49
i DAFTAR ISI DAFTAR ISI........................................ i KATA PENGANTAR.................................... ii BAB 1 1.1. Latar Belakang............................. 1 1.2. Tujuan..................................... 2 BAB 2 2.1. Fraktur...................................... 3 2.1.1. Epidemiologi............................... 3 2.1.2. Definisi................................... 5 2.1.3. Etiologi................................... 5 2.1.4. Patofisiologi.............................. 6 2.1.5. Klasifikasi................................ 7 2.1.6. Stadium Penyembuhan Fraktur.................14 2.1.7. Manifestasi Klinis..........................15 2.1.8. Diagnosis..................................... 16 2.1.9. Komplikasi..................................17 2.1.10. Penanganan fraktur.........................20 DAFTAR PUSTAKA.....................................30

Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii

BAB 1

1.1. Latar Belakang............................................................................. 1

1.2. Tujuan........................................................................................... 2

BAB 2

2.1. Fraktur................................................................................................... 3

2.1.1. Epidemiologi....................................................................................... 3

2.1.2. Definisi................................................................................................. 5

2.1.3. Etiologi................................................................................................. 5

2.1.4. Patofisiologi......................................................................................... 6

2.1.5. Klasifikasi............................................................................................ 7

2.1.6. Stadium Penyembuhan Fraktur..........................................................14

2.1.7. Manifestasi Klinis..................................................................................15

2.1.8. Diagnosis ...............................................................................................16

2.1.9. Komplikasi.............................................................................................17

2.1.10. Penanganan fraktur............................................................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30

Page 2: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini dengan judul ”Fraktur pada Dewasa dan Anak”. Makalah ini disusun

sebagai sarana diskusi dan pembelajaran, serta memenuhi persyaratan dalam

penilaian di Kepaniteraan Klinik Ilmu Ortopedi dan Traumatologi RSUP HAM.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat

bagi para mahasiswa fakultas kedokteran, dokter, dan masyarakat Indonesia. Serta

semoga dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran dan dapat

menjadi bekal dalam profesi kami kelak.

Kami menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik

mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang

membaca referat ini. Atas perhatian yang diberikan kami ucapkan terima kasih.

Medan, 3 Maret 2014

Page 3: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

iii

Penulis

Page 4: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

1

BAB 1

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah salah satu kejadian paling sering dalam bidang ortopedi dan

traumatologi. Fraktur berhubungan dengan aktivitas, usia, jenis kelamin, dan

banyak faktor penyebab lainnya. Fraktur lebih sering terjadi pada laki – laki

daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan

dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.

Menurut Reeves (2000), mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki – laki

menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan

lebih sering mengalami fraktur daripada laki – laki yang berhubungan dengan

meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada

menopause.

Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera

yang disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera

terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki – laki dengan

umur di bawah 15 tahun.27 Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki – laki daripada

perempuan.

Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena

dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam

beraktivitas. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di

Australia (2004) setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan

tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal karena

komplikasi

Menurut AFRO (2008), di negara – negara Afrika kasus fraktur lebih

banyak terjadi pada wanita karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan

penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens

fraktur pada kelompok umur 50 – 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk,

Page 5: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

2

wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun

2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per

100.000 penduduk.

Menurut Sugiharto (2000), Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas meningkat seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai

kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000,

di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.

Oleh karena frekuensi fraktur yang tinggi, maka diperlukan pemahaman

yang lebih baik terhadap fraktur dan jenis jenisnya baik pada dewasa dan anak

anak.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang fraktur, jenis jenisnya,

penatalaksanaannya baik pada dewasa maupun anak.

2. Sebagai salah satu tugas dalam bagian Ortopedi dan Traumatologi RSUP

HAM.

Page 6: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

3

BAB 2

2.1 Fraktur

2.1.1 Epidemiologi Fraktur

Distribusi Frekuensi

Determinan Fraktur

a) Faktor Manusia

Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur

atau patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah

raga dan massa tulang.

- Umur

Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat

daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami

kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja

patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah cukup tinggi dengan

pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan risiko terjadinya benturan atau

kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan

fraktur lebih banyak pada kelompok umur muda pada waktu berolahraga,

kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian.5,6

Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di Rumah Sakit Haji

Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah tulang, di antaranya

banyak penderita kelompok umur muda. Penderita patah tulang pada kelompok

umur 11 – 20 tahun sebanyak 14% dan pada kelompok umur 21 – 30 tahun

sebanyak 38% orang.5

- Jenis Kelamin

Laki – laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang

menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan. Pada

umumnya Laki – laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada

perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai

Page 7: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

4

risiko lebih tinggi mengalami cedera. Cedera patah tulang umumnya lebih banyak

terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Tingginya kasus patah tulang akibat

kecelakaan lalulintas pada laki – laki dikarenakan laki – laki mempunyai perilaku

mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan

yang lebih fatal dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada

tahun 2002 di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak

169 kasus dimana jumlah penderita laki –laki sebanyak 68% dan perempuan

sebanyak 32%.1,7

- Aktivitas Olahraga

Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko

penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti

hentakan, loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan

atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap

tulang yang mendapat tekanan terus menerus di luar kapasitasnya dapat

mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada

pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar pemain.

Kelemahan struktur tulang juga sering terjadi pada atlet ski, jogging, pelari,

pendaki gunung ataupun olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang

berisiko terjadinya benturan yang dapat menyebabkan patah tulang.8,9

- Massa Tulang

Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada

tulang yang padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung menyebabkan patah

tulang karena massa tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan

tersebut. Massa tulang berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini

peran kalsium penting bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang

maksimal dapat dicapai apabila konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa

kanak – kanak dan remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan

massa tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ tubuh.

Pengurangan massa tulang terlihat jelas pada wanita yang menopause. Hal ini

Page 8: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

5

terjadi karena pengaruh hormon yang berkurang sehingga tidak mampu dengan

baik mengontrol proses penguatan tulang misalnya hormon estrogen.2,6

2.1.2 Definisi

Batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur menurut

Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuinitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya. Menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah tulang adalah

terputusnya kontinuinitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa. Doengoes (2000) memberikan batasan, fraktur adalah

pemisahan atau patahnya tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan

oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Fraktur menurut Reeves (2001),

adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Fraktur adalah hilangnya

kontinuinitas tulang, tulang rawanm baik yang bersifat total maupun sebagian

(Chairudin Rasjad, 1998).

2.1.3 Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan

tulang dalam menahan tekanan. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana

terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Faktur cenderung terjadi pada laki-

laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering

berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh

kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orangtua, perempuan lebih sering

mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya

insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause

(Reeves, 2001).

Cedera fraktur pada anak dapat disebabkan oleh kejadian traumatik di

rumah, sekolah, pada kendaraan bermotor, atau ketika berekreasi. Aktivitas

sehari-hari anak meliputi bermain aktif yang memungkinkan anak mengalami

cedera yaitu memanjat, terjatuh, berlari menuju benda yang tidak bergerak, dan

mendapat tumbukan di bagian-bagian tubuh (Wong, 2008)

Page 9: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

6

2.1.4 Patofisiologi

Tulang normal

Trauma, penyakit patologi, malnutrisi

Fraktur

Rusak, terputusnya kontiniunitas tulang

Kerusakan jaringan lunak sekitar

Kerusakan integritas kulit

Gangguan rasa nyaman/nyeri

Kerusakan mobilitas fisik

Perdarahan

Periosteum terpisah dari tulang

Resti trauma

Resti neurodisfungsi neurovaskular perifer

Resti infeksi

Page 10: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

7

2.1.5 Klasifikasi

2.1.5.1. Fraktur pada dewasa

A. Fraktur diklasifikasikan menurut etiologi, terbagi dalam beberapa keadaan

berikut :

a. Fraktur traumatik

Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar

dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.

b. Fraktur patologis

Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam

tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang menjadi lemah

karena tumor atau proses patologis lainnya.

c. Fraktur stres

Terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.

B. Menurut klasifikasi klinis, fraktur dibagi atas :

a. Fraktur tertutup ( Simple Fracture )

Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (Compound Fracture)

Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada

kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from

without (dari luar). Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo),

yaitu:

b.1. Derajat I :

- Luka <1 cm

- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

- Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan

- Kontaminasi minimal

b.2. Derajat II :

- Laserasi >1 cm

- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

- Fraktur kominutif sedang

- Kontaminasi sedang

Page 11: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

8

c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture)

Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed

union, non-union, infeksi tulang.

C. Menurut klasifikasi radiologis, dibagi atas :

1. Lokalisasi

- Diafisis

- Metafisis

- Intra artikular

- Fraktur dengan dislokasi

2. Konfigurasi

a. Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang

atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah

dikontrol dengan pembidaian gips.

b. Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi

ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit

kerusakan jaringan.

c. Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya

membentuk sudut terhadap tulang.

d. Segmental

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan

ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.

e. Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan

jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

f. Fraktur Baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi.

g. Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendon.

h. Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak.

Page 12: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

9

i. Fraktur Impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang

berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

j. Fraktur Pecah (Burst)

Dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya pada fraktur vertebra,

patela, talus, kalkaneus.

k. Fraktur epifisis

Gambar 1. Klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi

A. Transversal D. Kupu-kupu G. Depresi

B. Oblik E. Kominutif

C. Spiral F. Segmental

3. Berdasarkan ekstensi

a. Fraktur total

b. Fraktur tidak total (fraktur crack)

c. Fraktur buckle atau torus

d. Fraktur garis rambut

e. Fraktur greenstick

4. Berdasarkan hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :

a. Tidak bergeser (undisplaced)

b. Bergeser (displaced), dibagi dalam 6 cara ;

Page 13: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

10

- Bersampingan

- Angulasi

- Rotasi

- Distraksi

- Overriding

- Impaksi

Gambar 3. Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungan antar fragmen tulang.

A. Bersampingan D. Distraksi

B. Angulasi E. Over-riding

C. Rotasi F. Impaksi

2.1.5.2. Fraktur pada anak

Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, karena adanya perbedaan

sebagai berikut:

1. Anatomi

Anatomi tulang pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang

rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus

yang cepat dan lebih besar dari orang dewasa.

2. Biomekanik, terdiri atas:

a. Biomekanik tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah

dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor

ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap

deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat

Page 14: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

11

kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat

menahan kompresi.

b. Biomekanik lempeng pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat pada metafisis

yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh

prosesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan

kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi

seperti karet yang keras.

c. Biomekanik periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami

robekan dibandingkan orang dewasa.

3. Fisiologis

a. Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada

pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi

pada waktu penyembuhan tulang.

b. Deformitas yang progresif

Kerusakan permanen lempeng epifisis menyebabkan kependekan atau deformitas

anguler pada epifisis.

c. Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat kominutif karena tulangnya sangat

fleksibel dibandingkan orang dewasa.

Atas dasar kelainan perbedaan anatomi, biomekanik, dan fisiologis, maka fraktur

pada anak-anak mempunyai gambaran khusus, yaitu:

1. Lebih sering ditemukan

2. Periosteum sangat aktif dan kuat

3. Penyembuhan fraktur sangat cepat

4. Terdapat problem khusus dalam diagnosis

5. Koreksi spontan pada suatu deformitas residual

6. Terdapat perbedaan dalam komplikasi

Page 15: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

12

7. Berbeda dalam metode pengobatan, dimana yang lebih diutamakan adalah secara

konservatif baik dengan cara manipulasi tertutup atau traksi kontinu.

8. Robekan ligamen dan dislokasi lebih jarang ditemukan.

9. Kurang toleransi terhadap kehilangan darah.

Klasifikasi fraktur pada anak dapat dibedakan sebagai berikut:

A. Klasifikasi radiologis:

a. Fraktur buckle atau torus

b. Tulang melengkung

c. Fraktur green stick

d. Fraktur total

Gambar 4. Klasifikasi radiologis fraktur pada anak

A. Bengkok C. Buckle (Panah)

B. Green stick D. Lengkap

B. Klasifikasi anatomis

a. Fraktur epifisis

Merupakan suatu fraktur tersendiri dan dibagi dalam fraktur avulsi akibat tarikan

ligamen, fraktur kompresi yang bersifat kominutif, dan fraktur osteokondral

(bergeser).

b. Fraktur lempeng epifisis

Klasifikasi fraktur ini dibedakan menurut Salter-Harris dalam lima tipe:

1. Tipe I

Page 16: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

13

Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-sel

pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Terjadi oleh karena

ada shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada anak-anak

yang lebih muda.

2. Tipe II

Merupakan jenis fraktur yang paling sering ditemukan. Garis fraktur melalui

sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk

suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurston-

Holland. Trauma yang terjadi biasanya trauma shearing force dan membengkok

dan umumnya terjadi pada anak-anak yang lebih tua.

3. Tipe III

Fraktur ini merupakan fraktur lempeng intra-artikuler. Garis fraktur mulai

permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis lempeng

epifisis.

4. Tipe IV

Merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui permukaan sendi memotong

epifisis serta seluruh lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis. 5

5. Tipe V

Merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada lempeng

epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi

pergelangan kaki dan sendi lutut.

Gambar 2. Klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Salter-Harris (1963).

c. Fraktur metafisis

Page 17: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

14

d. Fraktur diafisis

C. Klasifikasi klinis

a. Traumatik

b. Patologis

c. Stres

D. Fraktur khusus pada anak

a. Fraktur akibat trauma kelahiran

Biasanya terjadi pada saat persalinan yang sulit yaitu pada bayi besar, letak

sungsang atau ekstraksi bayi dengan alat forsep.

b. Fraktur akibat penyiksaan (child abuse)

2.1.6 Stadium Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :

1.) Pembentukan hematom

Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum

sehingga timbul hematom.

2.) Organisasi

Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom

disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan

darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular.

3.) Kalus sementara

Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan jaringan

osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin timbul dari metaplasia

fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam

dari ujung tulang. Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan trabekula,

mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak

teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian besar lengkap

pada sekitar hari kedua puluh lima.

4.) Kalus definitif

Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti oleh tulang

yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif.

Page 18: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

15

5.) Remodeling

Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling

akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan

terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya

semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula

dari tulang tersusun kembali.

2.1.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna

yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang

dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur

lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas

yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji

krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.

Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi

Page 19: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

16

(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung

pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien

mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

2.1.8. Diagnosis

a. Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus

diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah

trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme

trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara

sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.

b. Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel,

fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang

mengalami infeksi.

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:

- Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.

Cari apakah terdapat deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya

pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan

Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak bias berjalan.

Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada

tungkai bawah meliputi apparenth length (jarak antara ubilikus dengan maleolus

medialis) dan true lenght (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis).

- Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

- Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang

rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan

karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan aktif

Page 20: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

17

maupun pasif. Seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan – gerakan

yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup

gerakansendi ), dan kekuatan.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan”

menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi

keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi

yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan

proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang

dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk

melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian

tulang (kedua ujung persendian).

2.1.9 Komplikasi

A. Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,

sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut

komplikasi lanjut.

1. Pada tulang

- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka

- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non

union. Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering

terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga

terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenarasi.

2. Pada jaringan lunak

- Lepuh, kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena

edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan

pemasangan elastik.

Page 21: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

18

- Dekubitas, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena

itu, perlu diberikan bantalan tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

3. Pada otot

- Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut

yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit

dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley

& Solomon, 1993).

4. Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan

pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan

perdarahan berhenti spontan. Pada jaringa distal dari lesi akan mengalami iskemi

bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat

menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan

terjadi trombus pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet

dapat terjadi sindrom crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair

untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993)

5. Pada saraf

Berupa kompresi, neuropaksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan

akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley

& Solomon, 1993)

B. Komplikasi lanjut

Pada tulang dapat berupa mal-union,delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau

perpanjang.

1. Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada

pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung

fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih

dari 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).

Page 22: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

19

2. Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I

(Hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan

diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi

untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe II

(atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan

sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,

rosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

3. Mal-union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbulkan deformitas. Tindakan

refraktur atau osteotomi koreksi

4. Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union

(infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis

mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.

5. Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,

perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannnya berupa memperpendek

waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan

perlengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan

kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon, 1993)

Page 23: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

20

2.1.10 Penanganan Fraktur

2.1.10.1. Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Sneltzer, 2002).

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan

rotasi autonomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi

tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur

bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling

berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat

dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi

disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan

bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,

skrup, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi.

Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan

mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.

Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan gips, bidai, traksi kontinu, pin dan

teknk gips. Sedangkan implan logam digunakan untuk fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan

dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskular,

latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki

kemandirian fungsi dan harga diri.

2.1.10.2. Prinsip-prinsip Pengobatan Fraktur

a. Penatalaksanaan Awal

Sebelum dilakukan pengobatan definiti pada suatu fraktur, maka

diperlukan:

1. Pertolongan Pertama

Page 24: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

21

Pada penderita fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan nafas,

menutup luka dengan verband bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak

yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum

diangkut dengan ambulans.

2. Penilaian Klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka

itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah atau saraf, apakah ada trauma

alat-alat dalam yang lain.

3. Resusitasi

Kebanyakan penderita fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga

diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa

pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

b. Prinsip umum pengobatan fraktur

Ada enam prinsip pengobatan fraktur:

1. Jangan membuat keadaan lebih jelek

Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat trauma yang antara lain disebabkan

karena pengobatan yang diberikan disebut sebagai iatrogenik. Beberapa

komplikasi yang bersifat iatrogenik, dapat dihindarkan apabila kita dapat

mencegahnya dengan melakukan tindakan yang memadai seperti mencegah

kerusakan jaringan lunak pada saat transportasi penderita, serta luka terbuka

dengan perawatan yang tepat.

2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat

Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat menentukan

prognosis trauma yang dialami sehingga dapat dipilih metode pengobatan yang

tepat. Faktor-faktor yang penting dalam penyembuhan fraktur yaitu umur

penderita, lokalisasi dan konfigurasi, pergeseran awal serta vaskularisasi dari

fragmen fraktur.

3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus

- Menghilangkan nyeri

Nyeri timbul karena trauma pada jaringan lunak termasuk periosteum dan

endosteum. Nyeri bertambah bila ada gerakan pada daerah fraktur disertai spasme

Page 25: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

22

otot serta pembengkakan yang progresif dalam ruang yang tertutup. Nyeri dapat

diatasi dengan imobilisasi fraktur dan pemberian analgetik.

- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen

Beberapa fraktur tanpa pergeseran fragmen tulang atau dengan pergeseran yang

sedikit saja sehingga tidak diperlukan reduksi.

- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang

Pada fraktur tertentu, bila terjadi kerusakan yang hebat pada periosteum atau

jaringan lunak sekitarnya, kemungkinan diperlukan usaha agar terjadi union

misalnya dengan bone graft.

- Mengembalikan fungsi secara optimal

Penyembuhan fraktur dengan imobilisasi harus dipikirkan pencegahan atrofi pada

anggota gerak, sehingga perlu diberikan latihan yang bersifat aktif dinamik

(isotonik).

- Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

- Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip

pengobatan ada empat (4R), yaitu:

1. Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktur)

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan:

a. Lokalisasi fraktur

b. Bentuk fraktur

c. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

d. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

2. Reduction

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi autonomis dan sedapat

mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang

baik adalah alignment yang sempurna dan posisi yang sempurna.

Page 26: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

23

3. Retention (Imobilisasi Fraktur)

4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

2.1.10.3. Metode-metode Pengobatan Fraktur

a. Fraktur Tertutup

Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:

1. Konservatif

- Proteksi

Terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan cara memberikan

sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.

Indikasi pemasangan terutama pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga

yang stabil atau fraktur klavikula pada anak.

- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit

imobilisasi, biasanya mempergunakan gips. Indikasi pada fraktur yang perlu

dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi posisinya dalam proses

penyembuhan

Dilakukan dengan pembiusan umum ataupun lokal. Reposisi yang dilakukan

melawan kekuatan terjadinya fraktur, penggunaan gips untuk imobilisasi

merupakan alat utama pada teknik ini. Indikasinya adalah:

a. Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama

b. Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur

c. Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat direduksi

dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau

bersifat kominutip akan bergerak di dalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan

radiologis berulang-ulang.

d. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis

e. Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.

- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi

Reduksi tertutup yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan

berbagai cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.

Page 27: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

24

- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi

Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown

Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Tindakan ini

mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

Indikasi:

a. Bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan

serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur,

fraktur vertebra servikalis.

b. Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang

menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat

menimbulkan malunion atau delayed union.

c. Bila terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau kominutif pada

tulang panjang.

d. Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil

e. Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant).

f. Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan pergeseran yang

hebat serta tidak stabil, misalnya pada fraktur suprakondiler humerus.

g. Jarang pada fraktur metakarpal.

h. Kadang pada fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi tertutup

dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.

Ada empat metode traksi kontinu yang digunakan:

- Traksi kulit

Dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai dengan

pemakaian bidai Thomas atau bidai Brown Bohler. Traksi menurut Bryant

(Gallow) pada anak-anak di bawah 2 tahun dengan berat badan kurang dari 10 kg.

Traksi juga dapat dilakukan pada fraktur suprakondiler humeri menurut Dunlop.

- Traksi menetap

Dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada bidai Thomas yang

difiksasi pada salah satu bagian dari bidai Thomas. Biasanya dilakukan pada

fraktur femur yang tidak bergeser.

- Traksi tulang

Page 28: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

25

Dengan kawat Kirschner (K-wire) dan pin Steinmann yang dimasukkan ke dalam

tulang dan juga dilakukan traksi dengan mempergunakan berat beban dengan

bantuan bidai Thomas. Tempat untuk memasukkan pin, yaitu pada bagian

proksimal tibia di bawah tuberositas tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor,

bagian distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang dilakukan), prosesus

olekranon, bagian distal metakarpal dan tengkorak.

- Traksi berimbang dan traksi sliding

Terutama digunakan untuk fraktur femur, mempergunakan traksi skeletal dengan

beberapa katrol dan bantalan khusus, biasanya digunakan bidai Thomas dan

Pearson attachment.

Gambar 2.1. Macam-macam traksi

A. Traksi dengan berat D. Traksi Hamilton Russel

B. Traksi menetap E. Traksi berimbang dengan bidai Thomas dan

C. Traksi Dunlop pegangan Pearson

2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire

Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka

reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya

pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau fraktur Colles. Juga dapat

dilakukan pada fraktur leher femur dan trokanter dengan memasukkan batang

Page 29: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

26

metal, serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan hanya membuat

lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya memerlukan

bantuan alat rontgen image intensifier (C-arm).

3. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan bone

graft baik autograft / allograft, untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur yang

nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen

direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung.

- Reduksi terbuka dengan fiksasi interna

Indikasi tindakan:

a. Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, dan patella.

b. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna

disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil.

c. Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen.

d. Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.

e. Bila terjadi fraktur dan dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan

reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett.

f. Fraktur terbuka

g. Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan

mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua.

h. Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

i. Eksisi fragmen yang kecil

j. Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler misalnya

fraktur leher femur pada orang tua

k. Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada anak-anak

l. Fraktur multipel misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah.

m. Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra tulang

belakang yang disertai paraplegia.

- Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

Page 30: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

27

Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan mempergunakan kanselosa

screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis

lain. Indikasi:

a. Fraktur terbuka grade II dan grade III.

b. Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat

c. Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis

d. Fraktur yang miskin jaringan ikat

e. Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes melitus.

- Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis

Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis

avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan

protesis yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian

yang nekrosis. Sebagai bahan tambahan sering dipergunakan metilmetakrilat.

Gambar 2.2. Macam-macam traksi

A. Kirschner wire D. Kunstchner nail

B. Screw E. Interlock nail

C. Plate and screw F. Protesis

b. Fraktur terbuka

Page 31: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

28

Fraktur terbuka merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Beberapa hal yang penting untuk

dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan

dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi

fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik

yang adekuat.

Secara klinis, patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Pusponegoro A.D.,

2007) yakni :

Derajat I = terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari

tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam.

Derajat II = luka lebih besar disertai dengan rusaknya kulit subkutis. Kadang-

kadang ditemukan adanya benda-benda asing di sekitar luka.

Derajat III = luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II.

Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot saraf tepi.

Pada derajat I, biasanya tidak mengalami kerusakan kulit sehingga penutupan

kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derajat II, luka lebih besar dan bila

dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit. Hal ini akan

mengganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan terbuka dan ditutup

setelah 5-6 hari (delayed primary suture). Untuk fiksasi derajat II dan III paling

baik menggunakan fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna yang sering dipakai adalah

judet, roger anderson dan Methly metbacrylate. Pemakaian gips masih dapat

diterima bila peralatan tidak ada, namun kelemahan pemakaian gips adalah

perawatan yang lebih sulit.

Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridemen.

Debridemen bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi bersih,

sehingga secara teoritis fraktur tersebut dapat dianggap fraktur tertutup. Tindakan

debridemen dilakukan dalam anestesi umum dan selalu harus disertai dengan

pencucian luka dengan air yang steril/NaCl yang mengalir. Pencucian ini

memegang peranan penting untuk membersihkan kotoran-kotoran yang menempel

pada tulang. Daerah luka dicukur rambutnya, dicuci dengan detergen yang lunak

Page 32: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

29

(mis: physohek), sabun biasa dengan lamanya 10 menit dan dicuci dengan air

mengalir. Dengan siraman air mengalir diharapkan kotoran-kotoran dapat

terangkat mengikuti aliran air.

Tindakan pembedahan berupa eksisi pinggir luka, kulit, subkutis, fisia dan

otot nekrosis yang kotor. Fragmen tulang yang kecil dan tidak mempengaruhi

stabilitas tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap dipertahankan.

Komplikasi fraktur terbuka :

- Perdarahan, syok septik sampai kematian

- Septikemia, toksemia oleh karena infeksi piogenik

- Tetanus

- Gangren

- Perdarahan sekunder

- Delayed union

- Non union dan mal-union

- Kekakuan sendi

Page 33: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

30

DAFTAR PUSTAKA

AFRO, 2008. WHO Global Reports On Falls Among Older Person. www.afrowho.int.doc

Apley A. Graham, Solomon Louis.1995. Buku Ajar: Orthopedi dan Fraktur Sistem.

Jakarta : Widya Medika

Budiman, I. (2005). Pemeriksaan Fisik dan Radiologi pada Fraktur. Jakarta

Depkes RI, 2009. Jurnal Penyakit Tidak Menular vol 1. Balitbang. Depkes RI, Jakarta

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC

Gustillo R.B, Merkow R.L, Templeman D. 1990. The Management of Open Fractures. J.

Bone and Joint Surgery. 72A: 299-303

Hartono, Muljadi, 2004. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Cetakan ke-4.

Puspaswara, Jakarta.

Juita, 2004. Karakteristik Penderita Fraktur Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth

Medan Tahun 2002, skripsi FKM USU Medan

Moesbar, Nazar, 2007. Pengendara dan Penumpang Sepeda Motor Terbanyak Mendapat

Patah Tulang Pada Kecelakaan Lalu Lintas. http://www.digilibusu.ac.id

Muttaqin, Arif, 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

EGC, Jakarta

Manjoer, Arief, dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran, jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

Price Syvia, A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jilid 2. Edisi 4.

Jakarta : EGC

Pusponegoro AD. 2005. Trauma dan Bencana. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Rasjad.C. 1998. Trauma dalam : Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : Yarsif

watampone.

Reeves B.C. 2001. Multicentre randomised Controlled Trial of Nasal Diamorphine for

Analgesia in Children and Teenagers with Clinical Fractures. Diakses di :

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11157525 pada tanggal 2 Maret 2014.

Rusdijas. (2007). Standar Pelayanan Medis Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Buku 4.

Medan: RSUP H. Adam Malik

Reeves, Charlene J., 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba Medika,

Jakarta

Page 34: Fraktur Pada Dewasa Dan Anak

31

Salter RB. 1970. Fractures, Dislocation and Soft Tissues Injuries. Textbook of Disorders

and Injuries of The Musculoskeletal System. Asian Ed. Tokyo : Igaku Shoin Ltd.

Pp. 411-458

Sjamsuhidayat R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. et all. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan

Suddarth (Ed. 8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2008. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi Revisi.

Jakarta : EGC

Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Kepeawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sugiharto, 2000. Abstrak Penelitian Kesehatan Seri 17. Balitbang. Depkes RI. Jakarta

Taylor, Paul M., 1997. Mencegah Dan Mengatasi Cedera Olah Raga. PT. Raja Grafindo,

Jakarta

Thomson, A. D., 1997. Catatan Kuliah Patologi. Edisi 3. EGC, Jakarta