Fr Suprakondiler

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapsus

Citation preview

LAPORAN KASUSFRAKTUR SUPRACONDILER HUMERUS SINISTRA

Disusun Oleh:Rolan Harabiti09700284

PEMBIMBING:dr. Broto Suwadji, Sp.OT

SMF ILMU BEDAHRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul fraktur supracondiler. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada bagian Ilmu Bedah RSUD Bangil.Penyusun menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembimbing atas segala bimbingan, motivasi, serta ilmu yang diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaiakan tugas pustaka ini.Besar harapan penyusun semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Bangil, 15Agustus 2015

(Rolan Harabiti/09700284)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iiDAFTAR ISI ......................................................................................................... iiiBAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1BAB 2. PEMBAHASAN ...................................................................................... 32.1 Definisi ........................................................................ 32.2 Anatomi ........................................................................................52.3 Epidemiologi.........................................................................................52.4 Klasifikasi ................................................................52.5 Manifestasi Klinis .................................................................................62.6 Pemeriksaan penunjang ....................................................................... 102.7 Diagnosis ..............................................................................................142.8 Penatalaksanaan ...................................................................................152.9 Komplikasi .........................................................................................21BAB 3. LAPORAN KASUS ................................................................................23BAB 4. KESIMPULAN24DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................25

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Fraktur suprakondiler humeri adalah fraktur yang terjadi pada bagian sepertiga distal tulang humerus setinggi kondilus humeri tepat proksimal troklea dan capitulum humeri, yang melewati fossa olekrani. Garis frakturnya berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon. Fraktur ini sering terjadi pada anak anak, yaitu fraktur kondilus lateralis humerus dan fraktur epikondilus medialis humerus. Fraktur kondiler sederhana jarang ditemukan pada orang dewasa, umumnya didapati fraktur kondiler kominutif berbentuk T atau Y. Fraktur kondilus lateralis humerus pada anak,kondilus tersebut terdislokasi ke arah distal. Fraktur ini termasuk fraktur epifisis berat tipe 4 yang merupakan fraktur intraartikuler. Fraktur epikondillus medialis humerus merupakan fraktur avulsi dan terjadi akibat gaya abduksi atau valgus yang berlebihan.

1.2 EPIDEMIOLOGIFraktur ini sering terjadi pada anak anak di dunia, yaitu sekitar 65 % dari seluruh kasus patah tulang lengan atas. Mayoritas fraktur suprakondiler pada anak anak terjadi pada usia 3 10 tahun, dengan puncak kejadiannya pada usia 5 dan 7 tahun. Dan biasanya paling sering ditemukan pada anak laki laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Humerus Tampak Anterior dan Posterior

ANATOMIHumerus adalah tulang lengan panjang yang kokoh, yang membentang dari bahu ke siku. Anatomi humerus terutama terkait dengan poros, ujung atas dan ujung bawah. Ujung atas membentuk sendi bahu bulat dan berartikulasi dengan glenoid rongga. Ujung bawah tidak teratur dalam bentuk karena untuk mendukung berbagai gerakan, seperti siku menekuk (fleksi), rotasi (pronasi dan supinasi ). ujung bawahjuga disebut kondilus humeri, berartikulasi dengan radius tulang serta tulang ulna untuk membentuk sendi siku. Beberapa otot-otot penting lengan berasal baik atau melampirkan pada poros tulang humerus, seperti brachalis, trisep, dan sebagainya, yang memberikan gerakan pada siku dan sendi bahu. Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.

1. KaputSepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.

2. KorpusSebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.

3. Ujung BawahBerbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. Ujung distal humerus berbentuk pipih antero posterio, bersama sama dengan ujung proksimal radius dan ulna membentuk persendian jenisginglimus di arthroradialis atau hinge joint. Ujung distal humerus terdiri dari dua kondilus tebal (lateralis dan medialis) yang tersusun oleh tulangkonselous. Pada anak, ujung distal humerus terdiri dari kartilago. Batas massa kartilago dengan batas tulang merupakan tempat yang lemah, dimana sering terjadi pemisahan epifise. Karena itu penting untuk mengetahui kapan timbulnya penulangan, konfigurasi dan penyatuan dengan batang humerus.Kondilus lateralis ditumpangi oleh kapitulum yang merupakan tonjolanyang berbentuk kubah yang nantinya akan bersendi dengan cekungan kaputradii. Di kranial kapitulum pada pada permukaan anterior humerus, terdapat cekungan (fossa) yang akan menampung ujung kaput radii, pada keadaanflexi penuh sendi siku.Seluruh permukaan troklea dilapisi kartilago sampai fossa olekranon.Sedikit di kranial troklea humerus menipis untuk membentuk fossakoronoidea, di anterior dan fossa olekranon di posterior. Fossa tersebut akanmenampung prosessus koronoideus ulna pada gerakan fleksi dan ujungprossesus olekranon pada gerakan ekstensi. Hiperostosis pada fossatersebut atau disekitar tonjolan/prominensia ulna akan membatasi geraksendi siku di kranial kedua kondilus yaitu di bagian lateral dan medialhumerus terdapat epikondilus tempat melekatnya tendon tendon otot. Satu satunya tendon yang merupakan tempat asal kelompok fleksor pronator berasalterutama dari epikondilus medialis dan dari medial suprakondiler ridge yangterdapat sedikit di kranial epikondilus. Demikian juga kelompok otot ekstensorsupinator berasal dari epikondilus lateralis dan lateral suprakondiler ridge.

DEFINISI FRAKTURFraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau penampilam korteks. Biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup , kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka yang cnderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksiBagaimana fraktur terjadiTulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan fraktur dapat terjadi 1. Peristiwa trauma tunggal2. Tekanan yang berulang ulang atau3. Kelemahan abnormal pada tulang fraktur patologik

1. Fraktur akibat peristiwa traumaSebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan penghancuran penekukan pemutaran atau penarikan bila terjena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat terkena jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya , penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luasBila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak adaKekuatan dapat berupa 1. Pemuntiran yang menyebabkan fraktur spiral2. Penekukan yang menyebabkan fraktur melintang3. Penekukan dan penekanan yang mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah4. Kombinasi dari pemuntiran penekukan dan penekanan, yang menyebabkan fraktur oblik pendek5. Penarikan dimana tendon atau ligamen benar-benar menarik tulang sampai terpisahUraian diatas terutama berlaku pada tulang panjang tulang bersepon , misalnya vertebra atau kalkaneus , bila terkena oleh kekuatan yang cukup besar akan mengalami fraktur kominutif akibat penghancuran pada lutut atau siku eksistensi yang terhalang dapat menyebabkan fraktur avulsi pada patela olekranon dan dalam beberapa keadaan kerja otot yang dihalangi dapat melepaskan otot pada tulang

2. Fraktur kelelahan atau tekananRetak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang ulang keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal , terutama pada atlet penari dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh

3. Fraktur patologikFraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah misalnya oleh tumor atau kalau tulang itu sangat rapuh misalnya pada penyakit paget

Jenis frakturPenampilan fraktur dapat sangat berfariasi tetapi untuk alasan yang praktis dibagi atas beberapa kelompok yang jelas1. Fraktur lengkapTulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih, kalau fraktur bersifat melintang fragmen itu biasanya tetap ditempatnya setelah reduksi kalau bersifat oblik atau spiral fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi sekalipun tulang itu dibebat. Pada fraktur impaksi fragmen fragmen terikat erat bersama sama dan garis fraktur itu tak jelas, fraktur kominutif adalah fraktur dengan lebih dari dua fragmen karena ikatan sambungan pada permukaan fraktur tidak baik, lesi ini sering tak stabil2. Fraktur tak lengkapDalam keadaan ini tulang terpisah secara lengkap dan perisoteum tetap menyatu pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung seperti ranting hijau yang dipatahkan ini ditemukan pada anak anak yang tulangnya lebih elastis daripada tulang orang dewasa, reduksi biasanya mudah dan penyembuhanya cepat . fraktur kompresi terjadi bila tulang yang berespon mengerut, ini terjadi pada orang dewasa terutama dalam badan vertebra. Kalau tidak dioperasi seketika itu reduksi tidak dapat dilakukan dan tak dapat dihindari adanya deformitas

FRAKTUR SUPRAKONDILERFracture supracondylair adalah fracture yang terjadi pada bagian sepertiga distal tulang humerus di atas kedua condylus humeri tepat proximal trochlea dan capitulum humeri, yang melewati fossa olecranii. Fracture ini merupakan salah satu jenis fracture yang mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak.Fracture supracondylair dapat didefinisikan sebagai fracture pada bagian distal dari humerus yang terjadi dalam bagian metaphysis. Fracture ini merupakan 3% dari seluruh fracture pada anak, serta termasuk dalam 10 besar fracture pada anak. Incidence tertinggi terjadi pada usia 5 hingga 8 tahun, menjadi sangat jarang setelah usia 15 tahun, dan terjadi 2 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuanDaerah supracondylair humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada extremitas atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Akibatnya baik pada cedera hyperextensi maupun flexi lengan bawah, tenaga trauma ini akan diteruskan lewat elbow joint. Sebagian besar garis fracture berbentuk oblique dari anterior ke cranial dan ke posterior dengan pergeseran fragmen distal ke arah posterior cranial.

ETIOLOGI1.Adanya riwayat trauma atau cedera2.Kecelakaan kendaraan bermotor3.Jatuh dari ketiggian4.Luka tembak5.Sidewipe injuries

KLASIFIKASI Fracture supracondylair humerus: fracture supracondylair merupakan jenis fracture yang paling sering terjadi. Pada jenis ini, fracture terjadi melewati growth plate dari humerus (di atas sendi siku). Penyebab paling sering dari fracture ini adalah jatuh menimpa lengan dalam posisi extensi. Cedera ini paling sering terjadi pada anak berusia antara 5 hingga 7 tahun.Mayoritas fracture supracondylair merupakan tipe extensi, yaitu mencapai 98% dari seluruh kasus yang ada. Kebanyakan anak menghindari jatuh dengan cara mengextensi ekstremitas atas mereka. Peningkatan flexibilitas dari ligament anak dibandingkan dewasa menimbulkan hiperextensi pada sendi siku. Hal ini menyebabkan tekanan axial terjadi dan menimbulkan tekanan anterior yang besar terhadap kapsul sendi. Olecranon terdorong sangat dalam ke dalam fossa olecranon. Peningkatan tekanan menekuk pada siku menimbulkan kerusakan cortex anterior distal humerus. Tekanan yang terjadi terus menerus menimbulkan fracture komplit pada bagian metaphysis supracondylair yang lebih tipis. Fragmen distal kemudian berpindah posisi ke posterior.Fracture supracondylair tipe flexi sangat jarang dibandingkan tipe extensi, yaitu kurang dari 5% dari seluruh fracture supracondylair. Fracture jenis ini terjadi akibat jatuh pada siku dengan posisi flexi.

Gambar . Fracture supracondylair tipe flexi dan tipe extensiKlasifikasi fracture supracondylair humerus: Klasifikasi tipe extensi klasifikasi Gartland (berdasarkan derajat pergeseran): - Tipe I: non displaced - Tipe II: displaced dengan cortex posterior intact, dapat sedikit terangulasi atau terotasi - Tipe III: displace komplit, posteromedial atau posterolateral Modifikasi Wilkins untuk klasifikasi Gartland: - Tipe 1: undisplaced - Tipe 2A: cortex posterior intact dan terdapat angulasi saja - Tipe 2B: cortex posterior intact, terdapat angulasi dan rotasi - Tipe 3A: displace komplit, tidak ada kontak cortical, posteromedial - Tipe 3B: displace komplit, tidak ada kontak cortical, posterolateral

Gambar. Klasifikasi fracture supracondylair humeri pada anak menurut GartlandFracture Gartland grade III terbagi menjadi dislokasi posteromedial dan posterolateral. Dislokasi posteromedial lebih sering terjadi, yaitu sekitar 75%. Hal ini disebabkan oleh efek triseps yang terletak lebih medial pada proximal ulna.Peningkatan tekanan fleksi siku pada humerus, selain menimbulkan korteks anterior humerus rusak, juga menimbulkan kerusakan periosteal dalam berbagai derajat. Kerusakan ini bergantung pada derajat tarikan pada periosteum (stretching), yang dapat berupa robekan kecil periosteum pada aspek anterior humerus, hingga lepasnya seluruh periosteum bagian anterior. Lepasnya bagian perifer periosteum menyebabkan lokasi fracture menjadi terbuka sehingga closed reduction tidak dapat dilakukan. Kerusakan periosteal yang extensif juga dapat menghalangi pembentukan tulang baru di anterior.Kerusakan jaringan lunak yang berat dapat terjadi pada fracture supracondylair. Pada fracture dengan dislokasi yang berat, fragmen medial atau lateral dari humerus proximal dapat menembus m.brachialis sehingga terjadi penetrasi pada lapisan bawah dermis dan menimbulkan kerutan pada kulit. Iritasi pada nervus medianus atau arteri brachialis dapat terjadi. Fragmen lateral dapat mengiritasi nervus radialis.

PATOFISIOLOGI Karena adanya fossa olecranii dan fossa coronoid maka bagian distal metaphysis humerus merupakan tempat yang paling lemah, akibatnya baik pada cedera hyperextensi atau flexi lengan bawah tenaga trauma ini akan diteruskan lewat elbow joint. Fracture terjadi akibat jatuh bertumpu pada tangan terbuka dengan siku agak flexi dan lengan bawah dalam keadaan pronasi. Pada sebagian besar fracture supracondylair, garis fracture berbentuk oblique dari anterior ke cranial dan ke posterior, dengan pergeseran fragmen distal ke arah posterior cranial. Fracture supracondylair humeri jenis extensi selalu disertai dengan rotasi fragmen distal ke medial dan hinging cortex lateral. Walaupun rotasi merupakan suatu komponen utama dari beberapa jenis fracture supracondylair, namun rotasi tersebut tidak selalu terjadi. Fracture komunitif sendiri jarang dijumpai.Pada fracture supracondylair humeri semua derajat pergeseran dapat terjadi. Salah satu bentuk pergeseran adalah angulasi ke anterior dan medial, dengan pemisahan fragmen fracture. Jenis pergeseran yang lain adalah tidak adanya kontak antar fragmen dan kadang-kadang pergeserannya cukup besar. Ujung distal dari fragmen proximal yang tajam yang mengarah ke anterior caudal akan menusuk sehingga menimbulkan kerusakan pada musculus brachialis, di samping itu akan terjadi penekanan arteri/vena brachialis atau nervus radialis dan nervus medianus. Pada pergeseran yang hebat atau besar, salah satu dari struktur-struktur tersebut dapat saja terjepit (interposisi) diantara fragmen fracture.Fracture supracondylair jenis flexi jarang dijumpai, biasanya terjadi akibat jatuh yang mengenai elbow joint dalam keadaan flexi. Garis fracture mulai cranial mengarah ke posterocaudal dan fragmen distal mengalami pergeseran ke arah anterior. Jenis fracture ini harus dibedakan dari fracture jenis extensi karena reposisi dan imobilisasinya dalam keadaan extensi.

Gambar. Mekanisme Cedera tipe Flexi

DIAGNOSISAnamnesis Biasanya anak datang dengan suatu trauma (traumatik, fracture), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fracture tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fracture terjadi pada daerah lain. Anak biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.Pada anak yang masih sangat kecil sering terdapat kesulitan untuk mendapatkan anamnesa, terutama jika tidak ada saksi yang melihat saat terjadinya trauma. Jika orangtua pasien ada, biasanya anamnesa mengenai saat jatuh, jatuh setelah berjalan atau jatuh setelah belajar melangkah bisa didapatkan.

Tanda & Gejala1. NyeriNyeri continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.2. Deformitas atau kelainan bentukPerubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.3. Gangguan fungsiSetelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.4. Bengkak / memarTerjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada jaringan lunak.5. PemendekanPada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur humerus.6. KrepitasiSuara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung.

Pemeriksaan FisikDalam pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang umumnya dapat terlihat pada fracture supracondylair humerus: Elbow joint dalam posisi extensi atau semiflexi dengan daerah siku tampak bengkak S-Shaped Elbow

Gambar. Angulasi berbentuk huruf S pada siku yang merupakan tanda fracture komplit (tipe III), yang terjadi akibat fracture pada dua titik angulasi. Pucker Sign

Gambar Pucker Signmerupakan indentasi kulit anterior akibat penetrasi fragmen proximal ke m.brachialis. Pucker sign menandakan reduksi fracture mungkin akan sulit dilakukan dengan manipulasi sederhanaPemeriksaan neurovascular yang teliti dilakukan dengan pemeriksaan integritas n.medianus, n.radialis, dan n.ulnaris serta cabang-cabangnya. Capillary refill dan pulsasi distal harus diperiksa. Pemeriksaan neruvascular perlu diulangi setelah pemasangan splint atau tindakan manipulasi lainnya.Tanda-tanda cedera pada n. medianus, ulnaris, dan radialis.v N. Radialis Wrist drop dapat terjadi akibat kelemahan m. extensor radialis, juga ketidakmampuan extensi pada sendi MCP (metacarpophalangeal joint) atau elevasi ibu jari.v N. Medianus Okay Sign Pointing Sign

v N. Ulnaris Froments SignPasien diminta menahan kertas diantara ibu jari dan jari telunjuk sedang pemeriksa berusaha untuk menarik kertas tersebut; flexi ibu jari sendi interphalangeal yang keras menandakan kelemahan m. adduktor pollicis dan m. interosseus dorsalis 1 akibat kompensasi dari m. flexor pollicis longus dan disebut Froments sign.

Pemeriksaan PenunjangFoto Rontgen digunakan untuk mendiagnosa fracture siku. Pada kasus yang lebih berat, fracture lebih mudah dilihat pada foto Rontgen, namun sering terjadi fracture yang tidak terlihat pada pemeriksaan Rontgen. Hal ini terjadi karena fracture pada growth plate mungkin tidak menunjukkan gambaran seperti fracture pada umumnya. Karena itu diperlukan foto pada sisi yang sehat untuk membandingkan dan melihat perbedaan yang ada. Tanda dari fracture siku pada anak bisa jadi hanya merupakan pembengkakan yang terlihat pada rontgen (disebut fat-pad sign). Pada kasus ini terapi dilakukan seperti fracture siku pada umumnya.Pemeriksaan Rontgen rutin untuk sendi siku termasuk foto AP dan lateral. Foto lateral merupakan foto yang penting dalam mendiagnosa fracture supracondylair. Gambaran teardrop jelas terlihat pada foto true lateral dari humerus bawah. Condylus lateral terlihat sebagai capitellum yang membentuk sudut 40o dengan corpus humerus. Beberapa garis dapat terlihat pada foto lateral untuk mendiagnosis fracture supracondylair.Garis anterior humeral. Garis ini mengarah ke distal melalui bagian tengah capitellum pada foto lateral. Dislokasi dari capitellum posterior terhadap garis ini mengindikasikan adanya fracture dengan dislokasi. Ini merupakan indikator paling tepat dari fracture supracondylair dislokasi. Garis coronoid mengarah ke proximal melalui prosesus coronoid dan membentuk sudut dengan capitellum.Foto standar posisi anteroposterior (AP) dan lateral dari siku harus diambil. Pada posisi AP, gambaran berikut dapat terlihat: Sudut Baumann. Sudut ini merupakan sudut antara garis lateral condylair epiphysis dengan axis panjang dari humerus. Nilai normalnya 15-20 derajat dan sama pada kedua sisi. Sudut humeral-ulnar. Sudut ini dibentuk oleh intersection dari bisector diaphysis dari humerus dan ulna. Sudut ini paling baik untuk merefleksikan true carrying angle. Sudut metaphysis-diaphysis. Sudut ini dibentuk oleh bisector dari shaft humerus dengan garis dari titik terlebar dari metaphysis humerus distal.Foto AP dari sendi siku. B: sudut humeral-ulnar. C: sudut metaphysis-diaphysis.Foto lateral dari siku yang difleksikan hingga 90 derajat dapat memberikan gambaran berikut: Teardrop. Bayangan ini dibentuk oleh batas posterior fossa coronoid pada anterior, batas anterior fossa olecranon pada posterior, dan batas superior dari pusat osifikasi capitellum pada inferior. Sudut diaphysis-condylair. Sudut ini berada 30-45 derajat anterior. Epiphysis posterior capitellum biasanya lebih lebar dibandingkan anterior. Anterior humeral line. Saat diperpanjang ke distal, garis ini akan membagi 1/3 tengah dari pusat osifikasi capitellum. Coronoid line. Garis ini mengarah ke proximal di sepanjang batas anterior dari prosesus coronoid, sehingga membentuk sudut dengan aspek anterior dari condylus lateral.

TERAPIBerdasarkan klasifikasi Gartland, tipe I yaitu fraktur nondisplaced, dapat diterapi dengan fiksasi eksternal, seperti pemasangan plaster cast. Fraktur tipe II merupakan fraktur displaced sehingga sulit direduksi dan dijaga kestabilannya melalui metode eksternal. Pada fraktur tipe III reduksi sulit dilakukan, dan stabilitas tulang hampir mustahil tanpa fiksasi internal.

Fiksasi Internal dari Fraktur SuprakondilerA dan B: fraktur suprakondiler tipe III, displaced beratC dan D: setelah reduksi tertutup dan percutaneous pinningE dan F: hasil yang baik setelah pelepasan pin

A. Terapi Fraktur Suprakondiler Tipe EkstensiFraktur suprakondiler humerus tipe exksensi terjadi akibat jatuh pada lengan pada posisi ekstensi dengan atau tanpa tekanan abduksi atau adduksi. Terapi yang dapat dilakukan dapat berupa terapi non operatif atau terapi operatif. Terapi non operatif- Indikasinya adalah untuk fraktur non-displaced atau displace minimal.- Splint posterior long arm dipasang pada flexi siku minimal 90 jika edema, dan jika status neurovaskular memungkinkan, dengan posisi lengan bawah netral.- Imobilisasi dengan splint posterior dilanjutkan 1 2 minggu, kemudian latihan ROM mulai dilakukan. Splint dapat dilepaskan setelah 6 minggu, saat gambaran radiologi menunjukkan tanda penyembuhan.-Evaluasi radiologis diperlukan untuk mendeteksi kegagalan reduksi fraktur. Terapi operatif- Indikasi dari terapi operatif adalah fracture displace, fraktur yang disertai trauma vaskular, fraktur intra-artikular, dan fraktur terbuka.-Open reduction and internal fixation (ORIF). Fiksasi plate digunakan pada masing-masing collumn, dapat paralel atau pada sudut 90. Fiksasi plate merupakan pilihan terapi, karena metode ini memungkinkan latihan ROM sejak awal pemasangan.-Latihan ROM harus dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransi terapi.Tipe I : Imobilisasi dengan cast atau splint pada posisi flexi 60 - 90 yang diindikasikan untuk rentang waktu 3 3 minggu.Tipe II : Umumnya dapat direduksi dengan metode tertutup yang diikuti pemasangancast. Fraktur tipe II mungkin membutuhkan pemasangan pin jika tidak stabil, atau jika reduksi tidak dapat ditahan tanpa flexi berlebihan yang berisiko menimbulkan cedera saraf.Tipe III : Dilakukan reduksti tertutup dan pemasangan pin. Traksi (traksi skeletal olecranon) mungkin dibutuhkan untuk fraktur kominutif dengan pembengkakan atau kerusakan jaringan lunak. ORIF dibutuhkan untuk fraktur rotasi tidak stabil, fraktur terbuka, dan fraktur dengan gangguan neurovaskular.Prinsip Reduksi:-Pergeseran dikoreksi pada plane koronal dan horisontal sebelum plane sagittal.-Hiperekstensi siku dengan traksi longitudinal digunakan untuk memperoleh aposisi.-Fleksi siku dilakukan saat tekanan posterior diberikan pada fragmen distal.-Stabilisasi dengan kontrol pergeseran pada plane koronal, sagital, dan horisontal.-Pin lateral diletakkan pertama kali untuk mendapatkan stabilisasi provisional. Jika pin medial dibutuhkan, siku diekstenskan sebelum pemasangan pin untuk melindungi n.ulnaris.

B. Terapi Fraktur Suprakondiler Tipe FleksiFraktur suprakondiler humerus tipe fleksi biasanya berkaitan dengan lesi terbuka, dimana fragmen proksimal yang tajam menancap tendon m.triceps brachii dan menembus kulit yang menutupi. Fraktur ini terjadi karena tekanan terhadap aspek posterior dari siku saat posisi fleksi. Terapi operatif : ORIF.Fiksasi plate digunakan pada tiap collumn, baik paralel maupun membentuk sudut 90. Latihan ROM harus dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransi terapi.Tipe I: Imobilisasi dengan cast pada posisi hampir ekstensi diindikasikan untuk 2-3 minggu.Tipe II: Reduksi tertutup diikuti percutaneous pin dengan 2 pin lateral atau crossed pin.Tipe III: Reduksi umumnya sulit dilakukan. Sebagian besar membutuhkan tindakan ORIF dengan crossed pin.Imobilisasi dengan cast (atau splint posterior jika terdapat edema) dengan siku fleksi hingga 90 derajat dan lengan bawah pada posisi netral, harus dilakukan 2-3 minggu post operasi, yaitu hingga cast dan pin dapat dilepaskan. Pasien harus memakai sling dengan latihan ROM dan pembatasan aktivitasi selama 4-6 minggu berikutnya.Indikasi Operasi :1.Displaced fracture2.Fraktur disertai cedera vaskular3.Fraktur terbuka4.Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondilersering kali menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garispatahnya berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baikdilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi fragmenfraktur dengan fiksasi yang rigid

KOMPLIKASIKerusakan pada n.radialis dapat terjadi pada fracture corpus humerus. Pada kasus yang berat, kerusakan ini dapat mengakibatkan wrist-drop atau dropping hand. Beberapa fracture pada supracondylair tidak dapat diperbaiki dengan sempurna, walaupun dengan traksi dan usaha berulang, sehingga menimbulkan deformitas siku dan meningkatkan risiko osteoarthritis.

Komplikasi jangka pendekTrauma neurologis, biasanya neuropraxia, dilaporkan terjadi 3%-22% pada pasien dengan fracture supracondylair. Nervus perifer, seperti medianus, anterior interosseous, radialis, atau ulna, dapat terluka. Pada anak sering terjadi kesulitan memeriksa status neurologis ekstremitas atas post operasi dengan tepat. Tanda passive assist adalah saat anak menggunakan tangan kontralateral untuk melakukan gerakan motorik pasif pada tangan yang terluka. Tanda ini penting karena menunjukkan bahwa anak mengerti perintah yang diberikan, pergerakan dari bagian yang terkena tidak nyeri (tanpa compartment syndrome), namun gerakan extensi atau flexi aktif dari tangan tidak dapat dilakukan. Tanda ini merupakan peringatan terjadinya defisit nervus.Kembalinya fungsi normal saraf umumnya terjadi, walaupun membutuhkan beberapa bulan. Eksplorasi bedah direkomendasikan jika fungsi saraf tidak kembali dalam 6-8 minggu, atau maksimal dalam 2-4 bulan. Kelumpuhan saraf yang berlanjut setelah fracture dapat mengindikasikan entrapment saraf pada callus fracture. Observasi merupakan approach inisial yang penting. Jika bukti klinis atau EMG fungsi saraf tidak terlihat 5 bulan setelah trauma, eksplorasi dan neurolysis perlu dilakukan. Jika saraf masih tersambung prognosis neurolysis baik.Trauma arteri brachialis terjadi pada 10% pasien fracture supracondylair. Permasalahan ini dikoreksi setelah fracture direduksi dan sirkulasi kembali normal. Observasi status vascular setelah reduksi diperlukan. Jika sirkulasi tidak kembali normal (dengan siku flexi < 45 derajat) selama 5 menit, dibutuhkan konsultasi dengan bedah vascular, dan eksplorasi bedah dari arteri brachialis harus dilakukan. Selain tanda klinis capillary refill dan denyut nadi, pengukuran Doppler atau oximeter dapat digunakan untuk evaluasi sirkulasi setelah reduksi. Arteriogram umumnya tidak direkomendasikan, kecuali dicurigai terdapat entrapment atau trauma berat pada arteriTraksi lengan bawah. Tindakan ini merupakan terapi inisial untuk iskemi akibat fracture supracondylair. Jika traksi ini gagal mengembalikan sirkulasi darah, tindakan eksplorasi dibutuhkan.Tanda-tanda iskemia setelah fracture supracondylair harus diwaspadai. Jika terdapat tanda iskemia, dekompresi perlu dilakukan secara cepat. Hal ini merupakan keadaan emergensi. Tindakan extensi lengan bawah dengan traksi dapat membantu mengembalikan sirkulasi. Jika tindakan ini gagal, eksplorasi untuk fossa antecubital dan dekompresi otot pada lengan harus dilakukan. Komplikasi lanjut dari keadaan ini adalah Volkmanns ischaemic contracture.Terapi inisial pada anak dengan fracture supracondylair yang disertai hilangnya denyut radialis merupakan reduksi tertutup, fiksasi dengan K-wire, dan imobilisasi pada flexi kurang dari 90 derajat. Anak dengan perfusi lengan yang baik tapi denyut radialis tidak teraba setelah reduksi tertutup yang memadai tidak membutuhkan eksplorasi arteri brachialis.Compartment syndrome merupakan komplikasi dari fracture supracondylair yang jarang terjadi namun sangat serius. Compartment syndrome terjadi karena kerusakan hipoksia akibat gangguan sirkulasi pada otot. Adanya compartment syndrome membutuhkan konsultasi vascular, pengukuran tekanan kompartemen, dan mungkin fasciotomy. Tekanan yang meningkat signifikan dibandingkan tekanan pada kompartemen lain. Reduksi fracture tidak memiliki efek konsisten yang segera pada tekanan ini. Flexi siku berpengaruh pada tekanan post reduksi, flexi di atas 90 derajat menghasilkan elevasi tekanan yang signifikan dan harus dihindari. Fasciotomy direkomendasikan jika terdapat tanda klinis compartment syndrome, seperti nyeri terus menerus dan palpasi defens pada lengan bawah.Indikasi umum untuk fasciotomy adalah:1. Tanda klinis berupa hilangnya sensasi motorik atau sensorik2. Tekanan kompartemen lebih besar dari 35 mmHg (dengan teknik kateter slit atau wick) atau lebih dari 40 mmHg (dengan teknik needle)3. Gangguan sirkulasi arteri ke ekstremitas lebih dari 4 jam4. Beberapa teknik telah dikembangkan untuk fasciotomy di lengan bawah. Approach Henry merupakan teknik yang paling sering digunakan.Approach Henry ke aspek volar lengan bawah.Komplikasi jangka panjangA. Komplikasi NeurologisTrauma neurologis dapat terjadi akibat traksi, trauma langsung, atau iskemia, dengan insidens mencapai 12%. Nervus radialis adalah saraf yang paling sering terluka pada dislokasi posteromedial. Sedangkan dislokasi posterolateral sering mempengaruhi nervus medianus dan arteri brachialis. Closed reduction dan pemasangan pin harus dilakukan pada pasien dengan trauma saraf. Nerve palsy yang terjadi setelah reduction dilakukan mengindikasikan trauma iatrogenic atau trauma saraf sebelum reduction yang tidak diketahui. Karena itu, pemeriksaan menyeluruh pre-operasi, termasuk cabang motorik nervus interosseus anterior dari nervus medianus, harus dilakukan. Nervus interosseus anterior merupakan nervus yang paling sering terkena trauma pada fracture supracondylair.Trauma neurologis dapat terjadi akibat terjebaknya saraf pada lokasi fracture, akibat tindakan traksi atau reduksi. Trauma neurologis juga dapat terjadi akibat kontraktur iskemik Volkmann, deformitas angular, atau integrasi pada callus. Trauma neurologis dapat terjadi pada n.medianus dan n.anterior interosseous (paling sering), n.radialis, dan n.ulnaris. Trauma n.ulnaris paling sering terjadi pada fracture supracondylair tipe fleksi. Trauma awal dapat terjadi akibat penekanan pada spike medial dari fragmen proksimal. Trauma jangka panjang dapat menimbulkan deformitas valgus. Trauma n.ulnaris biasanya terjadi iatrogenic pada fracture supracondylair tipe extensi, akibat pemasangan pin medial.Mayoritas trauma saraf yang terjadi adalah neuropraksia. Fungsi motorik saraf kembali setelah 7-12 minggu, sedangkan fungsi sensorik dapat menghilang hingga 6 bulan. Jika tidak terdapat tanda-tanda perbaikan setelah 4 bulan, pemeriksaan EMG dianjurkan. Pemeriksaan ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan tindakan bedah eksplorasi dan neurolysis atau graft saraf. Eksplorasi saraf pada fase akut diindikasikan pada fracture terbuka dan irreducible.B. Komplikasi ArterialFracture humerus dapat diiringi dengan kerusakan arteri brachialis. Jika kerusakan arteri ini tidak terdeteksi, sirkulasi ke lengan dapat menurun, dan menimbulkan kontraktur Volkmann (deformitas pada lengan bawah dan tangan akibat kerusakan otot, yang disebabkan oleh suplai darah yang kurang).Trauma vascular dapat terjadi akibat trauma langsung terhadap a.brachialis atau akibat sekunder dari edema antecubital. Pemeriksaan neurovascular yang teliti dibutuhkan pada awal pemeriksaan dan setelah manipulasi atau pemasangan splint, terutama setelah fleksi siku dilakukan. Observasi perlu dilakukan jika pulsasi tidak teraba walaupun perfusi lengan masih baik.Reduksi fracture penting dilakukan sebagai maneuver inisial saat denyut kapiler tidak teraba. Capillary refill perlu diperiksa, terutama jika denyut radialis tidak teraba. Sirkulasi collateral di sekitar siku dapat menjaga perfusi distal. Jika setelah closed reduction perfusi distal tetap terganggu, eksplorasi terbuka terhadap arteri brachialis perlu dilakukan. Arteriografi tidak memiliki keunggulan. Satu-satunya sequela yang tercatat setelah hilangnya denyut arteri radialis pada fracture supracondylair dengan perfusi distal memadai, adalah intoleransi dingin.C. Cubitus Varus/Gunstock DeformitySekitar 20% pertumbuhan humerus terjadi pada epiphysis. Karena itu terdapat sedikit ruang untuk remodeling. Deformitas kecil pada sagittal dapat berubah seiring waktu, namun deformitas pada coronal tidak memiliki potensi untuk berubah. Sudut pergerakan normal pada pria berkisar antara 0-14o sementara pada wanita 4-20o.Deformitas angular (varus lebih sering dibandingkan valgus). Terjadi 10%-20%, angka kejadiannya menurun setelah percutaneous pinning (3%) dibandingkan dengan reduksi dan pemasangan cast saja (14%). Deformitas cubitus varus merupakan masalah kosmetik, namun seringkali disertai peningkatan insidens fracture condylus lateral dan fracture Monteggia akibat cubitus varus. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga reduksi anatomis.Pada fracture supracondylair humerus, cubitus valgus menyebabkan masalah, terutama karena sudut pergerakan 5-7 derajat pada valgus fisiologis, dan yang melebihi ini berarti pembesaran dari normal.Sebaliknya cubitus varus merupakan deformitas yang menimbulkan masalah kosmetik namun tidak menimbulkan keterbatasan dalam bergerak. Displacement posterior murni hanya menyebabkan sedikit deformitas. Rotasi horizontal murni juga menimbulkan sedikit deformitas karena rotasi dikompensasi oleh sendi bahu. Pergeseran coronal dapat terjadi akibat pembukaan aspek lateral dari fracture sehingga terjadi angulasi ke posisi varus, atau dengan impaksi pada sisi medial fracture sehingga terjadi cubitus varus.Cubitus varus dan cubitus valgus.Willkins et al menyatakan rotasi horizontal merupakan predisposisi dari pergeseran coronal. Kombinasi antara rotasi horizontal, pergeseran coronal, dan displacement posterior dapat meimbulkan deformitas cubitus varus. Crescent sign dan fishtail sign di anterior menandakan angulasi dan rotasi. Jika tanda-tanda ini terlihat pada foto lateral, foto anterior atau foto Jones harus dilihat dengan teliti untuk melihat sudut Baumann, pergeseran coronal akibat displacement lateral, atau impaksi medial pada fracture. Terjadinya pergeseran varus dapat dikurangi oleh pronasi lengan bawah yang menutup fracture pada lateral. Mekanisme ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Pada imobilisasi eksternal atau fiksasi pin, lengan bawah harus diletakkan pada posisi pronasi untuk mengurangi pergeseran varus dan mencegah cubitus varus.Mekanisme coronal tilting.A: impaksi fracture medial. B: pergeseran fragmen ke arah medial. C: rotasi horizontal. (A: rotasi horizontal. B: pergeseran coronal. C: angulasi anterior.Reduksi pergeseran lateral dengan pronasi lengan bawah.A: gerakan supinasi membuka fracture ke arah lateral.B: gerakan pronasi menutup fracture lateral. Cubitus varus terjadi akibat dislokasi fragmen distal kearah posteromedial, rotasi internal dan inklinasi pada plane coronal. Pada perencanaan osteotomy, faktor-faktor ini harus dipertimbangkan. Terdapat tiga macam osteotomy, lateral closing wedge osteotomy adalah osteotomy yang paling sering dilakukan. Osteotomy harus dilakukan proksimal dari fosa olecranon dan sebagian dihilangkan untuk mengatasi deformitas varus. Fragmen distal harus dipindahkan ke medial secara simultan untuk mencegah condylus lateral menjadi prominen. Osteotomy dapat distabilisasi dengan K-wires, walaupun pada anak yang lebih besar fiksasi dengan plate dan screws dibutuhkan untuk memberikan stabilitas yang memadai. Komplikasi paling sering setelah osteotomy adalah penundaan union dan kegagalan memperbaiki deformitas. Trauma nervus ulnaris, infeksi, dan kekakuan jarang terjadi.D. Fishtail DeformityDeformitas ini terjadi akibat nekrosis avaskular disertai defisiensi pertumbuhan sentral dari humerus distal. Humerus distal berkembang menjadi bentuk konkaf. Deformitas ini ditemukan pada semua trauma humerus distal, kecuali pada trauma epicondylus medial. Migrasi proksimal dari ulna dapat terjadi dengan subluksasi dari caput radial. Jika kontak antara olecranon dan humerus terjadi, maka extensi tidak dapat terjadi. Eksisi pada ujung olecranon dapat membantu memperbaiki range of motion.

REHABILITASI Non operatifImobilisasi dengan splint posterior dilanjutkan 1 2 minggu, kemudian latihan ROM mulai dilakukan. Splint dapat dilepaskan setelah 6 minggu, saat gambaran radiologi menunjukkan tanda penyembuhan. OperatifImobilisasi dengan cast (atau splint posterior jika terdapat edema) dengan siku fleksi hingga 90 derajat dan lengan bawah pada posisi netral, harus dilakukan 2-3 minggu post operasi, yaitu hingga cast dan pin dapat dilepaskan. Pasien harus memakai sling dengan latihan ROM dan pembatasan aktivitasi selama 4-6 minggu berikutnya.

PROGNOSISEvaluasi union sekitar 3-4 minggu untuk anak usia 4 tahun dan sekitar 4-5 minggu untuk anak-anak usia 8 tahun dengan pemeriksaan klinis dan radiologi. Dengan meletakkan jari di atas tendon biceps kemudian dilakukan flexi dan extensi elbow. Adanya spasme m.biceps brachii menunjukkan elbow belum siap mobilisasi. Setelah melepas splints, dilakukan latihan aktif dalam selang selama beberapa bulan sampai range of motion tercapai sesuai dengan yang di harapkan.

BAB IIILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : An. Amirah Setyo No. RM : 00.26.83.73 Tanggal Lahir: 03 Desember 2008 Usia : 6 tahun Status marital: Single Jenis Kelamin: Perempuan Agama: Islam Pendidikan : SD Pekerjaan: Pelajar Alamat: Selokambang RT.4 RW.9 Gunung Gangsar, Beji, Pasuruan Tanggal MRS: 04 agustus 2015 Waktu: 16.53 wibII. ANAMNESIS (pada ibu pasien) Keluhan UtamaNyeri tangan kiri ( setelah jatuh dari sepeda motor) Riwayat Penyakit SekarangPasien jatuh dari atas sepeda motor yang sedang terparkir pada hari jumat 31 juli 2015, sebelumnya pasien tidak di obati dan hanya di biarkan. Pasien mengeluh nyeri pada tangan kiri dan terasa seperti patah, riwayat pijet disangkal. Pada saat kejadian tidak ada muntah (-), kepala tidak terbentur.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma sebelumnya disangkal Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal Riwayat osteoporosis disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat diabetes melitus disangkal Tidak ada riwayat alergi makanan atau obat tertentuIII. PEMERIKSAAN FISIK PRIMARY SURVEY Airway: Paten Breathing: normal, simetris, RR 20 x/menit Circulation: akral hangat, HR 92 x/menit Disability: AVPU = alert Exposure: log-roll = jejas (-) Keadaan umum: tampak sakit sedang Kesadaran: GCS E4M5V6 kompos mentis Tanda vital Tensi: 110/70 mmHg (berbaring) Nadi: 92 x/mnt, reguler, Isi dan tegangan cukup RR : 20 x / mnt Suhu : 36.6 C (aksiler) KEPALA Tidak ada hematoma Battle sign ( - ) Bloody rhinorea dan Otorea ( - ) a/i/c/d = -/-/-/- MATA Konjungtiva pucat (-/-) pupil isokor 2mm/2mm reflek cahaya (+/+) HIDUNG Perdarahan hidung (-/-) Deviasi septum nasi (-) Deformitas (-) Pernafasan cuping hidung (- ) MULUT Perdarahan gusi (-) Dislokasi mandibula (-) DADA Normochest Emfisematus (-) Retraksi intercosta dan supraclavicula (-) Nyeri tekan sternum (-) Paradoksal breathing (-) Jejas (-) PULMO ANTERIOR POSTERIOR Inspeksi: Simetris statis dinamis (+/+), retraksi sela iga (-) Palpasi: Stem fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi: Sonor seluruh lapangan paru Auskultasi: Vesikular seluruh lapang paru (+/+), ST : RBK -/-, wheezing -/- CARDIO Inspeksi: IC tidak tampak Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V 2 cm medial linea midclavikula sinistra, kuat angkat, tidak melebar, pulsasi parasternal tidak ada, pulsasi epigastrial tidak ada, sternal lift tidak ada, thrill tidak ada Perkusi: Batas kanan jantung ICS V linea parasternalis dextra Batas kiri jantung ICS V 2 cm medial linea midclavicularis sinistra Batas pinggang jantung ICS III linea sternalis sinistra Auskultasi: HR 92x/menit, reguler Bunyi jantung I-II, bising (-), gallop (-). ABDOMEN Inspeksi: Jejas (+) Auskultasi: Bising usus positif Perkusi: Timpani di 9 regio Palpasi: Soefl, nyeri tekan epigastrium (+)IV. STATUS LOKALIS Humerus Sinistra Look: Warna kulit : Normal Scar (-) Vulnus appertum (-), Vulnus abrasio (+), Vulnus excoriasi (-), Vulnus degloving (-) Shape : deformitas shortening (-) Shape : oedem (+) Feel: Nyeri tekan (+) Pulsasi arteri radialis (+) Pulsasi arteri ulnaris (+) Capillary refill < 2 detik Sensorik : medianus (+), ulnaris (+), radialis (+) Move: False movement (+) Range Of Movement : fleksi elbow pasif (+), pronasi supinasi terbatas nyeri (+)

V. ASSESMENT Close fraktur Suprakondiler Humerus Sinistra

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto X-Ray

VII. DIAGNOSIS Close fraktur Suprakondiler Humerus Sinistra

VIII. PENATALAKSANAAN Pertolongan darurat Primary survey ABCDE clear Pemasangan spalk Pengobatan definitif Open reduction internal fixasi wire- Medikamentosa Inf. RL Inj. Ampicilliin 500 mg i.v Inj. Metamizole 1 amp i.v Inj. Ranitidin 2x1ampul i.v Rehabilitasi Mencegah pembengkakan, bengkak persisten merupakan penyebab utama terjadinya kekakuan sendi. Active-exercise atau ROM exercise, gerakan aktif dapat memompa cairan oedem, menstimulasi sirkulasi, mecegah perlekatan soft-tissues, dan mempercepat penyembuhan fraktur elbow fleksi dan extensi, wrist fleksi dan extensi, antebrachii pronasi dan supinasi. Functional activity, melatih kembali gerakan sehari hari, seperti berjalan, mandi, memakai baju, memegang benda benda.

IX. KOMPLIKASI Early Stifness elbow joint dan genu Kompartemen sindrome Neurovascular injury Late Delayed union Non union

BAB IVPENUTUP KESIMPULAN Fraktur suprakondiler humerus: fraktur 1/3 distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi : Tipe Ekstensi (sering terjadi 99% kasus) dan Tipe fleksi (jarang terjadi). Etiologi terjadinya fraktur suprakondiler humerus diantaranya : 1. Adanya riwayat trauma atau cedera; 2. Kecelakaan kendaraan bermotor; 3. Jatuh dari ketiggian; 4. Luka tembak; dan 5. Sidewipe injuries. Fraktur suprakondiler humeri jenis ekstensi slalu disertai dengan rotasi fragmen distal ke medial dan hinging kortek lateral. Pergeseran : angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur tidak adanya kontak antara fragmen, kadang-kadang pergeserannya cukup besarujung fragmen distal yang tajam bs menusukmerusak m.brachialis, n.radialis, n. medianus. Fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi biasanya terjadi akibat jatuh yang mengenai elbow joint dalam keadaan fleksi. Garis fraktur mulai kranial mengarah ke postero kaudal dan fragmen distal mengalami pergeseran ke arah anterior. Cara mendiagnosis suatu fraktur suprakondiler humerus yaitu dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dengan gejala/tanda - tanda klinisnya antara lain : sakit (pain), bengkak (swelling) pada sendi siku, deformitas pada sendi siku, denyut nadi arteri radialis yang berkurang (pulsellessness), pucat (pallor), rasa kesemutan (paresthesia, baal), dan kelumpuhan (paralisis). Berdasarkan klasifikasi Gartland, tipe I yaitu fraktur nondisplaced, dapat diterapi dengan fiksasi eksternal, seperti pemasangan plaster cast. Fraktur tipe II merupakan fraktur displaced sehingga sulit direduksi dan dijaga kestabilannya melalui metode eksternal. Pada fraktur tipe III reduksi sulit dilakukan, dan stabilitas tulang hampir mustahil tanpa fiksasi internal.