30
ECO - LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN OLEH: NI PUTU PUTRI WIJAYANTI, S.PT., M.PT FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

ECO - LABELLING

DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN

PERIKANAN BERKELANJUTAN

OLEH:

NI PUTU PUTRI WIJAYANTI, S.PT., M.PT

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 2: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

i

ECO - LABELLING

DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN

PERIKANAN BERKELANJUTAN

OLEH:

NI PUTU PUTRI WIJAYANTI, S.PT., M.PT

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 3: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

ii

KATA PENGANTAR

Akhir-akhir ini isu “ECO-LABELLING” terutama di sektor perikanan

sudah semakin santer terdengar. Bahkan mungkin, menjadi bahan

polemik dikalangan para stakeholder perikanan baik itu dari pihak

pemerintah, dari kalangan akademisi dan para pengusaha. Antara pro

dan kontra yang mempertanyakan apakah Indonesia sudah selayaknya

mengikuti aturan terutama dalam kemungkinannya untuk

menerapkannya.

Indonesia sebagai negara yang memilki sumber daya perikanannya

(SDI) yang cukup berlimpah. Sampai saat ini masih dikelompokkan

dalam negara yang SDI nya belum mengalami “overfishing” (lebih

tangkap). Namun, kalau pengelolaannya tidak memperhatikan

pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab niscaya pada suatu

saat tertentu akan masuk dalam kelompok negara yang telah

mengalami overfishing.

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah terutama dalam

melakukan pengelolaan sumber daya perikanannya, yaitu dengan

menggunakan prinsip/pendekatan keberhati-hatian (precotionary

approach). Dimana dengan menerapkan suatu kebijakan yang disebut

dengan “Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab” atau “Code

of Cunduct for Responsible Fisheries” (CCRF).

Kebijakan dalam penerapan CCRF ini adalah dalam upaya untuk

menjamin terlaksananya pembangunan perikanan yang berkelanjutan

(sustainable). Dengan memperhatikan suatu pengelolaan perikanan

yang ramah lingkungan dan Eco-Labelling ini adalah termasuk dalam

kebijakan yang pada intinya memperhatikan adanya isu lingkungan

tersebut. Semoga tulisan ini bisa memberikan pengetahuan tambahan

kepada pembaca.

Penulis

Page 4: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

1. PENDAHULUAN

2. ISTILAH-ISTILAH DALAM PENGGUNAAN LABEL

3. PENERAPAN ECO-LABELLING DI SEKTOR PERIKANAN

Tujuan Penerapan Eco-Labelling

Pokok-pokok Penerapan Eco-Labelling

Prakarsa Penerapan Eco-Labelling

4. ECO-LABELLING DAN PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

5. LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENDAPATKAN

SERTIFIKASI MARINE STEWARDSHIP COUNCIL (MSC)

6. PENUTUP

DAFTAR REFERENSI

Page 5: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

1 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

1. PENDAHULUAN

Potensi sektor perikanan Indonesia yang besar serta strategis,

merupakan aset alam yang digunakan sebesar-besarnya bagi

manusia. Menurut FAO, sektor perikanan menyediakan rata-rata

paling tidak 15% protein hewani per kapita kepada lebih 2,9 miliar

penduduk dunia (Fauzi, 2010). Ketika permintaan ikan dunia

meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, maka

intensitas penangkapan ikan duniapun meningkat secara signifikan

(Andrianto, 2005). Aktivitas perikanan tangkap saat ini dihadapkan

pada beberapa permasalahan yaitu: (1) masih maraknya aktivitas IUU

(Illegal, Unregulated and Unreported) fishing; (2) gejala tangkap

lebih/ overfishing pada beberapa perairan pantai Indonesia, akibat

pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) yang umumnya masih bersifat

open acces (belum melaksanakan limited entry secara penuh); (3)

masih ditemukan pemakaian alat tangkap bersifat destruktif, dan; (4)

sistem pengawasan pemanfaatan SDI yang masih lemah/belum

efektif (BAPPENAS, 2014).

Salah satu masalah lingkungan yang saat ini harus ditanggulangi

secara seksama adalah overfishing. Secara sederhana overfishing

dapat diartikan sebagai penurunan jumlah sumberdaya laut yang

tajam disebabkan karena aktivitas penangkapan yang semakin tinggi,

sementara sumber daya ikan dan biota laut lainnya semakin

berkurang tanpa ada kesempatan untuk bereproduksi (Cahaya, 2015).

Salah satu wilayah yang mengalami overfishing adalah Laut Jawa.

Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan laut di Laut Jawa dan

Bali telah mencapai sebesar 130%. (Triarso, 2012). Eco-Labeling yang

saat ini sedang gencar-gencarnya dikampanyekan oleh FAO bisa

menjadi salah satu solusi dalam mengatasi overfishing (Brecard dkk.,

2009) dan juga penciptaan pasar produk perikanan ramah lingkungan.

Eco-Labeling berasal dari kata Eco yang berarti lingkungan

hidup dan Label yang berarti suatu tanda pada produk yang

membedakannya dari produk lain. Eco-Labeling membantu konsumen

Page 6: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

2 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

untuk memilih produk yang ramah lingkungan sekaligus berfungsi

sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan konsumen

bahwa produk yang diproduksinya ramah lingkungan (Grunet dan

Wills, 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka tergambarkan bahwa

kegunaan utama Eco-Labeling adalah untuk membantu konsumen

membuat suatu pilihan, karena Eco-Labeling memungkinkan adanya

perbandingan antara produk-produk sejenis. Eco-Labeling yang dapat

dipercaya diberikan melalui proses sertifikasi oleh pihak ketiga yang

independen untuk menilai bahwa suatu produk diproduksi dengan

mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup. Mengacu

pada GATT (General agreement on tariff and trade), Eco-Labeling

didasarkan pada non-diskriminasi dan atas dasar sukarela (Santoso,

2014). Dasar sukarela berarti bahwa sistem sertifikasi bekerja atas

dasar insentif pasar.

Jaminan ramah lingkungan, atau lazimnya dikenal sebagai eco-

label, menunjukkan bahwa produk tersebut terjamin mutunya. Lay

(2012) mendefinisikan Eco-Labeling sebagai alat mempromosikan

perikanan berkelanjutan di seluruh dunia. Bukti pemenuhan standar

Eco-Labeling diwujudkan dalam bentuk pemberian label (melalui

proses sertifikasi). Sertifikasi merupakan cara pemberian jaminan

produk yang diberikan lisensi penggunaan tanda Eco-Labeling yang

telah memenuhi kriteria yang ditetapkan (Suminto, 2011).

Page 7: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

3 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

2. ISTILAH-ISTILAH DALAM PENGGUNAAN

LABEL

Ada beberapa istilah dalam penggunaan label dan memerlukan

pengaturan dari pihak pemerintah, yaitu:

1) Nutrition Label; definisi nutrition labell berdasarkan Codex

Alimentarius adalah sebuah deskripsi yang dimaksudkan untuk

memberikan informasi kepada konsumen akan kandungan gizi

makanan.

Nutrition Label ini secara implisit mengandung komponen

yaitu:

a) Nutrition Declaration, pernyataan atau daftar jenis-jenis

nutrisi yang terkandung pada bahan makanan, dan

b) Nutrition Supplementary, yang berisi tentang informasi-

informasi tambahan atau pelengkap.

2) Nutrition Claims Label; definisi menurut Codex adalah suatu

pernyataan secara langsung atau tidak langsung bahwa

makanan yang diolah/dikemas memiliki beberapa ciri dan

karakter yang berhubungan dengan dari mana bahan makanan

tersebut berasal, kandungan gizi, keaslian (alami/artificial), cara

memproduksi/processing, komposisinya dan sifat-sifat lainnya.

Nutrition Claims juga mengandung komponen:

a) Nutrition Content Claims, yang berkaitan dengan

informasi jenis kandungan gizi bahan makanan,

b) Nutrition Comparative Claims, yang berkaitan dengan

informasi perbandingan atau persentase dari setiap

kandungan gizi yang terkandung dalam bahan makanan.

3) Nutrition Health Claims Label; adalah pernyataan yang

berkaitan dengan nilai manfaat bahan makanan dilihat dari sisi

kesehatan.

Page 8: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

4 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Nutrition Health Claims ini juga mengandung komponen:

a) Nutrition Function Claims, yang menggambarkan sisi peran

psikologis dari gizi bahan makanan yang dikaitkan dengan

proses pertumbuhan,

b) Fungsi-fungsi Claims lainnya, yang isinya tentang efek

yang memberi efek yang menguntungkan kalau

mengkonsumsi bahan makanan tertentu (seperti makanan

untuk diet atau untuk kesegaran dll.), dan

c) Reduction of Disease Claims, yang isinya tentang informasi

mengenai bahan makanan yang dapat mengurangi resiko

atau yang berkaitan dengan kesehatan (seperti bahan

makanan non kolestrol).

4) Eco-Label: adalah label yang isinya berupa pernyataan-

pernyataan yang berkaitan dengan isu lingkungan dalam upaya

untuk terjaminnya adanya pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable), seperti kegiatan-kegiatan yang ramah lingkungan

dan kegiatan yang bersifat perlindungan/konservasi (seperti:

tanda/keterangan asal barang, penangkapan ikan lumba-lumba

bebas /dolphin safe label, organic food label, green label dll.)

Penggunaan istilah-istilah ini bisa saja berbeda-beda diantara

berbagai negara, seperti negara-negara Asean (Singapura dan

Malaysia) istilah Nutrition Claims dianggap sama dengan Health

Claims. Begitu juga dengan penerapan label tentang informasi

Nutrion claims seperti di Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina,

Singapura dan Thailand sifatnya masih secara sukarela (voluntary).

Dengan adanya perbedaan-perbedaan dalam penerapan atau

penggunaan istilah-istilah ini sudah tentu dapat mempersulit bagi

negara-negara yang akan melakukan kegiatan perdagangan

internasionalnya. Oleh karena itu, perlu adanya harmonisasi diantara

negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasionalnya baik

yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral.

Page 9: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

5 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

3. PENERAPAN ECO-LABELLING DI SEKTOR

PERIKANAN

Dalam upaya untuk melakukan pembangunan yang

berkelanjutan, khususnya dalam pembangunan industri perikanan,

perlindungan atau konservasi terhadap keanekaragaman hayati

(biodiversity) ikan, maka dunia internasional telah sepakat

memberikan dukungan terhadap rencana penerapan label yang

disebut dengan “Eco-Labelling”. Landasan hukum yang digunakan

adalah beberapa hasil atau nota kesepakatan dalam

pertemuan/konfrensi Internasional. Hal ini menyangkut masalah

peningkatan terhadap adanya perbaikan dalam pengelolaan/

manajemen dan perlindungan/konservasi terhadap keanekaragaman

antara lain:

1) UN Convention on Law of the Sea and Ensuing Instruments,

1982.

2) Agreement on the Conservation and Management of Straddling

Fish Stock and Highly Migratory Fish Stock (Straddling Stock

Agreement), 1995.

3) FAO Agreement to Promote Compliance with International

Conservation and Management Measure by Fishing Vessel on

the High Seas (Compliance Agreement), 1993.

4) FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries and the

Technical Guidelines Development in Support its

Implementation (the Precautionary Approach, to Improve

Fisheries Management), 1995.

5) UN Conference on Environment and Development (UNCED) held

in Rio de Janeiro, Brazil, 1992.

6) Convention on Biological Diversity Gave Political Support to the

Goals of Improve Fisheries Management as Well as to

Conservation and Sustainable Use of Marine Biodiversity, 1992.

Page 10: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

6 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

7) Convention on Trade in Endangered Species of Fauna and Flora

(CITES) Highlights International Support for the Principle of

Protecting Endangered Species, 1973.

TUJUAN PENERAPAN ECO-LABELLING

Rencana atau inisiatif terhadap penerapan Eco-Labelling di

sektor perikanan tujuannya adalah untuk mempromosikan

pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan produk-produk hasil

perikanan kepada konsumen. Oleh karena itu, penerapan Eco-

Labelling ini diharapkan dapat menciptakan insentif pasar yang

berbasis pada isu lingkungan seperti produk dan cara pengolahan

yang ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan Eco-Labelling juga

diharapkan dapat melengkapi penggunaan label-label yang lainnya

yang selama ini telah digunakan yang kesemuanya itu tujuannya

adalah untuk memenuhi hak konsumen dalam menentukan

pilihannya terhadap pembelian suatu produk. Dalam penerapannya

dapat bersifat wajib (mandatory) atau sukarela (voluntary).

Dalam hal mandatory Eco-Labelling, harus mendapat dukungan

yang kuat pemerintah melalui aturan-aturannya terutama yang

berkaitan dengan aturan impor yang ketat (restrictive trade) terhadap

produk perikanan, seperti kalau terdapat impor perikanan yang tidak

memenuhi penggunaan Eco-Labelling produk tersebut harus ditolak,

begitu juga terhadap produk lokal kalau tidak produknya tidak

menggunakan Eco-Labelling harus dikenakan sanksi.

Dan kalau sifatnya voluntary labels, diserahkan kepada para

produsen apakah mau menerapkan atau tidak (sukarela), jadi

diharapkan konsumen yang akan memutuskan apakah mereka akan

membeli produk yang menggunakan atau tidak menggunakan Eco-

Labelling, namun dalam hal yang sifatnya sukarela peranan

pemerintah hanya sekedar memberikan dukungan dan atau

Page 11: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

7 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

pembiayaan bagi yang mau menggunakannya. Untuk saat ini

penerapan Eco-Labelling ini di sebagian negara masih bersifat

voluntary dan kedepan dengan semakin sadarnya masyarakat

konsumen terhadap isu lingkungan ini tidak menutup kemungkinan

penerapannya bersifat mandatory.

POKOK-POKOK PENERAPAN ECO-LABELLING

Terdapat beberapa harapan yang diinginkan dalam rencana

penerapan Eco-Labelling di sektor perikanan, antara lain:

Tersedianya informasi yang berkaitan dengan adanya dampak

lingkungan yang terjadi akibat memproduksi suatu produk, dan

mempermudah untuk memperoleh informasi mengenai

tingkah laku pembelian terhadap produk yang dilakukan oleh

para pedagang perantara dan konsumen.

Tersedianya beberapa peluang bagi konsumen untuk

mengekspresikan pilihannya dikaitkan dengan isu lingkungan

terhadap pembelian suatu melalui mekanisme pasar dan

kebiasaannya dalam membeli produk (seperti dengan

menunjukkan dedikasinya untuk membeli produk-produk

ramah lingkungan atau “Green-Catches”).

Mendorong para pedagang eceran (retailers) dan para

konsumen untuk membeli hanya terhadap produk-produk

perikanan yang dihasilkan dari pengelolaan perikanan yang

berkelanjutan (sustainably managed resources).

Menumbuhkan adanya standar-standar yang berkaitan dengan

aspek lingkungan dalam menghasilkan komoditas perikanan.

Menyebabkan terjadinya perbedaan harga antara produk yang

menggunakan Eco-Labelling dengan produk yang tidak

menggunakan Eco-Labelling.

Meningkatnya insentif bagi para produsen yang menggunakan

bahan baku yang memenuhi kriteria Eco-Labelling dalam

Page 12: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

8 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

rangka untuk memperoleh peningkatan pendapatan dan

meningkatnya pangsa pasar.

Terciptanya keunggulan kompetitif dan terbukanya akses pasar

ke pasar-pasar yang lebih besar dan lebih luas dengan akibat

dari penggunaan produk yang di kelola secara berkelanjutan.

Meningkatkan dukungan yang berasal dari berbagai pihak

seperti dari kalangan industri, pihak-pihak yang berkepentingan

dalam upaya meningkatkan pengelolaan perikanan yang lebih

baik lagi.

PRAKARSA PENERAPAN ECO-LABELLING

Prakarsa untuk penerapan Eco-Labelling di sektor perikanan ini

dimulai dari berbagai pihak yang peduli terhadap isu lingkungan,

berikut ini diberikan beberapa contoh dan sekaligus label yang

digunakan:

1. MARK OF ORIGIN; banyak contoh dimana para produsen sudah

melihat pentingnya dan manfaat yang diperoleh dalam

meningkatkan daya saing/keunggulan kompetitifnya, mereka

menggunakan cara mencantumkan keterangan asal “CERTIFICATE

OF ORIGIN” dari ikan yang diproduksinya. Bahkan dibeberapa

negara penggunaan Eco-Labelling ini juga diharapkan dapat

membantu tugas pemerintah dalam melakukan pengelolaan

perikanan terutama untuk mempermudah melakukan identifikasi

dan penelusuran yang efektif (effective tracking) terhadap produk-

produk perikanannya. Bagi Indonesia yang sampai saat ini

kekayaan lautnya masih banyak di curi oleh nelayan asing sudah

tentu keterangan asal ikan ini sangat memberikan manfaat untuk

mencegah terjadinya illegal fishing.

Page 13: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

9 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Gambar 1. Contoh Certificate of Origin dari Ikan Koi

2. DOLPHIN SAFE LABELLS; begitu juga halnya yang terjadi di

Amerika Serikat banyak perusahaan dengan prakarsa sendiri-

sendiri mencantumkan label “DOLPHIN SAFE” dan bahkan pada

tahun 1991, The Dolphin Protection Consumers information Act

(DPCIA) sudah membuat suatu kriteria bagaimana cara

menangkap yang baik dan terbebas dari ikut tertangkapnya ikan

lumba-lumba.

Gambar 2. Logo Dolphin Safe pada produk perikanan

3. ORGANIC SEAFOOD LABELLS; beberapa pengusaha perikanan juga

melakukan penggunaan label “ORGANIC SEAFOOD” terhadap ikan

hasil tangkapan atau hasil budidaya yang tidak menggunakan

Page 14: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

10 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

bahan-bahan berbahaya seperti penggunaan pupuk non organik,

obat-obatan kimia, dan lain-lain. Penggunaan label ini oleh

pengusaha pada dasarnya adalah untuk meningkatkan daya saing.

Gambar 3. Salah Satu Logo dari Organic Seafood

4. THE MARINE STEWARDSHIP COUNCIL (MSC); adalah suatu

lembaga swadaya masyarakat (NGO) yang sifatnya nirlaba

(nonprofit) dan independen, berkedudukan di London, Inggris

(UK), dengan didukung oleh World Wide Fund for Nature (WWF)

dan Perusahaan Unilever telah memprakarsai adanya pengelolaan

ikan, dan cara-cara penangkapan ikan yang bertanggung jawab di

seluruh dunia. MSC mengajak para pengusaha penangkapan ikan

untuk menggunakan labelnya dengan harapan para pengusaha

dapat meningkatkan daya saing dan sekaligus melakukan

usahanya secara berkesinambungan/berkelanjutan. Bahkan di

Indonesia sudah ada beberapa perusahaan penangkapan ikan

yang menggunakan label MSC ini terutama bagi yang melakukan

ekspornya ke Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Page 15: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

11 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Gambar 4. Label Sertifikasi MSC

5. THE MARINE AQUARIUM COUNCIL (MAC); suatu lembaga

International nonprofit yang berkedudukan di Hawaii (USA),

bersama-sama dengan perwakilan pengusaha akuarium,

penikmat/penghobi, organisasi konservasi, pemerintah dan

komunitas pencinta akuarium, memprakarsai perlindungan bagi

karang, ikan hias dengan membuat berbagai standar, pendidikan,

dan memberikan sertifikat terhadap karang dan ikan hias yang

penangkapannya dilakukan dengan cara-cara yang ramah

lingkungan. Khusus untuk kegiatan MAC di Indonesia telah

melakukan beberapa pelatihan/training bagaimana melakukan

penangkapan ikan hias dengan menggunakan alat yang ramah

lingkungan dan telah memberikan sertifikat kepada beberapa

pengusaha ikan hias seperti di Bali, Pulau Seribu dan Sulawesi

Selatan.

Gambar 5. Logo Marine Aquarium Council

Page 16: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

12 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

6. THE RESPONSIBLE FISHERIES SOCIETY of THE UNITED STATES (RFS)

and THE GLOBAL AQUACULTURE ALLIANCE (GAA); RFS dan GAA

yang berkedudukan di Amerika Serikat telah mengumumkan

bahwa mereka juga akan terlibat secara langsung dalam

penerapan Eco-Labelling ini, dalam upaya untuk melakukan

pengelolaan perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan secara

bertanggunag jawab. Sampai saat ini kedua organisasi ini telah

berhasil menghimpun/bekerjasama dengan lebih dari 200

perusahaan dan individu untuk mempromosikan sustainable

seafood harvest. Program yang diprakarsai oleh RFS dan GAA ini

terbuka bagi segala segmen (seperti produsen, importir,

distributor, retailer dan restoran). Sementara ini RFS fokusnya

untuk seluruh produk perikanan tetapi baru sebatas domestik

(Amerika Serikat) sedangkan GAA fokusnya pada usaha

pembudiayaan udang di seluruh dunia, termasuk juga melakukan

pemberian sertifikat.

Gambar 6. Logo Fisheries Society dan Global Aquaculture Alliance

7. INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARDIZATION (ISO);

merupakan lembaga swasta (NGO) yang bergerak dalam bidang

sertifikasi terhadap berbagai macam standar salah satunya adalah

terhadap standar yang ada kaitannya dengan isu lingkungan (ISO

14.000 series). ISO telah membentuk jaringan hampir di seluruh

negara di dunia (130 negara), dengan kantor pusatnya di Geneva

Page 17: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

13 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

dan Switzerland. Di setiap negara terdapat kantor (National

Member Body) yang bisa saja berbentuk badan usaha/swasta atau

badan pemerintah dari negara yang bersangkutan. Penggunaan

standar ISO ini juga masih bersifat voluntary, namun bagi

perusahaan perikanan yang ingin meningkatkan daya saingnya

mereka menggunakan label ISO agar menarik bagi konsumen yang

peduli terhadap isu lingkungan.

Gambar 7. Logo ISO

Berikut adalah beberapa contoh produk-produk perikanan dan

olahan hasil perikanan yang sudah diberi label atau sudah

mempunyai sertifikat berbasis lingkungan:

Gambar 8. Contoh produk yang bersertifikat MSC

Page 18: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

14 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Gambar 9. Contoh produk yang bersertifikat Dolphin Safe

Gambar 10. Contoh produk yang bersertifikat Marine Aquarium

Dari sekian banyak sertifikasi Eco-Labeling saat ini, memang

yang memiliki tingkat popularitas yang tinggi adalah The Marine

Stewardship Council (MSC) Certification. Hal ini dikarenakan MSC

merupakan sertifikasi yang dikhususkan untuk produk perikanan laut

Page 19: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

15 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

dan memiliki kriteria penilaian yang sangat lengkap dan sesuai untuk

marine fishery product. Sertifikasi MSC adalah market based

instruments, dimana standar dan aturan pada sistem sertifikasi akan

memberikan keuntungan pada lingkungan dan mendukung

penangkapan ikan yang lestari. Sertifikasi MSC tidak akan berpihak

pada kelompok atau negara tertentu. Sertifikasi ini akan berlaku adil

terhadap semua produk yang ingin mendapatkan sertifikasi, karena

MSC adalah sertifikasi yang berdasarkan permintaan pasar, dalam hal

ini konsumen yang sangat berperan dalam memilih dan menentukan.

MSC memiliki kriteria penilaian yang lebih kompleks jika dibandingan

dengan sertifikasi Eco-labelling lain terhadap manajemen dan cara

penangkapan yang ramah lingkungan lestari.

Meskipun berkembang ekolabel makanan laut lainnya, MSC

tetap lebih dominan di bidang ini, memberikan kuasa-monopoli baik

terhadap pasokan pasar (dalam hal jumlah dan cakupan perikanan

bersertifikat) dan permintaan pasar (pangsa pasar di antara ekolabel

perikanan digunakan oleh pengecer dan prosesor bermerek). Satu-

satunya label yang ada lainnya yang mencakup perikanan tangkap

yang dianggap sebagai kompetitif pada MSC adalah Friend of the Sea

(FOS).

Gambar 11. Logo Friend of the Sea

Page 20: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

16 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Gambar 12. Logo Friend of the Sea pada Produk Perikanan

Page 21: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

17 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

4. ECO-LABELLING DAN PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

Penerapan Eco-Labelling dalam perdagangan internasional

ternyata masih banyak diperdebatkan dan masih banyak terdapat

kesalahan persepsi terhadap Eco-Labelling ini, seperti adanya

kekhawatiran digunakan sebagai hambatan yang terselubung dalam

melakukan perdagangan. Bahkan, dalam WTO Eco-Labelling ini

dimasukkan dalam perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT), yang

mengurusi masalah standarisasi baik yang sifatnya mandatory

maupun yang voluntary. Dimasukkannya Eco-Labelling ini dalam TBT

mengingat standar yang ditanganinya mencakup karakteristik produk,

metode proses, dari produk, terminology dan simbol, serta

persyaratan kemasan dan label. Ketentuan-ketentuan yang ada

tersebut untuk memberikan jaminan bagi kualitas produk ekspor,

memberikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan

manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lingkungan hidup.

Dalam perundingan-perundingan WTO khususnya yang

membahas tentang TBT, semua anggota setuju bahwa teknik regulasi

dan standar jangan sampai menimbulkan adanya hambatan yang

terselubung (Undisguised Restriction) dalam menghadapi

perdagangan internasional. Teknik regulasi dan standar justru

seharusnya merupakan suatu sarana yang dapat mengurangi

terjadinya hambatan-hambatan di dalam memasuki pasar

internasional (market access). Oleh karena itu, setiap teknik regulasi

maupun standar yang ada sudah seharusnya memenuhi kriteria

internasional (yang bisa diikuti oleh semua negara anggota).

Bagaimana kemungkinan penerapan Eco-Labelling di Indonesia,

dalam menerapkan Eco-Labelling yang perlu diperhatikan adalah

Page 22: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

18 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

bahwa Eco-Labelling itu seharusnya memenuhi beberapa kriteria

antara lain:

1. Pada saat awal sebaiknya diterapkan pada level sukarela

(voluntary), perlu sosialisasi dan edukasi, serta diharapkan dapat

mendorong pasar (market driven).

2. Harus transparan, sehingga tidak menimbulkan persepsi sebagai

suatu alat yang dapat menghambat perdagangan (hambatan

terselubung).

3. Jangan menimbulkan adanya diskriminasi dan jangan dapat

menciptakan adanya hambatan dalam perdagangan (kompetisi

harus adil).

4. Adanya lembaga yang jelas untuk melakukan audit dan adanya

lembaga yang akan menerbitkan sertifikat penggunaan label.

5. Audit dan verifikasinya harus dapat dilakukan secara realistis.

6. Harus sesuai dengan aturan yang ada baik secara nasional maupun

internasional.

7. Standar yang mungkin timbul harus equivalen diantara standar

yang yang ada terutama dengan negara-negara lain.

8. Dan semua persyaratan harus atas dasar kejadian ilmiah (scientific

evidence).

9. Dapat dilaksanakan, realistis, dan konsisten.

10. Dapat menjamin informasi yang terdapat dalam Eco-Labelling

tersebut informasi yang jujur dan tidak ada unsur penipuan

(economic fraud).

Agar tetap kompetitif di tengah ketatnya persaingan pasar,

para pelaku bisnis dituntut untuk memberikan solusi dalam

menghadapi berbagai permasalahan lingkungan yang bermunculan

melalui pengembangan green product. Peningkatan pasar yang peduli

lingkungan merupakan dampak dari meningkatnya perhatian pelaku

bisnis terhadap isu-isu lingkungan yang merebak (Laroche et al.,

2001) Bahkan saat ini, para pelaku bisnis mulai menerapkan standar

Page 23: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

19 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

internasional atau lebih dikenal dengan ISO-14000 mengenai

manajemen lingkungan. Untuk itu, pemerintah Indonesia dirasa perlu

untuk mempertimbangkan penerapan sertifikasi Eco-Labeling untuk

green product yang diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak

terkubur dalam persaingan dengan green product asal luar negeri.

Berdasarkan fenomena dan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan Eco-

Labeling pada green product terhadap kesadaran konsumen untuk

membeli green product.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia sebenarnya

sudah mengajukan usulan sertifikasi perikanan untuk cakalang,

rajungan, kerapu, kakap, big eye dan yellow fin tuna, namun sampai

sekarang belum ada yang berhasil mendapatkan sertifikasi. Sertifikasi

ini sangat bagus bagi Indonesia walaupun memerlukan waktu yang

cukup lama. Adapun manfaat yang akan didapat pengusaha setelah

mendapatkan sertifikasi ini adalah pasar ekspor yang lebih terbuka,

mengurangi hambatan non tarif, harga jual menjadi lebih tinggi dan

kepercayaan konsumen luar untuk mengonsumsi produk perikanan

Indonesia. Globalisasi perdagangan makanan, perkembangan

teknologi dalam produksi perikanan, penanganan, pengolahan dan

distribusi serta peningkatan kepedulian dan permintaan konsumen

untuk keamanan dan mutu makanan yang tinggi menjadikan

keamanan pangan dan jaminan kualitas yang tinggi dalam kepedulian

publik dan perioritas bagi banyak pemerintah (Syarif, 2009).

Page 24: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

20 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

5. LANGKAH-LANGKAH UNTUK

MENDAPATKAN SERTIFIKASI MARINE

STEWARDSHIP COUNCIL (MSC)

Langkah-langkah untuk mendapatkan sertifikat MSC yaitu Pre-

assessment (optional), Full assessment, Annual audits, dan

Reassessment (MSC get Certified Fisheries Guide, 2014):

1. Pre-assessment terdiri dari pertemuan antara klien dengan

lembaga sertifikasi, kunjungan (opsional), peninjauan kembali

data yang tersedia, identifikasi masalah, kemudian dibuatlah

laporan pra-penilaian yang menguraikan sejauh mana

perikanan anda memenuhi standar MSC serta menjelaskan

hambatan yang perlu diatasi sebelum perikanan anda

memenuhi standar MSC. 2. Full assessment, pada tahap ini terdiri dari beberapa langkah

yaitu:

a. Announce full assessment pada tahap ini lembaga

sertifikasi memberitahukan kepada klien bahwa

penilaian akan dilakukan serta siapa tim penilai yang

ditunjuk,

b. Assessment tree adapted yaitu penilaian dengan sistem

penilaian pohon yang digunakan sebagai standar

penilaian oleh lembaga sertifikasi. Tim penilai

independent akan menentukan apakah perikanan klien

sudah memenuhi kriteria penilaian dan setelah penilaian

selesai pihak penilai akan memberikan hasil penilaian

kepada klien dan klien diperbolehkan untuk berkomentar

maupun berkonsultasi selama 30 hari setelah hasil

dikeluarkan. Tahap ini merupakan tahapan terpenting

dalam mendapatkan sertifikasi perikanan.

c. Information gathering and scoring, pada tahap ini tim

penilai akan menganalisis semua informasi terkait

Page 25: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

21 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

perikanan klien serta akan mengatur kunjungan untuk

mewawancarai klien dan stakeholders yang mengetahui

semua informasi baik potensi maupun permasalahan

pada perikanan klien.

d. Client and peer review, dimana hasil penilaian sistem

pohon akan ditinjau oleh para ahli perikanan dengan

kesepakatan bersama antara klien, lembaga sertifikasi

serta ahli perikanan.

e. Public review of draft report yaitu setelah hasil review

selesai maka lembaga sertifikasi akan mengeluarkan

laporan, kemudian laporan akan diberikan kepada

stakeholders serta masyarakat umum, diberikan waktu

30 hari untuk mengomentari laporan tersebut. Laporan

ini mencakup rancangan penentuan perikanan klien yang

dianjurkan untuk disertifikasi. Setelah 30 hari, apabila

stakeholders serta masyarakat merekomendasikan untuk

dilanjutkan maka lembaga akan meneruskan proses ke

tahap selanjutnya, namun apabila belum

direkomendasikan maka klien dipersilahkan untuk

mendaftar ulang penilaian kapan saja.

f. Final report and determination, pada tahp ini akan dibuat

laporan akhir yang mencakup penentuan akhir tim

penilaian apakah klien layak diberikan sertifikat. Namun

tahap ini berlangsung cukup lama karena harus

dipastikan tidak ada keberatan dari pihak yang terkait.

Kemudian apabila tim penilai sudah mengeluarkan final

report, sertifikasi berlangsung maksimal lima tahun

tergatung dewan audit.

g. Public certification report and getting your certificate,

dimana pada tahap ini lembaga sertifikasi akan

menerbitkan ekolabel MSC terhadap perikanan anda.

Page 26: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

22 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

3. Setelah didapatkan sertifikat, lembaga sertifikasi terus

mengawasi dengan diadakannya Annual audits audit setiap

tahunnya. Lembaga sertifikasi akan meninjau kemajuan

perikanan dan perbaikan yang telah dilakukan. Audit dilakukan

sebelum atau selambatnya saat tanggal sertifikat diterbitkan

pada tahun selanjutnya (ulang tahun sertifikat). Dewan audit

diperbolehkan/diizinkan melakukan audit tanpa

pemberitahuan serta diperbolehkan mengundang stakeholders

yang mengetahui perikanan klien untuk memberikan informasi

kepada dewan audit. Kemudian akan dikeluarkan laporan audit. 4. Re-assessment, lebih mudah disebut dengan perpanjangan

sertifikat. Re-assessment dilaksanakan setelah lima tahun

sertifikat diterbitkan. Re-assessment terdapat dua macam yaitu

re-assesment penuh yaitu apabila kegiatan perikanan masih

dalam standar penilaian sesuai kondisi awal, re-assessment

sebagian yaitu apabila perikanan klien dinilai tidak sesuai

dengan kondisi awal sehingga perikanan klien harus dinilai

ulang namun penilaian yang dilakukan sistem tertutup sehingga

tetap masih bisa menggunakan sertifikat yang ada.

Page 27: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

23 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Gambar 13. Panduan untuk membuat sertifikasi MSC (www.msc.org)

Page 28: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

24 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

6. PENUTUP

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para stakeholder

perikanan, baik sebagai bahan untuk menentukan arah kebijakan,

sebagai studi literatur dan mungkin dalam mempersiapkan diri kalau

saja Eco-Labelling ini pada saatnya harus kita terapkan, dan juga

sebagai tambahan pengetahuan tentang Eco-Labelling pada sektor

perikanan secara umum.

Page 29: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

25 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Referensi

Andrianto, L. 2005. Implementasi Code of Conduct for Responsibility

Fisheries dalam Perspektif Negara Berkembang. Jurnal Hukum

Internasional (Indonesian Journal of International Law). Jakarta:

Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Volume 2, Nomor 3. (463-482).

Anonimous. 2001. International Plan of Action to prevent, Deter and

Elimination Illegal, unreported and Unregulated Fishing, FAO,

Rome.

BAPPENAS. 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan

Berkelanjutan. Jakarta: Kementerian PPN/BAPPENAS-Direktorat

Kelautan dan Perikanan.

Brechard, D., dkk. 2009. Determinants of Demand for Green Products:

An Aplication to Eco-label Demand for Fish in Europe,

Ecological Economics, Vol. 69, 115-125.

Cahaya, A. I. 2015. Tepatkah Perpres No 115/2015 Untuk Melawan

"Overfishing"?,http://www.neraca.co.id/article/62520/tepatka

h-perpres-no-1152015-untuk melawan-overfishing (Diakses

tanggal 28 Juli 2018)

Carolyn, D. 1999. Eco-Labelling and Sustainable Fisheries, UNCN/FAO,

Rome.

Fauzi, A. 2010. Ekonomi Perikanan (Teori, Kebijakan, dan

Pengelolaan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 30: FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA …

26 ECO-LABELLING DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Grunert, K. G. and Wills, J. M. 2007. A review of European research on

consumer response to nutrition information on food labels.

Journal of Public Health, Vol. 15

Kotler, P. and Keller K. L. 2006. Marketing Management, Prentice Hall

International, New Jersey, USA.

Laroche, M., Bergeron, J. and Barbaro-Forleo, G. 2001. Targeting

consumers who are willing to pay more for environmentally

friendly products. Journal of Consumer Marketing, 18 (6), 503-

20.

Lay. K. 2012. Seafood Ecolabels: For Whom and to What Purpose?.

Dalhousie Journal of Interdiciplinary Management. Volume 8,

Fall 2012. (3-15).

MSC get certified Fisheries guide. 2014. Marine Stewardship Council.

Marine Haouse. London. United Kingdom.

Pauline, C. 2007 Up-Date on Nutrition Labelling and Claims in Shout

East Asia, Asia Pacific Pod Industry, Jakarta, Indonesia.

Santoso, H. 2014. Model Ekolabel Sebagai Instrumen Pengelolaan

Lingkungan Pada Industri Furnitur di Jawa Tengah dan Daerah

Istimewa Yogyakarta. Disertasi tidak dipublikasikan, Semarang:

Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Triarso, I. 2012. Potensi Dan Peluang Pengembangan Usaha Perikanan

Tangkap Di Pantura Jawa Tengah, Jurnal Saintek Perikanan, Vol.

8, No. 1.