Upload
izitriani
View
99
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang biasanya disebabkan oleh rudapaksa
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Latar Belakang
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya
jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya
fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang
dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan
cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma
pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat
membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur
yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat
sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit,
tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan
bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus
diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh,
bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah,
syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam
mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.
1.2 Anatomi Femur
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu
bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini
menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Suplai darah ke femur
bervariasi menurut usia. Sumber utamanya adalah a. retikuler posterior, nutrisi dari
pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah trokanter dan bagian
bawah dari collum femur.
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major
dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada
pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat
perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris
dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan
ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada
wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut
ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
2
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian
belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia
licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya
terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke
bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis
menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke
bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang
femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan
membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut
membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus
medialis.
1.3 Definisi dan mekanisme trauma
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh
dalam syok.
Mekanisme trauma
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
3
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang clavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan trauma,
dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
1.4 Epidemiologi
Fraktur collum femur dan fraktur subtrochanter banyak terjadi pada wanita
tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotic,
trauma yang dialami oleh wanita tua, biasanya ringan. Sedangkan pada penderita
muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Aedangkan fraktur batang femur,
fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi
pada penderita laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian.
Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena waktu bermain dirumah
atau disekolah.
1.5 Klasifikasi
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete,
dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta
incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di
tempat, biasa terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius,
ulna, clavicula, dan costae
3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi :
4
1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari
sumbu tulang)
2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari
sumbu tulang)
3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya
b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi
atas:
– Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat
– Angulated – membentuk sudut tertentu
– Rotated – memutar
– Distracted – saling menjauh karena ada interposisi
– Overriding – garis fraktur tumpang tindih
– Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
5
Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya
Oblique communited spiral compoud
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih
utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang
menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka,
yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang
yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
luka dan berat ringannya fraktur
6
Derajat patah tulang terbuka
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi
fragmen minimal
II Laserasi > 2cm, kontusio otot
disekitarnya
Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, rusak hebat atau
hilangnya jaringan
disekitarnya.
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada
yang hilang
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC.
IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.
Klasifikasi fraktur femur
7
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. fraktur collum femur:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. fraktur subtrochanter femur
adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter
minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah
dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. fraktur batang femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi
menjadi :
– tertutup
8
– terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
· Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari
luar.
· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak
yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. fraktur batang femur (anak – anak)
e. fraktur supracondyler femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. fraktur intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. fraktur condyler femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
1.6 Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,
9
kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan
tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :
i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
iii. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan :
disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas dikemiliteran.
10
1.7 Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic,patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan,
maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal
maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu
dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
1.8 Gambaran Klinis
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
11
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa,mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
10. Krepitasi
1.9 Diagnosis
Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah
karena jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga
mungkin, patah tulang tidak disadari oleh penderita dan mereka datang dengan
keluhan “keseleo”, terutama patah yang disertai dengan dislokasi fragmen yang
minimal. Diagnosis patah tulang juga dimulai dengan anamnesis : adanya trauma
tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut.
Dalam presepsi penderita trauma tersebut bisa dirasa berat meskipun sebenarnya
ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun sebenarnya berat. Selain riwayat
trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah tulang yang fragmen
patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah tulang
mempunyai cedera yang khas.
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas
empat langkah : tanyakan, lihat, raba, dan gerakkan.
Diagnosis patah tulang
Tanyakan : anamnesis, adakah cedera khas
Lihat : inspeksi, bandingkan kiri dengan kanan
Raba : analisis nyeri (nyeri objektif, subjektif, nyeri lingkar, nyeri sumbu
pada tarikan dan/atau tekanan )
Gerak : aktif dan/atau pasif
12
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat pasien
kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat
pembengkakkan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan
juga terdapat gerakan yang tidak normal. Nyeri yang secara subjektif dinyatakan
dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri
tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau
menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan sumbunya.
Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama. Gerakan antar
fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan
mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif
termasuk dalam pemeriksaan rutin patah tulang.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemeriksaan klinis untuk
mencari akibat trauma, seperti pneumotoraks atau cedera otak, serta komplikasi
vaskuler dan neurologis dari patah tulang yang bersangkutan. Hal ini penting
karena komplikasi tersebut perlu penanganan yang segera.
Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto Rontgen dua arah 90
derajat didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami
dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan
radiologis tidak dimaksudkan untuk diagnostic karena pemeriksaan klinisnya
sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal.
Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang
harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus
karena foto Rontgen merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus
secara miring, gambar menjadi samar, kurang jelas, dan lain dari kenyataan. Harus
selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus.
Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun yang distal harus turut
difoto. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang atau tidak, sebaiknya dibuat
foto yang sama dari anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak
diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah
satu minggu: retak akan menjadi nyata karena hyperemia setempat sekitar tulang
yang retak itu akan tampak sebagai “dekalsifikasi”.
Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan, misalnya dalam
hal patah tulang vertebra dengan gejala neurologis.
13
Syarat mutu foto Rontgen pada pemeriksaan patah tulang :
- Patah tulang dipertengahan foto
- Persendian proksimal dan distal termasuk foto
- Dua foto dua arah bersilangan 90 derajat
- Sinar menembus tegak lurus
1.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah
dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto
radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka
bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.
14
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai
bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi,
dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat
diterima.
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada
posisi anatomik normalnya.
15
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan
reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan
imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai
ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam
posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter.
Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.
16
Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan.
Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi,
balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan
untuk Penyatuan Tulang Fraktur
c. Rehabilitasi
17
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit.
Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan
reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan
isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari,
dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki
kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Tabel 2. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur
Proses penyembuhan fraktur
Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut:
1. Stadium Pembentukan Hematom :
– Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah
yang robek
– Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
18
– Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
– Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
– Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
– Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
– Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
– Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Stadium Pembentukan Kallus :
– Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
– Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
– Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
– Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :
– Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
– Secara bertahap menjadi tulang mature
– Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Stadium Remodeling :
– Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
– Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
– Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda
penebalan tulang.
19
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur,
banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau
penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara
ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur.
1.11 Komplikasi
2. Komplikasi segera
a. Local
o Kulit : abrasi, laserasi, penetrasi
o Pembuluh darah : robek
o System saraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik
o Otot
o Organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta),
kandung kemih (pada faktur pelvis).
b. Umum
o Rudapaksa multiple
o Syok: hemoragik, neurogenik
3. Komplikasi dini
a. Local
o Nekrosis kulit, gangrene, sindrom kompartemen, thrombosis vena,
infeksi sendi, osteomielitisumum
o ARDS, emboli paru, tetanus
4. Komplikasi lama
a. Local
o Sendi : ankilosis fibrosa, ankilosis osal
o Tulang :
Gagal taut/ taut lama/ salah taut
Distrofi reflex
Osteoporosis pascatrauma
20
Gangguan pertumbuhan
Osteomielitis
Patah tulang ulang
o Otot/ tendo : penulangan otot, rupture tendon
o Saraf : kelumpuhan saraf lambat
b. Umum
o Batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur )
1.12 Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang
menabjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur
dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang
hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur dapat terjadi segera setelah
tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai sampai terjadi konsodilasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragment tulang secar fisik sangat penting dalam penyembuhan,
selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essensial
dalam penyembuhan fraktur.
21
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.IndraEriYosri
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 27tahun
Alamat : Tanah garam
PRIMARY SURVEY
A : Clear, tidak ada gangguan jalan nafas
B : Paten. Nafas : 20 x/i
C : TD : 120/80 mmHg, nadi 82 x /i
D : GCS 15( E4V5M6 )
SECONDARY SURVEY
ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri pada paha kiri sejak 15 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien post KLL sejak 15 hari yang lalu
Pasien sadar setelah kecelakaan
22
Kecelakaan terjadi ketika pasien sedang mengendarai motor, saat itu
pasien berusaha menghindar dari sebuah mobil yang melaju dari arah yang
berlawanan sehingga menyebabkan pasien jatuh dengan paha kiri terhimpit
motor.
Pasien mengeluh nyeri pada paha kiri, nyeri semakin bertambah bila
digerakkan
Luka robek (-), luka lecet (+) pada paha kiri
Luka ditempat lain (-)
Mual (-), muntah (-)
Pasien mengaku kaki pasien yang mengalami kecelakaan pernah diurut
selama 10 hari
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37,2°C
Kepala-Leher
Kepala : normochepali, bentuk simetris.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
23
Thorax-pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan
tertinggal, tidak ada retraksi dinding dada.
Palpasi : fremitus sama kiri-kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, tidak ada wheezing dan ronki.
Thorax-Cardiovascular
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : tidak teraba massa, ictus cordis teraba di di RIC V linea
midclavicularis sinistra.
Perkusi : redup di bagian jantung, batas bawah paru dan jantung dalam
batas normal
Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ada bising
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), tidak ada sikatrik
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani dikeempat kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
STATUS LOKALIS
Regio femoralis sinistra
A. Look :
deformitas (+), kaki kiri lebih pendek dari kaki kanan
vulnus laceratum (+)
udema (+)
B. Feel :
Nyeri tekan (+)
Nyeri sumbu (+)
C. Move :
Terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif
24
LABORATORIUM
Hemoglobin : 10,7 g/dl
Hematokrit : 42 %
Leukosit : 9470 mm³
Trombosit : 375.000 mm³
DIAGNOSA KERJA
Suspek fraktur femur sinistra tertutup
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto rontgen femur dextra
- Kesan : tampak Fraktur femur 1/3 proximal sinistra tertutup
DIAGNOSIS
- Fraktur femur 1/3 proximal sinistra tertutup
PENATALAKSANAAN :
KONSERVATIF
Non medika mentosa :
- Rawat inap
Medikamentosa :
- IVFD RL 8 jam / kolf
25
- Ketorolac inj 3 x 1 amp
- Ranitidine inj 2 x 1 amp
Operatif : ORIF
DIAGNOSIS POST OPERASI :
Post ORIF femur 1/3 proximal tertutup
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
26
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Seorang pasien, laki-laki umur 27 tahun datang ke IGD RSUD
Solok dengan keluhan nyeri pada paha kiri sejak 15 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 15 hari yang
lalu dan pasien sadar setelah kecelakaan . Kecelakaan terjadi ketika pasien
sedang mengendarai motor, saat itu pasien berusaha menghindar dari
sebuah mobil yang melaju dari arah yang berlawanan sehingga
menyebabkan pasien jatuh dengan paha kiri terhimpit motor. Nyeri pada
paha kiri semakin bertambah bila digerakkan.Selain itu juga terdapat luka
lecet pada paha kiri. Pasien mengaku kaki pasien yang mengalami
kecelakaan pernah diurut selama 10 hari . Pada pemeriksaan Fisik
ditemukan : TD:120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, Napas: 20x/menit, Suhu
37,2 c
Pada pemeriksaan fisik di regio femoralis sinistra didapatkan
deformitas (+), kaki kiri lebih pendek dari kaki kanan, vulnus laceratum
(+), udema (+), nyeri tekan (+), nyeri sumbu (+) dan terdapat keterbatasan
gerak aktif dan pasif.
Pada kasus ini pasien telah diberikan terapi konservatif dan
operatif.
27