X tahun

2014. Triangulasi metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.2

Matriks Triangulasi Metode

Variabel Triangulasi Metode

Wawancara Telaah

Dokumen

Kebijakan dan Kepemimpinan

Kepatuhan Terhadap Peraturan

Perundang-Undangan

Manajemen Subkontraktor

Komunikasi

Tanggap Darurat

Keterangan: = Ya, - = Tidak

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data penelitian ini secara umum dilakukan dengan

beberapa langkah berikut:

1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh hasil dari wawancara dan telaah

dokumen.

2. Hasil rekaman wawancara dicatat kembali dalam bentuk transkrip, kemudian

dibaca kembali beberapa kali.

3. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip, selanjutnya dikategorisasi

dalam bentuk matriks.

Page 58: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

42

4. Data yang ada dalam matriks dianalisis dan interpretasi secara kualitatif serta

dibandingkan dengan teori yang ada.

Analisis data yang digunakan adalah content analysis atau kajian isi, yaitu

suatu teknik mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

wawancara, catatan lapangan hasil telaah dokumen dan bahan – bahan lain.

Sehingga dapat lebih mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan

kepada orang lain (Sugiyono, 2008). Analisis data ini dilakukan dengan langkah

sebagai berikut:

1. Menyusun hasil telaah dokumen

2. Mencari tahu elemen mana yang rendah dalam pemenuhannya

3. Mendapatkan beberapa elemen yang rendah dalam pemenuhannya

4. Membuat verbatim hasil wawancara

5. Mengkategorikan hasil wawancara ke dalam matriks wawancara

6. Menarik kesimpulan dari matriks wawancara

7. Menganalisa kesimpulan dari matriks wawancara dan membandingkan

dengan teori yang ada

I. Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi. Penyajian data akan

didukung dengan hasil telaah dokumen dan teori yang ada.

Page 59: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

43

BAB V

HASIL

A. Gambaran Umum PT. Z

PT. Z didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 12

Agustus 1981. PT. Z merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

Engineering, Procurement dan Construction (EPC), yakni Engineering

(merancang suatu pabrik), Procurement (mendatangkan material untuk

mendukung pembangunan suatu pabrik), dan Construction (memasang

material hingga menjadi suatu pabrik). Sebagai perusahaan EPC, PT. Z

selanjutnya disebut perusahaan yang memiliki visi untuk menjadi Perusahaan

Industrial, Engineering and Construction kelas dunia dengan kemampuan

tinggi dalam persaingan global. PT. Z memiliki komitmen sebagai berikut:

a. Menempatkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan

Lingkungan pada prioritas utama.

b. Melakukan peningkatan berkelanjutan terhadap kinerja K3LL dengan

dasar peraturan yang berlaku, Peraturan Pemerintah, SMK3, standar

OHSAS 18001:2007 dan ISO 14001:2004 yang disesuaikan dengan

kondisi dan skala risiko yang teridentifikasi di perusahaan.

c. Mencegah cidera dan penyakit akibat kerja sehubungan dengan bahaya

yang ada di tempat kerja.

d. Mencegah pencemaran lingkungan dan dampak terhadap lingkungan

pada aktivitas/ operasi.

Page 60: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

44

e. Memenuhi peraturan perundangan dan persyaratan lain yang berlaku

sehubungan dengan bahaya yang ada di perusahaan.

f. Menyediakan kerangka kerja untuk menyusun dan meninjau ulang

sasaran K3LL.

g. Melaksanakan dokumentasi, implementasi dan perawatan terhadap

sistem manajemen K3LL.

h. Memberikan kemudahan kepada pada karyawan, vendor dan

subkontraktor dalam menyampaikan informasi berkenan dengan semua

aspek K3LL yang dilaksanakan.

i. Meninjau ulang sistem manajemen K3LL secara periodik guna

memastikan semuanya tetap sesuai dengan kondisi perusahaan.

1. Visi dan Misi PT. Z

Adapun visi dari PT. Z adalah sebagai berikut:

Menjadi perusahaan kelas dunia di bidang rancang bangun dan

perekayasaan industri yang terintegrasi serta investasi yang kompetitif.

Sedangkan misi dari PT. Z adalah sebagai berikut:

a. Memberikan jasa rancang bangun dan perekayasaan yang lengkap dan

kompetitif, baik di dalam maupun luar negeri, dengan mengutamakan

keunggulan mutu dan inovasi teknologi.

b. Meningkatkan kompetensi dan mengembangkan organisasi yang

responsif dan tangkas.

c. Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.

d. Meningkatkan nilai perusahaan jangka panjang melalui investasi.

Page 61: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

45

e. Memberikan nilai tambah lebih bagi pelanggan, pemegang saham,

karyawan dan masyarakat dengan mempertimbangkan pertumbuhan

perusahaan.

2. Struktur Organisasi PT. Z

Struktur organisasi HSE di home office dipimpin oleh Senior Manager

Corporate HSE yang berada langsung di bawah Senior Vice President

Operation (Gambar 5.1). Senior Manager Corporate HSE membawahi

HSE Officer dan Project HSE Manager.

Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT. Z No. 8000-PL-01 (PT. Z,

2014c)

Gambar 5.1 Struktur Organisasi HSE di Home Office

B. Gambaran Umum Proyek X

Proyek X merupakan proyek yang dimiliki dan dioperasikan oleh salah

satu produsen energi panas bumi terbesar di dunia. Proyek X merupakan salah

satu proyek yang di-maintenance oleh PT. Z sebagai kontraktornya. Proyek X

adalah salah satu proyek pemanfaatan energi yang dihasilkan dari panas yang

berasal dari dalam perut bumi (geothermal). Energi geothermal merupakan

Page 62: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

46

energi yang mampu menghasilkan listrik yang andal tanpa efek rumah kaca.

Operasi geothermal dari proyek X dapat menyediakan suplai uap ke 6 unit

pembangkit listrik dengan total kapasitas operasi mencapai 377 megawatt

(PT.ABC, 2012).

Lokasi proyek X terletak pada ketinggian antara 1000-1400 mdpl, berada

diantara dua Kabupaten, yaitu desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan,

Kabupaten Sukabumi dan Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi kegiatan berbatasan dengan kompleks

pegunungan Desa Ciasmara (Utara), perkebunan teh Cianten (Barat), PT.

Perkebunan Teh 2 Tang Jayanegara (Selatan) dan kompleks pegunungan Salak

(Timur). Lapangan uap panas bumi dan 3 buah PLTP Proyek X ini berada di

dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Salak. Sesuai dengan Perjanjian

Pinjam Pakai dari Departemen Kehutananan dan Kompensasi Atas Kawasan

Hutan antara Perum Perhutani dan Pertamina–UGI No. 06/044.3/III/1996

selama 20 tahun. Luas lahan yang dimanfaatkan saat ini adalah seluas 174 Ha

dari 273,66 Ha yang telah mendapat izin (Andryan, 2008).

C. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun

2014

Proyek X merupakan salah satu proyek milik PT. ABC yang di dalam

penelitian ini, PT. ABC disebut sebagai perusahaan pemberi kerja. Selaku

perusahaan pemberi kerja, tentunya terdapat persyaratan yang harus dipenuhi

oleh PT. Z dalam melakukan pekerjaan di proyek X. Selain harus melakukan

pemenuhan persyaratan yang dimiliki oleh pemberi kerja, PT. Z juga harus

melakukan pemenuhan terhadap SMK3 yang dijalankan oleh PT. Z sendiri.

Page 63: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

47

Untuk mengontrol apakah SMK3 di lapangan telah dijalankan sebagaimana

mestinya, PT. Z melakukan audit internal K3. Audit internal K3 yang

dilakukan oleh PT. Z disebut dengan HSE Internal Control. Berdasarkan hasil

telaah dokumen terhadap laporan HSE Internal Control proyek X pada April

2014, diketahui terdapat lima elemen memiliki nilai pemenuhan yang rendah

dibawah standar yang ditetapkan perusahaan, yakni dibawah 82% (PT. Z,

2014c). Elemen yang rendah terdapat pada elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;

elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi; dan elemen 9:

tanggap darurat (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Nilai Skor HSE Internal Control Per Elemen

Elemen Skor

Maksimal

Skor yang

Didapat

Presentase

(%)

Elemen 1: Kebijakan dan

Kepemimpinan

160 106 66,25

Elemen 2: Kepatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-Undangan

80 48 60,00

Elemen 3: Pelatihan 110 100 90,90

Elemen 4: Manajemen Subkontraktor 100 81 81,00

Elemen 5: HSE dalam Desain,

Konstruksi dan Komisioning

400 387 96,75

Elemen 6: Manajemen Perubahan 30 30 100

Elemen 7: Pelatihan 120 107 89,16

Elemen 8: Komunikasi 209 168 80,38

Elemen 9: Tanggap Darurat 150 120 80,00

Elemen 10: Penyelidikan Kecelakaan 50 45 90,00

Elemen 11: Dokumentasi 80 69 86,25

Elemen 12: Evaluasi 60 53 88,33

Elemen 13: Reward & Punishment 10 10 100

Total 1559 1324 Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)

Rincian dari setiap temuan HSE Internal Control per elemen tersebut

terdapat dalam Tabel 5.2 berikut:

Page 64: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

48

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014

Elemen 1

Kebijakan dan Kepemimpinan

1.1 Kebijakan dan Kepemimpinan Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Sosialisasi kebijakan SMK3LL di area kerja X

2. Rencana pelaksanaan K3LL di site selama proyek berlangsung X

3. Bukti proposal anggaran dana pelaksanaan program K3LL

4. Struktur organisasi P2K3 atau Safety Committee Organization di site X

5. Sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL sesuai UU No. 1 tahun 1970 pasal 9 X

6. Objective/ target K3LL untuk pencapaian K3LL di proyek dalam mendukung kebijakan K3LL perusahaan X

7. Penunjukkan sekretaris P2K3 yang sudah mendapat training AK3 umum serta memiliki sertifikat AK3 umum

8. Bukti pelaksanaan rapat K3LL di site secara berkala (mingguan, bulanan)

9. Evaluasi untuk memiliki subkontraktor dengan mempertimbangkan aspek K3LL X

10. Keikutsertaan top manajemen site dalam rapat-rapat K3LL di site

11. Keikutsertaan top manajemen site dalam program HSE patrol K3LL di site

12. Bukti top manajemen site telah memberikan perhatian dalam tindak lanjut terhadap temuan pada setiap hasil observasi

departemen K3LL di site

13. Deskripsi kerja/ job description untuk setiap personil/ karyawan X

14. Penunjukkan perwakilan manajemen khusus yang terlepas dari tanggung jawab lain untuk melaksanakan dan mengontrol

SMK3LL di site

X

Elemen 2

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

2.1 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Persyaratan hukum/ peraturan K3LL yang sudah jelas bagi menejemen proyek X

2. Terdapat sistem update terhadap semua peraturan, regulasi baik dari pemerintah atau standar internasional yang

dilakukan reguler setiap 6 bulan sekali

X

3. Terdapat petunjuk kerja selamat yang dibuat untuk menjadi pedoman aturan kerja X

Page 65: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

49

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)

2.1 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Sudah

Ada

Belum

Ada

4. Penyimpanan dan pemeliharaan yang baik terhadap standar lokal, internasional dan standar hukum lainnya

5. Gap analysis terhadap pemenuhan peraturan pemerintah dan standar yang ada X

6. Salinan kontrak kerja dengan pemilik proyek

7. Sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain kepada seluruh pihak terkait X

Elemen 3

Pelatihan

3.1 Pelatihan Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Pembuatan matriks dan rencana training kepada pekerja sesuai dengan posisi dan risiko pekerjaan

2. Basic HSE training dan first aid training pada tim proyek

3. Pelatihan pada matriks training telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan K3LL tentang pelatihan (training)

4. Pelaksanaan in-house training oleh PT. Z untuk karyawan yang ada di site

5. Sertifikat keikutsertaan safety training dan dokumen kualifikasi lainnya

6. Terdapat pelatihan kerja aman (safe working practices) dan pelatihan penggunaaan APD yang formal bagi karyawan

yang memimpin pekerjaan (welding/cutting, lifting/rigging, working at height, dan pekerjaan berisiko tinggi)

7. Keikutsertaan top manajemen site dalam pelatihan HSE

8. Rekap hasil tes pekerja setelah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan

9. Terdapat prosedur pelatihan yang memperhitungkan perbedaan tingkat tanggung jawab dan kemampuan masing-masing

pekerja

Elemen 4

Manajemen Subkontraktor

4.1 Manajemen Subkontraktor Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor X

2. Evaluasi untuk HSE Planning/ program subkontraktor yang harus sejalan dengan standar/ spesifikasi PT. Z

Page 66: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

50

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)

4.1 Manajemen Subkontraktor Sudah

Ada

Belum

Ada

3. Pelaksanaan HSE meeting mingguan

4. Pelaksanaan safety patrol di site yang dilakukan secara mingguan

5. Tindak lanjut dari hasil temuan safety patrol

6. Review dan persetujuan safety officer & safetyman di subkontraktor oleh PT. Z sebelum dikirim ke site

7. Subkontraktor mengikuti semua program K3LL yang diadakan oleh PT. Z

8. Subkontraktor memiliki budget tersendiri dalam mengelola K3LL

Elemen 5

HSE dalam Desain, Konstruksi dan Komisioning

5.1 Risk Assessment Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Risk assessment terhadap daftar risiko bahaya terhadap peralatan, manusia dan lingkungan

2. Risk assessment dilakukan terhadap semua aktivitas proyek

3. Risk assessment dilakukan oleh orang yang kompeten

5.2 Lingkungan Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Terdapat program untuk melakukan pengukuran lingkungan secara berkala

2. Pemisahan antara sampah dengan limbah B3

3. Terdapat jadwal untuk membuang sampah secara teratur

4. Penyimpanan dan pembuangan limbah B3 telah memenuhi syarat peraturan pemerintah

5. Terdapat tempat untuk pembuangan sampah akhir

6. Terdapat program pemantauan lingkungan yang telah mempertimbangkan AMDAL berdasarkan hasil risk assessment

7. Sosialisasi terhadap promosi lingkungan dan target-target pencapaiannya kepada semua pihak dalam proyek

8. Telah dilakukan tindak lanjut terhadap hasil-hasil pemantauan lingkungan yang tidak memenuhi standar baku mutu

sesuai peraturan perundangan lingkungan yang berlaku

Page 67: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

51

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)

5.3 Izin Kerja Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Izin kerja terhadap normal/hot/confined space/operation telah dilaksanakan di proyek

2. Pelaksanaan izin kerja dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam pekerjaannya

3. Pelaksanaan izin kerja dilakukan review secara berkala

4. Terdapat autorisasi approval dalam pelaksanaan izin kerja

5. Izin kerja diletakkan di tempat kerja dan diketahui oleh pekerja

5.4 Job Safety Analysis/ Job Hazard Analysis (JSA/ JHA) Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Pelaksanaan JSA dan risk assessment dilakukandengan mempertimbangkan aspek K3LL

2. JSA dilakukan oleh construction supervisor (orang yang kompeten dalam pekerjaannya)

3. Terdapat autorisasi approval dalam pelaksanaan JSA

4. JSA diletakkan di tempat kerja dan diketahui oleh pekerja

5. JSA telah dikomunikasikan dan dilaksanakan oleh tenaga kerja yang terlibat

5.5 Site Clinic & Kesehatan Kerja Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Terdapat persediaan obat-obatan untuk keperluan keadaan darurat yang memadai dan kotak P3K terpelihara dengan baik

2. Semua karyawan dilindungi oleh asuransi (misal: Jamsostek) dan terdapat dokumennya di lapangan

3. Terdapat sebuah sistem informasi yang ditempatkan untuk isu alkohol dan obat-obatan

4. Terdapat program biomonitoring dan kontrol tempat kerja dengan mengukur kebisingan, debu, iklim kerja, dll

5. Terdapat sistem dokumentasi dan monitoring untuk pengenalan risiko material / bahan yang digunakan di site

6. Dilakukan pemeriksaan air minum di lapangan secara reguler

7. Dilakukan pemeriksaan dan verifikasi hasil medical check up (MCU) terhadap karyawan PT. Z dan karyawan subkon

8. Dilakukan pencegahan terhadap wabah yang ada di sekitar area proyek (misal: DBD, malaria, typus, dll)

5.6 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Penanganan limbah B3 dilakukan oleh petugas/ lembaga yang berkompeten dan berwenang

2. Material Safety Data Sheet (MSDS) disyaratkan pada saat proses pembelian bahan B3

Page 68: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

52

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)

5.6 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Sudah

Ada

Belum

Ada

3. MSDS tersedia di tempat kerja

4. Label untuk material berbahaya ada di wadah yang sesuai

5. Rencana tanggap darurat sudah terdapat dalam penanganan dan penyimpanan bahan kimia dan bahan-bahan B3, serta

tempat penyimpanan bahan/ limbah B3 sesuai dengan Kepmen LH nomor 3 tahun 2008

6. Tersedia alat tanggap darurat terhadap tumpahan (misal: serbuk gergaji, absorber dan sejenisnya)

7. Bahan-bahan yang mungkin bisa bereaksi (incompatible) telah dipisahkan

8. Terdapat grounding yang memadai terhadap semua alat listrik dan pembangkit listrik yang dioperasikan di sekitar

penyimpanan bahan kimia

9. Tidak terdapat bahan-bahan kimia tertentu di tempat yang tidak diperbolehkan untuk menyimpan bahan B3

Elemen 6

Manajemen Perubahan

6.1 Manajemen Perubahan Sudah

Ada

Belum

Ada

1. Terdapat program sistem biomonitoring manajemen perubahan aspek K3LL (perubahan struktur organisasi, prosedur,

sistem pelaporan, pergantian, pergantian shift, dan sebagainya)

2. Sosialisasi dan pendokumentasian manajemen perubahan

3. Terdapat sistem identifikasi dan pengendalian yang diperlukan terhadap bahaya dan risiko sehubungan dengan adanya

perubahan

Elemen 7

Inspeksi

7.1 Peralatan Sudah

Ada

Belum Ada

1. Terdapat prosedur untuk melakukan inspeksi terhadap peralatan yang digunakan di site

2. Inspeksi dilakukan sebelum peralatan dikirim ke site

3. Terdapat program inspeksi yang dilakukan secara berkala dan terjadwal

4. Terdapat penanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil laporan inspeksi

Page 69: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

53

5. Peralatan berat (crane, forklift, dll) dan operatornya sudah mempunyai sertifikat yang berlaku

6. Inspeksi dilakukan berdasarkan check list yang telah disusun

7. Semua peralatan yang diinspeksi sudah dipasang label/ stiker/ tag/ dengan benar

8. Pemberlakuan sistem color coding

9. Terdapat program inspeksi terhadap peralatan penanggulangan spill atau tumpahan B3

10. Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran dan pemantauan telah dikalibrasi

Elemen 7

Inspeksi

7.1 Peralatan Sudah

Ada

Belum Ada

1. Kalibrasi dilakukan secara berkala

7.2 Sarana dan Prasarana Sudah

Ada

Belum Ada

1. Tersedia toilet yang memadai

Elemen 8

Komunikasi

8.1 Pelaporan, Pencatatan, Analisa dan Tindak Lanjut Sudah

Ada

Belum Ada

1. HSE monthly report dilaporkan ke klien dan kantor pusat secara rutin

2. HSE Non Conformity Report (NCR) ditindaklanjuti

3. Seluruh kegiatan di site dicatat dan disimpan

4. Kejadian unsafe act dan unsafe condition telah dicatat dan dilaporkan di dalam monthly report

5. Kejadian unsafe act dan unsafe condition yang tercatat sudah ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan baik

6. Terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL yang dikomunikasikan ke pihak yang berkepentingan

8.2 Program Promosi dan Komunikasi K3 Sudah

Ada

Belum Ada

1. Safety orientation program/ safety induction dilakukan untuk semua tenaga kerja dan tamu

2. Manajemen mensosialisasikan isu tentang K3 kepada karyawan melalui poster, signage, dll

Page 70: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

54

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)

8.2 Program Promosi dan Komunikasi K3 Sudah

Ada

Belum Ada

3. Safety meeting dengan HSE owner/ klien dilakukan secara periodik

4. Safety meeting didata dan didokumentasikan dengan baik

5. Topik safety meeting disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan saat itu

6. Manajemen site aktif mendemonstrasikan safety program

7. Pemasangan bendera K3 di sebelah kiri tiang bendera merah putih X

8. Terdapat spanduk HSE di tempat kerja

9. Terdapat kegiatan konsultasi dan komunikasi dengan subkontraktor atau pihak terkait apabila terjadi perubahan-

perubahan yang berdampak pada K3

8.3 Papan Statistik Kecelakaan Sudah

Ada

Belum Ada

1. Papan statistik kecelakaan dipasang di lokasi yang dapat dibaca untuk semua orang X

2. Status statistik kecelakaan pada papan statistik selalu direvisi secara periodik sesuai dengan laporan harian HSE X

3. Terdapat orang khusus untuk merevisi status di papan statistik kecelakaan X

8.4 Keluhan (Complaint) Sudah

Ada

Belum Ada

1. Didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan disekitar area proyek X

2. Keluhan yang dilaporkan ditindaklanjuti dan diverifikasi

Elemen 9

Tanggap Darurat

9.1 Tanggap Darurat Sudah

Ada

Belum Ada

1. Terdapat prosedur keadaan darurat dan disosialisasikan ke karyawan

2. Dibentuknya struktur organisasi keadaan darurat

3. Petugas P3K yang tergabung di dalam Emergency Response Plan (ERP) telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan

peraturan perundangan

4. Pernah dilakukan simulasi ERP X

Page 71: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

55

Tabel 5.2 Hasil HSE Internal Control pada proyek X PT. Z Tahun 2014 (Lanjutan)

9.1 Tanggap Darurat Sudah

Ada

Belum Ada

5. Terdapat muster point

6. Karyawan mengetahui letak muster point

7. Terdapat diagram alir untuk emergency response/ accident terhadap kecelakaan orang, properti dan lingkungan

8. Diagram alir untuk emergency response/ accident sudah dikomunikasikan dan dimengerti oleh semua personil di

lokasi

9. List yang berisi risiko keadaan darurat (emergency) pada emergency plan sudah dilakukan review dan disesuaikan

dengan kondisi ter-update di area kerja

10. Hasil inspeksi tercatat dan catatan disimpan dengan baik

11. Peralatan tanggap darurat untuk kecelakaan terhadap lingkungan sudah disiapkan

Elemen 10

Penyelidikan Kecelakaan

10.1 Penyelidikan Kecelakaan Sudah

Ada

Belum Ada

1. Terdapat prosedur untuk penyelidikan kejadian yang memuat kronologis & penyebab kejadian, tindakan perbaikan/

rekomendasi, format laporan dan pengesahannya

2. Setiap kejadian kecelakaan yang major atau minor seperti kematian, first aid, kebakaran, pencemaran, kerusakan

aset, near miss, dan lain-lain dilakukan investigasi/ penyelidikan

3. Akar permasalahan (root cause) yang didapat dari hasil investigasi telah menyentuh akar permasalahan aktual yang

menyebabkan terjadinya incident/ accident

4. Tindakan rekomendasi yang diambil sudah mencakup penyelesaian akar masalah dari insiden yang terjadi

berdasarkan hasil investigasi

5. Hasil investigasi incident/ accident dan rekomendasinya sudah dikomunikasikan dan dimengerti oleh semua personil

di lokasi

Page 72: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

56

Elemen 11

Dokumentasi

11.1 Dokumentasi Sudah

Ada

Belum Ada

1. Setiap langkah dalam implementasi SMK3LL didokumentasikan sebagai data pendukung SMK3LL

2. Dokumentasi dilakukan dalam bentuk hard copy atau soft copy (elektronik)

3. Setiap dokumen mempunyai identifikasi status, wewenang, tanggal pengeluaran dan tanggal modifikasi

4. Semua dokumen K3LL dipelihara dengan baik

5. Kecukupan isi dokumen telah disetujui sebelum diterbitkan

6. Dokumen-dokumen yang direvisi update, tertib, mudah dibaca dan disimpan rapi dalam jangka waktu tertentu

7. Seluruh dokumen terdokumentasi dengan baik dan diberi label

Elemen 12

Evaluasi

12.1 Evaluasi Sudah

Ada

Belum Ada

1. Pelaksanaan dan hasil audit dikomunikasikan/ disosialisasikan

2. Terdapat tindak lanjut dan pemantauan rekomendasi dari temuan audit

3. Tindakan perbaikan dan pencegahan dilakukan terhadap hasil temuan dari audit

4. Dilakukan pengkajian terhadap efektivitas dari tindakan perbaikan & pencegahan yang telah dilaksanakan

5. Hasil audit disampaikan kepada top manajemen site

Elemen 13

Reward & Punishment

13.1 Reward & Punishment Sudah

Ada

Belum Ada

1. Terdapat program penghargaan terhadap pelaporan unsafe act dan unsafe condition serta pematuhan terhadap

peraturan K3LL

Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)

Keterangan: () : Sudah Ada

( - ) : Belum Ada

Page 73: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

57

Hasil ini merupakan gambaran penyebab rendahnya nilai HSE Internal

Control pada proyek X tahun 2014. Informasi diperoleh berdasarkan telaaah

dokumen dan wawancara dengan empat informan. Dalam melakukan telaah

dokumen, peneliti melakukan telaah dokumen terhadap beberapa dokumen di

tempat penelitian. Sedangkan, dalam melakukan wawancara, sebagian dilakukan

di tempat penelitian dan sebagian dilakukan via telepon karena tidak

memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan wawancara langsung ke site.

Mengenai anggaran dana hanya dapat dilakukan dengan metode wawancara.

Berikut ini adalah penyebab rendahnya nilai HSE Internal Control pada proyek X

PT. Z tahun 2014.

1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan

Kepemimpinan

Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di

proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat delapan temuan

yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan. Temuan-temuan tersebut tercantum pada Tabel 5.3 sebagai

berikut:

Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan

Elemen 1

Kebijakan dan Kepemimpinan

1. Belum adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area

kerja dan/ atau bukti sosialisasi dalam lembar induksi

2. Belum adanya rencana pelaksanaan K3LL yang telah disetujui

3. Belum diajukannya struktur organisasi P2K3 atau Safety

Committee Organization di site

4. Belum adanya sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL

5. Belum ditentukannya objective/ target K3LL

6. Belum berjalannya evaluasi dalam pemilihan subkontraktor

Page 74: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

58

7. Belum disusunnya job description untuk setiap personel

karyawan

8. Belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk

melaksanakan SMK3LL di site Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)

Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada

pemenuhan elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan:

a. Manusia

Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,

meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari jumlah pekerja pada

proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Hal

ini diketahui berdasarkan telaah dokumen, jumlah pekerja di proyek X

telah tersedia, seperti yang terdapat pada Tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4 Jumlah Pekerja pada Proyek X selama Tahun 2014

No. Bulan Jumlah Pekerja

(Orang)

1. Januari 0

2. Februari 458

3. Maret 311

4. April 313

5. Mei 301

6. Juni 495

7. Juli 420

8. Agustus 287

9. September 579

10. Oktober 473

11. November 545

12. Desember 530

Sumber: HSE Monthly Report Proyek X PT. Z Tahun 2014 (PT. Z, 2014d)

Page 75: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

59

Tidak adanya pekerja pada bulan Januari (0 orang) disebabkan

karena belum dimulainya proyek X pada bulan tersebut. Kemudian

terjadi peningkatan dan pengurangan jumlah pekerja dari bulan

Februaari hingga Desember. Hal itu disebabkan karena lingkup

pekerjaan di proyek X berbeda setiap bulannya, sehingga jumlah

pekerja juga disesuaikan dengan lingkup pekerjaan yang sedang

dikerjakan ketika itu.

Berdasarkan kutipan wawancara kepada informan utama 1 (IU1),

jumlah pekerja yang ada di proyek X terdapat kurang lebih sebanyak

300 orang. Berikut kutipan wawancaranya:

“Banyak. Ya sekitar 300 orang.” –(IU1)

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari informan utama 2

(IU2) yang mengatakan bahwa jumlah pekerja yang ada di lapangan

telah tersedia. Begitu pula dengan jumlah pekerja yang mengerjakan

proyek X dan jumlah pekerja yang bertugas sebagai petugas K3.

Berikut kutipan wawancaranya:

“Yang di lapangan cukup.” –(IU2)

“Yang untuk mengerjakan project cukup.” –(IU2)

“HSE juga cukup.” –(IU2)

Berdasarkan telaah dokumen, struktur organisasi HSE di proyek X

sebagai berikut (Gambar 5.2):

Page 76: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

60

Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT.Z No. 8000-

PL-01 (PT. Z, 2014c)

Gambar 5.2 Struktur Organisasi HSE di Proyek X

Penanggung jawab tertinggi pelaksanaan K3 di site adalah Project

HSE Manager. Berdasarkan peraturan PT. Z yang tercantum dalam

HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT. Z No.

8000-PL-01, tugas utama dari seorang project HSE manager ialah

memastikan terlaksananya sistem K3LL perusahaan di proyeknya,

termasuk diantaranya pelaksanaan semua policy, procedure, dan HSE

work instruction yang telah dibuat oleh corporate.

Jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen

site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan pada proyek X PT. Z tahun 2014, masih terdapat

kelemahan. Informan utama 1 mengatakan, pengetahuan tentang K3

yang dimiliki oleh manajemen site masih kurang. Berikut kutipan

wawancaranya:

Page 77: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

61

“Iyaa..pengetahuan tentang K3, untuk membangun suatu sistem

K3 masih banyak yang kurang.” –(IU1)

Sementara itu, menurut informan kunci (IK), salah satu kriteria

manajemen site yang baik ialah minimal ia mengerti tentang sistem,

dalam hal ini mangenai SMK3, dan memiliki safety leadership yang

baik. Berikut kutipan wawancaranya:

“Kalo itu kan udah ada di..sebenernya sih udah harusnya..ini ya,

standarnya perusahaan udah punya gitu ya, kalo saya sih,

minimal dia mengerti sistem, sistem manajemen K3. Itu standar

minimal ya, gitu. Dia tahu, mengerti, kemudian bagaimana cara

implementasinya, kemudian dari sisi leadershipnya (safety

leadership) dia bisa memberikan contoh kepada karyawan gitu,

bahwa dia sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap

safety ya dia harus menunjukkan itu, gitu.”-(IK)

Kurangnya pengetahuan tentang K3 yang dimiliki oleh manajemen

site ketika itu terbukti dengan ditemukannya lima temuan pada elemen

1 yang disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site untuk

melakukan pemenuhan tersebut. Lima temuan itu adalah: belum

adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area kerja dan/atau

bukti sosialisasi dalam lembar induksi; belum diajukannya struktur

organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

atau Safety Committee Organization di site; tidak adanya sosialisasi

kebijakan perusahaan tentang K3LL; belum ditentukannya objective/

target K3LL; dan belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk

melaksanakan SMK3LL di site.

Temuan di elemen 1 berupa belum adanya bukti pemasangan

kebijakan SMK3LL di area kerja disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur manusia, yaitu belum di print dan dipajangnya

Page 78: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

62

kebijakan K3 tersebut di area kerja. Berikut kutipan wawancara

dengan IU1:

“Ooh..dia belum ngeprint, kemudian belum majang” – (IU1)

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari IU2 yang mengatakan

bahwa dirinya belum membingkai dan menempelnya di area kerja.

Berikut adalah kutipan wawancara dengan IU2:

“Jadi, pada waktu itu ada, cuma kan waktu itu kan...tidak

ditempel, dibingkai.., kan gitu. Jadi posisi kebijakan itu harusnya

ditempel dan dipasang bingkai, ya waktu itu posisinya ada di

dalam folder, gitu”- (IU2)

Informan utama 1 menambahkan bahwa dengan adanya temuan

seperti itu menandakan bahwa manajemen site kurang memiliki

komitmen dalam melaksanakan SMK3LL di lapangan. Berikut

kutipan wawancara dengan IU1:

“Yaa...kalo di sistem ISO itu kan kalo ada temuan kaya gitu

artinya kan menunjukkan kalo kita tuh sebagai level manajemen

itu tidak komit. Manajemen site tidak komit. Buktinya apa? Ada

komitmen dari top manajemen dia tidak tampilkan, gitu”- (IU1)

Berdasarkan telaah dokumen, komitmen dari top

manajemen yang dimaksud oleh IU1 tercantum dalam HSE

Management System Implementation Policy Rev: F PT. Z No.

8000-PL-01 sebagai berikut (Gambar 5.3):

Page 79: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

63

Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT.Z No. 8000-

PL-01 (PT. Z, 2014c)

Gambar 5.3 Komitmen Top Manajemen PT. Z

Menurut IK, cara sosialisasi kebijakan K3 yang baik di site dapat

dilakukan pada saat weekly meeting/ toolbox meeting atau ditempel di

papan pengumuman. Berikut kutipan wawancara dengan IK:

“Sosialisasi pada saat weekly meeting, bisa, atau pada saat

meeting berkala, atau toolbox meeting boleh, kemudian bisa via

email juga bisa, atau ditempel di papan pengumuman bisa.

Apapun lah jenis komunikasi.”-(IK)

Temuan di elemen 1 berupa belum diajukannya struktur organisasi

P2K3 atau Safety Committee Organization ke Dinas Tenaga Kerja

(Disnaker) setempat disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur

manusia, yaitu manajemen site ketika itu tidak mengetahui prosedur

pengajuan hal tersebut. Berikut kutipan wawancara dengan IU1:

Page 80: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

64

“Iya..jadi di proyek itu belum diajukan ke Disnaker setempat

karna ngga tahu prosedurnya”- (IU1)

Informan utama 1 juga menyayangkan mengapa pembentukan

struktur organisasi P2K3 dan pengajuannya tidak dilakukan di awal

ketika project itu baru berjalan. Sementara menurut IU2, manajemen

site ketika itu sudah menunjuk tim sebagai Safety Committee namun

belum berjalan normal, sehingga hal tersebut belum diajukan ke

Disnaker setempat. Berikut kutipan wawancaranya:

“Iya..kesalahan dari manajemen, kesalahan dari orang safety

nya juga”- (IU1)

“Pada saat 2014 itu kita memang baru menunjuk tim-tim untuk

sebagai Safety Committee itu hanya untuk belum dapat

kepercayaan gitu. Jadi baru setelah dilakukan audit internal, kita

baru membuat itu. Jadi kalau, organisasi itu waktu itu memang

belum berjalan normal di project nya”- (IU2)

Berdasarkan wawancara dengan IK, pembentukan struktur

organisasi P2K3/ Safety Committee di site adalah wajib di suatu

perusahaan dan merupakan bentuk pematuhan terhadap peraturan

perundang-undangan. Berikut kutipan wawancaranya:

“Eh..kalo kita liat peraturan Permenaker nomor 487 ya, kan itu

jelas bahwa setiap perusahaan wajib membentuk P2K3. Nah

perusahaan itu yang seperti apa? Yang pertama adalah yang

memiliki karyawan 100 orang atau lebih, yang kedua, kalau

karyawannya kurang dari 100 orang, tapi dia memiliki risiko

tinggi terjadi kebakaran, ledakan, dan sebagainya itu wajib

membentuk P2K3. Artinya ya kalo kita mau comply SMK3 ya kita

comply juga segala peraturan-peraturan pemerintah, dan kalau

peraturannya memang sesuai sama kita gitu. Kalau misalnya

karyawan kita kurang dari 100 orang tapi risiko kita tinggi yaa

itu wajib, yaa harus disegerakan, gitu. Comply terhadap

peraturan yang dari peraturan perundang-undangan,gitu”- (IK)

Page 81: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

65

Temuan di elemen 1 berupa tidak terdapatnya bukti sosialisasi

kebijakan perusahaan tentang K3LL disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur manusia. Manajemen site mengakui bahwa

ketika itu ia belum memahami bahwa kebijakan tersebut harus

didokumentasikan. Pendokumentasian yang dimaksud adalah

melakukan penyimpanan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar

atau suara dalam setiap langkah prosedur yang dilaksanakan oleh

pekerja. Sosialisasi kebijakan tersebut perlu didokumentasikan, salah

satunya dengan menempel kebijakan perusahaan di area kerja. Berikut

kutipan wawancaranya:

“Tidak, gini, jadi ada beberapa hal yang memang kita belum

sempet begitu pahami ya, yaitu bagian dari temuan project ya,

diakui aja, memang kita belum prepare untuk memasang itu,

gitu lho. Hanya dokumen-dokumen itu sudah ada tapi

disosialisasi melalui induction, gitu”-(IU2)

Safety induction adalah sebuah latihan tentang keselamatan dan

kesehatan kerja yang diberikan kepada pekerja, kontraktor ataupun

para tamu yang baru pertama kali datang di lokasi perusahaan. Tujuan

dari safety induction ini adalah untuk mengkomunikasikan bahaya-

bahaya keselamatan dan kesehatan kerja umum yang terdapat selama

pekerjaan/ kunjungan sehingga mereka bisa melakukan tindakan

pengendalian terhadap bahaya tersebut.

Informan kunci (IK) menyatakan bahwa sosialisasi kebijakan dapat

saja dilakukan dengan melalui induction, namun hendaknya tidak lupa

untuk menyertakan bukti-bukti pelaksanannya misalnya daftar hadir

atau materi yang disampaikan. Berikut kutipan wawancaranya:

Page 82: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

66

“Ketika safety induction itu sebaiknya didokumentasikan

misalnya lewat daftarhadirnya,materi apa yang disampaikan”-

(IK)

Temuan di elemen 1 berupa belum ditentukannya objective/ target

K3LL yang disetujui oleh top manajemen disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur manusia. Menurut IU1, manajemen site belum

menentukan objective/ target K3LL karena mereka tidak mengetahui

target-target yang ditetapkan PT. Z. Berikut kutipan wawancaranya:

“Iya karna dia ngga tahu target-targetnya PT. Z”- (IU1)

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan IU2 yang mengatakan

bahwa manajemen site tidak mengetahui target-target yang ditetapkan

dari home office. Menurutnya, hal itu terjadi karena pihak home office

tidak mensosialisasikan target-target K3LL ke site. Berikut kutipan

wawancaranya dengan IU2:

“Kalau bicara masalah target K3 yang diluncurkan dari home

office itu memang ngga ada karna memang yang harus

mengkomunikasikan kan HO, harusnya. Jadi posisinya gini, pada

saat itu, HO tidak mensosialisasikan hal-hal yang memang harus

dilakukan HSE site. Jadi, kita mengadopsi apa yang ada di

client.”- (IU2)

Sementara, informan pendukung (IP2) menjelaskan bahwa alasan

pihak home office ketika itu tidak mensosialisasikan target K3 ke site

dikarenakan manajemen site proyek X ketika itu bukanlah orang yang

ditunjuk dari PT. Z, melainkan orang yang ditunjuk sendiri oleh

PT.ABC. Sehingga pihak home office pun enggan memberikan

dokumen-dokumen perusahannya ke site. Berikut kutipannya:

“Ya cuman kan ngga semua data corporate itu dikirim kesana

kan. Awalnya mereka minta dokumennya corporate:

Page 83: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

67

prosedurnya, policy-nya. Cuman ngga boleh-lah dari PT. Z

orang dia kan bukan orang PT. Z”- (IP2)

Kemudian pernyataan tersebut diperkuat oleh informan pendukung

1 (IP1) yang menyatakan bahwa manajemen site ketika itu memang

bukanlah orang yang berasal dari PT. Z sehingga banyak informasi

mengenai PT. Z yang tidak diketahui dan dimiliki oleh manajemen

site ketika itu. Berikut kutipan wawancara kepada IP1:

“Orangnya adalah orang-orang yang bukan orang dari PT. Z

asli yang mendapatkan pembekalan yang tepat sebelum ke

lapangan.”- (IP1)

Temuan di elemen 1 berupa belum adanya perwakilan manajemen

khusus yang terlepas dari tanggung jawab lain untuk melaksanakan

dan mengontrol SMK3LL di site disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur manusia yaitu perbedaan pemahaman

mengenai arti dari perwakilan manajemen khusus itu sendiri. Menurut

IU2, perwakilan manajemen khusus itu sudah ada yaitu dengan

ditunjuknya IU2 sebagai HSE Manager di proyek X ketika itu.

Menurutnya, komunikasi antara home office dan site ketika itu kurang

baik, sehingga terjadi perbedaan pemahaman mengenai arti dari

perwakilan manajemen khusus itu sendiri, seperti yang ada dalam

kutipan berikut:

“Nah..jadi gini, mas FR itu kan dari HO, kalo dia menyebut

bahwa tidak ada yang memang ditugaskan khusus, artinya itu

kewenangannya siapa? HO. Nah, maksud nya adalah pada

saat itu memang koordinasi dari site dan HO itu dibangun

lebih baik, ya seperti itu posisinya, bukan berarti tidak ada

orang yang memang mengawasi khusus. Jadi gini, adamya

didelegasikan saya kesini adalah untuk melakukan hal

tersebut, kan sebenarnya gitu”- (IU2)

Page 84: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

68

Menurut IP2, masuknya IU2 sebagai HSE Manager lah yang

menyebabkan koordinasi antara home office dan site kurang baik.

Pada saat itu, home office tidak mengetahui proses penunjukkan IU2

sebagai HSE Manager proyek X, sehingga komunikasi diantara

keduanya tidak berjalan dengan baik. Berikut kutipannya:

“HO ngga tahu bahwa tiba-tiba sudah ada manager. Harusnya

manager itu atau Chief itu dari HO, dan yang menentukan adalah

Pak JKS sebagai senior HSE manager PT. Z”- (IP2)

Dari lima temuan yang terdapat pada elemen 1, informan

pendukung 1 menyayangkan mengapa hal tersebut bisa terjadi di

proyek X. Informan pendukung 1 beranggapan semestinya temuan-

temuan itu tidak terjadi di proyek X karena temuan-temuan yang ada

merupakan hal yang standar. Informan pendukung 1 juga

menyayangkan kompetensi manajemen site ketika itu yang

menurutnya kurang berpengalaman. Berikut kutipannya:

“Kalau ini memang agak berbeda projectnya, jadi HSE Manager

nya juga bukan saya yang nunjuk. Kalo itu dari sini, itu ngga akan

terjadi.. kenapa? karena itu pengetahuan standar.”- (IP1)

“Kalo yang sudah pengalaman biasanya sudah pengalaman di

lapangan. Artinya mereka sudah tahu bahwa itu harus dilakukan.

Nah ini keliatannya orang baru. Bukan keliatannya, memang orang

baru”- (IP1)

Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa proses penunjukkan IU2

sebagai HSE manager proyek X bukan merupakan rekomendasi dari

home office, melainkan seseorang yang direkrut langsung oleh PT.

ABC. Berikut kutipannya:

Page 85: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

69

“Rekrut sendiri...ya biasalah dari client nitip gitu kan masuk situ. Ya

jadinya kaya gitu”- (IP1)

Pernyataan tersebut didukung oleh IP2 yang mengatakan bahwa

IU2 sebagai HSE manager proyek X merupakan “orang titipan” dari

PT. ABC, sehingga aturan-aturan yang diterapkan di site ketika ia

menjabat sebagai HSE manager bukanlah aturan yang berasal dari PT.

Z, melainkan aturan-aturan dari PT. ABC. Berikut kutipannya:

“Ya..dia punya orang PT.ABC, katanya titipannya orang PT.ABC”-

(IP2)

Kejadian “orang titipan” dari PT. ABC tersebut ditanggapi oleh

informan kunci bahwa hal tersebut telah menyalahi aturan yang telah

ditetapkan. Berikut kutipan wawancaranya:

“Dia berarti udah menyalahi aturan ini ya..aturan rekrutmen

pegawai ya berarti” -(IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.

Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan pekerja

atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan

elemen 1 di proyek X masih terdapat kelemahan berupa kurangnya

pengetahuan manajemen site di bidang K3, manajemen site belum

memahami prosedur dan peraturan PT. Z, kurangnya pengalaman

manajemen site dan hubungan komunikasi yang kurang baik antara

home office dan site.

b. Anggaran Dana

Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Berdasarkan

Page 86: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

70

wawancara, diketahui bahwa dana yang ada di proyek X telah tersedia

untuk melaksanakan kegiatan di site. Berikut kutipan wawancara

kepada IU1 dan IU2 ketika ditanyakan mengenai kecukupan anggaran

dana yang ada di site sebagai berikut:

“Anggaran dana mah ada..”- (IU1)

“Ngga ngga, ngga kurang”- (IU2)

Pernyataan informan utama di atas sejalan dengan hasil wawancara

dengan IP1, yang mengatakan bahwa anggaran dana di site telah

tersedia. Berikut kutipan wawancaranya:

“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran dari PT. Z

harus ada, anggaran dari PT.ABC nya sendiri harus ada. Kenapa?

Karna mereka juga punya safety program kan. Dan mereka

biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk ke dalam

anggaran proyek”- (IP1)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

anggaran dana di site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1 telah

tersedia.

c. Material

Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau

material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan

untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur

material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek

X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1:

kebijakan dan kepemimpinan diketahui tidak memiliki kelemahan.

Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa peralatan (material) yang

ada di proyek X telah tersedia untuk melaksanakan kegiatan di site

Page 87: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

71

dan dalam melakukan pemenuhan elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan. Hal ini diketahui berdasarkan kutipan wawancara

kepada IU2 dan IP1 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan

perlengkapan seperti inventaris kantor dan material penunjang

lainnya yang ada di site sebagai berikut:

“Sudah, sudah ada”- (IU2)

“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)

Menurut IK, inventaris kantor atau material penunjang lainnya

yang harus tersedia di site untuk membantu implementasi SMK3 di

site ialah komputer, printer, dan sebagainya. Berikut kutipan

wawancaranya:

“Ooh..yaa..komputer, printer, foto copy, scanner, terus peralatan

tulis, semuanya”- (IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan

dalam melaksanakan pemenuhan elemen 1 tidak terdapat kelemahan

dan telah tersedia.

d. Metode

Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam

menjalankan elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di site, apakah

sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari

unsur metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam

melakukan sosialisasi kebijakan K3 pada proyek X PT. Z tahun 2014

Page 88: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

72

diketahui memiliki kelemahan. Keseluruhan temuan pada elemen 1

disebabkan karena terdapat kelemahan pada metode pelaksanaannya.

Temuan di elemen 1 berupa belum adanya bukti pemasangan

kebijakan SMK3LL di area kerja disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur metode, yaitu tidak ditempel dan dibingkainya

kebijakan SMK3LL di area kerja sebagai salah satu bentuk sosialisasi.

Berikut adalah kutipan wawancara dengan IU2:

“Jadi, pada waktu itu ada, cuma kan waktu itu kan...tidak ditempel,

dibingkai.., kan gitu. Jadi posisi kebijakan itu harusnya ditempel dan

dipasang bingkai, ya waktu itu posisinya ada di dalam folder, gitu”-

(IU2)

Berdasarkan telaah dokumen, kebijakan SMK3LL PT. Z

tertera dalam HSE Management System Implementation Policy

Rev: F PT. Z No. 8000-PL-01 seperti pada Gambar 5.4 berikut:

Page 89: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

73

Sumber: HSE Management System Implementation Policy Rev: F PT.Z No. 8000-

PL-01 (PT. Z, 2014c) Gambar 5.4 Kebijakan SMK3LL PT. Z

Berdasarkan wawancara dengan IK, cara sosialisasi kebijakan K3

yang baik di site salah satunya dapat dilakukan dengan menempelnya

di papan pengumuman sehingga terlihat oleh orang-orang yang lewat

di depannya. Berikut kutipan wawancaranya:

“Sosialisasi kebijakan K3 dapat ditempel di papan pengumuman”-

(IK)

Temuan di elemen 1 berupa belum terdapat rencana pelaksanaan

K3LL yang telah disetujui di proyek X disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur metode, yaitu penyusunan rencana pelaksanaan

K3LL yang dilakukan oleh manajemen site lebih mengacu kepada

Page 90: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

74

peraturan client, bukan kepada peraturan home office PT. Z. Informan

utama 1 menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi temuan (finding)

karena rencana pelaksanaan K3LL yang disusun oleh manajemen site

proyek X ketika itu bukanlah rencana K3LL yang berasal home office

(HO), melainkan rencana K3LL yang diminta oleh client. Menurut

IU1, manajemen site proyek X ketika itu hanya mengikuti yang

diperintahkan oleh client saja. Berikut kutipan wawancaranya:

“Rencana pelaksanaan K3LL belum disusun..iyaa..jadi dia cuma

berdasarkan rutinitas. Dia ngga punya program sendiri”- (IU1)

“Tergantung client aja. Ibaratnya kata client „eh bikin atap‟, bikin..

„eh bikin pintu‟, bikin.. gitu loh”- (IU1)

Temuan di elemen 1 berupa tidak adanya bukti sosialisasi

kebijakan perusahaan tentang K3LL disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur metode, yaitu tidak ada pendokumentasian

ketika induction dilakukan. Menurut IU2, pihaknya ketika itu telah

melakukan sosialisasi kebijakan kepada karyawan di site melalui

induction. Berikut kutipan wawancaranya:

“Karna kebijakan itu kita sosialisasikan lewat induction, seperti

itu”- (IU2)

Walaupun manajemen site telah melakukan sosialisasi kebijakan

melalui induction, namun ia tidak mendokumentasikan hal tersebut,

sehingga tidak terdapat bukti pelaksanaannya dan menjadi sebuah

temuan (finding). Padahal, sosialisasi kebijakan tersebut perlu

didokumentasikan, salah satunya dengan menempel kebijakan

perusahaan di area kerja atau dengan memotret ketika induction

sedang berlangsung.

Page 91: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

75

Temuan di elemen 1 berupa belum ditentukannya objective/ target

K3LL yang disetujui oleh top manajemen disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur metode, yaitu target K3 yang ditentukan ketika

itu mengadopsi dari target yang ditetapkan oleh client, bukan target

yang ditentukan oleh PT. Z. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:

“Jadi posisinya gini, pada saat itu, HO tidak mensosialisasikan

hal-hal yang memang harus dilakukan HSE site. Jadi, kita

mengadopsi apa yang ada di client.”- (IU2)

Temuan di elemen 1 berupa belum disusunnya job description

yang disetujui oleh home office dan disosialisasikan kepada seluruh

strata personil disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur

metode, yaitu dalam penyusunan job description tersebut, manajemen

site ketika itu mengacu kepada peraturan PT. ABC, bukan kepada

peraturan PT. Z. Menurut IU2, job desc itu sudah ada di HSE Plan

yang mengacu ke PT.ABC. Berikut kutipannya:

“Nah itu..job desc itu sebenernya sudah ditunjukkan, di dalam

HES Plan itu ada job desc setiap karyawan. Artinya jabatan ini

tugasnya ini, jabatan ini tugasnya ini. Itu udah di mention di

dalam HES Plan, gitu.”- (IU2)

Temuan di elemen 1 berupa belum adanya perwakilan

manajemen khusus yang terlepas dari tanggung jawab lain untuk

melaksanakan dan mengontrol SMK3LL di site disebabkan

karena adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu site ketika

itu mengacu kepada peraturan PT.ABC seperti yang dikatakan

IU1 sebagai berikut:

“Ooh..dia bilangnya, kita nginduknya ke PT.ABC”- (IU1)

Page 92: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

76

Sama seperti hasil sebelumnya, diketahui berdasarkan wawancara

kepada IU1 bahwa manajemen site ketika itu tidak melaksanakan

peraturan PT. Z karena mereka merasa tidak harus menjalankan

peraturan PT. Z. Berikut kutipan wawancaranya:

“Iya..karna mereka merasa bahwa..yang mereka jalankan itu

harus induknya ke PT.ABC, gitu. Artinya, yang mimpin safety nya

itu PT.ABC, bukan kita (PT. Z) langsung operation”- (IU1)

Menanggapi kesalahan acuan peraturan yang dilakukan manajemen

site pada beberapa implementasi SMK3LL PT. Z, IK menyatakan

bahwa hal tersebut telah menyalahi aturan. Berikut kutipan

wawancaranya:

“Harusnya sih ngga terjadi ya, karna kan itu ya..pemilihan sumber

daya, gitu. Apalagi itu udah menyalahi aturan, gitu. Aturannya

ngga sesuai gitu aturannya bilang gimana, yang dilakukannya

seperti apa, gitu. Itu udah menyalahi aturan, gitu”- (IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 1 di proyek X masih terdapat

kelemahan berupa tidak mencetak/ menempel dan membingkai

kebijakan K3 di sekitar area kerja, tidak mendokumentasikan ketika

kegiatan induction berlangsung, serta lebih mengacu kepada aturan

client bukan kepada aturan PT. Z.

Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan di proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan

diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.5.

Page 93: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

77

Gambar 5.5 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan

Kepemimpinan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di

proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat lima temuan yang

menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan. Temuan-temuan tersebut tercantum pada

tabel 5.5 sebagai berikut:

Metode

Kesalahan penyusunan

rencana pelaksanaan K3LL

Belum terdapat kebijakan K3 di area kerja

Belum terdapat pendokumentasian

pekerjaan

Kesalahan acuan peraturan

Penyebab

Rendahnya

Elemen 1:

Kebijakan dan

Kepemimpinan

Kurangnya

komunikasi/ koordinasi antara

HO & site

Cara perekrutan manajemen site

yang tidak

sesuai prosedur

Komitmen kurang

terhadap PT. Z

Tidak memahami SMK3LL PT. Z

Tidak dapat melaksanakan

SMK3LL PT. Z

Manusia

Page 94: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

78

Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-

Undangan

Elemen 2

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

1. Belum adanya list peraturan yang berisi persyaratan hukum/

peraturan K3LL yang jelas bagi manajemen proyek 2. Belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau standar

internasional 3. Belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman

aturan kerja di proyek 4. Belum dilakukannya gap analysis secara periodik 5. Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan

dan persyaratan lain Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)

Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada

pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

a. Manusia

Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,

meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia

mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014

diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen

1, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja yang ada

di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika ditinjau dari

unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan, masih terdapat kelemahan. Temuan pada

elemen 2 berupa belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau

Page 95: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

79

standar internasional disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site

dalam membuatnya ketika itu. Berikut kutipannya:

“Iyaa karna mereka belum buat”- (IU1)

“Ya karna mereka ngga tau”- (IU1)

Hal itu sejalan dengan hasil wawancara kepada IU2 yang

menyatakan bahwa ketika itu ia tidak tahu cara membuat sistem

update yang seharusnya karena pihaknya baru mendapat informasi

mengenai sistem update tersebut dari home office sekitar tahun 2015.

Berikut kutipan wawancaranya:

“Sistem update sebenernya kita kemaren harusnya sudah

dikomunikasikan dari HO. Jadi pendokumentasian itu dilakukan

kita sendiri, dan itu memang kita baru dapat sekitar tahun 2015”-

(IU2)

Sementara itu, berdasarkan wawancara kepada IP2 diketahui

bahwa alasan PT. Z belum mensosialisasikan sistem

pendokumentasiannya karena home office PT. Z tidak mengetahui

penunjukkan IU2 sebagai HSE manager di proyek X. Pihak home

office baru mengetahui hal tersebut lima bulan setelah proyek X

berjalan. Menurut IP2, hal tersebut terjadi karena pihak site tidak

mengkomunikasikan progress proyek X kepada home office. Sehingga

terjadi kurangnya koordinasi diantara keduanya. Pernyataan tersebut

disampaikan oleh IP2 sebagai berikut:

“Sudah sekitar 5 bulan berjalan”- (IP2)

“Ngga mau nginformasi lah project itu menang, pokoknya mereka

beranggapan project itu bisa di handle gitu tanpa bantuan dari

corporate”- (IP2)

Page 96: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

80

Menanggapi kurangnya koordinasi yang terjadi diantara HO dan

site, IK berpendapat bahwa kurangnya koordinasi dapat disebabkan

karena penunjukkan PIC (person in charge) yang kurang jelas,

sehingga terjadi pelemparan tanggung jawab antara HO dan site.

Berikut kutipan wawancaranya:

“Mungkin penunjukkan PIC nya yang ngga jelas kali? Jadi kan

harusnya siapa yang melakukan update harus jelas, mendingan di

set aja di prosedur yang melakukan update adalah pihak HO, jelas

berarti HO yang melakukan update. Atau, yang melakukan update

adalah HSE di site, berarti HSE di site melakukan update. Nah

gitu, jadi, karna belum ada pelemparan tanggung jawab yang

jelas, mereka jadi saling lempar”- (IK)

Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa temuan pada elemen 2

berupa belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai

pedoman aturan kerja di proyek disebabkan karena ketidaktahuan

manajemen site ketika itu dalam membuatnya. Berikut kutipannya:

“Belum dibuat. Karna ngga tahu..”- (IU1)

HSE Handbook merupakan pedoman aturan kerja yang dibuat oleh

Chief HSE untuk digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan

aktivitas di proyek. Sejalan dengan itu, IP1 mengungkapkan bahwa

HSE Handbook belum dibuat karena manajemen site tidak tahu

mengenai aturan PT. Z dan tidak merasa sebagai bagian PT. Z.

Berikut kutipannya:

“Itulah masalah utamanya, jadi sudah tidak tahu aturannya disini

seperti apa, trus mereka juga merasa tidak merasa sebagai

orang PT. Z”- (IP1)

Page 97: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

81

Menurut IK, ketersediaan HSE Handbook menjadi urgent dan

harus disegerakan jika di dalam peraturan PT. Z menyebutkan hal

demikian. Berikut kutipan wawancaranya:

“Oh..kalo memang ada di standarnya harus ada HSE Handbook,

yaudah berarti urgent lah, gitu. He eh..harus disegerakan kalo

memang itu dibilang setiap site (harus ada) HSE Handbook,

berarti kalo emang udah dibilang gitu yaudah itu harus

disegerakan gitu kan karna itu udah peraturan, gitu”- (IK)

Sama dengan pernyataan diatas, temuan pada elemen 2 berupa

belum dilakukannya gap analysis secara periodik disebabkan karena

ketidaktahuan manajemen site mengenai peraturan PT. Z. Kemudian,

temuan pada elemen 2 berupa belum dilakukannya sosialisasi terhadap

peraturan perundangan dan persyaratan lain di proyek X disebabkan

karena kurangnya kompetensi manajemen site dalam bidang K3.

Diketahui berdasarkan wawancara, bahwa manajemen site ketika itu

adalah orang yang ditunjuk langsung oleh PT.ABC sehingga ia tidak

mengetahui prosedur dan peraturan yang ada di PT. Z. Berikut kutipan

wawancara kepada IP2:

“Menurut informasi yang beredar, bahwa Pak EN adalah

manager yang ditunjuk sama PT.ABC, menurut infonya”- (IP2)

Pernyataan dari IP2 didukung oleh IP1 yang menyatakan kalau

kompetensi IU2 sebagai HSE manager dianggap masih kurang.

Menurut IK, penempatan IU2 sebagai manager dianggap kurang pas

jika dilihat menurut kompetensinya. Berikut kutipan wawancara

kepada IP1:

Page 98: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

82

“Kalo untuk jadi HSE manager ya kurang. Jelas kurang. Itu

yang ditaro disana jadi manager itu kalo disini ya..paling jadi

SI (Superintendent)”- (IP1)

Penunjukkan IU2 oleh PT.ABC sebagai manajemen site (manager

proyek X) dianggap tidak bisa menyamakan prosedur dan peraturan

yang PT. Z terapkan karena kurangnya kompetensi di bidang K3,

sehingga senior HSE manager PT.Z kemudian mengganti posisi HSE

manager proyek X. Berikut kutipan wawancara kepada IP2:

“Pak EN itu awalnya sebagai manager, yang ditunjuk dari

PT.ABC langsung cuman karna kurang perform kemudian juga

tidak bisa menyamakan prosedur,baik prosedur ataupun PPWI

yang PT.Z punya. Makanya Pak JKS langsung mengambil

keputusan, diutuslah Pak FR sebagai HSE Project Manager

proyek X”- (IP2)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.

Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan

manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek

X masih terdapat kelemahan berupa ketidaktahuan manajemen site

dalam membuat sistem update, dan HSE Handbook, kurangnya

kompetensi manajemen site dalam bidang K3, serta kurangnya

koordinasi antara home office dan site.

b. Anggaran Dana

Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau

dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

Page 99: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

83

perundang-undangan pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak

memiliki kelemahan. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa dana

yang ada di proyek X telah telah tersedia. Berikut kutipan wawancara

kepada IU1 dan IU2 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan

anggaran dana yang ada di site sebagai berikut:

“Anggaran dana mah ada..”- (IU1)

“Ngga ngga, ngga kurang”- (IU2)

Pernyataan informan utama di atas sejalan dengan hasil wawancara

dengan IP1, yang mengatakan bahwa anggaran dana di site telah

tersedia. Berikut kutipan wawancaranya:

“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran dari PT. Z

harus ada, anggaran dari PT.ABC nya sendiri harus ada.

Kenapa? Karna mereka juga punya safety program kan. Dan

mereka biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk

ke dalam anggaran proyek”- (IP1)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

anggaran dana di site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2

tidak terdapat kelemahan dan telah tersedia.

c. Material

Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau

material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan

untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur

material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek

X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2:

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan diketahui tidak

Page 100: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

84

memiliki kelemahan. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa

peralatan (material) yang ada di proyek X telah telah tersedia untuk

melaksanakan kegiatan di site dan dalam melakukan pemenuhan

elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini

diketahui berdasarkan kutipan wawancara kepada IU2 dan IP1 ketika

ditanyakan mengenai ketersediaan perlengkapan seperti inventaris

kantor dan material penunjang lainnya yang ada di site sebagai

berikut:

“Sudah, sudah ada”- (IU2)

“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan

dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2 tidak terdapat kelemahan

dan telah tersedia.

d. Metode

Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam

menjalankan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan di site, apakah sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau

tidak. Jika ditinjau dari unsur metode pelaksanaan manajemen site

dalam melakukan pemenuhan elemen 2 pada proyek X PT. Z tahun

2014 diketahui memiliki kelemahan. Keseluruhan temuan pada

elemen 2 disebabkan karena terdapat kelemahan pada metode

pelaksanaannya. Temuan di elemen 2 belum adanya sistem update

Page 101: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

85

peraturan, regulasi atau standar internasional disebabkan karena

adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu manajemen site proyek X

membuat sistem update menggunakan caranya sendiri. Berikut

kutipan wawancara kepada IU2:

“Jadi ya kita membuat dokumen sendiri, penomoran sendiri yang

terpisah dari PT. Z, gitu”- (IU2)

Temuan di elemen 2 berupa belum adanya HSE Handbook yang

digunakan sebagai pedoman aturan kerja di proyek disebabkan karena

adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu yaitu pedoman aturan

kerja yang digunakan ketika itu ialah pedoman aturan kerja yang

mengacu kepada perusahaan client (PT.ABC). Hal tersebut menjadi

temuan karena HSE Handbook yang diminta oleh auditor ketika itu

ialah HSE Handbook yang berdasarkan PT. Z. Berikut kutipan

wawancara kepada IU2:

“HSE Handbook...itu gini, karna memang untuk memproses 1

Handbook itu kan dibutuhkan proses yang menyesuaikan dengan

project yang berlaku, jadi waktu itu ditawarkan ada juga petunjuk

kerja itu yang dibuat oleh client. Jadi kita menginduk ke PT.ABC

waktu itu dan yang diminta adalah dari Handbook nya PT. Z”-

(IU2)

Temuan di elemen 2 berupa belum dilakukannya gap analysis

secara periodik disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur

metode, yaitu peraturan yang diikuti oleh manajemen site ketika itu

ialah peraturan yang mengacu kepada perusahaan client (PT.ABC)

bukan mengacu kepada peraturan PT. Z. Manajemen site tidak

melakukan gap analysis karena menurutnya di dalam peraturan PT.

Page 102: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

86

ABC tidak diharuskan untuk membuat hal demikian. Berikut kutipan

wawancara kepada IU2:

“Iya, jadi, karna memang gini, ada sistem PT.Z, ada sistem

PT.ABC, pada saat mengkomunikasikan hal tersebut memang gap

analylsis kita tidak sentuh waktu itu karna kita tidak ada

keharusan melakukan opsi terhadap gap analysis, untuk di

client ya, gitu”- (IU2)

Pentingnya melakukan gap analysis, menurut IK ialah untuk

mengetahui peraturan-peraturan apa saja yang harus dipatuhi ketika

sedang mengerjakan suatu proyek. Berikut kutipan wawancaranya:

“O..iya dong. Harus itu. Sebelum kita buat list/ daftar peraturan-

peraturan yang wajib kita patuhi, kita harus gap analysis dulu.

Kita harus cari tahu dulu. Ini kira-kira peraturan terkait sama

perusahaan kita apa aja, gitu. Untuk mengetahui nanti apa saja

peraturan-peraturan yang perlu kita patuhi, kalo gap analysis

itu”- (IK)

Temuan di elemen 2 berupa belum dilakukannya sosialisasi

terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain disebabkan

karena adanya kelemahan pada unsur metode. Diketahui bahwa

berdasarkan wawancara kepada IU2, manajemen site ketika itu telah

melakukan sosialisasi peraturan melalui induction. Dalam induction

tersebut, dirinya mengungkapkan bahwa banyak materi-materi yang

disampaikan ketika itu, seperti larangan untuk membawa senjata tajam

ke area proyek, larangan untuk merusak lingkungan dan penyampaian

target-target K3. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:

“Sosialisasi terhadap perundangan, jadi ada beberapa

perundangan yang memang masuk ke dalam ininya project, yang

paling dekat bersinggungan dengan karyawan itu dimasukkan ke

dalam materi induction. Nah, jadi dalam materi induction itu

orang ngga boleh bawa senjata tajam, merusak lingkungan, itu

aspek environment, termasuk dalam target-target nya bahwa zero

Page 103: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

87

accident, oil spill, nah itu termasuk peraturan perundangan tahun

1970 itu sudah masuk ke dalam materi induction”- (IU2)

Sosialisasi peraturan yang dilakukan oleh manajemen site ketika

itu hanya dilakukan melalui induction, dan tidak dilakukan dengan

cara-cara yang lain seperti menempel peraturan di sekitar area kerja

misalnya. Alasan manajemen site hanya melakukan sosialisasi melalui

induction karena menurutnya, hal tersebut merupakan cara sosialisasi

paling efektif. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:

“Jadi sosialisasi paling efektif adalah dari induction mbak, gitu”-

(IU2)

Sementara itu, menurut IU1, walaupun manajemen site telah

melakukan sosialisasi melalui induction, hal tersebut menjadi sebuah

temuan karena ketika dilakukan audit tahun 2014 tidak terdapat bukti

sosialisasi peraturan ketika melaksanakan induction. Bukti yang

dimaksud contohnya dapat berupa daftar hadir, foto dokumentasi,

ataupun materi yang disampaikan ketika induction berlangsung. Hal

itu sejalan dengan pernyataan IU2 yang mengatakan bahwa tidak

adanya bukti sosialisasi tersebut dikarenakan pihaknya belum

mencetak materi sosialisasi tersebut. Berikut kutipan wawancara

kepada IU2:

“Itu belum di print waktu itu”- (IU2)

Sependapat dengan IU1, IK juga manyatakan bahwa sosialisasi

peraturan yang baik di site dapat dilakukan melalui induction namun

dengan disertai bukti, serta dengan menempel peraturan di area-area

strategis. Berikut kutipan wawancaranya:

Page 104: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

88

“Yaa bisa induction tapi harus ada buktinya, terus kemudian

kalo saya sih lebih ke ini yaa..PP 50 tahun 2012 nya ditempel di

area strategis, atau mading misalnya gitu. Itu mungkin kalo ada

orang yang iseng-iseng baca, gitu”- (IK)

Berdasarkan telaah dokumen, diketahui bahwa manajemen site

memang belum mendokumentasikan ketika kegiatan induction

berlangsung. Hal itu terlihat dari laporan bulanan proyek X pada bulan

April 2014. Dalam laporan bulanan tersebut, tabel implementasi

sistem manajemen K3 pada baris „comply with regulation and

standart implementation‟ terlihat masih kosong (Gambar 5.6). Hal itu

menunjukkan bahwa pada saat kegiatan induction berlangsung,

manajemen site tidak mencatatnya ke dalam laporan bulanan proyek

X.

Sumber: Doc.No.004/HES/IV/2014 Rev. D Monthly Report Proyek X April 2014

(PT. Z, 2014d)

Gambar 5.6 Tidak Ada Bukti Pelaksanaan Induction

Informan utama 2 menambahkan, walaupun manajemen site

proyek X ketika itu telah melakukan sosialisasi, namun hal-hal yang

disosialisasikan hanyalah peraturan milik PT.ABC saja. Ketika

ditanyakan lebih lanjut mengapa mereka melakukan hal demikian?

Page 105: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

89

Karena manajemen site ketika itu mengacu ke PT.ABC. Kelemahan

yang terdapat pada unsur metode yaitu sosialisasi yang dilakukan

ketika induction hanya peraturan yang berasal dari PT.ABC saja.

Berikut kutipan wawancara kepada IU1:

“Jadi yang mereka jalanin cuma sosialisasi peraturan PT.ABC”

- (IU1)

“Ya..dibilangnya gitu..ya mereka ngikutin PT.ABC”- (IU1)

Hal itu sejalan dengan pernyataan dari IP2 yang mengatakan

bahwa manajemen site ketika itu adalah orang yang ditunjuk langsung

oleh PT.ABC sehingga menjadi wajar bila peraturan yang dijadikan

pedoman ketika itu ialah peraturan milik PT.ABC.

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek X masih terdapat

kelemahan berupa manajemen site proyek X membuat sistem update

menggunakan caranya sendiri, bukan berdasarkan peraturan PT. Z,

pedoman aturan kerja yang digunakan ketika itu mengacu kepada

perusahaan client (PT. ABC), peraturan yang diikuti oleh manajemen

site ketika itu ialah peraturan yang mengacu kepada perusahaan client

(PT. ABC), kemudian sosialisasi peraturan hanya dilakukan melalui

induction saja dan tidak ada bukti pelaksanaannya, serta materi-materi

yang disosialisasikan ketika itu hanyalah peraturan PT. ABC saja,

bukan peraturan PT. Z.

Page 106: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

90

Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 2: kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014 yang

dianalisis menggunakan diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan

Terhadap Peraturan Perundang-Undangan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor

Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di

proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat satu temuan yang

menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 4: manajemen

subkontraktor. Yaitu belum berjalannya penilaian Contractor Safety

Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Berikut ini adalah

penjelasan masing-masing unsur manajemen pada pemenuhan elemen 4:

manajemen subkontraktor.

Penyebab Rendahnya

Elemen 2: kepatuhan

terhadap peraturan

perundang-undangan

Metode

Pihak site tidak mendapat

sosialisasi tentang sistem

pendokumentasian PT. Z

Lemahnya komunikasi/

koordinasi antara HO

& site

Kurangnya kompetensi

manajemen site

Tidak dapat melaksanakan

pemenuhan pada elemen 2

Manusia

Kesalahan

acuan peraturan

Page 107: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

91

a. Manusia

Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,

meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia

mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014

diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen 1

dan 2, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja yang

ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia dan tidak menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan elemen 4: manajemen

subkontraktor. Begitupula jika ditinjau dari unsur manusia mengenai

kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen

4: manajemen subkontraktor, juga tidak terdapat kelemahan.

b. Anggaran Dana

Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau

dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 4: manajemen subkontraktor pada

proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak menjadi penyebab

rendahnya pemenuhan pada elemen 4. Sama seperti hasil pada elemen

1 dan 2 diketahui berdasarkan wawancara, bahwa anggaran dana yang

ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia.

Page 108: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

92

c. Material

Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau

material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan

untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur

material mengenai ketersediaan inventaris kantor tidak menjadi

penyebab rendahnya pemenuhan elemen 4: manajemen subkontraktor.

Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa peralatan (material) yang

ada di proyek X telah telah memadai untuk melaksanakan kegiatan di

site dan dalam melakukan pemenuhan elemen 4: manajemen

subkontraktor. Hal ini diketahui berdasarkan kutipan wawancara

kepada IU2 dan IP1 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan

perlengkapan seperti inventaris kantor dan material penunjang lainnya

yang ada di site sebagai berikut:

“Sudah, sudah ada”- (IU2)

“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan

dalam melaksanakan pemenuhan elemen 4 tidak terdapat kelemahan

dan telah tersedia.

d. Metode

Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam

menjalankan elemen 4: maanjemen subkontraktor di site, apakah

sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari

Page 109: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

93

unsur metode pelaksanaan manajemen site dalam melakukan

pemenuhan elemen 4 pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui

memiliki kelemahan. Temuan di elemen 4 berupa belum berjalannya

penilaian Contractor Safety Management System (CSMS) dalam

pemilihan subkontraktor disebabkan karena adanya kelemahan pada

unsur metode, yaitu manajemen site proyek X melakukan pengadaan

subkontraktor langsung di site. Padahal, jika mengacu kepada

peraturan Corporate Policy PT. Z nomor 8000-PL-01, subkontraktor

yang akan mengikuti tender harus sudah lulus program CSMS.

Melalui CSMS, subkontraktor harus memenuhi persyaratan K3LL PT.

Z yang tertuang dalam dokumen HSE Minimum Requirements.

Dokumen HSE Minimum Requirements adalah dokumen yang

mencakup seluruh persyaratan HSE yang harus dipenuhi dalam

melaksanakan proyek-proyek yang ada di PT. Z.

Berdasarkan wawancara kepada IP2, memang di proyek X tersebut

terdapat masalah dalam hal CSMS. Berikut adalah kutipannya:

“Ya ada masalah, masalah CSMS, masalah prosedur..”- (IP2)

“Iya. Pemilihan subkontraktor, ribet pokoknya semuanya itu.”-

(IP2)

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan IP1 yang mengatakan

bahwa masalah pengadaan subkontraktor terjadi karena manajemen

site ketika itu langsung melakukan pengadaan di site. Berikut

kutipannya:

“Kalo subkon disini memang kan harusnya pengadaannya,

semua proses pengadaan di PT.Z harus dimulai dari pendaftaran

subkon di PT.Z, di HO sini (home office). Nah untuk yang ini

Page 110: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

94

keliatannya ada yang salah. Mereka langsung melakukan

pengadaan di lapangan. Akibatnya tidak terkontrol. Jadi..kenapa

kemudian CSMS nya lewat? Karna emang subkonnya subkon

yang tidak terkontrol”- (IP1)

Menurut IU1 dan IU2, manajemen site ketika itu menjalankan

CSMS dengan nama yang berbeda yang mengacu kepada peraturan

PT. ABC. Kelemahan terdapat pada unsur metode yaitu manajemen

site melakukan pengadaan subkontraktor di lapangan tidak

berdasarkan peraturan PT. Z melainkan mengacu kepada peraturan

PT. ABC. Sehingga ketika dilakukan audit pada tahun 2014, hal

tersebut menjadi temuan karena subkontraktor yang bekerja di proyek

X tidak terdata di home office PT. Z. Berikut kutipannya:

“CSMS itu nama modulnya PT. Z. Client menyeleksi

subkontraktor, PT. Z menyeleksi subkontraktor, namanya (tahap)

Pre-Kualifikasi subkontraktor. Itu disebut dengan CSMS.

Sedangkan PT. ABC untuk melakukan Pre-Kualifikasi

subkontraktor dengan menggunakan CSHEM.”- (IU1)

“PT. ABC sendiri punya penilaian terhadap kontraktor yang

dibawahnya itu yang namanya CSHEM”- (IU2)

Berdasarkan telaah dokumen, subkontraktor yang bekerja di

proyek X tidak terdata dalam laporan bulanan proyek X. Hal itu

terbukti dengan kosongnya tabel „Hubungan PT. Z dengan

Subkontraktor‟ seperti berikut (Gambar 5.8):

Page 111: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

95

Sumber: HSE Monthly Report Proyek X April 2014 (PT. Z, 2014d) Gambar 5.8 Subkontraktor Tidak Terdata Pada Laporan Bulanan

Proyek X

Menurut IK, cara me-manage subkontraktor yang baik ialah

dengan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan oleh perusahaan

yang bersangkutan. Yaitu dengan mengikuti aturan yang sudah

ditetapkan, ikuti alur dan prosesnya. Berikut kutipan wawancaranya:

“Ya itu ikutin aja prosedurnya, kaya CSMS kan..mulai

dari..kualifikasi, terus seleksi, gitu”- (IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

metode pelaksanaan meliputi cara manajemen site dalam me-manage

subkontraktor pada pemenuhan elemen 4 di proyek X masih terdapat

kelemahan yaitu manajemen site proyek X langsung melakukan

pengadaan subkontraktor di site dan manajemen site ketika itu

menjalankan CSMS dengan nama yang berbeda, mengacu kepada

peraturan PT.ABC.

Page 112: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

96

Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 4: manajemen

subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan

diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.9.

Gambar 5.9 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen

Subkontraktor pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi

Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di

proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat empat temuan

yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 8: komunikasi.

Temuan-temuan tersebut tercantum pada Tabel 5.6 sebagai berikut:

Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi

Elemen 8

Komunikasi

1. Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL

2. Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek

3. Belum terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area

proyek

4. Belum didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar area proyek Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 (PT. Z, 2014b)

Penyebab Rendahnya

Elemen 4:

Manajemen

Subkontraktor

Metode

Subkontraktor tidak

terdata di home office

Pengadaan

langsung di site

Kesalahan

acuan peraturan

Page 113: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

97

Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada

pemenuhan elemen 8: komunikasi.

a. Manusia

Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,

meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia

mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014

diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen

1, 2 dan 4, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja

yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika

ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site

dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8: komunikasi, masih

terdapat kelemahan. Temuan pada elemen 8 berupa belum terdapat

prosedur mengenai informasi SMK3LL di area kerja disebabkan

karena ketidaktahuan manajemen site untuk membuatnya. Menurut

IU1, prosedur tersebut belum ada karena manajemen site ketika itu

tidak tahu dan tidak mau tahu untuk membuat prosedur tersebut.

Berikut kutipan wawancara kepada IU1:

“Alesan mereka..karna mereka tidak tahu dan tidak mau tahu”

-(IU1)

Menurut IU1, manajemen site tahu jika mereka harus mengikuti

peraturan PT.Z, tetapi mereka tidak mau mengikuti. Karena,

berdasarkan kontrak dengan PT.ABC, manajemen site ketika itu ialah

orang yang ditunjuk oleh PT. ABC sehingga mengganggap bahwa

Page 114: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

98

peraturan yang dijalankan adalah peraturan dari PT.ABC, bukan PT.Z.

Berikut kutipan wawancara kepada IU1:

“Tahu. Ngga mau. Mereka kan kontraknya bukan by PT.Z, (tapi)

by PT.ABC”- (IU1)

“Mereka beranggapan „Saya jalanin apa yang PT.ABC suruh

aja‟”- (IU1)

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan IP2 yang mengatakan

bahwa manajemen site proyek X ketika itu merupakan orang-orang

yang ditunjuk oleh PT.ABC. Serta didukung oleh pernyataan IP1 yang

mengatakan bahwa masalah ini merupakan kelemahan dari unsur

manusia, bukan kesalahan dari sistem. Kelemahan terdapat pada unsur

manusia yaitu kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen

site yang ditunjuk oleh PT.ABC. Berikut kutipannya:

“Kontrak sama manager nya juga orang lokal, bukan dari

corporate. Jadi, kontrak sama manager, kemudian manager HSE

itu semuanya orang lokal. Ya pokoknya mereka itu bilangnya

sudah terbiasa dengan project itu. Itu titipan dari PT.ABC,

bilangnya gitu. Cuma ternyata pak RN itu ngga bisa memenuhi

dokumen corporate gitu. Sebagai Chief manager”- (IP2)

“Nah jadi ini masalah orang sebenernya, bukan masalah sistem”-

(IP1)

Kemudian temuan pada elemen 8 berupa belum terpasangnya

bendera K3 di sekitar area proyek disebabkan karena adanya

kelemahan pada unsur manusia. Diketahui bahwa berdasarkan

wawancara kepada IU1, bendera yang seharusnya terpasang di proyek

X ketika itu belum dipesan oleh manajemen site. Berikut kutipan

wawancara kepada IU1:

“Ya..belum dipesen”- (IU1)

Page 115: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

99

Menurut IU1, belum terpasangnya bendera K3 di proyek X

dikarenakan ketidaktahuan manajemen site untuk memasangnya.

Berikut kutipan wawancara kepada IU1:

“Ngga, ngga, ngga tau. Karna mereka tidak tau itu harus

dipasang...”- (IU1)

Hal itu sejalan dengan pernyataan IP1. Ia mengatakan bahwa

ketidaktahuan manajemen site ketika itu untuk memasang bendera K3

di sekitar area proyek X disebabkan karena ketidakdisiplinan

manajemen site untuk mengikuti peraturan PT. Z. Berikut kutipan

wawancara kepada IP1:

“Memang dari orangnya. Dia tidak terbiasa dengan sistem

kedisiplinannya”- (IP1)

Pemasangan bendera K3 di site berperan sebagai bentuk

kepatuhan, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri karyawan

akan pentingnya K3 serta menunjukkan komitmen terhadap K3. Hal

itu disampaikan oleh IK sebagai berikut:

“Pertama, pematuhan terhadap peraturan perundang-undangan,

yang kedua, karyawan atau tenaga kerja akan lebih..mereka akan

ngerasa „ooh perusahaan saya udah aware nih terhadap K3‟.

Peningkatan kesadaran diri terhadap K3 nya akan tumbuh.

Kemudian membuktikan bahwa kita komit terhadap peraturan

perundang-undangan atau persyaratan K3 atau undang-undang

terhadap K3”- (IK) Seperti yang telah dijelaskan di hasil sebelumnya bahwa

manajemen site ketika itu bukanlah orang yang ditunjuk oleh PT. Z,

melainkan orang yang ditunjuk oleh PT.ABC, sehingga manajemen

site ketika itu kurang bisa melaksanakan pemenuhan SMK3LL dengan

baik di lapangan, seperti yang dikatakan oleh IP1 berikut ini:

Page 116: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

100

“CM nya dari lokal, semuanya dari lokal. Akibatnya dia membawa

kebiasaan-kebiasaan dia yang lama. Kira-kira seperti itu”- (IP1)

Pernyataan IP1 didukung oleh pernyataan dari IP2 yang

mengatakan bahwa penunjukkan manajemen site oleh PT.ABC tidak

diketahui oleh home office PT.Z karena tidak ada pemberitahuan

sebelumnya dari PT.ABC. Alasannya karena proyek X merupakan

proyek dengan skala kecil dan hanya bersifat pemeliharaan

(maintenance) saja. Manajemen site proyek X ketika itu baru melapor

ke home office PT. Z ketika terdapat masalah dalam hal prosedur, dan

lain sebagainya. Berikut kutipan wawancara kepada IP2 dan IP1:

“Ooh..oke..jadi gini, pada saat P-Q project X, itu tiba-tiba project

itu sudah award aja, sudah menang saja tanpa memberikan

informasi ke rekayasa (HO)”- (IP2)

“Mereka bekerja di area existing dan mereka kemudian bekerja di

proyek-proyek kecil yang sifatnya maintenance”- (IP1)

“Alesannya bahwa project itu adalah project sambungan, project

lanjutan istilahnya. Kemudian tiba-tiba ada masalah,baru melapor

ke Corporate (HO)”- (IP2)

Kemudian temuan pada elemen 8 berupa belum

didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan

sekitar area proyek. Berdasarkan wawancara kepada IU1,

pendokumentasian terhadap daftar keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar proyek X belum dibuat karena ketidaktahuan

manajemen site untuk membuat hal tersebut. Berikut kutipannya:

“Disana mereka ngga bikin, dan mereka tidak tahu..”- (IU1)

Sementara itu, menurut IU2, manajemen site ketika itu tidak

membuat pendokumentasian daftar keluhan terhadap gangguan

Page 117: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

101

lingkungan sekitar area proyek karena memang tidak ada keluhan dari

masyarakat. Berikut kutipannya:

“Jadi proyek kita ada di lingkungan yang memang

restricted, dan kegiatannya sendiri tidak mengekspos kepada

lingkungan luar. Jadi memang tidak ada keluhan yang

muncul dari masyarakat”- (IU2)

Berdasarkan telaah dokumen dari laporan bulanan proyek X pada

periode April 2014, diketahui bahwa tidak didokumentasikannya

keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar seperti yang ada pada

Gambar 5.10 berikut:

Sumber: HSE Monthly Report Proyek X April 2014 (PT. Z, 2014d)

Gambar 5.10 Data Keluhan Terhadap Gangguan Lingkungan di

Sekitar Area Proyek

Pentingnya melakukan pendokumentasian terhadap daftar keluhan

mengenai gangguan lingkungan sekitar proyek bertujuan untuk

bertujuan untuk melakukan improve (perbaikan). Hal itu disampaikan

oleh IK sebagai berikut:

“Bisa kita melakukan improve (perbaikan). Kalau memang

ada gangguan, berarti kan ada keluhan, ya kita lakukan

perbaikan lah. Keluhannya apa nih misalnya, bunyi mesinnya

Page 118: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

102

bising sampai merugikan masyarakat yaa harus kita lakukan

perbaikan gitu. Gimana caranya ngga bising, tidak merugikan

masyarakat gitu. Atau, debunya misalnya melampaui batas,

yaudah harus kita lakukan perbaikan”- (IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.

Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan

manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8 di proyek

X masih terdapat kelemahan berupa ketidaktahuan manajemen site

untuk membuat prosedur mengenai informasi SMK3LL, kurangnya

kompetensi yang dimiliki oleh manajemen site yang ditunjuk oleh PT.

ABC, serta ketidaksiplinan manajemen site untuk mengikuti peraturan

PT. Z.

b. Anggaran Dana

Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau

dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 8: komunikasi pada proyek X PT. Z

tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil

pada elemen 1, 2 dan 4 diketahui berdasarkan wawancara, bahwa

anggaran dana yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia

dan tidak menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan elemen 8:

komunikasi.

Page 119: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

103

c. Material

Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau

material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan

untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur

material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek

X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8:

komunikasi diketahui tidak memiliki kelemahan. Berdasarkan

wawancara, diketahui bahwa peralatan (material) yang ada di proyek

X telah tersedia untuk melaksanakan kegiatan di site dan dalam

melakukan pemenuhan elemen 8: komunikasi. Hal ini diketahui

berdasarkan kutipan wawancara kepada IU2 dan IP1 ketika

ditanyakan mengenai ketersediaan perlengkapan seperti inventaris

kantor yang ada di site sebagai berikut:

“Sudah, sudah ada”- (IU2)

“Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- (IP1)

Namun jika ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan

material penunjang lainnya dalam melaksanakan pemenuhan elemen

8: komunikasi diketahui memiliki kelemahan. Berdasarkan

wawancara, diketahui bahwa belum terpasangnya bendera K3 di

sekitar area proyek disebabkan karena belum adanya bendera K3 dan

tiang bendera di proyek X. Informan utama 2 mengatakan bahwa

belum terpasangnya bendera K3 di proyek X dikarenakan belum

adanya tiang bendera di area proyek X. Berikut kutipannya:

“Bukan memang karna tiangnya juga belum dipasang karna

infrastruktur itu apa datengnya, pesenannya nggak sekaligus

Page 120: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

104

dateng. Jadi kan memang masang bendera memerlukan tiang dan

lain-lain, gitu”- (IU2)

Begitupula dengan temuan pada elemen 8 berupa belum

terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area proyek

disebabkan karena belum adanya papan statistik di area proyek X.

Belum tersedianya papan statistik kecelakaan di proyek X dikarenakan

infrastruktur kantor di site yang belum siap. Berikut kutipan

wawancara kepada IU2:

“Belum. Iya belum karna memang kita secara ini, kantor juga

belum.., kita memang mempersiapkan infrastruktur kan bertahap

untuk kantor, gitu. Jadi kita mengorder, orderan itu belum

dikerjakan. Karna idealnya pada saat itu kantor langsung ada

bulletin board, langsung ada bendera, tapi waktu itu bertahap

penyelesaiannya, gitu”- (IU2)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan

dalam melaksanakan pemenuhan elemen 8 tidak terdapat kelemahan

dan telah tersedia. Namun, jika ditinjau dari unsur material mengenai

ketersediaan material penunjang lainnya dalam melaksanakan

pemenuhan elemen 8: komunikasi diketahui memiliki kelemahan

yaitu infrastruktur kantor di site yang belum siap.

d. Metode

Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam

menjalankan elemen 8: komunikasi di site, apakah sesuai dengan

peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari unsur metode

pelaksanaan manajemen site dalam melakukan pemenuhan elemen 8

pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan.

Page 121: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

105

Karena keempat temuan yang terdapat di elemen 8 memang belum

dilakukan ketika itu, maka peneliti beranggapan tidak ada kelemahan

dalam metode pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 8: komunikasi di

proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan diagram tulang

ikan terdapat pada Gambar 5.11.

Gambar 5.11 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi

pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat

Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di

proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat satu temuan yang

menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 9: tanggap darurat. Yaitu

belum pernah dilakukannya emergency drill di area proyek. Berikut ini

Penyebab

Rendahnya Elemen

8: Komunikasi

Manusia

Manajemen site tidak dapat

melaksanakan SMK3LL

PT. Z dengan baik

Manajemen site tidak

disiplin dalam mengikuti

peraturan PT. Z

Kontrak kerja

dibawah PT. ABC

Material

Tidak adanya bendera K3

& papan statistik

kecelakaan

Infrastruktur kantor

di site belum siap

Page 122: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

106

adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada pemenuhan elemen

9: tanggap darurat.

a. Manusia

Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat,

meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Jika ditinjau dari unsur manusia

mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014

diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen

1, 2, 4 dan 8 diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja

yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika

ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan pekerja atau

kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen

9: tanggap darurat, masih terdapat kelemahan. Berdasarkan telaah

dokumen dari laporan bulanan proyek X pada periode April 2014,

diketahui bahwa emergency drill belum pernah dilakukan di proyek X.

Hal itu terlihat dari kosongnya tabel implementasi sistem manajemen

K3 pada baris „emergency response plan‟ seperti yang ada pada

Gambar 5.12 berikut:

Page 123: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

107

Sumber: HSE Monthly Report Proyek X April 2014 (PT. Z, 2014d) Gambar 5.12 Belum Dilakukannya Emergency Drill di Proyek X

Temuan pada elemen 9 berupa belum pernah dilakukannya

emergency drill disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site

untuk melakukan emergency drill sendiri di area proyek. Berikut

kutipannya:

“Jadi, menurut mereka, alasannya mereka ya waktu itu,

mereka akan melakukan emergency drill bersama-sama

dengan PT.ABC, jadi mereka ngga melakukan itu. PT.ABC-

lah yang mengkomando mereka melakukan itu. Karna

menurut mereka, emergency commander nya adalah,

PT.ABC.”- (IP1)

Menurut IP1, mereka mengetahui tetapi tidak mau melakukan

emergency drill sendiri karena mereka merasa bagian dari PT.ABC.

Berikut kutipan wawancara kepada IP1:

“Mereka pasti tau itu, cuman yaa itu tadi. Karna emang

mereka merasa bagian dari PT.ABC. Gitu aja sih. Menurut

saya”- (IP1)

Menurut IK, pentingnya melakukan emergency drill di site adalah

sebagai bentuk kepatuhan, bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kesadaran diri akan K3 serta meningkatkan

Page 124: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

108

keterampilan karyawan jika menghadapi keadaan darurat. Hal itu

disampaikan oleh IK dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

“Pertama, itu sebagai pematuhan peraturan perundang-

undangan, karna di undang-undang dikatakan bahwa minimal

pelatihan evakuasi itu dilakukan satu kali di dalam setahun.

Yang kedua, kita bisa memberikan kesadaran kepada karyawan

dan pengetahuan, memberikan keterampilan bagaimana

caranya menyikapi atau menangani jika terjadi kondisi darurat

di site. Sehingga mereka akan lebih aware gitu, apa yang harus

mereka lakukan pada saat terjadi keadaan darurat”- (IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z

tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Namun, jika ditinjau

dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 9: tanggap darurat, masih terdapat

kelemahan, yaitu ketidaktahuan manajemen site untuk melakukan

emergency drill sendiri di area proyek dan karena manajemen site

ketika itu merasa bahwa mereka merupakan bagian dari PT. ABC.

b. Anggaran Dana

Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat. Jika ditinjau

dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 9: tanggap darurat pada proyek X

PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti

hasil pada elemen 1, 2, 4 dan 8 diketahui berdasarkan wawancara,

bahwa anggaran dana yang ada di proyek X PT. Z tahun 2014 telah

Page 125: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

109

tersedia dan tidak menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan

elemen 9: tanggap darurat.

c. Material

Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau

material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan

untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur

material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek

X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9:

tanggap darurat diketahui tidak memiliki kelemahan. Namun jika

ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan material penunjang

lainnya dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9: tanggap darurat

diketahui memiliki kelemahan. Yaitu ketidaktersediaan perlengkapan

emergency di area proyek X. Menurut IU1, perlengkapan emergency

di area proyek X tidak memadai. Hal itu disebabkan karena mereka

menginduk ke PT.ABC dalam hal perlengkapan emergency.

“Ngga ada, ngga ada. Ambulans aja kaga ada”- (IU1)

“Karna ngikut PT.ABC”- (IU1)

Menurut IK, perlengkapan emergency drill yang minimal harus

tersedia di site mencakup P3K, APAR, Hydrant, dan sebagainya.

Berikut kutipan wawancaranya:

“Perlengkapan emergency drill? Perlengkapan safety udah

jelas, P3K, APAR, Hydrant, segalam macem, kemudian fire

alarm, sistemnya harus ada, harus jelas, gitu sih pokoknya

peralatan safety nya harus ada, minimal”- (IK)

Page 126: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

110

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan

dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9 tidak terdapat kelemahan.

Namun, jika ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan

material penunjang lainnya dalam melaksanakan pemenuhan elemen 9

diketahui memiliki kelemahan, yaitu ketidaktersediaan perlengkapan

emergency di area proyek X. Hal tersebut dikarenakan manajemen site

bergantung ke PT. ABC dalam hal perlengkapan emergency.

d. Metode

Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam

menjalankan elemen 9: tanggap darurat di site, apakah sesuai dengan

peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak. Jika ditinjau dari unsur metode

pelaksanaan manajemen site dalam melakukan pemenuhan elemen 9

pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui memiliki kelemahan.

Berdasarkan wawancara kepada IU1, temuan di elemen 9 berupa

belum pernah dilakukannya emergency drill di area proyek

disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu

manajemen site ketika itu mengikuti jadwal pelaksanaan emergency

drill PT.ABC. Berikut kutipan wawancara kepada IU1:

“Ya karna.. taunya mereka ngikutin schedule PT. ABC”-(IU1)

Sejalan dengan pernyataan tersebut, hal yang sama juga dikatakan

oleh IU2, ia mengakui bahwa manajemen site ketika itu memang lebih

mengacu kepada peraturan client (PT. ABC). Berdasarkan peraturan

Page 127: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

111

PT. ABC, diketahui bahwa emergency drill baru akan dilaksanakan

pada Oktober 2014. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:

“Jadi emergency drill yang diminta sama client, terus terang

waktu itu kan kita mengacunya ke client, client itu kontrak kita

satu kali dalam satu tahun. Jadi emergency waktu itu kita

rencanakan di bulan Oktober. Jadi emergency drill ditentukan

di bulan Oktober waktu itu”- (IU2)

Menurut IK, pelaksanaan emergency drill yang baik ialah dengan

mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Berikut kutipan

wawancaranya:

“Cara pelaksanaan emergency drill yang baik yaa ikuti

prosedur yang ada, buat..ada timnya, kemudian skenarionya

jelas mau apa, kemudian pelaksanaannya gimana, pokoknya

sesuai sama prosedurnya”- (IK)

Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur

metode pelaksanaan yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan

elemen 9 terdapat kelemahan, yaitu manajemen site bergantung dan

mengacu kepada jadwal pelaksanaan emergency milik client (PT.

ABC).

Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 9: tanggap darurat

di proyek X PT. Z tahun 2014 yang dianalisis menggunakan diagram tulang

ikan terdapat pada Gambar 5.13.

Page 128: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

112

Gambar 5.13 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9:

Tanggap Darurat pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

Berdasarkan pemaparan hasil diatas, diketahui bahwa pemenuhan HSE

Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014 belum memenuhi

persyaratan ketiga belas elemen SMK3LL PT. Z seperti yang tercantum pada

Corporate Policy (8000-PL-01) sehingga mengakibatkan rendahnya nilai

HSE Internal Control pada proyek tersebut. Berdasarkan laporan hasil HSE

Internal Control pada proyek X PT. Z tahun 2014, diketahui terdapat lima

elemen yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah. Yaitu elemen 1:

kebijakan dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8:

komunikasi dan elemen 9: tanggap darurat.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa unsur dana telah tersedia

dan tidak menjadi penyebab rendahnya nilai HSE Internal Control pada

proyek X PT. Z tahun 2014. Rendahnya nilai HSE Internal Control pada

Penyebab

Rendahnya Elemen

9: Tanggap Darurat

Manusia

Metode Material

Kontrak kerja

dibawah PT. ABC

Merasa sebagai

bagian PT. ABC

Tidak melakukan

emergency drill

Perlengkapan emergency

drill di proyek X tidak

memadai

Menginduk ke PT.

ABC

Kesalahan acuan

peraturan

Belum adanya

emergency drill

Page 129: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

113

proyek X PT. Z tahun 2014 secara keseluruhan disebabkan oleh unsur

manusia, dan unsur metode. Selain unsur manusia dan metode, unsur material

juga merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai pemenuhan pada elemen

8: komunikasi dan elemen 9: tanggap darurat. Seperti yang terdapat pada

Tabel 5.7 berikut:

Tabel 5.7 Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Pada

Proyek X PT.Z tahun 2014

Keterangan:

Gambar 5.8 pada halaman selanjutnya merupakan gambar akar penyebab

rendahnya nilai HSE Internal Control secara keseluruhan pada proyek X PT.

Z tahun 2014. Berdasarkan penelitian, diketahui penyebab dari unsur manusia

yaitu: manajemen site tidak dapat melaksanakan SMK3LL PT. Z dengan baik

yang disebabkan karena kurangnya komunikasi/ koordinasi antara home

office dan site, cara perekrutan manajemen site yang tidak sesuai prosedur

dan komitmen manajemen site yang kurang terhadap PT. Z; manajemen site

tidak dapat melakukan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik disebabkan

karena pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian

PT. Z dan kurangnya kompetensi manajemen site; manajemen site tidak

No. Elemen Manusia Anggaran

Dana

Material Metode

1. 1: Kebijakan dan

Kepemimpinan - -

2. 2: Kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan - -

3. 4: Manajamen Subkontraktor - - -

4. 8: Komunikasi - -

5. 9: Tanggap darurat -

() : Penyebab

( - ) : Bukan Penyebab

Page 130: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

114

disiplin dalam mengikuti peraturan PT. Z disebabkan karena kontrak kerja

dibawah PT. ABC.

Penyebab dari unsur material yaitu: tidak adanya bendera K3 dan papan

statistik kecelakaan disebabkan karena infrastruktur kantor di site belum siap;

perlengkapan emergency drill yang tidak memadai disebabkan karena

manajemen site menginduk ke PT. ABC. Penyebab dari unsur metode yaitu:

manajemen site belum menyusun rencana pelaksanaan K3LL, tidak

mencetak/ menempel kebijakan K3 di sekitar area kerja, tidak melakukan

pendokumentasian pekerjaan, melakukan pengadaan subkontraktor langsung

di site dan tidak dilakukannya emergency drill disebabkan karena kesalahan

acuan peraturan.

Page 131: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

115

Gambar 5.14 Akar Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Secara Keseluruhan Pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

Penyebab

Rendahnya Nilai

HSE Internal

Control pada

Proyek X PT. Z

Tahun 2014

Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2:

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangan

Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen

1: Kebijakan dan Kepemimpinan

Penyebab Rendahnya Pemenuhan

Elemen 4: Manajemen Subkontraktor

Penyebab Rendahnya Pemenuhan

Elemen 8: Komunikasi Penyebab Rendahnya Pemenuhan

Elemen 9: Tanggap Darurat

Kesalahan acuan

peraturan

Metode

Kesalahan penyusunan rencana pelaksanaan K3LL

Belum terdapat keb.K3 di area

kerja

Belum terdapat pendokumentasi-

an pekerjaan

Manusia

Tidak dapat

melaksanakan SMK3LL

Komitmen kurang terhadap PT. Z

Cara rekrutmen

tak sesuai

Komu-

nikasi

kurang

Metode

Kesalahan

acuan

peraturan

Manusia

Tidak dapat

melaksanakan SMK3LL

Pihak site tdk mendapat

sosialisasi tentang sistem

pendokumentasian PT. Z

Kurangnya

Komunikasi

Kompetensi

manajemen

site kurang

Metode Subkontraktor tidak

terdata di HO

Pengadaan subkon

langsung di site

Kesalahan acuan

peraturan

Manusia

Tidak dapat melaksanakan SMK3LL

Tidak disiplin mengikuti

peraturan PT. Z

Kontrak kerja

dibawah PT. ABC

Material

Tidak ada bendera

K3 & papan statistik

Infrastruktur kantor

di site belum siap Metode

Belum adanya

emergency drill

Kesalahan acuan

peraturan

Manusia Tidak melakukan

emergency drill

Merasa sebagai bagian

dari PT. ABC

Kontrak kerja

dibawah PT. ABC

Material

Perlengkapan

emergency drill

tidak memadai

Kesalahan acuan

peraturan

Page 132: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

116

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan peneliti saat mencari tahu penyebab rendahnya nilai HSE

Internal Control pada proyek X PT.Z tahun 2014 ialah, kemampuan mengingat

informan yang terkadang lupa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saat

melakukan wawancara. Serta tidak dapat melihat dokumen rincian anggaran dana

proyek X PT.Z, sehingga hanya dapat dilakukan dengan metode wawancara.

B. Penyebab Rendahnya Nilai HSE Internal Control Proyek X PT. Z Tahun

2014

Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3) di proyek harus

dilaksanakan sesuai dengan kebijakan SMK3 perusahaan dan peraturan nasional.

Namun berdasarkan hasil laporan HSE Internal Control PT.Z tahun 2014,

diketahui bahwa proyek X memiliki nilai pemenuhan dibawah standar yang

ditetapkan perusahaan. Terdapat lima elemen dari total keseluruhan tiga belas

elemen SMK3 perusahaan yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah. Elemen-

elemen yang memiliki nilai pemenuhan yang rendah ialah elemen 1: kebijakan

dan kepemimpinan; elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan; elemen 4: manajemen subkontraktor; elemen 8: komunikasi dan

elemen 9: tanggap darurat. Berikut adalah pembahasan mengenai penyebab

rendahnya nilai HSE Internal Control pada proyek X PT.Z tahun 2014 ditinjau

dari unsur manajemen (manusia, anggaran dana, material dan metode):

Page 133: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

117

1. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan

Kepemimpinan

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa

terdapat delapan temuan yang ada pada elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan seperti yang ada pada Tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3 Temuan di Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan

Elemen 1

Kebijakan dan Kepemimpinan

1. Belum adanya bukti pemasangan kebijakan SMK3LL di area

kerja dan/ atau bukti sosialisasi dalam lembar induksi

2. Belum adanya rencana pelaksanaan K3LL yang telah disetujui

3. Belum diajukannya struktur organisasi P2K3 atau Safety

Committee Organization di site

4. Belum adanya sosialisasi kebijakan perusahaan tentang K3LL

5. Belum ditentukannya objective/ target K3LL

6. Belum berjalannya evaluasi dalam pemilihan subkontraktor

7. Belum disusunnya job description untuk setiap personel

karyawan

8. Belum adanya perwakilan manajemen khusus untuk

melaksanakan SMK3LL di site Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan, bahwa unsur uang

dan material tidak terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan metode

diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur

manusia yaitu cara perekrutan manajemen site yang tidak sesuai prosedur,

yang disebabkan karena kurangnya koordinasi antara home office dan site.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu kesalahan

acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site ketika itu. Kelemahan-

kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan HSE

Page 134: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

118

Internal Control pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di proyek X

PT. Z tahun 2014.

Salah satu unsur manajemen ialah uang (money) yang dalam penelitian ini

disebut dengan anggaran dana. Anggaran dana adalah modal organisasi

perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat

(Naja, 2004). Anggaran merupakan salah satu bentuk perencanaan yang harus

ditentukan sejak awal. Anggaran menunjukkan perencanaan penggunaan dana

untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Manajer proyek

harus mempunyai kemampuan untuk menjaga agar perkembangan proyek

berada pada batas-batas anggaran yang telah ditetapkan (Herjanto, 2007).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X

telah memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan.

Unsur manajemen lainnya adalah material, yang dimaksud dengan

material dalam penelitian ini ialah ketersediaan inventaris kantor yang

digunakan dalam melaksanakan pemenuhan elemen kebijakan dan

kepemimpinan. Pentingnya unsur material akan berpengaruh pada kegiatan

manajerial maupun keefektifan kegiatan operasional yang berlangsung di

dalamnya (Moekijat, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan

wawancara diketahui bahwa inventaris kantor di proyek X telah tersedia dan

memadai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peralatan kantor berarti

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan.

Adapun peralatan kantor yang dimaksud contohnya berupa mesin fotocopy,

komputer dan scanner.

Page 135: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

119

Sejalan dengan itu, hal yang sama juga disampaikan oleh informan kunci

yang mengatakan bahwa unsur material yang minimal harus ada di site ialah

komputer, printer, scanner, mesin foto copy, dan peralatan tulis. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada manajemen site proyek

X, unsur material yang disebutkan tadi telah tersedia dan memadai. Oleh

karena itu, unsur material tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan

pada elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan telaah dokumen, diketahui

bahwa terdapat temuan berupa belum disusunnya job description untuk setiap

personel karyawan. Sementara itu, berdasarkan telaah dokumen PT. Z nomor

8000-PL-01 tentang HSE Management System Implementation Policy Rev. F

tertera mengenai struktur organisasi HSE di proyek beserta job description

nya masing-masing. Struktur organisasi HSE di proyek terdiri dari Chief

HSE, HSE Administrator dan HSE Superintendent. Berikut adalah contoh

beberapa job description dari ketiganya:

a. Chief HSE

1. Memastikan semua aktivitas K3LL di lapangan berjalan dengan baik

2. Memastikan implementasi prosedur dan dokumen lainnya yang

berhubungan dengan K3LL di site project berjalan dengan baik

3. Menjadi sekretaris P2K3 di proyek

4. Membuat statistik terhadpa semua kecelakaan/ kejadian di tempat

kerja

5. Menerapkan sistem yang sudah dibentuk serta bertanggung jawab

terhadpa inplementasi sistem tersebut di lapangan

Page 136: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

120

b. HSE Administrator

1. Membantu chief HSE

2. Mengkoordinasikan semua kegiatan K3LL pada proyek yang

dikerjakan

3. Menyiapkan dan merawat prosedur dan dokumen K3LL lainnya

4. Mengidentifikasi peraturan perundangan

5. Mengumpulkan, menganalisis dan merawat data statistik kecelakaan

dan inside di area kerja

c. HSE Superintendent

1. Membantu chief HSE untuk memastikan bahwa semua kegiatan K3LL

di proyek dikerjakan

2. Membantu Chief HSE menegakkan prosedur dan dokumen K3LL

lainnya

3. Membantu Chief HSE untuk mengidentifikasi peraturan dan

perundangan yang berlaku

4. Membantu Chief HSE menjadi sekretaris P2K3

5. Membantu Chief HSE untuk membuat laporan statistik kecelakaan di

tempat kerja

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui

terdapat kelemahan pada unsur metode yaitu kesalahan acuan peraturan yang

digunakan oleh manajemen site ketika itu. Kesalahan acuan peraturan dapat

mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan,

rencana dan prosedur perusahaan atau ketidaksesuaian dengan berbagai

hukum dan peraturan yang relevan (Tugiman, 2006).

Page 137: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

121

Kesalahan acuan peraturan yang terjadi di proyek X berkaitan dengan

kelemahan pada unsur manusia. Kesalahan acuan peraturan disebabkan

karena manajemen site ketika itu bukanlah orang yang berasal dari PT. Z

melainkan orang rekomendasi dari PT. ABC selaku perusahaan pemberi

kerja. Hal itu terjadi karena cara perekrutan manajemen site ketika itu tidak

sesuai prosedur yang dimiliki oleh PT. Z. Perekrutan pegawai yang tidak

sesuai prosedur dapat mengakibatkan suatu masalah yang akan timbul

dikemudian hari, contohnya seperti menurunnya produktifitas perusahaan

karena pegawai tersebut akan merasa resah, turunnya semangat kerja,

produktifitas kerja menurun, kurangnnya tanggung jawab, kekeliruan dalam

melaksanakan pekerjaan yang akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan

perusahaan (Nugroho, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, cara rekrutmen

yang tidak sesuai prosedur disebabkan karena kurangnya komunikasi atau

koordinasi antara home office dan site. Menurut Edwin Emery, komunikasi

adalah seni menyampaikan informasi, ide dan sikap seseorang kepada orang

lain. Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pernyataan oleh

seseorang kepada orang lain (Suprapto, 2009). Terdapat dua bentuk dasar

komunikasi yang lazim digunakan (Purwanto, 2006):

1. Komunikasi Verbal

Contoh komunikasi verbal ialah membuat dan mengirim surat kontrak

kerja kepada pihak lain; membuat dan mengirim surat teguran;

membuat dan mengirim surat pemberitahuan ke media massa; membuat

dan mengirim surat pengumuman ke media massa.

Page 138: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

122

2. Komunikasi Nonverbal

Contoh komunikasi nonverbal ialah menggertakan gigi untuk

menunjukkan kemarahan; mengerutkan dahi nutuk menunjukkan

sedang berpikir keras; dan berpangku tangan untuk menunjukkan

seseorang sedang melamun.

Sedangkan, koordinasi menurut Dr. Awaluddin Djamin M.P.A dalam

Susilo (2014) adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit

dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga dapat saling mengisi,

membantu dan melengkapi satu sama lain. Pada setiap organisasi atau

perusahaan, setiap bagian atau unit kerja harus bekerja secara terkoordinasi

agar dapat menghasilkan hasil yang diharapkan (Fathurrohman, 2012).

Komunikasi dan koordinasi dalam suatu organisasi atau perusahaan

menjadi penting dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena komunikasi

merupakan perekat organisasi, dan koordinasi adalah asal muasal dari kerja

sama tim serta terbentuknya sinergi (Dwidjowijoto, 2006). Adapun akibat

yang ditimbulkan dari kurangnya komunikasi dan koordinasi dapat

menimbulkan terjadinya hubungan kerja yang kurang baik, dan apabila

dibiarkan dapat dampak yang kurang baik terhadap etos kerja dan pada

akhirnya akan membawa dampak negatif untuk merealisasikan program kerja

(Sukoco, 2013). Komunikasi dan koordinasi yang baik dapat membantu

perusahaan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Dengan adanya

komunikasi dua arah, maka dapat menimbulkan suasana keterbukan antara

pimpinan dengan bawahan yang akhirnya dapat memberikan pengaruh

terhadap produktivitas kerja pegawai (Sukoco, 2013).

Page 139: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

123

Untuk menanggulangi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1:

kebijakan dan kepemimpinan di proyek X, maka perlu dilakukan peningkatan

komunikasi atau koordinasi antara home office dan site. Peningkatan

komunikasi atau koordinasi dapat dilakukan dengan cara menginformasikan

segala perubahan yang terjadi dengan segera baik di home office dan site

melalui sistem informasi manajemen (email/ dropbox/ website perusahaan).

Sistem informasi manajemen adalah sebuah sistem yang terpadu untuk

menyajikan informasi yang mendukung fungsi operasi, manajemen dan

pengambilan keputusan dalam organisasi (Marimin, 2006). Sistem informasi

manajemen adalah sebuah sistem yang sudah terkomputerisasi, yang

membuat informasi berguna untuk pemakainya dengan keperluan yang sama.

Keluaran informasi nantinya digunakan oleh para karyawan saat membuat

keputusan dalam memecahkan masalah (Gaol, 2008).

Selain dengan melakukan peningkatan komunikasi antara home office dan

site, pihak home office dapat memberikan sanksi jika memungkinkan.

Menurut Geller (2001) sanksi atau hukuman adalah konsekuensi yang

diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang

tidak diharapkan.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk

menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan, maka perlu dilakukan peningkatan komunikasi verbal dan

koordinasi antara home office dan site. Peningkatan komunikasi verbal

dilakukan dengan menginformasikan segala perubahan yang terjadi dengan

Page 140: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

124

segera, baik di home office dan site melalui sistem informasi manajemen

(email/ dropbox/ website perusahaan).

2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-Undangan

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa

terdapat lima temuan yang ada pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan seperti yang ada pada Tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-

Undangan

Elemen 2

Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

1. Belum adanya list peraturan yang berisi persyaratan hukum/

peraturan K3LL yang jelas bagi manajemen proyek 2. Belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau standar

internasional 3. Belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman

aturan kerja di proyek 4. Belum dilakukannya gap analysis secara periodik 5. Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan

dan persyaratan lain Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan, bahwa unsur uang dan material tidak terdapat kelemahan. Namun

unsur manusia dan metode diketahui masih terdapat kelemahan. Kelemahan

yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak dapat

melaksanakan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik yang disebabkan

karena kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen site, dan pihak

site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian PT. Z yang

disebabkan karena kurangnya komunikasi atau koordinasi antara home office

Page 141: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

125

dan site. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode disebabkan

karena kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site.

Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan

HSE Internal Control pada elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.

Menurut Suparmoko (2007) uang merupakan alat yang penting untuk

mencapai tujuan organisasi. Diketahui, berdasarkan penelitian yang dilakukan

dengan wawancara, dalam melaksanakan pemenuhan terhadap elemen 2:

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dana yang

dikeluarkan oleh PT. Z telah cukup dan memadai. Oleh karena itu, anggaran

dana tidak menjadi penyebab dalam rendahnya pemenuhan pada elemen 2:

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun

2014.

Sedangkan, jika ditinjau dari unsur material yang dimaksud dalam

penelitian ini berupa ketersediaan inventaris kantor contohnya seperti

komputer, printer, kertas, scanner. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

dengan wawancara, diketahui bahwa unsur material telah memadai dan tidak

menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui

bahwa terdapat kelemahan dari unsur metode pada pemenuhan elemen 2:

kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun

2014. Kelemahan pada unsur metode itu ialah kesalahan acuan peraturan

Page 142: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

126

yang digunakan oleh manajemen site dalam melaksanakan SMK3LL di site.

Menurut Tugiman (2006), akibat dari kesalahan acuan peraturan dalam

melakukan pekerjaan dapat mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan

berbagai kebijaksanaan, rencana dan prosedur perusahaan atau

ketidaksesuaian dengan berbagai hukum dan peraturan yang

relevan (Tugiman, 2006).

Kesalahan acuan peraturan di proyek X ketika itu disebabkan karena pihak

site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem pendokumentasian yang

dimiliki oleh PT. Z. Sosialisasi merupakan upaya penyegaran kembali

pengetahuan K3 sehingga diharapkan nantinya dapat menciptakan lingkungan

kerja yang aman, nyaman, sehat dan produktif serta mencegah terjadinya

kecelakaan kerja (Rabilzani, 2013). Dalam Peraturan Pemerintah nomor 50

tahun 2012 tentang SMK3 menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan

dan persyaratan lain harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja.

Pentingnya sosialisasi K3 adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

motivasi K3 karyawan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho

(2008), terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan sosialisasi K3

terhadap pengetahuan, sikap dan motivasi K3 karyawan.

Selain karena pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem

pendokumentasian PT. Z, berdasarkan penelitian diketahui pula bahwa

kurangnya kompetensi manajemen site juga merupakan penyebab manajemen

site tidak dapat melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek X dengan baik.

Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang mencakup

pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku (Pratama dkk, 2005).

Page 143: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

127

Kompetensi ini penting dimiliki oleh pekerja dalam suatu perusahaan untuk

mencapai keberhasilan dalam mengatasi tantangan-tantangan yang ada di

sekitar lingkungan perusahaan, mampu menyusun tujuan-tujuam dalam

bekerja dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (Widyarini,

2009).

Penempatan pegawai sesuai kompetensi sangat penting di perusahaan agar

mereka dapat memberikan kontribusi yang maksimal kepada perusahaan.

Karena dengan kompetensi yang dimilikinya, ia dapat mencapai tujuan

perusahaan dan meningkatkan produktifitas perusahaan (Hutapea, 2008).

Kurangnya kompetensi pegawai dalam perusahaan akan mangakibatkan

pegawai akan memandang rendah kecakapan dirinya sendiri sehingga tidak

mampu bekerja dengan maksimal dalam mengatasi tantangan dan tidak akan

mampu mencapai tujuan dari perusahaan (Widyarini, 2009).

Kompetensi pegawai dapat ditingkatkan dengan melakukan pelatihan

sesuai dengan jabatannya. Pelatihan merupakan salah satu bentuk

pengembangan terhadap sumber daya manusia di dalam perusahaan (Hamid,

2014). Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan

sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan

intelektual dan kepribadian manusia (Tangkilisan, 2005). Berdasarkan

dokumen PT. Z Nomor 8000-PL-01 Rev. D, kebutuhan pelatihan sesuai

dengan jabatan karyawan terdapat dalam matriks training perusahaan.

Pelatihan spesifik yang dikhususkan untuk manajemen site, salah satunya

adalah pelatihan mengenai AK3U dan SMK3.

Page 144: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

128

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk

menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan, maka perlu dilakukan sosialisasi terhadap

sistem pendokumentasian PT. Z ke pihak site. Selain itu, untuk meningkatkan

kompetensi pegawai, maka perlu dilakukan pelatihan di tingkat manajemen

site sesuai dengan jabatan masing-masing.

3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa

terdapat satu temuan yang ada pada elemen 4: manajemen subkontraktor.

Temuan tersebut yaitu belum berjalannya penilaian Contractor Safety

Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4:

manajemen subkontraktor, bahwa unsur manusia, uang dan material tidak

terdapat kelemahan. Namun metode diketahui masih terdapat kelemahan.

Kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu pengadaan subkontraktor

langsung dilakukan di site. Kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya

nilai pemenuhan HSE Internal Control pada elemen 4: manajemen

subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014.

Uang adalah persediaan asset yang dapat dengan segera digunakan untuk

melakukan transaksi (Mankiw, 2007). Uang merupakan alat yang penting

untuk mencapai tujuan organisasi (Suparmoko, 2007). Berdasarkan penelitian

diketahui bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan

tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen

subkontraktor.

Page 145: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

129

Material merupakan bahan setengah jadi dan bahan jadi. Untuk mencapai

hasil yang lebih baik, penggunaan material sebagai salah satu sarana

manajemen harus benar-benar tepat (Suparmoko, 2007). Material yang

dimaksud dalam penelitian ini berupa ketersediaan inventaris kantor

contohnya seperti komputer, printer, kertas, scanner. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan dengan wawancara, diketahui bahwa unsur material telah

memadai dan tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4:

manajemen subkontraktor di proyek X PT. Z tahun 2014.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, terdapat

kelemahan pada unsur metode yaitu belum berjalannya penilaian Contractor

Safety Management System (CSMS) terhadap subkontraktor. Temuan ini

berkaitan dengan pelaksana metodenya. Manajemen site ketika itu langsung

melakukan pengadaan subkontraktor di site. Hal tersebut mengakibatkan

subkontraktor tidak terdata di home office PT. Z dan menjadi tidak terkontrol.

Temuan pada elemen 4 ini tidak sesuai dengan kebijakan K3 PT. Z nomor

8000-PL-01 HSE Management System Implementation Policy revisi F.

Didalam kebijakan K3 PT. Z menyatakan bahwa “project manager, project

procurement manager dan construction manager wajib memastikan bahwa

semua calon subkontraktor PT. Z yang akan mengikuti tender sudah lulus

program CSMS”.

Contractor Safety Management System (CSMS) merupakan suatu sistem

manajemen utnuk mengelola K3 kontraktor yang bekerja di lingkungan

perusahaan. Contractor Safety Management System (CSMS) merupakan

sistem komprehensif dalam pengelolaan kontraktor sejak tahap perencanaan

Page 146: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

130

sampai pelaksanaan pekerjaan (Ramli, 2009). Penerapan CSMS bila tidak

berjalan dengan baik dapat menimbulkan rendahnya kesadaran akan

pentingnya penerapan K3 di lingkungan kerja. Efek jangka panjang yang

timbul adalah dapat terjadi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,

pencemaran lingkungan dan kerugian-kerugian besar lainnya seperti

kerusakan alat, menurunnya produksi dan citra perusahaan, serta adanya

perbaikan sistem manajemen (Falenshina, 2012). Penilaian CSMS berkaitan

dengan penilaian Key Performance Indicator (KPI) HSE. Subkontraktor yang

telah lulus CSMS dan terdata di home office, serta aktif bekerja di proyek

harus diaudit setidaknya satu bulan sekali untuk mengukur kinerja HSE

subkontraktor tersebut, hasil audit nantinya berupa nilai Key Performance

Indicator (KPI) HSE (PT. Z, 2014).

Mengacu kepada kebijakan K3 PT. Z nomor 8000-PL-01 HSE

Management System Implementation Policy revisi F, KPI merupakan suatu

nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja subkontraktor yang bekerja di

proyek PT. Z. Kepatuhan terhadap program CSMS dan pelaksanaan KPI akan

menjadi salah satu item penilaian pembagian insentif reward safety (PT.Z,

2014). Key performance indicator (KPI) bertujuan untuk memastikan

subkontraktor mengimplementasikan sistem K3 dalam operasionalnya

(Soemohadiwidjojo, 2015).

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk

menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen

subkontraktor, maka home office PT. Z perlu meningkatkan lagi pengawasan

terhadap para subkontraktor yang akan atau sedang bekerja di proyek PT. Z.

Page 147: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

131

Pengawasan dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek

sebelum periode pelaksanaan audit internal untuk memastikan bahwa para

subkontraktor telah lulus penilaian CSMS.

4. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 8: Komunikasi

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa

terdapat empat temuan yang ada pada elemen 8: komunikasi seperti yang

terdapat pada Tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6 Temuan di Elemen 8: Komunikasi

Elemen 8

Komunikasi

1. Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL

2. Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek

3. Belum terpasangnya papan statistik kecelakaan di sekitar area

proyek

4. Belum didokumentasikannya daftar keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar area proyek Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen 8: komunikasi, bahwa unsur uang dan metode tidak

terdapat kelemahan. Namun unsur manusia dan material diketahui masih

terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu

manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 8 dengan

baik yang disebabkan karena manajemen site tidak disiplin dalam mengikuti

peraturan PT. Z. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur material

disebabkan karena tidak adanya bendera K3 dan papan statistik kecelakaan di

site yang disebabkan karena infrastruktur kantor di site ketika itu belum siap.

Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan

Page 148: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

132

HSE Internal Control pada elemen 8: komunikasi di proyek X PT. Z tahun

2014.

Salah satu sumber daya dalam perusahaan ialah dana. Dalam menyusun

perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, termasuk

dana (Republik Indonesia, 2012). Uang merupakan faktor penting dalam

penerapan K3 di perusahaan. Terbatasnya dana (Sudjana, 2006 dalam

Pratasis, 2011) dan minimnya alokasi dana untuk pelaksanaan K3 dapat

menjadi faktor penghambat dalam penerapan K3 di perusahaan (Adawiah,

2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, diketahui

bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi

penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi.

Metode merupakan suatu cara dalam melakukan sesuatu, terutama yang

berkenaan dengan rencana tertentu (Machali, 2009). Berdasarkan penelitian

diketahui bahwa unsur metode tidak menjadi penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen 8: komunikasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara, terdapat

kelemahan pada unsur material yaitu tidak adanya bendera K3 dan papan

statistik kecelakaan di site. Keberadaan bendera K3 di site menjadi penting

karena berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia

nomor KEP. 1135/MEN/1987 Tentang Bendera K3, bendera K3 berperan

sebagai identitas K3 perusahaan. Sedangkan, pentingnya papan statistik

kecelakaan ialah untuk menilai kinerja program K3. Adanya papan statistik

kecelakaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi naik turunnya tren dari

Page 149: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

133

suatu kejadian kecelakaan kerja, serta untuk mengetahui peningkatan atau

berbagai hal yang dapat memperburuk kinerja K3 (Fachruddin, 2015).

Belum adanya bendera K3 dan papan statistik kecelakaan di site

disebabkan karena infrastruktur kantor di site belum siap. Infrastruktur

merupakan bagian-bagian berupa sarana dan prasarana yang tidak terpisahkan

satu sama lain (Grigg, 1988 dalam Mubarokah, 2015). Ketersediaan infra-

sruktur akan berpengaruh kepada keberhasilan perusahaan. Maka dari itu,

harus dilakukan perencanaan yang matang sebelum berangkat ke site,

termasuk membuat desain yang akan digunakan sebagai kantor disana

nantinya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara, penyebab

rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi pada proyek X berkaitan

dengan unsur manusia. Karena, manajemen site ketika itu tidak disiplin dalam

mengikuti peraturan PT. Z. Ketidakdisiplinan manajemen site disebabkan

karena kontrak kerja manajemen site ketika itu dibawah PT. ABC selaku

perusahaan pemberi kerja.

Ketidakdisiplinan disebabkan karena rendahnya kesadaran pekerja dalam

mematuhi peraturan keselamatan kerja, tidak melaksanakan prosedur kerja,

sehingga dapat menimbulkan kerugian. Apabila kedisiplinan tidak terlaksana

dengan baik, maka dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan kerja dan

masalah kesehatan. Ketidakdisiplinan juga berpengaruh terhadap penurunan

absensi pekerja (Anggraeni, 2014).

Page 150: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

134

Oleh karena itu, kedisiplinan karyawan perlu ditingkatkan. Kedisiplinan

karyawan dapat ditingkatkan oleh beberapa hal, antara lain (Sari, 2014):

(1) penetapan aturan yang jelas; (2) penerapan konsekuensi terhadap

kedisiplinan dan ketidakdisiplinan yang jelas; (3) menjadikan aspek

kedisiplinan sebagai bagian dari penilaian kinerja; dan (4) mengidentifikasi

penyebab ketidakdisiplinan.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk

menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi, maka

manajemen site diharapkan segera melengkapi infrastruktur di site (berupa

bendera dan papan statistik kecelakaan). Karena dua hal tersebut berperan

sebagai bentuk pematuhan terhadap peraturan perundangan dan bertujuan

untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap K3. Selain itu, untuk

meningkatkan kedisiplinan karyawan yaitu dengan menetapkan aturan yang

jelas termasuk memperjelas kontrak kerja manajemen site; menerapkan

konsekuensi yang jelas; menjadikan aspek kedisiplinan sebagai bagian dari

penilaian kinerja; dan mengidentifikasi penyebab ketidakdisiplinan.

5. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 9: Tanggap Darurat

Hasil HSE Internal Control proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui bahwa

terdapat satu temuan yang ada pada elemen 9: tanggap darurat. Temuan

tersebut yaitu belum pernah dilakukannya emergency drill di area proyek.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat, bahwa unsur uang tidak terdapat

kelemahan. Namun unsur manusia, material dan metode diketahui masih

terdapat kelemahan.

Page 151: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

135

Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak

melakukan emergency drill di area proyek karena manajemen site merasa

sebagai bagian dari PT. ABC. Hal itu terjadi karena karena kontrak kerja

manajemen site ketika itu dibawah PT. ABC. Kelemahan yang terdapat pada

unsur material yaitu perlengkapan emergency drill di proyek X tidak

memadai yang disebabkan karena manajemen site ketika itu menginduk ke

PT. ABC. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu

kesalahan acuan peraturan yang digunakan sehingga emergency drill tidak

dilakukan di area proyek X. Kelemahan-kelemahan itulah yang menyebabkan

rendahnya nilai pemenuhan HSE Internal Control pada elemen 9: tanggap

darurat di proyek X PT. Z tahun 2014.

Uang merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan

dalam proses manajemen (Thomas 2001). Berdasarkan penelitian diketahui

bahwa anggaran dana yang ada di proyek X telah memadai dan tidak menjadi

penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat. Perusahaan

harus mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan K3 secara menyeluruh,

salah satunya untuk pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat

evakuasi (Republik Indonesia, 2012).

Material merupakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan.

Konsep material ini meliputi perencanaan dan pengendalian bahan-bahan

yang digunakan dalam kegiatan (Sandiwala, 2007). Material yang dimaksud

pada elemen 9: tanggap darurat ini meliputi perlengkapan emergency drill

yang ada di proyek X. Pelaksanaan emergency drill merupakan bentuk

implementasi program peningkatan kesadaran (awareness) (Sahab, 1997).

Page 152: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

136

Tujuan dari pelaksanaan emergency drill adalah agar tim tanggap darurat dan

semua karyawan memahami dan terlatih dalam menghadapi keadaan darurat.

Serta untuk memastikan semua sarana atau peralatan darurat selalu dalam

keadaan siap pakai dan berfungsi dengan baik (Kemenkes, 2010).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa unsur material yang ada di proyek

X terdapat kelemahan dan menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 9: tanggap darurat. Kelemahan pada unsur material ialah,

perlengkapan emergency drill yang tidak memadai. Perlengkapan emergency

drill merupakan salah satu hal wajib dalam mendukung kegiatan

pengendalian dan penanggulangan keadaan darurat (emergency).

Tidak adanya perlengkapan emergency drill pada proyek X PT. Z

berkaitan dengan unsur metode. Yaitu kesalahan acuan peraturan yang

digunakan oleh manajemen site. Manajemen site ketika itu lebih mengacu

kepada peraturan PT. ABC, sehingga alasan mereka tidak melaksanakan

emergency drill di proyek X ialah karena mereka mengikuti jadwal

emergency drill milik PT. ABC. Kesalahan acuan peraturan dapat

mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan,

rencana dan prosedur perusahaan atau ketidaksesuaian dengan berbagai

hukum dan peraturan yang relevan (Tugiman, 2006).

Belum dilakukannya emergency drill di proyek X berkaitan pula dengan

unsur manusia. Yaitu karena manajemen site merasa sebagai bagian dari PT.

ABC. Hal itu terjadi karena karena kontrak kerja manajemen site ketika itu

dibawah PT. ABC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan

wawancara, diketahui bahwa manajemen site ketika itu bukanlah orang yang

Page 153: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

137

ditunjuk langsung dari home office. Akan tetapi, manajemen site ketika itu

ialah orang rekomendasi dari PT. ABC, sehingga ia tidak merasa

berkewajiban untuk menjalankan peraturan dari PT. Z.

Masuknya manajemen site proyek X tersebut terjadi karena cara

rekrutmen yang tidak sesuai dengan prosedur. Rekrutmen merupakan

serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, guna memperoleh

calon-calon pegawai yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh suatu

jabatan tertentu, yang dibutuhkan oleh suatu organisasi (Sirait, 2006).

Kendala yang dapat ditemukan pada saat rekrutmen dapat bersumber dari

organisasi yang bersangkutan sendiri, kebiasaan pencari tenaga kerja, dan

faktor-faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan sekitar organisasi

(Setiani, 2013). Dibutuhkan cara rekrutmen pegawai yang baik untuk

meminimalisir kendala-kendala tersebut. Menurut Sinurat (2008), terdapat

sistem dan prosedur rekrutmen atau seleksi yang banyak dianut perusahaan-

perusahaan di Indonesia maupun di luar negeri, yakni sebagai berikut

(Gambar 6.1):

Page 154: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

138

Sumber: Sinurat, Sahala. P. 2008. Langkah Tepat Melakukan Rekrutmen dan Seleksi.

Jakarta: Erlangga

Gambar 6.1 Alur rekrutmen atau seleksi yang banyak dianut perusahaan-

perusahaan di Indonesia

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk

menanggulangi rendahnya pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat, maka

manajemen site diharapkan agar agar ke depannya dapat melaksanakan

emergency drill secara independen (tidak bergantung kepada PT. ABC)

dengan membuat skenario dan prosedur emergency drill sendiri. Kemudian

manajemen site diharapkan agar segera melengkapi perlengkapan emergency

drill di site; serta untuk pihak home office agar lebih meningkatkan lagi

pengawasan terhadap proses rekrutmen manajemen site agar sesuai prosedur

yang telah ditetapkan perusahaan.

Permintaan Pengguna

Pemasangan Iklan

Seleksi Administrasi

Tes

Wawancara Pengecekan Kesehatan

Pengecekan Referensi

Penawaran

Menjadi Karyawan

Page 155: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

139

BAB VII

PENUTUP

A. Simpulan

Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. PT. Z merupakan perusahaan yang bergerak di bidang engineering,

procurement dan construction (EPC), yakni engineering (merancang suatu

pabrik), procurement (mendatangkan material untuk mendukung

pembangunan suatu pabrik), dan construction (memasang material hingga

menjadi suatu pabrik). Kemudian, proyek X merupakan salah satu proyek

yang di-maintenance oleh PT. Z sebagai kontraktornya. Proyek X adalah

salah satu proyek pemanfaatan energi yang dihasilkan dari panas yang

berasal dari dalam perut bumi (geothermal).

2. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 1: kebijakan dan

kepemimpinan berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z

tahun 2014 terdapat pada unsur manusia dan metode. Kelemahan yang

terdapat pada unsur manusia yaitu cara perekrutan manajemen site yang

tidak sesuai prosedur, yang disebabkan karena kurangnya komunikasi

antara home office dan site. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada

unsur metode yaitu kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh

manajemen site ketika itu.

3. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 2: kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan berdasarkan hasil HSE Internal Control di

proyek X PT. Z tahun 2014 terdapat pada unsur manusia dan metode.

Page 156: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

140

Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak

dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 2 dengan baik yang

disebabkan karena kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh manajemen

site, dan pihak site tidak mendapat sosialisasi tentang sistem

pendokumentasian PT. Z yang disebabkan karena kurangnya komunikasi

atau koordinasi antara home office dan site. Sedangkan kelemahan yang

terdapat pada unsur metode disebabkan karena kesalahan acuan peraturan

yang digunakan oleh manajemen site.

4. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 4: manajemen

subkontraktor berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z

tahun 2014 terdapat pada unsur metode. Yaitu pengadaan subkontraktor

langsung dilakukan di site.

5. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 8: komunikasi berdasarkan

hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014 terdapat pada

unsur manusia dan material. Kelemahan yang terdapat pada unsur manusia

yaitu manajemen site tidak dapat melaksanakan pemenuhan pada elemen 8

dengan baik yang disebabkan karena manajemen site tidak disiplin dalam

mengikuti peraturan PT. Z. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada

unsur material disebabkan karena tidak adanya bendera K3 dan papan

statistik kecelakaan di site yang disebabkan karena infrastruktur kantor di

site ketika itu belum siap.

6. Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9: tanggap darurat

berdasarkan hasil HSE Internal Control di proyek X PT. Z tahun 2014

terdapat pada unsur manusia, material dan metode. Kelemahan yang

Page 157: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

141

terdapat pada unsur manusia yaitu manajemen site tidak melakukan

emergency drill di area proyek karena manajemen site merasa sebagai

bagian dari PT. ABC. Hal itu terjadi karena karena kontrak kerja

manajemen site ketika itu dibawah PT. ABC. Kelemahan yang terdapat

pada unsur material yaitu perlengkapan emergency drill di proyek X tidak

memadai yang disebabkan karena manajemen site ketika itu menginduk ke

PT. ABC. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu

kesalahan acuan peraturan yang digunakan sehingga emergency drill tidak

dilakukan di area proyek X.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah:

a. Berdasarkan penyebab pada unsur manusia:

1. Perlu dilakukan peningkatan komunikasi verbal dan koordinasi antara

home office dengan site. Peningkatan komunikasi verbal dilakukan

dengan menginformasikan segala perubahan yang terjadi dengan

segera, baik di home office dan site melalui sistem informasi

manajemen (email/ dropbox/ website perusahaan).

2. Pihak home office dapat memberikan sanksi yang tegas kepada

manajemen site untuk setiap temuan-temuan yang ada. Sanksi yang

diberikan dapat berupa penundaan gaji, surat peringatan hingga

pemecatan karyawan.

3. Untuk meningkatkan kompetensi pegawai mengenai SMK3, maka perlu

dilakukan pelatihan mengenai SMK3, khususnya SMK3 PT. Z di

tingkat manajemen site.

Page 158: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

142

4. Pihak home office harus menetapkan aturan yang jelas termasuk

memperjelas kontrak kerja manajemen site, serta menerapkan

konsekuensi yang jelas jika manajemen site tidak menjalankan

SMK3LL PT. Z di proyek.

b. Berdasarkan penyebab pada unsur material:

1. Manajemen site diharapkan segera melengkapi infrastruktur di site

(berupa bendera dan papan statistik kecelakaan).

2. Manajemen site diharapkan agar segera melengkapi perlengkapan

emergency drill di site.

c. Berdasarkan penyebab pada unsur metode:

1. Perlu dilakukan sosialisasi terhadap sistem pendokumentasian PT. Z ke

pihak site. Sosialisasi dapat dilakukan melalui email/ dropbox

perusahaan.

2. Manajemen site diharapkan agar ke depannya dapat melaksanakan

emergency drill secara independen (tidak bergantung kepada PT. ABC)

dengan membuat skenario dan prosedur emergency drill sendiri.

d. Pihak home office perlu meningkatkan pengawasan terhadap proyek-

proyek yang sedang dikerjakannya. Jika memungkinkan, pengawasan

dapat dilakukan dengan melakukan inspeksi mendadak ke proyek sebelum

periode pelaksanaan audit internal dimulai.

e. Pihak home office disarankan untuk meningkatkan pengawasan terhadap

proses rekrutmen manajemen site agar sesuai prosedur yang telah

ditetapkan perusahaan.

Page 159: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

143

DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, R.; Mardiyono, M. 2010. Work Protection for Female Labors (A Study on the

Implementation of the Policy of Job Safety and Health at the PT. Sarikaya Sega

Utama in Banjarbaru, South Kalimantan). Tesis. Malang: Universitas Brawijaya

Akbar, Ali. A. 2007. Konspirasi Di Balik Lumpur Lapindo Dari Aktor Hingga Strategi

Kotor. Yogyakarta: Penerbit Galangpress

Almani, H.; Wahyu, A.; Rahim, M. R. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi

Karyawan Unit Produksi Tonasa IV terhadap Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan Dan Kesehatan Kerjadi PT. Semen Tonasa Tahun 2013.

Repository.unhas.ac.id

American Petroleum Institute (API). 2001. Recommended Practice for Occupational

Safety for Onshore Oil and Gas Production Operations

Andryan, Tresna. 2008. Persepsi Karyawan Operasional Divisi Facilities Engineering

Terhadap Evaluasi Pelaksanaan Behavior Based Safety (BBS) Pada PT.ABC

Geothermal Indonesia (GPO-I) di Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia

Anggraeni, O. S. 2014. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Disiplin

Kerja Terhadap Produktivitas Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pura

Barutama Unit Paper Mill Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro

Anthony, N.; Govindarajan, V. 2005. Management Control System, Edisi kesebelas.

Jakarta: Salemba Empat

Arifin, Noor. 2010. Analisis Budaya Organisasional Terhadap Komitmen Kerja

Karyawan dalam Peningkatan Kinerja Organisasional Karyawan pada Koperasi

BMT di Kecamatan Jepara. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 8 No. 2. 173-192

Asmoko, Hindri. 2013. Teknik Ilustrasi Masalah-Fishbone Diagrams. Magelang: Badan

Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan

PT.ABC. 2012. Operasi Geothermal dan Tenaga Listrik: Menyediakan Energi

Terbarukan yang Bersih dengan Harga Terjangkau. Diakses dari

http://www.PT.ABCindonesia.com/business/geothermal.aspx pada tanggal 26

Januari 2016

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Teknis Fotografi Benda Cagar

Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi-Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius,

anggota IKAPI

Dwidjowijoto, R. N. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang: Model-

Model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Endih, Asep. 2011. KPI Based Quality Management ISO 9001:2000. Jurnal Ilmiah

Faktor Exacta. Vol. 4. No. 2. 172-173

Page 160: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

144

Fachruddin, F. 2015. Statistik Kecelakaan Kerja (Work Accident Statistics). Diakses dari

http://jurnal-k3lh.web.id/2015/01/09/statistik-kecelakaan-kerja-work-accident-

statistics/ pada tanggal 25 Mei 2016

Falenshina, N. 2012. Implementasi Contractor Safety Management System (CSMS)

Terhadap Kontraktor Project TA Unit CD III PT. Pertamina RU III Palembang.

Depok: Universitas Indonesia

Fathurrohman, M. 2012. Hubungan Kemampuan, Koordinasi, Dan Responsifitas

Terhadap Efektivitas Kerja Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di

Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Propublik Jurnal Magister Ilmu

Administrasi Universitas Jendral Soedirman. Vol. 1. Nomor 1

Freeport Indonesia. 1995. Pelatihan Enam Hari untuk Leadhand dan Foreman. Tembaga

pura: PT. Freeport Indonesia

Gaol, J. L. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Pemahaman dan Aplikasi. Jakarta:

Grasindo

Geller, E.S. 2001. The Psychology Of Safety Handbook. New York, Washington D.C:

Lewis Publisher

Grey, Jeffrey A. 1987.The Psychology of Fear and Stress. Melbourne: The Press

Syndivate of the University of Cambridge

Griffin, R. W.; Ebert, R. J. 2007. BISNIS, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga

Hadipoetro, S; Kadir, A. 2014. Manajemen Komprehensif Keselamatan Kerja. Jakarta:

Yayasan Patra Tarbiyyah Nusantara

Hamid, Sanusi. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan. Yogyakarta:

Deepublish

Handoko, T. Hani. 1993. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta:

BPFE-UGM

Hariandja, MTE. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan,

Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: PT. Grasindo,

anggota IKAPI

Haruman, T.; Rahayu, S. 2005. Penyusunan Anggaran Perusahaan; Edisi Kedua.

Bandung: FBM Universitas Widyatama

Harwanto, Irwan. 2012. Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Masinis dan Asisten Masinis, dengan

Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Sebagai Intervenning Variabel (Studi

pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang). Semarang:

Universitas Dian Nuswantoro

Hidayat, A. S. 2005. Konsumsi BBM dan Peluang Pengembangan Energi Alternatif.

INOVASI. Vol. 5. XVII. 11-17

Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi: Edisi Ketiga. Jakarta: Grasindo

Herujito, Yayat. M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo

Page 161: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

145

Hutapea, P; Thoha, N. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan

untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

ISO 9001:2005. 2005. International Standards Organization (ISO) 9001:2000 Quality

Management Systems

Kani, B. R.; Mandagi, R. J. M.; Rantung, J. P.; Malingkas, G. Y. 2013. Keselamatan dan

Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT.

Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statistik. Vol. 1 No. 6. 430-433

Kemenkes, 2010. Pedoman Kesiapsiagaan Tanggap Darurat di Gedung Perkantoran.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kemenkeu. Realisasi PNBP Sumber Daya Alam per Akun Pendapatan Berdasarkan

Realisasi per 30 Juni 2015. Diakses dari http://www.kemenkeu.go.id/Page2/pnbp-

sda-akun-pendapatan-berdasarkan-realisasi-30-juni-2015 pada tanggal 26 Januari

2015

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Perdana Media

Grup. Jakarta

Kuswadi; Mutiara, E. 2004. DELTA: Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistik untuk

Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Machali, R. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah: Panduan Lengkap Bagi Anda yang

Ingin Menjadi Penerjemah Professional. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka

Mangkunegara, Anwar. P. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama

Mankiw, N; Gregory. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga

Marif, Amelia. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pekerja

Pembuatan Pipa dan Menara Tambat Lepas Pantai (EPC 3) di Proyek Banyu Urip

PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Jakarta: Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah

Marimin; Tnjung, H; Prabowo, H. 2006. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Grasindo

Mathis, R. L; Jackson, J. H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba

Empat

Meiyanto, S; Santhoso, F. H. 1999. Nilai Kerja dan Komitmen Organisasi: Sebuah Studi

dalam Konteks Pekerja Indonesai. JURNAL PSIKOLOGI. No. 1. 29-40

Menaker RI. 1987. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor KEP.1135/MEN/1987

tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Mertens, Donna M. 2015. Research and Evaluation in Education and Psychology.

California: SAGE Publication Inc

Moekijat. 2007. Tata Laksana Kantor Manajemen Perkantoran. Bandung: CV Mandar

Maju

Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Page 162: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

146

Mubarokah, N. L. 2015. Analisis Pemekaran Desa Terhadap Percepatan Pembangunan

Infrastruktur (Studi pada Desa Ringinputih Kecamatan Sampung Kabupaten

Ponorogo). Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Diakses dari jurnal

online dari http://eprints.umpo.ac.id/1381/7/ARTIKEL.pdf pada tanggal 25 Mei

2016

Muhyi, H. E; Muttaqin, Z; Nirmalasari, H. 2016. HR Plan & Strategy. Jakarta: Raih Asa

Sukses

Muljadi. 2006. Pokok-pokok dan Ikhtisar Manajemen Stratejik Perencanaan dan

Manajemen Kinerja. Jakarta: Pustaka Publisher

Naja, Hasanuddin. R. D. 2004. Manajemen Fit and Proper Test. Yogyakarta: Pustaka

Widyatama

Nastiti, Anisa. A. 2015. Gambaran Kesesuaian Formulir Penilaian Dokumen CSMS

Ditinjau Berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 2012 Sebagai Bagian dari Pelaksanaan

Tahap Pra-Kualifikasi CSMS di PT. Rekayasa Industri Jakarta Tahun 2015. Jakarta:

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Nugraheni, Estryastuti. 2011. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan

Standar WISE Safety Danone di PT. Sari Husada Unit I Yogyakarta. Yogyakarta:

Universitas Sebelas Maret

Nugroho, A. 2008. Pengaruh Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadpa

Pengetahuan, Sikap dan Motivasi K3 Karyawan Bagian Produksi PT. Mataram

Tunggal Garment Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Nugroho, M. A. 2012. Pengaruh Rekrutmen Dan Seleksi Terhadap Kinerja Karyawan

Karyawan Pada PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandara Internasional Sultan

Hasanuddin Makassar. Padang: Universitas Hasanuddin

OHSAS 18001:2007 Occupational Health and Safety Assessment Series, OH&S Safety

Management System Requirements

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 18 Tahun

2008 tentang Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

Pertamina. 2013. Drama Penyelamatan Talangjimar. BALANCE. Vol. 002 Tahun I Juni

2013. PT. Pertamina EP

Pitoyo, Whimbo. 2010. Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Transmedia

Pustaka

Pratama, dkk. 2005. Silabus Pendidikan Religiositas untuk Sekolah Menengah Pertama

(SMP). Yogyakarta: Kanisius

Pratasis, P. 2011. Strategi Peningkatan Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

pada Perusahaan Jasa Konstruksi di Propinsi Sulawesi Utara. TEKNO-SIPIL. Vol.

09 No.56. 34-38

PT. Z. 2014a. Corporate Procedure HSE Evaluation System Rev. C No. 8020-GP-02-03.

Jakarta: PT. Z

Page 163: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

147

PT. Z. 2014b. HSE Internal Control Project X. No. 102/8020-ME/04/14. Jakarta: PT. Z

PT. Z. 2014c. HSE Management System Implementation Policy Rev. F No. 8000-PL-01.

Jakarta: PT. Z

PT. Z. 2014d. Monthly Report Proyek X April 2014 No.004/HES/IV/2014 Rev. D. Jakarta: PT. Z

Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis/ Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga

Rabilzani, S. 2013. Strategi Humas dalam Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) bagi Karyawan Area Generator Turbin Gas Unit III PT. Menamas Mitra

Energi di Desa Tanjung Batu Kecamatan Tenggarong Seberang. eJurnal Ilmu

Komunikasi. Vol.1 No.1 315-323

Rahrnat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS

18001. Jakarta: Dian Rakyat

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.

Jakarta: Sekretariat Negara

Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri No. 18 Tahun 2008 tentang Penyelenggara

Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Kemenakertrans

Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS

18001. Jakarta: Dian Rakyat

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Jakarta: Sekretariat

Negara

Sandiwala, C. M. 2007. Material and Financial Management Chapter 1. New Delhi:

New Age International Pvt Ltd Publishers

Saputro, Wahyudi. 2015. Harmonisasi Pengaturan Pemanfaatan Energi Panas Bumi dan

Perlindungan Hutan Konservasi. Malang: Universitas Brawijaya

Sari, D. K. 2014. Budaya Kerja dan Disiplin: Ketegasan Pemimpin dalam Perusahaan

Mempengaruhi Kedisiplinan Karyawan. Diperbarui: 17 Juni 2015 21:33:55. Diakses

darihttp://www.kompasiana.com/devikartikasr/budaya-kerja-dan-disiplin-ketegasan-

pemimpin-dalam-perusahaan-mempengaruhi-kedisiplinan-

karyawan_54f430147455139f2b6c88b6 pada tanggal 25 Mei 2016

Scarvada et. Al. 2004. Second World Conference on POM and 15th Annual POM

Conference: A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature.

Miami: Florida International University

Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan

Manajemen Pegwai Negeri Sipil. Bandung: Refika Aditama

Setiani, Baiq. 2013. Kajian Sumber Daya Manusia dalam Proses Rekrutmen Tenaga

Kerja di Perusahaan. Jurnal Ilmiah WIDYA. Vol.1 No.1. 38-44

Page 164: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

148

Simanjuntak, Y. E.; Simanjuntak, Y. E.; Lubis, A. M. 2012. Gambaran Pengetahuan,

Sikap, dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi Mengenai Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Toba Pulp Lestari

Porsea Tahun 2012. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan. Vol. 1 No. 2

Sintef. Sintef Offshore Blowout Database. Diakses dari

https://www.sintef.no/en/projects/sintef-offshore-blowout-database/ pada tanggal 26

Januari 2016

Sinurat, Sahala. P. 2008. Langkah Tepat Melakukan Rekrutmen dan Seleksi. Jakarta:

Erlangga

Sirait, J. T. 2006. Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam

Organisasi. Jakarta: Grasindo

Soetjipto, Budi. W. 2007. Kisah Sukses Para Kampiun SDM. Jakarta: Salemba Empat

Sofyan, Dhani Armanto. 2007. Bersahabat dengan Bencana. Jakarta: Grasindo

Somad, Ismet. 2013. Teknik Efektif dalam Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan.

Jakarta: Dian Rakyat

Strickland, Lloyd H., Aboud, Frances E., Gergen, Kenneth J. 1974. Social Psychology in

Transition. New York: Plenum Press

Sudjana, D. 2004. Manajemen Program Pendidikan Nonformal dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production

Sugian, Syahu. 2006. Kamus Manajemen (Mutu). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suhartono, Nur. 2012. Pola Sistem Panas dan Jenis Geothermal dalam Estimasi Cadangan

Daerah Kamojang. Jurnal Ilmiah MTG. Vol. 5. No. 2.

Sukoco, Guntur. 2013. Pengaruh Komunikasi Internal Terhadap Etos Kerja (Survey

Pada Organisasi “Saka Bahari” Kwartir Cabang Kota Yogyakarta Masa Jabatan

2011-2013 dalam Merealisasikan Program Kerja). Yogyakarta: Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga

Suparmoko, M. 2007. Ekonomi SMA Kelas XII. Jakarta: Yudhistira

Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta:

MedPress

Susilo, Budi. 2014. Apa dan Mengapa Harus Koordinasi? (Bagian 1). Pusdiklat PSDM

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementeran Keuangan. Diakses dari

pada http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/168-artikel-

pengembangan-sdm/19963-apa-dan-mengapa-harus-koordinasi-bagian-1 23

Mei 2016

Syukri, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Bina

Sumber Daya Manusia

Page 165: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

149

Tangkilisan, Hessel. N. S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Grasindo, anggota

IKAPI

Thomas, H.; Greco, JR. 2001. Money Understanding and Creating Alternatives to Legal

Tender. United States: Chelsea Green Publishing Company

Tugiman, Hiro. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Bandung: PT. Eresco

OHSAS 18001:2007 Occupational Health and Safety Assessment Series, OH&S Safety

Management System Requirements

Widyarini, M. M. N. 2009. Seri Psikologi Populer: Kunci Pengembangan Diri. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo

Wijono, D. 1997. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Surabaya:

UNAIR

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo

Page 166: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

150

LAMPIRAN

Page 167: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

151

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Telaah Dokumen......................................................................... 152

Lampiran 2. Matriks Wawancara Terhadap Informan Utama ...................................... 153

Lampiran 3. Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 1 ........................... 174

Lampiran 4. Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 2 ........................... 180

Lampiran 5. Matriks Wawancara Terhadap Informan Kunci....................................... 182

Page 168: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

152

Lampiran 1

Lembar Telaah Dokumen

Gambaran Penyebab Rendahnya Nilai HSE (Health, Safety & Environment) Internal

Control pada Proyek X PT. Z Tahun 2014

No. Nomor Dokumen Judul Dokumen Catatan

1. 8000-PL-01 HSE Management System

Implementation Policy Rev.

F

- Strutur organisasi home office

PT. Z

- Struktur organisasi di site

- Komitmen top manajemen PT. Z

- Kebijakan SMK3LL PT. Z

2.

004/HES/IV/2014

HSE Monthly Report

Proyek X PT. Z

- Jumlah pekerja di proyek X

- Implementation HSE

Management System

- Data hubungan PT. Z dengan

subkontraktor

- Data kinerja lingkungan proyek x

PT. Z

3. 004/HES/IV/2014 Implementation HSE

Management System

Project X Rev. D

- 13 elemen SMK3LL PT. Z

4. 102/8020-ME/04/14 Memo Hasil HSE Internal

Control Proyek X

Laporan hasil HSE Internal Control

Proyek X ada di lampiran pada memo

tersebut

Page 169: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

153

Lampiran 2

Matriks Wawancara Terhadap Informan Utama

A. ELEMEN 1: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN

1.1 Belum terdapat kebijakan SMK3LL di area kerja

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1.

Mengapa kebijakan K3LL ketika itu belum atau tidak ditampilkan di area

kerja?

“Yaa...kalo di sistem ISO itu

kan kalo ada temuan kaya gitu kan artinya kita kan

menunjukkan kalo kita tuh

sebagai level manajemen itu

tidak komit. Manajemen site tidak komit. Buktinya apa? Ada

komitmen dari top manajemen

dia tidak tampilkan, gitu”

“Jadi, pada waktu itu ada,

cuma kan waktu itu kan...tidak ditempel, di-

bingkai.., kan gitu. Jadi

posisi kebijakan itu harusnya

ditempel dan dipasang bingkai, ya waktu itu

posisinya ada di dalam

folder, gitu”

Kebijakan K3LL menjadi

temuan karena manajemen site tidak mencetak dan

menempelnya di area kerja. Hal

tersebut menunjukkan bahwa

manajemen site tidak komit terhadap kebijakan K3LL PT.Z

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam menampilkan kebijakan SMK3LL di area kerja? Apakah menjadi penyebab

dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?

“Ngga ngaruh lah” “Yang untuk mengerjakan project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari tidak adanya

kebijakan SMK3LL di area

kerja

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?

“Ngga lah. Itu kan bentuk komitmen aja”

“Ngga ngga, ngga kurang. Kan gini, proses

pembentukan yang disini

kemaren, seharusnya budget

daripada project itu muncul sebelum ekseskusi proyek.

Tapi, organisasi yang

dimunculkan barengan sama

project berjalan. Sehingga, anggaran itu muncul setelah

proyeknya jalan, gitu.

Idealnya kan membentuk

organisasi dulu baru, trus

Anggaran dana di proyek X telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari tidak adanya

kebijakan SMK3LL di area

kerja

Page 170: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

154

masuk ke proyek kan gitu?” 4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?

“Ngga, bukan karena itu” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area

kerja

5. Bagaimana dengan cara sosialisasi kebijakan SMK3LL ketika itu? Apakah

menjadi penyebab dari tidak adanya kebijakan SMK3LL di area kerja?

*Karena sosialisasi kebijakan

SMK3LL belum ada, jadi

pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

*Karena sosialisasi kebijakan

SMK3LL belum ada, jadi

pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

-

1.2 Rencana pelaksanaan K3LL belum disusun

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1.

Mengapa rencana pelaksanaan K3LL ketika itu belum disusun? “He eh..belum disusun tuh

dalam arti dia tidak menguasai sistem manajemen K3.Karna

memang kemampuan si

manager nya disana itu untuk

membangun sistem sendiri itu nggak ada. Dia cuma maunya

ngikutin client”

“Nah..jadi, rencana K3LL itu

sebenarnya ada dalam rencana yang di project.

Waktu itu finding-nya kan

sempet dijawab untuk

rencana K3LL itu dimasukkan ke dalam project. Jadi kita

gini, ada general-nya project,

ada project per item project.

Jadi kita (PT.Z) mengerjakannya di proyek X

itu mengerjakan beberapa

project. Jadi rencana K3LL

itu dimasukkan ke dalam HSE Plan yang spesifik dalam

project, gitu. Yang ditemukan

itu yang general kan. Yang

general itu..waktu itu sedang disusun di Jakarta, kan gitu.

Nah itu..itu isinya”

Rencana pelaksanaan K3LL

proyek X belum disusun karena manajemen site salah

memahami bahwa pembuatan

rencana pelaksanaan K3LL itu

semestinya dibuat secara umum (general) bukan per item proyek

Page 171: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

155

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

penyusunan rencana pelaksanaan K3LL? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya rencana pelaksanaan K3LL?

“Ngga” “Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

disusunnya rencana

pelaksanaan K3LL di area kerja

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum disusunnya rencana pelaksanaan K3LL?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum disusunnya rencana

pelaksanaan K3LL di area kerja

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum disusunnya rencana pelaksanaan K3LL?

“Ngga lah” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab dari belum

disusunnya rencana pelaksanaan K3LL di area kerja

5. Bagaimana dengan metode penyusunan rencana pelaksanaan K3LL di site? *Karena rencana pelaksanaan K3LL belum ada, jadi

pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

*Karena rencana pelaksanaan K3LL belum

ada, jadi pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

-

1.3 Belum mengajukan struktur organisasi P2K3 atau Safety Committee Organization di site

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa struktur organisasi P2K3 atau Safety Committee Organization di site

ketika itu belum diajukan?

“Iya..jadi di proyek itu belum

diajukan ke Disnaker setempat

karna ngga tahu prosedurnya”

“Jadi proses daripada

organisasi K3 waktu itu

pembentukannya kan harus ada subkontraktor yang aktif,

nah, pada saat muncul

subkontraktor itu beberapa

kali terdapat pergantian. Pada saat mau dibentuk, mau

diresmikan, itu ada

pergantian subkontraktor.

Sehingga kita mengubah organisasinya. Pada saat

perizinannya harus diajukan

Struktur organisasi P2K3 belum

diajukan karena kondisi di

proyek X belum stabil, sehingga pengajuan struktur organisasi

belum diajukan ke Disnaker

setempat

Page 172: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

156

ke Disnaker kan, jadi itu kita

belum melakukan” 2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

pengajuan hal tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety Committee Organization di site?

“Iya...kesalahan dari

manajemen, kesalahan dari orang safety nya juga”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

diajukannya P2K3 atau Safety

Committee Organization di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety Committee Organization

di site?

“Ngga itu mah” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety

Committee Organization di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum diajukannya P2K3 atau Safety Committee

Organization di site?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab dari belum

diajukannya P2K3 atau Safety Committee Organization di site

5. Bagaimana dengan cara pengajuan yang dilakukan? “Belum ada dulu tuh mereka” “Karna pergantian subkon, dan yang kedua, pada saat

2014 itu kita memang baru

menunjuk tim-tim untuk

sebagai Safety Committee itu hanya untuk belum dapat

kepercayaan gitu. Jadi baru

setelah dilakukan audit

internal, kita baru membuat itu. Jadi kalau, organisasi itu

waktu itu memang belum

berjalan normal di project

nya”

-

1.4 Manajemen site belum mensosialisasikan kebijakan perusahaan tentang K3LL

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa manajemen site ketika itu belum mensosialisasikan kebijakan

perusahaan tentang K3LL?

“Iya itu karna ngga tau

mereka”

“Ada..ada kebijakan nya jadi

company policy nya PT.Z, itu

Kebijakan perusahaan tentang

K3LL menjadi temuan di

Page 173: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

157

disampaikan kepada kawan-

kawan pada saat induction, gitu”

“Ya justru itu ketika temuan

kemarin masalahnya tidak ditempel saat itu, sosialisasi

dalam induction sudah, gitu”

proyek X karena manajemen

site ketika itu melakukan sosialisasi kebijakan melalui

induction (via verbal) saja

namun tidak

mendokumentasikannya baik dalam bentuk gambar, daftar

hadir atau materi yang

disampaikan ketika induction

berlangsung

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site?

Apakah menjadi penyebab dari belum disosialisasikannya kebijakan perusahaan tentang K3LL?

“Kalo dari jumlah pekerja sih

ngga ya, tapi emang dari manager nya yang ngga tahu”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

disosialisasikannya kebijakan

perusahaan tentang K3LL di

site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum disosialisasikannya kebijakan perusahaan tentang K3LL?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

disosialisasikannya kebijakan

perusahaan tentang K3LL di

site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum disosialisasikannya kebijakan perusahaan tentang K3LL?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi penyebab dari belum

disosialisasikannya kebijakan

perusahaan tentang K3LL di

site

5. Bagaimana dengan cara sosialisasi yang dilakukan? *Karena sosialisasi kebijakan

perusahaan tentang K3LL menurut IU1 belum dilakukan,

jadi pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

“karna kebijakan itu kita

sosialisasikan lewat induction, seperti itu”

-

Page 174: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

158

1.5 Manajemen site belum menentukan target K3LL

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa manajemen site ketika itu belum menentukan target K3LL? “Targetnya ngga dimasukin

sebenernya targetnya, jadi ngga

tau kalo misalnya target”

“Iya..klarifikasi saja karna memang pada saat itu kita

juga menyampaikan bahwa

target K3 site itu sudah ada,

kalau bicara masalah target K3 yang diluncurkan dari

Home Office itu memang

ngga ada karna memang

yang harus meng-komunikasikan kan HO,

harusnya. Jadi posisinya gini,

pada saat itu, HO tidak

mensosialisasikan hal-hal yang memang harus

dilakukan HSE site. Jadi, kita

mengadopsi apa yang ada di

client. Dan target K3LL itu yang zero accident, fatality

terus apa yang..leading

indicator, lagging indicator

itu harus berapa berapa..itu sudah dimasukkan”

Manajemen site belum menentukan target K3LL

disebabkan karena tidak tahu

mengenai target-target K3 yang

dimiliki oleh PT. Z. Hal itu terjadi karena pihak HO tidak

mengkomunikasikan target-

target tersebut ke site, sehingga

manajemen site mengadopsi target-target yang dimiliki oleh

client (PT. ABC)

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site? Apakah menjadi penyebab dari belum ditentukannya target K3LL?

“Iya karna manajemen site nya ngga tau target-targetnya

PT.Z”

“Yang untuk mengerjakan project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum

ditentukannya target K3LL di

site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum ditentukannya target K3LL?

“Ngga tau kalo itu” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

ditentukannya target K3LL di

site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum ditentukannya target K3LL?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

Page 175: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

159

penyebab dari belum

ditentukannya target K3LL di site

5. Bagaimana dengan cara penentuan target K3LL yang dilakukan? *Karena target K3LL belum ditentukan menurut IU1, jadi

pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

“Yaa..otomatis karna memang belum bisa

mengadopsi apa yang

ditargetkan dari HO, pada

saat itu..”

-

1.6 Belum melakukan evaluasi terhadap pemilihan subkontraktor

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa evaluasi dalam pemilihan subkontraktor ketika itu belum dilakukan? “Alesannya pura-pura ngga

tahu”

“Jadi pemilihan subkon, itu

yang melakukan HO, sehingga yang datang ke site

itu adalah yang sudah

langsung disuruh kerja di

site”

Terjadi pelemparan tanggung

jawab antara HO dan site

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site?

Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan subkontraktor?

“Ya..pura-pura ngga tahu.

Ngga tahu harus bayar pajak”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab belum dilakukannya

evaluasi terhadap pemilihan

subkontraktor di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan

subkontraktor?

“Ngga sih kayanya” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap

pemilihan subkontraktor di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan

subkontraktor?

“Ngga itu” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab dari belum

dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan subkontraktor di site

5. Bagaimana dengan cara pemilihan subkontraktor ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya evaluasi terhadap pemilihan

subkontraktor?

“Dia milih subkon nya ngga pake CSMS (peraturan PT.Z),

jadi ya ngga dievaluasi”

“Jadi itu sebenarnya menjadi temuannya HO, bukan site

karna itu menjadi

Terjadi pelemparan tanggung jawab antara HO dan site

Page 176: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

160

tanggungjawab nya HO. Jadi

gini, site hanya menerima subkon yang sudah siap kerja

itu hasil dari saringannya

HO. Ketika dia dikirim kesini

itu belum ada CSMS nya, maka yang menjadi

tanggungjawab siapa coba?

Ya HO. Artinya, temuan itu

adalah dari HO, kenapa bisa mengirimkan subkontraktor

yang belum di CSMS,

misalnya kan gitu. Jadi itu

menjadi kewenangannya HO mbak. Jadi ada pemisahan

tanggungjawab disana ya”

1.7 Manajemen site belum menyusun job description untuk setiap karyawan

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa job description untuk setiap karyawan ketika itu belum disusun? “Ngga tahu dia” “Nah itu..job desc itu

sebenernya sudah di-

tunjukkan, di dalam HES Plan itu ada job desc setiap

karyawan. Artinya jabatan ini

tugasnya ini, jabatan ini

tugasnya ini. Itu udah di mention di dalam HES Plan,

gitu.

Menurut manajemen site, job

desc itu sudah disusun di dalam

HSE plan proyek X, namun menurut auditor, hal itu menjadi

temuan karena HSE plan yang

dibuat oleh manajemen site

ketika itu mengadopsi HSE plan dari PT. ABC

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site?

Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya job description untuk setiap

karyawan?

“Mereka ngga tahu dalam

bikinnya”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi

penyebab belum disusunnya job

description untuk setiap karyawan di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya job description untuk setiap karyawan?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum

Page 177: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

161

disusunnya job description

untuk setiap karyawan di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum disusunnya job description untuk setiap karyawan?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi penyebab belum disusunnya job

description untuk setiap

karyawan di site

5. Bagaimana dengan cara penyusunan job description ketika itu? *Karena job description belum

disusun menurut IU1, jadi

pertanyaan ini tidak ditanyakan*

“He eh, jadi..dari 2014

sampe sekarang di HES Plan

itu ada di halaman-halaman depannya itu ada struktur

organisasi kemudian disitu di

dalamnya menerangkan tugas

dan tanggungjawab dari yang terdapat di struktur tersebut.

Dan itu harusnya bukan

sebagai anomali finding itu,

gitu”

Job description sudah disusun

di dlam HSE Plan namun

mengacu kepada peraturan PT. ABC

1.8 Belum terdapat perwakilan manajemen khusus untuk melaksanakan K3LL di site

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa manajemen site ketika itu belum menunjuk perwakilan khusus untuk

melaksanakan SMK3LL di site? “Ooh..dia bilangnya, kita nginduknya ke PT.ABC”

Nah..jadi gini, mas *** itu kan dari HO, kalo dia

menyebut bahwa tidak ada

yang memang ditugaskan

khusus, artinya itu kewenangannya siapa? HO.

Nah, maksud nya adalah

pada saat itu memang

koordinasi dari site dan HO itu dibangun lebih baik, ya

seperti itu posisinya, bukan

berarti tidak ada orang yang

memang mengawasi khusus. Jadi gini, adamya

didelegasikan saya kesini

Page 178: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

162

adalah untuk melakukan hal

tersebut, kan sebenarnya gitu”

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site? Apakah menjadi penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen khusus

untuk melaksanakan K3LL di site?

“Ngga tahu, karna ngga tahu”

“Kalo diliat dari jumlah

pekerja disana cukup. Mereka

ngga ngelaksanain karna mereka merasa bahwa..yang

mereka jalankan itu harus

induknya ke ***, gitu”

“Yang untuk mengerjakan project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi

penyebab belum adanya

penunjukkan manajemen

khusus untuk melaksanakan K3LL di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen khusus untuk

melaksanakan K3LL di site?

“Ngga itu mah” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen

khusus untuk melaksanakan

K3LL di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum adanya penunjukkan manajemen khusus untuk

melaksanakan K3LL di site?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum adanya penunjukkan manajemen

khusus untuk melaksanakan

K3LL di site

5. Bagaimana dengan cara penunjukkan manajemen khusus ketika itu? “Alasan mereka...iya nanti

akan dibuat katanya”

“Kalo bilang itu ada orang

yang khusus dari manajemen,

untuk mengurusi SMK3LL kan gitu, dengan posisi saya

disini, itu sebagai pengawas.

Pelaksana yang mengawasi

berjalannya SMK3 atau tidak, sebenarnya kan seperti itu”

Penunjukkan PIC mengenai

manajemen khusus tidak jelas

Page 179: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

163

B. ELEMEN 2: KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2.1 Belum disusunnya list peraturan K3LL yang jelas

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa list peraturan K3LL ketika itu belum disusun? “Yaa..karna itu membuktikan

kalo mereka itu tidak tahu”

“Sebenarnya di HES Plan

yang pertama kita mengacu

kepada aturan, itu kan ada di

HES Plan semua”

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

menyusun list peraturan K3LL tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya list peraturan K3LL?

“Ngga tahu harus..pokoknya

peraturannya udah ada, yaudah jalanin aja. Apa yang PT.ABC

jalanin ya jalanin gitu. Boro-

boro mau tahu peraturan PT.Z,

peraturan pemerintah ngga mau tahu. Kalo kata PT.ABC

nungging ya nungging, gitu.”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab belum disusunnya list

peraturan K3LL di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum disusunnya list peraturan K3LL?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum

disusunnya list peraturan K3LL di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya list peraturan K3LL?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum disusunnya list

peraturan K3LL di site

5. Bagaimana dengan metode pelaksanannya? Apakah menjadi penyebab dari

belum disusunnya list peraturan K3LL?

“Alesannya..yaa..karna belum

dibuat”

“Ada, ada di HSE Plan.

Masalah aturan misalnya

penggunaan alat pelindung diri, peraturan masalah

lingkungan, itu ada di

Kepmen sekian, itu kita

mengacu kepada hal tersebut itu ada, ada list nya”

List peraturan K3LL ada di

HSE Plan tetapi mengacu kepad

aperaturan PT. ABC

Page 180: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

164

2.2 Belum disusunnya sistem update peraturan

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1.

Mengapa sistem update peraturan ketika itu belum disusun? “Iya karna mereka belum buat” “Sistem update sebenernya kita kemaren harusnya sudah

dikomunikasikan dari HO,

jadi sistem apa yang berlaku

di PT. Z, itu saya sampaikan di awal bahwa kita ngga

mendapatkan komunikasi

yang cukup pada saat

permulaan project. Jadi pendokumentasian itu

dilakukan kita sendiri, dan itu

memang kita baru dapat

sekitar tahun 2015”

Sistem update belum disusun dan menjadi temuan karena

manajemen site tidak tahu

mengenai sistem update yang

dimiliki PT. Z sehingga ia melakukan update peraturan

dengan cara mereka sendiri..

Pada waktu itu hubungan antara

HO dan site kurang baik sehingga pihak site tidak

mendapat sosialisasi mengenai

sistem update peraturan PT. Z

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

penyusunan sistem update tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?

“Ya karna mereka ngga tahu” “Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab belum disusunnya

sistem update di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum disusunnya sistem update di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum disusunnya

sistem update di site

5. Bagaimana dengan metode penyusunan sistem update tersebut? Apakah

menjadi penyebab dari belum disusunnya sistem update tersebut?

“Sistem update juga mereka

buat dengan cara mereka

sendiri waktu itu, ngga berdasarkan prosedur PT.Z”

“Jadi ya kita membuat

dokumen sendiri, penomoran

sendiri yang terpisah dari PT.Z. Jadi ada beberapa

dokumen seperti *** project,

itu penomorannya itu tidak

menginduk kemana-mana jadi menginduk ke nomor

Sistem update peraturan tidak

disusun berdasarkan prosedur

PT. Z sehingga menjadi sebuah temuan

Page 181: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

165

project yang berlaku disini,

gitu”

2.3 Belum terdapat HSE Handbook

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa HSE Handbook ketika itu belum disusun? “Iya..karna waktu itu belum

dibuat juga”

“HSE Handbook...itu gini,

karna memang untuk memproses satu buah

Handbook itu kan dibutuhkan

proses yang menyesuaikan

dengan project yang berlaku, jadi waktu itu ditawarkan

ada juga petunjuk kerja itu

yang dibuat oleh client. Jadi

kita menginduk ke PT.ABC waktu itu dan yang diminta

adalah dari Handbook nya

PT.Z”

Manajemen site ketika itu telah

membuat HSE Handbook proyek X, namun dalam

pembuatannya mengacu kepada

peraturan PT. ABC sehingga

hal tersebut menjadi sebuah temuan

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

pembuatan HSE Handbook tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum

terdapatnya HSE Handbook tersebut?

“Karna ngga tahu..”

“Itu yang mestinya nyusun chief nya, tapi dia ngga tahu”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi

penyebab belum terdapatnya HSE Handbook di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum terdapatnya HSE Handbook tersebut?

“Ngga ngaruh” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

terdapatnya HSE Handbook di

site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum terdapatnya HSE Handbook tersebut?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum terdapatnya HSE Handbook di site

5. Bagaimana dengan metode penyusunan HSE Handbook tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum terdapatnya HSE Handbook tersebut?

“Kalo HSE Handbook juga sama kaya sebelumnya, mereka

buat sendiri”

“Jadi kita menginduk ke PT.ABC”

Terdapat kesalahan acuan peraturan dalam pembuatan

HSE Handbook, yaitu mengacu

Page 182: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

166

kepada peraturan PT. ABC

2.4 Belum dilakukannya gap analysis secara periodik

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa gap analysis ketika itu belum disusun? “Ya..sama”

(Maksudnya sama seperti

pertanyaan sebelumnya, yaitu karna ngga tahu)

“Iya, jadi, karna memang

gini, ada sistem PT.Z, ada

sistem PT.ABC, pada saat mengkomunikasikan hal

tersebut memang gap

analylsis kita tidak sentuh

waktu itu karna kita tidak ada keharusan melakukan opsi

terhadap gap analysis, untuk

di client ya, gitu”

Manajemen site tidak

melaksanakan gap analysis

karena pada waktu itu manajemen site mengadopsi

peraturan dari PT. ABC,

dimana tidak ada keharusan

untuk melakukan hal tersebut

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan gap analysis tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum

dilakukannya gap analysis tersebut?

“Karna mereka ngga tahu” “Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi

penyebab belum dilakukannya gap analysis di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum dilakukannya gap analysis tersebut?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum

dilakukannya gap analysis di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya gap analysis tersebut?

“Ngga” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum dilakukannya

gap analysis di site

5. Bagaimana dengan metode pelaksanaan gap analysis tersebut? *Karena gap analysis belum

dilaksanakan menurut IU1, jadi

pertanyaan ini tidak ditanyakan*

“Jadi kita meng-adopt apa

yang sudah ada di PT.ABC

waktu itu”

Terdapat kesalahan acuan

peraturan dalam pembuatan gap

analysis, yaitu mengacu kepada peraturan PT. ABC

Page 183: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

167

2.5 Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa sosialisasi terhadap peraturan perundangan ketika itu belum

dilakukan?

“Jadi yang mereka jalanin waktu itu cuma sosialisasi

peraturan PT.ABC”

“Sosialisasi terhadap perundagan, jadi ada

beberapa perundangan yang

memang masuk ke dalam

ininya project, yang paling dekat bersinggungan dengan

karyawan itu dimasukkan ke

dalam materi induction”

Manajemen site ketika itu melakukan sosialisasi peraturan

hanya dengan melalui

induction, namun menjadi

sebuah temuan karena tidak ada bukti pelaksanannya, seperti

materi induction, daftar hadir

atau foto ketika induction itu

berlangsung

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan sosialisasi tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan tersebut?

“Karna mereka ngga tahu

kalau harus sosialisasi peraturan PT.Z”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab belum dilakukannya

sosialisasi terhadap peraturan

perundangan di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan

tersebut?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi

terhadap peraturan perundangan

di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan

perundangan tersebut?

“Ada itu mah” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan

perundangan di site

5. Bagaimana dengan metode pelaksanaan sosialisasi peraturan perundangan

yang dilakukan? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya

sosialisasi terhadap peraturan perundangan tersebut?

“Ya dibilangnya gitu..ya

mereka ngikutin PT.ABC”

“Jadi sosialisasi paling

efektif adalah dari induction

mbak, gitu”

Manajemen site hanya

melakukan sosialisasi peraturan

melalui induction dan tidak

mendokumentasikannya

Page 184: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

168

C. ELEMEN 4: MANAJEMEN SUBKONTRAKTOR

4.1 Belum berjalannya penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor ketika itu belum

berjalan?

“Iya, mereka ngga ada CSMS,

tapi CSHEM (Contractor Safety

Health and Environmental

Management), sama aja sama CSMS, kalau mereka namanya

CSHEM”

“karna PT.ABC sendiri punya

penilaian terhadap kontraktor

yang dibawahnya itu yang

namanya CSHEM”

Manajemen site proyek X

ketika itu melakukan CSMS

dengan nama yang berbeda

karena mengadopsi pada peraturan PT. ABC

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

melakukan penilaian CSMS dalam pemilihan subkontraktor tersebut? Apakah

menjadi penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS tersebut?

“Namanya itu adalah Pre-

Kualiifikasi, nah kalo PT.Z

punya namanya CSMS, kalo

PT.ABC namanya CSHEM. Namanya Pre-Kualifikasi

subkontraktor. CSMS itu nama

modulnya PT.Z. Client

menyeleksi subkontraktor, PT.Z menyeleksi subkontraktor,

namanya Pre-Kualifikasi

subkontraktor. Itu disebut

dengan CSMS. Sedangkan PT.ABC untuk melakukan Pre-

Kualifikasi subkontraktor

dengan menggunakan CSHEM.

Namanya aja beda.”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi

penyebab belum berjalannya

penilaian CSMS di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS tersebut?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

berjalannya penilaian CSMS di

site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS tersebut?

“Ngga mba” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum berjalannya penilaian CSMS di site

5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam menyeleksi subkontraktor “Ya..tinggal ditunjuk, disuruh Jadi pada saat itu kita tidak Manajemen site langsung

Page 185: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

169

lokal? Apakah menjadi penyebab dari belum berjalannya penilaian CSMS

tersebut?

berangkat, suruh kerja” melakukan, gitu. Jadi apa

yang kita lakukan waktu itu meng-adopt apa yang

memang client minta, gitu”

menunjuk subkontraktor di site

D. ELEMEN 8: KOMUNIKASI

8.1 Belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa ketika itu belum terdapat prosedur mengenai informasi SMK3LL? “Alasan mereka...karna mereka

tidak tahu dan tidak mau tahu”

“Ada clue yang lain nggak?”

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

menyusun prosedur yang memuat informasi SMK3LL tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum terdapatnya prosedur mengenai informasi

SMK3LL tersebut?

“Mereka tahu, tapi mereka

ngga mau ngikutin PT.Z. Mereka beranggapan „saya

jalanin apa yang PT.ABC suruh

aja. Mereka kan kontraknya

bukan by PT.Z, tapi by PT.ABC”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab belum terdapatnya

prosedur mengenai informasi

SMK3LL di site

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi penyebab dari belum terdapatnya prosedur mengenai informasi SMK3LL

tersebut?

“Ngga itu sih” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum

terdapatnya prosedur mengenai

informasi SMK3LL di site

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum terdapatnya prosedur mengenai informasi SMK3LL tersebut?

“Ngga lah” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi penyebab belum terdapatnya

prosedur mengenai informasi

SMK3LL di site

5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam menyusun prosedur yang

memuat informasi SMK3LL tersebut?

*Karena prosedur mengenai

informasi SMK3LL belum

dibuat menurut IU1, jadi pertanyaan ini tidak

ditanyakan*

“Karna memang SMK3LL itu

masuk ke dalam HES Plan”

-

Page 186: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

170

8.2 Belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa bendera K3 ketika itu belum terpasang di sekitar area proyek? “Ya..belum dipesen” “Belum. Iya belum karna

memang kita secara ini,

kantor juga belum.., kita

memang mempersiapkan

infrastruktur kan bertahap untuk kantor, gitu. Jadi kita

mengorder, orderan itu

belum dikerjakan. Karna

idealnya pada saat itu kantor langsung ada bulletin board,

langsung ada bendera, tapi

waktu itu bertahap

penyelesaiannya, gitu”

Tidak terdapatnya bendera K3 pada saat itu dikarenakan

infrastruktur kantor di site

belum siap dan bendera belum

dipesan oleh manajemen site

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

menyiapkan bendera K3 tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek tersebut?

“Ngga, ngga, ngga tahu. Karna

mereka ngga tahu itu harus dipasang”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi penyebab belum terpasangnya

bendera K3 di sekitar area

proyek

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek tersebut?

“Ngga itu mah. Karna mereka

ngga tahu aja makanya belum

dipesen”

“Nggak ada, nggak ada.

Karna memang pada saat itu

langsung kita pasang, sampe sekarang juga masih ada,

gitu”

Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di

sekitar area proyek

4. Bagaimana dengan ketersediaan bendera K3 di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum terpasangnya bendera K3 di sekitar area proyek tersebut?

“Ya..belum dipesen” “Bukan memang karna

tiangnya juga belum

dipasang karna infrastruktur

itu apa datengnya, pesenannya nggak sekaligus

dateng. Jadi kan memang

masang bendera memerlukan

tiang dan lain-lain, gitu”

Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum terpasangnya

bendera K3 di sekitar area

proyek

5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam memasang bendera K3 di

sekitar area proyek?

*Bendera belum dipasang* *Bendera belum dipasang* -

Page 187: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

171

8.3 Belum terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa papan statistik ketika itu belum terpasang di sekitar area proyek? “Dipikir ngga perlu, ngga

perlu” “Iya, iyaa, sama, satu paket itu. Jadi sekarang sudah

terpenuhi semua, memang

prosesnya memang butuh

waktu pada saat itu”

Tidak terdapatnya papan statistik pada saat itu

dikarenakan infrastruktur kantor

di site belum siap dan papan

statistik belum dipesan oleh manajemen site

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam menyiapkan papan statistik tersebut? Apakah menjadi penyebab dari belum

terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek tersebut?

“Iya..karna pengetahuan tentang K3 mereka yang masih

kurang untuk membangun suatu

sistem, suatu sistem K3”

“Kalo dari jumlah pekerja

lebih..lebih. Banyak pekerja

disana.”

“Yang untuk mengerjakan project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah cukup dan tidak menjadi

penyebab belum terpasangnya

papan statistik di sekitar area

proyek

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek

tersebut?

“Anggaran dana mah ada..” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum terpasangnya papan statistik di

sekitar area proyek

4. Bagaimana dengan ketersediaan papan statistik di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum terpasangnya papan statistik di sekitar area proyek

tersebut?

“Iya..belum beli” “karna infrastruktur itu apa

datengnya, pesenannya nggak

sekaligus dateng”

Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum terpasangnya

papan statistik di sekitar area proyek

5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam memasang papan statistik di sekitar area proyek?

*Belum memasang papan statistik*

*Belum memasang papan statistik*

-

Page 188: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

172

8.4 Daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar belum didokumentasikan

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar ketika itu

belum didokumentasikan? “Kan ada tuh di monthly report, tapi mereka ngga bikin”

“Jadi proyek kita ada di lingkungan yang memang

restricted, dan kegiatannya

sendiri tidak mengekspos

kepada lingkungan luar. Jadi memang tidak ada keluhan

yang muncul dari

masyarakat”

Gangguan terhadap lingkungan ketika itu belum

didokumentasikan karena

manajemen site menganggap

bahwa area proyek X berada di area yang dilindungi dan tidak

ada keluhan yang muncul dari

masyarakat sekitar

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

mendokumentasikan daftar keluhan tersebut? Apakah menjadi penyebab dari

belum terdokumentasinya daftar keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar tersebut?

“Disana mereka ngga bikin,

dan mereka tidak tahu”

“Iya..mereka tuh cuma ngikutin

PT.ABC”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi

penyebab belum terdokumentasinya daftar

keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum terdokumentasinya daftar keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar tersebut?

“Ngga” “Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi

penyebab dari belum terdokumentasinya daftar

keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari belum terdokumentasinya daftar keluhan terhadap

gangguan lingkungan sekitar tersebut?

“Ngga lah itu” “Sudah, sudah ada” Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum terdokumentasinya daftar

keluhan terhadap gangguan

lingkungan sekitar

5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam mendokumentasikan daftar

keluhan terhadap gangguan lingkungan sekitar?

“Mereka ngga buat” “Karna tidak ada keluhan

yang muncul tadi, jadi ya kita

ngga bikin pada waktu itu”

Daftar keluhan terhadap

gangguan lingkungan sekitar

tidak didokumentasikan karena manajemen site menganggap

tidak ada keluhan yang muncul

dari masyarakat sekitar

Page 189: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

173

E. ELEMEN 9: TANGGAP DARURAT : 9.1 Emergency drill belum pernah dilakukan

No. Pertanyaan IU1 IU2 Kesimpulan 1. Mengapa emergency drill ketika itu belum pernah dilakukan di proyek X? “Iya..nanti akan dilakukan gitu

di bulan Agustus (sesuai jadwal

PT.ABC)”

“Jadi emergency drill yang diminta sama client, terus

terang waktu itu kan kita

mengacunya ke client, client

itu kontrak kita satu kali dalam satu tahun. Jadi

emergency waktu itu kita

rencanakan di bulan

Oktober. Jadi emergency drill ditentukan di bulan

Oktober waktu itu”

Emergency drill ketika itu belum pernah dilakukan di

proyek X karena manajemen

site mengikuti jadwal

pelaksanaan emergency drill PT. ABC

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

mengadakan emergency drill? Apakah menjadi penyebab dari belum

dilakukannya emergency drill di proyek X tersebut?

“Karna mereka mgga

tahu..belum siap. Ya

karna..taunya merea ngikutin

schedule PT.ABC”

“Yang untuk mengerjakan

project cukup”

“Cukup” (untuk HSE)

Jumlah pekerja di site telah

cukup dan tidak menjadi

penyebab belum dilakukannya

emergency drill di proyek X

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari belum dilakukannya emergency drill di proyek X tersebut?

“Kalo dari anggaran dana

mereka mah bisa, bisa, bisa untuk mgelaksananin duluan”

“Ngga ngga, ngga kurang” Anggaran dana di proyek X

telah cukup dan tidak menjadi penyebab dari belum

dilakukannya emergency drill di

proyek X

4. Bagaimana dengan ketersediaan perlengkapan emergency drill yang ada di

site? Apakah menjadi penyebab dari belum dilakukannya emergency drill di

proyek X tersebut?

“Ngga ada, ngga ada.

Ambulans aja ngga ada”

“Memadai”

“Ada”

Inventaris kantor telah tersedia

di proyek X dan tidak menjadi

penyebab belum dilakukannya emergency drill di proyek X

5. Bagaimana cara manajemen site ketika itu dalam melakukan emergency drill

di proyek X?

“Karna ngikut PT.ABC” “terus terang waktu itu kan

kita mengacunya ke client”

Cara manajemen site dalam

melakukan emergency drill

ketika itu ialah dengan

berbarengan dengan jadwal pelaksanaan emergency drill

PT. ABC

Page 190: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

174

Lampiran 3

Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 1

No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.

Bagaimana tindak lanjut dari Home Office setelah mengetahui hasil audit

internal proyek X dibawah standar minimal yang ditetapkan?

“Kalau di kita jelas ya, kalo dibawah 82 itu HSE

Manager nya dapat warning slip. Jadi kalau tidak bisa

menyelesaikan itu.., menaikkan sampai minimum 82,

dia..dalam waktu 3 bulan akan mendapat warning slip kedua, masih belum beres juga, di bulan ke-6 dia akan

dipecat”

Pihak home office sudah tegas dalam

menyikapi proyek yang nilai HSE

Internal Control nya di bawah standar

yang ditetapkan perusahaan. Sanksi yang diberikan berupa pemberian surat

peringatan sampai pemecatan kepada

manajemen site

2. Berapa lama mereka menyelesaikan semuanya? “Kalau tidak salah, karna memang agak ribet

ya..waktu itu laporannya kalau ngga salah 6 bulan

berikutnya”

Dalam menyelesaikan temuan yang ada

pada hasil HSE Internal Control,

manajemen site proyek menyelesaikannya

dalam jangka waktu 6 bulan

3. Kan itu sampai 6 bulan berikutnya, nah itu bagaimana menurut Bapak? “Kalau Internal Control itu kan ada yang namanya NCR. Jadi NCR nya di close, di close, di close, itu

sudah cukup untuk bukti awal. Jadi di Internal Control

berikutnya hanya untuk verifikasi. Kalau NCR nya

tidak ada yang ditanggapi ya..,akan keluar warning slip kedua”

Manajemen site proyek X kooperatif dalam menyelesaikan temuan dengan

menanggapi NCR yang ada

3. Bagaimana proses penentuan nilai standar minimal HSE Internal Control (82)?

“Ngga ada, ngga ada peraturan mengacu darimana-mana karna memang kalau kita liat dari PP 50, PT.Z

itu kan sudah masuk. Tapi kalau kita liat dari

peraturan OHSAS & ISO 14001 juga sama. Artinya, 82

itu darimana? 82 itu kita tetapkan dari historical data. Data-data sebelumnya dimana kita sudah mencapai

berapa. Kita tentukan sendiri aja gimana. Yang cukup

menantang tapi masih bisa dicapai. Kan kalau 80

langsung ke 100 kan berlebihan lah”

Penentuan standar minimal HSE Internal Control merupakan kebijakan perusahaan

yang ditetapkan sendiri dan poin-poin

pemenuhannya diadopsi dari peraturan

nasional dan internasional

4. Bagaimana proses penentuan daftar periksa HSE Internal Control? “Kalau itu kita turunkan dari 13 elemen, diturunkan

dari situ kemudian digabungkan darimana-mana sih, termasuk juga ISO, OHSAS, termasuk juga PP 50”

Daftar periksa HSE Internal Control

disusun berdasarkan 13 elemen SMK3LL PT. Z dan digabung dengan peraturan

nasional serta internasional

5. Bagaimana menurut bapak mengenai penunjukkan HSE Manager proyek X

tersebut?

“Nah itu dia saya juga bingung. Mereka tiba-tiba

nunjuk orang, trus sudah masuk ke dalam kontrak.

Pihak home office juga tidak mengetahui

asal-usul perekrutan manajemen site

Page 191: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

175

Mereka rekrut sendiri,titipan dari client gitu. proyek X ketika itu

6. Apakah dari home office sendiri tidak ada hak untuk mengganti posisi

tersebut?

“Ya ada. Kalau saya mau ganti ya ganti. Cuma

masalahnya pada saat seperti itu banyak sekali yang

harus dipertimbangkan. Jadi kalau umpamanya diganti, pertama, gaji orang kan harus dibayar sampai

habis. Terus yang berikutnya adalah hubungan baik

dengan client. Karna memang, ini kesalahan awal.

Kalau menurut saya jelas, ganti di awal”

Banyak hal yang harus dipertimbangkan

jika harus mengganti manajemen site

ketika itu, sehingga niatan untuk memecat dan mengganti orang yang menduduki

jabatan tersebut tidak dilakukan

A. ELEMEN 1: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN

No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.

Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 1:

kebijakan dan kepemimpinan di proyek X pada tahun 2014?

“Kalau ini memang agak berbeda projectnya, jadi HSE

Manager nya juga bukan saya yang nunjuk. Kalo itu dari sini, itu ngga akan terjadi.. kenapa/ karena itu

pengetahuan standar. Makanya kan disini, di HSE ini

sebelum ke site, mereka dapet 17 modul training yang

paling cepet sekitar 3 bulan paling lambat 9 bulan. Karna..mereka pasti sudah tahu itu harusnya. Kalo

yang sudah pengalaman, mereka sudah tahu bahwa itu

harus dilakukan. Nah ini kelihatannya orang baru.

Bukan kelihatannya, „memang orang baru‟”.

Manajemen site ketika itu dianggap

kurang berpengalaman dan tidak memiliki pengetahuan standar mengenai

SMK3. Untuk dapat memimpin K3 di

sebuah proyek yang ada di PT. Z,

umumnya para calon manajer HSE harus mengikuti 17 modul training yang

dilakukan selama kurang lebih 3 sampai 9

bulan sebagai bekal bagi mereka untuk

melaksanakan pemenuhan SKM3LL di lapangan

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di

proyek X pada tahun 2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya

pemenuhan di elemen 1 tersebut?

“Memang dari orangnya. Dia tidak terbiasa dengan sistem kedisiplinannya”

Penyebab rendahnya pemenuhan di elemen 1 disebabkan karena

ketidakdisiplinan manajemen site dalam

melaksanakan SMK3LL di proyek X

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 1 tersebut?

“Ngga ada itu” Anggaran dana telah memadai dan tidak

menjadi penyebab rendahnya pemenuhan

pada elemen 1

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 1 tersebut?

“Ngga masalah. Bukan karena itu” Inventaris kantor telah memadai dan

tersedia di site sehingga tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 1

5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 1 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari

“Ya..karna mereka rekrut sendiri. Jadinya ya kaya

gitu”

Karena manajemen site berasal dari

perekrutan yang dilakukan oleh PT. ABC,

Page 192: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

176

rendahnya pemenuhan di elemen 1 tersebut? sehingga dalam melaksanakan

pemenuhan pada elemen 1, manajemen site mengacu kepada peraturan PT. ABC

B. ELEMEN 2: KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.

Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X pada tahun

2014?

“Ya sama jawabannya” Sama seperti hasil pada elemen sebelumnya, manajemen site ketika itu

dianggap kurang berpengalaman dan

tidak memiliki pengetahuan standar

mengenai SMK3

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site

dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X pada tahun 2014? Apakah menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?

“Iya. Ya emang itu masalah orang kok” Penyebab dari rendahnya pemenuhan

pada elemen 2 bersumber dari kelemahan pada unsur manusia, yaitu kurangnya

kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan di elemen 2

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?

“Hmm...ngga ada masalah kalo PT.Z sendiri. Kamu

kan pernah juga waktu magang terus lihat ke proyek A.

Di proyek A kamu lihat ada kesulitan dana ngga mereka untuk site nya? Ngga kan?”

Anggaran dana telah memadai dan tidak

menjadi penyebab rendahnya pemenuhan

pada elemen 2

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?

“Ngga ada masalah itu” Inventaris kantor telah memadai dan tersedia di site sehingga tidak menjadi

penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 2

5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 2 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari

rendahnya pemenuhan di elemen 2 tersebut?

“Nah jadi ini masalah orang sebenernya, bukan

masalah sistem”

Dalam cara pelaksanaan tidak terdapat

kelemahan. Penyebab rendahnya

pemenuhan di elemen 2 disebabkan karena unsur manusia

Page 193: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

177

C. ELEMEN 4: MANAJEMEN SUBKONTRAKTOR

No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.

Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 4:

manajemen subkontraktor di proyek X pada tahun 2014?

“Nah untuk yang ini kelihatannya ada yang salah.

Mereka langsung melakukan pengadaan di lapangan.

Akibatnya tidak terkontrol. Jadi..kenapa kemudian

CSMS nya lewat? Karna memang subkon yang tidak terkontrol”

Manajemen site langsung melakukan

pengadaan subkontraktor di site tanpa

melalui penilaian CSMS di home office

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 4: manajemen subkontraktor di proyek X

pada tahun 2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di

elemen 4 tersebut?

“Ee..jawabannya akan sama terus. Jadi ini, untuk tim PT.Z yang diturunkan asli dari PT.Z itu hanya 1 orang.

PM nya saja. Sedangkan yang lain-lainnya itu dari

lokal”

Sebagian besar karyawan (manajemen site) proyek X tidak berasal dari

rekomendasi home office, melainkan

berasal dari sekitar perusahaan

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 4 tersebut?

“Sama seperti jawaban sebelumnya” Anggaran dana telah memadai dan tidak

menjadi penyebab rendahnya pemenuhan

pada elemen 4

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 4 tersebut?

“Ngga ada masalah kalau itu mah” Inventaris kantor telah memadai dan

tersedia di site sehingga tidak menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 4

5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 4 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari

rendahnya pemenuhan di elemen 4 tersebut?

“Semuanya dari lokal. Akibatnya dia membawa

kebiasaan-kebiasaan dia yang lama. Kira-kira seperti

itu”

Dalam melaksanakan pemenuhan elemen

4, manajemen site dianggap kurang

disiplin dalam menaati peraturan PT. Z

D. ELEMEN 8: KOMUNIKASI

No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.

Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 8:

komunikasi di proyek X pada tahun 2014?

“Jadi..itu..gimana ya..tadi juga hampir sama semua

jawabannya”

Sama seperti jawaban pada elemen

sebelumnya, penyebab rendahnya

pemenuhan pada elemen 8 juga

disebabkan oleh kelemahan pada unsur

manusia

2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan di elemen 8: komunikasi di proyek X pada tahun

2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?

“Jadi, masalahnya hampir sama semua. Pertama,

orangnya adalah orang-orang yang bukan orang dari

PT.Z asli yang mendapatkan pembekalan yang tepat sebelum ke lapangan. Yang kedua adalah jadi disitu

Penyebab dari rendahnya pemenuhan

pada elemen 8 disebabkan karena unsur

manusia, yaitu kurangnya kompetensi yang dimiliki olehmanajemen site karena

Page 194: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

178

masalah kompetensi. Terus yang berikutnya adalah

orang ini mereka bekerja dia areanya PT.ABC. Aturan-aturan yang mereka ikuti adalah aturan PT.ABC.

Bukan aturan PT.Z akibatnya mereka tidak merasa

berkewajiban untuk mengikuti aturan-aturan yang

sudah kita bikin. Itulah masalah utamanya, jadi sudah tidak tahuaturannya disini seperti apa, trus mereka

juga tidak merasa sebagai orang PT.Z”

tidak mendapat pembekalan sebelum ke

lapangan dan kesalahan acuan peraturan yang digunakan oleh manajemen site

ketika itu

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?

“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran

dari PT. Z harus ada, anggaran dari PT.ABC nya

sendiri harus ada. Kenapa? Karna mereka juga punya

safety program kan. Dan mereka biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk ke dalam naggaran

proyek”

Anggaran dana telah memadai dan tidak

menjadi penyebab rendahnya pemenuhan

pada elemen 8

4. Bagaimana dengan ketersediaan inventaris kantor yang ada di site? Apakah

menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?

“Ngga lah kalau saya rasa itu ngga ada masalah” Inventaris kantor telah memadai dan

tersedia di site sehingga tidak menjadi

penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 8

5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 8 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 8 tersebut?

“Ya itu tadi..karna mereka tidak merasa sebagai orang

PT.Z, jadi mereka merasa tidak berkewajiban untuk mengikuti aturan kita”

Dalam melakukan pemenuhan pada

elemen 8, manajemen site

E. ELEMEN 9: TANGGAP DARURAT

No. Pertanyaan IP1 Hasil 1.

Bagaimana tanggapan Bapak mengenai rendahnya pemenuhan di elemen 9: tanggap darurat di proyek X pada tahun 2014?

“Ya. Jadi emergency drill nya ngga dilakukan. Alasannya mereka waktu itu mereka akan melakukan

emergency drill bersama-sama dengan PT.ABC, jadi

ngga dilakukan”

Penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9 disebabkan karena tidak

dilakukannya emergency drill.

Emergency drill baru akan dilaksanakan

di proyek X bersama-sama dengan jadwal

pelaksanaan emergency drill PT. ABC 2. Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam

melaksanakan pemenuhan di elemen 9: tanggap darurat di proyek X pada

tahun 2014? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen

9 tersebut?

“Kalo untuk jadi HSE Manager ya kurang. Jelas kurang. Itu yang ditugaskan disana jadi manager itu

kalau disini ya..paling jadi SI (Superintendent)”

Jika ditinjau dari kemampuan manajemen site, kompetensi yang dimiliki oleh

seorang HSE Manager di proyek X masih

dianggap tidak memenuhi kualifikasi

sebagai seorang manajer

Page 195: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

179

3. Bagaimana dengan anggaran dana yang tersedia di site? Apakah menjadi

penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 9 tersebut?

“Ngga ada masalah saya kira” Anggaran dana telah memadai dan tidak

menjadi penyebab rendahnya pemenuhan pada elemen 9

4. Bagaimana dengan ketersediaan perlengkapan emergency drill yang ada di site? Apakah menjadi penyebab dari rendahnya pemenuhan di elemen 9

tersebut?

“Karna mereka merasa PT.ABC yang mengkomando mereka untuk melakukan emergency drill, jadi mereka

ngga mempersiapkan itu. Mereka ngikut ke PT.ABC

semua”

Inventaris kantor telah memadai dan tersedia di site sehingga tidak menjadi

penyebab rendahnya pemenuhan pada

elemen 9

5. Bagaimana dengan cara pelaksanaan karyawan yang ada di site dalam

melaksanakan pemenuhan elemen 9 ketika itu? Apakah menjadi penyebab dari

rendahnya pemenuhan di elemen 9 tersebut?

“Jadi mereka ngga melakukan itu, PT.ABC lah yang

mengkomando mereka melakukan itu. Karna,

emergency commander nya menurut mereka adalah PT.ABC”

Dalam melaksanakan pemenuhan elemen

9, manajemen site mengacu dan lebih

menaati peraturan PT. ABC

Page 196: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

180

Lampiran 4

Matriks Wawancara Terhadap Informan Pendukung 2

No. Pertanyaan IP2 Hasil 1. Bisa Bapak ceritakan mengenai kronologi kejadian ini? “Jadi, pada saat Pre-Kualifikasi proyek x, itu tiba-tiba

proyek itu sudah award aja, sudah menang saja tanpa

memberikan informasi ke HO. Alesannya bahwa proyek

itu adalah proyek sambungan, proyek lanjutan istilahnya. Kemudian tiba-tiba ada masalah, baru

melapor ke HO, seperti masalah CSMS, masalah

prosedur. Menurut informasi yang beredar, bahwa Pak

ESN adalah manajer yang ditunjuk sama PT. ABC, menurut infonya. HO baru mengetahui itu setelah 5

bulan berjalan”

Pihak HO baru mengetahui kalau proyek

X tiba-tiba sudah berjalan. Alasannya

karena proyek X dianggap sebagai proyek

lanjutan (proyek dengan skala kecil). Setelah 5 bulan berjalan, pihak HO baru

mengetahui penunjukkan pak ESN

sebagai manager proyek X

1.

Bisa Bapak ceritakan mengenai asal-usul Pak ESN ini? “Pak ESN itu awalnya sebagai manager, yang ditunjuk

dari PT.ABC langsung, cuman karna kurang perform

kemudian juga tidak bisa menyamakan prosedur, baik

prosedur ataupun PPWI yang PT.Z punya. Makanya Pak JKS langsung mengambil keputusan, diutuslah pak

FR sebagai HSE Project Manager Proyek X. Jadi pada

saat P-Q proyek X, itu tiba-tiba proyek itu sudah award

aja, sudah menang saja tanpa memberikan informasi ke PT.Z (Home Office). Dia itu katanya titipannya

orang PT.ABC. Ternyata ngga bisa apa-apa. Tidak

bisa mengikuti dari policy sama prosedur PT.Z”

Pak ESN merupakan manajemen site

proyek X yang ditunjuk dari PT. ABC.

Karena manajemen site ketika itu tidak

dapat mengikuti peraturan PT. Z, pihak HO mengambil tindakan untuk mengganti

jabatan HSE Manager proyek X dengan

orang rekomendasi dari HO

2. Bisa Bapak ceritakan background Pak ESN? “Ngga tahu backgroundnya apa kita ngga ngerti orang

tiba-tiba dia menang kemudian tiba-tiba dia ditunjuk,

kemudian dia ngasih tahu kalau dia punya AK3U. Pernah datang ke corporate juga, pengen tahu Pak

JKS, dikenalin, dikasih tahu sama Pak JKS ini,

kemudian ada incident tidak dilaporkan ke corporate,

itu yang bikin masalah awalnya. Ada incident, tidak dilaporkan ke corporate, PT.ABC sebagai

itu..marah..‟kok kenapa ngga di report, gitu. Kenapa

ngga ada investigasi, ngga ada apa segala macem”

Pihak HO tidak mengetahui background

dari orang yang dianggap sebagai

rekomendasi dari PT. ABC

Page 197: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

181

3. Mengapa Home Office pada waktu itu tidak mengetahui ketika Pak ESN

menjabat sebagai HSE Manager di site?

“HO ngga tahu bahwa tiba-tiba sudah ada manager.

Harusnya manager itu atau Chief itu dari HO, dan yang menentukan adalah Pak JKS sebagai Senior HSE

Manager PT.Z”

Penunjukkan HSE Manager seharusnya

berasal dari HO dan ditentukan oleh Senior HSE Manager Corporate Pihak

HO seperti „kecolongan‟ atas peristiwa

masuknya Pak ESN sebagai HSE

Manager proyek X.

4. Bagaimana proses penunjukkan CM dan HSE Manager yang benar (sesuai

peraturan PT.Z)?

“Penunjukkan CM itu dari corporate, dari

Construction, ditunjuk Construction, dibawah SVP Operation. Kemudian, manager itu juga dari

corporate, untuk manager HSE, supaya bisa

menyamakan prosedur, policy, semuanya lah, apa aja

sih yang perlu dilaporkan, gitu”

Penunjukkan Construction Manager

semestinya ditunjuk oleh divisi Construction, sedangkan HSE Manager

semestinya ditunjuk oleh Senior HSE

Manager. Penunjukkan CM dan HSE

Manager proyek harus dilakukan atas rekomendasi PT. Z dengan tujuan agar

mereka dapat memahami kebijakan,

prosedur PT. Z untuk dijalankan di site

Page 198: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

182

Lampiran 5

Matriks Wawancara Terhadap Informan Kunci

No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana cara menentukan standar minimal skor audit internal

yang baik?

“Kalo dia based on PP 50 Tahun 2012, ya berarti

ikutin kriterianya. Kalo misalnya dia.., kan

kalo..anggaplah mereka dapet bendera emas, perak

gitu ya, tapi kita ngga usah bendera, anggaplah skornya baik, sedang, kurang baik. Nah misalnya, skor

yang paling rendah dibilang kurang baik, misalnya

gitu. Kemudian, skor yang sedang, levelnya perak

dibilangnya sedang, gitu. Trus yang emas, baik..gitu. Gitu aja, karna kan mereka standarnya udah jelas gitu,

based on PP 50 tahun 2012, gitu”

Cara menentukan standar minimal skor

audit internal yang baik ialah dengan

mengikuti aturan yang dijadikan sebagai

acuan seperti PP 50/2012 atau OHSAS misalnya

2. Menurut Ibu, bagaimana cara penentuan daftar periksa audit internal yang

baik?

“Kalo ada standarnya ya ikutin standarnya aja,

berdasarkan kriteria apa, gitu. Itu udah enak banget

kalo PP 50 tahun 2012 mah ikutin aja standar yang

ada di PP 50 2012 checklistnya, udah gampang kan”

Penentuan daftar periksa audit internal

yang baik adalah dengan mengikuti

standar yang digunakan sebagai acuan

seperti PP 50/2012 atau OHSAS misalnya

3. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai penunjukkan manajemen site yang terjadi

di proyek X?

“Kalo saya sih sebenernya..sekarang gini..kalo

misalnya orang yang di hire itu bagus, baik, ya ngga masalah yang penting dia perform, gitu kalo saya ya”

“Iya..ya mungkin.. itu udah menyalahi aturan lah ya,

gitu, aturan perusahaan. Cuman kalo dia perform, bagus, kenapa tidak? gitu...kalo saya ya”

Hal tersebut telah menyalahi aturan,

namun tidak masalah sepanjang kompetensi yang dimiliki dan hasil kerja

yang dilakukan orang tersebut kompeten

dan bagus

4. Menurut Ibu, bagaimana kriteria manajemen site yang baik? “Kalo itu kan udah ada di..sebenernya sih udah harusnya..ini ya, standarnya perusahaan udah punya

gitu ya, kalo saya sih, minimal dia mengerti sistem,

sistem manajemen K3. Itu standar minimal ya, gitu.

Dia tahu, mengerti, kemudian bagaimana cara implementasinya, kemudian dari sisi leadershipnya

(safety leadership) dia bisa memberikan contoh kepada

karyawan gitu, bahwa dia sebagai orang yang

bertanggungjawab terhadap safety ya dia harus menunjukkan itu, gitu.”

Kriteria manajemen site yang baik minimal mengerti mengenai sistem

(SMK3) dan memiliki safety leadership

yang baik

Page 199: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

183

5. Menurut Ibu, pengetahuan K3 apa saja yang minimal harus dimiliki oleh HSE

manager di site?

“Ya..minimal sistem dia paham lah. Soalnya kalo ngga

ngerti sistem, udah ribet urusannya”

HSE Manager di site minimal harus

mengerti sistem

6. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai kejadian “orang titipan” ini? Apakah hal

ini dapat/ sering terjadi di site?

“Dia berarti udah menyalahi aturan ini ya..aturan

rekrutmen pegawai ya berarti. Tapi kita liat dulu, dia punya prosedur rekrutmen ngga, gitu.”

Kejadian tersebut telah menyalahi aturan

dan prosedur rekrutmen PT. Z

7. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai kejadian “kesalahan acuan peraturan” ini? Apakah hal ini dapat/ sering terjadi di site?

“Harusnya sih ngga terjadi ya, karna kan itu ya..pemilihan sumber daya, gitu. Apalagi itu udah

menyalahi aturan, gitu. Aturannya ngga sesuai gitu

aturannya bilang gimana, yang dilakukannya seperti

apa, gitu. Itu udah menyalahi aturan, gitu”

“Hmm..tapi biasanya sih kalo SMK3 sih sama aja sih.

Beda-beda sih sebenernya ya. Mau pake standar

apapun ngga ngaruh sebenernya, sebenernya yaa, gitu. Makanya ngga terlalu berdampak...ngga terlalu

berpengaruh besar kalo kesalahan pemilihan standar

atau implementasi standar kalo menurut saya sih, gitu.

Tinggal implementasinya, jangan-jangan kalo dikasih standar apapun kalo implementasinya bolong ya

percuma, gitu”

Hal tersebut sudah menyalahi aturan PT. Z, namun seharusnya SMK3 nya bisa

sama walaupun beda aturan, yang

berbeda adalah pada implementasinya.

Jika orang yang mengimplementasikan SMK3 tersebut tidak familiar dengan

yang namanya SMK3, maka akan

berdampak pada hasil audit

8. Menurut Ibu, bagaimana cara perekrutan/ pemilihan manajemen site yang

baik?

“Rekrutmen manajemen site yang baik. Yaa ikutin

prosedur aja mulai dari tes tulis ya, kemudian psikotes,

wawancara, kemudian tes kesehatan, dia fit ngga, gitu”

Perekrutan yang baik ialah dengan

mengikuti prosedur yang telah ditetapkan

perusahaan

9. Menurut Ibu, inventaris kantor & material penunjang apakah yang minimal

harus tersedia di site?

“Ooh..yaa..komputer, printer, foto copy, scanner, terus

peralatan tulis, semuanya”

Minimal di site harus ada komputer,

printer, dan sebagainya

A. ELEMEN 1: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN

No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana cara sosialisasi kebijakan K3 yang baik di site? “Sosialisasi pada saat weekly meeting, bisa, atau pada

saat meeting berkala, atau toolbox meeting boleh,

kemudian bisa via email juga bisa, atau ditempel di papan pengumuman bisa. Apapun lah jenis

komunikasi”

Sosialisasi kebijakan K3 dapat dilakuakn

pada saat weekly meeting/ toolbox

meeting atau ditempel di papan pengumuman

2. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya dari pembentukan struktur

organisasi P2K3/ Safety Committee di site? “Eh..kalo kita liat peraturan Permenaker nomor 487

ya, kan itu jelas bahwa setiap perusahaan wajib

Berdasarkan peraturan nasional,

pembentukan P2K3 adalah wajib bagi

Page 200: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

184

membentuk P2K3. Nah perusahaan itu yang seperti

apa? Yang pertama adalah yang memiliki karyawan 100 orang atau lebih, yang kedua, kalau karyawannya

kurang dari 100 orang, tapi dia memiliki risiko tinggi

terjadi kebakaran, ledakan, dan sebagainya itu wajib

membentuk P2K3. Artinya ya kalo kita mau comply SMK3 ya kita comply juga segala peraturan-peraturan

pemerintah, dan kalau peraturannya memang sesuai

sama kita gitu. Kalau misalnya karyawan kita kurang

dari 100 orang tapi risiko kita tinggi yaa itu wajib, yaa harus disegerakan, gitu. Comply terhadap peraturan

yang dari peraturan perundang-undangan, gitu”

perusahaan dengan karyawan berjumlah

100 orang atau lebih serta perusahaan dengan risiko tinggi

B. ELEMEN 2: KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

No. Pertanyaan IK Hasil 1. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai “kurangnya koordinasi yang terjadi di

proyek X antara HO & site tersebut?

“Mungkin penunjukkan PIC nya yang ngga jelas kali?

Jadi kan harusnya siapa yang melakukan update harus

jelas, mendingan di set aja di prosedur yang melakukan

update adalah pihak HO, jelas berarti HO yang melakukan update. Atau, yang melakukan update

adalah HSE di site, berarti HSE di site melakukan

update. Nah gitu, jadi, karna belum ada pelemparan

tanggung jawab yang jelas, mereka jadi saling lempar”

Kurangnya koordinasi dapat disebabkan

karena penunjukkan PIC nya yang kurang

jelas, sehingga terjadi pelemparan

tanggung jawab antara HO dan site

2. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya mengenai ketersediaan HSE

Handbook di site?

“Oh..kalo memang ada di standarnya harus ada HSE

Handbook, yaudah berarti urgent lah, gitu. He eh..harus disegerakan kalo memang itu dibilang setiap

site HSE Handbook, berarti kalo emang udah dibilang

gitu yaudah itu harus disegerakan gitu kan karna itu

udah peraturan, gitu”

HSE Handbook menjadi urgent dan harus

disegerakan jika di dalam peraturan PT. Z menyebutkan hal demikian

3. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya melakukan gap analysis di site? “O..iya dong. Harus itu. Sebelum kita buat list/ daftar

peraturan-peraturan yang wajib kita patuhi, kita harus gap analysis dulu. Kita harus cari tahu dulu. Ini kira-

kira peraturan terkait sama perusahaan kita apa aja,

gitu. Untuk mengetahui nanti apa saja peraturan-

peraturan yang perlu kita patuhi, kalo gap analysis itu”

Gap analysis penting untuk mengetahui

peraturan-peraturan apa saja yang harus dipatuhi ketika sedang mengerjakan

proyek nantinya

Page 201: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

185

4. Menurut Ibu, bagaimana cara sosialisasi peraturan yang baik di site? “Yaa bisa induction tapi harus ada buktinya, terus

kemudian kalo saya sih lebih ke ini yaa..PP 50 tahun 2012 nya ditempel di area strategis, atau mading

misalnya gitu. Itu mungkin kalo ada orang yang iseng-

iseng baca, gitu”

Sosialisasi peraturan dapat dilakukan

melalui induction dengan disertai bukti serta dengan menempel peraturan di area-

area strategis

C. ELEMEN 4: MANAJEMEN SUBKONTRAKTOR

No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana cara me-manage subkontraktor yang baik? “Ya itu ikutin aja prosedurnya, kaya CSMS kan..mulai

dari..kualifikasi, terus seleksi, gitu”

Cara me-manage subkontraktor dengan

mengikuti prosedur yang sudah

ditentukan, ikuti aturan, alur dan prosesnya

D. ELEMEN 8: KOMUNIKASI

No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya dari pemasangan bendera K3 di

site?

“Pertama, pematuhan terhadap peraturan perundang-

undangan, yang kedua, karyawan atau tenaga kerja

akan lebih..mereka kan ngerasa „ooh perusahaan saya

udah aware nih terhadap K3‟. Peningkatan kesadaran diri terhadap K3 nya akan tumbuh. Kemudian

membuktikan bahwa kita komit terhadap peraturan

perundang-undangan atau persyaratan K3 atau

undang-undang terhadap K3”

Pemasangan bendera K3 ialah sebagai

bentuk kepatuhan, meningkatkan

kesadaran diri akan K3 serta

menunjukkan komitmen terhadap K3

2. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya dari ketersediaan papan statistik

kecelakaan di site?

“Statistik sih untuk ini ya..menilai performance kita,

gitu. Bahwa itu akan terlihat, kalau memang ada kecelakaan ya di update, gitu. Untuk melihat kinerja,

seberapa jauh kinerja yang sudah kita lakukan

terhadap K3”

Ketersediaan papan statistik di site

sebagai penunjuk performa/ kinerja karyawan terhadap K3

3. Menurut Ibu, bagaimana urgensi/ pentingnya melakukan pendokumentasian

terhadap daftar keluhan mengenai gangguan lingkungan sekitar proyek?

“Bisa kita melakukan improve (perbaikan). Kalau

memang ada gangguan, berarti kan ada keluhan, ya

kita lakukan perbaikan lah. Keluhannya apa nih misalnya, bunyi mesinnya bising sampai merugikan

masyarakat yaa harus kita lakukan perbaikan gitu.

Gimana caranya ngga bising, tidak merugikan

Pendokumentasian terhadap daftar

keluhan mengenai gangguan lingkungan

sekitar proyek bertujuan unutk melakukan improve (perbaikan)

Page 202: GAMBARAN PENYEBAB RENDAHNYA NILAI HSE (HEALTH

186

masyarakat gitu. Atau, debunya misalnya melampaui

batas, yaudah harus kita lakukan perbaikan”

E. ELEMEN 9: TANGGAP DARURAT

No. Pertanyaan IK Hasil 1. Menurut Ibu, bagaimana urgensi dari pelaksanaan emergency drill di site? “Pertama, itu sebagai pematuhan peraturan

perundang-undangan, karna di undang-undang dikatakan bahwa minimal pelatihan evakuasi itu

dilakukan satu kali di dalam setahun. Yang kedua, kita

bisa memberikan kesadaran kepada karyawan dan

pengetahuan, memberikan keterampilan bagaimana caranya menyikapi atau menangani jika terjadi kondisi

darurat di site. Sehingga mereka akan lebih aware

gitu, apa yang harus mereka lakukan pada saat terjadi

keadaan darurat”

Pelaksanaan emergency dril di site ialah

sebagai bentuk kepatuhan, meningkatkan kesadaran diri akan K3, meningkatkan

pengetahuan serta keterampilan pada

keadaan darurat

2. Menurut Ibu, bagaimana cara pelaksanaan emergency drill yang baik di site? “Cara pelaksanaan emergency drill yang baik yaa ikuti

prosedur yang ada, buat..ada timnya, kemudian skenarionya jelas mau apa, kemudian pelaksanaannya

gimana, pokoknya sesuai sama prosedurnya”

Pelaksanaan emergency dril yang baik

ialah dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan

3. Menurut Ibu, perlengkapan emergency drill apa saja yang minimal harus

tersedia di site?

“Perlengkapan emergency drill? Perlengkapan safety

udah jelas, P3K, APAR, Hydrant, segalam macem,

kemudian fire alarm, sistemnya harus ada, harus jelas,

gitu sih pokoknya peralatan safety nya harus ada, minimal”

Perlengkapan emergency dril mencakup

P3K, APAR, Hydrant, dan sebagainya