39
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Latar Belakang Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya. Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus

fraktur femur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang biasanya disebabkan oleh rudapaksa

Citation preview

Page 1: fraktur femur

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai

jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya

jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya

fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang

dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan

cedera olah raga.

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan

atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma

pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat

membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur

yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat

sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit,

tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan

bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus

diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh,

bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah,

syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam

mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.

Page 2: fraktur femur

1.2 Anatomi Femur

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu

bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini

menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Suplai darah ke femur

bervariasi menurut usia. Sumber utamanya adalah a. retikuler posterior, nutrisi dari

pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah trokanter dan bagian

bawah dari collum femur.

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major

dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan

berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada

pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat

perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris

dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan

ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada

wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut

ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher

dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea

2

Page 3: fraktur femur

intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian

belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia

licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya

terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke

bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis

menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke

bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang

femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah

berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan

membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia

poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di

bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior

condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut

membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan

medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus

medialis.

1.3 Definisi dan mekanisme trauma

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi

akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan

biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh

dalam syok.

Mekanisme trauma

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada

3

Page 4: fraktur femur

lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa

trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan

tulang clavikula atau radius distal patah.

Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan trauma,

dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat

menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut

patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat

menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

1.4 Epidemiologi

Fraktur collum femur dan fraktur subtrochanter banyak terjadi pada wanita

tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotic,

trauma yang dialami oleh wanita tua, biasanya ringan. Sedangkan pada penderita

muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Aedangkan fraktur batang femur,

fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi

pada penderita laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian.

Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena waktu bermain dirumah

atau disekolah.

1.5 Klasifikasi

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete,

dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta

incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di

tempat, biasa terjadi pada tulang pipih

2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius,

ulna, clavicula, dan costae

3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi :

4

Page 5: fraktur femur

1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari

sumbu tulang)

2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari

sumbu tulang)

3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang

4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat

anatomisnya

b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi

atas:

– Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

– Angulated – membentuk sudut tertentu

– Rotated – memutar

– Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

– Overriding – garis fraktur tumpang tindih

– Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

5

Page 6: fraktur femur

Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya

Oblique communited spiral compoud

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur

dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan

fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih

utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang

menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka,

yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang

yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya

luka dan berat ringannya fraktur

6

Page 7: fraktur femur

Derajat patah tulang terbuka

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi

fragmen minimal

II Laserasi > 2cm, kontusio otot

disekitarnya

Dislokasi fragmen jelas

III Luka lebar, rusak hebat atau

hilangnya jaringan

disekitarnya.

Kominutif, segmental,

fragmen tulang ada

yang hilang

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan

Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC.

IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,

walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang

terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur

kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma

high energy tanpa memandang luas luka.

III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan

bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan

jaringan lunak.

Klasifikasi fraktur femur

7

Page 8: fraktur femur

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

a. fraktur collum femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya

penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung

terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak

langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,

dibagi dalam :

Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. fraktur subtrochanter femur

adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter

minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah

dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada

daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan

penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi

berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi

menjadi :

– tertutup

8

Page 9: fraktur femur

– terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang

patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya

diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

· Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari

luar.

· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak

yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

d. fraktur batang femur (anak – anak)

e. fraktur supracondyler femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot

gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma

langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus

atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. fraktur intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi

disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

1.6 Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,

9

Page 10: fraktur femur

kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan

tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan

mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik

tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga

yaitu :

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya.

ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur

klavikula.

iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan

trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai

keadaan berikut :

i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali dan progresif.

ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

iii. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D

yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh

defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi

Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan :

disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio

dan orang yang bertugas dikemiliteran.

10

Page 11: fraktur femur

1.7 Patofisiologi

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan

metabolic,patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka

ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan,

maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi

jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal

maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai

serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu

dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri

gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat

mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan

jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka

atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan

rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi

neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik

terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang

kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.

Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan

immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah

dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.

1.8 Gambaran Klinis

1. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang.

b. Penekanan tulang.

2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah

dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.

11

Page 12: fraktur femur

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

5. Tenderness / keempukan.

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya

dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi ( mati rasa,mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal.

9. Dari hilangnya darah.

10. Krepitasi

1.9 Diagnosis

Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah

karena jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga

mungkin, patah tulang tidak disadari oleh penderita dan mereka datang dengan

keluhan “keseleo”, terutama patah yang disertai dengan dislokasi fragmen yang

minimal. Diagnosis patah tulang juga dimulai dengan anamnesis : adanya trauma

tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut.

Dalam presepsi penderita trauma tersebut bisa dirasa berat meskipun sebenarnya

ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun sebenarnya berat. Selain riwayat

trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun patah tulang yang fragmen

patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah tulang

mempunyai cedera yang khas.

Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas

empat langkah : tanyakan, lihat, raba, dan gerakkan.

Diagnosis patah tulang

Tanyakan : anamnesis, adakah cedera khas

Lihat : inspeksi, bandingkan kiri dengan kanan

Raba : analisis nyeri (nyeri objektif, subjektif, nyeri lingkar, nyeri sumbu

pada tarikan dan/atau tekanan )

Gerak : aktif dan/atau pasif

12

Page 13: fraktur femur

Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat pasien

kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat

pembengkakkan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan

juga terdapat gerakan yang tidak normal. Nyeri yang secara subjektif dinyatakan

dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri

tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau

menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan sumbunya.

Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama. Gerakan antar

fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan

mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif

termasuk dalam pemeriksaan rutin patah tulang.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemeriksaan klinis untuk

mencari akibat trauma, seperti pneumotoraks atau cedera otak, serta komplikasi

vaskuler dan neurologis dari patah tulang yang bersangkutan. Hal ini penting

karena komplikasi tersebut perlu penanganan yang segera.

Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto Rontgen dua arah 90

derajat didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami

dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan

radiologis tidak dimaksudkan untuk diagnostic karena pemeriksaan klinisnya

sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal.

Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang

harus dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus

karena foto Rontgen merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus

secara miring, gambar menjadi samar, kurang jelas, dan lain dari kenyataan. Harus

selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus.

Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun yang distal harus turut

difoto. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang atau tidak, sebaiknya dibuat

foto yang sama dari anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak

diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah

satu minggu: retak akan menjadi nyata karena hyperemia setempat sekitar tulang

yang retak itu akan tampak sebagai “dekalsifikasi”.

Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan, misalnya dalam

hal patah tulang vertebra dengan gejala neurologis.

13

Page 14: fraktur femur

Syarat mutu foto Rontgen pada pemeriksaan patah tulang :

- Patah tulang dipertengahan foto

- Persendian proksimal dan distal termasuk foto

- Dua foto dua arah bersilangan 90 derajat

- Sinar menembus tegak lurus

1.10 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan

(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah

dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk

mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila

lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto

radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan

mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain

memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan Kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak

menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka

bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara

sebelum pasien dipindahkan.

Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan

sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan

dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan

fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan

perdarahan lebih lanjut.

14

Page 15: fraktur femur

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan

menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang

memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen

tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara

dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.

Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan

membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai

bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat

dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.

Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi

jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk

mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan

reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.

Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian

dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari

sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas

sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

3. Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi,

dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:

a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat

diterima.

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang

pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada

posisi anatomik normalnya.

15

Page 16: fraktur femur

Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan

reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,

namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan

reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak

kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.

Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera

sudah mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :

1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling

berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan

imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai

ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam

posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter.

Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk

penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen

tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan

pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk

pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang

yang solid terjadi.

b. Imobilisasi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan.

16

Page 17: fraktur femur

Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi

penyembuhan.

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat

“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi,

balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan

untuk Penyatuan Tulang Fraktur

c. Rehabilitasi

17

Page 18: fraktur femur

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada

bagian yang sakit.

Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan

reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,

memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan

isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari,

dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki

kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula

diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel 2. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur

Proses penyembuhan fraktur

Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut:

1. Stadium Pembentukan Hematom :

– Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah

yang robek

– Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)

18

Page 19: fraktur femur

– Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :

– Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur

– Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast

– Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang

– Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang

– Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus :

– Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)

– Kallus memberikan rigiditas pada fraktur

– Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu

– Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Stadium Konsolidasi :

– Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu

– Secara bertahap menjadi tulang mature

– Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Stadium Remodeling :

– Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur

– Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

– Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda

penebalan tulang.

19

Page 20: fraktur femur

Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,

mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur,

banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau

penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara

ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur.

1.11 Komplikasi

2. Komplikasi segera

a. Local

o Kulit : abrasi, laserasi, penetrasi

o Pembuluh darah : robek

o System saraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan

sensorik

o Otot

o Organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta),

kandung kemih (pada faktur pelvis).

b. Umum

o Rudapaksa multiple

o Syok: hemoragik, neurogenik

3. Komplikasi dini

a. Local

o Nekrosis kulit, gangrene, sindrom kompartemen, thrombosis vena,

infeksi sendi, osteomielitisumum

o ARDS, emboli paru, tetanus

4. Komplikasi lama

a. Local

o Sendi : ankilosis fibrosa, ankilosis osal

o Tulang :

Gagal taut/ taut lama/ salah taut

Distrofi reflex

Osteoporosis pascatrauma

20

Page 21: fraktur femur

Gangguan pertumbuhan

Osteomielitis

Patah tulang ulang

o Otot/ tendo : penulangan otot, rupture tendon

o Saraf : kelumpuhan saraf lambat

b. Umum

o Batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur )

1.12 Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang

menabjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur

dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang

hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur dapat terjadi segera setelah

tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan

memadai sampai terjadi konsodilasi. Faktor mekanis yang penting seperti

imobilisasi fragment tulang secar fisik sangat penting dalam penyembuhan,

selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essensial

dalam penyembuhan fraktur.

21

Page 22: fraktur femur

BAB II

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.IndraEriYosri

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 27tahun

Alamat : Tanah garam

PRIMARY SURVEY

A : Clear, tidak ada gangguan jalan nafas

B : Paten. Nafas : 20 x/i

C : TD : 120/80 mmHg, nadi 82 x /i

D : GCS 15( E4V5M6 )

SECONDARY SURVEY

ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri pada paha kiri sejak 15 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien post KLL sejak 15 hari yang lalu

Pasien sadar setelah kecelakaan

22

Page 23: fraktur femur

Kecelakaan terjadi ketika pasien sedang mengendarai motor, saat itu

pasien berusaha menghindar dari sebuah mobil yang melaju dari arah yang

berlawanan sehingga menyebabkan pasien jatuh dengan paha kiri terhimpit

motor.

Pasien mengeluh nyeri pada paha kiri, nyeri semakin bertambah bila

digerakkan

Luka robek (-), luka lecet (+) pada paha kiri

Luka ditempat lain (-)

Mual (-), muntah (-)

Pasien mengaku kaki pasien yang mengalami kecelakaan pernah diurut

selama 10 hari

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis cooperatif

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 37,2°C

Kepala-Leher

Kepala : normochepali, bentuk simetris.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Leher : tidak ada pembesaran KGB

23

Page 24: fraktur femur

Thorax-pulmo

Inspeksi : dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan

tertinggal, tidak ada retraksi dinding dada.

Palpasi : fremitus sama kiri-kanan

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru.

Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, tidak ada wheezing dan ronki.

Thorax-Cardiovascular

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : tidak teraba massa, ictus cordis teraba di di RIC V linea

midclavicularis sinistra.

Perkusi : redup di bagian jantung, batas bawah paru dan jantung dalam

batas normal

Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ada bising

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), tidak ada sikatrik

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani dikeempat kuadran abdomen

Auskultasi : bising usus (+) normal

STATUS LOKALIS

Regio femoralis sinistra

A. Look :

deformitas (+), kaki kiri lebih pendek dari kaki kanan

vulnus laceratum (+)

udema (+)

B. Feel :

Nyeri tekan (+)

Nyeri sumbu (+)

C. Move :

Terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif

24

Page 25: fraktur femur

LABORATORIUM

Hemoglobin : 10,7 g/dl

Hematokrit : 42 %

Leukosit : 9470 mm³

Trombosit : 375.000 mm³

DIAGNOSA KERJA

Suspek fraktur femur sinistra tertutup

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Foto rontgen femur dextra

- Kesan : tampak Fraktur femur 1/3 proximal sinistra tertutup

DIAGNOSIS

- Fraktur femur 1/3 proximal sinistra tertutup

PENATALAKSANAAN :

KONSERVATIF

Non medika mentosa :

- Rawat inap

Medikamentosa :

- IVFD RL 8 jam / kolf

25

Page 26: fraktur femur

- Ketorolac inj 3 x 1 amp

- Ranitidine inj 2 x 1 amp

Operatif : ORIF

DIAGNOSIS POST OPERASI :

Post ORIF femur 1/3 proximal tertutup

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

26

Page 27: fraktur femur

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Seorang pasien, laki-laki umur 27 tahun datang ke IGD RSUD

Solok dengan keluhan nyeri pada paha kiri sejak 15 hari yang lalu.

Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 15 hari yang

lalu dan pasien sadar setelah kecelakaan . Kecelakaan terjadi ketika pasien

sedang mengendarai motor, saat itu pasien berusaha menghindar dari

sebuah mobil yang melaju dari arah yang berlawanan sehingga

menyebabkan pasien jatuh dengan paha kiri terhimpit motor. Nyeri pada

paha kiri semakin bertambah bila digerakkan.Selain itu juga terdapat luka

lecet pada paha kiri. Pasien mengaku kaki pasien yang mengalami

kecelakaan pernah diurut selama 10 hari . Pada pemeriksaan Fisik

ditemukan : TD:120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, Napas: 20x/menit, Suhu

37,2 c

Pada pemeriksaan fisik di regio femoralis sinistra didapatkan

deformitas (+), kaki kiri lebih pendek dari kaki kanan, vulnus laceratum

(+), udema (+), nyeri tekan (+), nyeri sumbu (+) dan terdapat keterbatasan

gerak aktif dan pasif.

Pada kasus ini pasien telah diberikan terapi konservatif dan

operatif.

27