23
BAB I PENDAHULUAN Antikonvulsi berfungsi untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Antiepilepsi yang pertama kali digunakan adalah Bromida. Namun, sudah jarang digunakan karena banyak berkembang antiepilepsi yang lebih efektif. Obat antiepilepsi terdiri atas beberapa golongan antara lain: (1) golongan hidantoin, (2) golongan barbiturat, (3) golongan oksazolidindion, (4) golongan suksinimid, (5) karbamazepin, (6) golongan benzodiazepin, (7) asam valproat, (8) antiepilepsi lain seperti: fenasemid dan penghambat karbonik anhydrase (dipiro, 2008). Obat antiepilepsi golongan hidantoin dikenal tiga senyawa yaitu: fenitoin (difenilhidantion), mefenitoin dan etotoin. Fenitoin (PHT) merupakan antikonvulsan yang sering digunakan untuk pengobatan kejang parsial (partial seizure), kejang umum tonik-klonik dan status epileptikus (generalized tonic-clonic seizures and status epilepticus), kegunnan klinik lain biasanya fenitoin digunakan untuk mengatasi kejang pasca operasi saraf (neurosurgery). Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+), hambatan terhadap kanal sodium ini menyebabkan kondisi dalam sel berada dalam tahap repolarisasi sehingga tidak terjadi kejang (Dipiro., 2008) Fenitoin memiliki jendela terapi yang

fenitoin (Autosaved)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: fenitoin (Autosaved)

BAB I

PENDAHULUAN

Antikonvulsi berfungsi untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi

(epileptic seizure). Antiepilepsi yang pertama kali digunakan adalah Bromida.

Namun, sudah jarang digunakan karena banyak berkembang antiepilepsi yang

lebih efektif. Obat antiepilepsi terdiri atas beberapa golongan antara lain: (1)

golongan hidantoin, (2) golongan barbiturat, (3) golongan oksazolidindion, (4)

golongan suksinimid, (5) karbamazepin, (6) golongan benzodiazepin, (7) asam

valproat, (8)  antiepilepsi lain seperti: fenasemid dan penghambat karbonik

anhydrase (dipiro, 2008).

Obat antiepilepsi golongan hidantoin dikenal tiga senyawa yaitu: fenitoin

(difenilhidantion), mefenitoin dan etotoin. Fenitoin (PHT) merupakan

antikonvulsan yang sering digunakan untuk pengobatan kejang parsial (partial

seizure), kejang umum tonik-klonik dan status epileptikus (generalized tonic-

clonic seizures and status epilepticus), kegunnan klinik lain biasanya fenitoin

digunakan untuk mengatasi kejang pasca operasi saraf (neurosurgery).

Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+),

hambatan terhadap kanal sodium ini menyebabkan kondisi dalam sel berada

dalam tahap repolarisasi sehingga tidak terjadi kejang (Dipiro., 2008) Fenitoin

memiliki jendela terapi yang sempit serta profil farmakokinetik yang nonlinear,

guna mengoptimalkan terapi pada semua kalangan usia maka dibutuhkan

pemantauan terapi obat fenitoin (Wu, 2013). Profil farmakokinetik fenitoin

sangan dipengaruhi oleh kapasitas metabolisme, variabilitas antarindividu,

perbedaan etnis dan adanya interaksi obat. Karena profil farmakokinetika fenitoin

nonlinear, perubahan kecil jumlah obat yang terabsorpsi akan menyebabkan

perbedaan yang lebih besar dalam konsentrasi plasma pada pasien (Houghton

1975). Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai profil farmakokinetik

obat dan bagaimana cara memantau terapi obat tersebut.

Page 2: fenitoin (Autosaved)

BAB II

PEMBAHASAN

1. FARMAKOLOGI

Fenitoin merupakan obat antikonvulsi golongan hidantoin. Adapun

mekanisme kerja dari fenitoin adalalah menghambat kanal Na pada cortex

neuron sehingga Na tidak masuk ke dalam sel. Hal ini menyebabkan kondisi

di dalam sel negative akibatnya terjadilah kondisi repolarisasi (Dipiro, 2008).

Indikasi

Obat ini diindikasikan untuk mengendalikan kejang tipe grand mal dan

kejang psikomotor, pencegahan dan pengobatan kejang yang terjadi selama

atau setelah bedah saraf, mengontrol kejang tipe grand mal pada status

epileptikus. Penggunaan off label (s): mengontrol aritmia, (terutama aritmia

yang di induce glikosida jantung), kontrol kejang pada preeklamsia berat,

pengobatan neuralgia trigeminal (tic douloureux), resesif distrofik

epidermolisis bulosa dan epidermolisis bulosa junctional (Tatro, 2003).

Kontraindikasi

Obat ini di kontraindikasikan terhadap pasien yang hipersensitif

terhadap fenitoin atau golongan hydantoins lainnya, blok sinoatrial, sinus

bradikardia, blok atrioventrikular derajat 2 dan 3 dan Sindrom Adams-Stokes

(Tatro, 2003).

Page 3: fenitoin (Autosaved)

Interaksi obat

Beberapa obat memiliki interaksi dengan fenitoin, antara lain

penggunaan bersamaan dengan Acetaminophen dapat meningkatkan potensi

hepatotoksisitas dengan penggunaan fenitoin kronis.

Penggunaan bersama dengan amiodaron, kloramfenikol, disulfiram,

estrogen, felbamate, flukonazol, isoniazid, cimetidine, trimethoprim,

fenilbutazon, oxyphenbutazone, phenacemide, sulfonamida dapat

meningkatkan kadar serum fenitoin.

Pemakaian bersama carbamazepine, sukralfat, agen antineoplastik,

rifampisin, rifabutin dapat menurunkan kadar serum fenitoin.

Penggunaan bersama dapat menurunkan efek dari kortikosteroid,

antikoagulan coumarin, doxycycline, estrogen, levodopa, felodipin, metadon,

diuretik loop, kontrasepsi oral, quinidin , rifampisin, dan rifabutin.

Penggunaan bersama siklosporin dapat mengurangi kadar siklosporin.

Penggunaa dengan disopiramid dapat menyebabkan penurunan kadar

dan bioavailabilitas Disopiramid serta dapat meningkatkan efek

antikolinergik.

Pengunaan bersama terapi nutrisi enteral dapat mengurangi

konsentrasi fenitoin.

Penggunaan bersama asam folat dapat menyebabkan kekurangan asam

folat.

Penggunaan bersama Metyrapone dapat menyebabkan respon

subnormal untuk metyrapone.

Penggunaan bersama mexiletine dapat menurunkan kadar dan efek

mexiletine.

Penggunaan bersama relaksan otot Nondepolarisasi dapat

menyebabkan agen-agen ini memiliki durasi yang lebih singkat atau efek

menurun.

Penggunaan bersama phenobarbital, natrium valproate, asam valproik

dapat meningkatkan atau menurunkan kadar fenitoin. Fenitoin dapat

meningkatkan fenobarbital dan menurunkan kadar asam valproik.

Page 4: fenitoin (Autosaved)

Penggunaan bersama primidone dapat meningkatkan konsentrasi

primidone dan metabolitnya.

Penggunaan bersama simpatomimetik ( seperti dopamin ) dapat

menyebabkan hipotensi yang dan kemungkinan serangan jantung.

Penggunaan bersama theophyllines berpengaruh baik mungkin akan

menurun (Tatro, 2003).

Efek samping

Efek samping yang timbul akibat penggunaan fenitoin antara lain

adalah pada sistim cardiovaskular (penggunaan IV ) dapat terjadi penurunan

TD, hipotensi, atrium dan ventrikel depresi konduksi, fibrilasi ventrikel. Pada

sistem saraf pusat bisa terjadi Nystagmus, ataksia, dysarthria, bicara cadel,

kebingungan mental, pusing , insomnia, gugup sementara, Motor twitching,

diplopia, kelelahan, mudah marah, mengantuk, depresi, mati rasa, tremor,

sakit kepala, choreoathetosis ( penggunaan IV ). Pada kulit bisa menimbulkan

Ruam, kadang-kadang disertai demam , bulosa, dermatitis eksfoliatif atau

purpura, lupus eritematosus, Sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal

toksik, hirsutisme, alopecia. Bisa menimbulkan konjungtivitis.

Pada saluran pencernaan bisa menyebabkan mual, muntah, diare,

sembelit. Pada sistim vaskular dapat menyebabkan trombositopenia,

leukopenia, granulocytopenia, agranulositosis, pansitopenia, makrositosis,

anemia megaloblastik, eosinofilia, monocytosis, leukositosis, anemia, anemia

hemolitik, anemia aplastik.

Pada hepar bisa menimbulkan toksisitas hepar dan kerusakan hati,

hepatoseluler degenerasi dan nekrosis, hepatitis, ikterus, nephrosis. Selain itu

efek samping lain yang dapat ditimbulkan adalah hiperplasia gingiva,

pengkasaran fitur wajah, pembesaran bibir, Penyakit Peyronie,

polyarthropathy, hiperglikemia, berat badan, nyeri dad , IgA depresi, demam,

fotofobia, ginekomastia, periarteritis nodosa, fibrosis paru, cedera jaringan

pada tempat suntikan, hiperplasia kelenjar getah bening, hipotiroidisme

(Tatro, 2003).

Page 5: fenitoin (Autosaved)

Tanda & Gejala Overdosis

Nystagmus, ataxia, dysarthria, hypotension, diminished mental

capacity, coma, unresponsive pupils, respiratory and cardiovascular

depression (Tatro, 2003).

2. FARMAKOKINETIKA

Absorpsi

Absorbsi obat tergantung pada rute pemberian dan formulasi dari obat

tersebut. UNIL menerangkan bahwa fenitoin merupakan obat yang sukar larut

dalam air, oleh karena fenition diberikan dalam bentuk garamnya yakni

fenitoin sodium. Absorbsi fenitoin di dalam lambung sangat sedikit karena

fenitoin tidak larut dalam lambung yang bersifat asam. Absorpsi maksimal

fenitoin terjadi pada bagian usus halus yakni duodenum yang mempunyai Ph

7-7,5. Sedangkan, di yeyunum dan ileum absorpsi lebih lambat, lalu dikolon

sangat sedikit, dan di rektum tidak terjadi absorbsi (Shorvon, 2005). Onset Of

Action dari fenitoin untuk P.O 1 minggu, P.O dengan pemberian Loading

dose 2-24 jam dan IV 0,5-1 jam. Sedangkan, waktu untuk mencapai kadar

puncak plasma untuk sediaan Immediate Release (IR) adalah 1.5-3 jam dan

Extended Release (ER) adalah 4-12 jam (Medscape).

Distribusi dan biotranfsormasi

Setelah mencapai sirkulasi sistemik fenitoin akan tersebar luas ke

jaringan, juga melewati plasenta dan terkesresi dalam air susu. Fenitoin

memiliki ikatan kuat dengan protein albumin, berikut ini beberapa parameter

farmakokinetik fenitoin (Lacy, 2009 dan Dipiro, 2008):

Tabel 1. Profil Farmakokinetik Fenitoin

Distribusi (Vd)

Neonatus : premature : 1-1,2 L/kg

Normal : 0,8-0,9 L/kg

Infant : 0,7-0,8 L/kg

Children : 0,7 L/kg

Adult : 0,6-0,7 L/kg

Protein binding Neonatus : 80% (20% bebas)

Infant : 85% (15% bebas)

Page 6: fenitoin (Autosaved)

Adult : 90-95%

Half-life

elimination (t1/2)

Adult:10–34 jam

Children: 5–14 jam

Waktu Steady

State7–28 hari

Metabolisme

Fenitoin akan dimetabolisme menjadi bentuk yang tidak aktif menjadi

parahidroksifenil sebelum dieksresikan melalui ginjal, enzim pemetabolisme

fenitoin antara lain CYP2C9 (major), CYP2C19 (major), CYP3A4 (minor).

Selain itu terdapat enzim inducer yang berperan dalam metabolisme fenitoin,

dimana apabila ada obat lain yang dimetabolisme oleh enzim-enzim tersebut

maka akan mempercepat proses metabolisme fenitoin yaitu CYP2B6 (strong),

CYP2C8 (strong), CYP2C9 (strong), CYP2C19 (strong), CYP3A4 (strong)

(Lacy, 2009). Fenobarbital mempunyai sifat enzimatic inducer, sehingga

untuk penggunaan jangka panjang diperlukan tappering on terhadap dosis

fenioin (Utama, 1999 ; Wibowo, 2006).

Ekskresi

Sebagian besar metabolit fenitoin diekskresikan bersama empedu,

kemudian mengalami reabsorpsi dan biotranformasi lanjutan dan diekskresi

melalui ginjal. Diginjal metabolit utamanya mengalami sekresei oleh tubuli,

sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi (Lacy et al, 2006).

3. FARMAKOGENETIKA

Enzim yang bertanggungjawab dalam metabolisme fenitoin adalah

CYP2C9 dan CYP2C19, fenitoin di metabolisme oleh CYP2C9 sebesar 90%

dan sebagian oleh CYP2C19 sebesar 10% menjadi bentuk metabolitnya yaitu

5-(para-hydroxyphenyl)-5-phenylhydantoin (p-HPPH). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Rosemary ingin meneliti pengaruh varian CYP2C9 yaitu

CYP2C9*2 dan CYP2C9*3 serta varian CYP2C19 yaitu CYP2C19*2 dan

CYP2C19*3 terhadap hasil metabolisme fenitoin pada orang India yang

Page 7: fenitoin (Autosaved)

sehat. Berdasarkan penelitian tersebut varian CYP2C9*2 dan CYP2C9*3

dapat menurunkan metabolit dari fenitoin. Sedangkan, varian dari

CYP2C19*2 dan CYP2C19*3 tidak memiliki efek yang signifikan terhadap

metabolisme fenitoin (Rosemary, 2006).

Pada literatur lain penelitian yang dilakukan oleh Kerb menjelaskan

tentang pengaruh MDR1, CYP2C9, dan CYP2C19 terhadap kadar plasma

fenitoin. Seperti yang telah disebutkan pada penelitian di atas, CYP2C9

metabolisator fenitoin terbesar dan CYP2C19 juga berperan kecil dalam

metabolisme fenitoin. MDR1 diketahui sebagai gen yang menyebabkan Multi

Drug Resistant, berperan dalam pompa efflux sel dan memediasi transport

ATP melewati membran dari obat digoxin, cyclosporin, protease inhibitors,

dan phenytoin. Secara tidak langsung MDR1 mempengaruhi distribusi obat,

mempengaruhi bioavailabilitas obat dengan melalui absorpsi di usus serta

mempengaruhi eliminasi dengan mengatur konsentrasi intrasel obat. Selain

itu, MDR1 merupakan gen pengkode p-glycoprotein (pGP). pGP merupakan

faktor yang mempengaruhi transport obat, faktor ini berada pada banyak

jaringan seperti usus, hati dan ginjal, berdasar tempatnya tersebut pGP juga

memiliki fungsi mencegah uptake dan membantu proses eliminasi. Berdasar

penelitian tersebut MDR1 dan CYP2C9 memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap konsentrasi plasma fenitoin. Sedangkan, tidak berpengaruh

signifikan terhadap kadar plasma fenitoin (Kerb, 2001)

4. PENYESUAIAN DOSIS

a. Status epilepticus

- Dosis Dewasa

Sediaan I.V. Loading dose = 10-15 mg/kg. Dosis yang sering

digunakan adalah 15-20 mg/kg, dengan kecepatan infus maksimal 50

mg/minute.

- Dosis Anak

Loading dose fenitoin pada infants and children adalah 15-20 mg/kg

dalam dosis tunggal atau dosis terbagi. Sedangkan untuk dosis

maintenance-nya yaitu 5mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi.

Page 8: fenitoin (Autosaved)

Untuk anak 6 bulan – 3 tahun = 8 – 10 mg/kg/hari

anak 4 – 6 tahun = 7,5 – 9 mg/kg/hari

anak 7 – 9 tahun = 7 – 8 mg/kg/hari

anak 10 – 16 tahun = 6 – 7 mg/kg/hari

b. Anticonvulsant: Sediaan Oral. Loading dose = 15-20 mg/kg diberikan

dalam 3 dosis terbagitiap 2-4 jam untuk mengurangi efek samping GIT.

Maintenance dose: 300 mg/hari atau 5-6 mg/kg/ hari dalam 3 dosis

terbagi, jika menggunakan Extended Release diberikan dalam 1-2 dosis

terbagi (rentang 200-1200 mg/ hari)

Pengaturan Dosis pada pasien Obesitas: Loading dose = menggunakan

adjusted body weight (ABW) (Abernethy, 1985)

ABW = [(Actual body weight - IBW) x 1.33] + IBW

Maximum loading dose: 2000 mg (Erstad, 2004)

(Lacy, 2009)

5. TDM

Fenitoin memiliki indeks terapi yang sempit, oleh karenanya penentuan

dosis fenitoin sangatlah penting. Selain itu, fenitoin juga memiliki ikatan

protein yang tinggi (90%). Adanya interaksi antar obat, kondisi fisioligis

seperti penyakit gagal ginjal, uremia, dan penyakit lain dapat merubah persen

obat bebas dalam tubuh sehingga berdampak terhadap efikasi dan toksisitas

obat tersebut. Lebih lanjut lagi, fenitoin memiliki profil farmakokinetik

nonlinier. Dalam metabolismenya, enzim yang bertanggung jawab dalam

metabolisme fenitoin lama kelamaan akan menjadi jenuh, hal ini

menyebabkan konsentrasi obat dalam tubuh meningkat sehingga laju

eliminasinya juga menurun. Artinya, ketika enzim pemetabolisme menjadi

jenuh, peningkatan dosis fenitoin yang sedikit saja dapat menambah kadar

fenitoin. Oleh karena itu, di butuhkan pemantauan terapi fenitoin untuk

memastikan keberhasilan terapi (Wu, 2013).

Berikut ini merupakan kriteria pasien yang memerlukan monitoring

kadar fenitoin, yaitu:

- Pasien dengan albumin <30 g/L

Page 9: fenitoin (Autosaved)

- Pasien dengan gangguan ginjal

- Pasien yang mengkonsumsi valproat

- Pasien lansia dengan albumin di bawah normal

(Anonim, 2007)

Tabel 2. Monitoring dosis dan kadar fenitoin dalam serum

Rute Rate Monitoring Waktu memulai pemberian

maintenance dose

IV Maks : 50mg/menit (25 mg/menit in elderly or pasien jantung)

ECG, nadi, RR, tekanan darah

6-8 jam setelah pemberian loading dose

Oral Dibagi menjadi 3 peningkatan dan diberikan setiap 2-3 jam

24 jam setelah pemberian loading dose

(Anonim, 2007)

Pengukuran serum

Loading dose : 2-4 jam setelah pemberian IV atau 24 jam setelah

pemberian peroral

Maintenance dose : steady state trough levels (7-21 hari)

Activity seizure : saat terjadi seizure, kadar fenitoin membantu

dalam memprediksikan ambang batas yang

menyebabkan pasien tersebut kejang

(Anonim, 2007)

Serum albumin

Protein binding fenitoin mencapai 90%. Dosis harus disesuaikan jika kadar

serum albumin berkurang.

Cp yangdiinginkan= Cp diamati

[ (0,2 x albumin )+0,1 ]

Tabel 3. Adjustment of Serum Concentration in Adult With Low Serum Albumin

Cp yang diamati Kadar albumin (g/dl)

Page 10: fenitoin (Autosaved)

(mcg/ml) 3,5 3 2,5 2

Penyesuaian kadar (mcg/ml)

5 6 7 8 10

10 13 14 17 20

15 19 21 25 30

(Lacy, 2009)

Gagal ginjal (<10 ml/menit atau dialisis)

Pada pasien gagal ginjal, uremia dapat meningkatkan fraksi fenitoin yang

tidak terikat. Pasien ini juga cenderung memiliki albumin serum yang rendah.

Secara umum, dosis terapeutik menjadi 20-40 umol/L.

Cp yangdiinginkan= Cp diamati

[ (0,1x albumin )+0,1 ]

Tabel 3. Adjustment of Serum Concentration in Adults With Renal Failure (Clcr< 10 mL/min)

Cp yang

diamati

(mcg/ml)

Kadar albumin (g/dl)

4 3,5 3 2,5 2

Penyesuaian kadar (mcg/ml)

5 10 11 13 14 17

10 20 22 25 29 33

15 30 33 38 43 50

(Lacy, 2009)

BAB III

STUDI KASUS

Page 11: fenitoin (Autosaved)

Kasus 1

Tuan B.F memiliki berat badan 72 kg akan diberikan fenitoin IV. Dokter

meresepkan fenitoin dan menginginkan konsentrasi fenitoin dalam plasma

mencapai 20 mg/L. Jelaskanlah berapa loading dose fenitoin yang harus

diberikan! (Vd fenitoin 0,65 L/kg).

Loading dose=(V )(Cdiinginkan−Cdiamati)

( S )(F )

Loading dose=(72 kg x 0,65 L/kg )(20 mg /L – 0 mg /L)

(0,92 )(1)

Loading dose=1017 mg atau 1000 mg

Kasus 2

Tuan S.B (37 tahun), dengan berat badan 70 kg, menderita penyakit kejang parsial

yang dikontrol dengan kapsul fenitoin 300 mg/hari. Tahun lalu, konsentrasi

fenitoin plasmanya 8 mg/L. Hitung dosis pemeliharaan untuk mencapai

konsentrasi keadaan tunak baru 15 mg/L.

Untuk menentukan dosis harian yang baru, perlu memperkirakan nilai Vm atau

Km untuk pasien S.B. Pendekatan umumnya adalah dengan menggunakan

persamaan :

( S ) ( F )( Dosis /τ)=Vm xCssrerataKm+Css rerata

Vm=(S ) ( F )(Dosis /τ )(Km+Cssrerata)

Cssrerata

Km diperkirakan 4 mg/L, S adalah 0,92 (kapsul fenitoin adalah garam natrium),

dan F adalah 1,0.

Vm=(0,92 ) (1 )(300 mg /hari)(4mg / L+8 mg / L)

8 mg /L

Page 12: fenitoin (Autosaved)

Vm=414 mg / L

Untuk menghitung dosis yang dibutuhkan agar mencapai konsentrasi keadaan

tunak 15 mg/L, maka :

( S ) ( F )( Dosis /τ)=Vm x Cssrera taKm+Css rerata

Dosis= Vm x Css rerata x τ( Km+Cssrerata ) (S ) ( F )

Dengan menggunakan Km 4 mg/L dan Vm yang dihitung 414 mg/hari, dosis

harian yang diberikan untuk mencapai konsentrasi keadaan tunak 15 mg/L :

Dosis=(414 mg / L)(15 mg /L)(1hari)(4 mg /L+15 mg / L)(0,92 )(1)

Dosis=355 mg

Kasus 3

Ny. EW dengan berat 60 kg, usia 56 tahun, menderita gagal ginjal kronis dan

gangguan kejang. Dia menjalani hemodialisis 3 kali seminggu. Kadar albumin

serum 3,5 g/dL dan mendapat fenitoin 300 mg/hari. Konsentrasi fenitoin plasma

keadaan tunak yang dilaporkan : 5 mg/L. Apa yang akan terjadi dengan

konsentrasi fenitoinnya jika Ny. EW memiliki konsentrasi albumin serum normal

dan fungsi ginjal normal? Apakah sebaiknya dosis fenitoin harian ditingkatkan?

(Albumin serum normal 4,4 g/dl)

Konsentrasi fenitoin ikatan plasma normal

¿

konsentrasi fenitoin pasiendialisis denganikatan protein plasma yangberubah

[(0,9 ) (0,48 )( albumin serum pasien4,4 g/dL )]+0,1

¿ 5 mg / L

[ (0,9 ) (0,48 )( 3,5 g /dL4,4 g /dL )]+0,1

= 11,2 mg/L = 11 mg/L

Page 13: fenitoin (Autosaved)

Atau dapat dilihat langsung pada tabel Tabel 3. Adjustment of Serum

Concentration in Adults With Renal Failure (Clcr< 10 mL/min). Konsentrasi

fenitoin plasma 5 mg/L yang diukur dengan perubahan ikatan pada pasien EW

adalah sebanding dengan konsentrasi 11 mg/L pada pasien dengan ikatan plasma

normal.

Kasus 4

Nama : an. F (laki-laki)

Umur : 14 bulan

BB : 12,3 kg

Diagnosa : febriskonvulsi (epilepsi)

Riwayat pasien :

Kejang setiap hari mulai umur 13 bulan, dalam 1 hari kejang 5 kali. Bangun tidur

selalu kejang. Saat kejang kaki dan tangan kaku, mata melirik kekanan/kiri,

kejang berlangsung sekitar 1 menit. Setelah kejang langsung sadar tetapi

kondisinya lemas. Jarak waktu antara kejang I dan II sekitar 1 – 2 jam. Tidak ada

riwayat kejang dalam keluarga dan tidak pernah jatuh.

Terapi yang diberikan :

Terapi utama : Fenitoin

Berapa dosis fenitoin IV yang dapat diberikan kepada pasien?

Jawaban :

Loading dose fenitoin pada infants and children adalah 15-20 mg/kg dalam dosis

tunggal atau dosis terbagi. Sedangkan untuk dosis maintenance nya yaitu

5mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi.

Untuk anak 6 bulan – 3 tahun = 8 – 10 mg/kg/hari

anak 4 – 6 tahun = 7,5 – 9 mg/kg/hari

anak 7 – 9 tahun = 7 – 8 mg/kg/hari

anak 10 – 16 tahun = 6 – 7 mg/kg/hari

Loading dose yang diberikan 15-20 mg/kg. BB anak 12,3 kg, sehingga loading

dose fenitoin yang diberikan 184,5 – 246 mg / hari.

Page 14: fenitoin (Autosaved)

Untuk maintenance dose, karena pasien berusia 14 bulan, dosis yang digunakan

yaitu 8-10 mg/kg/hari. Dosis = 8-10 mg x 12,3 kg = 98,4 mg – 123 mg / hari.

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: fenitoin (Autosaved)

Abernethy DR and Greenblatt DJ, Phenytoin Disposition in Obesity.

Determination of Loading Dose, � Arch Neurol, 1985, 42(5):468-71.

[PubMed 3994563]

Anonim. 2007. Monitoring Phenytoin Serum Concentration. Clinical

Pharmacology Bulletin, No : 003/07.

Dipiro, J.T, Talbert, R.L, Yee, G.C, Matzke G.R, Wells, B.G, Posey L.M. 2008.

Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach 7th Edition. USA: The

McGraw-Hill Companies, Inc.

Erstad BL, Dosing of Medications in Morbidly Obese Patients in the Intensive

Care Unit Setting, � Intensive Care Med, 2004, 30(1):18-32.[PubMed

14625670]

Houghton GW, Richens A, Leighton. Effect of age, height, weight, and sex on

serum phenytoin concentration in epileptic patients. Br J Clin Pharmacol

1975; 2:251-256

Kerb, R.., dll. 2001. The predictive value of MDR1, CYP2C9, and CYP2C19

polymorphisms for phenytoin plasma levels. Nature Publishing Group All

rights: Germany

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L. 2006. Drug

Information Handbook, 14th Ed., 1260-1264, Lexicomp, Inc., USA

Lacy, Charles F. 2009. Drug Information Handbook. American Pharmacists

Association.

Medscape. Phenytoin (Rx). Diakses tanggal 31-5-2014 pukul 5.30

(http://reference.medscape.com/drug/dilantin-phenytek-phenytoin-

343019#10)

Rosemary, J., dll. 2006 Influence of the CYP2C9 & CYP2C19 polymorphisms on

phenytoin hydroxylation in healthy individuals from south India.

Jawaharlal Institute of Postgraduate Medical Education & Research

(JIPMER): India

Shorvon, Simon. 2005. Handbook of Epilepsy Treatment. Second

Edition.Blakwell Publishing: Massachusetts, USA. Hal. 75

Tatro, D.S. 2003. A to Z drug Facts. Facts and Comparisons. USA

Page 16: fenitoin (Autosaved)

University De Launce. Phenytoin Pharmacokinetic. Diakses tanggal 31-5-2014

pukul 5.30 (http://sepia.unil.ch/pharmacology/index.php?id=88)

Utama, H. dan Vincent H.S. 1999. Fenitoin. Dalam: Farmakologi dan Terapi.

Edisi 4. EGC. Jakarta.

Wibowo S, Gofir A. Farmakologi obat antiepilepsi. Dalam : buku obat anti

epilepsi. penerbit pustaka cendekia press. Yogyakarta : Hal 7-12

Wu, M.F., dll. 2013. Phenytoin: A Guide to Therapeutic Drug Monitoring.

Department of Pharmacy, Singapore General Hospital: Singapore