15
Flow Cytometry A. Flow Cytometry 1. Sejarah perkembangan flow cytometry Pada 1934, Moldavan pertama kali memperkenalkan alat hitung sel darah otomatik dengan metode flow through. Kemudian, pada 1950 dikomersialkan alat dengan metode impedansi, tetapi masih menggunakan pengenceran bahan di luar alat. Sepuluh tahun kemudian, pengenceran tidak dilakukan di luar alat, tapi secara otomatis. Pada 1953, Crossland and Taylor memperkenalkan teknik penghitungan sel darah, di mana sel dialirkan dalam saluran tunggal, menggunakan bahan cair sebagai laminar sheat flow, dan sel diperiksa dengan metode pendar cahaya. Pada 1965, diperkenalkan pengukuran sel dengan pendar cahaya yang ditangkap oleh detektor di lebih dari satu sudut dan menggunakan sinar dengan intensitas kuat, yaitu sinar laser. Sinar ini oleh sel itu dapat dipantulkan, dibias, bahkan tembus ke dalam sel, sehingga dapat mendeteksi intrasel. Metode flow cytometry terus berkembang dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan metode flow cytometry menggunakan label fluoresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraselular, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel. 2. Definisi dan prinsip kerja flow cytometry

GADO-GADO Flow Cytometry

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat chf

Citation preview

Flow Cytometry

A. Flow Cytometry

1. Sejarah perkembangan flow cytometryPada 1934, Moldavan pertama kali memperkenalkan alat hitung sel darah otomatik dengan metode flow through. Kemudian, pada 1950 dikomersialkan alat dengan metode impedansi, tetapi masih menggunakan pengenceran bahan di luar alat. Sepuluh tahun kemudian, pengenceran tidak dilakukan di luar alat, tapi secara otomatis.

Pada 1953, Crossland and Taylor memperkenalkan teknik penghitungan sel darah, di mana sel dialirkan dalam saluran tunggal, menggunakan bahan cair sebagai laminar sheat flow, dan sel diperiksa dengan metode pendar cahaya.

Pada 1965, diperkenalkan pengukuran sel dengan pendar cahaya yang ditangkap oleh detektor di lebih dari satu sudut dan menggunakan sinar dengan intensitas kuat, yaitu sinar laser. Sinar ini oleh sel itu dapat dipantulkan, dibias, bahkan tembus ke dalam sel, sehingga dapat mendeteksi intrasel.

Metode flow cytometry terus berkembang dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan metode flow cytometry menggunakan label fluoresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraselular, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel.

2. Definisi dan prinsip kerja flow cytometryFlow cytometry adalah metode pengukuran (metri) jumlah dan sifat-sifat sel (cyto) yang dibungkus oleh aliran cairan (flow) melalui celah sempit yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel maupun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih probe. Oleh karena itu, instrumen dapat mengidentifikasi setiap jenis aktivitas sel dan menghitung jumlah masih-masing dalam suatu populasi campuran.

Setiap sel yang melewati berkas sinar laser akan menyebabkan sinar laser terpencar (scattered) ke dua arah, yaitu forward scatter (FSC) yang pararel dengan arah sinar dan side scatter (SSC) yang arahnya tegak lurus pada arah sinar laser. Besarnya FSC berbanding lurus dengan atau menggambarkan volume atau ukuran sel. Sel yang mati (walaupun penampakan mikroskopis sebaliknya), terlihat lebih kecil dibanding sel hidup. Sel darah merah juga berbeda dengan sebenarnya, umumnya lebih kecil dari semua sel darah. Adapun SSC ditentukan oleh morfologi dan emisi sinar fluoresen yang dipancarkan oleh fluorokrom yang digunakan untuk mewarnai sel. Sinyal-sinyal itu dikonversikan menjadi angka digital dan diperlihatkan pada suatu histogram yang dapat dianalisis untuk memperoleh informasi tentang karakteristik sel bersangkutan.

Gambar 1. Pancaran sinar laser saat sel melewati berkas sinar laser

Untuk identifikasi antigen, dapat digunakan berbagai zat pewarna fluorokrom. Fluorokrom merupakan suatu senyawa fluoresein yang dapat berpendar saat mengalami eksitasi oleh sinar dengan panjang gelombang tertentu. Berikut beberapa fluorokrom yang sering digunakan dalam flow cytometry, yaitu fluorescein isothyocyanate (FITC) yang memancarkan sinar hijau-kuning dengan emisi 519 nm, 4,6-Diamidino 2-Phenylinidole (DAPI) dengan emisi 455 nm, propidium iodide (PI) dengan emisi 617 nm dan phycoeritrin (PE) yang memancarkan sinar merah-orange dengan emisi 578 nm.

3. Kegunaan flow cytometryFlow cytometry merupakan sebuah metode yang secara luas digunakan untuk meneliti ekspresi permukaan sel dan molekul sellular, menggolongkan dan mendeskripsikan tipe sel yang berbeda dalam populasi sel yang heterogen, menaksirkan kemurnian subpopulasi yang terisolasi, dan menganalisis ukuran dan jumlah sel.

Flow cytometry dengan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FACS) memiliki aplikasi dalam sejumlah bidang, termasuk biologi molekuler, patologi, imunologi, biologi tanaman, dan biologi kelautan. Beberapa di antaranya, meliputi:

a. Analisis dan pemisahan subpopulasi limfosit dengan menggunakan antibodi monoklonal terhadap antigen permukaan yang diberi label dengan zat warna fluorokrom.

b. Pemisahan limfosit yang memproduksi berbagai kelas imunoglobulin dengan menggunakan antibodimonoklonal terhadap kelas dan subkelas Ig spesifik dan tipe L-chain.

c. Memisahkan sel hidup dari sel mati.

d. Analisis kinetik atau siklus sel dan kandungan DNA atau RNA.

B. Flow CytometerFlow cytometer merupakan salah satu instrumen yang menggunakan metode flow cytometry. Alat tersebut memiliki kemudahan serta keunggulan dibanding dengan cara konvensional. Selain dapat mengukur berbagai macam karakteristik sel dalam waktu yang cepat secara simultan, teknologi ini juga memiliki ketepatan dan ketelitian yang tinggi.

Flow cytometer pada dasarnya adalah mikroskop yang dilengkapi dengan komponen yang berfungsi untuk melalukan individu sel secara sekuensial melalui berkas cahaya (laser) yang akan dianalisis. Komponen penyusunnya terdiri atas tiga sistem, yaitu fluida, optik, dan elektronik.

1. Sistem fluidaGambar 2. Cara kerja sistem fluida

Sistem fluida mengarahkan sel melalui cahaya (laser) untuk dianalisis, terdiri dari sheath fluid dan central channel. Tenaga hidrodinamik mengakibatkan sel satu per satu melewati central channel. Fluida merupakan bagian yang paling sensitif pada flow cytometer. Jika terjadi kesalahan, semuanya akan salah dan fatal. Masalahnya sebagai berikut:

a. Clogs, celah pada aliran larutan sangat kecil.

b. Gelembung udara, akan mengganngu aliran dan yang akan diinterpretasikan sebagai sel.

c. Leaks, kurangnya tekanan udara dalam sistem akan mengganggu aliran selular dan akan memengaruhi hasil.

d. Errors, yang paling umum memengaruhi fluida adalah:

- Clumps of cells. Hal ini akan clog mesin dan berakibat kesulitan utama dan headaches. Kejadian ini dapat diatasi dengan pre-filtrasi populasi sel tidak lebih besar dari 50 um filter.

- Konsentrasi sel yang tidak sesuai. Semua larutan memiliki proporsi partikel debu yang rendah. Suatu flow rate yang lebih besar sekitar 4.000 sel/sekon meningkatkan resiko pada pengukuran multiple cell secara simultan.

2. Sistem optikSistem optik terdiri atas laser sebagai sumber cahaya dan mengeksitasi (fluorokrom) sel dalam aliran sampel, serta filter optik untuk mengarahkan sinyal cahaya yang dihasilkan ke detektor yang sesuai.

Alasan penggunaan laser, karena kemampuannya untuk difokuskan menjadi berkas cahaya elliptis. Ini terkait dengan komponen-komponen fluida terkait. Laser memancarkan cahaya koheren dan merupakan berkas sangat pararel. Hal ini memungkinkan dasar pengukuran yang berbasis pada gangguan berkas (beam disturbance) dapat dilakukan (forward scatter, side scatter). Penggunaan berkas terfokus yang elliptis dapat menghasilkan hanya cahaya fluoresensi dari single cell (size dependent) yang dapat diukur setiap saat.

Pengukuran sel pada flow cytometer menggunakan prinsip pendar cahaya (light scattering). Prinsip light scattering adalah metode di mana sel dalam suatu aliran melewati celah di mana berkas cahaya difokuskan ke sel (sensing area). Apabila cahaya tersebut mengenai sel, akan dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang diletakkan pada sudut-sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel. satu detektor diletakkan berhadapan dengan sumber sinar (FSC), beberapa diletakkan dengan membentuk sudut (SSC), dan detektor fluoresen. FSC berkorelasi dengan volume atau ukuran sel, sedangkan SSC berhubungan dengan kompleksitas bagian dalam partikel, seperti ukuran nukleus, tipe granula sitoplasma, dan kekasaran membran plasma.

Deteksi sinyal dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi photomultiplier (cathode-ray) dan rangkaian elektronika. Sinyal yang dibangkitkan oleh setiap sel pada dasarnya merupakan oscilloscope trace. Dengan melakukan integrasi sinyal ini, akan dihasilkan suatu nilai numerik bagi fluoresensi maupun nilai SSC.

3. Sistem elektronikSistem elektronik berfungsi untuk mendeteksi cahaya dan mengubahnya ke bentuk sinyal digital. Data yang dihasilkan oleh flow cytometer dapat diplot dalam satu dimensi, untuk menghasilkan histogram atau dalam dua dimensi plot titik, atau bahkan dalam tiga dimensi. Plot sering dibuat pada skala logaritmik, karena emisi pewarna fluoresen yang berbeda. Data akumulasi menggunakan flow cytometer dapat dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer, seperti WinMDI Flowjo, FCS Ekspres, VenturiOne, CellQuest Pro, atau Cytospec.

Gambar 3. Grafik representasi data flow cytometry

C. Aplikasi Flow Cytometry dengan Flow Cytometer FACS Calibur1. Analisis DNA (Pengukuran kinetik sel )Pengukuran kinetik pertumbuhan sel diperlukan untuk menentukan prognosis kanker, mengetahui dinamika sel T pada infeksi HIV, dan sebagainya. Kinetik sel dapat dipelajari dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengukur indeks proliferasi. Pengukuran indeks proliferasi sel dapat dilakukan dengan menentukan proporsi atau fraksi sel dalam fase-S (yaitu: suatu fraksi dari populasi sel total dalam siklus sel) dan mengukur kandungan DNA. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode flow cytometry. Prinsip metode ini adalah mengukur emisi fluoresen fluorokrom yang terikat pada DNA dalam sel apabila sel itu dilewatkan berkas sinar dengan panjang gelombang yang sesuai (laser). Zat warna fluorokrom dapat mengikat DNA secara stokiometris. Pengikatan zat warna fluorokrom pada DNA dapat memberikan informasi tentang kandungan DNA total dan fraksi sel yang berada pada siklus sel secara cepat, akurat, dan praktis. Fluorokrom yang digunakan untuk kuantifikasi DNA adalah propidium iodide (PI) dan ethidium bromida. Interkalasi fluorokrom ini di antara pasangan basa dsDNA atau RNA menghasilkan suatu kompleks dengan fluoresensi efisien yang dapat dideteksi dengan sinar laser dengan kekuatan relatif rendah. Kandungan DNA relatif (status ploidi) dari satu populasi sel dinyatakan dengan indeks DNA dalam fraksi Go/G1 populasi sel bersangkutan dibandingkan terhadap populasi sel kontrol diploidi. Indeks DNA populasi sel normal ploidi adalah 1.0. Sel ganas, walaupun tidak selalu, biasanya menunjukkan kandungan DNA abnormal (aneuploidi) dan pada histogram, populasi abnormal akan menunjukkan puncak ekstra (hiperdiploidi). Fraksi sel yang berada pada fase Go/G1, S dan G2M dapat dihitung dari distribusi DNA.

2. Analisis DNA (Analisa status ploidi tanaman)Analisa ploidi tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan flow cytometry. Sampel dapat berupa jaringan daun tanaman yang kemudian dilisiskan dalam larutan buffer pelisis dan DAPI (4,6-diamidino-2-phenylindole). Selanjutnya larutan difiltrasi untuk memisahkan debris. Filtrat kemudian dideteksi kandungan DNA-nya dengan flow cytometry. Ploidi dari tanaman ditentukan dengan mengamati peak atau puncak yang ditunjukkan pada layar monitor.

3. Uji fungsi neutrofil Uji fungsi neutrofil merupakan parameter penting dalam menganalisis respon imun seluler nonspesifik. Pengujian ini dapat dilakukan dengan cara uji fagositosis partikel bakteri dan uji aktivitas phagocyte respiratory burst menggunakan metode flow cytometry. Prinsip uji fagositosis adalah menganalisis jumlah neutrofil yang mengandung bakteri berlabel yang dibubuhkan.

Pengukuran fungsi fagositosis dan respiratory burst secara simultan dapat dilakukan menggunakan darah yang diinkubasi dengan kuman Stafilococcus aureus atau E coli yang telah diberi label fluorescein FITC selama waktu tertentu (biasanya 60 menit) guna menganalisis proporsi sel yang berisi bakteri. Fungsi respiratory burst dievaluasi dengan mengukur banyaknya ethidium bromide (EB) berfluoresensi merah yang dihasilkan oleh oksidasi hidroethidin yang terjadi akibat dibentuknya produk oksidatif oleh PMN atas rangsangan bakteri yang difagositosis. Jadi, yang diukur oleh flow cytometer adalah proporsi sel yang berisi bakteri yang berfluoresensi hijau dan intensitas fluoresensi merah yang dihasilkan EB dalam sel PMN bersangkutan. Fluorokrom yang dapat digunakan, antara lain propidium iodide yang berfluoresensi merah untuk melabel Stafilococcus dan dihidrorhodamine 123 yang akan berubah menjadi rhodamine 123 yang berfluoresensi hijau setelah dioksidasi.

4. Monitoring penderita terinfeksi virus HIV (Pengukuran limfosit T) Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa dilakukan dengan metode flow cytometry. Pemeriksaan menggunakan flow cytometer yang berbasis flow cytometry merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk limfosit T helper/inducer (CD4+) atau limfosit T supressor/cytotoxic (CD8+).

Virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD4+. Limposit yang terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau dipindahkan oleh sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif, jumlah CD4+ dan limposit T menurun. Jumlah absolut CD4+ merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan monitoring progresivitas serta respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus melengkapi pemeriksaan laboratorium untuk monitoring penyakit. Besarnya berbanding terbalik dengan jumlah CD4+. Jadi, jumlah CD4+ dan jumlah virus secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV.

Nilai normal limfosit TDewasa:

- Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 500/cmm3- Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

Bayi 12 bulan:

- Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 1.500/cmm3- Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

Anak-anak 1-5 tahun:

- Limfosit T CD4 absolut :lebih besar dari 1.000/cmm3- Limfosit T CD4 % :lebih besar dari 25%

Contoh pemeriksaan laboratorium a. Persiapan sampel : 3 ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung vakum K3EDTA dan ditutup rapat (pada suhu kamar, sampel stabil RBC (36-360 fl) > PLT (2-20 fl). Iya toh??

Nah, misalnya ada sel yg melewati celah, dan setelah sinyal terbentuk ternyata sel tsb memiliki volume sebesar 300 fl. Maka sel tersebut akan dikelompokkan/dibaca detektor sebagai sel darah merah. Kemudian sel selanjutnya setelah diukur, ternyata memiliki volume 400 fl. Maka sel tersebut akan dikelompokkan/dibaca sebagai sel darah putih. Dan begitu seterusnya hingga sel terhitung semua.

Setelah pengukuran selesai, dapat dilihat berapa jumlah total RBC, WBC, dan PLT sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan untuk membantu penegakan diagnosa oleh dokter apakah pasien mengnderita anemia, polisitemia, leukositosis, trombositopenia, atau leukimia. Setelah mengetahui hal tersebut, maka dokter juga dapat mengetahui apa penyebabnya dan medikasi bisa ditentukan.

Metode pengukuran dgn impedansi ternyata memiliki kekurangan yaitu :

- kemungkinan dua sel melewati celah dalam satu waktu. Akibatnya, detektor akan membaca ukuran sel lebih besar dari ukurannya yg sebenarnya. Lalu, apa pengaruhnya pada hasil perhitungan?? - kemungkinan sel yang telah diukur (melalui celah) akan kembali lagi ke sensing zone. Akibatnya, sel ini akan dihitung dua kali oleh detektor.

- Akibat adanya sistem vakum (hydrodinamik),yg sebenarnya dimanfaatkan untuk mengatur jalannya sel melewati apperture, sel bisa mengalami deformitas atau perubahan bentuk. Misalnya, yang seharusnya sel berbentuk bulat, menjadi lonjong atau elips. Jika ini terjadi, maka waktu yg digunakan sel tersebut utk melewati apperture akan semakin besar.Sehingga detektor akan membaca ukuran sel tsb lebih besar dari ukurn yang sebenarnya.

* Flowsitometri

Cara mudah utk mingatnya, flowsitometri atau flowcytometry terdiri dari tiga kata yakni (flow = mengalir), (cyto = sel) dan (metry = yg berhubungan dgn pengukuran). Kalw diartikan secara singkat, maka flowsitometri berarti suatu metode pengukuran sel yang dalam keadaan mengalir. Lho, kok bisa mengalir? Berarti sel2nya disuspensikan ke dalam cairan dan diberikan tekanan agar bisa mengalir.

Prinsip kerjanya kurang lebih sepeti ini :

- Sejumlah sel disuspensikan ke dalam suatu cairan konduktif.

- Sel2 tersebut diatur sedemikian rupa (diberikan tekanan hydrodynamic focussing) sehingga dapat melewati suatu lorong (apparatus) satu demi satu.

- Ketika sel sampai di suatu titik di lorong tsb, sel akan ditembak dengan sinar laser (Light amplification by stimulating emmision of radiation).

- Lalu, hasil temakan tadi, akan dibaca oleh dua macam detektor.

detektor yg pertama, letaknya sejajar dengan sumbu X terhadap sumber tembakan. Sinyal yg didapatkan di sini, akan dibaca sebagai gambaran ukuran sel yang ditembak.

Detektor yang kedua, letaknya 90 derajat terhadap sumber tembakan / laser. Sinyal yang didapatkan disini, akan dibaca sebagai gambaran sitosolik yg ada dalam sel (mis : granul)

Nah, udah dapet toh inti perbedaan dari kedua metode ini?

Kalw belum, coba simak lagi nyank ne.

Misalnya pada pengukuran WBC. Kita tahu bahwa WBC itu jenisnya terbagi dua. Ada sel agranular (limfosit dan monosit) dan ada sel granular (neutrofil, basofil, dan eusinofil). Jika kita melihat jumlah sel darah putih dgn metode impedansi, maka kita akan mendapatkan jumlah sel darah putih secara keseluruhan. Namun, bila kita melihat jumlah leukosit dgn metode flowsitometri maka kita akan mendapatkan jumlah yang lebih rinci dan spesifik. Sebab, alat ini akan memberitahu berapa jumlah sel bergranul dan jumlah sel tak bergranul.