37
BAB I PENDAHULUAN Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.Fraktur tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis). Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal. Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat penting untuk diketahui 1

Fraktur Humerus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur proximal humeri

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.Fraktur tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis).Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal. Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat penting untuk diketahuiBAB II

TINJAUAN PUSTAKAa. Anatomi Humerus dan Jaringan SekitarnyaHumerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakansuatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.

Gambar 1. Tampilan Anterior Humerus

Gambar 2. Tampilan Posterior Humerus

Gambar 3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang melingkari periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah mengalami cedera akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam.

Gambar 4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus

Gambar 5. Vaskularisasi Sekitar HumerusBerikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan humerus.OtotOrigoInsertioAksiPersarafan

Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus

M. Pectoralis major

Clavicula, sternum, cartilago costalis II-VI, terkadang cartilago costalis I-VII Tuberculum majus dan sisi lateral sulcus intertubercularis dari humerus Aduksi dan merotasi medial lengan pada sendi bahu; kepala clavicula memfleksikan lengan dan kepala sternocostal mengekstensikan lengan yang fleksi tadi ke arah truncus Nervus pectoralis medialis dan lateralis

M. Latissimus dorsi

Spina T7-L5, vertebrae lumbales, crista sacralis dan crista iliaca, costa IV inferior melalui fascia thoracolumbalis Sulcus intertubercularis dari humerus

Ekstensi, aduksi, dan merotasi medial lengan pada sendi bahu; menarik lengan ke arah inferior dan posterior

Nervus thoracodorsalis

Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus

M. Deltoideus

Extremitas acromialis dari clavicula, acromion dari scapula (serat lateral), dan spina scapulae (serat posterior)

Tuberositas deltoidea dari humerus

Serat lateral mengabduksi lengan pada sendi bahu; serat anterior memfleksikan dan merotasi medial lengan pada sendi bahu, serat posterior mengekstensikan dan merotasi lateral lengan pada sendi bahu. Nervus axillaris

M. subscapularis Fossa subscapularis dari scapula Tuberculum minus dari humerus Merotasi medial lengan pada sendi bahu Nervus subscapularis

M. supraspinatus Fossa supraspinata dari scapula Tuberculuum majus dari humerus Membantu M. deltoideus mengabduksi pada sendi bahu Nervus subscapularis

M. infraspinatus Fossa infraspinata dari scapula Tuberculum majus dari humerus Merotasi lateral lengan pada sendi bahu Nervus suprascapularis

M. teres majorinferior dari scapula Sisi medial sulcus intertubercul arisMengekstensikan lengan pada sendi bahu dan membantu aduksi dan rotasi medial lengan pada sendi bahuNervus subscapu laris

M. teres minor Margo lateralis inferior dari scapula Tuberculum majus dari humerus Merotasi lateral dan ekstensi lengan pada sendi bahu Nervus axillaris

M. coracobrachialis Processus coracoideus dari scapula Pertengahan sisi medial dari corpus humeri Memfleksikan dan aduksi lengan pada sendi bahu Nervus musculocutaneus

b. Fraktur Proksimal Humerus Defenisi Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1. Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi. Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks. Etiologi Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma dapat bersifat:

1. Langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

2. Tidak langsung Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.Tekanan pada tulang dapat berupa:

1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral 2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal 3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi 4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah 5. Trauma oleh karena remuk 6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang Epidemiologi Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh fraktur.Sedangkan kejadian fraktur distal humerusterjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur.8 Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis.Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun

KlasifikasiMenurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

1. Caput/kepala humerus

2. Tuberkulum mayor

3. Tuberkulum minor

4. Diafisis atau shaft Klasifikasi menurut Neer, antara lain:

1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu

2. Two-part fracture :

anatomic neck surgical neck Tuberculum mayor

Tuberculum minor

3. Three-part fracture : Surgical neck dengan tuberkulum mayor

Surgical neck dengan tuberkulum minus

4. Four-part fracture 5. Fracture-dislocation 6. Articular surface fracture

Diagnosis Anamnesis Anamnesis terdiri dari:

1. Auto anamnesis: Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:

1) Sakit/nyeri

Sifat dari sakit/nyeri:

Lokasi setempat/meluas/menjalar Ada trauma riwayat trauma tau tidak Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya Apa yang memperberat/mengurangi nyeri Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul

2) Kelainan bentuk/pembengkokan Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang) Benjolan atau karena ada pembengkakan 3) Kekakuan/kelemahan Kekakuan: Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu? Kelemahan: Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan

2. Allo anamnesis: Untuk aloo anamnesis pada kasus-kasus trauma ditujukan kepada pengantar ataupun saksi agar dapat memberikan keterangan yang lebih baik, terutama bila pasien tidak sadarkan diri. Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).

Gambaran umum:

Perlu menyebutkan:

a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:

- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah

- Kesakitan

- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu

b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin

c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

Pemeriksaan lokal:

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:

a. Look (inspeksi)

Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

b. Feel (palpasi)

Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.Hal-hal yang perlu diperhatikan: Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit. Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak) Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.

Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra artikuler atau ekstra artickuler. Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi

Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity. Anggota gerak atas: Sendi bahu :

merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal (floating joint). Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.

Sendi siku: Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90 untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu. Sendi pergelangan tangan: Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.

Jari tangan: Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint) merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri, sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi. Pemeriksaan Radiologis: Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral

2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi yang mengalami fraktur

3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis

4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang

5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Penatalaksanaa Penatalaksanaan secara umum:

1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.

2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita Pilihan terapi adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.BAB III

LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien Nama: Tn. Lk Umur: 30 thn Jenis Kelamin: Laki-laki Alamat: Pante Barat Pekerjaan: Tani Tanggal Masuk: 16 Maret 2014 Ruangan: Pav. Garuda Bawah Rumah Sakit: Anutapura Palu DPJP: dr. Sri Sikspriani M. Kes., SpOT

b. Anamnesis Keluhan Utama: Nyeri pada bahu kiri Riwayat Trauma: Pasien mengalami trauma jatuh dari pohon 3 jam SMRS Mekanisme Trauma:Pasien terjatuh dari pohon durian dengan ketinggian 3 meter dengan posisi jatuh, awalnya berdiri tetapi kemudian kaki pasien menyentuh ranting pohon dan merubah posisi jatuh pasien dari ketinggian 2 meter dengan posisi tengkurap dan tangan kiri sebagai tumpuan saat membentur tanah. Anamnesis Terpimpin :Pasien mengeluh nyeri pada bahu kiri setalah pasien terjatuh dari pohon durian. Nyeri dirasakan terus menerus dan lama kelamaan pada bahu tersebut menjadi bengkak. Keluhan nyeri disertai dengan tangan kiri yang sulit untuk digerakkan. Pingsan tidak ada, keluar darah dari telinga ataupun hidung tidak ada, sesak tidak ada. BAK lancar, BAB belum ada.Satu jam setelah kejadian pasien di bawah ke tukang urut tetapi hanya dilakukan pemberian minyak-minyak di tempat yang nyeri. c. Primary Survey Airway

: Clear, jalan nafas Patent, cedera servikal (-) Breathing: Pernafasan 24x/menit thorakoabdominal, flail chest (-)

Circulation: TD 130/70mmHg, N : 88x/menit

Disability: GCS 15= E4, M6, V5; pupil Isokor

Eksposure: Suhu 36,8C

d. Secondary Survey Kepala: Normochepaly Leher: Jejas (-) Thoraks: Inspeksi: Normochest Palpasi: NT (-), vocal premitus kanan=kiri, krepitasi (-) Perkusi: Batas paru Hepar ICS VI midclavicula dekstra Auskultasi: Vesikuler, Rh -/-, Wh-/- Cardio: Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi: Ictus cordis tidak teraba Perkusi: tidak ditemukan kelainan pembesaran jantung Auskultasi: BJ I/II murni reguler. Abdomen: Inspeksi: Cembung, pelebaran vena (-)

Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal

Perkusi: Tympani

Palpasi: Massa (-), NT (-).

Anogenital: Tidak ditemukan adanya kelainan

Ekstermitas: Superior: lihat status lokalis

Inferior: akral hangat, Kekuatan otot

5/5, 5/5, 5/5e. Status Lokalis Regio Frontalis Inspeksi: Tampaksebuah vulnus ekskoriasi dengan ukuran 1x2cm, dengan warna kemerahan pada bagian tangah luka. Palpasi: NT (+). RegioDeltoidea Sinistra Inspeksi : Tampak hematom dengan ukuran 11x9cm dengan warna ungu kemerahan, deformitas (+). Palpasi: Suhu kulit bagian hematom lebih hangat dari bagian yang tidak hematom, NT(+),krepitasi (+), NVD (+), ROM terbatas.

Move: Nyeri saat menggerakkan (+), pergerakan terbatas, kekuatan otot 3/5, 3/5, 5/5, 5/5

Tabel 1. ROM PasienBahu (ball and socket joint)ROM PasienRentang Gerak Sendi normalKelompok otot

a. Fleksi.

b. Ekstensi.

c. Hiperekstensi.

d. Abduksi.

e. Adduksi.

f. Rotasi eksternal.

g. Rotasi internal 15

10

10 15

15

10

1080

180

50

180

230

90

90Pektoralis mayor,

korakobrakialis, deltoid,

bisep brakii.

Teres mayor

Latissimus dorsi,

deltoid, teres mayor.

Deltoid, suprasinatus.

Pektoralis mayor, teres mayor.

Subskapularis,

pektoralis mayor,

latissimus dorsi, teres

mayor.

Bisep brakii, brakialis,

brakioradialis.

f. ResumeLaki-laki 30 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri pada bahu kiri akibat jatuh dari pohon durian dengan ketinggian 3meter. Keluhan disertai dengan tangan kiri yang sulit untuk digerakkan.

Dari pemeriksaan fisik status lokalis ditemukan Vulnus ekskoriasi pada regio frontalis, hematom pada regio deltoidea dengan ROM terbatas, terdapat deformitas pada bahu kiri disertai nyeri tekan dengan kekuatan otot 4/5 pada regio tersebut.

g. Diagnosa Awal

Vulnus Ekskoriasi+Susp. Fraktur tertutup Humerus Proksimal + Dislokasi caput Humerih. Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin: - WBC : 10,8

- HB : 13,9 g/dL

- PLT : 168 Radiologi:

i. Diagnosis AkhirFraktur Proksimal Humerus Surgical type Three part fracture + vulnus ekskoriasi.j. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:- Imobilisasi

Perawatan luka

Medikamentosa:- Analgetik

- H2 antagonis Reseptor

k. Rencana TindakanOpen Reduction Internal FixationBAB IVDISKUSIPada dasarnya pasien-pasien trauma yang datang ke IGD harus dilakukan penilaian primer yaitu mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Limitation, Exposure). Pada kasus ini dilakukan penilaian primer tidak ditemukan adanya gangguan pada ABCDE.Setelah evaluasi primer dilakukan selanjutnya dilakukan penilaian sekunder. Survei primer (ABCDE) yang baik untuk menyelamatkan nyawa dan survei sekunder yang tepat dibutuhkan untuk menyelamatkan fungsi dari ekstrimitas, ditunjang oleh penanganan definitif.Tujuan dari penilaian sekunder adalah mencari cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati. Bagian dari penilaian sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik.Berdasarkan anamnesis, diketahui pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan utama nyeri pada bahu kiri yang dialami setelah jatuh dari ketinggian 2 meter dengan posisi tangan kiri sebagai tumpuan. Hal ini sesuai dengan teori dimana kejadian fraktur proksimal humerus terjadi pada usia dewasa muda dengan adanya faktor pencetus yakni trauma. Dari mekanisme trauma pada kasus ini bisa saja terjadi lebih dari satu problem yakni fraktur yang disertai dislokasi.Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Yang pertama lookatau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus mempalpasi seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move. Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion). Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harustetap dilakukan.Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return.Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada kasusdidapatkan ditemukan vulnus ekskoriasi pada regio frontalis, hematom pada regio deltoidea ukuran 10 x 7 cm, dengan ROM terbatas, terdapat deformitas pada bahu kiri disertai nyeri tekan dengan kekuatan otot 4/5 pada regio tersebut. Perfusi jaringan distal masih baik, hal ini dinilai dengan perabaan arteri distal yaituA. Brachialis. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas dapat dipikirkan terjadinya fraktur atau dislokasi humerus pada pasien ini. Pada pasien dengan adanya kecurigaan fraktur harus dilakukan imobilisasi sebagai penanganan awal. Kemudian dilakukan foto polos pada extremitas yang dicurigai dengan prinsip dua:1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral 2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi yang mengalami fraktur 3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis 4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang 5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Pada pasien ini dilakukan foto polos dengan hasil fraktur proksimal humerus Surgical type Three part fracture. Secara teori, terdapat banyak klasifikasi fraktur humerus. Namun yang paling sering digunakan adalah klasifikasi menurut Neer, antara lain:

1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktur2. Two-part fracture :

anatomic neck surgical neck Tuberculum mayor

Tuberculum minor

3. Three-part fracture : Surgical neck dengan tuberkulum mayor

Surgical neck dengan tuberkulum minus

4. Four-part fracture 5. Fracture-dislocation 6. Articular surface fracture

Pada pasien ini termasuk dalam klasifikasi Neer Three-part fracture surgical neck dengan tuberkulum mayor karena garis patahan frakture mengenai Collumna dan tuberositas mayor dari Os Humerus. Pada Fraktur proksimal humerifraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).Selain itu untuk tindakan operatif, dapat dilakukan ORIF (Open Reduction Internal Fixation) seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

KomplikasiAdapun komplikasi yang dapat terjadi:

1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis m.Deltoid.

2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis, harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus disertai eksplorasi n.Radialis.

3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor, Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.

4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy. 26