Upload
purna-perjaka
View
104
Download
15
Embed Size (px)
Pendahuluan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial,
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. (1,2) Trauma pada wajah
sering melibatkan tulang-tulang pembentuk wajah, diantaranya mandibula.(3)
Mandibula merupakan bagian dari tulang wajah yang sering mengalami cedera
karena posisinya yang menonjol, dan merupakan sasaran pukulan dan benturan. (4,5)
Trauma yang terjadi pada mandibula sering menimbulkan farktur yang menganggu fungsi
pengunyahan.(3) Fraktur mandibula adalah salah satu cedera wajah yang sering
ditemukan dan biasanya disebabkan oleh trauma langsung.(1) Penyebab utama dari
fraktur di seluruh dunia adalah kecelakaan lalu lintas dan kekerasan.(6,7)
Sepertiga fraktur mandibula terjadi di daerah kondilar-subkondilar, sepertiga terjadi di
daerah angulus, dan sepertiga lainnya terjadi di daerah korpus, simfisis, dan parasimfisis.
Daerah-daerah tersebut merupakan daerah lemah pada mandibula. Angulus diperlemah
oleh adanya gigi molar ketiga dan ke anterior, daerah parasimfisis diperlemah oleh akar
gigi taring yang panjang, dan daerah subkondilar merupakan daerah yang tipis.(8)
Oleh karena mandibula bagian tersering mengalami fraktur pada trauma dibagian
wajah, penting untuk mengetahui dengan tepat penanganan awal, tindakan perbaikan
serta mewaspadai komplikasi yang akan terjadi, dari teknik yang dipilih untuk
kesembuhan yang sempurna baik dari segi fungsi pengunyahan dan estetika wajah.
Penatalaksanaan fraktur mandibula dilakukan berdasarkan beberapa prinsip dental dan
ortopedi meliputi : 1) reduksi dari sisi yang fraktur sesuai bentuk anatomi yang benar; 2)
restorasi oklusi yang salah; 3) imobilisasi untuk menunjang kesembuhan; 4) restorasi
fungsi seoptimal dan seawal mungkin serta 5) pencegahan infeksi. (3,4)
Anatomi
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka,
terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang mengadakan
fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus yaitu suatu
lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang mengarah keatas
pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua
buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosesus
kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada
garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang
merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.(9)
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris, yang
mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula
mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula, kurang
lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus
mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea
milohiodea yang merupakan pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus
mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.
(9)
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa artikularis
permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago artikuler melapisi bagian
superior dan anterior dari prosesus kondiloideus, sedangkan bagian posterior tidak.
Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di
depan tragus. Antara prosesus koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus
mandibula dimana lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial
ramus mandibula didpatkan foramen mandibula.
Melalui foramen ini masuk kedalam kanal yang mengarah ke bawah depan di
dalam jaringan tulang, dimana dilalui oleh vasa pembuluh darah dan saluran limfe.(9)
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari a.maksillaris
yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan n.alveolaris. A.alveolaris
inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya, kemudian di
foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis
bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam tulang. A.mentalis beranastomosis
dengan a.fasialis, a.submentalis, a.labii inferior. A.submentalis dan a.labii inferior
merupakan cabang dari a.facialis. a.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran
balik dari mandibula melalui v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis
mengalirkan darah ke v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke v.fasialis
anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke v.jugularis
interna.(9)
Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang selanjutnya
menuju ke rantai jugularis interna.(9) N.alveolaris inferior cabang dari n.mandibularis
berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui foramen mandibularis
berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke gigi bawah, dan keluar di
foramen sebagai n.mentalis, merupakan araf sensoris daerah dagu dan bibir bawah.(9)
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m.temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai fungsi
yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri berkontraksi
mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi terbuka. Saat
mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid mengangkat os hyoid, keadaan
ini penting untuk proses menelan.(9)
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :
o Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
o Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.(9)
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
o Fase membuka.
o Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami kontraksi
isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevbator hanya terjadi bila gigi
atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras diantaranya akhir fase
menutup.
o Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada otot elevator.(9)
Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan proses menelan.
Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang baik dibutuhkan :
o Tulang mandibula yang utuh dan rigid
o Oklusi yang ideal
o Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
o Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.(9)
Etiologi
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik (7,10).
1. Fraktur traumatic disebabkan oleh :
o Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
o Kekerasan atau perkelahian (34%)
o Kecelakaan kerja (7%)
o Terjatuh (7%)
o Kecelakaan berolahraga (4%)
o Kecelakaan lainnya (5%)
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis
imperfecta, osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang. (10)
Insiden
Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga
tengah. Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997
fraktur terjadi pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada
mandibula maupun pada bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga terdapat
2103 fraktur mandibula. (11) Fraktur mandibula meliputi 40% – 62% dari seluruh fraktur
wajah, perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 – 7 : 1 tergantung dari penelitian dan
Negara. (12) Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur
angulus lebih sering pada remaja dan dewasa muda.(5)
Klasifikasi
1. Berdasarkan Tipe
a) Single fraktur
Pada kasus single fraktur, tulang hanya mengalami fraktur pada satu daerah.
Fraktur semacam ini bersifat unilateral. Pada mandibula, kasus ini paling
sering terjadi dibeberapa lokasi berikut : (6)
o Angulus, khususnya jika ada gigi molar ke-3 yang tidak bererupsi.
o Foramen mentale, dan
o Leher kondilus.
b) Multiple fraktur
Pada multiple farktur, tulang mengalami fraktur pada dua daerah atau lebih.
Multiple fraktur biasanya bilateral. Tipe fraktur inilah yang paling sering
terjadi pada mandibula. Multiple fraktur dapat pula bersifat unilateral, dimana
tulang yang mengalami fraktur terbagi menjadi beberapa bagian pada salah
satu sisi.(6)
c) Simple fraktur
Simple fraktur adalah fraktur ang tidak berhubungan dengan lingkungan luar
intraoral maupun ekstraoral. Fraktur semacam ini dapat terjadi dimana saja
pada ramus mandibula, mulai dari kondilus hingga angulus.(6)
d) Compound fraktur
Compound fraktur merupakan fraktur yang memiliki hubungan dengan
lingkungan luar karena disertai dengan pembentukan luka terbuka. Fraktur ini
paling sering terjadi disebelah anterior angulus.(6)
e) Comminuted fraktur
Comminuted fraktur paling sering terjadi didaerah simfisis mandibula. Pada
kasus fraktur ini tulang terbagi menjadi beberapa bagian atau hancur.(6)
f) Complicated fraktur
Fraktur yang sekaligus terjadi pada maxilla dan mandibula, juga fraktur yang
terjadi pada keadaan dimana maxilla atau mandibula mengalami edentulisem,
digolongkan dalam complicated fraktur.(6)
2. Berdasarkan Lokasi
a) Fraktur dento-alveolar
Fraktur dento-alveolar terdiri dari afusi, subluksasi atau fraktur gigi dengan
maupun tanpa disertai fraktur alveolar. Fraktur ini dapat saja ditemukan
sebagai satu-satunya fraktur yang terjadi pada mandibula, dapat pula
berkombinasi atau berhubungan dengan fraktur dibagian lain pada mandibula.
(6)
b) Fraktur Kondilus
Fraktur condilus dapat terjadi secara intracapsul, tetapi lebih sering terjadi
secara ekstracapsul, dengan atau tanpa dislokasi kepala kondilus. Fraktur pada
daerah ini biasanya gagal terdeteksi melalui pemeriksaan sederhana.(6)
c) Fraktur processus koronoid
Fraktur processus koronoid jarang terjadi, dan biasanya ditemukan saaat
dilakukannya operasi kista besar. Fraktur ini sulit terdiagnosis secara pasti
pada pemeriksaan klinis.(6)
d) Fraktur ramus
Otot pterygiomasseter menghasilkan efek splinting yang kuat sehingga fraktur
pada daerah ramus jarang terjadi.(6)
e) Fraktur angulus
Daerah ini umumnya mengalami karena tulang pada daerah ini lebih tipis jika
dibandingkan dengan tulang pada daerah korpus. Relative tingginya insiden
impaksi molar ke tiga menyebabkan daerah ini menjadi lemah. (6)
f) Fraktur korpus
Keberadaan gigi kaninus pada kasus fraktur korpus menyebabkan daerah ini
menjadi lemah. Tidak bererupsinya gigi molar ke tiga juga berhubungan
dengan kejadian fraktur ini.(6)
g) Fraktur simfisis dan parasimfisis
Fraktur pada daerah simfisis dan parasimfisis jarang terjadi. Ketebalan
mandibula pada daerah ini menjamin bahwa fraktur pada daerah simfisis dan
para simfisis hanyalah berupa keretakan halus. Keadaan ini akan menghilang
jika posisi tulang tetap stabil dan oklusi tidakterganggu.(6)
Tanda dan gejala
1. Nyeri
Rasa nyeri yang hebat dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan
rahang untuk berbicara, mengunyah atau menelan.(8,11)
2. Perdarahan dari rongga mulut.(13)
3. Maloklusi
Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan, mulut seperti keadaan sebelum
trauma.(13)
4. Trismus
Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai normal
adalah 40 mm.(14)
5. Pergerakan Abnormal.
o Ketidakmampuan membuka rahang membuat dugaan pergesekan pada
prosesus koronoid dalam arkus zygomatikcus.
o Ketidakmampuan menutup rahang menandakan fraktur pada prosessus
alveolar, angulus, ramus dari simfisis.(14)
6. Krepitasi tulang
Krepitasi tulang tulang adalah bunyi berciut yang terdengar jika tepian-tepian
fraktur bergesakan saat berlangsungnya gerakan mengunyah, bicara, atau
menelan.(2)
7. Mati rasa pada bibir dan pipi
Patognomonis untuk fraktur distal dari foramen mandibula.(15)
8. Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.(11)
Diagnosis
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dari
riwayat kejadian, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiologis.(14)
I.Anamnesis
Pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari
adanya nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis,
pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tunggal,
trismus, ketidakmampuan mengunyah.(8) Selain itu keluhan biasanya disertai riwayat
trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun
riwayat penyakit patologis.(12)
II.Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan klinis pasien secara umum
Umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaannya pada pemeriksaan
awal (primary survey) atau pemeriksaan sekunder (secondary survey). (2)
Pemeriksaan saluran napas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat saja
menyebabkan gangguan jalan napas. Penyumbatan dapat disebabkan oleh
terjatuhnya lidah kearah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran napas
akibat adanya lendir, darah, muntahan, dan benda asing.(11)
b. Pemeriksaan local fraktur mandibula
1. Pemeriksaan klinis ekstraoral
Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan. Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat
jelas deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi
perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa menutup geligi
anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan
menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur
darah menetes dari sudut mulut pasien.(11)
Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus
pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah
mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah
fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika
fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati
rasa.(11)
2. Pemeriksaan klinis intraoral
Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut. Sulkus
bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma
didalam sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir selalu
patognomonik fraktur mandibula.(11) Dengan hati-hati dilakukan palpasi pada
daerah dicurigai farktur ibu jari serta telunjuk ditempatkan di kedua sisi dan
ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar pada daerah fraktur.
(11)
3. Pemeriksaan Radiologis
Evaluasi radiografis dibutuhkan untuk mempertegas bukti dan memberikan
data yang lebih akurat.(5) Adapun pemeriksaan radiologist yang dapat
dilakukan yaitu 14)
o Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam satu
foto. Pemerikasaan ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit dilakukan
pada pasien trauma, selain itu kurang memperlihatkan TMJ, pergeseran
kondilus medial dan fraktur prosessus alveolar.
o Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos mandibula, PA,
oblik lateral.
o CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan panorex.
Penatalaksanaan
A. Perawatan Pendahuluan
Pada penderita cedera wajah terlebih dahulu harus diperhatikan pernapasan,
peredaran darah umum dan kesadaran. Jika terdapat patah tulang dengan atau tanpa
perdarahan, jalan napas bagian atas mudah tersumbat akibat dislokasi, udem, atau
perdarahan. Dalam hal ini selalu harus diingat bahaya aspirasi darah atau isi alir balik
lambung (regurgitasi). Disamping itu lidah mudah menutup faring pada penderita
yang pingsan.(1)
Resusitasi merupakan tindakan pertolongan terhadap seseorang yang terancam
jiwanya karena gangguan pernapasan yang kadang disertai henti jantung. Resusitasi
ditujukan untuk menjamin tersedianya zat dijaringan vital. Untuk itu dibutuhkan jalan
napas yang bebas
(A : airway), pernapasan dan ventilasi paru
(B : breathing) yang baik, serta transport melalui peredaran darah
(C : circulation) yang memadai.(1)
Jika pasien datang dengan persangkaan fraktur mandibula, hal yang terpenting adalah
mempertahankan jalan napas yang tetap bebas. Karenanya pasien harus dirawat
dengan posisi terbaring pada satu sisi atau dalam posisi duduk dengan kepala
menengadah, selain itu perlu pemberian antibiotic dan toksoid tetanus.(16)
B. Perawatan defenitif
Prinsip umum perawatan fraktur mandibula secara esensial tidaklah berbeda dari
perawatan fraktur-fraktur manapun saja di badan. Fragmen direduksi ke dalam suatu
posisi yang baik dan kemudian dilakukan immobilisasi sampai waktu tertentu
sehingga terbentuk penyatuan tulang.(11)
Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara
tertutup atau disebut juga perawatan konservatif, dan cara terbuka yang ditempuh
dengan cara pembedahan.Pada cara tertutup imobilisasi dan reduksi fraktur dicapai
dengan penempatan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka
bagian yang mengalami fraktur dibuka dengan pembedahan dan segmen direduksi
serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat (wire osteosynthesis) atau
plat (plat osteosynthesis).
Kedua teknik ini tidak selalu dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang
dikerjakan bersama-sama atau disebut dengan prosedur kombinasi. Pendekatan ketiga
adalah merupakan modifikasi dari teknik terbuka, yaitu metode fiksasi skeletal
eksternal.
a) Metode imobilisasi pada mandibula apabila terdapat gigi dikategorikan dalam dua
golongan tergantung dari apakah dikenakan fiksasi secara langsung :
Fikasasi secara langsung pada gigi-gigi
o Pengawatan gigi-gigi (dental wiring) kemungkinan dapat langsung atau eyelet
o Bar lengkung
o Splint
b) Fiksasi langsung pada tulang
o Pengawatan lintas tulang kemungkinan dapat pengawatan pada batas atas atau
pengawatan batas bawah
o Pemasangan plat tulang
o Fiksasi pin eksternal
o fiksasi lintas dengan kawat Kirschner
Adapun jenis kawat yang dapat dipakai pada penanganan fraktur mandibula :
a). Kawat dengan berbagai ukuran, dan b). Kawat kirschner.(5)
Ukuran (gauge) / Diameter (inch) / Diameter (mm)
22 0,28 0,70
23 0,24 0,60
24 0,22 0,55
25 0,20 0,50
26 0,018 0,45
27 0,016 0,40
28 0,014 0,35
1. Reduksi tertutup
Reduksi tertutup sangat sesuai untuk penatalaksanaan kebanyakan fraktur mandibula
dan secara spesifik diindikasikan untuk kasus dimana gigi terdapat pada semua
segmen atau segmen edentulous disebelah proksimal dengan pergesran yang hanya
sedikit (5).
a. Aplikasi Arch – bar
Metode ini sangat sederhana, fraktur direduksi dan kemudian gigi-gigi pada
fragmen-fragmen utama diikatkan kesebuah bar metal yang dilengkungkan untuk
menyamakan lengkung gigi.(12) Arch – bar dengan mudah bisa dipasang
menggunakan anastesi lokal atau umum, dengan jalan mengikatkannya terhadap
gigi menggunakan kawat baja tahan karat ukuran 0,018 atau 0,20 inchi, 0,45, atau
0,5 mm.Kawat tersebut diinsersikan melingkari tiap-tiap gigi (melalui di atas
arch-bar satu sisi, dan dibawag arch-bar sisi lainnya) dan ujung kawat duipilin
searah dengan arah jarum jam. Ujung kawat terlebih dipotong dan dan dilipat
sedemikian rupa (5).
b. Pengawatan langsung
Metode pengawatan langsung yang sederhana adalah dengan menempatkan kawat
melingkari gigi-gigi didekatnya. Pada rahang yang berwarna, kawat-kawat
tersebut kemudian dikaitkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk
X (teknik Gilmer) uintuk membantu fiksasi maksilomandibular.(5)
c. Pengawatan Eyelet (Ivy Loops)
Pengawatan eyelet dilakukan dengan membentuk loop kawat dan memasukkan
kedua ujung kawat ke ruang inter proksimal. Kedua ujung kawat kemudian
dimasukkan lagi kearah bukal. Ujung distal ditelusupkan kedalam loop.
Kemudian ujung-ujung kawat tersebut ditarik supaya ikatannya kuat, dan
akhirnya dipilinkan satu sama lain.(5)
d. Splint
Suatu splint merupakan alat individual yang ditujukan untuk imobilisasi atau
membantu imobilisasi segmen-segmen fraktur. Splint ini biasanya merupakan
logam ruang (cor) atau terbuat dari akrilik. Splint secara khusus diindikasikan
apabila terjadi kehilangan substansi tulang (misalnya luka kena tembak) untuk
mencegah kolaps atau untuk mendapatkan kembali panjang lengkung rahang.
Splint bisa disemenkan atau dipasang dengan kawat terhadap gigi. (5)
2. Reduksi terbuka
Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula bisa melalui kulit atau oral.
Antibiotik dan peralatan intra oral yang baik memberikan dukungan tambahan pada
pendekatan peroral. Secara teknis setiap daerah pada mandibula dapat dicapai dan
dirawat secara efektif secara oral kecuali pada daerah subkondilar. (5) Fraktur yang
bergeser memerlukan reduksi terbuka dengan fiksasi flat dan sekrup. Pemaparan
didapatkan dari intraoral atau ekstraoral. Pemaparan itraoral lebih disukai untuk
bagian anterior segmen horizontal mandibula. Fraktur angulus dapat diterapi dari
intraoral jika sederhana dan non kominuta. Jika kompleks dan kominuta dilakukan
pendekatan ekstraoral. (4) Teknik-teknik fiksasi interna yaitu : pengawatan lintas
tulang, pemakaian plat tulang, dan pemakaian sekrup dan pin.(14)
a. Pemaparan transoral
Reduksi tulang peroral dari fraktur mandibula sering dilakukan untuk
mengendalikan fragmen eduntulus proksimal yang bergeser. Tindakan dilakukan
pada pasien diberi anastesi.
o Tahap-tahap pengikatan intraosseus secara intraoral
o Incisi dilakukan disepanjang alveolar crest pada daerah fraktur.
o Periosteum dielevasi dari permukaan tulang dengan periosteum elevator
o Fragmen tulang diungkit, kemudian reposisi dilakukan
o Lubang dibuat pada masing-masing segmen fraktur
o Kawat dipasang melalui lubang bur
o Kawat dibelit untuk mempertahankan posisi fragmen, ujung kawat dipotong
lalu dihaluskan , sisanya dililitkan dan ditekuk kedalam.
o Permukaan daerah operasi dijahit dengan menggunakan benang absorbable.(5)
b. Pemaparan perkutan (transfacial)
Reduksi terbuka perkutan diindikasikan apabila reduksi tertutup atau peroral tidak
berhasil terjadi luka-luka terbuka, atau apabila akan dilakukan graft tulang
seketika.(5) Adapun pendekatan yang dapat dipakai yaitu (6)
1) Pendekatan submandibular
o Buat insisi kurang lebih 2cm di bawah angulus mandibula
o Diseksi lemak subkutan dan fascia servikal superfisial untuk mencapai
platysma.
o Diseksi tajam platysma untuk mencapai lapisan superficial dari fascia
servikal profunda, saraf mandibula berjalan dalam lapisan ini.
o Diseksi tulang melalui fascia servikal profunda hingga mencapai tautan
pterygomasseter.
o Pisahkan tautan secara tajam untuk melihat tulang.(6)
2) Pendekatan Retromandibular
o Insisi sepanjang 0,5 cm di bawah lobus telinga dan teruskan ke bawah.
Tempatkan di tepi posterior mandibula.
o Teruskan diseksi hingga platysma, lapisan mukuloaponeuretik superficial
kapsul parotis.
o Percabangan saraf facial paada tepi mandibular dan servikal mungkin
dapat dilihat.
o Vena retromandibular berjalan secara vettikal dalam region ini dan
seringkali terlihat. Hal ini menentukan ligasi, kecuali bila dilakukan
transeksi.
o Insisi keluar melalui tautan pterygomasseterika.
o serabut otot permukaan lateral dari mandibula superior, yang mana
memberikan akses dari subkondilar regio mandibula.(5)
3) Pendekatan Preaurikel
o Langkah ini sangat baik untuk sendi temporomandibula.
o Lakukan insisi tajam pada lipatan preauricular sekitar 2,5 – 3,5 cm.
o Jangan lakukan insisi secara inferior, karena dapat merusak saraf wajah
pada tepi bawah kelenjar parotis.
o Insisi dan diseksi perikondrium kartilago tragus. Hindari insisi yang
melewati tragus.
o Fascia temporal ditemukan melalui insisi porsio superior perdalam sampai
ke fascia temporal superfisial atau fascia temporoparietal.
o Buat insisi melalui lapisan superfisial fasia temporalis dimulai dari akar
arkus zygomatikus di depan tragus secara anterosuperior untuk tiap
retraksi bagian atas.
o majukan elevator periosteal dalam insisi fasial, perdalam sampai fasia
temporalis dan gerakan maju mundur.
o Tempat elevator 1 cm dibawah arcus, melalui insisi yang sudah dilakukan.
o retraksi sekali flap ke anterior, sehingga sendi kapsul terlihat, lokasi
fraktur terlihat dan kapsul dibuka.(6)
c. Pengawatan lintas tulang
Pengawatan secara transoral telah dijelaskan diatas, sedangkan dengan
perkutan (pengawatan batas bawah) yaitu dengan tiga metode : 1). Simpel atau
pengawatan langsung, 2). Pengawatan kawat delapan, 3). Kombinasi (basket
wire).(17)
Adapun langkah-langkahnya yaitu : fraktur pada daerah angulus dan corpus
dicarikan jalan masuk melalui diseksi submandibular. Insisi ditempatkan sejajar
garis tegangan kulit pada daerah inframandibula. Bagian yang mengalami fraktur
dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam. Pengelupasan periosteum diusahakan
minimal dan hanya dilakukan pembukaan flap secukupnya saja untuk jalan
masuknya alat. Lubang dibuat pada tepi inferior dari kedua fragmen, dan kawat
baja tahan karat (0,018 atau 0,02 inchi, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan.(5)
Reduksi dilakukan pertama kali dengan manipulasi dan dipertahankan dengan
memilinkan kedua ujung kawat transosseus satu sama lain. Bagian yang direduksi
kemudian diirigasi dan diamati. Periosteum pertama-tama dirapatkan dengan
jahitan chromic gut 2,0 atau 3,0. Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis dan
dipasang pembalut tekan yakni berupa kasa penyerap dengan anyaman serat yang
halus, yang diberikan xeroform dan gulungan pembalut yang lebarnya 4–5 inchi.
(5)
Kawat-kawat Kirschner secara luas dipakai dalam praktek ortopedik dank
arena itu biasanya tersedia dirumah sakit. Pada keadaan darurat kawat ini dipakai
untuk memperolah stabilisasi sementara pada mandibula yang terkena fraktur.
Fraktur dijaga dalam kedudukan yang sudah direduksi dan satu atau lebih kawat
dimasukkan melalui fragmen tersebut dengan mengebor sedemikian rupa
sehingga kawat lewat melalui tulang yang tidak rusak melalui sisi fraktur.(11)
Pengawatan Lintas Tulang
d. Pemasangan pelat tulang
Keuntungan utama pemakaian plet tulang untuk pemeliharaan suatu fraktur
mandibular adalah cara itu akan menghasilkan fiksasi yangsangat kokoh dan tidak
perlu melakukan imobilisasi pada mandibula. Ini memungkinkan pasien
menikmati diet yang normal.
Dua tipe pokok plat yang telah dipakai untuk fraktur mandinbula sederhana yaitu ;
1) Plat sederhana
Dengan memakai plat metacarpus yang dibuat dari campuran cobalt-krome
yang mempunyai panjang tidak lebih 1 inci. Sesudah terjadinya reduksi pada
fraktur kemudian plat itu dipasangi pada bagian luar plat kortikal dengan
memakai sekrup yang berdiameter 1,5 mm serta panjangnya 7 mm. Karena
campuran cobalt-krome sukar dibengkokkan plat-plat metacarpus secara luas
digantikan dengan plat mandibular “custombuilt” yang dibuat dari titanium,
yang dapat lebih muda diadaptasi oleh lengkung mandibula. Lebih baik
dipakai sekrup berdiameter 2 mm dan panjangnya 9 mm dengan memakai plat
titanium ini agar dapat memperbaiki kekuatan fiksasi.(11)
2) Plat kompresi
Dengan alas an anatomis perlu menerapkan plat ke permukaan yang konveks
pada batas bawah mandibula. Semua plat kompresi termasuk didalamnya
paling tidak dua buah lubang yang berbentuk buah pear. Diameter lubang
terbesar terletak paling dekat dengan garis fraktur. Sekrup itu dimasukkan
kedalam bagian yang sempit dan saat telah benar-benar kencang maka
kepalanya akan berada di lubang yang bergaris tengah terlebar yang
ditanamkan kearah terbalik menerimanya. Lubang-lubang itudibuat sebuah
pada tiap sisi fraktur.(11)
e. Fiksasi Skeletal Eksterna
Pada teknik ini pin ditelusupkan kedalam kedua segmen untuk mendapatkan
tempat perlekatan alat penghubung yang bisa dibuat dari logam atau akrilik, yang
menjembatani bagian-bagian fraktur dan menstabilkan segmen tanpa melakukan
imobilisasi mandibula. Semua metode perawatan
tersebut masing-masing mempunyai indikasi , keuntungan dan kekurangan.(4,5)
Fiksasi Eksterna
C. Perawatan Lanjut
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada pasien setelah dilakukan fiksasi yaitu :
1. Pengawasan umum
Pasien yang telah mengalami trauma dan dirawat rumah sakit harus diperiksa
secara hati-hati, fiksasi harus dicek agar dapat melihat jangan sampai alat fiksasi
lepas dan fraktur diperiksa untuk memastikan akan diperolehnya kemajuan
memuaskan.(11)
2. Postur
Pasien akan merasa lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk dengan dagu
kearah depan dengan syarat tidak ada kontraindikasi terhadap postur ini. Pasien
keadaan koma atau kesadaran menurun paling baik ditidurkan pada bagian sisinya
sehingga air ludah dan darah dapat dikeluarkan melalui mulut.(11)
3. Pencegahan Infeksi
Untuk pencegahan infeksi sebaiknya pasien diberikan antibiotic. Jika
penyembuhan berjalan baik antibiotic dapat diberikan 5 hari sesudah dilakukan
imobilisasi.(11)
4. Kesehatan mulut
Kesehatan mulut yang dilakukan secara efektif merupakan hal penting dalam
mencegah infeksi. Pasien yang sadar hendaknya diberikan pencuci mulut setiap
kali sesudah makan. Dan bagi pasien dengan imobilisasi cara pengawatan dapat
menjaga fiksasi tetap bersih dengan menggunakan sikat gigi.(11)
5. pemberian makanan
Pada pasien yang dengan imobilisasi intermaksillaris diberikan diet yang
dihaluskan. Rata-rata pasien kehilangan berat badan 15 – 20 pon jika dilakukan
fiksasi maksillaris selama 4 – 6 minggu. Sedangkan dengan fiksasi plat dapat
diberikan diet normal.(8)
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu (11)
1. Komplikasi yang timbul selama perawatan
o Infeksi
o Kerusakan saraf
o Gigi yang berpindah tempat
o Komplikasi pada daerah gingival dan periodontal
o Reaksi terhadap obat(11)
2. Komplikasi lanjut
o Malunion
o Union yang tertunda
o nonunion(11)
Kesimpulan
Mandibula merupakan tulang yang berperan kompleks dalam penampilan estetis
wajah dan oklusi fungsional. Karena letaknya yang menonjol, mandibula menjadi tulang
wajah yang paling umum mengalami fraktur. Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh
trauma maupun proses patologik.
Tanda klinis utama fraktur mandibula adalah rasa nyeri, perdarahan, trismus,
gangguan oklusi, gerakan abnormal, krepitasi tulang, dan mati rasa pada bibir bawah dan
pipi. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
radiologis.
Penatalaksanaan fraktur mandibula terdiri atas perawatan pendahuluan dan
perawatan defenitif. Hal yang diperhatikan pada perawatan pendahuluan, adalah primary
survey, yaitu airway, breathing, circulation, sedangkan perawatan defenitifnya terdiri atas
reduksi terbuka atau reduksi tertutup, imobilisasi dan fiksasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R. Jong WD., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta,
1997, 118-120, 442-443.
2. Rasjad Chairuddin., Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung
Pandang, 1998, 3888-389.
3. Elidasari Monika. Pramono Coen., Penatalaksanaan Fraktur Bilateral Pada Angulus
Mandibula, Dalam Majalah PABMI, Persatuan Ahli Bedah Mulut Indonesia, Bandung,
2004, 241-245.
4. Lodra Ester. Pramono Coen., Aplikasi Teori Champy Pada Penatalaksanaan Fraktur
Mandibula Regio Anterior, Dalam Majalah PABMI, Persatuan Ahli Bedah Mulut
Indonesia, Bandung, 2004, 221-224.
5. Pederson Gordon., Bedah Mulut, Alih Bahasa Purwanto, EGC, Jakarta, 1990, 236-248
6. Tawfilis Adel., Facial Trauma, Mandibular Fractures, Available from
http://www.emedicine.com/plastic/topic227.htm. Accessed on 16 september 2004.
7. Barrera Jose, Mandibular Body Fractures, Available From
http://www.emedicine.com/ent/topic415htm Accessed on 16 september 2004
8. Manson Paul, John Cameron., Terapi Bedah Mutakhir Jilid Dua, Alih Bahasa Widjaya
Kusuma, Edisi Empat, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997, 471, 482-484.
9. Hardjowasito Widanto, Sugiharto Setyo., Penanganan Fraktur Mandibula Pada Anank
Dengan Pemasangan Arch-Barr, Dalam Majalah Kedokteran Unibraw, 1996. 38-43
10. Archer Harry., Oral And Maxillofacial Surgery, 5 th Edition, W.B Saunders
Company, Philadelphia,1978, 1045-1052.
11. Banks Peter, Fraktur Pada Mandibula Menurut Killey, Alih Bahasa Wahyono, Edisi
Ketiga, Gajah Mada University Press, 1992, 1-79
12. Soule William., Mandible Fractures, Available
http://www.emedicine.com/radio/topic423.htm. Accessed on 16 September 2004.
13. Reksoprojo Soelarto., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, FKUI Bagian Ilmu Bedah
RSCM, Jakarta, 425-428.
14. Prater Michael., Mandibular Fractures, Available From
http://www.utmb.edu/otoref/grnds/mandibular-fx-961127.pps. Accessed on 28 September
2004.
15. Stierman Karen., Mandibular Fractures, Available From
http://www.utmb.edu/otoref/grnds/mandibular-fx-0006/htm. Accessed on 28 September
2004.
16. Cooc John. Sankaran Balu., Penatalaksanaan Bedah Umum Di Rumah Sakit, Alih
Bahasa Harjanto Effendi, EGC, Jakarta, 1988, 68-71.
17. Abughazaleh Khaled., Mandibular Fractures, Available
http://www.utmb.edu/dept/dorns/base-fromhtm. Accessed on 16 September 2004.