28
FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRIO IKAN Oleh : Nama : Wina Pratiwi Nugrahani NIM : B1J011019 Rombongan : I Kelompok : 4 Asisten : Muhimatul Umami LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

Fertilisasi Ikan Wina

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fertilisasi Ikan Wina

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRIO IKAN

Oleh :

Nama : Wina Pratiwi NugrahaniNIM : B1J011019Rombongan : IKelompok : 4Asisten : Muhimatul Umami

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERALSOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2012

Page 2: Fertilisasi Ikan Wina

I. PANDAHULUAN

A. Latar Belakang

Percobaan fertilisasi dilakukan dengan berbagai perlakuan, antara lain dengan

menggunakan perbedaan jeda waktu saat pertemuan antara telur dan sperma, serta

perbedaan konsentrasi dari sperma. Perbedaan jeda waktu saat pertemuan antara telur

dan sperma ini guna untuk mengetahui tingkat kecepatan fertilisasi yang terjadi, berapa

lama waktu yang diperlukan oleh spermatozoid menembus untuk dinding ovum dan

untuk mengetahui tahapan perkembangan yang terjadi dalam setiap waktunya.

Sedangkan perbedaan konsentrasi dari sperma guna untuk mengetahui konsentrasi

sperma yang sesuai agar dapat membuahi sel telur hingga terjadinya fertilisasi.

Pengamatan dilakukan dengan mengambil telur secara acak karena setiap telur

mempunyai waktu perkembangan yang berbeda-beda (Yulferius, 2001).

Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) ikan yang mempunyai siklus reproduksi

pendek, dapat dengan mudah diinduksi untuk memperoleh ikan betina masak telur dan

mudah dioviposisikan. Telur dan sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup

banyak. Telur dari ikan nilem bersifat transparan sehingga mudah dilakukan

pengamatan, karena alasan itulah dalam praktikum fertilisasi kali ini menggunakan

sampel ikan nilem (Yulferius, 2001).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat melakukan fertilisasi, mengenali sel

telur ikan yang telah difertilisasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

fertilisasi serta dapat mengidentifikasi tahapan perkembangan embrio ikan.

Page 3: Fertilisasi Ikan Wina

II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara visual, induk betina yang telah matang gonad ditandai dengan perut yang

membesar dan lembek. Selanjutnya ikan dipuasakan selama satu minggu untuk

memastikan bahwa perut ikan yang membesar bukan karena pakan, melainkan telur

sehingga dapat diketahui ikan yang benar-benar mengandung telur. Sedangkan seleksi

induk jantan dilakukan dengan mengurut perut kearah lubang genital untuk mengetahui

adanya sperma pada induk tersebut. Secara visual, induk gurame jantan yang telah

matang gonad dicirikan oleh bentuk tumpul pada kedua rusuk bagian perut, sedangkan

ciri induk betina yang telah matang gonad bagian perut di belakang sirip dada

menggembung dan susunan sisik terutama bagian perut dekat sirip dada akan sedikit

merenggang (Arfah,2008). Ikan jantan yang siap memijah adalah ikan jantan yang

secara aktif mengejar ikan betina dan membawa ikan betina ke substrat yang telah

disediakan kemuadian mengeluarkan sperma untuk dibuahi (Chaerul,2012). Ikan nilem

betina dan jantan yang siap memijah dicirikan dengan genital papilanya menonjol

secara jelas dan berwarna merah (Arsianingtyas,2009).

Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) mempunyai tipe telur telolechital berat yaitu yolk

tersebar tidak merata dan dapat dikatakan hampir mengisi seluruh bulatan telur.

Bioplasma hanya sebagai lapisan tipis pada kutub animal yang di dalamnya terdapat inti

telur. Telur ikan Nilem berbentuk bulat dengan yolk berwarna kuning kehijauan.

Diameter telur sudah masak dan belum tercelup air 0,98-1,08 m dan setelah terbuahi

diameternya 1,36-1,40m. Telur terbungkus karion dengan dilengkapi satu mikropil

untuk jalan masuk spermatozoa pada saat pembuahan. Telur yang perkembangannya

sehat adalah berwarna transparan dan bersih, sehingga mudah dibedakan dengan telur

yang mati (Arsianingtyas,2009).

Page 4: Fertilisasi Ikan Wina

Sperma merupakan sel gamet yang terspesialisasi dan memiliki 3 fungsi yaitu

menggapai sel telur, mempenetrasi dan memacu perkembangan sel telur, serta

mengantarkan material genetik dan sentriola. Ukuran gamet jantan pada umumnya

relative kecil, sedangkan ukuran gamet betina lebih besar. Selama masa perkembangan,

telur mengalami beberapa proses yang merupakan awal hidup ikan dimana berhubungan

dengan stabilitas populasi ikan dalam suatu perairan (Harvey, 1979).

Fertilisasi adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel

bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya

melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus

(kariogami). Zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual

eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana

keduanya motil maka fertilisasi itu disebut isogami bilamana berbeda dalam ukuran

tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil dinamakan

oogami (Harvey, 1979).

Urutan proses utama selama fertilisasi (pembuahan):

1. Kontak dan pengenalan sperma-telur untuk memastikan sperma-telur dari spesies

yang sama,

2. Pengaturan masuknya sperma ke dalam telur untuk pencegahan polispermi,

3. Fusi materi genetik dari sperma dan telur,

4. Aktivasi metabolisme telur untuk mengawali perkembangan.

Tahapan dalam pengenalan sperma dan telur:

1. Telur mengeluarkan kemoatraktant pada spesies tertentu,

2. Eksositosis vesikula akrosom,

3. Ikatan antara sperma dengan bungkus ekstraseluler telur,

4. Sperma menembus bungkus telur,

Page 5: Fertilisasi Ikan Wina

5. Fusi membran sel telur dan membran sel sperma.

Tahap perkembangna embrio ikan dimulai dari tahap pembelahan pertamanya

meridian, diikuti oleh pembelahan kedua tegak lurus pada bidang pembelahan pertama.

Pembelahan ketiga tidak sama untuk beberapa spesies ikan. Pembelahan ini sebenarnya

ada dua yang prosesnya berjalan bersama-sama dan memotong bidang pembelahan

kedua di sebelah kiri dan kanan bidang pembelahan pertama. Bidang pembelahannya

ada yang kedua-duanya sejajar dengan bidang pembelahan pertama dan ada pula yang

tidak. Hasil pembelahan yang ketiga ini ialah stadium delapan sel. Pembelahan

berikutnya yaitu pembelahan yang keempat terdiri dari dua pembelahan yang berjalan

bersama-sama, sejajar atau tidak dan terletak di sebelah kanan dan kiri bidang

pembelahan kedua. Apabila pembelahan yang keempat sudah selesai terbentuklah

stadium 16 sel yang terdiri dari satu lapis, empat buah sel yang terletak di tengah-tengah

dinamakan sel pusat. Pada pembelahan yang kelima, sel-sel pusat tidak membelah

vertikal seperti pada pembelahan-pembelahan sebelumnya atau pembelahan sel batas,

melainkan sejajar dengan permukaan. Dengan selesainya pembelahan yang kelima

maka terbentuklah stadium 32 sel dengan sel pusat yang terdiri dari dua lapis sel. Pada

pembelahan berikutnya sudah tercampu aduk dan susah diikuti dimana syncronisasi

pembelahan mitosis sudah hilang (Darwisito,2008).

Page 6: Fertilisasi Ikan Wina

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah saringan teh dari plastik,

spuit injeksi tanpa jarum 1 ml dan 10 ml, baskom inkubasi 2 buah, piring plastik kecil,

aerator dan selang pembagi udara, stopwatch, mikroskop cahaya, pipet tetes, tabel isian

hasil pengamatan, object glass + cover glass, sendok kecil, baki, haemocytometer,

cawan plastik, beaker glass 100 ml , label, dan tissue.

Bahan yang digunakan adalah larutan Ringer, air sumur, ikan nilem jantan

(Osteochilus hasselti♂) dan ikan nilem betina (Osteochilus hasselti♀) yang matang

gonad, ovaprim, sediaan hormon untuk induksi dan spermiasi

B. Metode

Cara kerja untuk melakukan praktikum fertilisasi dan perkembangan embrio pada

ikan adalah sebagai berikut:

Dibuat stok milt (milt diencerkan 100x, 1000x, 10000x, dan 100000x)

1. Ikan jantan disiapkan setelah diketahui masak kelamin.

2. Bagian urogenital ikan Nilem jantan dibersihkan dan dikeringkan dengan

menggunakan tisu.

3. Ikan nilem kemudian distriping hingga spermanya keluar.

4. Sperma (milt) yang keluar disedot dengan spuit injeksi 1 ml tanpa jarum.

5. Milt diencerkan dengan 2 ml milt dengan 198 ml larutan Ringer, dengan demikian

diperoleh 200 ml milt yang diencerkan 100 kali dalam larutan Ringer.

Untuk Praktikan Kelompok I

Page 7: Fertilisasi Ikan Wina

1. Ikan betina disiapkan setelah diketahui masak kelamin.

2. Striping ovum kedalam saringan jamu dari plastik ± 300 butir telur.

3. Mencampurkan telur yang telah distriping kedalam saringan jamu plastik di atas

mangkuk plastik dengan 1 ml milt yang telah diencerkan 100 kali, setelah itu langsung

tambahkan air sumur dan goyang perlahan agar homogen, diamkan selama 1 menit.

4. Inkubasikan dalam baskom yang berisi air sumur.

Untuk praktikan kelompok II

1. Ikan betina disiapkan setelah diketahui masak kelamin.

2. Striping ovum kedalam saringan jamu dari plastik ± 300 butir telur.

3. Mencampurkan telur yang telah distriping kedalam saringan jamu plastik diatas

mangkuk plastik dengan 1 ml milt yang telah diencerkan 100 kali, setelah itu langsung

tambahkan air sumur dan goyang perlahan agar homogen, diamkan selama 2 menit.

4. Inkubasikan dalam baskom yang berisi air sumur.

Untuk praktikan kelompok III

1. Ikan betina disiapkan setelah diketahui masak kelamin.

2.Striping kedalam saringan jamu dari plastik ± 300 butir telur.

3.Mencampurkan telur yang telah distriping kedalam saringan jamu plastik diatas

mangkuk plastik dengan 1 ml milt yang telah diencerkan 100 kali, setelah itu langsung

tambahkan air sumur dan goyang perlahan agar homogen, diamkan selama 3 menit.

4. Inkubasikan dalam baskom yang berisi air sumur.

Untuk praktikan kelompok IV

1. Menstriping ± 200 butir telur dari induk betina ovulasi.

2. Mencampurkan 1 ml milt yang telah diencerkan 100 kali ke dalam telur yang telah

distriping dan langsung ditambahkan air sumur.

Page 8: Fertilisasi Ikan Wina

3. Campuran telur dan milt tersebut lalu digoyangkan agar homogen dan didiamkan

selama 4 menit.

4. Setelah itu diinkubasikan dalam baskom yang berisi air sumur

Untuk praktikan kelompok V & IV

1.Mencampurkan 100 butir telur hasil striping dengan 10 milt yang diencerkan dengan

jumlah larutan Ringer berbeda (1000x, 10.000x, dan 100.000x).

2. Menghitung persentase telur yang terbuahi

Konsentrasi I: 1 ml milt P.100x dicampur 9 ml larutan Ringer= P. 1000x

Konsentrasi II: 1 ml milt P.1000x dicampur 9 ml larutan Ringer= P. 10.000x

Konsentrasi III: 1 ml milt P. 10.000x dicampur larutan Ringer = P. 100.000x

3.100 butir telur dicampur dengan 10 ml milt setiap pengenceran yang dibuat tadi

dibiarkan selama 5 menit.

4. Menginkubasikan masing-masing di dalam baskom yang berisi air sumur.

Page 9: Fertilisasi Ikan Wina

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Table 1. Presentase telur terbuahi pada jeda waktu yang berbeda

Jeda WaktuPersentasi telur terbuahi (%)

Total (%) Rerata (%)Ulangan 1 Ulangan 2

Kontrol 100 80 180 901 menit 25 100 125 62,52 menit 100 40 140 703 menit 90 0 90 45

Table 2. Presentase telur terbuahi pada tingkat pengenceran milt

Tingkat pengenceran

Persentasi telur terbuahi (%)Total (%) Rerata (%)

Ulangan 1 Ulangan 21.000 x 40 20 60 3010.000 x 10 15 25 12,5

Table 3. Persentase telur pada setiap tahap perkembangan selama waktu pengamatan pada perlakuan jeda waktu

Perlakuan

Waktu pengamatan

Tahap perkembangan

% telur pada setiap tahap perkembangan Jumlah

(%)Rerata

(%)Ulangan 1

Ulangan 2

Kontrol

5’ pertama

1 sel 20 0 20 10terbuahi 80 80 160 80

tidak terbuahi 0 20 20 10

5’ kedua

2 sel 50 0 50 25terbuahi 50 90 140 70hylock 0 10 10 5

10’

2 sel 30 0 30 154 sel 10 0 10 5

Terbuahi 60 90 150 75Rusak 0 10 10 5

10’ Tidak terbuahi 10 0 10 52 sel 20 0 20 108 sel 70 0 70 35

Terbuahi 0 50 50 25

Page 10: Fertilisasi Ikan Wina

hylock 0 50 50 25

10’

32 sel 100 0 100 50Tidak terbuahi 0 10 10 5

Terbuahi 0 90 90 45

Perlakuan

Waktu pengamatan

Tahap perkembangan

% telur pada setiap tahap perkembangan Jumlah

(%)Rerata

(%)Ulangan 1

Ulangan 2

Jeda waktu 1 menit

5’ pertama

Sel terbuahi 0 100 100 50

5’ kedua

hylock 30 50 80 40terbuahi 70 50 120 60

10’

2 sel 30 20 50 25Hylock 20 0 20 10

4 sel 0 20 20 10terbuahi 50 60 110 55

10’

2 sel 10 40 50 25Hylock 30 0 30 15

4 sel 0 10 10 5terbuahi 70 50 120 60

10’

4 sel 10 20 30 15Hylock 10 0 10 5

8 sel 20 0 20 102 sel 0 30 30 15

Terbuahi 60 50 110 55

Perlakuan

Waktu pengamatan

Tahap perkembangan

% telur pada setiap tahap perkembangan Jumlah

(%)Rerata

(%)Ulangan 1

Ulangan 2

Jeda waktu 2 menit 5’ pertama

Terbuahi 100 100 200 100Tidak terbuahi 0 0 0 0

5’ kedua Terbuahi 90 90 180 90

Page 11: Fertilisasi Ikan Wina

Hylock 10 0 10 5rusak 0 10 10 5

10’

2 sel 20 0 20 10Hylock 40 20 60 30Rusak 20 0 20 10

Tidak terbuahi 0 70 70 351 sel 0 10 10 5

terbuahi 20 0 20 10

10’

2 sel 10 10 20 10Hylock 40 20 60 30

4 sel 10 0 10 5Rusak 0 10 10 5

Tidak terbuahi 0 60 60 30terbuahi 40 0 40 20

10’

8 sel 20 10 30 15Tidak terbuahi 20 40 60 30

2 sel 20 0 20 10Hylock 0 30 30 15

4 sel 0 20 20 10terbuahi 40 0 40 20

Perlakuan

Waktu pengamatan

Tahap perkembangan

% telur pada setiap tahap perkembangan Jumlah

(%)Rerata

(%)Ulangan 1

Ulangan 2

Jeda waktu 3 menit 5’ pertama

Hylock 10 0 10 5terbuahi 90 0 90 45

5’ kedua

terbuahi 100 0 100 50

10’

Hylock 10 0 10 51 sel 10 0 10 52 sel 10 0 10 5

terbuahi 70 0 70 35

10’

Hylock 30 0 30 154 sel 40 0 40 203 sel 30 0 30 15

10’ 2 sel 30 0 30 15

Page 12: Fertilisasi Ikan Wina

4 sel 20 0 20 108 sel 40 0 40 201 sel 10 0 10 5

Table 4. Persentase telur pada setiap tahap perkembangann selama waktu pengamatan pada perlakuan tingkat pengenceran

Perlakuan Waktu

pengamatanTahap

perkembangan

% telur pada setiap tahap perkembangan

Jumlah

(%)

Rerata (%)Ulangan

1Ulangan

2

Tingkat pengenceran

1.000 x

5’ pertama

Rusak 10 0 10 5Hylock 20 10 30 15

Tidak terbuahi 70 70 140 701 sel 0 10 10 52 sel 0 10 10 5

5’ kedua

Rusak 10 0 10 5Tidak terbuahi 90 90 180 90

1 sel 0 10 10 5

10’

Hylock 40 10 50 25Rusak 10 0 10 5

Tidak terbuahi 50 90 140 70

10’

1 sel 30 0 30 15Rusak 10 10 20 10

Tidak terbuahi 60 90 150 75

10’

Tidak terbuahi 50 100 150 758 sel 20 0 20 101 sel 10 0 10 5rusak 20 0 20 10

Perlakuan Waktu

pengamatan

Tahap perkembangan

% telur pada setiap tahap perkembangan Jumlah

(%)Rerata

(%)Ulangan 1

Ulangan 2

Tingkat pengenceran

10.000 x 5’ pertama

Tidak terbuahi 90 100 190 95rusak 10 0 10 5

5’ kedua Tidak terbuahi 90 100 190 95rusak 10 0 10 5

Page 13: Fertilisasi Ikan Wina

10’

hylock 40 10 50 25Tidak terbuahi 60 90 150 75

10’

Hylock 60 20 80 40Tidak terbuahi 40 80 120 60

10’

Tidak terbuahi 50 80 130 652 sel 20 0 20 101 sel 20 0 20 10

Rusak 10 0 10 54 sel 0 20 20 10

Table 5. Persentase penetasan larva ikan

Jeda WaktuPersentasi telur menetas (%)

Total (%) Rerata (%)Ulangan 1 Ulangan 2

Kontrol 100 0 100 501 menit 100 0 100 502 menit 20 0 20 103 menit 100 0 100 50

Tingkat pengenceran

Persentasi telur menetas (%)Total (%) Rerata (%)

Ulangan 1 Ulangan 21.000 x 0 0 0 010.000 x 5 0 5 2,5

Page 14: Fertilisasi Ikan Wina

Gambar tahapan perkembangan zigot:

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Telur terbuahi Hylock satu sel

Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Dua sel Empat sel Delapan sel

Page 15: Fertilisasi Ikan Wina

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dalam praktikum fertilisasi dan

perkembangan embrio ikan yang menggunakan Ikan Nilem sebagai preparat dengan

perlakuan tingkat pengenceran 100x diperoleh hasil bahwa terdapat 10% telur yang

telah mengalami tahap perkembangan hylock dan 90% terbuahi pada waktu 5 menit

pertama pada ulangan I, sedangkan pada ulangan II sebanyak 0% dan 0%. Pengamatan

dengan perlakuan 5 menit kedua diperoleh tahap perkembangan terbuahi sebanyak

100% (ulangan I). Ulangan II menunjukkan bahwa tidak terdapat tahap perkembangan

sampai 10 menit ketiga. Pengamatan dengan perlakuan 10 menit pertama untuk ulangan

I terdapat 10% hylock, 10% satu sel, 10% dua sel dan sisanya terbuahi. Perlakuan 10

menit kedua 30% hylock, 30% dua sel dan 40% empat sel. Pada perlakuan terakhir

terdapat 10% satu sel, 30% dua sel, 20% empat sel dan sisanya delapan sel.

Berikut ini adalah grafik antara jeda waktu dengan ∑ telur yang terbuahi :

kontrol 1 2 30%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Grafik hubungan antara jeda waktu dengan jumlah telur terbuahi

ulangan 1ulangan 2

Jeda waktu (menit)

Per

sen

tase

tel

ur

terb

uah

i (%

)

Grafik 1. Grafik hubungan antara jeda waktu dengan jumlah telur terbuahi

Page 16: Fertilisasi Ikan Wina

Berdasarkan grafik di atas maka pola yang didapat adalah pola acak karena

persentase telur yang dibuahi pada kelompok dengan jeda waktu kontrol, 1 menit, 2

menit, dan 3 menit tidak semuanya 100% terbuahi. Kelompok pada pengamatan kontrol

dan jeda waktu 2 menit terbuahi 100% untuk ulangan I sedangkan pada ulangan II,

untuk jeda waktu 1 menit telah terbuahi 100%.

Lima menit pertama, kelompok dengan tingkat pengenceran 1.000x dan 10.000x

juga mengalami hal telur yang rusak dan tidak terbuahi. Sedangkan lima menit kedua,

kelompok dengan tingkat pengenceran 1.000x sudah hylock. Sepuluh menit pertama,

kelompok dengan tingkat pengenceran 10.000x sudah muncul hylock. Sepuluh menit

kedua, kelompok dengan tingkat pengenceran 1.000x sudah 1 sel dan dan tingkat

pengenceran 10.000x masih sama dengan sepuluh menit pertama yaitu terdapat hylock

dan tidak terbuahi. Sedangkan sepuluh menit ketiga, kelompok dengan tingkat

pengenceran 10.000x sudah muncul 4sel dan tingkat pengenceran 1000x sudah

mencapai 8 sel.

Berikut ini adalah grafik antara tingkat pengenceran dengan ∑ telur yang

terbuahi :

1000x 10000x0%5%

10%15%20%25%30%35%40%45%

Grafik antara tingkat pengenceran dengan jumlah telur yang terbuahi

ulangan 1ulangan 2

Tingkat pengenceran

Jum

lah

telu

r ya

ng t

erbu

ahi (

%)

Grafik 2. Grafik antara tingkat pengenceran dengan jumlah telur yang terbuahi

Page 17: Fertilisasi Ikan Wina

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pada pengenceran 1000 x ke

pengenceran 10000 x tidak ada peningkatan. Pola grafik diatas adalah acak karena

persentase jumlah telur yang terbuahi dengan tingkat pengenceran yang berbeda setiap

kelompok tidak sama. Semakin tinggi tingkat pengenceran, maka lama motilitas

spermatozoa semakin pendek, begitu juga sebaliknya, ini menunjukkan bahwa semakin

pendek motilitas sperma berarti semakin sedikit pula jumlah spermatozoa yang hidup

dan dapat teramati (Arsianingtyas,2009).

Perlakuan untuk jeda waktu 3 menit dengan waktu pengamatan lima menit

pertama mempunyai tahap perkembangan yang sama dengan lima menit kedua dan

sepuluh menit pertama, yaitu telur terbuahi dengan proporsi 90%, 100% dan 70%.

Hylock juga muncul pada lima menit pertama, sepuluh menit pertama dan sepuluh

menit kedua dengan proporsi 10%, 10% dan 30%. Tahap perkembangan satu sel

muncul pada waktu pengamatan sepuluh menit pertama dan sepuluh menit ketiga

dengan proporsi 10% di keduanya. Sepuluh menit pertama dan sepuluh menit kedua

sama-sama memiliki tahap perkembangan dua sel dengan proporsi 10% dan 30%.

Tahap perkembangan empat sel muncul pada sepuluh menit kedua dan ketiga dengan

proporsi 40% dan 20%. Delapan sel muncul pada waktu pengamatan sepuluh menit

ketiga dengan proporsi 40%.

Perlakuan yang dilakukan dengan tingkat pengenceran dan jeda waktu yang

berbeda-beda, diperoleh bahwa pada ulangan I menetas 100% pada jeda waktu control,

satu menit dan tiga menit, sedangkan untuk jeda waktu dua menit, pengenceran 1000x

dan 10000x memiliki persentase 20%,0% dan 5%. Penetasan untuk ulangan II diperlohe

0% untuk semua jeda waktu dan pengenceran. Hal yang menyebabkan banyak yang

tidak menetas karena beberapa faktor diantaranya ikan dalam keadaan stress akibat

faktor lingkungan yang kurang mendukung misalnya media dan tempat pemijahan yang

Page 18: Fertilisasi Ikan Wina

kurang bersih, suasana yang kurang terang, kandungan O2 yang rendah dan faktor

cahaya. Ikan yang digunakan belum matang kelamin, sehingga meskipun belum

hipfisasi dengan hormon ovaprim tetap tidak akan memijah karena kandungan hormon

gonadotropin dalam kelenjar hipofisisnya sedikit. Penyuntikan ikan resipien yang tidak

hati-hati sehingga memungkinkan tejadi kerusakan pada sisik ikan, maka ikan akan

memijah walaupun sudah diinduksi hormon ovaprim. Lemahnya sperma, sifat

pergerakan sperma menentukan kemampuan untuk melakukan pembuahan. Gerakan

yang terlalu lembut dan arahnya tidak menentu akan mempersult proses pembuahan.

Sperma mudah sekali tergantung oleh suasana lingkungan, suhu medium yang terlalu

tinggi atau sebaliknya dan perubahan pH akan merusak pertumbuahan kemampuan

untuk membuahi (Arfah,2008). Ikan yang sudah dipelihara beberapa hari dengan ikan

yang tidak dipelihara hasilnya akan sama saja dan tidak ada perbedaan yang signifikan

(Yasemi,2010).

Page 19: Fertilisasi Ikan Wina

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pengamatan dapat disimpulkan bahwa:

1. Munculnya hylock pada pengenceran 1000 x dan 10.000 x terjadi pada 5 menit

pertama dan sepuluh menit pertama.

2. Fertilisasi pada ikan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik kimia perairan tempat ikan

memijah. Faktor-faktor tersebut antara lain temperatur dan salinitas.

B. Saran

1. Dalam mencampurkan sperma yang telah diencerkan dengan ovum sebaiknya

dilakukan dengan hati-hati. Apabila terlalu kencang dalam mengaduk atau

menggoyangkannya akan menyebabkan telur menjadi rusak.

Page 20: Fertilisasi Ikan Wina

DAFTAR REFERENSI

Arfah.H, Maftucha.L dan O. Carman.2008. Pemijahan secara buatan pada ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac). dengan penyuntikan ovapirm. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (2): 103-112

Arsianingtyas,Herliana.2009. Pengaruh kejutan suhu panas dan lama waktu setelah pembuahan terhadap daya tetas dan abnormalitas larva ikan Nila (Oreochromis niloticus). Artikel Ilmiah Skripsi. 1-15

Chaerul N.F, Ibnu D.W, Sriati.2012. Penambahan ekstrak tauge dalam pakan untuk meningkatkan keberhasilan pemijahan ikan Mas Koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 51-60

Darwisito S, M. Zairin Jr., D. S. Sjafei, W. Manalu, dan A. O. Sudrajat.2008. Pemberian pakan mengandung ditamin E Dan minyak ikan pada induk memperbaiki kualitas telur dan larva ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(1): 1–10

Harvey, B. J. 1979. The Theory and passion. Ichtiologi. John Willy and Sons. New York.

Yasemi M. ; Nikoo M. 2010. The impact of captivity on fertilization, cortisol and glucose levelsin plasma in butum Broodstock. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 9(3): 478-484

Yulferius, 2001. Pengaruh kadar vitamin E dalam pakan terhadap kualitas telur ikan patin Pangisius hypophthalamus. Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 40 hal.