Upload
docong
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan adalah manajemen dana, baik yang berkaitan
dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif
mupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau
pembelanjaan secara efisien.
Fungsi manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan,
analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan. Kegiatan-kegiatan yang harus
diambil oleh manajer keuangan dapat dikelompokkan kedalam dua kegiatan
utama yaitu kegiatan menggunakan dana (kegiatan keuangan yang aktif) dan
kegiatan mencari dana (kegiatan keuangan yang pasif).
Untuk menjalankan atau melaksanakan kegiatan manajemen
keuangan, perlu difahami teori keuangan. Teori keuangan menjalankan
mengapa suatu fenomena di bidang keuangan terjadi dan mengapa keputusan
keuangan tertentu perlu diambil dalam menghadapi persoalan keuangan
tertentu.
9
Keputusan-keputusan keuangan dibagi menjadi dua, yaitu keputusan
yang diambil oleh individu dan keputusan yang diambil oleh perusahaan
a. Keputusan yang diambil oleh individu, menyangkut :
1) Berapa jumlah dana yang dikonsumsikan untuk setiap periode
(keputusan konsumsi).
2) Berapa kelebihan penghasilan akan diinvestasikan (keputusan
investasi)
3) Bagaimanakah para individu itu akan mendanai konsumsi dan
investasi mereka.
b. Keputusan yang diambil oleh perusahaan, menyangkut :
1) Bagaimanakah perusahaan dibiayai (keputusan pendanaan / raising of
fund)
2) Bagaimanakah alokasi dana itu akan dilakukan atau diputuskan
(keputusan investasi / allocation of fund)
3) Bagaimanakah kebijakan manajemen terhadap pemegang saham atau
pemilik dana perusahaan (keputusan dividen)
Manajemen keuangan dalam banyak hal berkaitan dengan pembuatan
keputusan, dimana lingkup keuangan itu sendiri sangat luas dan dinamis.
Manajemen keuangan membicarakan pengelolaan keuangan, yang pada
dasarnya dapat dilakukan baik oleh individu, perusahaan maupun pemerintah.
Untuk mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajer
keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar
adalah keputusan yang akan mencapai tujuan tersebut. Secara normatif, tujuan
10
keputusan keuangan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai
perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh pembeli apabila
perusahaan tersebut dijual.
Manfaat manajemen keuangan adalah untuk memahami tentang apa
yang terjadi disekeliling kita untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis
dan juga menjelaskan berbagai fakta dan informasi.
2. Teori Keagenan
Teori keagenan menjadi perbincangan sejak terpisahnya kepemilikan
perusahaan dan pengelolaaan perusahaan pada perusahaan-perusahaan besar.
Secara spesifik teori keagenan menekankan pada penjelasan hubungan
keagenan. Menurut Brigham dan Houston (2001:22) hubungan keagenan
muncul ketika satu orang individu atau lebih yang disebut pemilik (principal)
mempekerjakan individu lain atau organisasi yang disebut agen untuk
melaksanakan pekerjaaan dan kemudian mendelegasikan otorisasi
pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Manajer sebagai agent dan
pemegang saham sebagai principal.
Menurut Elqorni (2009:1) teori agensi mengasumsikan bahwa semua
individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai
principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah
atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para manajer sebagai
agent diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan
syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
11
Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk
mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait
dengan fungsinya, Manajer memiliki kehilangan insentif bahkan tidak
ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara
pemegang saham memiliki resiko kehilangan return bahkan dana yang
diinvestasikannya. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan
fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik untuk
meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keputusan bisnis yang diambil
manajer adalah mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Namun
demikian pemegang saham tidak dapat mengawasi semua keputusan dan
aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham
jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk
kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam teori
keagenan yaitu adanya konflik kepentingan yang dinamakan agency problem
(masalah keagenan).
Menurut Brigham dan Houston (2001:22) masalah keagenan bisa
terjadi pada beberapa pihak, yaitu antara pihak pemegang saham dengan
manajer dan antara manajer dengan pemberi kredit.
Konflik antara pemegang saham dengan manajer dapat diminimumkan
dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-
kepentingan yang terkait tersebut, namun dengan munculnya mekanisme
12
pengawasan akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost
(biaya agensi).
Agency cost terdiri dari pengeluaran-pengeluaran, seperti :
a. Monitoring Expenditure
Monitoring expenditure adalah pengeluaran yang dilakukan
oleh pemegang saham untuk membatasi perilaku menyimpang
manajemen melalui pemberian insentif yang tepat.
b. Bonding Expenditure
Bonding expenditure merupakan biaya perjanjian antara
perusahaan dengan bonding company yang ditimbulkan untuk
melindungi perusahaan dari kesewenangan potensial dari manajer
yang mungkin terjadi. Biasanya pemilik perusahaan akan
membayar pihak ketiga untuk mengeluarkan fidelity bond, yaitu
kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga dimana pihak
ketiga (bonding company) setuju untuk membayar perusahaan jika
manajer tidak berbuat jujur. Cara bekerjanya mirip asuransi
kerugian.
c. Residual Loss
Residual loss merupakan sejumlah uang yang setara dengan
bekurangnya kemakmuran yang seharusnya diterima pemilik
akibat pebuatan menyimpang yang dilakukan manajemen.
Agency cost dapat dikurangi dengan berbagai alternatif. Dalam
penelitian ini hanya difokuskan pada tiga alternatif. Pertama, meningkatkan
13
kepemilikan manajerial. Nurhayati (2008:152) menyatakan bahwa
meningkatkannya kepemilikan manajerial dalam perusahaan akan memaksa
para manajer untuk menanggung risiko sebagai konsekuensi apabila mereka
melakukan kesalahan dalam keputusan, sehingga akan membuat mereka
semakin berhati-hati dalam menentukan hutang.
Kedua, adanya kepemilikan investor institusional yang berfungsi
sebagai agen monitor. Widjaja dan Kasenda (2008:140) menyatakan bahwa
keberadaan pemegang saham institusional dapat mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, selain itu juga
dapat memengaruhi keputusan pencarian dana apakah melalui hutang atau
modal.
Ketiga, menigkatkan pendanaan dengan hutang. Widjaja dan Kasenda
(2008:140) menyatakan bahwa peningkatan hutang akan meminimalkan
konflik antara pemegang saham dan manajemen. Hutang juga akan
mengurangi arus kas yang berlebih di dalam perusahaan sehingga dapat
mengurangi kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.
3. Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership)
Menurut Christiawan dan Tarigan (2007:3) kepemilikan manajerial
adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata
lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam
laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase
kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Sedangkan Wahidahwati
14
(2002:4) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah pemegang saham
dari pihak manajemen (direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan perusahaan.
Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang
manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai
seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan
mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan
keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer
atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif
bahkan tidak ditunjuk lagi sebagai manajer dan sebagai pemegang saham akan
kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikannya.
Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manjemen dengan
pemegang saham. Dengan demilkian maka kepemilikan saham oleh
manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga
akan meminimumkan biaya keagenan.
Untuk mensejajarkan antara kepentingan manajer dengan pemilik
perusahaan, terdapat mekanisme khusus yang dapat digunakan untuk
memotivasi manajer agar bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham. Salah satunya adalah meningkatkan kepemilikan saham terhadap
manajer. Langkah ini ditunjukan untuk menarik dan mempertahankan manajer
yang cakap dan juga untuk mengarahkan tindakan manajer agar mendekati
kepentingan pemegang saham, terutama untuk memaksimalkan harga saham.
15
Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan ada suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manjemen
perusahaan. Termasuk didalamnya adalah kebijakan menggunakan hutang.
Hutang yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan,
karena perusahan akan mengalami financial distress. Menurut Sjahrial
(2006:146) financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami
kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Selain itu proporsi hutang yang
besar akan menempatkan manajer di bawah pengawasan debtholders dan
manajer cenderung tidak menyukai pengawasan oleh debtholders tersebut.
Karena itulah maka manajer akan berusaha menekan jumlah hutang serendah
mungkin.
Kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu berbeda
dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Christiawan dan Tarigan
(2007:2) menyatakan bahwa dalam perusahaan dengan kepemilikan
manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan
menselaraskan kepentingannya sebagai manajer dengan kepentingannya
sebagai pemegang saham, sehingga akan lebih berhati-hati dalam melakukan
keputusan pendanaan. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan
manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan akan
mementingkan kepentingan sendiri.
16
Kepemilikan manajerial dapat dirumuskan sebagai berikut :
MOWN =
4. Kepemilikan Institutional (Institutional Ownership)
Kepemilikan institutional adalah persentase kepemilikan saham luar
(non manajemen) atas saham perusahaan seperti bank, asuransi, atau institusi
lain. Menurut Wahidahwati (2002:6) kepemilikan institusional yaitu proporsi
saham yang dimiliki institusional pada akhir tahun yang diukur dengan
persentase (%).
Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang
besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen lebih besar. Semakin besar kepemilikan institusional maka
pemanfaatan aktiva perusahaan semakin efisien sehingga mencegahan
pemborosan yang dilakukan manajemen.
Keberadaan kepemilikan perusahaan oleh institusi akan mendorong
pengawasan yang lebih efektif, karena institusi merupakan profesional yang
memiliki kemampuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Widjaja dan
Kasenda (2008:142) menyatakan bahwa tingkat kepemilikan yang tinggi oleh
institusi dalam suatu perusahaan akan menimbulkan usaha pengawasan yang
lebih besar oleh investor institusional sehingga akan mengontrol manajer
Jumlah saham yang dimiliki oleh direktur dan komisaris
Jumlah saham yang beredar
17
untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan kepentingan
pemegang saham yang pada akhirnya akan mengurangi agency cost.
Menurut Widjaja dan Kasenda (2008:142) kontrol yang efektif dari
investor institusional telah mengambil alih peranan hutang sebagai alat
kontrol manajemen, sehingga menyebabkan penggunaan hutang menurun.
Kepemilikan institusional dapat dirumuskan sebagai berikut :
INST =
5. Kebijakan Hutang
Salah satu penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham
adalah keputusan pendanaan. Para pemegang saham hanya peduli pada resiko
sistematik dari saham perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada
portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Namun manajer sebaliknya
peduli pada resiko perusahaan secara keseluruhan. Keputusan pendanaan
menyangkut tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan
dipergunakan oleh perusahaan. Secara umum sumber pendanaan dapat
diperoleh dari modal internal atau modal eksternal. Modal internal berasal dari
laba ditahan dan sedangkan modal eksternal berasal dari modal sendiri atau
dari hutang.
Jumlah saham yang dimiliki oleh institusional
Jumlah saham yang beredar
18
Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan pada pihak lain
yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal
perusahaan yang berasal dari kreditur.
Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
a. Hutang Jangka Pendek atau Hutang Lancar
Hutang jangka pendek atau hutang lancar adalah hutang
perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam
jangka pendek (umumnya satu tahun sejak tanggal neraca) dengan
menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Hutang lancar
tersebut meliputi :
1) Hutang dagang, yaitu hutang yang timbul karena adanya pembelian
barang dagang secara kredit.
2) Hutang wesel, yaitu hutang yang disertai dengan janji tertulis untuk
melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu dimasa
yang akan dating.
3) Hutang pajak, yaitu hutang pajank yang belum disetorkan ke kas
Negara.
4) Biaya yang masih harus dibayar, yaitu biaya-biaya yang sudah terjadi
tetapi belum dilakukan pembayarannya.
5) Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo, yaitu sebagian atau
seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka
pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya.
19
b. Hutang Jangka Panjang
Hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang waktu
pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari satu
tahun sejak tanggal neraca). Hutang jangka panjang tersebut meliputi :
1) Hutang obligasi.
2) Hutang hipotik, yaitu hutang yang dijamin dengan aktiva tetap
tertentu.
3) Pinjaman jangka panjang yang lain.
Penggunaan hutang bagi perusahaan mengandung 3 dimensi :
a. Pemberian kredit akan menitikberatkan atas besarnya jaminan atas kredit
yang diberikan.
b. Dengan menggunakan hutang, apabila perusahaan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik
perusahaan keuntungannya akan meningkat.
c. Dengan menggunakan hutang maka pemilik memperoleh dana dan tidak
kehilangan pengendalian perusahaan.
Penggunaan hutang yang berbeban bunga mempunyai keuntungan dan
kelemahan bagi perusahaan, yaitu :
a. Keuntungan penggunaan hutang adalah:
1) Biaya bunga mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga biaya
hutang efektif menjadi lebih rendah.
20
2) Kreditur hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap,
sehingga kelebihan keuntungan merupakan klaim bagi pemilik
perusahaan.
3) Bondholder tidak memiliki hak suara sehingga pemilik dapat
mengendalikan perusahaan dengan dana yang lebih kecil.
b. Penggunaan hutang memiliki kelemahan karena:
1) Hutang yang semakin tinggi meningkatkan resiko, sehingga suku
bunganya akan semakin tinggi pula.
2) Bila dalam perusahaan tidak dalam kondisi yang bagus, pendapatan
operasi akan menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutup biaya
bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi eksterim,
kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat
terancam kebangkrutan.
Dalam hubungan antara pemilik saham dengan manajer, untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan pemegang saham lebih menginginkan
pendanaan perusahaan dengan hutang. Karena dengan penggunaan hutang,
hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak
menyukai pendanaan tersebut, dengan alasan bahwa hutang mengandung
resiko yang tinggi.
Perhitungan besarnya kebijakan hutang yang dilakukan perusahaan
dapat dilakukan dengan menggunakan Debt to Equity Ratio (DER). Marlina
dan Danica (2009:1) menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER)
merupakan rasio hutang terhadap modal sendiri. Rasio ini mengukur seberapa
21
besar perusahaan dibiayai oleh hutang dibanding dengan modal sendiri,
dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik
bagi perusahaan. Sehingga kebijakan hutang dapat dirumuskan sebagai
berikut :
DER =
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengenai faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang
perusahaan yang telah banyak dilakukan dimana hal tersebut dikaitkan dengan
kemampuan pihak manajemen dan para investor perusahaan dalam mengambil
keputusan yang tepat. Penelitian ini tidak akan menghasilkan jawaban yang
maksimal dari yang sebenarnya tanpa ada teori-teori penemuan-penemuan
sebelumnya yang mendukung. Diantara hasil penelitian yang mendukung tersebut
adalah sebagai berikut:
Wahidahwati (2002) menguji hipotesis mengenai pengaruh kepemilikan
saham oleh pihak manajemen dan institusional ownership terhadap penggunaan
hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Menurut
Wahidahwati, kehadiran kepemilikan institusional pada industri manufaktur
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Adanya
monitoting yang efektif oleh pemilik institusional menyebabkan penggunanan
Total Hutang
Total Modal Sendiri
22
hutang menurun, karena peranan hutang sebagai salah satu alat monitoring sudah
diambil oleh pihak institusional.
Widjaja dan Kasenda (2008) menguji hipotesis mengenai pengaruh
kepemilikan institusional, aktiva berwujud, ukuran perusahaan, dan profitabilitas
terhadap struktur modal pada perusahaan dalam industri barang konsumsi di BEI.
Menurut Widjaja dan Kasenda, keberadaan pemilik institusional dapat memantau
lebih ketat kebijakan pendanaan manajemen, sehingga manajemen tidak dapat
menggunakan hutang dalam jumlah yang besar hanya untuk kepentingan
manajemen sendiri.
Nurhayati (2008) menguji hipotesis mengenai pengaruh struktur
kepemilikan, profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang dan
dividen dalam penciptaaan nilai perusahaan pada perusahaan di sektor non jasa
yang terdaftar di BEJ. Menurut Nurhayati, kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
hutang, para manajer cenderung menggunakan hutang untuk kepentingan
oportunistik, selain itu tidak adanya usaha monitoring yang efektif dari pemilik
institusional dalam mengendalikan perilaku oportunistik yang dilakukan para
manajer, pemilik institusional cenderung sejalan dengan kebijakan yang
dilakukan oleh manajemen.
Tarjo (2005) menguji hipotesis mengenai analisa free cash flow dan
kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEJ. Menurut Tarjo, adanya kepemilikan manajerial mampu
mewarnai dalam pengambilan keputusan manajemen mengenai kebijakan hutang.
23
Kepemilikan manajerial mampu digunakan untuk mengendalikan kos keagenan
penggunaan hutang pada kelompok perusahaan kecil, sedangkan pada kelompok
perusahaan besar kepemilikan manajerial tidak mampu digunakan untuk
mengendalikan kos keagenan penggunaan hutang.
Aryasari (2005) menguji hipotesis mengenai pengaruh struktur
kepemilikan saham terhadap kebijakan hutang perusahaan pada perusahaan yang
go public yang terdaftar di BEJ. Menurut Aryasari, antara kepemilikan manajerial
dan kepemilikan institusional dengan kebijakan hutang tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif. Meningkatnya
kepemilikan manajerial dapat mensejajarkan kepentingan manajemen dengan
pemegang saham dan mengurangi peranan hutang sebagai alat salah satu alat
untuk mengurangi konflik keagenan.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran membantu menjelaskan hubungan antara variabel
independen terhadap variabel dependen, yaitu kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang.
Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen
dengan pemegang saham. Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh
manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan
meminimumkan biaya keagenan. Adanya kepemilikan saham oleh pihak
manajemen akan ada suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang
Kepemilikan Manajerial ( X1 )
Kepemilikan Institusional ( X2 )
Kebijakan Hutang ( Y )
24
diambil oleh manajemen perusahaan termasuk didalamnya adalah kebijakan
menggunakan hutang. Pihak pemilik saham cenderung berkeinginan untuk
mengurangi penggunaan hutang, karena dengan banyaknya hutang akan
meningkatkan resiko perusahaan.
Kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku oportunistik manajer yang kaitannya dengan penggunaan
hutang terhadap kinerja manajerial.
Dilihat dari variabel-variabel (baik variabel independen maupun variabel
dependen) yang akan digunakan dalam penelitian ini, secara ringkas digambarkan
kerangka pemikiran sebagai berikut :
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 1. Kerangka pemikiran
25
D. Hipotesis
Atas dasar uraian dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh
Wahidahwati, Nurhayati, Aryasari, Tarjo, Widjaja dan Kasenda, serta Aryasari,
maka hipotesis yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut :
1. Diduga kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap
kebijakan hutang.
2. Diduga kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap
kebijakan hutang.
3. Diduga kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional secara bersama-
sama berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan hutang.