26
Tinjauan Pustaka Anatomi 1.Hidung luar berbentuk piramid, dgn: • Terdiri dari nasal bridge, dorsum nasi, tip, ala nasi, kolumela, dan nares anterior • Kerangka tulang hidung terdiri dari os nasal, os maksila, prosesus nasalis os frontal • Kerangka tulang rawan terdiri dari 2 kartilago nasalis lateralis superior, 2 kartilago nasalis lateralis inferior, tepi anterior kartilago septum

Fisiologi Penciuman manusia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fisiologi Penciuman manusia

Citation preview

Tinjauan Pustaka

Anatomi1. Hidung luar berbentuk piramid, dgn:• Terdiri dari nasal bridge, dorsum nasi, tip, ala

nasi, kolumela, dan nares anterior• Kerangka tulang hidung terdiri dari os nasal, os

maksila, prosesus nasalis os frontal• Kerangka tulang rawan terdiri dari 2 kartilago

nasalis lateralis superior, 2 kartilago nasalis lateralis inferior, tepi anterior kartilago septum

2. Rongga hidung (cavum nasi):• Berbentuk terowongan dari depan ke

belakang, dipisahkan oleh septum nasi, lubang depan nares anterior (vestibulum), dan nares posterior (koana)

• Tiap cavum nasi mempunyai dinding medial, lateral, inferior, dan superior

2.1 Dinding medial (septum nasi) dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.

• Bagian tulang terdiri dari lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, krista nasalis os palatina

• Bagian tulang rawan terdiri dari lamina kuadrangularis dan kolumela

2.2 Dinding lateral terdiri dari yang besar dan letaknya paling bawah adalah konka inferior, konka medial, konka superior dan konka suprema

2.3 Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat celah yg sempit (meatus)

• Meatus inferior terletak antara konka inferior dgn dinding lateral cavum nasi, terdapat ostium duktus nasolakrimalis

• Meatus medius terletak antara konka media dgn dinding lateral cavum nasi, terdapat muara sinus frontal, maksilla, dan etmoid anterior

• Meatus superior terletak antara konka superior dgn konka media, terdapat muara sinus etmoid posterior

2.4 Batas cavum nasi, dinding inferior merupakan dasar rongga, dibentuk oleh os maksila dan os palatinum. Dinding superior dibentuk lamina kribriformis, tempat masuk serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior dibentuk os sphenoid

2.5 Perdarahan Hidung• Bagian atas mendapat perdarahan dari a.

etmoid anterior dan posterior (cabang a. karotis)

• Bagian bawah mendapat perdarahan dari a. palatina mayor (cabang a. maksilaris interna) dan a. sphenopalatina (dari foramen palatina)

• Bagian depan mendapat perdarahan dari a. fasialis

• Pada bagian depan septum terdapat anastomosis a. sphenopalatina, a. atmoid ant., a labialis sup., dan a. palatina mayor membentuk pleksus kiesselbach

• Vena di vestibulum bermuara ke v. oftalmika yg berhubungan dgn sinus kavernosus

• Vena-vena hidung tidak mempunyai katup hinggan mudahnya penyebaran infeksi ke kranial

2.6 Persarafan Hidung• Bagian depan dan atas mendapat persarafan

dari n. etmoidalis ant. (cabang n. oftalmikus)• Bagian lainnya mendapat persarafan dari n.

maksila melalui ganglion sphenopalatina.• Ganglion sphenopalatina juga mensarafi

otonom untuk mukosa hidung. Terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media

• Fungsi penghiduan berasal dari n. olfaktorius, turun melalui lamina kribrosa (bawah bulbus olfaktorius) dan berakhir di sepertiga atas hidung

2.7 Mukosa Hidung• Secara histologi dan fungsional dibagi atas mukosa

pernafasan dan mukosa penghidu• Mukosa pernafasan terdapat di sebagian besar rongga

hidung, permukaanya dilapisi epitel torak bersilia berlapis semu, diantaranya terdapat sel goblet

• Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga atas septum, epitelnya dibentuk oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia. Epitelnya dibentuk oleh sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu.

2.8 Sistem Transport Mukosilier• Merupakan sistem pertahanan aktif. Efektivitas

dipengaruhi kualitas silia dan palut lendir yg dihasilkan oleh sel-sel goblet dan kelenjar seromusinosa

• Silia bergerak secara bifasik, gerakan mencakup ayunan efektif satu arah

• Pada sinus maksila, STM menggerakkan sekret sepanjang dinding anterior, medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk halo mengarah ke ostium

• Kerusakan mukosa ringan tidak mengubah/ menghentikan transport, tetapi jika skeret lebih kental, sekret akan terhenti pada mukosa yg defek

• Gerakan STM sinus sphenoid berupa spiral, sedangkan pada sinus etmoid berupa rektilinear

• Rute utama merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila, dan etmoid anterior. Sekresi bergabung di infundibulum etmoid selanjutnya menuju prosesus uncinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati orifisium tuba eustachius

• Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sphenoid, bertemu di resesus sphenoetmoid dan menuju nasofaring bagian postero-superior orifisium tuba eustachius

• Sekret dari meatus superior dan septum bergabung dgn sekret rute pertama; inferior darui tuba eustachius

• Pergerakan silia respiratorik kira-kira 1000 x/min, material bergerak dgn kecepatan 3 – 25 mm/min.

2.9 Aliran Udara pada Hidung• Luas potongan melintang aliran udara nasal berkurang

drastis pada katup nasal mencapai 30 – 40 mm2, memisahkan vestibula dari aliran udara utama

• Kemudian udara melewati permukaan septal, konka media dan konka inferior

• Aliran turbulensi udara nasal memaksimalkan interaksi udara dgn mukosa hidung, seterusnya berperan sebagai penghangat dan pelembap udara serta pembersihan udara inspirasi dari partikel asing.

3 Fisiologi Hidung• Fungsi respirasi utk mengatur kondisi udara,

penyaringan udara, humidifikasi, penyeimbang dlm pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal

• Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara utk menampung stimulus penghidu

• Fungsi phonetic utk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

• Fungsi statik dan mekanik utk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma, dan pelindung panas

• Fungsi refleks nasal

3.1 Fungsi penghidu• Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu

dan pengecap dgn adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung

• Lebar saluran udara olfaktorius 1 – 2 mm dan terletak atas konka medial dan inferior pada lempeng kribriform antara septum dan dinding lateral hidung

• Luas permukaan mukosa olfaktorius adalah 200 – 400 mm2 dan mempunyai berbagai reseptor bau

• Mukosa olfaktorius mempunyai kelenjar Bovoman yg kecil dan tubular di bawah epitelia.

• Tiap sel reseptor dihubungkan ke bulbus olfaktori oleh serabut saraf yg halus, pendek dan tidak bermyelin

• Hantaran konduksi sekitar 50 m/det, dan diterjemah di korteks olfaktorius

• Syarat mencapai reseptor olfaktorius, suatu bau harus larut dalam air dan lemak.

3.1.1 Perangsangan Sel-Sel Olfaktori• Silia olfaktorius adalah bagian sel olfaktorius

yg merespon terhadap rangsangan kimia olfaktorius

• Substansi yg tercium saat kontak dgn permukaan olfaktorius menyebar secara difus ke dalam mukus yg menutup silia, kemudian berikatan dgn protein reseptor (protein-G) di membran setiap silium

• Subunit α memecahkan diri dari protein-G dan mengaktivasi adenilat siklase, siklase yg teraktivasi mengubah molekul adenosin trifosfat (ATP) intrasel menjadi adenosin monofosfat trisiklik siklase (cAMP)

• cAMP mengaktivasi protein membran lain didekatnya; gerbang kanal ion natrium terbuka dan ion natrium mengalir ke sitoplasma

• Seterusnya merangsang neuron olfaktorius dan menjalarkan aksi potensi ke SSP melalui nervus olfaktorius

3.1.2 Adaptasi Penciuman• 50 % reseptor olfaktori akan beradaptasi pada detik

pertama setelah terkena rangsangan, setelah itu reseptor yg beradaptasi sangat sedikit dan berlangsung sangat lambat

• Dari pengalaman, sensasi bau beradaptasi dgn jelas hampir dalam 1 menit atau segera sesudah memasuki udara yg berbau kuat karena adaptasi psikologis jauh lebih besar daripada derajat adaptasi reseptor

• Mekanisme adaptasi persarafan; sejumlah serabut saraf sentrifugal melintas dari korteks olfaktorius ke sepanjang traktus olfaktorius, dan berakhir pada sel-sel granul (inhibitor bulbus olfaktorius)

• Setelah rangsangan olfaktorius, SSP membentuk penghambatan sebagai feedback utk menekan penyiaran sinyal penghidu melalui bulbus olfaktori

Penutup

• Penciuman bau adalah sebagian dari fungsi pada hidung utk membedakan bau karena terdapat mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung dgn luas 200 – 400 mm2

• Degan struktur hidung normal dan turbulensi udara dalam kavum nasi, suatu rangsangan bau yg bersifat larut air dan lemak akan merangsang reseptor olfaktorius dan menghantar sinyal ke korteks olfaktorius

• Fungsi penciuman akan menurun sesuai usia pada beberapa penelitian terkini

Terima Kasih