32
GAGAL GINJAL KRONIK 1.Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². 2.Etiologi Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesia renal registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.

Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Defenisi, Etiologi, Epidemologi, Patogenesis, dll.

Citation preview

Page 1: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

GAGAL GINJAL KRONIK

1.Definisi

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi

selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda

kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal,

diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi

glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².

2.Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesia renal

registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),

hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal

yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan

gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus Berdasarkan sumber

terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal

sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal

terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus

eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan

secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau

keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal

seperti dialysis.

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo

(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Page 2: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus

dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari

akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang

air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut

dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang

tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga

hipertensi renal.

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan

atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada

keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal,

baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,

kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal

polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.

Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik

dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar

baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini

dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah

dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal

polikistik dewasa.

3. Faktor risiko

Page 3: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes

melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50

tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,

dan penyakit ginjal dalam keluarga.

4. Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus

meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini

menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat

berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal

kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah

adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik

yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi

nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan

menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang

lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu

siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.

5. Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:

kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan

neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat

bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin

kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual

Page 4: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah

yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus

halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang

setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa

hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya

hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis

dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan

hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal

kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva

menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa

pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder

atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal

ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya

kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit

muka dan dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai

pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan

selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera

dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental

berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga

sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini

Page 5: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan

tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal

jantung.

6. Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran

berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin

dan khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi

GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat

memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan

objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas

dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal

ginjal.

Page 6: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan

derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan

perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup

memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan

imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan

pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal

ginjal (LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,

yaitu:

1) Diagnosis etiologi GGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,

ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi

antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).

2) Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan

ultrasonografi (USG).

7. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya

pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit

Page 7: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah

tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian

gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan

aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

8. Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit.

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif

nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung

dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Page 8: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi

darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan

utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain

adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang

harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh

terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan

memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu

indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam

indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan

Page 9: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic

Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu

LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan

astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya

dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-

kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang

diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang

14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi

medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65

tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem

kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami

perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,

pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual

urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan

co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat

intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang

jauh dari pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80%

faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali.

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

Page 10: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

GAGAL GINJAL AKUTDefinisi

Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari.

Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan non oligurik. Definisi oliguria adalah < 240 ml/m2/hari. Pada neonatus dipakai kriteria < 1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik ditemukan diuresis 1-2 ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan ini sering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain aminoglikosida

Page 11: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Klasifikasi Etiologi

1.GGA prarenal a. Hipovolemia -Perdarahan -Kehilangan cairan melalui GIT seperti muntah dan diareb. Penurunan volume vaskular efektif -Sepsis akibat vasodilatasi -Luka bakar, trauma akibat pengumpulan cairan di ruang ketiga -Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia dan edema yang hebat c. Penurunan cardiac output -Gagal jantung -Kardiomiopati -Pasca bedah jantung

2. GGA renal / intrinsik a. Kelainan vaskular intrarenal -Sindrom hemolitik uremik (trias anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, gagal ginjal akut) -Trombosis arteri/vena renalis - Vaskulitis misalnya pada poliarteritis nodosa, purpura Schonlein Henoch Pupura Henoch Schonlein adalah vaskulitis sistemik pembuluh darah kecil akibat reaksi imunologis, yang secara primer menyerang kulit, saluran cerna, sendi, & ginjal. b. Glomerulonefritis - Pasca streptokokus - GN kresentik: idiopatik dan sindrom Goodpasture

c. Nefritis interstisial -Obat -Infeksi -Pielonefritis

d. Kerusakan tubulus -Nekrosis tubular akut Tipe iskemik: GGA prarenal yang berlangsung lama Tipe nefrotoksik: obat aminoglikosida, hemoglobinuria, mioglobinuria

e. Anomali Kongenital ginjal -Agenesis ginjal -Ginjal polikistik

Page 12: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

-Ginjal hipoplastik -displastik 3. GGA pascarenal (uropati obstruktif) a. Kelainan kongenital- Katup uretra posterior - Obstruksi ureter bilateral pada hubungan ureterovesika b. Didapat -Batu atau bekuan darah bilateral -Kristal asam jengkol -Asam urat

c. Tumor

Patofisiologi 1. GGA prarenal

Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun, curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi GGA renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat dengan atau tanpa diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak.

Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, di mana terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya adalah penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, yang semuanya adalah karakteristik dari GGA prarenal. Penyebab tersering GGA prarenal

Page 13: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

pada anak adalah dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom nefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung.

2. GGA renal Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi

menjadi beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali kongenital. Tubulus ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah penyebab tersering dari GGA renal.

Kelainan Tubulus ( Nekrosis Tubular Akut / NTA) NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat pada

GGA. Bentuk nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami nekrosis masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia, kerusakan terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal tubulus (tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis dehidrasi, sindrom nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia perinatal, sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat karbon tetraklorida, hemoglobin, atau mioglobinuria, obat aminoglikosida. Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa mekanisme yang dianggap berperan adalah perubahan hemodinamik intrarenal, obstruksi tubulus oleh sel dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat tubulus melalui dinding tubulus yang rusak masuk ke jaringan interstisial dan peritubular. Pada GGA aliran darah ginjal menurun 40-50%, daerah korteks lebih terkena daripada medula. Beberapa mediator diduga berperan sebagai penyebab vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya vasodilator prostaglandin, stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin.

Kelainan Vaskular Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis

atau vaskulitis. Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang mengalami kateterisasi arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan kelainan jantung bawaan sianotik. Pada anak besar kelainan vaskular yang menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom Hemolitik Uremik (SHU). SHU adalah penyebab GGA intrinsik tersering yang dikarenakan kerusakan kapiler glomerulus; paling sering

Page 14: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

menyertai suatu episode gastroenteritis yang disebabkan oleh strain enteropatogen Escherichia coli (0157:H7).

Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin yang tampaknya diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel endotel. Pada SHU terjadi kerusakan sel endotel glomerulus yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombosit-fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel darah merah eritrosit yang melalui jaring-jaring fibrin dan obliterasi kapiler glomerulus, kelainan ini disebut mikroangiopati. Kelainan vaskular yang lain yang dapat terjadi adalah vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal karena terjadi peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh darah dan penurunan permukaan filtrasi.

Kelainan Glomerulus GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada: oGlomerulonefritis Akut Pasca Streptokok (GNAPS) oGlomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit) oGlomerulonefritis kresentik idiopatiko Sindrom Goodpasture

Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya kapiler-kapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler sendiri.

Kelainan interstisial Ditemukan pada: oNefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil atau pemakaian obat-obatan oPielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai sepsis.

Anomali kongenital Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah: oAgenesis ginjal bilateral oGinjal hipoplastik oGinjal polikistik infantil Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron sedikit atau tidak ada sama sekali.

3. GGA pascarenal Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah

obstruksi pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Kelainan kongenital yang paling

Page 15: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

sering menyebabkan GGA pascarenal adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.

Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin sedikit kemungkinan LFG untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin dapat mengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan permanen pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari GGA prarenal dan GGA renal/intrinsik. 4. GGA pada Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Salah satu yang harus dicari dan disingkirkan dalam menghadapi pasien GGA adalah apakah pasien tidak menderita GGA pada GGK atau bahkan suatu gagal ginjal terminal. GGA pada GGK terjadi apabila pasien GGK mengalami diare akut dengan dehidrasi, infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih. Untuk mencari kedua kemungkinan tersebut maka perlu ditanyakan riwayat dan gejala penyakit gagal ginjal kronik sebelumnya, antara lain: a.Apakah ada riwayat atau gejala penyakit ginjal sebelumnya seperti hematuria, bengkak, sering sakit kencing, dll. b.Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ginjal yang membuat kita berpikir ke arah nefropati herediter misalnya; Sindrom Alport, ginjal polikistik, dll. c.Adanya hambatan pertumbuhan

Page 16: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

d.Bila pasien hipertensi, apakah ada tanda-tanda retinopati hipertensif kronik e.Adanya anemia berat juga merupakan tanda dari GGK, akan tetapi penilaian harus hati-hati, karena prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi, dan adanya hemodilusi pada pasien GGA yang mendapat pemberian cairan berlebih sebelumnya f.Bila perlu dilakukan bone survey untuk menemukan tanda osteodistrofi ginjal. g.Pemeriksaan radiologi ginjal (USG, foto polos abdomen) untuk melihat pengerutan kedua ginjal dan hidronefrosis bilateral lanjut. Gejala Klinis

Gejala klinis yang berhubungan dengan GGA adalah: pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi, muntah, letargi, dan pernapasan Kussmaul karena terjadi asidosis metabolik. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan (overload) cairan berupa sesak napas akibat gagal jantung kongestif dan edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dengan atau tanpa melena akibat gastritis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma. GGA dapat bersifat non-oligurik, yang sukar dideteksi pada saat awal kalau tidak dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin darah pada pasien yang dicurigai misalnya pada pasien yang mendapat obat nefrotoksik.

Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan melalui: Anamnesis

Pada neonatus, GGA dicurigai bila bayi tidak kencing dalam 24-48 jam post partum. Riwayat muntaber 1-2 hari sebelumnya menunjukkan ke arah GGA prarenal. Sakit tenggorokan 1-2 minggu sebelumnya atau adanya koreng-koreng di kulit disertai riwayat kencing merah menunjukkan ke arah GNA Pasca Streptokokus. Jika ada riwayat sering panas, ruam kulit, dan arthritis, maka hal tersebut menunjukkan ke arah SLE atau vaskulitis. Pemakaian obat sebelumnya perlu diteliti untuk mencari adanya obat nefrotoksik sebagai penyebab GGA. Perlu juga ditanyakan apakah mengkonsumsi jengkol beberapa hari sebelumnya yang disertai kencing darah dan nyeri untuk mencari kemungkinan GGA pascarenal oleh karena keracunan jengkol. Selain itu, riwayat infeksi saluran kemih dan keluarnya batu dapat menunjukkan kemungkinan GGA pascarenal.

Pemeriksaan Fisik

Page 17: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma bila GGA telah berlangsung lama. Pasien umumnya menunjukkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul) karena asidosis metabolik. Pada pasien GGA berat dapat ditemukan sesak napas hebat karena gagal jantung atau edema paru. Hipertensi sering ditemukan akibat adanya overload cairan. Tanda-tanda dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab GGA prarenal. Bila ditemukan oliguria, takikardia, mulut kering, hipotensi ortostatik maka kemungkinan terjadi GGA prarenal. Perlu juga dicari tanda-tanda penyakit sistemik multiorgan seperti SLE. Pembesaran ginjal dapat ditemukan bila penyebabnya adalah ginjal polikistik atau multikistik displastik atau hidronefrosis. Retensi urin dengan gejala vesika urinaria yang teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan di bawah vesika urinaria antara lain katup uretra posterior.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan hematologi, analisis gas darah, urinalisis, indeks urin, fraksi ekskresi natrium (FENa), pemeriksaan radiologis, dan biopsi ginjal.Hematologi Penurunan Hb dan kelainan hitung sel darah: a.Hb dan hitung retikulosit menurun Hal tersebut terjadi karena anemia akibat kehilangan darah atau hemolisis b.Hitung leukosit dan hitung jenis eosinofil meningkat Peningkatan leukosit menunjukkan tanda-tanda sepsis, sedangkan hitung eosinofil tinggi menandakan nefritis interstisial akut. c.Hitung trombosit menurun Trombositopenia menunjukkan SHU, sepsis berat, dan DIC

Kimia Darah 1.Peningkatan kadar kreatinin dan ureum Pada GGA, terjadi peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari dan peningkatan kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari. 2.Gangguan keseimbangan elektrolit a.Hiperkalemia

Hiperkalemia dengan perubahan EKG dapat berakibat disritmia. Oleh karena itu, harus digunakan monitor jantung. b.Hiponatremia

Pada GGA oligurik, kehilangan Na tidak banyak, kecuali ada kehilangan berarti melalui GIT. Pada GGA non-oligurik, penting untuk mengukur kadar Na urin untuk memastikan pemberian terapi pengganti Na yang akurat. Hiponatremia paling sering ditemukan pada GGA, dan

Page 18: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

kebanyakan sekunder akibat kelebihan cairan dibandingkan kehilangan natrium. Hiponatremia bermakna (<120 mmol/l) dan hipernatremia bermakna (>160 mmol/l) dapat menyebabkan gangguan neurologik seperti kejang, ensefalopati, dan perdarahan intraserebral.

c.Hipokalsemia Anak dengan GGA dapat terjadi hipokalsemia walaupun umumnya

asimtomatik. Pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis atau hiperkalemia dapat menurunkan kadar ion kalsium, sehingga menyebabkan gejala tetani. d.Hiperfosfatemia

Penimbunan asam fosfat menyebabkan hiperfosfatemia, sehingga kadar ion kalsium serum turun, lalu merangsang paratiroid untuk meningkatkan produksi hormon supaya ekskresi fosfat meningkat lagi.

Analisis Gas Darah Gangguan keseimbangan asam basa Pada GGA, terjadi peningkatan

ion hidrogen dalam darah karena ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresi ion hidrogen dan terjadi peningkatan laju produksi hidrogen, sehingga menyebabkan asidosis metabolik.

Urinalisis Pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya karena banyak

membantu diagnosis etiologi, jika perlu dengan kateterisasi. Pemeriksaan urin dilakukan sebelum pemberian diuretika. Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan non oligurik. Definisi oliguria adalah < 240 ml/m2/hari. Pada neonatus dipakai kriteria <1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik ditemukan diuresis 1-2 ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan ini sering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain aminoglikosida. Adanya hematuria menunjukkan GGA renal atau pascarenal. Urin yang berwarna merah kecoklatan menunjukkan adanya glomerulonefritis akut. Warna urin merah muda menunjukkan adanya hemoglobinuria akibat hemolisis atau mioglobinuria akibat rhabdomiolisis. Bila pada pemeriksaan berat jenis ditemukan BJ urin >1.020 kemungkinan penyebabnya GGA prarenal. Pada pasien GNA ditemukan proteinuria dan hematuria mikroskopik yang banyak, tetapi pada GGA prarenal dapat juga ditemukan proteinuria + atau ++ dan hematuria minimal + atau ++. Pada nefritis interstisial ditemukan eosinofiluria. Pada GGA prarenal dapat ditemukan juga silinder hialin atau granular halus. Silinder granular kasar atau silinder eritrosit ditemukan pada glomerulonefritis dan silinder yang mengandung sel tubulus didapatkan pada nekrosis tubular akut.

Page 19: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Indeks Urin Pemeriksaan indeks urin dilakukan untuk membedakan GGA

prarenal dan GGA renal. Dasar pemeriksaan ini adalah dengan melihat integritas fungsi tubulus ginjal. Pada GGA prarenal didapatkan: fungsi reabsorpsi tubulus masih baik, sehingga didapatkan urin yang pekat, BJ urin tinggi (>1.020) dan osmolalitas tinggi (>400 mOsm/kg). Pada GGA renal karena ada kerusakan tubulus maka: urin tidak pekat lagi, BJ urin rendah (<1.020), osmolalitas urin rendah (<400 mOsm/kg). Pemeriksaan osmolalitas urin lebih baik daripada berat jenis urin karena sedikit dipengaruhi oleh kadar protein, glukosa, zat kontras radiologik, dan manitol yang banyak berpengaruh pada pemeriksaan berat jenis urin. Sejalan dengan pemeriksaan BJ dan osmolalitas urin, karena daya reabsorpsi tubulus terganggu maka penyerapan natrium urin juga terganggu, hingga kadarnya pada GGA renal juga tinggi >40 mEq/L sedangkan GGA prarenal rendah yaitu <20 mEq/L.

FENa Pemeriksaan Fraksi Ekskresi Natrium (FENa) yaitu fraksi filtrasi Na

yang diekskresi dalam urin pada GGA prarenal rendah yaitu <1% menunjukkan 99% Na direabsorpsi di tubulus, sedangkan pada GGA renal tinggi yaitu >2% menunjukkan kemampuan reabsorpsi Na berkurang. FENa sebaiknya diperiksa sebelum diberi diuretika. Rumus perhitungan FENa adalah : FENa = Klirens Na = UNa/PNa = UNa X PKr x 100 Klirens kreatinin UKr/PK PNa X UKr

UNa = Natrium urin PNa = Natrium plasma UKr = Kreatinin urin PKr = Kreatinin plasma

Selain itu, untuk membedakan GGA prarenal dan renal dapat dipakai perbandingan rasio ureum / kreatinin darah. Pemeriksaan ini juga didasarkan pada fungsi reabsorpsi tubulus. Pada GGA prarenal ureum akan banyak direabsorpsi tubulus masuk kembali ke dalam darah, sedangkan kreatinin memang tidak sireabsorpsi tubulus hingga rasio ureum / kreatinin > 20:1 (Normal 20:1). Dari hasil pemeriksaan didapatkan U/P ureum GGA prarenal: >20 dan GGA renal <3, sedangkan U/P kreatinin GGA prarenal > 40, GGA renal <20.

Pemeriksaan Radiologis Tujuan pemeriksaan radiologik pada GGA:

Page 20: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

1.Menentukan apakah kedua ginjal memang ada 2.Menentukan besarnya ginjal 3.Menyingkirkan adanya obstruksi pada saluran kemih 4.Melihat apakah aliran darah ginjal cukup adekuat

USG adalah pemeriksaan yang penting dan bila mungkin selalu dilakukan pada GGA. Ketiga tujuan di atas bisa dilihat dengan USG. Pemeriksaan pielografi intravena tidak dianjurkan karena zat kontras dapat memperburuk kerusakan parenkim ginjal. Untuk mengevaluasi aliran darah dapat dilakukan skan radionuklir Te99 DTPA di mana pemeriksaan ini dapat menentukan kedua fungsi ginjal secara terpisah. Selain mengevaluasi keadaan ginjal, perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya pembesaran jantung dan edema paru sebagai tanda kelebihan cairan. Selain itu, bila dicurigai adanya GGA pada GGK, dapat dilakukan pemeriksaan foto tangan untuk melihat osteodistrofi ginjal yang menyokong ke arah GGK.

Biopsi Ginjal Biopsi ginjal dilakukan hanya pada keadaan khusus saja yaitu

apabila dicurigai adanya glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial.

Tata Laksana GGA prarenal

Pengukuran tekanan vena sentral (CVP =Central Venous Pressure dilakukan untuk membantu menentukan adanya hipovolemia. CVP normal = 6-10 cmH2O. Bila CVP <5 cmH2O menunjukkan adanya hipovolemia. CVP juga dipakai untuk memantau hasil pengobatan, apakah cairan yang telah diberikan telah mencukupi. Pada GGA prarenal terapi diberikan sesuai etiologinya. Pada gastroenteritis dehidrasi diberikan Ringer Laktat atau Darrow glukosa sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah. Syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipovolemia diberikan infus albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas sebabnya sebaiknya diberikan Ringer Laktat 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Biasanya terjadi diuresis setelah 2-4 jam pemberian terapi rehidrasi. GGA pascarenal

Bila ditemukan GGA pascarenal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi obstruksi dengan pielografi antegrad atau retrograd. Pada bayi dengan katup uretra posterior, dapat dipasang kateter di vesika urinaria agar diuresis dapat terjadi dan obstruksi dihilangkan sementara. Pada obstruksi di atas vesika urinaria bilateral, tindakan awal perlu dilakukan nefrostomi segera untuk mengeluarkan urin dan perbaikan keadaan

Page 21: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

umum, menunggu tindakan definitif dapat dilakukan. Terapi bedah dilakukan untuk mengatasi kelainan/penyebab pascarenalGGA renal

Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan homeostasis tubuh sambil menunggu ginjal berfungsi kembali. Pemantauan yang perlu ialah: 1.Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung 2.Pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit 3.Darah ureum dan kreatinin 4.Elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat 5. Analisis gas darah 6.Protein total dan albumin 7.Pengukuran diuresis berkala

Terapi GGA renal dapat dibagi dua yaitu: 1.Terapi konservatif 2.Tindakan dialisis

Terapi Konservatif 1.Terapi cairan dan kalori

Balans cairan yang baik yaitu bila berat badan tiap hari turun 0,1-0,2%. Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan Insensible Water Loss (IWL) + jumlah urin 1 hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar dengan muntah, feses, selang nasogastrik, dll dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1oC sebanyak 12 % berat badan. Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu sebagai berikut: Berat badan 0-10 kg : 100 kal/kgBB/hari 12-20kg : 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari di atas 10 kgBB >20 kg : 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari di atas 20 kgBB Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut: Neonatus = 50 ml/kgBB/hari Bayi <1 tahun = 40 ml/kgBB/hari Anak <5 tahun = 30 ml/kgBB/hari Anak >5 tahun = 20 ml/kgBB/hari Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah diberikan infus. Jenis cairan yang dipakai ialah: Pada penderita anuria : glukosa 10-20% Pada penderita oligouria : glukosa (10%)-NaCl = 3:1 Bila dipakai vena sentral dapat diberikan larutan glukosa 30-40%. Jumlah kalori minimal yang harus diberikan untuk mencegah katabolisme ialah 400 kal/m2/hari. Bila terapi konservatif berlangsung lebih dari 3 hari harus juga dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian protein kemudian dinaikkan sesuai dengan jumlah diuresis.

2.Asidosis

Page 22: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis gas darah yaitu:

BE x BB x 0,3 (mEq)Atau kalau hal ini tidak memungkinkan maka dapat diberikan

koreksi buta 2-3 mEq/kgBB/hari setiap 12 jam. Baiknya diberikan natrium bikarbonat ketika pH darah di bawah 7,25. Efek samping dari natrium bikarbonat di antaranya hipernatremia dan hipertensi. Anak yang asidosisnya refrakter dan anak yang mengalami efek samping pemberian natrium bikarbonat baiknya diterapi dialisis. Nutrisi yang baik menurunkan laju produksi asam endogen.

3.Hiperkalemia Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa

membahayakan jiwa penderita akibat efek kardiotoksik. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation exchange resin (Resonium A) 1 mg/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mEq/L atau ada kelainan EKG (berupa gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS) atau aritmia jantung perlu diberikan: Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 menit

Bila hiperkalemia tetap ada, diberikan glukosa 0,5 g/kgBB per infus selama 30 menit ditambah insulin 0,1 unit/kgBB atau 0,2 unit/g glukosa sambil menyiapkan dialisis. Glukonas kalsikus tidak menurunkan kadar K serum tetapi menstabilkan membran sel jantung. Na bikarbonat menurunkan H+ serum sehingga H+ keluar dari sel dan K+ masuk ke dalam sel. Insulin mendorong glukosa bersama K+ masuk ke dalam sel. Untuk penanggulangan hiperkalemia juga dapat diberikan salbutamol 5 mg/kg BB i.v selama 15 menit atau dengan nebulizer 2,5-5 mg. Yang sering dipakai ialah nebulizer salbutamol karena onset kerja cepat dan aman. Salbutamol bekerja dengan memindahkan kalium ekstraselular ke intraselular.

4.Hiponatremia Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian

cairan yang berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai dengan gejala serebral atau kadar Na <120 mEq/L, maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mEq/ml) dalam 1-4 jam. Pemberian Natrium dapat dihitung dengan rumus: Na (mmol) = (140 – Na) x 0,6 x BB diberikan hanya separuhnya untuk

Page 23: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cukup sampai natrium serum 125 mEq/L sehingga pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB.

5.Tetani Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan

glukonas kalsikus 10% i.v. 0,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumat kalsium oral 1-4 gram/hari. Untuk mencegah terjadinya tetani akibat koreksi asidosis dengan bikarbonas natrikus, maka sebaiknya diberikan glukonas kalsikus i.v. segera sebelum diberikan pemberian alkali. Asidosis mencegah terjadinya tetani karena meningkatkan kadar kalsium ion. Koreksi asidosis menurunkan kadar ion kalsium dan menimbulkan gejala tetani. 6.Hiperfosfatemia

Bila kadar fosfor meningkat dalam darah, perlu diberi obat pengikat fosfat per oral yaitu kalsium karbonat 50 mg/kgBB/hari. Kalsium karbonat selain itu juga dapat bersifat antasid dan menambah kadar kalsium darah yang berguna pada pasien gagal ginjal. 7.Kejang

Bila terjadi kejang dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB i.v. lalu dilanjutkan dengan dosis rumat luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenilhidantoin 8 mg/kgBB. Kejang pada GGA dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia atau karena hipertensi atau uremia. 8.Anemia

Transfusi dilakukan bila kadar Hb <6 g/dL atau Ht <20%. Sebaiknya diberikan packed red cells (10 ml/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume darah dengan tetesan lambat 4-6 jam (±10 tetes/menit). Pemberian transfusi darah yang terlalu cepat dapat menambah beban volume dengan cepat dan menimbulkan hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema paru. 9.Hipertensi

Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip atau nifedipin sublingual (0,3 mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5 mg/kgBB/menit. 10.Edema paru

Edema paru merupakan hal yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat, sebagai tindakan percobaan dapat diberikan furosemid i.v. 1 mg/kgBB disertai dengan torniket dan flebotomi. Di samping itu dapat diberikan morfin 0,1 mg/kgBB. Bila tindakan tersebut tidak memberi hasil yang efektif dalam waktu 20 menit, maka dialisis harus segera dilakukan.

Page 24: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

11.Asam urat serum Asam urat serum dapat meningkat sampai 10-25 mg%, kadang-

kadang sampai 50 mg%. Untuk itu perlu diberi alupurinol dengan dosis 100-200 mg/hari pada anak umur <8 tahun dan 200-300 mg/hari di atas 8 tahun. 12.Infeksi

Komplikasi infeksi sering merupakan penyebab kematian pada GGA. Bila timbul infeksi, harus segera diberantas dengan antibiotik yang adekuat. Pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik sedapat mungkin dihindarkan. Dosis antibiotika harus disesuaikan dengan sifat ekskresinya.

Tindakan DialisisIndikasi dialisis pada anak dengan GGA: 1.Kadar ureum darah > 200 mg% 2.Hiperkalemia >7,5 mEq/L 3.Bikarbonas serum < 12 mEq/L 4.Adanya gejala overhidrasi: edema paru, dekompensasi jantung, dan hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat. 5.Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran menurun sampai koma.

Komplikasi dan Penanganan Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya

gagal ginjal kronik, infeksi, dan sindrom uremia. Untuk gagal ginjal kronik, terapi sesuai tatalaksana GGK pada umumnya, bila sudah parah dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal. Komplikasi infeksi sering merupakan penyabab kematian pada GGA, dan harus segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat. Bila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom uremia ditangani secara simtomatik. Indikasi Perujukan

GGA perlu segera dirujuk jika manifestasi klinis penderita berat (kejang, kesadaran menurun), sudah ada komplikasi, atau perlu dilakukan tindakan dialisis.

Prognosis Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebab,

umur pasien, dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada GGA yang disebabkan oleh sepsis, syok kardiogenik, dan operasi jantung terbuka,

Page 25: Gagal Ginjal Kronik Dan Akut

angka kematiannya di atas 50%. Tetapi pada GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik, dan nefrotoksik berkisar antara 10-20%. Pasien GGA non-oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin yang lebih tinggi daripada GGA oligurik, sehingga air, metabolit nitrogen, dan elektrolit lebih banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih sedikit, periode azotemia lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialisis dan mortalitas lebih rendah. Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebabnya prarenal, nekrosis tubular akut, nefropati asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi ginjal akan kembali normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif cepat, trombosis vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya tidak dapat pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.