Upload
utam
View
259
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
metlit
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kondisi jalan yang kita lewati saat ini sering mengalami kerusakan, tidak sedikit
jalan-jalan yang mengalami kerusakan yang cukup parah akibat berbagai macam faktor.
Dalam laporan penelitian kali ini, penulis akan meneliti kerusakan jalan yang terjadi pada
sepanjang jalan Cikutra Barat, Tubagus Ismail kota Bandung, Jawa Barat.
Jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail merupakan salah satu jalan yang tiap pagi
dan sore harinya dipadati oleh kendaraan baik kendaraan roda 2 maupun roda 4, karena
jalan-jalan tersebut berlokasi di daerah Bandung Tengah dan merupakan salah satu akses
menuju pusat kota.
Di sepanjang jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail kita dapat menemukan badan
jalan yang mengalami kerusakan yang cukup parah, terdapat lubang-lubang besar,
hancurnya trotoar jalan, permukaan jalan yang tidak rata, padahal jalan-jalan tersebut
sudah sering diperbaiki tetapi tetap saja rusak kembali.
Kerusakan badan jalan pada daerah tersebut bukan hanya satu atau dua kali dalam
kala ulang satu tahun, maka dari itu para pengguna jalan harus senatiasa berhati-hati jika
menggunakan jalan tersebut. karena dengan rusaknya badan jalan maka daya gesek ban
dengan jalan tidak berfungsi secara optimal. Sehingga tingkat kenyaman dan keamanan
jalan menjadi berkurang.
FIRMAN FIRDAUS Page 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Kerusakan badan jalan yang terjadi saat ini tidak lepas dari berbagai macam masalah
yang masih belum diselesaikan.
Penyebab-penyebab terjadinya kerusakan badan jalan dapat diakibatkan oleh :
1. Kondisi tanah (soil parameter) yang tidak cocok untuk dijadikan material
pembentuk jalan.
2. Tingkat keseriusan dan ketelitian yang rendah dari para perencana dalam
merencanakan komposisi material pembentuk badan jalan agar kuat terhadap
beban kendaraan.
3. Curah hujan dan suhu kota Bandung yang tiap kali berubah-ubah.
4. Masuknya air ke dalam badan jalan akibat jalan yang berongga, sehingga pada
saat kondisi kadar air maksimum terjadi pengembangan material jalan (swelling
accident), jika dibiarkan maka badan jalan akan mengalami retak-retak dan jika
terjadi secara continu maka badan jalan akan pecah.
5. Saluran drainase di pinggir jalan (selokan/parit) yang tidak direncanakan untuk
menampung kapasitas air pada saat curah hujan maksimum.
6. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.
Penyebab-penyebab kerusakan badan jalan yang telah didentifikasi diatas saling
berhubungan satu dengan lainnya. Secara umum penelitian ini memerlukan pandangan
dari berbagai macam ilmu, tetapi kali ini penulis akan meneliti kerusakan badan jalan dari
aspek geoteknik.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari adanya penelitian mengenai kerusakan badan jalan Cikutra Barat dan
Tubagus Ismail ini adalah :
1. Mengetahui perilaku tanah pada jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail
2. Mengetahui karakteristik tanah dan batuan yang digunakan dalam
perencanaan jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail.
FIRMAN FIRDAUS Page 2
3. Mengetahui komposisi yang layak digunakan dalam perencanaan jalan
Cikutra Barat dan Tubagus Ismail.
4. Mengetahui layak atau tidaknya presentase nilai CBR yang terdapat pada jalan
Cikutra Barat dan Tubagus Ismail
D. Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat dari adanya penelitian mengenai kerusakan badan jalan
Sadang Serang dan Tubagus Ismail ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas badan jalan agar berfungsi secara optimal. Dan manfaat dari aspek
geoteknik yaitu agar para perencana mengetahui soil properties pada tanah dasar (sub
grade) jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail untuk merencanakan jalan tersebut.
FIRMAN FIRDAUS Page 3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
Proses Terbentuknya Tanah
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terekat satu dengan
yang lain (di antaranya mungkin material organik). Rongga-rongga di antara bagian-
bagian tersebut berisi udara dan/atau air.
Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan
kimiawi dan mekanis (kecuali tanah organi : gambut). Terutama sekali batuan ditulari
oleh pelapukan kimiawi. Mineral yang peka terhadap pelapukan akan berubah
menjadi mineral lempung yang berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis, misalnya
“desakan es” (frost wedging), atau kegiatan yang dilakukan oleh tumbuhan dan
binatang, membantu proses pemecahan tersebut pada proses ini, tanah dapat tetap
berada pada tempat pembentukannya. Maka akan jelaslah bagi kita bahwa sifat yang
dimiliki tanah akan bergantung pada batuan induknya dan pada faktor-faktor seperti
iklim, topografi, organisme, dan waktu.
Seringkali tanah yang telah lapuk mengalami perpindahan tempat dari batuan
induknya. Perpindahan ini dapat diakibatkan oleh gaya-berat (proses kemiringan) atau
media transportasi, seperti air, angin, dan es. Di negeri Belanda dikenal endapan
sungai (fluviatil), endapan pantai (litoral), endapan oleh angin (eolik), endapan oleh
es ( glasial), dan endapan oleh laut (marien). Batuan induk, proses pelapukan, dan
media transportasi mempunyai pengaruh terhadap sifat material tanah yang pada
akhirnya diendapkan di suatu tempat. Setelah mengendap, pada material tanah
tersebut masih berlangsung berbagai perubahan. Oleh karena itu, terbentuklah
berbagai jenis tanah, dengan distribusi besar butiran, tahapan penyatuan, bentuk
butiran, dan lain sebagainya, yang berbeda-beda.
FIRMAN FIRDAUS Page 4
Klasifikasi, Susunan, dan Struktur Tanah
Sifat-sifat fisis-kimiawi tanah ditentukan dari susunan dan struktur tanah yang
bersangkutan. Pada umumnya klasifikasi tanah dilakukan terhadap besar butiran.
Klasifikasi ukuran butiran tidak mencakup susunan mineralogis dari tanah. Pada
umumnya volume mineral pun tidak ditentukan. Pada tanah yang seringkali
menimbulkan masalah, seringkali kita perlu menentukan volume mineralnya. Pada
lempung, hal ini secara teratur dilakukan difraksi-ronsen. Biasanya lempung terdiri
dari mineral kuarsa dalam fraksi ukuran lempung (quick-clay).
Konsolidasi Tanah
Akibat pembebanan, maka tanah akan mengalami konsolidasi. Pada tanah
kohesif, mula-mula beban dipikul oleh kerangka butiran dari bagian-bagian yang
padat maupun oleh air dalam pori-pori. Jika beban diberikan dalam waktu yang lama,
maka air akan tertekan perlahan-lahan dari bagian tanah yang dibebani. Sebagai
akibat rendahnya permeabilitas material yang bersangkutan, proses ini berlangsung
perlahan-lahan, namun akhirnya volume tanah akan berkurang. Berkurangnyua
volume ini berkaitan dengan pembebanan. Konsolidasi merupakan pula sebuah
proses alamiah. Setiap lempung akan berkonsolidasi jika terhadapnya diendapkan
lapisan yang lebih muda.
Tanah yang mengandung lempung bisa mempunyai waktu konsolidasi yang
cukup lama, bervariasi daei satu tahun sampai ratusan tahun.
Penurunan dapat terjadi pula pada tanah yang tak-berkohesi (pasir, kerikil) yang
dibebani. Biasanya penurunan berlangsung dengan cepat karena tingginya
permeabilitas tanah, sehingga air akan cepat terdesak ke luar. Pebedaan dalam
kecepatan konsolidasi ini merupakan salah satu perbedaan terpenting di antara
berbagai jenis tanah. Kerapatan-relatif kerapatan-minimum dan kemungkinan
kerapatan-maksimalnya.
Sebagian material berbutir mempunyai rentang (range) perbandingan pori-pori
yang besar. Apabila pasir digetarkan dan dipadatkan, maka butiran-butirannya akan
lebih rapat satu sama lain dan dilaboratorium dapat kita tentukan perbandingan-
minimal pori-porinya.
FIRMAN FIRDAUS Page 5
Air
Ada kalanya air merupakan benda galian. Pengambilan air, air minum dan/atau air
industri, tidak hanya sebagai air permukaan, tetapi juga sebagai air-tanah di dassar
tanah.
Beberapa jenis sedimen-bukan hanya yang lepas saja, tetapi juga batuan padat-
adalah berpori-pori. Seringkali pori-pori ini berisi zat cair, biasanya air, ada kalanya
gas. Tidak selamanya air permukaan dapat dilihat lepas dari air-tanah. Mengubah
tinggi-air alami tanpa terlebih dahulu mengetahui keadaan tanah dasarnya dapat
mengakibatkan banyak kesulitan atau menelan biaya yang besar (misalnya
terendamnya bendungan dan tanggul, berubahnya aliran air-tanah, menegeringnya
atau munculnya sumber air baru (tuntutan ganti rugi)).
Pemunculan Air
Air dapat muncul ke permukaan bumi dalam bentuk :
a) Meteorik, yaitu air hujan yang meresap jauh ataupun tidak begitu jauh ke
dalam dasar tanah (benda galian, pengambilan air), ada kalanya juga memfosil
dan tertinggal di dalam lapisan tanah tua sehubungan dengan permukaan bumi tua
(diskordansi).
b) Dalam endapan-endapan muda dekat pantai masih kita temukan sisa air
laut ( Belanda Barat)
c) Air tersekap atau air formasi banyak kita temukan dlaam tanah dasar yang
dalam. Air ini hampir selalu asin hingga mencapai kadar garam 20%, jadi lebih
asin daripada air laut yang hanya 3,5%. Komposisi unsur-unsur yang larut tidak
sama dengan air laut. Air ini selain berasal dari sisa air laut mungkin juga berasal
dari air yang dikeluarkan pada waktu berlangsungnya perubahan sedimen dan
metamorfisis batuan.
d) Air muda (juvenile water) yang berasal dari aktivitas vulkanik; uap dan
uap air dari magma, lava dan sebagainya.
FIRMAN FIRDAUS Page 6
Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum
mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi kerusakan
fungsional dan strukturalnya.
Kerusakan fungsional adalah apbila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak
pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat kekasaran
permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan tanah dasara yang
tidak stabil, beban lalu lilntas, keleahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan
sekitar.
Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga
Jenis kerusakan perkerasan lentur dapat dibedakan atas :
1. Retak (cracking)
2. Distorsi (distorsion)
3. Cacat permukaan (disintegration)
4. Pengausan (polished aggregate)
5. Kegemukan (bleeding/flusing)
6. Penurunan pada bekas penananman utilitas
a. Retak (cracking)
Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas :
1. Retak halus atau retak garis ( hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama
dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau
bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat
meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah
seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti lubang dan amblas. Retak ini dapat
berbentuk melintang dan memanjang, dimana retak memanjang terjadi pada arah sejajar
dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan
atau pelebaran, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong sumbu
FIRMAN FIRDAUS Page 7
jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan. Metode pemeliharaan dan
penanganan :
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan renggang, dilakukan
metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat).
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat, dilakukan
metode perbaikan P3 (penutupan retak).
Untuk lebar retakan (> 2 mm) lakukan perbaikan P4 (pengisian retak).
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat
dilihat pada lampiran A.
Gambar 1. Retak Halus
2. Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm.
Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit
buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan permukaan kurang
stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik). Umumnya
daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit
buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui
beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya dapat
diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat
terlepasnya butir-butir.
Untuk retak kulit buaya dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat)
dan P5 (penambalan lubang/patching) sesuai dengan tingkat kerusakan retak yang terjadi.
FIRMAN FIRDAUS Page 8
Urutan pelaksanaan serta bahan dan peralatan dapat dilihat pada lampiran A. Perbaikan
juga harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya, sehingga nantinya air tidak
tergenang di badan jalan yang dapat mempengaruhi umur jalan.
Gambar 2. Retak Kulit Buaya
3. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang
mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya
sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau
terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh di tepi
perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air
dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan permukaan. Retak dapat diperbaiki
dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus
dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami
penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama
kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.
Gambar 3. Retak Pinggir
FIRMAN FIRDAUS Page 9
4. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak memanjang,
umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh
kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk daripada di bawah perkerasan,
terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau
akibat lintasan truk / kendaraan berat dibahu jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti
perbaikan retak refleksi.
Gambar 4. Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan
5. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), retak memanjang, yang terjadi pada
sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua
lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke
dalam celah-celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat berkembang menjadi
lebar karena terlepasnya butir-butir pada tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.
6. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak memanjang yang
terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan
lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan tidak baik. Perbaikan
dilakukan dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan campuran aspal cair dan pasir.
Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui
celah-celah, butir-butir dapat lepas dan retak dapat bertambah besar.
FIRMAN FIRDAUS Page 10
Gambar 5. Retak Sambungan Pelebaran Jalan
7. Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal atau
membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola
retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula
terjadi jika terjadi gerakan vertical / horizontal dibawah lapis tambahan sebagai akibat
perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang
dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal
cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar
dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai
Gambar 6. Retak Refleksi
8. Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan membentuk kotak-
kotak besar dengan susut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan
FIRMAN FIRDAUS Page 11
pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan
campuran aspal cair dan pasir serta dilapisi dengan burtu.
Gambar 7. Retak Susut
9. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit.
Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis permukaan dan lapis
dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air, atau
benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat
antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam
campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan.
Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan
menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.
FIRMAN FIRDAUS Page 12
Gambar 8. Retak Slip
b. Distorsi (distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan
yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu
lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan
penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang
tepat.
Distorsi dapat dibedakan atas :
1. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat
merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan,
mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak- retak. Terjadinya alur
disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan
pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan
stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6 (perataan)
untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup parah dilakukan
perbaikan P5 (penambalan lubang) yang pelaksanaan serta bahan dan peralatannya dapat
dilihat pada lampiran A.
FIRMAN FIRDAUS Page 13
Gambar 10. Alur
2. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan
permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan merasakan ketidaknyamanan dalam
mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang dapat
berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus,
agregat berbentuk butiran dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan
mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka
sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair). Perbaikan
terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6
(perataan) dan juga perbaikan P5 (penambalan lubang) jika keriting juga disertai dengan
timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.
Kerusakan ini juga dapat diperbaiki dengan :
a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu memiliki lapisan pondasi agregat,
perbaikan yang tepat adalah dengan mengaruk kembali, dicampur dengan lapis
pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan baru.
b. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat memiliki ketebalan > 5 cm, maka
lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan
yang baru.
FIRMAN FIRDAUS Page 14
Gambar 11. Keriting
3. Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan
sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau
tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat
dilakukan dengan cara perbaikan P6 (perataan) dan perbaikan P5 (penambalan lubang).
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat dilihat
pada lampiran A.
Gambar 12. Sungkur
4. Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat
terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air yang tergenang ini dapat meresap ke
FIRMAN FIRDAUS Page 15
dalam lapisan permukaan yang akhirnya menimbulkan lobang. Penyebab amblas adalah
beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik,
atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement.
Perbaikan dapat dilakukan dengan :
a. Untuk amblas yang < 5cm, lakukan metode perbaikan P6 (perataan).
b. Untuk amblas yang > 5 cm, lakukan metode perbaikan P5 (penambalan
lubang).
c. Periksa dan perbaiki selokan dan gorong-gorong agar air lancar mengalir.
d. Periksa dan perbaiki bahu jalan yang mengalami kerusakan.
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat
dilihat pada lampiran A.
Gambar 13. Amblas
5. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat
adanya pengembangan tanah dasar pada tanah yang ekspansif. Perbaikan dilakukan
dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisnya kembali.
FIRMAN FIRDAUS Page 16
c. Cacat permukaan (disintegration)
Yang termasuk dalam cacat permukaan adalah :
1. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar.
Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang
menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Lubang dapat terjadi karena :
a. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
- Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
- Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.
- Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.
b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada lapis
permukaan.
d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan
mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara:
• Untuk lubang yang dangkal ( < 20 mm ), lakukan metode perbaikan P6
(perataan).
• Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode perbaikan P5 (penambalan
lubang)
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat
dilihat pada lampiran A.
FIRMAN FIRDAUS Page 17
Gambar 14. Lubang
2. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta
disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan
lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut
dibersihkan, dan dikeringkan.
Gambar 15. Pelepasan Butiran
3. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh kurangnya
ikatan antar lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis
permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digarus, diratakan dan dipadatkan. Setelah itu
dilapis dengan buras.
d. Pengausan (polished aggregate)
Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi
karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau
FIRMAN FIRDAUS Page 18
agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. Dapat
diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau latasbum.
Gambar 16. Pengausan
e. Kegemukan (bleeding / flushing)
Permukaan jalan menjadi licin dan tampak lebih hitam. Pada temperatur tinggi,
aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan karena bila
dibiarkan, akan menimbulkan lipatan-lipatan (keriting) dan lubang pada permukaan jalan.
Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada
campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack
coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1 (Penebaran Pasir) yaitu dengan menaburkan
agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi
lapisan penutup.
Gambar 17. Kegemukan
FIRMAN FIRDAUS Page 19
f. Penurunan pada bekas penanaman utilitas
Penurunan yang terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi
karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar
kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.
Gambar 18. Penurunan pada bekas penanaman utilitas
B. Kerangka Pemikiran
Masalah yang akan diteliti dalam proposal penelitian ini adalah masalah
pengembangan tanah akibat kadar air maksimum yang tidak mampu ditahan oleh tanah,
sehingga sering disebut dengan peristiwa (swelling). Peristiwa ini juga menjadi salah satu
faktor yang mengakibatkan rusaknya badan jalan selain faktor-faktor lainnya.
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam proses terjadinya peristiwa swelling
ini adalah.
1. Air,
2 Iklim,
3. Kondisi tanah dasar,
4. Material pembentuk jalan.
Variabel-variabel diatas merupakan variabel yang paling dominan dalam proses
terjadinya swelling ini.
FIRMAN FIRDAUS Page 20
1. Pengaruh Air
Air berperan penting dalam terjadinya peristiwa swelling ini. Peristiwa swelling ini dapat
terjadi pada saat kadar air maksimum. Air merupakan salah satu variabel yang sulit dihindarkan,
karena air bisa datang darimana saja dan kapan saja. Air juga dapat menurunkan strength tanah,
akibatnya jika subgrade pada jalan sering digenangi oleh air maka permukaan badan jalan akan
amblas. Dikarnakan kondisi tanah yang jenuh dengan air sehingga tidak mampu lagi menahan
beban kendaraan.
Daerah Cikutra Barat dan Tubagus Ismail merupakan daerah yang sering terjadi banjir
jika hujan datang, dikarnaan saluran drainase yang sempit akibat meningkatnya sedimen yang
mengendap di selokan sisi jalan. Sehingga selokan tidak dapat menampung kapasitas air pada
saat hujan datang, akibatnya air meluap dan masuk ke badan jalan. Disinalah air dapat merusak
badan jalan dan dapat memicu terjadinya peristiwa swelling.
2. Pengaruh Iklim
Iklim merupakan variabel yang sulit diprediksi karena perubahan iklim yang sering tidak
menentu di kota Bandung ini. Iklim juga dapat menyebabkan peristiwa kembang susut pada
badan jalan. Akibat dari peristiwa kembang susut ini adalah permukaan jalan tidak lagi mulus
dan akan terjadi retak-retak pada permukaan jalan.
4. Kondisi Tanah Dasar
Kondisi tanah dasar merupakan variabel dari struktur pembentuk jalan. Karena kondisi
tanah dasar akan menentukan besaran strength tanah dan strength tanah tersebut dapat dijadikan
sebagai parameter dalam perencanaan pondasi untuk jalan raya. Pada beberapa keadaan harus
diadakan perbaikan tanah akibat kondisi tanah dasar yang kurang baik.
Perbaikan tanah ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan
cara mencampurkan tanah dengan material semen untuk menambah strength tanah. Semakin baik
kondisi tanah, maka strength tanah akan semakin meningkat sedangkan semakin jelek kondisi
tanah, maka strength tanah akan semakin kecil.
FIRMAN FIRDAUS Page 21
5. Material pembentuk jalan
Material pembentuk jalan adalah salah satu variabel dalam perencanaan struktur badan
jalan. Material pembentuk ini dimodifikasi sedemikian mungkin sehingga dapat memenuhi
standar tertentu dalam perencanaan badan jalan. Biasanya material pembentuk jalan ini dapat
berupa batu belah, tanah, pasir, spesimen. Material-material yang digunakan dalam perencanaan
jalan akan berpengaruh terhadap kekuatan struktur badan jalan.
Tetapi semua itu tidak akan berjalan dengan baik jika kondisi tanah dasarnya tidak
memenuhi standar perencanaan jalan. Peristiwa swelling dapat disebabkan oleh material
pembentuk jalan yang kurang baik. Maka dari itu material pembentuk jalan masuk ke dalam
variabel penyebab terjadinya peristiwa swelling.
FIRMAN FIRDAUS Page 22
Air
Kadar air maksimum
Tanah jenuh air
Jenuh air secara kontinu
PERISTIWA SWELLING(PENGEMBANGAN TANAH)
Iklim
Musim hujan Musim kemarau
Kembang susut pada tanah
Curah hujan maksimum
Cuaca panas ekstrim
Retak pada permukaan badan
jalan
Air masuk ke badan jalan melalui retakan
badan jalan
Kondisi tanah dasar Material pembentuk jalan
Kualitas baik
Menghindari peristiwa swelling
Kualitas kurang baik
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Jalan Cikutra Barat dan Jalan Tubagus Ismail,
Bandung
2. Desain penelitian
Rencana penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut :
FIRMAN FIRDAUS Page 23
STARTSTART
PERSIAPANPERSIAPAN
PENGUMPULAN DATA AWAL
PENGUMPULAN DATA AWAL
KUISIONERKUISIONERSURVEY LAPANGANSURVEY LAPANGAN PENGAMBILAN
SAMPEL TANAHPENGAMBILAN SAMPEL TANAH
PENGOLAHAN DATAPENGOLAHAN DATA
UJI LABORATORIUM SAMPEL TANAH
UJI LABORATORIUM SAMPEL TANAH
KESIMPULANKESIMPULAN
SELESAISELESAI
3. Metode yang dipilih
Pada diagram di atas diperlihatkan bahwa metode yang akan digunakan dalam penelitian
ini yaitu dengan cara kuisioner dan survey langsung ke lapangan untuk mengamnil sampel tanah
yang nantinya akan di uji dilaboratorium.
4. Definisi Operasional
Metode penelitian dengan cara kuisioner berfungsi untuk mendapatkan informasi yang
berupa data-data non numerik atau dapat dikatakan kondisi lokasi penenlitian sebelum dijadikan
jalan raya dan untuk mengetahui keadaan masyarakat disekitar lokasi penelitian.
Metode penelitian dengan cara survey langsung ke lapangan berfungsi untuk mengetahui
keadaan lokasi penelitian apa adanya serta untuk mencari masalah-masalah yang harus diteliti
dan mengambil sampel tanah untuk diteliti di laboratorium.
5. Alat pengumpul data
Data yang dikumpulkan diperoleh dari alat kuisioner serta menggunakan kamera untuk
mendokumentasikan keadaan lokasi penelitian. Alat kuisioner berupa pertanyaan-pertanyaan
yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti guna memperoleh informasi yang
selengkap-lengkapnya. Sedangkan dokumentasi menggunakan kamera merupakan salah satu
aspek yang paling penting dalam mendukung masalah yang akan diteliti.
6. Proses pembuatan alat
7. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dengan metode kuisioner dengan cara membagikan lembar
kuisioner kepada masyarakat disekitar lokasi penelitian guna memperoleh informasi yang
lengkap.
Teknik pengumpulan data dengan cara membuat dokumentasi berupa foto-foto lokasi
penelitian dilakukan dengan survey langsung ke lokasi penelitian.
8. Analisis data
FIRMAN FIRDAUS Page 24