FFPCP 22 FFPCP Workshop Oct2001 Proceeding

Embed Size (px)

Citation preview

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Pengelolaan Kebakaran Lahan dan Hutan di Sumatera Selatan : Tanggung Jawab Kita BersamaSebuah Lokakarya awal Museum Balaputra Dewa, Palembang, 24 25 Oktober 2001

Diselenggarakan oleh FFPCP (Proyek Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan) Uni Eropa dan Departemen Kehutanan, bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Sumatera Selatan

Proceedings

Land and Forest Fire Management in South Sumatra: Our Common ResponsibilityA Pilot Workshop Balaputra Dewa Museum, Palembang 24-25 October 2001

Organized by the FFPCP (Forest Fire Prevention and Control Project) - European Union and Ministry of Forestry, in cooperation with the Provincial Government of South Sumatra

1

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Presentasi Lokakarya (Bahasa Indonesia) .................................................................................3 Workshop Presentation (English) .............................................................................................5 Program Lokakarya / Workshop Program.................................................................................7 Perumusan Hasil Lokakarya (Bahasa Indonesia).....................................................................14 Official Workshop Conclusions (English) ..............................................................................17 Hasil Presentasi Paparan, 24 Oktober .....................................................................................20 Sessi I : Pembukaan dan Paparan Resmi.................................................................................21 Sessi II : Kebakaran dan Pengunaan lahan..............................................................................24 Sessi III. Pengelolaan Kebakaran Oleh Perusahaan Swasta ...............................................32 Sessi IV. Pengelolaan Kebakaran Oleh Masyarakat...........................................................35 Hasil Diskusi Kelompok, 25 Oktober .....................................................................................42 Kelompok 1. Pengelolaan kebakaran di areal konservasi (Kasus Calon Taman Nasional Sembilang) .............................................................................................................................42 Kelompok 2. Pengelolaan kebakaran di daerah rawa / sonor ...................................................44 Kelompok 3. Pengelolaan kebakaran di HPH/HTI ..................................................................47 Presentasi dan Diskusi Pleno mengenai Hasil Diskusi Kelompok ...........................................51 Evaluation Of Workshop By Participants (English Summary) ................................................54 Evaluasi Hasil Lokakarya (Bahasa Indonesia) ........................................................................56 Appendix 1. Petunjuk Pelaksanaan Diskusi Kelompok ...........................................................68 Appendix 2. Evaluasi Hasil Lokakarya...................................................................................79 Appendix 3. List of Participants .............................................................................................81

2

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Presentasi Lokakarya (Bahasa Indonesia)

Permasalahan : Kebakaran yang tidak terkendali merusak sumber daya alam kita Setiap tahun, kebakaran yang tidak terkendali menyebabkan berbagai dampak negatif, antara lain: Kerusakan hutan, Kebakaran semak belukar yang menghambat pertumbuhan hutan kembali, Kerusakan perkebunan baik milik perusahaan maupun petani (misalnya kebun kelapa sawit, kebun karet, Hutan Tanaman Industri, dsb), Gangguan kesehatan dan transportasi yang diakibatkan oleh asap dan kabut, Pandangan kurang baik terhadap Indonesia di luar negeri, terutama di negara tetangga. Dalam tahun-tahun dengan curah hujan rata-rata, skala dari kerusakan tersebut terbatas. Tetapi ketika terjadi musim kemarau yang panjang, setiap 3 sampai 5 tahun, kerusakan hutan dan lahan di Indonesia dapat mencapai beberapa juta hektar dengan kerugian mencapai jutaan dolar. Di Sumatera Selatan sendiri pada tahun 1997 diperkirakan sekitar satu juta hektar lahan terbakar. Proyek Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, yang didanai oleh Uni Eropa dan Departemen Kehutanan, telah berjalan selama enam tahun (1995-2001) di Sumatera Selatan. Berbagai pengetahuan telah dipelajari dari proyek ini dan juga dari usaha yang sama di tingkat nasional maupun internasional. Pelajaran I : Pencegahan Lebih Penting dari Pemadaman Pelajaran pertama yang dipelajari adalah bahwa pemadaman kebakaran sangat sulit karena luasnya areal yang terbakar dan lokasinya sulit dijangkau. Oleh karena itu pencegahan kebakaran adalah langkah utama yang harus ditempuh, dengan menunjukan pada sebab-sebab akar dari kebakaran itu sendiri. Pelajaran II : Kebakaran paling banyak terjadi di daerah gambut dan perkebunan Pelajaran kedua adalah bukan hanya hutan yang terbakar akan tetapi kebakaran terjadi juga diluar hutan (walaupun daerah tersebut termasuk dalam kawasan hutan) seperti alang-alang, belukar, perkebunan, padang rumput di rawa gambut, dan sebagainya. Berdasarkan pengamatan peta titik panas, kebakaran yang tidak terkendali dalam skala besar terutama terjadi di dua tipe daerah yaitu : Areal penanaman: seperti perkebunan rakyat, perkebunan besar terutama kelapa sawit atau Hutan Tanaman Industri/HTI. Penggunaan api untuk pembersihan lahan dapat berakibat kebakaran; Daerah rawa gambut: dimana api yang menyala di bawah tanah sangat sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, maka lokakarya ini difokuskan pada Kabupaten Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, dimana keduanya mewakili daerah yang paling rawan terhadap kasus kebakaran tersebut. Pelajaran III : Belajar bagaimana cara mengelola kebakaran Tidak semua pembakaran itu buruk. Pembakaran merupakan bagian dari kegiatan masyarakat dalam pengelolaan lahan sehari-hari di Sumatera sejak dahulu. Secara tradisional masyarakat menggunakan api untuk pembersihan lahan dan mereka tahu bagaimana cara mengendalikan api. Sampai sekarang, sangat sulit untuk menemukan alternatif lain, dan kita harus belajar menggunakan api dengan bijaksana. Ini berarti kita harus dapat membedakan api yang merusak dan api yang bermanfaat. Berdasarkan itu, kita harus memusatkan usaha-usaha untuk menghindari api yang merusak melalui pencegahan, pengenalan dan penanggulangan dini. Hal inilah yang disebut dengan Pengelolaan Kebakaran.

3

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Pelajaran IV : Banyak pihak yang berurusan dengan kebakaran Oleh karena bukan hanya hutan yang terbakar, maka banyak pihak yang berurusan dengan pengelolaan kebakaran, yaitu : Pihak yang menjadi korban kebakaran secara langsung maupun tak langsung. Pihak yang dapat berperan untuk mencegah kebakaran yang merusak. Berdasarkan hasil penemuan awal, pihak-pihak yang berurusan di Propinsi Sumatera Selatan yaitu : Masyarakat setempat yang diwakili oleh pemimpin formal maupun adat atau organisasi mereka. Perusahaan swasta yang terlibat dalam pemanfaatan lahan dan sumber daya alam. Lembaga swadaya masyarakat dibidang lingkungan maupun pengembangan pedesaan. Instansi pemerintah yang terkait di tingkat propinsi dan kabupaten . Para ahli dari perguruan tinggi, atau lembaga teknik/pusat penelitian.

Untuk apa lokakarya diadakan ? Tujuan akhir dari lokakarya ini adalah untuk menemukan langkah yang dapat diterapkan. Maksud utamanya adalah untuk mengajak semua pihak yang terkait bersama-sama membahas hal-hal sebagai berikut: Saling tukar menukar pandangan terhadap masalah kebakaran (sebab dan dampaknya). Mencapai pengertian yang sama terhadap masalah kebakaran. Menemukan cara mencegah kebakaran yang merusak dan kendala yang ditimbulkan. Menemukan tindakan yang mungkin dapat dilaksanakan bersama oleh anggota lokakarya. Bagaimana Lokakarya ini diadakan Lokakarya akan dilaksanakan selama dua hari. Bertempat di Museum Balaputra Dewa yang mewakili budaya Sumatera Selatan. Lokakarya ini akan dipimpin oleh Panitia Pengarah yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Selatan dan Ketua Dinas Kehutanan. Hari pertama, pimpinan instansi dan FFPCP akan membuka lokakarya dengan menyampaikan pesan mereka tentang pengelolaan partisipatif kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan. Kemudian para ahli dan wakil pihak yang terkait masing-masing akan menyampaikan pengalaman mereka. Hari kedua, peserta akan berdiskusi dalam kelompok guna membahas pengalaman, mencapai kesepakatan, kesepahaman serta membuat usulan bagaimana cara mengatasi masalah di lapangan tentang pencegahan kebakaran. Hasilnya akan didiskusikan dalam sidang pleno untuk mencapai kesimpulan akhir yang akan disampaikan oleh panitia pengarah. Lokakarya ini akan ditutup secara resmi dan disertai dengan acara peluncuran buku Pendidikan Lingkungan Hidup "Desa Ilalang".

4

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Workshop Presentation (English)

The problem : Uncontrolled Fires Damaging our Resources Every year, uncontrolled fires in Indonesia cause the destruction of forest areas and plantations, causing various damages, such as: - destruction of forests - destruction of young forest regrowth preventing the regeneration of forest - destruction of private property, especially plantations (oil palm, rubber, HTI, etc.) - building up of smoke and haze causing health problems and disrupting transport - damaging of Indonesia's international image and relations with its neighbors In years of average rainfall, the scale of the damage is limited. But when long droughts occur, every 3 to 5 years, destruction can reach several million hectares and several billion USD. In South Sumatra alone, it can be estimated that about 1 million hectares have burnt in 1997/98. The Forest Fire Prevention and Control Project, funded by the European Union and the Ministry of Forestry, has operated for the past six years (1995-2001) in South Sumatra. Several lessons have been learned from this project, and from other similar national and international efforts. Lessons learned I : Prevention over Suppression The first lesson learned is that given the scale of the problem and the remoteness of most fires areas, suppression is difficult to implement. Hence the first step to avoid large uncontrolled fires is through prevention : addressing the underlying causes of the fires.

Lessons learned II : Fires occur mainly in Peat and Plantation areas The second lesson learned is that fires are not restricted to forest areas. In fact, most of the fires take place in non-forested areas (even if they may be officially mapped as forest) such as alang-alang, belukar, plantations, peat swamps grasslands, etc. Based on the observation of Hot Spot maps, most large-scale uncontrolled fires occur in two main focus areas: - areas in and around plantations development (which include small-scale smallholders, large commercial plantations mostly oil palm, and industrial forestry plantations or HTI). Fire may be used for development or land reclamation and may then escape management. - peat swamp areas, where fire is difficult to control because it burns underground for long. This is why the workshop will concentrate on the experience of MUBA and OKI districts, which represent these two types of areas. Lessons learned III : Learning to Manage Fires Not all fires are bad. Indeed, fire has been part of the Sumatran landscape for as long as there has been human beings to use it. People traditionally use fire for land clearing and know how to control it. It is difficult to find alternatives to fire use, and we have to learn to live with fire. This means that we have to distinguish between harmful fires and useful fires, and concentrate our efforts on avoiding harmful fires. This is done first through addressing the underlying causes of fires, and then early detection and attack. This is called Fire Management.

5

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPLessons learned IV : Fire concerns many parties If fire does not affect only forest, then there must be a large range of parties that have a stake in fire management, including: - parties that are directly or indirectly affected by fire - parties that can play a role in preventing harmful fires. Based on initial assessments, in South Sumatra these parties include: - the local communities, represented through their traditional and formal leaders as well as their own organizations; - the private companies involved in land conversion and natural resources management; - the non-governmental organizations active in environment and rural development; - the relevant government agencies at District and Provincial level; - the relevant specialists from academic or oth er technical / scientific institutes. Why another workshop The purpose of this workshop is very practical. The aim is to bring all these different parties together with the following agenda: - exchange perceptions on the fire problem (impacts and causes) - reach a common understanding of the fire problem - identify possible ways to prevent harmful fires and existing obstacles - identify possible actions that the workshop members could start together. How is the workshop organized The workshop will take place in two days. The venue is the Museum Balaputra Dewa, chosen for its representation of South Sumatran Culture. The Workshop is presided by a Steering Committee under the leadership of the Sekretaris Daerah and Dinas Kehutanan. On the first day, FFPCP leaders and government officials will introduce the workshop, then, specialists and representatives of parties concerned with the fires will present their views and experience. On the second day, participants will gather in round table discussions on practical topics, hoping to derive a common understanding of the way to prevent fires and to make proposals. Then the results will be discussed in plenary session again, leading to the final conclusions summed up by the steering committee based on these presentations. During the closing ceremony, the "Desa Ilalang" education project will be launched.

6

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Program Lokakarya / Workshop Program

7

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Program Lokakarya Hari pertama : Rabu 24 Oktober 2001Jam Min Pembicara Topik / Judul 08:00 09:00 Pendaftaran Peserta 9:00 10: 00 Pembukaan lokakarya oleh pimpinan proyek FFPCP dan perwakilan pemerintah FFPCP/Departemen Co-Direktor FFPCP Kata Sambutan Kehutanan DirJen Kebakaran Lahan dan Hutan Kepala Bappeda Propinsi Paparan Kepala Dinas Kehutanan Paparan Kepala Bapedalda Prop Paparan Kepala Dinas Perkebunan Paparan 10:00 10:30 Rehat Kopi 10:30 12:45 Bagian pertama : Kebakaran dan penggunaan lahan Chairperson Bagian Presentasi lokakarya & Kata pengantar Bagian pertama : Kebakaran dan penggunaan lahan Pertama Pengalaman dari proyek FFPCP : Ivan Anderson FFPCP 1. Daerah rawan kebakaran pada tahun tahun El Nino (IA) A.Gouyon/JM Bompard 2. Kebakaran, pengelolahan lahan, dan pihak-pihak yang terkait dengan kebakaran Bappeda OKI Dampak dari perubahan pengunaan lahan di Kab. OKI Terhadap risiko kebakaran (pengalaman BAPPEDA OKI di bidang pemetaan) Bappeda MUBA Penggunaan lahan di MUBA dan pengelolaan kebakaran pada daerah yang rawan Pengelolaan kebakaran di sekitar konservasi area (calon Taman Nasional Sembilang, MUBA Ir. Sudarmono BKSDA dan Sugihan, OKI) 1. Pengelolaan kebakaran Partisipatif di sekitar konservasi area (BKSDA) 2. Prioriti untuk pengelolaan kebakaran di sekitar calon Taman Nasional Sembilang Wetlands (Wetlands International) International Prianto Wibowo Diskusi 12:45 14.00 Makan Siang Instansi

9:00

10'

9 9 9 9

:10 :20 :30 :40

10' 10' 10' 10

10:30 10:45

15 30'

11:15 11:30 11:45

15' 15' 30'

12:15

30'

8

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Program Lokakarya Hari pertama : Rabu 24 Oktober 2001Jam 14.00 14:05 14.20 14:35 14:50 14:55 Min 5 15' 15' 15' 05' 35' Pembicara Instansi Topik / Judul 14:00 15:30 Bagian kedua : Pengelolaan Kebakaran oleh perusahaan swasta Chairperson Bagian Pengelolaan Kebakaran oleh perusahaan swasta Kedua Pengalaman pengelolaan kebakaran (Metode pembukaan lahan tanpa bakar khususnya di Ahmad Wahyu Pribadi PT Lonsum daerah rawa) Ir. Suwarso Pengelolaan kebakaran di dan di sekitar HTI di lahan rawa gambut. PT SBA Wood Pengalaman pengelolaan kebakaran di HPH/HTI dengan melibatkan pihak-pihak terkait di Marc Nicolas EU-SCKPFP Kalimantan. Presentasi acara diskusi kelompok untuk hari kedua dan pemintaan untuk registrasi ke pada peserta (oleh Panitia) Diskusi 15:30 15:50 Rehat Kopi Pendaftaran untuk diskusi kelompok pada hari kedua 15:50 17:40 Bagian ketiga : Pengelolaan kebakaran oleh masyarakat setempat Chairperson Bagian Kata Pengantar Bagian Ketiga Ketiga Nurdin Ishak KSKP - MUBA Tata cara pembukaan lahan yang dilakukan oleh petani Sumatera Selatan pada umumnya Pola Pendekatan Untuk Mempromosikan Pengelolaan Kebakaran Lahan dan Hutan Berbasis Arhandi Yayasan Putra Desa Masyarakat Yayasan Pandu Dedi Umbu Insani MPM (Masyarakat Menggagas Pendekatan Struktural dan Kultural dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan di Akmal Maas Peduli MUBA) Kabupaten Musi Banyuasin. Pengalaman Yayasan Kaffah di bidang kerjasama antara perusahaan besar dan masyarakat Ir. Reni Marsiana, S.E Yayasan Kaffah setempat Prospek untuk memadukan pengelolaan kebakaran dalam kegiatan di bidang pemgembangan pedesaan yang diadakan perusahan-perusahan swasta LBH Palembang Hasil Lokakarya Kebakaran Hutan dan Lahan LBH Palembang Walhi Sumsel 14 15 Nurcholis, SH Walhi Sumsel September 2001 Diskusi

15:50 15:55 16:10

5 15' 15'

16:25 16:40

15' 15'

16:55 17:10

15' 30'

9

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Program Lokakarya Hari Kedua Kamis 25 Oktober 2001Jam 8:30 8:30 8:30 8:30 Min 240 240 240 240 Nama Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Instansi Topik / Judul 08:30 12.30 Diskusi Kelompok Pengelolaan kebakaran di sekitar calon Taman Nasional Sembilang Pengelolaan kebakaran di daerah sonor Pengelolaan kebakaran di daerah HTI / HPH dan eks HPH Pengelolaan kebakaran di daerah perkebunan (besar / rakyat) Rehat kopi Waktunya diserahkan pada fasilitator 12:30 13:00 Persiapan presentasi hasil diskusi kelompok 13:00 14:00 Makan Siang 14:00 15:30 Presentasi hasil diskusi kelompok Presentasi Presentasi Presentasi Presentasi

13:00 13:10 13:20 13:30 13:40

10' 10' 10' 10' 50'

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Diskusi

15:30 16:00 Rehat Kopi 16:00 17:00 Acara Penutupan Sanggar Cempako Panitia 16:00 10' Tari Tanggai. Tarian penyambutan bagi para undangan. Bappeda Sumsel 15' Ketua Tim Perumus Pembacaan hasil rumusan lokakarya dan pembentukan kelompok pihak yang berkaitan dengan pengelolaan kebakaran. Pemda Sumsel 10' Gubernur Kata Sambutan EU-Jakarta 10' Duta Besar Uni Eropa Kata Sambutan Anak-anak/Remaja Panitia Pesan tentang pentingnya partisipasi semua pihak dalam pengelolaan kebakaran 5' dimasa yang akan datang Penyerahan buku Desa Ilalang dari Duta besar.Uni Eropa kepada Gubernur Sumsel, 10' Duta Besar, Gubernur Kadishut, Kadisdiknas selanjutnya diserahkan kepada wakil guru dan anak-anak sekolah, dan wakil kelompok Mahasiswa Pecinta Alam disaksikan oleh Kadishut dan Kadisdiknas. 17:00 18:00 Ramah Tamah / Jumpa pers (Duta besar, Gubernur, Kadishut, Pimpinan proyek FFPCP)

10

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Workshop Program First Day : Wed, 24 Oct 2001Time Min Topic / Title 08:00 09:00 Pendaftaran Peserta 9:00 10: 00 Pembukaan lokakarya oleh pimpinan proyek FFPCP dan perwakilan pemerintah FFPCP/Forestry Co-Director FFPCP Welcome Speech Service Gen. Dir. for land and Forest Fires Head Bappeda Province Introduction Head Forestry Service Introduction Head Bappedalda Prov. Introduction Head Plantations Service Introduction 10:00 10:30 Coffee Break 10:30 12:45 First Session : Fires and Land Use Chairperson Bagian Workshop introduction and presentation of first session Pertama Lessons learned from FFPCP : Ivan Anderson FFPCP 1. Fire prone areas during El Nino years (IA) A.Gouyon/JM Bompard Fire, land use, and stakeholders involved in fire management (JMB/AG) Land use management in OKI, impact of forest fires and fire management system for riskBappeda OKI prone areas with presentation of Bappeda OKI's experience in mapping Land use management in MUBA, impact of forest fires and fire management system for Bappeda MUBA risk-prone areas Fire management around conservation areas (Sugihan Reserve, OKI and proposed Ir. Sudarmono BKSDA Sembilang National Park, MUBA): - Presentation of Participatory Fire Management System by BKSDA - Identified Priorities for Fire Management in the Sembilang National Park (Wetlands Wetlands Prianto Wibowo International) International Discussion 12:45 14.00 Lunch Name Institution

9:00

10'

9 9 9 9

:10 :20 :30 :40

10' 10' 10' 10

10:30 10:45

15 30'

11:15 11:30 11:45

15' 15' 30'

12:15

30'

11

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Workshop Program First Day : Wed, 24 Oct 2001Time 14.00 14:05 14.20 14:35 14:50 14:55 15:30 15:50 15:50 15:55 16:10 Institution Topic / Title 14:00 15:30 Session II : Fire Management by Private Companies Chairperson Bagian 5 Presentation of second session Kedua 15' Ahmad Wahyu Pribadi PT Lonsum Experience on fire management : zero-burning especially in swamps 15' Ir. Suwarso Fire management in and around forestry plantations in the swamp areas PT SBA Wood Experience of Fire Management in HPH/HTI involving stakeholders in Kalimantan & 15' Marc Nicolas EU-SCKPFP South Sumatra (Peats) 05' Introduction of Day II Round Tables and request for registration 35' Discussion 15:50 Coffee Break Registration for Day II Round Tables 17:30 Session III : Fire Management by Communities Chairperson Bagian 5 Presentation of third session Ketiga 15' Nurdin Ishak KSKP - MUBA The experience of fire management from the point of view of farmers 15' Arhandi Yayasan Putra Desa An approach to promote community based fire management Yayasan Pandu Dedi Umbu Insani MPM (Masyarakat The view of the MUBA community on the impacts and causes of fires and the way to 15' Akmal Maas Peduli MUBA) prevent fires through participation Experience of Kaffah in cooperation between large plantations and local communities 15' Ir. Reni Marsiana, S.E Yayasan Kaffah How to integrate fire management in rural development activities sponsored by large companies LBH Palembang 15' Nurcholis, SH Summary of 14-15 Sept workshop on Land and Forest Fires organised by Walhi Walhi Sumsel 30' Discussion Min Name

16:25 16:40

16:55 17:10

12

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Workshop Program Second Day : Thursday, 25 Oct 2001Time Min Name 08:30 12.30 Group Discussion 8:30 240 Group I Institution Topic / Title Fire management around conservation areas (case of the proposed Sembilang National Park) 8:30 240 Group II Fire management in small farmers areas (sonor areas in OKI/MUBA) Group III 8:30 240 Fire management around HTI, HPH and ex HPH areas 8:30 240 Group IV Fire management in plantation areas (large estates and smallholders) Coffee Break at any time chosen by facilitators 12:30 13:00 Preparation of the presentations of the results of each group 13:00 14:00 Lunch 14:00 15:30 Presentation of the Groups' Results Kelompok I 13:00 10' Presentation Kelompok II 13:10 10' Presentation Kelompok III 13:20 10' Presentation Kelompok IV 13:30 10' Presentation 13:40 50' Discussion 15:30 16:00 Coffee Break 16:00 17:00 Official Closing Ceremony and Launching of Desa Ilalang Book Sanggar Cempako Tanggai Dance 16:00 Head of SC Bappeda Sumsel Presentation of the Workshops' results Governor Provincial Govt Keynote Ambassador EU-Jakarta Keynote Children/ OC Welcome presentation of the importance of participatory fire management for the future 5' Youth Pemda, The Book Desa Ilalang is remitted by the European Union Embassador to the Governor of 10' Ambassador, Governor EU, Heads of Education Education & Sumsel, and then to teachers, schoolchildren and representatives of the Nature Lovers and Forestry, students Forestry Offices, Students Associations, in presence of Heads of Forestry and Educations Services. Student Groups 17:00 18:00 Break Press Meeting

13

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Perumusan Hasil Lokakarya (Bahasa Indonesia)Oleh : Tim Perumus Ketua : Prof. DR. Ir. Benyamin Lakitan, MSc (Kepala Bappeda Propinsi Sumsel), diwakili oleh Ibu Rohil Firmazal, MS, Kasubbid. Formulasi dan Evaluasi Rencana Strategis, BAPPEDA Prop Sumsel Wakil : Dr. M. Roderick Bowen (Pemimpin Proyek FFPCP) Anggota : Ir. Alex Nurdin, SH (Plh Bupati Musi Banyu Asin), diwakili oleh Bpk Drs. M. Daud. HD. MM, Kepala Bidang Perencanaan Strategis, Bappeda Kabupaten Musi Banyuasin. H. F Rozi Dahlan, SH (Bupati Ogan Komering Ilir), diwakili oleh Ir. Fathony Shariff, Kadisbun Kabupaten OKI Ir. H. Syaiful Ramadhan, MM (Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumsel), diwakili oleh Bpk. Zulfikhar, MM, kepala subdinas inventarisasi dan tata guna hutan. Ir. H. Sukarno (Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Sumsel) Dr. Ir. Fachrurrozi Syarkowi (Kepala BAPEDALDA Propinsi Sumsel) Dr. Hilda Zulkifli, M.Si, DEA (Akademisi-Universitas Sriwijaya) Nurcholis (LSM Lembaga Bantuan Hukum) Ir. Suwarso (Praktisi dari perusahaan - PT. SBA) Syamsir Sahbana (Pengurus Harian GPPSS PT Hindoli) Ir. Edward Panggabean (Dinas Pertanian Propinsi Sumsel- Pokja Program). Aina R Azis (Majalah Forum Keadilan) I. II. Latar Belakang dan Tujuan Lokakarya : Lihat Presentasi Lokakarya Pelaksanaan Lokakarya

Lokakarya dilaksanakan selama dua hari di Museum Balaputra Dewa dengan program seperti diatas. Acara diakhiri dengan acara penutupan dengan pembacaan hasil lokalarya oleh wakil ketua Tim perumus. Acara penutupan tersebut dihadiri oleh Drs.H. Zikri Kisser, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dan Pemberdayaan Perempuan, dalam rangka ini mewakili Gubernur Sumatera Selatan dan oleh Councellor Juan Planas, yang mewakili Duta Besar Uni Eropa. Acara penutupan disertai dengan pemberian resmi buku Desa Ilalang oleh Uni Eropa kepada Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Selatan dan Dinas Pendidikan serta anak-anak sekolah. Buku Desa Ilalang tersebut merupakan buku pendidikan lingkungan yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap bahaya kebakaran dan pentingnya kelestatarian sumber daya alam dan hutan. Buku tersebut dicantum untuk anak kelas lima dan dilengkapi dengan pedoman buat gurunya. Bapak Zikri Kisser mengatakan, buku tersebut akan dimasukkan dalan kurikulum muatan lokal di Sumatera Selatan. Lokakarya dihadiri oleh 151 peserta yang terdiri dari berbagai golongan, yaitu : instansi pemerintah berjumlah 49 orang, tiga di antaranya dari pemerintah pusat perusahaan swasta (perkebunan, HPH dan HTI) berjumlah 34 orang LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan pengembangan pedesaan, berjumlah 30 orang akademisi dan peneliti berjumlah 14 orang, tiga di antaranya dari Bogor petani berjumlah 7 orang wartawan media cetak dan elektronik, pemerhati masalah lingkungan, berjumlah 7 orang, staf dari Proyek FFPCP-Palembang, Proyek SCKPFP-Banjarbaru, dan Delegasi Uni Eropa, Jakarta, berjumlah 10 orang

14

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

III. Hasil Lokakarya Berdasarkan hasil diskusi selama dua hari ini, tim perumus mengusulkan hasil sbb: A. Dampak Kebakaran Lahan dan Hutan setiap tahun ada kebakaran lahan dan hutan di Propinsi Sumatera Selatan, namun yang paling besar adalah pada musim kemarau panjang yang terjadi setiap 3-5 tahun antar bulan Juli dan Oktober Dampak negatif kebakaran lahan dan hutan secara umum adalah hilang dan menurunnya biodiversitas, kerusakkan tanah, hutan dan kebun, dan pencemaran udara akibat asap Kebakaran telah merugikan berbagai pihak, terutama masyarakat di tingkat Sumatera Selatan, Indonesia, maupun Internasional, serta perusahaan swasta dan pemerintah Oleh karena itu telah disepakati bahwa kebakaran lahan dan hutan merupakan masalah kita semua

B. Sebab Kebakaran Lahan dan Hutan Sebab utama dari kebakaran adalah pembukaan lahan yang meliputi: pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet ke lahan lain pembukaan lahan tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun perusahaan. Namun bila pembukaan lahan dilaksanakan dengan pembakaran dalam sekala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. pembukaan lahan dilaksanakan untuk usaha perkebunan, HTI, pertanian lahan kering, sonor dan mencari ikan. pembukaan lahan yang paling berbahaya adalah di daerah rawa/gambut.

Sebab lain, yang meliputi akar permasalahanya, adalah : penggunaan lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran, misalnya di lahan bekas HPH, di daerah yang beralang-alang dan di daerah HTI konflik antara pihak pemerintah, perusahaan dan masyarakat karena status lahan sengketa tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga terpaksa memilih alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan lahan kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan lahan tanpa bakar

B. Usulan

1. Untuk sementara pembukaan lahan dengan pembakaran masih dibutuhkan untuk menunjang ekonomi di Sumatera Selatan, terutama oleh rakyat, maka yang diperlukan adalah upaya pengelolaan pembakaran yang dilaksanakan secara terkendali dan bertanggung-jawab.

2. Upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan yang diusulkan diantaranya: pemberdayaan masyarakat lewat lembaganya penegakkan hukum

15

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP mengembangkan usahatani terpadu yang meggunakan teknologi pembakaran secara terkendali dan tanpa asap, seperti yang telah dikembangkan oleh masyarakat Sumatera Selatan sejak dahulu upaya penyuluhan dan sosialisasi mengenai bahaya kebakaran baik melalui media elektronik, cetak, pendekatan langsung ataupun rambu-rambu diperlukan bantuan peralatan pemadaman ringan dan sederhana yang dapat digunakan oleh masyarakat desa diperlukan mengembangkan upaya sertifikasi untuk perusahaan yang tidak menggukanan pembakaran, seperti eko-labelling perlu diteliti alternatif lain (pajak lingkungan) untuk pencegahan pembukaan lahan dengan sistem bakar oleh perusahaan perkebunan besar/HTI

3. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan forum komunikasi yang melibatkan semua pihak yang terkait untuk diskusi dan meciptakan aksi bekerjasama, yaitu dengan melibatkan : instansi pemerintah instansi non pemerintah yaitu dari perusahaan swasta, LSM, masyarakat, akademisi, dan pers.

16

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Official Workshop Conclusions (English)By the Steering Committee Head : Prof. DR. Ir. Benyamin Lakitan, MSc (Head of Bappeda Propinsi Sumsel), represented by Ibu Rohil Firmazal, MS, Head of Formulation and Evaluation of Strategic Planning, Regional Planning Agency (BAPPEDA) Prop Sumsel Wakil : Dr. M. Roderick Bowen (Project Team Leader, FFPCP) Members : Ir. Alex Nurdin, SH (Plh Bupati Musi Banyu Asin), represented by Bpk Drs. M. Daud. HD. MM, Head of Strategic Planning, Bappeda Kabupaten Musi Banyuasin. H. F Rozi Dahlan, SH (Bupati Ogan Komering Ilir), represented by Ir. Fathony Shariff, Head of Plantation Service, Kabupaten OKI Ir. H. Syaiful Ramadhan, MM (Head of Forestry Service, Province of South Sumatra), represented by Bpk. Zulfikhar, MM, Head of Sub-Service of Inventory and Land Use. Ir. H. Sukarno (Head of Plantation Service, South Sumatra) Dr. Ir. Fachrurrozi Syarkowi (Head of Environmental Agency, South Sumatra) Dr. Hilda Zulkifli, M.Si, DEA (Akademics-University of Sriwijaya) Nurcholis (LBH, Legal Aid NGO) Ir. Suwarso (PT. SBA Company) Syamsir Sahbana (In charge of GPPSS, Association of Oil Palm planters PT Hindoli) Ir. Edward Panggabean (Agriculture Service, South Sumatra - Pokja Program). Aina R Azis (Journalist, Forum Keadilan) I. III. Background and Objectives of the Workshop : see Workshop Presentation Workshop Implementation

The workshop was implemented during two days at the Museum Balaputra Dewa (see program above). It was concluded by a closing ceremony during which the conclusions of the workshop were read by the head of Steering Committee. The closing ceremony was attended by Drs.H. Zikri Kisser, Head of the Office of People's Welfare and Womens' empowerment, representing the Governor of South Sumatra, and by Councellor Juan Planas, representing the European Union Ambassador. The closing ceremony was completed with the official launching of the desa Ilalang book, which was remitted by the European Union to the Provincial Government, the Education Service and School children. This book is an environmental education book which should hopefully increase the awareness of the young generations towards the dangers of fires and the importance of forest and natural resources conservation. The book is made for children of class 5 and is complemented with the teachers' manual. Bapak Zikri Kisser said that this book will be included in the local curriculum component in South Sumatra. The workshop was attended by 151 persons from the following categories of stakeholders: 49 government people, 3 of them from the Central Government 34 representants of private companies (plantations, forest concessions and forest plantations) 30 representants of NGOs locally active in the environmental and rural development sectors 14 people representing academic and research institutes, 3 of them from Bogor 7 farmers 7 journalists and environmental watchers 10 staff members from European Union and EU funded projects, including FFPCPPalembang, SCKPFP-Banjarbaru, and the Jakarta EU Delegation.

17

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

III. Results of the Workshop Based on the two-days discussion, the Steering Committee proposed the following conclusions.

A. Impact of land and forest fires every year there are land and forest fires in South Sumatra, but the largest ones occur during long droughts that take place every 3-5 years between July and October. The general negative impacts of land and forest fires are the loss of biodiversity, damage to soils, forest and plantations, and air pollution due to haze and smoke. Fires cause losses to many different stakeholders, especially to the people of South Sumatra and Indonesia and the international community, as well as private companies and government. Therefore it is agreed that land and forest fires are everyone's problem.

B. Causes of Land and Forest Fires The main causes of land and forest fires is land clearing, i.e.: land clearing using burning, which if not controlled can escape to other lands land clearing is conducted either by the people or by companies. However, if burning is conducted for land clearing on a large scale it is more difficult to control land clearing is conducted for plantations, industrial forestry, dryland agriculture, sonor (rice planting taking place in dried-up swamps during long droughts) and fishing. the most dangerous fires take place in the peat swamps.

Other underlying causes are as follows: land use patterns which makes land more prone to burning, like for example abandoned forest concessions, areas invaded by Imperata cylindrica and industrial forest plantations conflicts between government, companies and people over land with unclear status the low level of peoples' income, so that they have no other alternatives than to use cheap, simple and fast methods of land clearing lack of law enforcement towards companies that break the regulations concerning zeroburning land clearing

C. Recommendations1. For the time being, land clearing using fire is still needed to support the economy of South Sumatra, especially when land clearing is conducted by small farmers. Hence what is needed is an effort to manage fire use in a controlled and responsible way. 2. Recommendations for the prevention of land and forest fires include: empowering the people through their own organizations enforcing the law develop integrated farming systems that make a controlled use of fire without generating haze, like what has been developped by the people of South Sumatra since a long time ago.

18

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP extension and socialization about the dangers of fires through electronic media, printed media, direct approach or signboards. assistance for the supply of light and simple fire suppression equipmen, which can be used by village people developing certification systems for companies that do not use fire, for example through ecolabelling study alternative methods (environmental payments or taxes) to prevent the use of fire for land clearing by large companies for plantations

3. To reach these objectives, we need to develop a communucation forum that would involve all the stakeholders to discuss and design collaborative actions, with the participation of: government institutions non-government institutions academics, and the media. like private companies, NGOs, peoples institutions,

19

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Hasil Presentasi Paparan, 24 Oktober

20

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Sessi I : Pembukaan dan Paparan Resmi

AGENDA HARI/TANGGAL WAKTU Daftar Pembicara Nama Roderick Bowen Joko Setiono, MM Ibu Rohil Firmansyah Ir. H. Soetiadi Yusuf, MBA, MM. DR. Ir. Fachrurrozie Syarkowi, MSc. Ir. Sukarno, MSc.

: Pembukaan Lokakarya oleh pimpinan proyek FFPCP dan pemerintah : Rabu / 24 Oktober 2001 : 09.00 11.15 WIB

Jabatan Co-Director Direktur Penanggulangan Kebakaran Hutan Kasubbid. Perencanaan dan Strategis Wakil Ketua Dishut Prop. Sumsel Ketua Bapedalda Prop. Sumsel Kepala Dinas Perkebunan Prop. Sumsel

Instansi FFPCP Departemen Kehutanan BAPPEDA Prop Sumsel Dinas Kehutanan Prop. Sumsel Bapedalda Prop. Sumsel Dinas Perkebunan Prop. Sumsel

1. Sambutan dari Co-Director FFPCP Roderick Bowen, FFPCP Lokakarya ini dilaksanakan oleh FFPCP dan Dinas Kehutanan bekerja sama dengan pemerintah. FFPCP telah bekerja sama dengan pemerintah khususnya instansi pendamping yaitu Dinas Kehutanan selama 6 tahun dan mendapat banyak kemajuan, terutama untuk lebih mengetahui mengenai sifat, sebab dan dampak kebakaran. FFPCP akan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2001 tetapi Uni Eropa dan pemerintah Indonesia telah menyetujui proyek baru yaitu SSFFMP yang akan bertempat di kantor Gubernur Prop. Sumsel.SSFFMP dimulai pada sekitar Mei 2002 dengan dana hibah sebesar 90 % dari Uni Eropa dan 10 % dipersiapkan dari Indonesia yaitu pemerintah propinsi Sumatera Selatan.

FFPCP telah mulai melibatkan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, LSM dan masyarakat dalam kegiatannya. SSFFMP bertujuan untuk mendukung banyak kelompok bukan hanya pemerintah tetapi termasuk kelompok LSM, swasta dan masyarakat lokal. Dilanjutkan dengan sambutan dari Direktur Penanggulangan Kebakaran Hutan, Joko Setiono, MM dari Departemen Kehutanan. 2. Sambutan dari Joko Setiono, MM., Direktur Penanggulangan Kebakaran Hutan Departemen Kehutanan Beliau mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Uni Eropa dan FFPCP atas adanya proyek FFPCP dan adanya tindak lanjut proyek SSFFMP dalam bentuk grant. Lokakarya ini dilaksanakan tepat waktunya untuk mengakhiri proyek FFPCP dan untuk memulai SSFFMP. Dalam lokakarya ada Expert dan dapat saling berbagi pengalaman untuk mengatasi kebakaran dan pembakaran. Apalagi masyarakat internasional, misalnya, Singapura dan Malaysia yang mendapat asap terutama dari Sumatera telah mempertanyakan mengapa asap tidak bida dikendalikan. Dengan demikian, Lokakarya dan Uni Eropa datang tepat waktu untuk mengantisipasi El Nino dalam tahun 2002. Lokakarya dan Uni Eropa datang tepat waktu untuk mengantisipasi El Nino dalam tahun 2002.

21

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP3. Paparan I: Ibu Rohil Firmansyah, Kasubbid. Perencanaan dan Strategis BAPPEDA Prop. Sumsel Masalah kebakaran hutan telah terjadi sejak tahun 1970, dengan siklus terjadi selama 3-5 tahun yaitu tahun 1982, 1987,1991,1994, dan 1997. Kebakaran hutan sudah biasa akibat dari pembukaan lahan untuk pertanian. Kontribusi FFPCP yaitu untuk mendeteksi hot spot lalu mensosialisasikannya atau mendistribusikan data dan informsai melalui email dn website. Penyebab Awal Kebakaran hutan dan lahan : 1. Tata Guna Lahan, permasalahannya : a) Adanya konflik kepentingan antara masyarakat dan dunia usaha sehingga menyebabkan kerusakan. b) Land Clearing atau pembukaan lahan menyebabkan timbulnya semak yang rentan terhadap kebakaran. 2. Pembuatan saluran irigasi di rawa sehingga permukaan air menurun menyebabkan lahan gambut semakin kering. 3. Adanya logging menyebabkan lahan terbuka menimbulkan semak sehingga rentan terhadap kebakaran. 4. Pembukaan lahan untuk budidaya pertanian dengan sistem sonor dengan melakukan pembakaran yang sulit diawasi memungkinkan api menjalar di luar kontrol. Kebijakan dan Strategi Pemerintah 1. Mengadakan koordinasi vertikal dan horisontal. 2. Anjuran untuk menghormati kearifan dan kelembagaan adat karena masyarakat memiliki kearifan dalam membuka lahan dan adanya pengawasan dari lembaga adat. 3. Dilaksanakan pengawasan dalam pembukaan lahan untuk budidaya pertanian dengan sistem sonor. 4. Paparan II : Ir. H. M. Soetiadi Yusuf, Wakil Kepala Dinas Kehutanan Prop. Sumsel Dalam pertemuan di Pemda Prop. Sumatera Selatan dikemukakan bahwa tidak hanya terjadi kebakaran hutan tetapi juga kebakaran lahan, dan bukan hanya kebakaran murni namun juga ada kegiatan-kegiatan tertentu yang menimbulkan pembakaran. Diutamakan Alur Pikiran Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Indonesia khususnya Sumatera Selatan (ditampilkan slide / transparen). 5. Paparan III : DR. Ir. H. Fachrurrozie Syarkowi, MSc. Bapedalda Prop Sumsel melaksanakan koordinasi antar instansi sehingga tidak dapat melakukan kerja yang operasional. Tetapi dengan struktur Organisasi Bapedalda sekarang ini memungkinkan untuk melaksanakan operasional yaitu pada sub bidang pemantauan kualitas lingkungan, sub bidang peran serta masyarakat dan sub bidang Pengawasan dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan. (Ditampilkan slide tentang Struktur Organisasi Bapedalda Prop. Sumsel). Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan terdapat tiga instrumen bagi Bapedalda untuk mengendalikan lingkungan termasuk pengendalian dampak kebakaran hutan, yaitu dengan pendekatan kewilayahan, pendekatan kemitraan sinergis (dua pendekatan ini bagian dari instrumen pro aktif) dan Layanan Koordinasi Darurat Lingkungan. (Ditampilkan slide Pola Dasar Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan).

22

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPDengan adanya SK Gub. (masih dalam konsep) tentang petunjuk pelaksanaan pengelolaan DAS Musi dan Sub Das Musi di propinsi Sumatera Selatan maka pemerintah propinsi memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas operasional. Pemerintah melakukan koordinasi antar pihak kabupaten dengan kabupaten, kabupaten dengan kota dan kabupaten/kota/propinsi dalam program pengelolaan lingkungan propinsi Sumatera Selatan (Lihat slide tentang koordinasi program Kelola Lingkungan Bapedalda se Sumatera Selatan). Bapedalda melakukan kebijakan 3 G (didalamnya termasuk pula pencegahan dan penanggungan kebakaran hutan dan lahan) yaitu Garda Lingkungan, Gandrung Lingkungan dan Galak Lingkungan. 6. Paparan IV : Ir Sukarno HS, MSc, Kepala Dinas Perkebunan Sektor perkebunan berperan cukup besar dalam pembangunan, yaitu ; PDRB perkebunan sebesar 10,53 % dari PDRB non migas Sumsel. Pendapatan devisa (Data ekspor komoditas perkebunan tahun 1999 mencapai nilai US $ 444.523.772 dengan didominasi oleh karet 46,1 %, lada 32,5 %, dan kopi 10,7 % serta sisanya lainlain sebesar 10,7 %). Penyediaan lapangan kerja sekitar 190.000 karyawan. Pengembangan wilayah. Fungsi ekologi : penghasil oksigen dan menyerap hidro karbon serta hidro orologis.

Kondisi Kebakaran Kebun Tahun Luas Kebakaran (Ha) 1997 9.566,27 1999 475,9 2000 2001 76,66 Penyebab Kebakaran Kebun :

Kerugian (Rp) 138.113.310.000,-

115.600.000,-

1. Penduduk yang berkebun masih melakukan pembakaran lahan secara terkendali, namun sering terjadi api menjalar ke kebun tetangga/perusahaan perkebunan terdekat. 2. Unsur kesengajaan 3. Kelalaian masyarakat, misalnya puntung rokok 4. Kebun yang kurang bersih dari rumput-rumput dan semak sehingga rentan tehadap kebakaran. Upaya pemerintah dalam menangani Kebakaran Kebun : Dikeluarkan SK No. 38/KB. 110/SK/Dj. Bun/05.95 tanggal 5 Mei 1995 tentang Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, maka perusahaan diharuskan untuk mengisi surat pernyataan dari perusahaan perkebunan untuk tidak membuka lahan dengan membakar. Dibentuk Pusat Pengendalian (PUSDAL) dan Pusat Komando Pelaksana (SATLAK) usaha pencegahan kebakaran hutan. Upaya lainnya : peningkatan SDM Membentuk sistem informasi manajemen kebakaran hutan dan lahan Peningkatan perlengkapan sarana dan prasarana Sosialisasi dan penyuluhan bagi masyarakat.

23

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Sessi II : Kebakaran dan Pengunaan lahan.Agenda : Kebakaran dan Pengunaan lahan. Hari / Tanggal: Rabu / 24 Oktober 2001 Waktu : 11.35 13.15 WIB Nama Ir.Zulfikar Jabatan Chairperson Bagian Pertama Konsultan Ahli Istansi Topik/Judul Presentasi Lokakarya dan Kata Pengantar Bagian Pertama : Kebakaran dan Penggunaan Lahan Kebakaran Hutan di Sumatera Selatan dan Masa Yang Akan Datang Masa Depan Bebas Asap : Mewujudkan Penggunaan Lahan yang Bijaksana Dampak Dari Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Terhadap Resiko Kebakaran (Pengalaman BAPPEDA OKI Di Bidang Pemetaan) Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Kebakaran Pada Daerah Yang Rawan di Kabupaten Musi Banyuasin. Pengelolaan kebakaran di sekitar konservasi area (calon Taman Nasional Sembilang, MUBA dan Sugihan, Ogan Komering Ilir) 1. Pengelolaan kebakaran partisipatif di sekitar konservasi area (BKSDA) 2. Prioritas untuk pengelolaan kebakaran di sekitar calon Taman Nasional Sembilang (Wetlands International)

Ivan Anderson

FFPCP

A.Gouyon / JM Bompard H.M. Amin Jalalen Kepala

Bappeda Ogan Komring Ilir Bappeda MUBA BKSDA Wetland Internasional

Mohd. Daud .H.D

Ir. Sudarmono Prianto Wibowo

Ia. Ivan Anderson, Konsultan Ahli FFPCP Macam-Macam Kebakaran 1. Sebagian kebakaran di Sumsel adalah bermanfaat bagi petani kecil, namun kebakaran tersebut merupakan kepakaran kecil yang hanya bertahan selama satu sampai dengan tiga jam saja di siang hari. 2. Pembukaan lahan oleh perkebunan besar masih menggunakan pembakaran dan megakibatkan kebakaran besar. Hutan primer di Sumsel sudah hampir habis. Dapat terlihat beberapa contoh dari kebakaran akibat land clearing seperti masih banyak terjadi di Riau, Sumatera Utara, Jambi yang semuanya melanggar hukum. Kebakaran ini dapat berlangsung selama beberapa hari baik pada siang dan malam hari. 3. Kebakaran tidak terkendali dengan banyak asap. Terakhir kali terjadi pada tahun 1997, pada waktu El Nino dan masa rawat kebakaran. Sebagian besar masalah terjadi di lahan rawa, terutama lahan gambut di Sumsel, Jambi, Kalimantan Tengah dan Irian Jaya. Kebakaran itu dapat bertahan lebih dari satu bulan. Zona Kebakaran Hutan Periode 1 Tahun 1997 1. Hutan Rawa Gambut yang tersisa di OKI hampir semuanya rusak pada tahun 1997. Kebakaran gambut ini menyebabakan adanya polusi asap di Palembang selama bulan September dan November. 2. Beberapa kebakaran di ujung hutan rawa gambut di MUBA atau sebelah utara Karang Agung. 3. Kebakaran yang dilakukan untuk konversi menjadi perkebunan sawit dekat Muara Rupit yang merupakan hutan rawa gambut di dataran rendah. 4. Hutan primer dilahan kering dibuka dan dibakar, berada disebelah timur sungai Musi yang termasuk dalam Kabupaten Musi Rawas.

24

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Masa Yang Akan Datang Kabar yang bagus di Sumsel tidak terdapat kebakaran vegetasi yang serius semenjak November 1997 terkecuali 1 kebakaran besar di tahun 1999(Agustus-September). Kabar yang buruk, jika terjadi musim kering seperti pada tahun 1997, maka tipe dari kebakaran dengan kabut asapnya akan menempati pada daerah rawa di Sumsel. Forest Fire Danger : area dengan resiko tinggi pada musim kering El nino yang akan datang adalah bekas HPH di hutan rawa gambut Kabupaten MUBA, dengan luasan sekitar 155.800 Ha. Areal ini telah banyak dilakukan kegiatan penebangan dan merupakan salah satu areal utama akan kegiatan penebangan liar. Land Fire Danger : area dengan resiko tinggi akan kebakaran lahan adalah area bekas HPH pada lahan gambut di Kabupaten OKI dengan luas area sekitar 265.000 Ha. Kesimpulan 1. Terjadi degradasi degradasi hutan di Sumatera Selatan dari segi luas dan kualitas. 2. Adanya fenomena munculnya asap pada saat musim kemarau panjang. 3. Adanya kenyataan kebakaran hutan dan lahan tahun 1999 di areal Gambut selama 2 bulan berturutturut. 4. Adanya konversi di wilayah MUBA 5. Hutan yang rusak akan terbakar dan menyebabkan tumbuhnya alang-alang sehingga suksesi yang terjadi akan lebih sulit.

Ib. Anne Gouyon dan Jean Marie Bompard Dampak Kebakaran : kebakaran adalah masalah kita semua Setiap tahun, kebakaran yang tidak terkendali menyebabkan berbagai dampak negatif seperti tercantum pada tabel 1: 1. Kerusakan hutan 2. Kebakaran semak belukar yang menghambat pertumbuhan hutan kembali. 3. Kerusakan perkebunan baik milik perusahaan maupun petani (misalnya kebun kelapa sawit, kebun karet, hutan tanaman industri,dsb) 4. Gangguan kesehatan dan transportasi yang diakibatkan oleh asap dan kabut. 5. Pandangan kurang baik terhadap Indonesia di luar negeri, terutama di negara tetangga. Dari tabel tersebut dapat terlihat beberapa pelajaran : 1. Jenis lahan yang bakar bukan hanya merupakan hutan atau kawasan hutan tetapi juga daerah perkebunanan dan pertanian. 2. Semua lapisan masyarakat menjadi korban karena dampak negatif daripada kebakaran

25

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPDampak Negatif Kebakaran Hutan Lahan Alang-alang Kebun/HTI Dampak Kesuburan Tanah Kerusakkan kebun Korban Masyarakat/ekonomi Sum-sel Pemilik dan pegawai kebun/HTI, masyarakat dan ekonomi Sum-sel

Hutan

Gambut

1. Kehilangan aneka jenis tumbuhan Seluruh masyarakat baik di tingkat yang mungkin mempunyai potensi Sumsel maupun nasional dan penggunaan sebagai obat, internasional. makanan, bahan baku industri, dll. 2. Kehilangan fauna. 3. Kehialangan tempat untuk berburu dan mencari ikan. 4. Kesuburan tanah berkurang. 5. Keadaan air dan hujan berkurang. 6. Asap = mengganggu kesehatan dan transportasi laut atau udara. 7. Lahan gambut menjadi kering. Kesimpulan Penyebab Kebakaran Dampak Positif Dapat memperluaskan lahan perkebunan/HTI dengan cara yang lebih murah, gampang dan cepat dibandingkan metode Tanpa Bakar Dapat memperluaskan lahan pertanian dan meningkat ekonomi masyarakat Tidak ada altenatif lain untuk petani untuk membuka lahan Dampak Negatif Dapat merusakkan lahan lain apabila tidak terkendali Kendalian Sulit untuk dikendalikan apabila skala lebih dari beberapa ratus hektar, terutama pada kemarau panjang. Sangat berbahaya apabila didaerah rawa atau gambut. Skala kecil > Dapat dikendali berdasarkan adat dan kearifan setempat. Bisa terjadi tidak terkendali apabila musim kemarau panjang/drastis dan apabila orang kurang bertanggung jawab. Sulit untuk dikendalikan apabila musim kemarau panjang dan gambut kering apabila api sudah masuk gambut di bawa tanah tidak dapat terkendali lagi.

Perusahaan perkebunanan/HTI membakar lahan/hutan untuk membuka lahan untuk program penanaman

Petani membakar lahan/hutan untuk membuka lahan perkebunan/pertanian lahan kering

Tidak bermasalah asal terkendali dengan baik. Apabila tidak terkendali dapat merusakkkan lahan lain terutama belukar dan kebun/lahan orang lain.

Petani membuka lahan Sama seperti di atas di daerah rawa/gambut untuk sonor atu mencari ikan

Sering sekali tidak terkendali sehingga menular ke daerah gambut yang nantinya dapat membakar dibawa tanah selama beberapa bulan dan mengakibatkan asap.

26

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPKesimpulan Penyebab Kebakaran Selama 6 tahun yan dilakukan oleh FFPCP ditemukan bahwa : 1. Semua sumber kebakaran dari manusia bukan dari alam, misalnya petir. 2. Ada beberapa kebakaran akibat puntung rokok (tetapi ini adalah kebakaran kecil dan tidak menyebabkan kebakaran besar ). 3. Usaha pembukaan lahan (hampir 99 %) menyebabkan kebakaran

Faktor faktor penggunaan lahan yang menunjang kebakaran. 1. Keadaan vegetasi ( hutan yang rusak akibat kegiatan HPH ). Vegetasi terdegradasi tersebut mengandung banyak bekas kayu/ cabang kering yang mudah terbakar. 2. Pola pengembangan yang menjadikan tanaman sangat rawan kebakaran, seperti misalnya dengan menggunakan ( acacia mangium yang mudah terbakar ) waktu masih muda, atau ( kebun karet rakyat yang sering terserang alang-alang. 3. Daerah padang alang-alang/ semak belukar akibat dari kegiatan pembukaan lahan untuk pertanian yang kemudia gagal dan tidak jadi ditanami. Kasus ini terutama pada daerah transmigrasi. 4. Konflik atas tanah yang statusnya sengketa, sehingga apabila musim kemarau panjang , pernah ada laporan kasus pihak tertentu menggunakan api sebagai senjata untuk membalas dendam atau mengusir pihak lain dengan cara merusakkan kebun/ lahan yang dikuasainya. 5. Pada daerah gambut, api yang memasuki daerah gambut kering pada kemarau panjang dapat hidup dan menyular dibawah tanah secara berterusan selama beberapa minggu ataupun beberapa bulan, sehingga tidak dapat dipadami sama sekali dan nanti dapat keluar lagi dan mengakibatkan banyak kerusakan dan banyak asap karena kebakaran gambut memang sangat berasap. Kesimpulan 1. Kebakaran adalah masalah kita semua 2. Penggunaan Pembakaran masih dibutuhkan dan pelu dikelola dengan kebakaran tidak mungkin tetapi mengelola pembakaran dengan baik. 3. Pengelolaan Api Yang Baik = Penggunaan lahan Yang Bijaksana

baik karena menghapus

II - BAPPEDA MUBAKondisi Terjadi Kebakaran Hutan 1. Mulai bulan Juni dengan puncak bulan Agustus Oktober dan mereda serta berakhir bulan November awal Desember 2. Sejalan dengan musim persiapan lahan untuk penanaman hutan dan kebun, pemukiman transmigrasi, dan tambak serta perladanan. Perilaku Kebakaran Berdasarkan Jenis dan Penyebaran 1. Jenis kebakaran terjadi adalah kebakaran lantai hutan dan kebakaran rawa. 2. Penyebaran kebakaran bersifat sporadic, sebagian lahannya terdiri dari rawa gambut, kebun dan tambak. 3. Pola penyebaran mengikuti serta kegiatan pembukaan lahan. Penyebab Kebakaran 1. Kebakaran terjadi mulai bulan Juni terutama di daerah lahan kering dibakar oleh petani local untuk membuka lahan, dengan skala kecil, terjadi sedikit kabut asap.

27

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP2. Terjadi kebakaran lain pada semak belukar, permukaan dan di bawah lahan gambut, sehingga terjadi kabut asap. 3. Tidak terjadi kebakaran di lahan rawa, kecuali rumput sekitarnya.

Pengelolaan Kebakaran Hutan 1. Telah dibentuk Satlak yang diketuai oleh Bupati dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Bakornas melalui gubernur Sumsel. 2. Yang terlibat dalam pelaksanaan yaitu Satlak PB terdiri dari instansi lain misalnya kesehatan, social, PU, Perhubungan, ABRI dan unsure lain yang terkait dengan penanggulangan kebakaran. 3. Tugas Satlak adalah terjadi pada tahap sebelum, selama, dan setelah terjadi kebakaran secara terpadu. Cara Satlak Menanggulangi Kebakaran 1. Menggunakan langsung aparat dinas dan instansi terkait. 2. Melibatkan masyarakat, PMI dan ormas lainnya. Mekanisme Kerja Mekanisme kerja berlangsung pada tahap kejadian, sesudah dan sebelum terjadi kebakaran. Kewenangan memberikan informasi tentang bencana dan penanggulangan kebakaran adalah Bupati sebagai Ketua Satlak. Langkah-langkah Yang Dilakukan Preventif : Alternatif sumber mata pencaharian masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku pengelola sumber daya hutan dan kebun secara adil dan maksimal. Represif : Kesiagaan sesuai tata waktu musim kebakaran hutan Registrasi kekuatan dan penyebaran personil Pemetaan kekuatan Kesimpulan 1. Pola kebakaran bersifat sporadis 2. Membentuk institusi pengelolaan kebakaran yaitu satlak , satkorlak 3. Pendekatan yang dilakukan adalah prefentif dan represif

III . Bappeda OKIPermasalahan 1. Perubahan penggunaan kawasan hutan, misalnya untuk tambak udang 2. Penebangan liar dan perambahan hutan produsi, misalnya kasus HP. Sialang 3. Pembersihan lahan dan pembakaran baik untuk perkebunan maupun pertanian system sonor, misalnya Mesuji. 4. Masih banyak lahan hutan yang tidak ada tegakan. 5. Kegiatan berburu dan mencari ikan serta membuat pondok lalu meninggalkan bekas api 6. Pengendalian kebakaran htan silit dikendalikan karena medan, keterbatasan sarana dan prasaran serta tenaga pelatih dalam penanggulangan kebakaran hutan 7. Sebagian besar wilayah kabupaten OKI adalah lahan basah atau rawa gambut yang terdiri dari gambut tebal yang sulit dicegah.

28

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Kebijakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Inventarisir dan pemetaan kembali hutan dan lahan kritis Penataan dan pembuatan batas yang jelas. Mendayagunakan peta TGHK dan RTRWK dalam upaya memanfaatkan kawasan hutan Penyuluhan masyarakat. Rehabilitasi kawasan hutan yang rusak dengan pola HKN Peningkatan kawasan

Rekomendasi 1. Apakah aparat kehutanan akan tetap dipertahankan menjadi hutan atau tidak 2. Mengenai pantai timur dan tambak udang serta PT Wahyuni Mandira dalam rangka perlindungan hutan lindung pantai apakah akan menggeser tambak-tambak rakyat lebih ke dalam 20 meter. Kesimpulan 1. Karakteristik OKI 65% adalah rawa. 2. Kebakaran hutan dan lahan di rawa letaknya berada pada jarak 200 250 m daripantai perlu dicermati. 3. Terjadi perpindahan penduduk tidak terkendali menyebabkan terjadinya perambahan hutan. IV. BKSDA Luas TN Sembilang : 205.750 Ha Ketinggian : 0-5 m dpl Habitat : Bakau Hutan Gambut Rawa Terbuka Dataran Lumpur Keanekaragaman Hayati : Harimau Sumatera, Macan Dahan, Beruang Madu, Bangau Bluwok, dll. Kemungkinan Penyebab Kebakaran : Pembukaan rawa oleh para nelayan Pembukaan vegetasi untuk perkebunan Pembukaan vegetasi untuk tambak (masih dipertanyakan) Kesimpulan 1. Prioritas konservasi untuk hutan gambut yg tersisa di pantai timur 2. Ppenyuluhan bagi masyarakat transmigrasi 3. Pemantauan kebakaran terutama di Sungai Benu dan Semenanjung Banyuasin

Diskusi Sessi I PERTANYAAN 1. Nama Instansi Ditujukan kepada : Safrullah : Yayasan Bumi Sumatera Selatan : FFPCP (Ivan Anderson dan Anne Gouyon) Dinas Perkebunan

29

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPPertanyaan : - Apakah ada data data proyeksi penyebaran hospot tahun 2002 - Apakah dinas perkebunan dapat memprediksi luas kebakaran hutan dan daerah rawan kebakaran tahun 2002 - Apakah selama penelitian yang dilakukan ditemukan usaha dari masyarakat untuk mencegah kebakaran hutan secara tradisional

2. Nama : Edward Panggabean Instansi : Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Selatan Ditujukan Kepada : Ketua BAPPEDA OKI dan MUBA Pertanyaan : - ditujukan untuk ketua bappeda OKI dan MUBA bagaimana program pemerintah daerah agar masyarakat mampu mengelola kebakaran api untuk mengelola kebakaran khususnya di pertanian dengan system sonor. - Tidak setuju apabila budi daya pertanian dengan system sonor diubah menjadi secara teknis karena dengan system sonor memberi kontribusi yang besar bagi ekonomi masyarakat - Sarannya agar budi daya pertanian dengan system sonor dengan membuka lahan menggunakan pembakaran.

3. Nama : Fatoni Syarif Instansi : Dinas Kehutanan Kab Ogan Komering Ilir Ditujukan Kepada : FFPCP Pertanyaan : - Apakah FFPCP memiliki data sebelum proyek dimulai - Setuju dengan pembukaan lahan dengan cara membakar terkendali - Setuju, dengan adanya proyek pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan. - Informasi bahwa di OKI untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan terjadi kesulitan transportasi dan minimnya peralatan sehingga perlu peralatan spesifik yang apply dengan kondisi medan terbatas. 4. Nama : Ali Instansi : Yayasan Puspa Indonesia Ditujukan Kepada : Ketua BAPPEDA OKI Pertanyaan : - Bappeda OKI tidak berpihak kepada rakyat kecil karena akan mengusir rakyat dan tambak rakyat tetapi tidak melakukan penggusuran kepada PT. Wahyuni Mandira. Jangan rakyat kecil yang terus digencet dan tidak pernah menyentuh perusahaan besar. JAWABAN Ivan Anderson Data prediksi El Nino sulit. Kebakaran besar dan liar mulai September Oktober dan berakhir pada hujan deras datang, dan daerah yang paling rawan adalah daerah rawa dan gambut. Informasi tentang kebakaran hutan dapat dilihat di website FFPCP. Anne Gouyon Berdasarkan hasil penelitian sejak tahun 1988 bekerjasama dengan Puslitbun Sembawa dan dalam rangka FFPCP, terjadi perubahan kebijakan dari orde baru ke orde reformasi mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pembukaan lahan. Sebelum tahun 1998 sumber daya alam di Sumatera Selatan bukan milik masyarakat. Ada kecenderungan dari petani untuk membiarkan terjadinya kebakaran karena rakyat pikir hutan dan

30

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPlahan itu bukan milik mereka. Dapat dihidupkan kembali kearifan dan kelembagaan adat untuk mengelola sumber daya alam karena sekarang masyarakat lebih merasa ada kepemilikan terhadap sumber daya alam mereka.

BAPPEDA Alasan diubah pertanian sistem sonor menjadi teknis ; 1. Rutinitas keberhasilan dapat dijamin 2. Dapat mengurangi akibat-akibat titik api Untuk petambak udang telah terjadi perubahan kebijakan, kondisi pantai Timur memprihatinkan. Tambak harus berada minimal 2 Km dari pinggir pantai apabila hutan lindung pantai akan dilestarikan.

31

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

Sessi III.

Pengelolaan Kebakaran Oleh Perusahaan Swasta

AGENDA : Pengelolaan Kebakaran Oleh Perusahaan Swasta HARI/TANGGAL : Rabu / 24 Oktober 2001 WAKTU 14.00 - WIB Daftar Pembicara Nama Aina Azis Jabatan Instansi Chairperson Bagian Kedua PT Lonsum Topik/Judul

Ir. Suwarso Marc Nicolas

PT. SBA Wood EU - SCKFMP

Pengalaman pengelolaan kebakaran (Metode pembukaan lahan tanpa bakar khususnya di daerah rawa Pengelolaan Kebakaran Hutan di dan di sekitar HTI di lahan rawa gambut. Pengalaman pengelolaan kebakaran di HPH/HTI dengan melibatkan pihak-pihak terkait di Kalimantan.

PAPARAN I Pembicara Instansi Tema :Ir. Suwarso, : PT. SBA Wood : Pengelolaan Kebakaran di dan sekitar HTI di lahan rawa gambut

Memfokuskan dua persoalanyaitu social dan ekonomi Pada dasarnya hutan primer dengan tingkat keanekaragaman yang relatif tinggi dapat menghindari terjadinya kebakaran hutan akibat terciptanya iklim mikro di dalam tegakkan sehingga walaupun terjadi musim kemarau tegakan hutan tersebut tetap stabil dan tidak rentan terhadap kebakaran. Masyarakat sekitar hutan menggangap bahwa musim kemarau adalah saat yang tepat untuk menanam padi. Sementara bagi stakeholder yang lain kemarau adalah ancaman sehingga terjadi kontradisi. Pada musim kemarau air di gambut akan menurun, oleh karena itu gambut adalah bahan bakar potensial selain batu bara. Perusahaan ini merupakan pengelola HTI di daerah OKI Kerusakan gambut merupakan salah satu kasus lingkungan, dan dalam paparan ini difokuskan pada masalah Sosek . Hutan gambut berfungsi untuk sebagai penahan air atau sebagai reservoir air. Aktifitas masyarakat disekitar hutan antara lain mengambil kayu, mencari ikan dan lahan padi (sonor). Kemarau panjang bagi masyarakat disekitar hutan merupakan opportunity karena bisa mendapatkan lahan dengan cara yang murah yaitu hanya dengan menggunakan api. Kegiatan yang antara lain sistem sonor, merupakan kegiatan pertanian dengan teknologi terbaik bagi mereka karena dapat menghasilkan padi yang lebih dari cukup. Begitu juga halnya dengan mencari ikan di hutan di tempat-tempat yang lebih mirip kolam genangan yang terdapat rawa, juga menguntungkan pada saat musim kemarau tapi masih menggunakan cara pembakaran untuk membuka rawa. Kegiatan-kegiatan diatas memicu kebakaran hutan. Kebakaran hutan gambut bisa terjadi karena ; - Cuaca kebakaran - Biofisik gambut kering Faktor alam - Pola hidup dan persepsi pada musim kemarau

32

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Pengendalian yang perlu dilakukan: - Pola pengembangan teknologi pencegahan kebakaran hutan antara lain pembakaran terkendali - Pola pengembangan kelembagaan masyarakat : -sistem informasi kebakaran -sistem pencegahan -sistem pengembangan -sistem pengawasan -kebijakan dan peraturan

PAPARAN II Pembicara Instansi Tema :Akhmad Wahyu Pribadi :PT. Lonsum :Pengalaman Pengelolaan Kebakaran (Metode Pembukaan Lahan Tanpa Bakar Khususnya Di Daerah Rawa)

PT. Lonsum pertama sekali membuka lahan perkebunan dengan melakukan pembakaran hutan, tapi sekarang tidak lagi Dalam pengelolaan perkebunan dibuat drainase yang bertujuan menjaga aliran air dan mengeringkan lahan, air dapat dimanfaatkan bila terjadi kebakaran. Pembuatan subsidiary drain dibuat serendah mungkin untuk mengeringkan lahan dan memecah api yang berasal dari bawah. Perbandingan sistem bakar dan tanpa bakar: Bakar Tanpa Bakar -Air, udara dan tanah tercemar tidak tercemar -kesehatan terganggu meningkat -biaya murah mahal

PAPARAN III Pembicara Instansi Tema :Marc Nicolas :EU SCKPFP :Pengelaman Pengelolaan Kebakaran Di HPH / HTI Dengan Melibatkan PihakPihak Terkait Di Kalimantan

Kini saatnya untuk melakukan aksi nyata . Rencana aksi yang seharusnya adalah menyiapkan kelompok-kelompok terlatih dan berpengalaman yang khusus menangani soal-soal kebakaran hutan terutama di propinsi-propinsi rawan apiOleh karena itu, dengan kewenangan yang ada pada dinas kehutanan, dibutuhkan upaya yang esegera untuk mengumpulkan semua mitra potensial untuk bekerjasama dalam prakarsa pencegahan kebakaran Mitra dalam pengelolaan kebakaran hutan : 1.company - 2.masyarakat - 3.pemerintah - 4.lembaga wadaya masyarakat - 5.donor Dalam menerapkan logika implementasi pengelolaan kebakara SCKPFP berbagai kelompok yang bersifat multi disiplin dan multi kepemilikan lembaga-lembaga pemerintah di tingkat propinsi dan kabupaten, HPH masyarakat lokal.Proses pengembangan kemampuan ini divbgi dalam kebakaran hutan , yaitu : 1. Perencanaan pengelolaan kebakaran 2. pelatihan untuk pencegahan 3. pemadam dan penyelamatan 4. penelitian dan pengembangan 5. pengelolaan berbasiskan masyarakat berperan sebagai katalis dari yang di dalamnya termasuk perguruan tinggi, LSM, dan beberapa aspek pengelolaan

33

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPDua sistem dalam mengatasi kebakaran : - Sistem pencegahan: -Sistem pengendalian : Memikirkan tindakan sebelum terjadi masalah antara lain jalan masuk kelokasi kebakaran, sumber air dan masyarakatnya. - ada sistem organisasi, komunikasi radio - pelatihan bukan hanya peralatan - Rencana aksi : menyiapkan kelompok-kelompok terlatih - Peralatan pengelolaan kebakaran hutan

PERTANYAAN 1 Fatoni syarif untuk PT. MHP : -Bagaimana pembinaan masyarakat dengan terjadinya kebakaran -Upaya-upaya pengendalian kebakaran dilahan gambut -Bisa berjalankan pola usaha tani terpadu -Pola ini melibatkan siapa saja

2. Yayasan Kaffah untuk PT. SBA Wood :

3. Dinas Perkebunan: JAWABAN

- Kelembagaan masyarakat apakah ada hubungannya - PT. Lonsum diharapkan menjelaskan masalah adanya ganti rugi karena adanya kebakaran hutan

1. PT. SBA WOOD,untuk ke tiga pertanyaan : - Menawarkan pembinaan yang tidak mesti pertanian mungkin tanaman untuk lahan yang cocok walaupun perlu input yang besar. - Harus dibantu lembaga masyarakat, contohnya di Tulung Selapan hanya lembaga Kades Yang aktif - Agroforesty muda-madahan bisa berjalan, dengan bentuk yang sesuai dengan kondisi lapangan. - Upaya pengendalian - dilahan gambut dikembangkan canal, tapi tidak bisa untuk skala kebekaran berat seprti pada tahun1997. - Menara Pengawas. 2. PT. Lonsum * Toni : Ada struktur fire watch man - fungsi di lapangan ceck hama, kebakaran hutan - ada tangki air yang juga untuk tangki air minum. * Disbun : tahun 1997 tuntutan kebakaran di daerah Nibung untuk mengganti lahan di pemda Mura bukan Lonsum yang membakar. sebenarnya Lonsum memberikan donasi bagi orang yang lahannya terbakar bukan ganti rugi, tapi di masyarakat yang menyebar adalah bahwa Lonsum mengganti rugi karena Lonsum yang membakar. PERTANYAAN 1.Hambali, dosen fakultas Hukum UNSRI -Tidak dibahas sentuhan adat seperti marga yang cukup efektif untuk pencegahan kebakaran hutan. -tidak dibahas bagaimana mengatasi kebakaran. JAWABAN Dari PT. Lonsum : Pernah melakukan pendekatan kepada masyarakat yang disebut Pancong Adat yang tujuannya juga mengharapkan hidupnya kembali lembaga adat.

34

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Sessi IV. Pengelolaan Kebakaran Oleh Masyarakat

Agenda : Pengelolaan Kebakaran Oleh Masyarakat Hari/tanggal : Rabu / 24 Oktober 2001 Waktu : 16.00 17.50 WIB

Daftar Pembicara Nama Diki Simorangkir Nurdin Ishak Arhandi Dedi Umbu Jabatan Chairperson Bagian Ketiga Dewan Presidium Instansi Topik/Judul Pengelolaan Kebakaran oleh masyarakat setempat.

KSKP Sumbagsel

Akmal Maas Ir.Reni Marsiana, S.E.

Nurcholis, SH

Yayasan Desa Yayasan Insani Masyarakat Peduli Menggagas penekatan structural dan cultural dalam Muba penanggulangan kebakaran hutan di kabupaten Musi Banyuasin Yayasan Kaffa Pengalaman yayasan kaffa di bidang kerjasama antara perusahaan besar dan masyarakat setempat prospek memadukan pengelolaan kebakaran hutan kegiatan di bidang pengembangan pedesaan yang diadkan perusahaan swasta. Walhi/LBH Kesimpulan dari lokakarya kebakaran hutan dan lahan yang pernah dilakukan Walhi pada tanggal 1415 September 2001.

Tata cara pembukaan lahan yang dilakukan oleh petani Sumatera Selatan pada umumnya. Putra Pola Pendekatan untuk mempromosikan pengelolaan kebakaran lahan hutan Berbasis masyarakat. Pandu

PAPARAN I Pembicara Instans i Topik/Judul : Nurdin Ishak : KSKP Muba : Pengalaman Petani dalam Pengelolaan Kebakaran.

Kebakaran hutan akan terjadi dari dua kejadian : 1. Terbakar Bisa terjadi karena pada waktu tiga bulan yaitu bulan Juli, agustus dan September ini, semua rantingranting atau daun-daun serta belukar dan semak-semak mati dalam keadaan kering (pada musim elnino) dan hal ini bisa menyebabkan semua itu terbakar akibat dari panas yang berkepanjangan, juga dapat disebabkan oleh unsur yang tidak disengaja, misalnya dari api roko yang dibuang sembarangan di hutan atau dari percikan api bekas bakaran yang terbang. 2. Dibakar Permbakaran yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk tujuan tertentu, seperti yang dilakukan oleh petani untuk membuka ladang yang sudah menjadi kearifan setiap kali membuka hutan untuk perladangan baru, tetapi walaupun dengan cara membakar para petani tetap waspada dan teliti dalam melakukan pembakaran ladang. Cara-cara yang dilakukan oleh petani dalam melakuan pembakaran lahan untuk membuat ladang :

35

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP1. Membuat petak dengan menebas rumput-rumput atau kayu-kayu kecil. 2. Menebang kayu-kayu besar. 3. Hasil tebasan dan tebangan dikeringkan selama 15 hari sampai 1 bulan apabila dipandang sudah kering baru mulai melakukan pembakaran. 4. sebelum melakuka pembakaran dilakukan pengekasan terlebih dahulu dengan ukuran 3-4 m keliling lahan yang akan dibakar dan disapu dengan bersih supaya api tidak menyeberang ke lahan orang lain atau sekelilingnya. 5. Mengundang tetangganya yang terdekat terutama petani yang mempunyai lahan di sekeliling lahan yang dibakar. Apabila salah satu yang punya atau kebun disekeliling lahan tidak hadir, batal sementara sebelum hadir bersama. Apabila semua tetangga yang punya lahan di sekitar lahan yang akan dibakar sudah hadir semua dan siap untuk bertanggung jawab untuk menjaga api barulah pembakaran bisa dilakukan. Pembakaran dilakukan pada waktu yang sudah ditentukan berdasarkan kemufakatan apabila api sudah padam dan bekas bakaran sudah menjadi abu, masyarakat kumpul kembali sambil mengontrol keliling berama dan apabila tidak ada lagi kemungkinan api yang masih tersisa maka dengan sangat gembira masyarakat bersama-sama mengucapka selamat itulah cara-cara yang dilakukan petani dalam membuat ladang, beberapa hari kemudaian dilakukan penanaman padi yang disertai dengan menanam tanaman lainnya. Alasan mengapa petani masih melakukan pembakaran setiap membuat ladang : 1. Dapat meningkatkan kesuburan tanah. 2. Mengurangi hama (semut) bagi tanaman muda (sayuran). 3. Mengusir binatang buas yang ada di sekitar lahan. 4. Mempermudah persiapan kayu untuk pagar, yang diambil dari sisa pembakaran. Marilah kiata mencoba bertukar pendapat untuk mencari akar persoalan kebakaran hutan ini dengan mengintrospeksi diri sendiri atau mencari kesalahan orang lain, sebagai contoh. Jika kesalahan ini lahir dari masyarakat petani lokal jawabnya sulit kita menyalahkan karena lokalpun punya tata cara tersendiri dan hukum yang telah membudaya. Pertanggung jawaban kebakaran hutan apakah mungkin hanya menjadi tanggung jawab pemerintah terutama Departemen Kehutanan atau semua itu merupakan tanggung jawab kita semua sebagai warga. Kelemahan dalam mengatasi kebakaran hutan selama ini karena petani dalam mencegah kebakaran hutan selama ini belum diakui, padahal petani ikut menjaga hutan dari segala kemungkinan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan. PAPARAN II Pembicara Instans i Tema : Arhandi dan Dedi Umbu : Yayasan Putra Desa dan Yayasan pandu Insani : Pola Pendekatan untuk mempromosikan pengelolaan kebakaran lahan hutan berbasis masyarakat.

Berdasarkan pengalaman YPD dalam pemberdayaan Masyarakat Pedesaan di sumatera selatan ada 3 hal penting yang perlu dilakukan bersama masyarakat : 1. Pola perencanaan program berbasis komunitas masyarakat Penetapan situasi/ potret desa Memandang ke mas adepan/cita-cita ideal Perencanaan kegiatan/program Memonitoring dan evaluasi/refleksi 2. Pola Pengorganisasian Masyarakat Jumlah anggota kelompok idealnya berkisar antara 20-30 orang anggota. Ada 5 aspek penting yang perlu diberdayakan dalam organisasi kelompok swadaya Masyarakat Yaitu:

36

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Aspek Organisasi Kelompo (AD?ART, Kepengurusan) Aspek Administrasi Kelompok (administrasi organisasi dan keuangan kelompok). Aspek Pemupuka Modal (Modal Kekuatan dari dalam sendiri dan luar) Aspek Usaha-usaha kelompok (usaha kelompok dan perorangan) aspek kemitraan kelompok (sesama kelompok, BUMN pemerintah, LSM Badan-badan Internasional).

3. Pola pendampingan Masyarakat Pengelola Kebakaran Hutan Pendamping masyarakat harus memiliki jiwa ksatria, punya komitmen, bermoral, dan tulus/ikhlas, tanpa ini semua seorang pendamping tidak akan berarti bagi masyarakat yang didampingi.

PAPARAN III Pembicara Instans i Tema : Akmal Maas Dan Zazili Mustopa,SE : Masyarakat Peduli MUBA : Menggagas Pendekatan Struktural Dan Kultural Dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan Di Kabupaten Musi Banyuasin.

Kebakaran Hutan Kebakaran hutan yang tidak terkendali biasanya disebabkan karena tindakan manusia. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi karena alam. Kemarau panjang secara alami dapat menyulut teerjadinya kebakaran di areal perkebunan karet.Kebakaran hutan dengan eskalasi yang besar umumnya disebabkan karena kesalahan manusaia (human error) bukan oleh alam. Kebakaran yang disebabkan karena tindakan manusia pada diawali dengan pembersihan lahan (land clearing). Titik kebakaran akan meluas dari areal yang di Land clearing ke areal yang mudah terbakar misalnya alang-alang, belukar, padang rumput, dan rawa gambut. Apabila kebakaran mencapai rawa gambut kebakaran akan terjadi di bawah tanah. PAPARAN IV Pembicara : Ir. Reni Mursiana, SE Instans i : Yayasan Kaffah Tema : Pengalama Yayasan kaffah dibidang kerjasama antara perusahaan besar dan masyarakat setempat. Pola kerjasama yayasan kaffah : 1. Metode pragmatis Teknologi PBO (pengurai bahan organik) Manajaeamen UTC (Uang tunai cepat) Suluh akhlaqul karimah (Bersatu Teguh Bercerai runtuh) 2. Metode Tematis PAR (Participatory action Research) Agrotrisula (Zero emission) Aslitulus (zero Costing) Anti-culas (Zero leakage) Aplikasi terhadap isu kebakaran hutan : 1. Sebar PBO Berarti pendayagunaan bahan organik sehingga memotivasi anti pembakaran. 2. Sebart agrotrisula

37

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPBerarti peningkatan intensifikasi 5 M (mudah, murah, massal, meriah, madani) sehingga memberantas tebang tebas bakar. 3. Sebar persatuan Berarti Penciptaan rasa tanggung jawab bersama kepada Tuhan dan masyarakat sehingga mengentaskan sikap mau untung dan enak sendiri. PAPARAN V Pembicara : Nurcholis,SH Instansi : : LBH Tema : Kesimpulan dari lokakarya kebakaran hutan dan lahan yang pernah di adakan Walhi pada 14-15 September 2001

Tujuan Lokakarya tersebut : 1. Menggagas suatu langkah strategis dan multi-stakeholder sebagai antisipasi kebakaran hutan di Sumatera Selatan. 2. Merencanakan suatu jaringan kerja yang multi-stakeholder dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan. 3. Merancang mekanisme koordinasi yang jelas dalam jaringan kerja pada masing-masing stakeholders. Hasil yang ingin dicapai : 1. Adanya metode strategi yang jelas sebagai langkah antisipasi terhadap kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan. 2. Adanya jaringan kerja yng multi stake holder untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan. 3. Adanya mekanisme koordinasi yang jelas dalam jaringan kerja pada masing-masing stakeholders.

Fakta yang ingin diungkapkan 1. Kondisi objektif luas lahan hutan di Sumatera Selatan hanya tinggal 3,3 juta ha 1,9 dalam keadaan penutupan dan bukan merupakan hutan alam dan; 1,3 juta ha sudah berpenutupan dan bukan mutlak hutan alam lagi dan; 180.000 ha saja yang merupakan virgin forest dengan catatan bukan suatu bentangan. 2. Terjadi perubahan struktur masyarakat, salah satu penyebabnya adalah pemberlakuan UU No. 5 tahun 1979. Kondisi masyarakat adat sudah pecah dalam desa-desa sehingga kultur dan kearifan yang ada sudah ada yang hilang. 3. Tekanan dari pihak internasional berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil dan masuk dalam Loi IMF dan persyaratan kerjasama dengan pihak luar negeri. 4. Lemahnya penegakan hukum meskipun sudah terdapat instrumen hukum yang dapat digunakan seperti UU No. 23 tahun 1997 atau UU No 41 tahun 1999 yang memberikan sanksi cukup berat yaitu kepada pihak-pihak yang secara sengaja melakukan pembakaran hutan dapat dihukum maksimal 15 tahun atau denda 5 milyar rupiah. 5. Sejak tahun 1997 telah dilakukan pelarangan pembukaan lahan dengan pembakaran yaitu dengan keluarnya SK Dirjen PHPA No. 152/Kpts?DJ-VI/1997 yang mencabut SK Dirjen PHPA No. 47/Kpts/DJ-VI/1997 tentang petunjuk teknis pembakaran terkendali. 6. Adanya konflik pertahanan yang terus berlangsung sampai dengan saat ini, antara masyarakat dengan perusahaan-perusahaan perkebunan yang mulai degang penggusuran tanah masyarakat secara paksa pada awal tahun 1990-an.

38

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCPRekomendasi Lokakarya Walhi 1. Dalam hal memberikan izin investasi terhadap perusahaan harus berorientasi pada penyelamatan lingkungan hidup terutama pada tata guna lahan. 2. Perlu ada komunikasi antar stakeholders, khususnya pertukaran informasi. 3. Mendorong keterlibatan masyarakat secara lebih luas, bisa melalui intervensi pendidikan lingkungan hidup yang ditekankan pada masalah kebakaran hutan. 4. Peningkatan kesejahteraan masyarakat. 5. Dalam hal law enforcement perlu adanya pengawasan dan tekanan secara massive dari masyarakat. 6. Terkait masalah koordinasi infomasi dengan instansi terkait, harus ada transparansi dan sosialisasi keadaan lapangan sesuai dengan kenyataan. 7. Sosialisasi dampak kebakaran hutan serta aturan hukumnya (khususnya sanksi). Catatan tentang peserta Lokakarya Walhi Dinas kehutanan, FFPCP, BMG, PT. MHP, BAPEDALDA, Ornop, Pers, DPRD Musi Banyuasin, Organisasi Rakyat.

DISKUSI PERTANYAAN Nama: Aina Rumiati Aziz Instansi : Majalah Forum Keadilan Ditujukan Kepada : Walhi/LBH Pertanyaan: - Para peladang berpindah dituding sebagai penyebab kebakaran hutan, apa benar mereka ? - Apa bukan perusahaan HPH yang menjadi penyebab utama, perusahaan di Riau, diadili ? - Pada tahun 1997, 176 perusahaan yang melanggar hukum tetapi cuma satu perusahaan yang dinyatakan bersalah (perusahaan di Riau). Nama : Ipi Magrang Cawang Instansi : Kesatuan Solidaritas Kesejahteraan Petani (KSKP) Ditujukan Kepada : Yayasan Putra Desa Pertanyaan : - Yayasan Putra Desa sudah 25 tahun tapi seberapa jauh kegiatan yang dilakukan dan wilayahnya dimana - Aku baru lihat berdasarkan makalah di sini hanya wacana dari beberapa tahun berdiri sifatnya hanya promosi, saranku memperdayakan masyarakat di sekitar hutan itu lebih baik. Nama Instansi : Ditujukan Kepada Pertanyaan : Fathoni Syarif Dinas Perkebunan OKI : Nurdin Reni : Terlalu berani membuat makalah yang menyalahkan perusahaan Dengan PBO berapa kira-kira 1 Ha lahan berapa rupiah

39

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

JAWABAN Nur Kholis Tahun 1997 sampai dengan hari ini ada 176 perusahaan yang dituduh merusak hutan. Lemahnya law enforcement di Riau hukum berhubungan dengan pemilik modal. Lebih baik advokasi dilakukan di lapangan. Rekonsolidasi sangat penting. Jika membicarakan kearifan lokal tinggal kenangan. Catur wangsanya mengawal hukum yang sudah ada tetapi law enforcement tidak kuat berhubungan dengan uang. Hukum tidak mampu memberikan jaminan untuk kelas bawah. Walhi tahun 1997 menggugat 11 perusahaan hanya 1 perusahaan yang dinyatakan bersalah yaitu PT. MHP dan perlu diingat ketika mengajukan gugatan, majelis hakim mempertanyakan undang-undang apa yang akan digunakan. Pak Nurdin Menyalahkan perusahaan sebagai penyebab karena adanya kasus tanah, kebakaran dari 8 kabupaten. Yang dibicarakan bukan hanya sekedar inspirasi sendiri tetapi dari adanya berbagai pengaduan yang diajukan dari berbagai KSKP di berbagai kabupaten. Ada 4 tuntutan : 1. Selama ini pemerintah tidak adil terhadap petani lokal dibanding perusahaan internasional. Padahal petani lokal mampu melestarikan. 2. Perkebunan internasional tidak melibatkan petani lokal. 3. Mengapa pemerintah rela 4. Pemerintah tidak perduli dengan petani lokal yang terkena kebakaran. Mengapa pemerintah tidak sayang dengan usaha yang besar tersebut. Korban-korban menadahkan tangan. Reni Penguraian bahan organik yang berasal dari cairan yang tidak sedikit pun mengandung bahan kimia. Bokasi yang dicampur dengan PBO (satu sendok teh) adalah sama dengan pupuk kompos. Biaya dalam satu hektar : Satu botol PBO (satu liter = lima ton pupuk kimia) = Rp 10.000 Kalau keasaman tinggi dicampur dengan Dolomut. Selain dari tiga penjelasan di atas masyarakat juga didekatkan dengan sentuhan akhlakul karimah. Akhlak tidak disentuh tidak ada gunanya karena masyarakat kecil sudah terpengaruh dengan hal-hal yang negatif, seperti judi, dadu dan sebagainya. Yayasan Putra Desa Sudah didirikan sejak 8 tahun yang lalu dan berada di desa-desa, juga mendampingi 2.500 anak .

40

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP

KESIMPULAN SESI IV Banyak pihak dan stakeholder yang mempunyai niat dn kepentingan yanng berbeda kita tidak mencari siapa yang salah karena keadaan sudah begini. Kembali ke akhlak, moral kita masing-masing yang diharapkan apa yang dapat dilakukan. Kita tidak butuh laporan prosiding karena sudah banyak yang pintar tentang hal tersebut. Ada tiga faktor kebakaran hutan : 1. Cuaca 2. Bahan Bakar 3. Api Berhubungan dengan hal tersebut pemadaman harus dilakukan namun pencegahan yang sangat penting. Pemadaman juga penting tetapi bukan solusi.

41

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Hasil Diskusi Kelompok, 25 Oktober

Kelompok 1. Pengelolaan kebakaran di areal konservasi (Kasus Calon Taman Nasional Sembilang) KOMPOSISI KELOMPOKTipe Pihak/Daerah Pemerintah Swasta/Perusahaan Masyarakat/Petani LSM Akademisi/Pers JUMLAH OKI MUBA 2 LAIN 5 JUMLAH 7

1

5

6 13

SIFAT KEBAKARAN DI SEKITAR TAMNAS SEMBILANG (PANDANGAN SECARA TIDAK LANGSUNG DARI PESERTA) Di Mana Terjadi? S.Benu SemenanBanyuasin P. Alang gantang Pulau Betet Kapan? 1970-an/1990 1983/1997 Apa yang terbakar? Rawa-rawa, hutan bakau Rawa-rawa Siapa pemilik nya? Masyarakat lokal Bagaimana mulainya? Dari kegiatan pembukaan lahan dan pemukiman Pembakaran untuk perikanan Dari kegiatan pembukaan lahan ?

Karang Agung S. Sembilang S. Kepahiyang S. Merang

Calon Taman Nasional 1970-an/1990 hutan bakau Calon Taman Nasional 1980-an hutan bakau Calon Taman Nasional Di Luar Kawasan Taman Nasional 1997 Hutan rawa Transmigrasi 1997 Hutan Gambut Transmigrasi 1991 Hutan Gambut Masyarakat/ HPH 1991/94 Hutan Gambut Masyarakat/ HPH

Pembukaan Lahan Pembukaan Lahan ? ?

DAMPAK KEBAKARAN DI SEKITAR TAMNAS SEMBILANG Dampak Positif/ Manfaat Menghilangkan hama/ mengusir binatang Pempermudah pembukaan lahan/Biaya murah Penjualan Masker Perbaikan Vegetasi Kepada siapa? Masyarakat Dampak Negatif Pengrusakan lahan/kesuburan lahan menurun Berkurang Plasma Nuftah Menganggu transportasi Kepada siapa? Hutan/ Masyarakat Hutan

Masyarakat Perusahaan Penjual ? 42

Masyarakat

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP PENYEBAB KEBAKARAN DI SEKITAR TAMNAS SEMBILANG

1. 2. 3. 4. 5.

Pembukaan Lahan Konflik Lahan Perburuan / Perikanan Sebab Lain Musim Kemarau El Nino

USULAN PENCEGAHAN Kegiatan Pelaksana 1. Penyuluhan / Latihan - Penyebaran Komik - Pemutaran Film - Audiensi dengan saksi hidup korban kebakaran - Kampanye radio - Pemasangan rambu 2. Patroli - Rutin - Khusus 3. Monitoring Patroli 4. Pembuatan Perda

LSM Pemerintah Masyarakat Swasta

Pemerintah (KSDA) Masyarakat

- LSM - Pemerintah Masyarakat

USULAN LANGKAH BERIKUTNYA

Task Force

FORUMSATELIT

Fire Danger Rating Letak Pemukiman/Jalan Kondisi Vegetasi Rencana Pembukaan Lahan

PETA RAWAN KEBAKARAN DINAMIS

Diseminasi Informasi

Voluntir LSM Pemerintah

PENYULUHAN PELATIHAN PATROLI/POSKO SARANA / PRASARANA PERSIAPAN ALAT TRADISIONAL /

43

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP Kelompok 2. Pengelolaan kebakaran di daerah rawa / sonor

KOMPOSISI KELOMPOKTipe Pihak/Daerah Pemerintah Swasta/Perusahaan Masyarakat/Petani LSM Akademisi/Pers JUMLAH OKI 2 2 1 5 MUBA LAIN 4 JUMLAH 6 6 6 2 20

4 1 11

4

FISIOGRAFI / TIPOLOGI LAHAN RAWA Lebak dalam Lebak tengahan Tepian sungai Rawa Pasang Surut DAMPAK KEBAKARAN DI DAERAH RAWA / SONOR 1. Dampak Positif Menyuburkan tanah / jangka pendek menambah penghasilan pembukaan lahan mudah, murah, efektif pendayagunaan lahan (sonor) terpeliharanya nilai-nilai gotong royong

2. Dampak Negatif Asap, Polusi Secara jangka panjang tidak peyuburkan tanah meningkatkan jumlah pupuk, terjadi mahal penyebaran api keluar areal merusak ekosistem hilangnya satwa-satwa di hutan SEBAB KEBAKARAN DI DAERAH RAWA / SONOR 1. Aktivitas Pembukaan Lahan sonor / musim kemarau panjang rutin/ tahunan perusahaan

2. Aktivitas Pencarian Ikan 3. Ketidak sengajaan / rokok 4. Ketidakjelasan status lahan 44

Proceedings, Land and Forest Fire Workshop South Sumatra, Oct 2001, FFPCP USULAN PENCEGAHAN DI DAERAH RAWA / SONOR Sebab Kebakaran Pembukaan Lahan - sonor - rutin/ tahunan - perusahaan Usulan Pencegahan Sosialisasi bahaya kebakaran pertanian mandiri diubah jadi lahan perkebunan budidaya gelam perketat pengawasan dan sanksi libatkan masyarakat Ganti api dengan strum / aki Sosialisasi penyuluhan pelibatan masyarakat penyesuaian tata guna lahan / peta antar instansi terkait dan masyarakat kejelasan batas-batas di lapangan Hambatan Biaya tidak ada bantuan kurang k