16
1 Fraktur Regio Antebrachii Tengah dengan Sindroma Kompartemen Pendahuluan Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, dan tulang sendi. Berdasarkan klasifikasi secara klinis fraktur dibagi menjadi dua jenis yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka adalah fraktur yang berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang patah menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah frakur yang tidak berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh. 1 Pada kehidupan sehari-hari ada banyak hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, penyakit, dsb. Lokasi fraktur pun beragam, mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii, dan tempat-tempat lainnya. Dalam PBL kali ini, terdapat kasus mengenai seorang laki-laki berusia 30 tahun yang dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada lengan bawahnya setelah terjatuh dari sepeda motornya satu hari yang lalu. Setelah kecelakaan tersebut, keluarga pasien membawanya kedukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke UGD, pasien mengeluh lengan kanananya sangat nyeri dan tangan kanannya terasa baal. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas norma, regio antebrachii dekstra tengah tampak edema, hyperemis, deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan positif, teraba krepitasi, pulsasi a.Radialis melemah, jari-jari tangan kanan masih dapat digerakan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila diekstensikan. Berdasarkan kasus tersebut, pada makalah kali ini akan dijelaskan lebih lengkap mengenai fraktur terutama fraktur pada regio antebrachii. Semoga makalah kali ini dapat membantu mahasiswa FK Universitas Kristen Krida Wacana lebih memahami lagi materi yang terkait dengan kasus diatas.

Fraktur Regio Antebrachii ⅓ Tengah dengan Sindroma Kompartemen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fraktur Regio Antebrachii ⅓ Tengah dengan Sindroma Kompartemen

Citation preview

  • 1

    Fraktur Regio Antebrachii Tengah dengan Sindroma Kompartemen

    Pendahuluan

    Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas

    tulang, tulang rawan, dan tulang sendi. Berdasarkan klasifikasi secara klinis fraktur

    dibagi menjadi dua jenis yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka

    adalah fraktur yang berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka

    ujung tulang yang patah menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya,

    fraktur tertutup adalah frakur yang tidak berhubungan dengan lingkungan eksternal.

    Pada fraktur tertutup tulang yang patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam

    bagian tubuh.1 Pada kehidupan sehari-hari ada banyak hal yang dapat menyebabkan

    fraktur, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, penyakit, dsb. Lokasi fraktur pun

    beragam, mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii, dan tempat-tempat lainnya.

    Dalam PBL kali ini, terdapat kasus mengenai seorang laki-laki berusia 30 tahun

    yang dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada lengan bawahnya setelah

    terjatuh dari sepeda motornya satu hari yang lalu. Setelah kecelakaan tersebut,

    keluarga pasien membawanya kedukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke

    UGD, pasien mengeluh lengan kanananya sangat nyeri dan tangan kanannya terasa

    baal. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas norma, regio antebrachii

    dekstra tengah tampak edema, hyperemis, deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan

    positif, teraba krepitasi, pulsasi a.Radialis melemah, jari-jari tangan kanan masih

    dapat digerakan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila diekstensikan. Berdasarkan

    kasus tersebut, pada makalah kali ini akan dijelaskan lebih lengkap mengenai fraktur

    terutama fraktur pada regio antebrachii. Semoga makalah kali ini dapat membantu

    mahasiswa FK Universitas Kristen Krida Wacana lebih memahami lagi materi yang

    terkait dengan kasus diatas.

  • 2

    Pembahasan

    Anamnesis

    Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya

    memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang

    mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat

    meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluahan utama muncul, keluhan

    lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini, riwayat penyakit

    dahulu, pengobatan yang sudah dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.

    Didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:

    Usia : 30thn

    Keluhan Utama : Nyeri pada lengan kanannya setelah

    terjatuh dari sepeda motor satu hari

    yang lalu

    Keluhan Lain : Jari-jari tangan kanan masih dapat

    digerakan akan tetapi terasa sangat

    nyeri

    Riwayat Penyakit Dahulu : Pernahkah pasien merasakan nyeri di

    tempat yang sama? Pernahkah pasien

    mengalami trauma yang sama?

    Adakah faktor patologis?

    Pengobatan yang telah dilakukan : Urut di dukun patah tulang

    Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital

    (nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan) dan pemeriksaan muskuloskeletal

    (inspeksi-look, palpasi-feel, gerakan-moving). Inspeksi (look) ditujukan untuk melihat

    adanya deformitas atau kelainan bentuk seperti bengkak, pemendekan, rotasi,

    angulasi, dan fragmen tulang (pada fraktur terbuka). Pada palpasi (feel) akan dilihat

    jika ada nyeri tekan, krepitasi, status neurologis dan status vaskuler. Adanyanya

    keterbatasan gerak pada daerah faktur menjadi salah satu peninjauan dari pemeriksaan

    gerakan (moving).2

  • 3

    Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

    Tanda-tanda vital : Normal

    Inspeksi : edema (+), hyperemis (+), deformitas

    Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+), pulsasi a.Radialis

    Melemah

    Gerakan : Jari-jari tangan masih dapat digerakan, tetapi terasa

    sangat nyeri

    Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Rontgen Cr unit (computed radiografi) digunakan untuk proses cetak foto rontgen dengan

    teknologi komputer dan laser scanner menghasilkan gambar berkualitas tinggi.

    Menjamin ketepatan dan kecepatan hasil diagnosa. Alat ini dilengkapi Master View

    yang dapat menyimpan data pasien dan foto rontgen hasil pemeriksaan serta dapat

    dicetak ulang apabila diperlukan. Fasilitas peralatan mammografi memiliki kualitas

    dan resolusi.3

    Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mempelajari gambaran normal tulang

    dan sendi, untuk konfirmasi adanya fraktur, untuk melihat sejauh mana pergerakan

    dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, untuk menentukan teknik pengobatan,

    untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, untuk menentukan apakah

    fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, untuk melihat adanya keadaan patologis

    lain pada tulang, dan untuk melihat adanya benda asing (misalnya peluru).

    2. Pemeriksaan CT Scan Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang

    yang sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan

    lunak. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya

    patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi.2

    3. MRI MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh yang

    berbeda, yang membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot, jantung, dan

    kanser berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan seperti computed

    tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau tradisional X-ray, MRI

    tidak menggunakan.4

  • 4

    4. Pemeriksaan Laboratorium Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan

    hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila

    kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium

    serum dan fosfor akan meningkat didalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah

    4.5-5.5 mg/l atau 8.0-20.5 mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0

    mg/dl dalam serum.2

    Differential Diagnosis

    1. Fraktur Galeazzi Fraktur Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal dengan

    disertai dislokasi caput radii. Fraktur ini dapat terjadi saat pasien jatuh dengan tangan

    terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi

    waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Biasanya pada anak-anak

    muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi pula rotasi.

    Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal

    mengadakan angulasi ke anterior. 5

    Gambaran klinis yang dapat ditemui adalah tangan bagian distal dalam posisi

    angulasi ke dorsal. Selain itu, pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung

    distal ulna. Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik,

    dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan 4-6 minggu.

    Biasanya hasil reposisi tertutup hasilnya kurang baikm, karena fraktur tidak stabil.

    Dalam hal ini diperlukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi.

    Tulang radius, dipasang plate-screw atau untramedullary nail. Kalau radius sudah

    tereposisi dengan sendirinya dislokasi sendi radius ulna distal akan tereposisi. 5

    Gambar 1. Fraktur Galeazzi

    2. Fraktur Monteggia Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna

    proksimal. Fraktur tipe ini dibagi menjadi empat jenis. Jenis pertama merupakan

    fraktur tengah atau proksima ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi

  • 5

    anterior kaput radius. Jenis kedua, fraktur tengah atau proksimal ulna dengan

    angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii. Jenis

    ketiga fraktur ulna distal processes coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio.

    Terakhir , fraktur ulna tengah atau proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput

    radii dan fraktur proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis. 5

    Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan reposisi tertutup. Asisten

    memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal,

    kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius

    dicoba ditekan ke tempat semula. Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku

    dengan posisi siku fleksi 90 dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila

    gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).5

    Gambar 2. Fraktur Monteggia

    3. Fraktur Smith Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu

    sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.

    Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar

    fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal,

    kadang-kadang intraartikular. Dapat ditemukan penonjolan dorsal fragmen proksimal,

    fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade

    deformity). Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi

    dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles).

    Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu.6

    Gambar 3. Fraktur Smith

  • 6

    4. Fraktur Colles Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok (dinner fork deformity).

    Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan

    berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar

    keluar (eksorotasi/supinasi). Fraktur Metafisis distal radius dengan jarak 2,5 cm dari

    permukaan sendi distal radius. Kemudian terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya

    ke arah posterior/dorsal dengan terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya

    avulsi prossesus stiloideus ulna.6

    Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan

    pemasangan gips psirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi

    diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi

    kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial)

    dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi ini dilakukan

    selama 4-6 minggu.6

    Gambar 4. Fraktur Colles

    Working Diagnosis

    Working Diagnosis yang diambil adalah fraktur tertutup regio antebrachii dekstra

    tegah dengan kompartemen sindrom. Diagnosis ini dapat diambil atas dasar

    anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta adanya gejala klinis

    yang sesuai. Dari hasil anamnesis diperoleh informasi bahwa adanya riwayat trauma.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis seperti nyeri, pembengkakan

    atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis yang melemah. Tanda-tanda

    tersebut menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan sindroma kompartemen.

    Selain itu detemukan juga gejala lain seperti rasa nyeri saat menggerakan jari-jari

    tangan. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya fraktur di regio antebrachii

    dekstra tengah yang sangat menunjang diagnosis kerja.

  • 7

    4.1 Etiologi Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas

    untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantara

    dikarenakan peristiwa trauma, peristiwa kelelahan, ataupun karena faktor patologis.

    Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat

    berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran, atau pun penarikan.

    Trauma tersebut bisa didapat dari bermacam aktifitas seperti terjatuh, kecelakaan lalu

    lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang

    terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.

    Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat

    tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula

    atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-

    berbaris dalam jarak jauh. Sementara itu fraktur patologik dikarenakan kelemahan

    pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut

    lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

    4.2 Patofisologi

    Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita

    harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan

    tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan

    tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang

    menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.7

    Trauma bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung

    menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.

    Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami

    kerusakan. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang

    lebih jauh dan daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

    menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

    utuh.

    Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur

    bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur

    transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi;

    dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur

  • 8

    komunitif atau memecah. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak

    tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z. Trauma karena tarikan pada

    ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

    Gambar 5. Bentuk-Bentuk Fraktur Akibat Trauma dan Tekanan

    4.3 Klasifikasi dan Jenis Fraktur8 4.3.1 Berdasarkan Luas dan Garis Fraktur

    Klasifikasi dan jenis fraktur berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari

    fraktur komplit dan fraktur tidak komplit. Fraktur komplit adalah kondisi fraktur

    dimana garis patah tulang melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua

    korteks tulang. Sementara itu fraktur tidak komplit adalah kondisi fraktur dimana

    garis patah tulang tidak melalui seluruh garis penampang tulang.

    Fraktur tidak komplit meliputi Hairline fracture (patah retak rambur), Buckle

    fracture atau torus fracture, Greenstick, fraktur kominit (garis patah lebih dari satu

    dan saling berhubungan), fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak

    berhubungan), fraktur Multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang

    berlainan tempatnya). Buckle fracture atau torus fracture adalah kondisi bila terjadi

    lipatan pada satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya

    pada distal radius anak-anak. Greenstick yaitu patah tulang yang terjadi pada anak-

    anak atau pada dewasa yang disebut dengan fraktur inkomplit. Fraktur tulang hanya

    mengenai salah satu sisi korteks tulang.

  • 9

    Gambar 6. Fraktur Komplit dan Tidak Komplit

    4.3.2 Berdasarkan Bentuk dan Jumlah Garis Patah Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah, fraktur terdiri dari fraktur

    kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan), fraktur segmental (garis

    patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan), dan fraktur multipel (garis patah lebih

    dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus,

    fraktur femur dansebagainya).

    4.3.3 Berdasarkan Posisi Fragmen Berdasarkan posisi fragmen dibagi menjadi undisplaced (tidak bergeser)

    fraktur dimana garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan

    Displaced (bergeser) fraktur dimana terjadi pergeseran antara dua fragmen fraktur.

    Gambar 7. Fraktur Undisplaced dan Displaced

    4.3.4 Berdasarkan Hubungan Fraktur dengan Dunia Luar Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar dibagi menjadi tertutup dan

    terbuka. Fraktur tertutup yaitu fraktur tulang masih berada di dalam tubuh dan tidak

    adanya perlukaan pada kulit. Fraktur terbuka yaitu fraktur tulang keluar dari tubuh

    menembus kulit yang disertai dengan adanya perlukaan pada kulit.

    Gambar 8. Fraktur Tebuka dan Tertutup

  • 10

    4.3.5 Berdasarkan Bentuk Garis Fraktur dan Hubungan dengan Mekanisme Trauma

    Transversal yaitu patah yang melintangi tulang, biasanya disebabkan

    hantaman keras dan sering terjadi pada lengan dan kaki. Oblik (miring) yaiut patah

    tulang yang menimbulkan sudut miring terhadap sumbu panjang tulangnya. Spiral

    yaitu patah yang disebabkan gerakan memuntir secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada

    tulang lengan atau kaki. Kompresi (impresi) yaitu patah tulang dimana satu area

    tulang melekuk kedalam, fraktur ini sering timbul pada tulang tengkorak setalah

    pukulan yang keras.

    Avulsi yaitu patah tulang dimana fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen

    atau inseresi tendon. Remuk yaitu patah tulang dimana bagian dalam tulang berbentuk

    seperti spons remuk, biasanya hal ini terjadi pada tulang belakang penderita

    osteoporosis. Kominutif yaitu patah tulang dimana terdapat bagian tulang yang pecah

    dan pecahan tulang tersebut dapat menyebablan kerusakan jaringan di sekitarnya.

    Biasanya disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan. Impaction yaitu patah

    tulang yang disebabkan oleh gaya kompresi sehingga ujung patahan yang satu

    menancap ke dalam patahan lainnya tanpa menyebabkan fraktur dislokasi (Lihat

    Gambar 5).

    4.4 Gejala Klinis9 Berikut merupakan beberapa gejala klinis dari fraktur antebrachii diantaranya

    adalah nyeri terus menerus. Spasme otot, deformitas, pemendekan tulang, kreptiasi,

    dan pembengkakan.

    Deformitas dapat disebabkan oleh karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur

    lengan dan eksremitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan

    ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi

    normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

    Pemendekan tulang dapat terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan

    dibawah tempat fraktur atau dikarenakan fragmen sering saling melingkupi satu sama

    lain.

    Krepitasi yaitu yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya

    derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

    Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

  • 11

    dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam

    atau beberapa hari setelah cedera.

    Selain tanda-tanda tersebut, beberapa kasus fraktur juga ditandai dengan adanya

    sindroma kompartemen. Sindroma kompartemen adalah suatu kelainan yang potensial

    menimbulkan kedaruratan yaitu dengan adanya peningkatan tekanan interstisial dalam

    sebuah ruang tertutup, biasanya kompartemen oseofasial ekstremitas yang

    noncompliant, misalnya kompartemen ateral, anterior, dan posterior dalam tungkai

    serta kompartemen volar superfisial dan dalam lengan serta pergelangan tangan.

    Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan mikrovaskular dan nekrosis

    jaringan lokal.

    Penyebab tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari

    fraktur, trauma jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan anggota

    badan selama kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga dapat menjadi

    salah satu penyebab terjadinya sindroma kompartemen.

    Pada sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen otot,

    tetapi fasia fibrosa tidak dapat mengembang sehingga terjadi edema dan tekanan

    meningkat. Apabila tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan terjadinya

    iskemia. Gejala utama adalah nyeri hebat dan edema, tetapi gejala tersebut sering

    berkaitan dengan penyebab timbulnya sindroma sehingga diagnosis sering sulit

    ditegakkan. Penilaian neurovaskular secara berkala merupakan hal yang sangat perlu

    dilakukan.

    Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5P yaitu

    pain (nyeri), pallor (pucat), pulselessness (berkurangnya denyut nadi), paretesia (rasa

    kesemutan), paralisis. Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang

    terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling

    penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada

    anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari

    biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan

    sering. Paralisis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang

    berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindroma kompartemen.

  • 12

    4.5 Komplikasi9 Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi utama

    yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat meliputi

    kehilangan darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma kompartemen.

    Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-union, delayed union, malunion, dan

    terhambatnya pertumbuhan.

    Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan

    banyak darah yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi terutama

    pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

    Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.

    Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan

    plat.

    Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.

    Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-

    40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan

    sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang

    menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak

    yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru karena ada

    robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali terhadap darah-

    darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikutsertakan lemak yang

    dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas

    Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu

    yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau

    ketidakmampuannya bergerak seperti pada lazimnya. Shock terjadi karena kehilangan

    banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

    menurunnya oksigenasi.

    Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh

    dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan

    penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi

    atau pergeseran tulang dari tempat yang normal. Delayed union adalah proses

    penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari

    keadaan normal. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

    Gangren gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium

    saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau

  • 13

    clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang

    mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi,

    maka akan terdapat edema, gelembung gelembung gas pada tempat luka. Tanpa

    perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.

    Selain komplikasi yang berdasarkan dari fraktur, sindroma kompartemen yang

    tidak mendapatkan penangan dengan segera mungkin dan sebaik mungkin juga dapat

    menimbulkan berbagai komplikasi.10 Beberapa komplikasinya antara lain: kegagalan

    dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis jaringan,

    selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan

    tersebut.

    Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang

    merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi

    selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Infeksi, hipestesia dan nyeri juga

    merupakan bagian dari komplikasi yang mungkin terjadi. Komplikasi sistemik yang

    dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute

    Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ

    secara multisistem.

    4.6 Penatalaksanaan 4.6.1 Penatalaksanaan Fraktur9

    Penatalaksaaan secara umum yang dapat dilakukan antara lain mencari tanda-

    tnda syok ata pendarahan dan melakukan pemeriksaan ABC (Airway Management,

    Breathing, Circulation). Selain itu juga perlu untuk mencari trauma pada tempat lain

    yang berisiko (kepala dan tulang belakang, iga dan pneumotoraks, femoral dan trauma

    pelvis). Setelah itu dengan segara menghilangkan rasa nyeri (analgesik-antipiretik,

    opiat intravena, blok saraf, gips, dan traksi), buat akses intravena dengan baik dan

    kirim golongan darah dan sample untuk dicocokan. Untuk fraktur terbuka

    membutuhkan debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.

    Penatalaksaan secara definitif dapat diakukan dengan reduksi, imobilisasi, dan

    rehabilitasi. Reduksi adalah penyambungan kembali tulang; penting dilakukan agar

    posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa

    intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi

    (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan.

  • 14

    Mungkin diperlukan traksi untuk mempertahankan reduksi dan merangsang

    penyembuhan.

    Imobilisasi dimaksudkan agar fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom

    fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil kerusakan. Imobilisasi jangka-panjang

    dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi

    jangka-panjang biasanya dilakukan dengan gips, traksi, fiksasi internal, fiksasi

    eksternal, bracing fungsional. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan pasien ke

    tingkat fungsi seperti sebelum trauma dengan fisioterapi dan terapi okupasi.

    4.6.2 Penatalaksanaan Sindroma Kompartemen4 Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit

    fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah

    dekompresi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi medikal atau

    non bedah dan terapi bedah. Terapi Medikal / Non bedah diindikasikan untuk

    diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan extremitas setinggi jantung

    untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal.

    Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga memperberat iskemia;

    pembukaan gips dan pembalut konstriksi; pada kasus gigitan ular berbisa diberikan

    anti racun; mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah;

    pemakaian diuretik dan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Fasciotomi

    dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg dan ada disfungsi

    neuromuskular. Tujuannya yaitu menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi

    otot.

    4.7 Prognosis Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata

    laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya

    cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari

    tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan

    berlangsung dengan cepat dengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang

    berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di

    ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita dengan usia yang lebih

    muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia lanjut.

  • 15

    4.8 Preventif2 Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya

    fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun

    berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu

    tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan

    fraktur. Pencegahan dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma

    benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau

    mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati hati, memperhatikan pedoman

    keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

    Kesimpulan

    Fraktur tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya

    digolongkan menjadi 3 yaitu fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress.

    Gejala klinis yang nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan

    nyeri, tampak deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta

    melemahnya denyut nadi, menandakan adanya sindrom kompartemen.

    Penatalaksanaanya berupa tindakan non bedah dan bedah (fasciotomi). Sementara itu

    penatalaksaan fraktur secara definitif berupa imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi.

    Prognosisnya baik jika pasien mendapatkan perawatan dengan tepat.

    Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna

    Publishing; 2009. h. 25-28. 2. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem

    muskuloskeletal. Jakarta: EGC; 2008.h.15-32. 3. Pemeriksaan Rontgen & Ultrasonografi (USG) . 2009. Diunduh dari

    http://www.rsab-harapankita.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=17&Itemid=136, 15 Maret 2014.

    4. Bickley S. Anamnesis. Bates Guide to physical examination and history taking. International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health. 2009.

    5. Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.

    6. Mahode AA, Halim MJ, Bourman V, Hartanto YB. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011.h.157-175.

    7. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007. h.355-61, 368-9.

    8. Grace PA, Borley NR. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC; 2006.h.288-98.

  • 16

    9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.

    10. Oman KS, Mclain JK, Scheetz LJ. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: EGC; 2008.h.305-16.