32
1 MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT Disusun Oleh : Deby Putri Rahmawati Dosen Pembimbing : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag MATA KULIAH METODOLOGI STUDI ISLAM Program Studi III Perbankan Syari’ah/1/C STAIN Jurai Siwo Metro 2012/2013

FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

Citation preview

Page 1: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

1

MAKALAH

METODOLOGI STUDI ISLAM

FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN

MASYARAKAT

Disusun Oleh : Deby Putri Rahmawati

Dosen Pembimbing : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag

MATA KULIAH METODOLOGI STUDI ISLAM

Program Studi III Perbankan Syari’ah/1/C

STAIN Jurai Siwo Metro

2012/2013

Page 2: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

2

BAB I

PENDAHULUAN

Fenomena agama adalah fenomena universal manusia. Selama ini belum ada

laporan penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang

tidak mempunyai konsep tentang agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah

mengubah orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi

agama dalam masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus

berkembang dan menjadi kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam

masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama

sebagai salah satu faktornya. Seringkali kajian tentang politik, ekonomi dan

perubahan sosial dalam suatu masyarakat melupakan keberadaan agama sebagai salah

satu faktor determinan. Tidak mengherankan jika hasil kajiannya tidak dapat

menggambarkan realitas sosial yang lebih lengkap.

Pernyataan bahwa agama adalah suatu fenomena abadi di dalam di sisi lain

juga memberikan gambaran bahwa keberadaan agama tidak lepas dari pengaruh

realitas di sekelilingnya. Seringkali praktik-praktik keagamaan pada suatu masyarakat

dikembangkan dari doktrin ajaran agama dan kemudian disesuaikan dengan

lingkungan budaya. Pertemuan antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat

sangat jelas dalam praktik ritual agama. Dalam Islam, misalnya saja perayaan Idul

Fitri di Indonesia yang dirayakan dengan tradisi sungkeman-bersilaturahmi kepada

yang lebih tua-adalah sebuah bukti dari keterpautan antara nilai agama dan

kebudayaan. Pertautan antara agama dan realitas budaya dimungkinkan terjadi karena

agama tidak berada dalam realitas yang vakum-selalu original. Mengingkari

keterpautan agama dengan realitas budaya berarti mengingkari realitas agama sendiri

yang selalu berhubungan dengan manusia, yang pasti dilingkari oleh budayanya.

Page 3: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

3

Kenyataan yang demikian itu juga memberikan arti bahwa perkembangan

agama dalam sebuah masyarakat-baik dalam wacana dan praktis sosialnya-

menunjukkan adanya unsur konstruksi manusia. Walaupun tentu pernyataan ini tidak

berarti bahwa agama semata-mata ciptaan manusia, melainkan hubungan yang tidak

bisa dielakkan antara konstruksi Tuhan-seperti yang tercermin dalam kitab-kitab suci-

dan konstruksi manusia-terjemahan dan interpretasi dari nilai-nilai suci agama yang

direpresentasikan pada praktek ritual keagamaan. Pada saat manusia melakukan

interpretasi terhadap ajaran agama, maka mereka dipengaruhi oleh lingkungan

budaya-primordial-yang telah melekat di dalam dirinya. Hal ini dapat menjelaskan

kenapa interpretasi terhadap ajaran agama berbeda dari satu masyarakat ke

masyarakat lainnya. Kajian komparatif Islam di Indonesia dan Maroko yang

dilakukan oleh Clifford Geertz misalnya membuktikan adanya pengaruh budaya

dalam memahami Islam. Di Indonesia Islam menjelma menjadi suatu agama yang

sinkretik, sementara di Maroko Islam mempunyai sifat yang agresif dan penuh gairah.

Perbedaan manifestasi agama itu menunjukkan betapa realitas agama sangat

dipengaruhi oleh lingkungan budaya.

Perdebatan dan perselisihan dalam masyarakat Islam sesungguhnya adalah

perbedaan dalam masalah interpretasi, dan merupakan gambaran dari pencarian

bentuk pengamalan agama yang sesuai dengan kontek budaya dan sosial. Misalnya

dalam menilai persoalan-persoalan tentang hubungan politik dan agama yang

dikaitkan dengan persoalan kekuasaan dan suksesi kepemimpinan, adalah persoalan

keseharian manusia-dalam hal ini masalah interpretasi agama dan penggunaan

simbol-simbol agama untuk kepentingan kehidupan manusia. Tentu saja peran dan

makna agama akan beragam sesuai dengan keragaman masalah sosialnya.

Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa

sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana

memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya

Page 4: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

4

persoalan agama yang sebenarnya. Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada

dasarnya adalah pergumulan keagamaannya. Para antropolog menjelaskan

keberadaan agama dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka

sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau mystical event.' Dalam satu sisi

common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan

pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu religious

sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar

maupun teknologi.

Penjelasan lain misalnya yang diungkapkan oleh Emile Durkheim tentang

fungsi agama sebagai penguat solidaritas sosial, atau Sigmund Freud yang

mengungkap posisi penting agama dalam penyeimbang gejala kejiwaan manusia,

sesungguhnya mencerminkan betapa agama begitu penting bagi eksistensi manusia.

Walaupun harus disadari pula bahwa usaha-usaha manusia untuk menafikan agama

juga sering muncul dan juga menjadi fenomena global masyarakat. Dua sisi kajian

ini-usaha untuk memahami agama dan menegasi eksistensi agama-sesungguhnya

menggambarkan betapa kajian tentang agama adalah sebagai persoalan universal

manusia.

Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan

budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan

sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata.

Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi

dan pengamalan agama. Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk

memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami

Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang menjadi gambaran

sesungguhnya dari keberagamaan manusia.

Page 5: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

5

Kepentingan untuk melihat agama dalam masyarakat juga sangat penting jika

dikaitkan dengan wacana posmodernisme yang berkembang belakangan ini.

Walaupun para ilmuwan sosial masih mendebatkan apakah yang disebut sebagai

posmodernis adalah "fenomena" atau sebuah kerangka "desconstruction theory",

mereka bersepakat tentang bangkitnya-dalam arti diakuinya kembali local knowledge

sebagai sebuah kebenaran-budaya lokal dalam percaturan dunia global. Bagi ahli

politik, misalnya apa yang disinyalir oleh Fukuyama dengan klaimnya The End of

History and the Last Man, globalisasi berarti adalah diterimanya sistem demokrasi

liberal sebagai satu sistem yang laik dipakai. Bagi ahli ekonomi, wujudnya sistem

moneter ala Keynesian telah membuktikan bahwa dunia perekonomian menganut satu

sistem. Penggunaan alat telekomonukasi dan komputer dengan internetnya dapat juga

membuktikan bahwa globalisasi telah mencapai pada satu kesepakatan bersama.

Namun bagi ilmu sosial, utamanya mereka yang terlibat langsung dengan urusan

budaya seperti antropologi, globalisasi mengimplikasikan makna yang lain.

Terbukanya komunikasi dan ruang bagi dialog antarbudaya memungkinkan masing-

masing budaya untuk mengungkapkan atau memberikan alternatif terhadap

kebenaran. Ungkapan terkenal James Clifford tentang runtuhnya "mercu suar" untuk

mengklaim suatu kenyataan dengan ukuran rasionalitas Barat, menunjukkan

bangkitnya "pengetahuan lokal" di era posmodernisme. Artinya pertanyaan apakah

globalisasi nanti akan juga menyatukan budaya dunia atau akan munculnya kembali

budaya-budaya lokal dalam pertarungan dunia, menjadi sangat penting.

Bassam Tibbi mengungkapkan bahwa globalisasi memungkin manusia untuk

melakukan dialog antarkebudayaan yang ada di dunia. Ia mengakui bahwa fenomena

demokrasi adalah fenomena universal yang mau tidak mau mempengaruhi

masyarakat lain yang tidak mempunyai tradisi demokrasi untuk mengadopsinya.

Namun demikian hal itu tidak berarti bahwa budaya-budaya lokal harus menyerah

dan digantikan total dengan demokrasi. Bassam Tibbi tidak menafikan bahwa ada

perbedaan-perbedaan yang nyata antara penafsiran demokrasi di Barat dan di wilayah

Page 6: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

6

lain sehingga muncul adanya Demokrasi Asia (Asian Democracy) atau Demokrasi

Islam (Islamic Democracy). Tetapi perbedaan itu bukan berarti akan menimbulkan

konflik seperti apa yang disinyalir oleh Samuel Huntington. Ia lebih optimis melihat

perbedaan itu sebagai awal dari keharusan untuk mengadakan dialog antarbudaya

untuk menelorkan yang ia sebut sebagai "international morality", suatu sistem nilai

dunia yang dihasilkan dari gabungan nilai-nilai terbaik dari budaya-budaya yang ada.

Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang

perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan sosial lainnya. Di dalam

kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut.

Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena kebutuhan

manusia terhadap sang maha pencipta. Di dalam agama dijumpai ungkapan materi

dan budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral, etika, kajian agama,

khususnya agama Islam merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia,

yang mayoritas. Oleh karena itu, kajian agama seperti Islam, Budha, Hindu tidak

hanya sebatas konsep saja, teori dan aspek-aspek kehidupan manusia beserta

hukumnya, tapi harus dihayati dan direnungi untuk diamalkan dalam kehidupan

manusia. Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh

hal-hal yang bersifat fisik tapi bersifat rohani. Karenanya agama merupakan suatu

institusi ajaran yang menyajikan lapangan ekspresi dan implikasi yang begitu halus

yang berbeda dengan suatu konsep hukum ataupun undang-undang yang dibuat oleh

masyarakat.

Berbeda lagi dengan paham keagamaan, dimana paham keagamaan merupakan

perilaku atau cara berfikir seseorang atau kelompok keagamaan dalam merespon

pesan-pesan keagamaan yang dianutnyaterutama yang tertuang dalam teks-teks suci

keagamaan seperti Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Karena itu dalam religious studies

(studi agama-agama) kajian tentang paham keagamaan masuk dalam wilayah

fenomenologi agama.

Page 7: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

7

Mengkaji fenomena keagamaan, berarti mempelajari kehidupan manusia dalam

kehidupan beragamanya. Fenomena keagamaan itu sendiri adalah cara berfikir, sikap

dan perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci (The Holy),

keramat (karamah) yang berasal dari suatu kegaiban, (Mattulada: 1988).

Page 8: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

8

BAB II

PEMBAHASAN

1. Fenomena Agama Dalam Kehidupan Manusia

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari

kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama

dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan, bahkan

memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku

keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa ketergantungan manusia

terhadap kekuatan ghaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka.

Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan kepada

kekuatan ghaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat dan

sejahtera. Tetapi apa dan siapa kekuatan ghaib yang mereka rasakan sebagai sumber

kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon perlindungan

dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka merasakan adanya dan kebutuhan

akan bantuan dan perlindungannya. Itulah awal rasa Agama, yang merupakan

desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan.

Dengan demikian, rasa Agama dan perilaku keagamaan merupakan pembawaan dari

kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan fitrah manusia.

Fitrah adalah kondisi sekaligus potensi bawaan yang berasal dari dan

ditetapkan dalam proses penciptaan manusia. Di samping fitrah beragama, manusia

memiliki fitrah untuk hidup bersama dengan manusia lainnya atau bermasyarakat.

Dan fitrah pokok dari manusia adalah fitrah berakal budi, yang memungkinkan

manusia berbudi daya untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidup,

mengatur dan mengembangkan kehidupan bersama. Serta menyusun sistem

kehidupan dan budaya serta lingkungan hidup yang aman dan sejahtera. Dengan

Page 9: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

9

demikian dapat dikatakan bahwa manusia dengan akal budinya berkemampuan untuk

menjawab tantangan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam

kehidupannya baik yang bersumber dari rasa keagamaan maupun rasa kebersamaan

(bermasyarakat), serta rasa untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup.

Dan dengan akalnyalah manusia membentuk kehidupan budaya, termasuk di

dalamnya kehidupan keagamaannya. Selanjutnya, Agama dan kehidupan keagamaan

yang terbentuk bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan akal serta budi

daya manusia disebut dengan Agama Akal atau Agama Budaya. Sementara itu

sepanjang kehidupan manusia, Allah telah memberikan petunjuk melalui para Rasul

tentang Agama dan kehidupan keagamaan yang benar. Para Rasul itu juga berfungsi

untuk memberikan petunjuk guna meningkatkan daya akal budi manusia alam

menghadapi dan menjawab tantangan serta memecahkan permasalahan kehidupan

umat manusia yang terus berkembang sepanjang sejarahnya. Agama yang dibawa

Rasul Allah itu bukan hanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan semata, tetapi

juga menyangkut kehidupan-kehidupan sosial budaya yang lainnya. Agama ini

mendorong agar kehidupan keagamaan, kehidupan sosial dan kehidupan budaya

lainnya dapat tumbuh berkembang bersama secara terpadu untuk mewujudkan suatu

sistem budaya dan peradaban yang Islami. 1

1 Muhaimin, Problematika Agama dalam Kehidupan Manusia (Jakarta : Kalam Mulia, 1989),hal. 1-5

Page 10: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

10

Fenomena agama selalu hadir dalam kehidupan manusia karena manusia tidak

bisa lepas dari Allah atau yang dianggap Allah dan karena agama sangat erat

kaitannya dengan Allah. Adapun fungsi agama bagi kehidupan.

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan

manusia, antara lain adalah :

Karena agama merupakan sumber moral

Karena agama merupakan petunjuk kebenaran

Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.

Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka,

maupun di kala duka.

Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta

tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia

menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara

mereka yang mensyukurinya.

Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai

macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan

rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu

Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan

kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin

disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha

menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.

Page 11: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

11

Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada

kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah,

yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan

Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia

kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

Fungsi Agama Kepada Manusia

Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan

oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga

kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi

yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:

- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.

Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia

sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga

kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar

dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah.

Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan

Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT

-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.

Sesetengah soalan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan

yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas

mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah

berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.

- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.

Page 12: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

12

Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini

adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan

yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.

– Memainkan fungsi kawanan sosial.

Kebanyakan agama di dunia adalah menyarankan kepada kebaikan. Dalam

ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan

oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial

Fungsi Sosial Agama

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang

bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh

yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah

(desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada

dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi

masyarakat.

Fungsi Integratif Agama

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran

agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota

beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu

mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem

kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga

agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.

Fungsi Disintegratif Agama

Page 13: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

13

Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan,

mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama

juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-

belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan

konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya

sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk

agama lain

Tujuan Agama

Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan

adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua

agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan

baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si

pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya.

memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan

kebodohan si pemeluk agama

Beberapa tujuan agama yaitu :

Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa

(tahuit).

Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik,

sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan

akhirat.

Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.

Menyempurnakan akhlak manusia.

Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan

Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan

Page 14: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

14

manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar

pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)–

dalam kehidupan kemanusiaan.

Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan

para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan

menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian

dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan. Yang

lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis),

banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi

(baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para

elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran

signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah,

politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan

dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan.

Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi

jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan,

mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan

penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang

terjadi sebenarnya adalah politisasi agama. Di tangan penguasa atau politisi yang

ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan

menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat

malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil

untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan

jahat lainnya.

Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang

seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi

Page 15: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

15

Islam semacam MUI. Ulama harus mampu mengembalikan fungsi agama karena

Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.

Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan

kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya

yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah

menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila

hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas

dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa

diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.Sayangnya,

kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran

bendera, bukan di relung hati.

Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah

Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi

ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan

mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan

yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang

Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.

Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara

agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, tidak

bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin

penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah

sejarahnya begitu berbeda. Tidak mungkin semua agama itu sama. Manakala fungsi

kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonalia

itu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. 2

2 http://koranthecampus.wordpress.com/2007/05/03/agama-dalamkehidupan-manusia/

Page 16: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

16

Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia

agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara

manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan.

Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang

berbilang bangsa itu semenjak sekian lama. Maka manusia dituntut agar belajar untuk

menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang

krisis dan perbalahan.Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama

di antara satu sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi

bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama

(Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk

menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak

ditemui di peringkat etika dan nilai.

CONTOH FENOMENA AGAMA DALAM LINGKUNGAN MANUSIA

KABUPATEN SELAYAR

Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu Kabupaten di antara 24

Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan yang letaknya di ujung selatan dan

memanjang dari Utara ke Selatan. Daerah ini memiliki kekhususan, yakni satu-

satunya Kabupaten di Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya terpisah dari daratan

Sulawesi Selatan dan lebih dari itu wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri dari

gugusan beberapa pulau sehingga merupakan wilayah kepulauan. Berdasarkan letak,

Kepulauan Selayar merupakan kepulauan yang berada di antara jalur alternatif

perdagangan internasional yang menjadikan Selayar secara geografis sangat strategis

sebagai pusat perdagangan dan distribusi baik secara nasional untuk melayani

Kawasan Timur Indonesia maupun pada skala internasional guna melayani negara-

negara di kawasan Asia.

Page 17: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

17

Pada kabupaten ini masyarakatnya mayoritas agama islam. Dimana bisa di rata-

ratakan sekitar 80% masyarakat kabupaten selayar adalah Islam. Agama yang lain

yang terdapat di kabupaten ini hanya Kristen, dan Budha. Agama hindu sangat jarang

dijumpai di daerah ini. Itupun agama Budha hanya terdapat di dua desa (satu

kecamatan) yaitu Kecamatan Passimasunggu yang bernama Desa Tongke-tongke dan

Biring Balang. Kemudian agama Kristiani hanya tedapat di Ibu kota Kabupaten yaitu

Kota Benteng. Hampir keseluruhan agama Kristiani yang terdapat di Kabupaten

Selayar yaitu keturunan Tiong-hoa. Yang menetap di selayar secara turun temurun.

Oleh sebab itu Kabupaten Selayar memiliki adat istiadat yang sangat identik

dengan agama Islam, karena secara nyata memang masyarakatnya di dominasi agama

Islam. Dimana seperti adat pada saat memperingati hari Nabi Besar Muhammad

SAW. Dan ini berlangsung sangat lama, biasanya di mulai dari bulan Maret-awal

Mei. Dan di kenal dengan nama (Mulu’). Serta mempertunjukkan adat maulid dari

desa-desa. Yang dinamakan Pa’belu. Namun selain itu masyarakat di kabupaten ini

juga, masih ada sebagian masyarakatnya yang mempercayai animisme dan

dinamisme. Dimana masih banyak sebagian orang yang percaya terhadap benda-

benda gaib, atau pohon-pohon gaib. Serta kuburan-kuburan sejarah. Mereka biasanya

membawa sebuah sesajian sebagai tanda terima kasih atas apa yang mereka dapatkan,

yang pernah mereka ungkapkan pada saat datang ke tempat yang mereka percayai

memiliki kekuatan gaib dan meyakini akan mewujudkan apa yang mereka inginkan.

Sedangkan terhadap agama kristiani atau budha itu tidak terlalu Nampak bagaimana

mereka beribadah dan kepercayaan-kepercayaan lain yang mereka yakini selain

agama yang benar-benar riil kita lihat.

Berbeda lagi dengan yang ada di pulau-pulau kecil kepulauan selayar itu

sendiri, yaitu pulau Taka Bonerate. Yang secara etnis kawasan Taka Bonerate dihuni

oleh dua suku dominan yaitu Bajo sekitar 55%, dan bugis sekitar 40%, selebihnya

suku campuran Muna-buton dan Palue 5%. Mereka pada umumnya menganut agama

Islam. Keyakinan ini sudah di peluk masyarakat setempat secara turun temurun dan

menjadi agama dominan di kawasan tersebut. Meskipun demikian, kenyataan

Page 18: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

18

menunjukkan bahwa keyakinan mereka terhadap islam cenderung bersifat formalistic,

adhoc dan literer, karena itu perilaku keagamaan mereka belum mampu meredam

tindakan deskruktif yang mengancam kelestarian lingkungan pada wilayah kwasan

taka bonerate tersebut, khususnya tempat wisata alamnya yang menjadikan Taka

Bonerate terkenal di tingkat Internasional. Dimana mereka melakukan pemboman

maupun pembiusan ikan-ikan karang. Akibatnya ekosistem terumbu karang di Taka

Bonerate saat ini telah mengalami degradasi sampai tingkat yang cukup

mengkhawatirkan. Bila kondisi ini dibiarkan terus, jelas tidak saja dapat mengancam

kelestarian terumbu karang tetapi juga ekosistem laut secara luas dapat dirusak secara

permanen. Karena dominannya paham keagamaan yang bersifat formalistik, adhoc,

dan literer di kalangan masyarakat Taka Bonerate, sehingga melahirkan pandangan

tentang islam yang cenderung “eksklusif”dan nyaris Jumud. Agama dipahami sekedar

sebagai wacana ibadah dalam arti sempit yakni ritus-ritus yang membangun

hubungan manusia dengan Tuhan (Theology). Sementara hubungan antara sesama

manusia (sociology), apalagi hubungan manusia dengan alamnya (cosmology) sama

sekali tidak diletakkan sebagai agenda penting dalam kerangka paham keagamaan

mereka.

Paham keagamaan tersebut dianut dan terbangun oleh hamper sebagian besar

masyarakat, karena materi dan metode dakwah yang dikembangkan para muballigh

selama ini memang tidak menyentuh hal tersebut diatas. Sehingga agama bagi mereka

dipahami sebagai sesuatu yang bersifat eskatologis dan transenden semata, tidak

menyentuh apalagi menyapa kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kenyataan

yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa karena letaknya yang spesifik, maka

perlakuan dakwah mayarakat kepulauan semestinya dilakukan dengan pendekatan

yang khas dan tipikal yang tidak semestinya dilakukan dengan perlakuan dakwah

didaratan. Sebab pola interaksi, mata pencaharian, perilaku budaya masyarakat

kepulauan untuk menyebut beberapa diantaranya sangat jauh berbeda dengan watak

masyarakat daratan. Sementara terdapat kenyataan yang memperlihatkan bahwa baik

Page 19: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

19

materi maupun metode dakwah yang digunakan oleh para muballigh dikawasan

tersebut cenderung sama dengan metode yang digunakan untuk komunitas di daratan.

Bahkan dalam tingkat yang lebih praktis terdapat satu paham keagamaan yang

demikian kuat pengaruhnya terhadap masyarakat yakni apa yang oleh masyarakat

kawasan kenal sebagai “Ajaran-ajaran Puang Rajuni”. Ajaran ini berakar pada satu

pemikiran keagamaan salah seorang ulama yang hidup di pulau Rajuni kecil sekitar

abad 20, yakni KH.Abdul Muin yang akrab disapa dengan Puang Rajuni. Meski

tinggal di Pulau Rajuni kecil, Puang Rajuni berpengaruh luas hingga ke tujuh pulau

disekitarnya. Menurut pengakuan Imam Rajuni Abdul Majid, yang juga putra Puang

Rajuni, bahwa KH.Abdul Muin atau Puang Rajuni merupakan keturunan Pangeran

Dipenegoro.

Masyarakat Selayar di kepulauan Taka Bonerate mrupakan penganut setia

Tariqat al-muhammadiyah yang diajarkan Puang Rajuni, warisan dari orang tuanya

KH. Moh. Said. Salah satu ajarannya adalah setelah sholat jumat dilaksanakan lagi

sholat dzuhur berjamaah. Model khutbahnya menggunakan teks bahasa arab dan

setelah selesai sholat diadakan Tahlil (membaca la ilaha illallah) dengan suara keras

sambil menggoyangkan kepala. Salahsatu pengaruh Puang Rajuni dalam kehidupan

beragama adalah fatwanya yang sampai sekarang masih dipegang erat oleh

masyarakat kepulauan Taka Bonerate yang ada di Selayar tentang anjuran untuk tidak

melakukan aktivitas melaut (menangkap ikan) pada hari Jum’at sebab Jum’at adalah

hari beribadah.

Bagi masyarakat Taka Bonerate hari jumat berbeda dengan hari lainnya.

Sepanjang hari sabtu hingga kamis merupakan hari kerja, berlayar, bermalam di

samudera, berselimut awan, dan berbantal ombak. Tetapi hari jum’at tiba. Semua itu

tidak berlaku. Bagi mereka yang ingin melaut hari itu, akan berangkat selepas Jum’at.

Tetapi sebagian besar warga memilih unutk libur. Paham keagamaan seperti itu sudah

tertanam secara turun temurun dan bahkan telah menjadi tradisi dikalangan

masyarakat nelayan Taka Bonerate samapai saat ini. Dalam kehidupan spiritual atau

tepatnya mungkin religio, magisme, dan pengaruh Puang Rajuni cukup kuat,

Page 20: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

20

termasuk menyangkut etos kerja. Karena itu tidak heran banyak yang berguru

padanya. Muridnya berjumlah ratusan, umumnya mereka yang bermukim pada

kawasan Taka Bonerate. Menurut penuturan masyarakat setempat bila salah seorang

punya hajat misalnya, atau hendak memulai satu usaha, puang Rajuni tidak

terlupakan. Misalnya mencari hari baik untuk peluncuran perahu baru, menentukan

arah bangunan rumah, hari perkawinan dan sebagainya tidak pernah terlepas dari

nasehat Puang Rajuni. Puang Rajuni juga punya pengetahuan yang cukup tentang

hari-hari baik untuk melaut.

Agama Sebagai Sistem Budaya

Geertz adalah orang pertama yang mengungkapkan pandangan tentang agama

sebagai sebuah system budaya. Karya Geertz, "Religion as a Cultural System,"

dianggap sebagai tulisan klasik tentang agama. Pandangan Geertz, saat itu ketika

teori-teori tentang kajian agama mandeg pada teori-teori besar Mark, Weber dan

Durkheim yang berkutat pada teori fungsionalisme dan struktural fungsionalisme,

memberikan arah baru bagi kajian agama. Geertz mengungkapkan bahwa agama

harus dilihat sebagai suatu system yang mampu mengubah suatu tatanan masyarakat.

Tidak seperti pendahulunya yang menganggap agama sebagai bagian kecil dari

system budaya, Geertz berkayinan bahwa agama adalah system budaya sendiri yang

dapat membentuk karakter masyarakat. Walaupun Geertz mengakui bahwa ide yang

demikian tidaklah baru, tetapi agaknya sedikit orang yang berusaha untuk

membahasnya lebih mendalam. Oleh karena itu Geertz mendefinisikan agama

sebagai:

Page 21: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

21

"A system of symbols which acts to establish powerful, pervasive and long-lasting

moods and motivations of a general order of existence and clothing these conceptions

with such an aura of factuality that the moods and motivations seem uniquely

realistic."

Dengan pandangan seperti ini, Geertz dapat dikategorikan ke dalam kelompok

kajian semiotic tradition warisan dari Ferdinand de Saussure yang pertama

mengungkapkan tentang makna simbol dalam tradisi linguistik. Geertz mengartikan

simbol sebagai suatu kendaraan (vehicle) untuk menyampaikan suatu konsepsi

tertentu. Jadi bagi Geertz norma atau nilai keagamaan harusnya diinterpretasikan

sebagai sebuah simbol yang menyimpan konsepsi tertentu. Simbol keagamaan

tersebut mempunyai dua corak yang berbeda; pada satu sisi ia merupakan modes for

reality dan di sisi yang lainnya ia merupakan modes of reality. Yang pertama

menunjukkan suatu existensi agama sebagai suatu sistem yang dapat membentuk

masyarakat ke dalam cosmic order tertentu, sementara itu sisi modes of reality

merupakan pengakuan Geertz akan sisi agama yang dipengaruhi oleh lingkungan

sosial dan perilaku manusia.

Geertz menerapkan pandangan-pandangannya untuk meneliti tentang agama

dalam satu masyarakat. Karya Geertz yang tertuang dalam The Religion of Java

maupun Islam Observed merupakan dua buku yang bercerita bagaimana agama dikaji

dalam masyarakat. Buku The Religion of Java memperlihatkan hubungan agama

dengan ekonomi dan politik suatu daerah. Juga bagaimana agama menjadi ideologi

kelompok yang kemudian menimbulkan konflik maupun integrasi dalam suatu

masyarakat. Sementara itu Islam Observed ingin melihat perwujudan agama dalam

masyarakat yang berbeda untuk memperlihatkan kemampuan agama dalam

mewujudkan masyarakat maupun sebagai perwujudan dari interaksi dengan budaya

lokal.

Page 22: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

22

fenomena agama itu adalah dimensi sosiologisnya, sampai seberapa jauh

agama dan nilai-nilai keagamaan memainkan peranan dan berpengaruh atas eksistensi

dan operasi masyarakat manusia. Contoh konkretnya, seperti: seberapa jauh unsur

kepercayaan mempengaruhi pembentukkan kepribadian pemeluknya, ikut mengambil

bagian dalam menciptakan jenis kebudayaan, mempengaruhi terbentuknya partai-

partai politik dan golongan nonpolitik, memainkan peranan dalam munculnya strata

sosial, lahirnya organisasi, seberapa jauh agama ikut mempengaruhi proses sosial.

Untuk mencapai maksudnya sosiologi agama menempuh cara dengan observasi,

interview dan angket mengenai masalah-masalah keagamaan yang dianggap penting

dan sanggup memberikan data yang dibutuhkan.

2. Fenomena Kemerosotan Kualitas Agama

Pada acara-acara keagamaan di kampung-kampung, seringkali pembaca acara

(moderator) menyampaikan rasa hormat dan terima kasih di antaranya kepada ulama.

Padahal tidak jarang, sebutan ulama itu dimentahkan oleh realita acara tersebut.

Ternyata yang dimaksud hanya guru ngaji atau guru madrasah biasa.

Surutnya kualitas makna ulama berbanding lurus dengan berkurangnya

semangat untuk mencari, menghormati dan mengamalkan ilmunya. Masyarakat pun

sepertinya kurang mendukung keberadaan orang alim yang benar-benar berilmu dan

mendakwahkannya. Penceramah yang pandai memancing gelak-tawa hadirin lebih

disukai. Jadilah majelis taklim seperti tontonan lawak, lantaran begitu derasnya tawa

yang terdengar. Apalagi bila ditambah dengan ulah buruk sebagian orang yang sudah

meraih gelar ulama sehingga kian menambah terpuruknya citra Ulama itu sendiri.

Page 23: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

23

Sehingga, manusia bergelar ulama dengan makna sesungguhnya yang berorientasi

kepada Allâh Ta'âla (Ulama Rabbani) menjadi makhluk langka.

Ulama adalah panutan dan tumpuan terhadap persoalan-persoalan yang

menjadi keluh-kesah masyarakat. Pada zaman globalisasi ini, permasalahan yang

dihadapi semakin kompleks dan aneh-aneh. Dalam hal ini, para ahli hukum agama

Islam (fuqaha) sebenarnya tidak boleh santai dalam mendalami ilmu. Apalagi sampai

berhenti, merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki. Kondisi ini sedikit demi

sedikit kian parah, tatkala insan-insan yang sudah terdaulat mengerti masalah agama,

tidak tanggap terhadap persoalan-persoalan baru dan masih fanatik dengan satu kitab

kuningnya.

Akibatnya, pengetahuan agama berjalan di tempat, perkembangan ilmu agama

tidak seimbang dengan perkembangan dinamika sosial yang bergerak cepat. Zakat

saham, solusi dari bank ribawi, bayi tabung, sewa rahim, transaksi via internet dan

deretan persoalan baru yang sudah akrab dengan denyut kesibukan masyarakat

menuntut kesigapan para Ulama. Masalah-masalah yang dianggap kecil dan ringan

saja masih memerlukan kehati-hatian untuk menjawabnya, terlebih lagi persoalan-

persoalan kontemporer yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Akan tetapi bagi yang kurang takut kepada Allâh Ta'âla, akan memaksakan

diri untuk memutar-mutar otak dan memeras kepalanya ketika menghadapi suatu

pertanyaan; padahal sebenarnya dia belum pernah tahu. Akan tetapi terdorong oleh

ego tinggi dan rasa malu bila tidak bisa menjawab, maka akhirnya terpaksalah

muncul jawaban dari bibirnya. Keadaan semacam ini sangat memprihatinkan. Tatkala

orang secara serampangan mengeluarkan fatwa tentang masalah agama. Padahal ia

tidak mengetahuinya atau kurang memahaminya.

Ketika orang mengatakan ini boleh, itu tidak boleh, itu halal, itu haram, pada

hakekatnya ia telah berkata atas nama Allâh Ta'âla, Dzat yang berwenang

Page 24: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

24

menetapkan aturan hukum di alam semesta ini. Karena itu, setiap orang harus

mengerem lidah dari berfatwa tentang permasalahan yang tidak ia ketahui dengan

baik. Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap

keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh

terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

Kepercayaan beragama yang bertolak dari kekuatan ghaib ini tampak aneh, tidak

alamiah dan tidak rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern yang

terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini kalau konkret, rasional,

alamiah atau terbukti secara empiric dan ilmiah.

Ketergantungan masyarakat dan individu pada kekuatan ghaib ditemukan dari

zaman purba sampai ke zaman moden ini, kepercayaan itu diyakini kebenarannya

sehingga ia menjadi kepercayaan keagamaan atau kepercayaan religius. Kepercayaan

terhadap sucinya sesuatu itu dinamakan dalam antropologi dan sosiologi agama

dengan mempercayai sifat sacral pada sesuatu itu, mempercayai sesuatu sebagai yang

suci atau sacral juga cirri khas kehidupan beragama, adanya aturan kehidupan yang

dipercayai berasal dari Tuhan juga termasuk kehidupan beragama. Semuanya ini

menunjukan bahwa kehidupan beragama aneh tapi nyata, dan merupakan gejala

universal, ditemukan di mana dan kapan pun dalam kehidupan individu dan

masyarakat.

Namun dalam fenomena social budaya, dalam kehidupan umat islam di zaman

modern ini, kehidupan beragama menjadi menciut dalam aspek kecil dan kehidupan

sehari-hari, yaitu yang berhubungan dengan yang ghaib dan ritual saja. Kehidupan

beragama umat islam dewasa ini menjadi subsistem social budayanya. Fenomena

penciutan beragama ini karena pengaruh budaya modernism dan sekularisme.

Walaupun pengaruh modernism dan sekularisme demikian kuat, ia juga menimbulkan

gerakan dan aliran keagamaan dalam rangka melawan dominasi modernism dan

sekularisme tersebut, seperti aliran skripturalis dan gerakan terror. Maraknya aliran

kebatinan, occultism, aliran ekslusif lainnya menjadikan fenomena kehidupan

Page 25: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

25

beragama makin kompleks. Semua ekslusivitas dan kompleksitas kehidupan

beragama ini menjadikannya menarik untuk diteliti secara antropologis. Kajian

antropologi terhadap berbagai aliran ekslusif juga akan menjelaskan akar-akar budaya

dari objek yang dikaji, secara mencoba memahami gejala tesebut dalam konteks

budaya yang bersangkutan.

Dinamika agama juga dapat disaksikan melalui fenomena lahirnya agama-

agama baru. Agama-agama besar yang eksis di dunia sekarang ini dalam sejarahnya

merupakan agama-agama baru di masyarakat pada awal kelahirannya. Pada konteks

klasik, bisa diambil misal pertumbuhan agama Budha yang dianggap baru ketika

Siddharta Gautama menyebarkan ajaran-ajarannya di tengah masyarakat India yang

kala itu umumnya beragama Hindu. Adapun pada konteks kontemporer, kelahiran

agama-agama baru dapat dilihat antara lain melalui kemunculan Aum Shinrikyo di

Jepang, Scientology di Jerman dan Falungong di China. Menariknya, lahirnya agama-

agama baru tersebut rata-rata mendapatkan kecaman sebagai ajaran yang akan

merusak tatanan yang sudah mapan di masyarakat. Islam contohnya, ketika pertama

kali diserukan Nabi Muhammad di tengah-tengah masyarakat Arabia juga mendapat

reaksi dan tuduhan sebagai ajaran yang mengancam eksistensi kepercayaan

keagamaan sekaligus keharmonisan hidup penduduk setempat.

Secara umum, masyarakat Indonesia terkenal memiliki tingkat religiositas

yang tinggi. Hal ini terbukti dengan keberadaan agama di negeri ini yang diakui dan

dilindungi pemerintah sesuai dengan undang-undang. Dengan bebas pemeluk dari

berbagai agama melakukan aktifitas yang bernuansa rohani sesuai dengan

keyakinannya. Hari-hari raya keagamaan dijalani dengan begitu serius oleh setiap

pemeluknya. Bahkan tidak jarang para pejabat pemerintah menghadiri perayaan

agama tertentu sebagai bukti pengakuan dan dukungan nyata. Tentu saja, hal ini

menggembirakan semua pihak, secara khusus masyarakat yang meyakininya.

Namun demikian, ada hal-hal yang perlu kita dicermati dengan seksama, yakni realita

yang ada dalam masyarakat pemeluk suatu agama. Saya mengamati hal ini dengan

Page 26: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

26

sungguh serius, tentang adanya perbedaan mendasar antara fenomena dan realita

kehidupan umat beragama.

Dalam kehidupan sosial, agama memang tidak hanya menjadi legitimasi etik bagi

pemeluknya, tetapi juga memiliki peran penting dalam ranah kehidupan sosial

masyarakat, ekonomi, demikian pula dalam ranah politik. Dengan kata lain, peran

agama dalam masyarakat kita cukup menguat, dan tercermin baik pada struktur

masyarakat maupun dalam struktur politik bernegara. Fenomena tersebut

membenarkan prediksi Jhon Naisbit tentang “kebangkitan agama-agama” pada abad

21 yang ditandai dengan makin meningkatnya hasrat masyarakat menjadikan agama

sebagai sumber utama rujukan dalam setiap ranah kehidupan. Namun di sisi lain,

kebangkitan agama menjadi pergumulan atau kekwatiran tersendiri. Pasalnya,

kebangkitan agama yang terjadi, agaknya baru sebatas kebangkitan dalam arti formal,

yaitu peningkatan secara kuantitatif penganut agama di tengah masyarakat.

Kebangkitan agama belum sepenuhnya disertai dengan komiitmen untuk

menjalankan ajaran agama secara substantif. Kebanyakan orang masih mengamalkan

simbol-simbol ritual agama yang tidak disertai kesadaran spiritual. Model pengenalan

agama yang menekankan simbol-simbol ritual ini berpotensi menampilkan wajah

kehidupan beragama yang kurang angun atau bersahabat dan tidak jarang terkesan

menyeramkan karena semangat penuh fanatik dari masing-masing pengikut agama

terkadang memicu pecahnya konplik antar umat beragama. Disinilah kebangkitan

agama memiliki dua sisi yang harus diperhatikan sekaligus diwaspadai. Karena

agama berpotensi menjadi altruism masyarakat atas nilai-nilai, sekaligus berpotensi

pula menjadi komuditas sentimental terhadap realitas yang penuh keragaman budaya

etnis dan agama. Agama yang seharusnya menjadi inspirasi bagi manusia untuk

membangun hidup berkeadaban belum menyentuh problem real kemasyarakatan.

Para agamawan masih cenderung lebih memilih tema surga dan keselamatan di

akhirat ketimbang membicarakan atau melakukan dialog dan forum kajian ilmiah

tentang sikap apa yang seharusnya dimiliki seseorang yang beragama dalam

membangun peradaban manusia seutuhnya. Lebih parah lagi masih banyak dari

Page 27: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

27

kalangan agamawan menjadikan agama hanya sebagai instrument pembangunan

kekuatan politik untuk kepentingan pribadi. Doktrin agama diartikan/diiterpretasikan

untuk melegitimasikan kepentingan pribadi semata dan menghancurkan bangunan

stabilitas sosial, dan masyarakat hanyut dalam hegemoni kepentingan para tokoh

agamanya yang terkadang tidak jujur. Bahkan tidak jarang kelompok agama tertentu

dalam masyarakat menyakiti kelompok yang lainnya dengan mengatasnamakan

“kebenaran”, “mission” serta istilah lain yang kerap diperdengarkan dan menjadi

materi kajian yang sering diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat oleh tokoh

agama melalui ceramah-ceramahnya.

Kehadiran Agama-agama di Indonesia

Di tengah fenomena beragama dalam masyarakat plulalistis, para agamawan

adalah ujung tombak dalam pembinaan umat masing-masing. Mereka bukan saja

pemimpin, melainkan juga Pembina, pendidik dan penyampai pokok-poko ajaran dan

keyakinan agama mereka pada umat masing-masing. Dalam masyarakat Indonesia

yang paternalistic para pemimpin agama, seperti Pastor, Pendeta, Ulama, Guru

Agama, Da'i/Mubaligh dan Bikhu adalah tokoh panutan. Apa yang diperbuat,

disampaikan, dan diajarkan oleh agamawan pada umat sangat mempengaruhi sikap

dan prilaku keberagamaan umat.

Kenyataan secara umum memperlihatkan, masih banyak khotbah attau

ceramah yang disampaikan oleh para agamawan masih mengandung misperception

dan misunderstanding terhadap agama atau keyakinan lain. Bahkan terkadang masih

muncul khotbah aatau ceramah yang bernada hasutan, fitnahan dan provokatif

terhadap agama lain. Hal ini memperlihatkan bahwa kesadaran tentang realitas

pluralitas masyarakat dan agama dan pentingnya toleransi belum memadai.

Rendahnya kesadaran terhadap realitas pluralitas masyarakat berpotensi bukan saja

mengganggu kehidupan bersama dalam masyarakat, melainkan juga berpotensi bagi

kekerasan terhadap kemanusiaan.

Dengan kata lain, kekerasan terhadap orang lain justru bermula dari kekerasan

di dalam pikiran yang pada saatnya akan terwujud dalam bentuk kekerasan fisik, atau

Page 28: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

28

perlakuan diskriminatif terhadap sesama manusia, sesama anak bangsa, sesama umat

beragama. Pengalaman dan peristiwa konplik bernuansa SARA yang pernah terjadi

seperti Ambon, Poso, Sampit, dan sebagainya memperlihakan peran yang signifikan

dari para agamawan/tokoh agama dalam mengobarkan semangat kebencian atau

permusuhan terhadap kelompok lain.

Agama dan Hak Asasi Manusia

Dalam konferensi Agama dan Perdamaian yang berlangsung di Kathmandu,

Nepal 28 Oktober 2 Nopember 1991, dikatakan bahhwa peranan agama dalam

kehidupan manusia adalah sangat menentukan. Alasannya, karena agama adalah mata

air kehidupan tempat manusia menemukan makna kehidupan yang terdalam. Ini

menandakan bahwa beragama adalah salah satu hak asasi manusia, karena

didalamnya manusia menemukan pandangan hidup dan inspirasi yang dapat menjadi

landasan yang kokoh untuk pembentukan nilai, harkat dan martabat manusia. Begitu

pentingnya peranan agama, maka dalam mengisi era globalisasi atau abad 21 yang

maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia akan mendambakan peranan

agama sebagai petunjuk rohani untuk mengatasi keterasingan dan kegersangan

batiniah.

Dengan demikian, agama menjadi sebuah komitmen terdalam bagi manusia

untuk mencapai harmoni dan perdamaian bagi manusia di masa kini maupun di masa

mendatang. Dengan demikian pula, peranan agama bukanlah terutama sekedar untuk

melestarikan nilai-nilai tradisional, tetapi berperan lebih sebagai suatu kekuatan yang

transformatif. Artinya agama berada bukan untuk memuja masa lampau, tetapi

menjadi inspirasi dan mampu menciptakan masa depan. Inilah peranan agama-agama

dalam kehidupan manusia pada masa kini maupun dimasa mendatang, sehingga

dalam menghadapi dunia modern ini dimana terjadi kebangkitan agama-agama, hak

asasi manusia perlu dijamin; karena pada dasarnya di masa dan di abad manapun

manusia itu adalah manusia yang beragama. Kesadaran dan pengakuan bahwa

Page 29: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

29

beragama adalah hak asasi manusia, hendaknya berlanjut pula kepada kesadaran

terhadap realitas pluralitas masyarakat; kesadaran membangun kehidupan bersama

yang saling menghormati dan saling menghargai berbagai perbedaan agama,

kepercayaan, bahkan keyakinan; serta melahirkan komitmen terhadap kehidupan

bersama yang mengupayakan dan memperjuangkan perdamaian dan keadilan bagi

masyarakan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, kecendrungan mempertuhankan agama, pemutlakkan agama

sendiri/tertentu dan melihat orang lain salah, dosa dan sesat dapat dihindari. Karena

akibat dari sikap pemutlakkan agama menjadi tragis. Ada keluarga yang pecah karena

agama. Ada Negara yang pecah karena agama. Orang saling membenci bahkan saling

membunuh karena agama. Tragis dan ironis, karena semua agama mengajarkan welas

asih dan kasih saying. Tetapi jika penganut-penganutnya memutlakkan agama sendiri

sebagai tujuan, maka agama berwajah seram. Dan agama berpotensi mengotak-

ngotakkan manusia, menyekat-menyekat, memisah-misahkan manusia. Saling

menajiskan satu dengan yang lain.

Keberadaan agama atau kepercayaan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

masyarakat. Manusia pada awalnya menyadari bahwa ada kekuatan yang melampaui

kekuatan yang ada pada dirinya. Karenanya manusia mulai menyembah dewa-dewa;

animisme dan dinamisme mulai berkembang. Bersamaan dengan kesadaran dan

tindakan penyembahan ini, manusia lalu menciptakan agama dan secara serentak pula

bersamaan mereka menciptakan karya-karya seni. Kesadaran diri sebagai manusia

jelas tidak dapat dilepaskan dari adanya manusia lain di luar dirinya yang kemudian

membentuk masyarakat atau kelompok manusia.

Seorang individu menyadari dirinya sebagai manusia ketika ia mengalami

manusia lain yang ada di luar dirinya. Karya seni, juga agama, adalah hasil dari

proses kreatif-produktif masyarakat melalui pengembangan kemampuannya sebagai

mahluk rasional (homo sapiens) tetapi sekaligus manusia spiritual (homo religius).

Agama sebagai kepercayaan kolektif dapat dikatakan terbentuk setelah adanya

Page 30: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

30

masyarakat. Agama tidak dapat dipandang sebagai kepercayaan individu belaka yang

berusaha mengenali kekuatan di luar dirinya lepas dari masyarakat. Pokok tersebut

menjadi jelas bahwa agama dapat dibedakan dari kepercayaan pribadi dalam hal sifat

sosial-kolektif yang dimilikinya.

Agama dalam pengertian inilah yang hendak dihubungkan dengan

masyarakat. Masyarakat muncul ketika ada pergeseran cara hidup manusia dari

nomaden menjadi manusia menetap, dari berburu dan meramu untuk memenuhi

kebutuhan hidup menjadi bercocok tanam. Saat itulah manusia mulai berkelompok

dan menemukan dirinya berada dalam ketegangan antara kepentingannya dengan

kepentingan orang lain dalam kelompok itu. Di satu sisi masyarakat yang terbentuk

itu mendorong terbentuknya peradaban manusia yang mengangkat harkat dan

martabatnya sebagai makhluk berakal budi ke tingkat yang lebih tinggi. Kenyataan

masyarakat yang terbagi dalam kelas-kelas sosial mendorong sekelompok orang dari

kelas yang tertindas untuk melarikan diri dari keadaan struktural masyarakat yang

represif dan kemudian melarikan impian dan harapannya kepada agama. Agama

adalah “…usaha manusia untuk menemukan makna dan arti kehidupan, di tengah

derita yang menimpa wujud kasadnya.” Keterkaitan yang demikian erat antara agama

dan masyarakat ini berdampak pada pemanfaatan fungsi kolektif agama untuk

menggerakkan masyarakat demi perubahan sosial atau juga demi tujuan tertentu yang

entah menguntungkan atau merugikan masyarakat itu sendiri.

Page 31: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

31

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Jadi, pada umumnya orang menilai kehidupan iman seseorang melalui kegiatan

kerohanian atau keagamaan yang diikutinya. Namun, menurut saya fenomena

keikutsertaan seseorang di dalam setiap kegiatan keagamaan, bukanlah standart untuk

menilai bahwa dia seorang umat beragama yang baik. Nyata dalam kehidupan di

masyarakat, belajar agama sekalipun, bukanlah jaminan bahwa seseorang adalah

umat yang baik. Belajar agama, atau mengikuti setiap kegiatan keagamaan hanyalah

sebatas ilmu (Science) tanpa diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Keberagamaan seseorang harus dircerminkan dalam seluruh aspek

kehidupannya setiap hari. Sebab apabila tidak ada perbedaan, malah menjadi batu

sandungan. Idealnya, setiap tindakan kita harus dijiwai oleh keyakinan yang kita

amini, inilah sikap hidup orang beragama yang baik. Kalau ini terjadi, maka saya

sangat percaya bahwa masalah-masalah yang ada di negeri kita ini dapat diatasi.

Mengapa? Karena semua pihak dewasa dalam setiap tindakannya dan tidak perlu

mempersalahkan orang lain. Sebaliknya, mendukung dan memberi saran membangun

demi kebaikan kita bersama.

Page 32: FENOMENA AGAMA dalam KEHIDUPAN MASYARAKAT

32

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, (2000), “Metodologi Studi Islam”, Raja Grassindo Persada, Jakarta.

Agus, Bustanuddin, (2006), “Agama dalam Kehidupan Masyarakat”, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Kahmad, Dadang, (2002), “Sosiologi Agama”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nata, Abuddin, (1998), “Metodologi Studi Islam”, Rajawali Press Citra Niaga Buku

Perguruan Tinggi, Jakarta.

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Sebuah

Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991

http://filsafat.kompasiana.com/2011/03/15/agama-dan-perubahan-sosial-sebuah-

telaah-pemikiran-karl-marx-dan-emile-durkheim/

http://buletinmitra.blogspot.com/2012/01/fenomena-beragama-di-indonesia.html

http://riy4nti.wordpress.com/2009/01/27/fenomena-agama-dalam-kehidupan-

manusia/

http://nindyindy.blogspot.com/2011/05/fenomena-dan-pengalaman-dalam-segi.html

http://koranthecampus.wordpress.com/2007/05/03/agama-dalamkehidupan-manusia/