Upload
vanhuong
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
PADA WANITA DI PUSKESMAS KECAMATAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
NAJAH SYAMIYAH
NIM: 1110101000060
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2014
Najah Syamiyah
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
EPIDEMIOLOGI
Srkipsi, Agustus 2014
Najah Syamiyah, NIM: 1110101000060
Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014
xviii + 103 halaman, 3 bagan, 9 tabel, 3 lampiran
ABSTRAK
Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia meningkat dari tahun 2007
yakni sebesar 1,1% menjadi 2,1% pada tahun 2013. Prevalensi Diabetes di
Indonesia tahun 2013 lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pada
laki-laki. DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi Diabetes
Mellitus tipe 2 tertinggi di Indonesia. Terjadi peningkatan jumlah kasus baru
Diabetes Mellitus tipe 2 setiap tahunnya di wilayah Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain case control
study. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik Purposive Sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 237 wanita terdiri dari 112 kelompok kasus dan 125
kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang berisiko terhadap kejadian
Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
adalah riwayat keluarga menderita DM dengan OR 4,784 (95% CI 2,693-8,500).
Sedangkan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram (Makrosomia) dan
riwayat hipertensi bukan merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe
2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Disarankan
kepada petugas kesehatan dan puskemas untuk meningkatkan program skrining
faktor risiko dan promosi kesehatan penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 kepada
masyarakat.
Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, wanita, riwayat keluarga, makrosomia,
hipertensi
Daftar bacaan: 81 (1995-2014)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
Epidemiology
Undergraduate Thesis, August 2014
Najah Syamiyah, NIM: 1110101000060
Risk Factors of Type 2 Diabetes Mellitus Among Women in Pesanggrahan Public
Health Center, South Jakarta in 2014.
xviii + 103 pages, 3 charts, 9 tables, 3 attachments
ABSTRACT
The prevalence of Diabetes Mellitus in Indonesia has increased from 1,1%
in 2007 to 2,1% in 2013 Prevalence of Diabetes in Indonesia in 2013 was found
more in women than men. Jakarta was one of the provinces with high prevalence
of type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia. Each year, there was an increasing
number of new cases of Type 2 Diabetes Mellitus in Pesanggrahan Sub-district,
South Jakarta. Therefore, the study was conducted to determine the risk factors of
Type 2 Diabetes Meliitus among women in Pesanggrahan Public Health Center,
South Jakarta in 2014.
This research was analytic study which used case control study design.
Purposive sampling technique was performed to recruit samples and the sample
size of this study was 237 women consisted of 112 cases and 125 controls.
Based on the results, the risk factors on the incident of type 2 Diabetes
Mellitus among women in Pesanggrahan Public Health Center was a family
history of Diabetes Mellitus with OR of 4.784 (95% CI 2.693 to 8.500). While
history of giving birth more than 4,000 grams (Macrosomia) and hypertension
history were not at risk of incident type 2 Diabetes Mellitus in women in this
study. It is recommended for health personnel and public health centers to
improve screening and health promotion program of type 2 Diabetes Mellitus
related to risk factor to the community.
Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, woman, family history, macrosomia,
hypertension
Reference: 81 (1995-2014)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
PADA WANITA DI PUSKESMAS KECAMATAN PESANGGRAHAN
JAKARTA SELATAN TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
NAJAH SYAMIYAH
1110101000060
Jakarta, Agustus 2014
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM
NIP. 19750215 200901 2 003 NIP. 19800516 200901 2 005
v
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Agustus 2014
Mengetahui,
Penguji I,
Narila Mutia Nasir, Ph.D
19800604 200312 2 017
Penguji II,
Hoirun Nisa, Ph.D
19790427 200501 2 005
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama : Najah Syamiyah
Tempat, Tanggal Lahir : Damascus, 26 Juni 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mampang Prapatan VII Rt 002/06 No.2
Jakarta Selatan
No. telp : 0857 1515 2925
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. 1998 - 2004 : SD Islam Pelita Pasar Minggu
2. 2004 - 2007 : MTsN Tambakberas Jombang
3. 2007 - 2010 : SMA Alma’hadul Islami Beji, Pasuruan
4. 2010 - sekarang : S1-Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Riwayat Organisasi
1. 2006 - 2007 : Sekretaris OSIS MTsN Tambakberas Jombang.
2. 2008 - 2010 : Staf Pendidikan ISPI YAPI Bangil.
vii
3. 2010 - 2011 : Anggota Muda Korps Sukarela (KSR) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. 2011 - 2012 : Staf Departemen Pengembangan dan Pemberdayaan
Masyarakat PAMI (Pergerakan Anggota Muda IAKMI)
Jakarta Raya.
5. 2012 - 2013 : Biro Kesekretariatan PAMI (Pergerakan Anggota Muda
IAKMI) Jakarta Raya.
6. 2012 - 2013 : Staf Departemen PSDM BEM Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. 2012- sekarang : Guru Ekstrakurikuler Sempoa RA/ TK Islam Al Hasanah
Pengalaman Penelitian
1. Hubungan Pola Konsumsi Serat Terhadap Frekuensi Defekasi pada
Mahasiswa PSKM Angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Skrining Faktor Risiko PJPD di wilayah kerja Kota Bogor Juni tahun 2012.
3. Gambaran Distribusi Kasus Diare dan Faktor Risiko Diare di Wilayah 2
Rempoa Berdasarkan Pendekatan Spasial Periode Januari-Oktober 2012.
4. Survei Cepat Gambaran Pengetahuan Ibu dan Status Sosial Ekonomi
Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 2012.
5. Gambaran Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe II Pada Guru Tk Bani Saleh 2
Kota Bekasi.
6. Gambaran Pelaksanaan Program PMTCT (Prevention Mother to Child
Transmission) di Puskesmas Jakarta Selatan.
viii
Pengalaman Kerja
1. Pengalaman Belajar Lapangan (PBL I) di Puskesmas Pondok Jagung Januari
s/d Februari 2013.
2. Pengalaman Belajar Lapangan (PBL II) di Puskesmas Pondok Jagung Maret
s/d Juni 2013.
3. Mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al Quran) An Nur Cipete Utara tahun
2007 – 2010.
4. Mengajar di TK Islam AL Hasanah Tahun 2010 s/d sekarang.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu kepada
manusia agar mengenali dunia dengan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan
umat. Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi karena telah memberikan kami nikmat
sehat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Risiko
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014” ini tepat waktu.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir dalam rangka meraih
gelar sarjana strata 1 (S1) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Atas selesainya skripsi ini, tidak lupa ucapan terimakasih
disampaikan kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
2. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3. Ibu Minsarnawati Tahangnaca, SKM, M.Kes selaku dosen penanggung jawab
Peminatan Epidemiologi sekaligus pembimbing ke-1 skripsi.
4. Ibu Riastuti K.W., SKM, MKM selaku dosen pembimbing ke-2 skripsi.
5. Ibu Narila Mutia, Ph.D dan Ibu Hoirun Nisa, Ph.D selaku dosen penguji
Sidang Skripsi.
6. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku dosen penasihat akademik.
7. Orang tua yang tiada henti berdoa dan berjuang untuk mendukung serta
membiayai peneliti.
x
8. Seluruh tim dosen pengajar Peminatan Epidemiologi khususnya Bapak Sholah
Imari dan Ibu Meilani Anwar.
9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 yang setia
memberikan dukungan dan motivasi khususnya teman-teman Peminatan
Epidemiologi.
10. Seluruh jajaran staf di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan.
11. Seluruh warga Kecamatan Pesanggrahan yang telah bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
12. Kelima saudara kandung yang menjadi penyemangat dan membantu
meringankan beban penulis.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
kita semua dan berharap ada kritik atau saran yang membangun untuk skripsi ini.
Jakarta, Agustus 2014
Najah Syamiyah
xi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah Sang Pencipta
kupersembahkan tulisan sederhana ini
Untuk setiap tetes keringat dan letih Abi yang tiada
pernah terhitung untukku,,,
Untuk setiap hembusan nafas dan kelembutan Umi
yang takkan pernah terbalaskan olehku,,,
Untuk Almarhumah Nenekku tercinta Hj. Romlah
binti Hasan, “Terima kasihku atas kasih sayang
seorang nenek yang hebat sepertimu,,,”
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................. 8
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
2.1 Definisi Diabetes Mellitus ................................................................ 11
2.2 Klasifikasi Diabetes .......................................................................... 12
2.3 Gejala Klinis ..................................................................................... 16
xiii
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi ........................................................... 18
2.5 Diabetes Mellitus Pada Wanita ......................................................... 20
2.6 Faktor Risiko Diabetes Mellitus ....................................................... 22
2.6.1 Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi ............................. 23
2.6.2 Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi ....................................... 27
2.7 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus ......................................... 40
2.8 Konsep Kejadian Penyakit Tidak Menular ....................................... 43
2.9 Kerangka Teori ................................................................................. 48
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................ 49
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 49
3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 52
3.3 Hipotesis ........................................................................................... 54
BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 55
4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 55
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 56
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 56
4.3.1 Populasi........................................................................................... 56
4.3.2 Sampel ............................................................................................ 57
4.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 59
4.4.1 Data Primer ..................................................................................... 60
4.4.2 Data Sekunder ................................................................................ 60
4.5 Pengolahan Data ............................................................................... 60
4.5.1 Pemeriksaan Data (Editing) ......................................................... 61
4.5.2 Pemberian Kode (Coding) ............................................................ 61
4.5.3 Penyuntingan Data (Data Editing) .............................................. 61
xiv
4.5.4 Pemasukan Data (Data Entry) ..................................................... 61
4.5.5 Pembersihan Data (Data Cleaning)............................................. 62
4.6 Analisis Data .................................................................................... 62
4.6.1 Analisis Univariat .......................................................................... 62
4.6.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 63
BAB V HASIL ..................................................................................................... 65
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 65
5.2 Analisis Univariat ............................................................................ 67
5.2.1 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok
Usia ................................................................................................. 67
5.2.2 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Wilayah ....... 68
5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol ............................... 69
5.2.4 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok
Usia ................................................................................................. 71
5.3 Analisis Bivariat................................................................................ 72
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 74
6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 74
6.2 Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ......................... 74
6.3 Gambaran dan Risiko Riwayat Melahirkan Bayi Lebih dari 4.000
gram terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ......................... 79
6.4 Gambaran dan Risiko Riwayat Keluarga Mendrita DM terhadap
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ............................................ 82
xv
6.5 Gambaran dan Risiko Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian
Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Tahun 2014 ............................................................... 85
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 90
7.1 Simpulan .......................................................................................... 90
7.2 Saran ................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 93
Lampiran ............................................................................................................. 100
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.9.1 Kerangka Teori …………………………………………………... 48
Bagan 3.1.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………… 51
Bagan 4.1.1 Rancangan Penelitian Case Control .................................................. 56
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.6.1 Hipertensi Menurut Kelompok Usia ................................................. 33
Tabel 2.6.2 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi pe Hari untuk
Kelompok Wanita Dewasa Usia 29 - >65 tahun.............................. 38
Tabel 4.3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan P2 dari Penelitian Sebelumnya ……. 59
Tabel 5.2.1 Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita
Berdasarkan Usia saat Diagnosa di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Tahun 2014 ……………………………………….. 67
Tabel 5.2.2 Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita
Berdasarkan Wilayah di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Tahun 2014 ………………………………………………………. 68
Tabel 5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ………………. 69
Tabel 5.2.4 Gambaran Status Keluarga Menderita DM pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 ……………..... 70
Tabel 5.2.5 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan Kelompok Usia pada Wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Tahun 2014 ……………………………………….. 71
Tabel 5.3.1 Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014 …………….… 72
xviii
DAFTAR ISTILAH
BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah
DM : Diabetes Mellitus
DMG : Diabetes Mellitus Gestasional
HDL : High Density Lipoprotein
IDF : Internasional Diabetes Federation
IMT : Indeks Massa Tubuh
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
LDL : Low Density Lipoprotein
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Posbindu : Pos Pembinaan Terpadu
PTM : Penyakit Tidak Menular
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
UKBM : Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian
terbanyak di Indonesia. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab
kematian adalah stroke (15,4%), diikuti hipertensi, Diabetes, kanker, dan
penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM tidak hanya terjadi
di perkotaan melainkan juga perdesaan (Kemenkes RI, 2011). Penyakit
Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal tersebut juga menjadi
masalah kesehatan yang cukup besar bagi masyarakat dan negara. Diabetes
Mellitus sering disebut sebagai The Great Imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan (Baradero dkk, 2005).
Pada tahun 2000, 3,2 juta orang meninggal akibat komplikasi yang
terkait dengan Diabetes. Di negara-negara dengan prevalensi Diabetes
tinggi, seperti wilayah Pacifik dan Timur Tengah, sebanyak satu dari empat
kematian pada orang dewasa berusia antara 35 dan 64 tahun adalah akibat
Diabetes. Diabetes telah menjadi salah satu penyebab utama penyakit dini
dan kematian di sebagian besar negara, terutama melalui peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular (CVD). Penyakit kardiovaskular menyebabkan
2
risiko kematian sebesar 50% dan 80% pada penderita Diabetes. Diabetes
juga merupakan penyebab utama kebutaan, amputasi dan gagal ginjal
(WHO dan IDF, 2004).
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai
oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin yang di hasilkan oleh pankreas sehingga dapat
menurunkan kadar gula darah (Adiningsih, 2011). Indonesia kini telah
menduduki rangking keempat jumlah penyandang Diabetes terbanyak
setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang Diabetes pada tahun 2003
sebanyak 13,7 juta orang (PDPERSI, 2011).
Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Mellitus
(DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan pada hasil Riset
kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Sedangkan di daerah
pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Kemenkes RI, 2009).
Menurut data survey NCD tahun 2008 di Indonesia, dari seluruh penyebab
kematian pada semua usia 3% disebabkan oleh Diabetes (WHO, 2011).
Menurut hasil Riskesdastahun 2013 , terjadi peningkatan prevalensi
Diabetes Mellitus di Indonesia pada tahun 2007 yakni sebesar 1,1%
menjadi 2,1% pada tahun 2013. Hasil analisis gambaran prevalensi
3
Diabetes Mellitus berdasarkan jenis kelamin di Indonesia pada tahun 2013
juga menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes pada wanita lebih banyak
(1,7%) dibandingkan pada laki-laki (1,4%). Sedangkan berdasarkan
wilayahnya, prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia tahun 2013 lebih
besar di perkotaan (2%) dibandingkan dengan di pedesaan (1%).
Hasil penelitian epidemiologi di Jakarta (daerah urban)
membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7 % pada tahun
1982 menjadi 5,7 % pada tahun 1993 (Pranoto, 2006). Sementara
berdasarkan data Riskesdas2007, prevalensi penyakit Diabetes tertinggi ada
pada DKI Jakarta sebesar 2,6% di atas angka nasional sebesar 1,1%. Angka
tersebut masih bertahan menurut hasil Riskesdastahun 2013, dimana DKI
Jakarta merupakan provinsi kedua terbanyak dengan prevalensi Diabetes
Mellitus yakni sebesar 2,5% setelah Yogyakarta (2,6%). Prevalensi
Diabetes di Jakarta Selatan adalah 1,9% terbanyak kedua setelah Jakarta
Pusat (4,8%) (Nuryati, 2009). Namun, informasi terkait prevalensi
Diabetes Mellitus di setiap wilayah Kota di DKI Jakarta tahun 2013 belum
bisa diketahui.
Kejadian Diabetes Mellitus seringkali lebih banyak ditemukan pada
daerah perkotaan dibandingkan pada daerah pedesaan. Salah satu faktor
risiko yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus adalah kurangnya
aktivitas fisik. Ternyata berdasarkan hasil Riskesdas2007 didapatkan
bahwa masyarakat yang kurang melakukan aktivitas fisik didaerah
4
pedesaan sebesar 42,4% sementara didaerah urban lebih banyak yakni
mencapai 57,6% (Kemenkes RI, 2011).
Faktor sosial ekonomi, serta adanya perubahan gaya hidup diduga
telah menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak
menular di Indonesia, termasuk dalam hal ini Diabetes Mellitus pada
wanita. Perilaku makan yang tidak sehat seperti tinggi lemak, kurang sayur
dan buah, makanan asin, makanan manis, kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko
penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis
kelamin dan keturunan (Nuryati dkk, 2009).
Penyakit Diabetes Mellitus seringkali dapat dijumpai pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada
perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang
lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, dan juga terdapat perbedaan
dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat
mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus (Gusti & Erna,
2014).
Wanita lebih berisiko mengidap Diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.
Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang
membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
5
hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita Diabetes Mellitus
tipe2 (Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013).
Hubungan gaya hidup dan status gizi dengan kejadian Diabetes
Mellitus pada wanita dewasa di DKI Jakarta diteliti oleh Siti dan teman-
temannya pada tahun 2009. Dari sekian variabel yang diteliti berdasarkan
analisis multivariat, variabel yang paling berkaitan dengan kejdian DM
pada wanita di DKI Jakarta adalah usia ≥45 tahun dan konsumsi makanan
atau minuman manis. Sama halnya dengan hasil Riskesdastahun 2013 yang
menggambarkan prevalensi Diabetes Mellitus paling banyak di derita oleh
penduduk berusia di atas 45 tahun.
Hasil pemantauan oleh Direktorat BGM (Bina Gizi Masyarakat)
pada tahun 1996-1997 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan lebih
banyak pada kelompok perempuan yakni sebesar 20% sedangkan pada
laki-laki sebesar12,8% (Almatsier, 2006). Sebagaimana diketahui dalam
berbagai penelitian, bahwa kegemukan atau obesitas merupakan faktor
risiko kejadian diabates Mellitus tipe 2 yang cukup besar. Dengan demikian
perempuan memiliki risiko yang cukup besar terhadap Diabates Mellitus
tipe 2. Selain itu, ada faktor risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 yang sangat
melekat pada wanita yakni riwayat Diabetes Gestasional atau riwayat
pernah melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram. Masih perlu dilakukan
sebuah penelitian untuk membuktikan bahwa variabel tersebut merupakan
salah satu faktor risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada wanita.
6
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian tentang faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, namun faktor risiko
yang ditemukan pada wilayah yang berbeda belum tentu sama. Sehingga
masih perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor risiko Diabetes
Mellitus tipe 2 pada salah satu wilayah tertentu yang belum diketahui.
Menurut data dari Sudinkes Jakarta Selatan, kasus baru Diabetes Mellitus
di Kecamatan Pesanggrahan meningkat dari 178 kasus pada tahun 2011
menjadi 357 kasus baru pada tahun 2012 (Erviana dkk, 2013). Kemudian
pada tahun 2013 berdasarkan laporan puskesmas pesanggrahan, kasus baru
Diabetes yang tercatat meningkat menjadi 421 kasus. Jumlah kasus baru
Diabetes Mellitus di puskesmas Pesanggrahan semakin meningkat,
meskipun Program Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 juga sudah
dijalankan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan sejak tahun 2008. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor risiko kejadian Diabetes
Mellitus pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan.
1.2 Rumusan Masalah
Diabetes Mellitus merupakan masalah penyakit tidak menular yang
membebani masyarakat karena dapat mengenai semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam keluhan serta komplikasi. Prevalensi
Diabetes Mellitus di Indonesia juga terbukti meningkat sejak tahun 2007
hingga sekarang. Dimana prevalensi Diabetes Mellitus selalu lebih tinggi di
7
wilayah perkotaan dari pada di pedesaan. Selain itu, prevalensi Diabetes
Mellitus menurut hasil Riskesdastahun 2013 lebih banyak ditemukan pada
wanita dibandingkan laki-laki.
Sebagaimana tercatat dalam data Riskesdastahun 2013, bahwa DKI
Jakarta memiliki prevalensi penyakit Diabetes tertinggi kedua diantara
provinsi lainnya yakni sebesar 2,5% diatas angka nasional. Sedangkan
diantara wilayah Kotamadya di DKI Jakarta, Jakarta Selatan merupakan
wilayah kotamadya dengan prevalensi kasus Diabetes Mellitus sebesar
1,9%. Jumlah kasus baru dari tahun 2011 dan 2012 di Puskesmas
Pesanggrahan berturut-berturut meningkat mulai dari 178 menjadi 357
kasus. Jumlah tersebut tetap meningkat menjadi 421 kasus baru pada tahun
2013. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian Diabetes
Mellitus pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2014.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi pertanyaan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita
di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014
berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu?
8
2. Bagaimana gambaran faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita (riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gr, riwayat keluarga
menderita DM, dan riwayat hipertensi) di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan distribusi
orang, tempat, dan waktu?
3. Apakah riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram, riwayat
keluarga menderita DM, dan riwayat hipertensi merupakan faktor
risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe
2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2014.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita
di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014
berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu.
2. Mengetahui gambaran faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita (riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gr, riwayat keluarga
menderita DM, dan riwayat hipertensi) di Puskesmas Kecamatan
9
Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan distribusi
orang, tempat, dan waktu.
3. Mengetahui risiko riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram
terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
4. Mengetahui risiko riwayat keluarga menderita DM terhadap kejadian
Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
5. Mengetahui risiko riwayat hipertensi terhadap kejadian Diabetes
Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti
Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan
yang diperoleh peneliti tentang metodologi penelitian, epidemiologi
penyakit tidak menular khususnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan khususnya di perpustakaan besar
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
diharapkan bermanfaat sebagai data awal dan referensi untuk
penelitian lebih lanjut.
10
c. Bagi Puskesmas dan Masyarakat
1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko apa saja
yang mempengaruhi kejadian Diabetes Mellitus khususnya pada
penderita Diabetes di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan
2. Menambah pengetahuan faktor risiko yang paling berpengaruh
terhadap kejadian Diabetes Mellitus.
3. Membantu dalam perencanaan dan pengembangan program
pengendalian penyakit Diabetes .
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan pada bulan April-Juni 2014. Penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Yang melakukan
penelitian ini adalah mahasiswi kesehatan masyarakat angkatan 2010 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Disain penelitian yang digunakan adalah disain
case control study dengan Purposive Sampling sebagai tehnik
pengambilan sampel. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat
berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu serta analisis bivariat
terhadap beberapa variabel faktor risiko dengan menggunakan uji OR.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan
bahwa Diabetes Mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes Mellitus (DM)
merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa
darah (gula darah) melebih nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu
sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau
sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia.
Gejala yang timbul disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin atau ada
insulin yang cukup tetapi tidak efektif. Diabetes Mellitus seringkali
12
dikaitkan dengan gangguan sistem mikrovaskular dan makrovaskular,
gangguan neuropatik, dan lesi dermopatik (Baradero dkk, 2005).
Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin (hormon pengatur gula darah) atau insulin yang
dihasilkan tidak mencukupi atau insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh
karena itu akan menyebabkan gula darah meningkat saat diperiksa.
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang
bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi
dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya
neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nepropati, gangren, dan
lainnya (Mihardja, 2009).
Seseorang dinyatakan menderita Diabetes Mellitus apabila pada
pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam
keadaan puasa pagi hari ≥126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥200
mg/dL atau bila sewaktu/sesaat diperiksa >200mg/dL. Diabetes merupakan
suatu penyakit atau kelainan yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
mengubah makanan menjadi energy (Soegondo, 2008).
2.2 Klasifikasi Diabetes
Penyakit Diabetes diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis
diantaranya adalah:
13
1) `Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai Diabetes “Juvenile onset”
atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin
dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan
ketoasidosis. Istilah “Juvenile Onset” sendiri diberikan karena onset
DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada
usia 11-13 tahun. Sedangkan istilah “Insulin dependent” diberikan
karena penderita Diabetes Mellitus sangat bergantung dengan tambahan
insulin dari luar. Ketergantungan insulin tersebut terjadi karena terjadi
kelainan pada sel beta pankreas sehingga penderita mengalami
defisiensi insulin. Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang
beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang
meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus
yang semestinya meningkatkan sekresi insulin (Omar dalam Poretsky,
2010).
Diabetes tipe ini ditandai dengan insulinopenia berat dan
ketergantungan pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan agar
tetap hidup. Diabetes tipe 1 juga bisa disebut IDDM (Diabetes Mellitus
tergantung insulin) (Behrman, 2000).
14
2) Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer
terhadap kerja insulin dengan respons kompensasi sekresi insulin yang
tidak adekuat oleh sel-sel beta pankreas. Tipe ini disebut juga Diabetes
Mellitus Tidak Bergantung Insulin (DMTTI) atau non insulin
dependent (Robins and Cotran, 2006). Peningkatan prevalensi DM Tipe
2 dipengaruhi oleh faktor resiko Diabetes Mellitus. Faktor yang tidak
dapat di modifikasi diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga,
sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola makan
yang sehat, aktifitas fisik, dan merokok (Adiningsih, 2011).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, produksi insulin masih
dapat dilakukan, tetapi tidak cukup untuk mengontrol kadar gula darah.
Ketidakmampuan insulin dalam bekerja dengan baik tersebut disebut
dengan resistensi insulin. Diabetes Mellitus Tipe 2 biasanya terjadi
pada orang yang lanjut usia dan mereka hanya mengalami gejala yang
ringan. Diabetes Mellitus Tipe 2 juga pada umumnya disebabkan oleh
obesitas (Charles & Anne, 2010).
Orang yang gemuk dan memiliki riwayat keluarga dengan
riwayat DM berisiko tinggi untuk terkena Diabetes Melitus tipe 2.
Obesitas bisa juga dikaitkan dengan pola makan dan pola hidup yang
monoton. Resistensi insulin dapat menghalangi absorpsi glukosa ke
15
dalam otot dan sel lemak sehingga glukosa dalam darah meningkat.
Hiperglikemia ini dapat meningkatkan perlawanan terhadap insulin dan
memperberat hiperglikemia. Begitu juga dengan resistensi insulin yang
meningkat dengan adanya obesitas (Baradero dkk, 2005).
Apabila otot dan sel lemak menjadi resisten terhadap insulin,
maka akan menimbulkan lingkaran setan. Kompensasi terhadap
perlawanan ini akan timbul. Pulau Langerhans dari pankreas akan
menghasilkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan gula darah
dalam kadar yang normal. Akan tetapi akhirnya, pankreas tidak dapat
lagi meneruskan kompensasi dan berhenti menghasilkan insulin. Selain
itu, masih ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resistensi
insulin seperti lansia karena berkurangnya massa otot dan
meningkatnya sel lemak (Baradero dkk, 2005).
3) Diabetes Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan
toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat
kehamilan sedang berlangsung. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24
minggu usia kehamilan dan sebagian penderita akan kembali normal
pada setelah melahirkan (Kemenkes RI, 2008). Patofisiologi Diabetes
Mellitus Gestasional mirip dengan Diabetes Mellitus tipe 2.
Dimungkinkan bahwa 30-50% penderita Diabetes Mellitus Gestasional
16
data berkembang menjadi Diabetes Mellitus tipe 2 dalam kurun waktu
10 tahun (Davey, 2005).
Kehamilan berhubungan erat dengan Diabetes. Kontrol gula
darah yang buruk dapat menyebabkan komplikasi terhadap ibu dan
anak yang dilahirkan. Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh lembaga penelitian kesehatan ibu dan anak CEMACH, bahwa
meskipun peningkatan kontrol Diabetes sudah dilakukan oleh sang ibu,
bayi yang dilahirkan masih berisiko terkena komplikasi. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu enderita Diabetes bersiko (Charles & Anne, 2010):
a. Meninggal 5 kali lebih besar
b. Cacat 2 kali lebih besar
c. Dilahirkan dengan bobot >4 kg atau 2 kali lebih besar
2.3 Gejala Klinis
Berikut ini merupakan gejala yang umumnya dirasakan oleh
penderita Diabetes Mellitus (Tobing dkk, 2008):
1) Sering buang air kecil. Tingginya kadar gula dalam darah yang
dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh maka
buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam hari kerap
terganggu karena ingin buang air kecil.
2) Haus dan banyak minum. Banyaknya urin yang keluar menyebabkan
cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air minum meningkat.
17
3) Fatigue/ lelah , muncul karena energy menurun akibat berkurangnya
glukosa dalam jaringan dan sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi
tidak bisa optimal masuk dalam sel disebabkan oleh menurunnya fungsi
insulin sehingga orang yang menderita Diabetes kekurangan energi.
4) Pusing dan berkeringat serta tidak dapat berkonsentrasi. Hal tersebut
disebabkan oleh menurunnya kadar gula. Setelah seseorang
mengkonsumsi gula, reaksi pankreas meningkat menimbulkan
hipoglikemik.
5) Meningkatnya berat badan disebabkan terganggunya metabolisme
karbohidrat karena hormone lainnya juga terganggu.
6) Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit akibat gangguan regulasi
cairan tubuh.
7) Gangguan imunitas. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah
menyebabkan penderita Diabetes rentan terhadap infeksi. Hal tersebut
disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih.
8) Gangguan mata. Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan
cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang karena
kelumpuhan pada otot mata.
9) Polyneuropathy atau gangguan sensorik pada saraf peripheral di kaki
dan tangan.
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbgai
18
macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut
dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika seseorang pergi
ke pelayanan kesehatan dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang
gambaran klinik dari Diabetes Mellitus tidak jelas dan baru ditemukan
pada saat pemeriksaan skrining atau pemeriksaan untuk penyakit lain
(Misnadiarly, 2006).
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Apabila jumlah atau dalam fungsi insulin mengalami defisiensi,
hiperglikemia akan timbul sehingga menyebabkan Diabetes. Kekurangan
insulin bisa absolut apabila pancreas tidak menghasilkan sama sekali
insulin atau menghasilkan insulin, tetapi dalam jumlah yang tidak cukup,
misalnya yang terjadi pada DM tipe 1. Kekurangan insulin dikatakan relatif
apabila pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang normal, tetapi
insulinnya tidak bekerja secara efektif. Hal ini terjadi pada penderita DM
tipe 2, dimana telah terjadi resistensi insulin. Baik kekurangan insulin
absolut maupun relatif akan mengakibatkan gangguan metabolism bahan
bakar, untuk melangsungkan fungsinya, membangun jaringan baru, dan
memperbaiki jaringan (Baradero dkk, 2005).
Hormon insulin adalah hormon anabolik yang mendorong
penyimpanan zat gizi: penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan
otot, perubahan glukosa menjadi triasigliserol di hati dan penyimpanannya
19
di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di
otot rangka. Hormon ini juga meningkatkan sintesis albumin dan protein
darah lainnya oleh hati. Insulin meningkatkn penggunaan glukosa sebagai
bahan bakar dengan merangsang transport glukosa ke dalam otot dan
jaringan adipose. Pada saat yang sama, insulin bekerja menghambat
mobilisasi bahan bakar . Hormon insulin merupakan hormon polipeptida
yang disintesis oleh sel beta pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok
mikroskopis kelenjar kecil atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh
pankreas eksokrin (Marks dkk, 2000).
Insulin bekerja pada hidratarang, lemak, serta protein, dan kerja
insulin ini pada dasarnya bertujuan untuk mengubah arah lintasan
metabolik sehingga gula, lemak, dan asam amino dapat disimpan serta
tidak terbakar habis. Jika tidak ada insulin, lemak, gula, dan asam-asam
amino tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga unsur-unsur gizi tersebut
tetap berada di dalam plasma. Sebagai akibatnya, sel-sel tubuh mengalami
starvasi dan terjadi peningkatan kadar glukosa, kolesterol, serta lemak
(Jordan, 2002).
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam
lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam
derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
20
2.5 Diabetes Mellitus Pada Wanita
Wanita lebih rentan menderita penyakit kronis, seperti Diabetes,
dan menderita cacat dibandingkan dengan laki-laki. Diperkirakan tahun
2015-2050 bahwa mayoritas kasus Diabetes Mellitus terjadi pada wanita.
Menurut Dinas Kesehatan Task Force Amerika Serikat, masalah Diabetes
pada wanita merupakan masalah yang sangat penting, karena terdapat
kaitan antara kehamilan dengan kejadian Diabetes Mellitus (CDC, 2011).
Diabetes kemungkinan menjadi sangat berat bagi perempuan.
Beban Diabetes pada wanita adalah unik karena penyakit ini dapat
mempengaruhi baik ibu dan anak-anak mereka yang belum lahir. Diabetes
dapat menyebabkan kesulitan selama kehamilan seperti keguguran atau
bayi lahir dengan cacat lahir. Wanita dengan Diabetes juga lebih mungkin
untuk memiliki serangan jantung, dan pada usia yang lebih muda, daripada
wanita tanpa Diabetes (American Diabetes Association).
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa banyak faktor risiko
untuk Diabetes seperti berat badan, obesitas, kurangnya aktivitas fisik yang
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dalam semua sub
kelompok populasi (CDC, 2001). Salah satu contohnya adalah sebuah
penelitian deskriptif tentang faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 yang
dilakukan di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada Mei-Oktober 2011.
Didapatkan bahwa 57% dari 138 kasus baru Diabetes Mellitus tipe 2 di
rumah sakit tersebut adalah perempuan.
21
Riskesdastahun 2007 menyatakan bahwa 48.2 persen penduduk
Indonesia yang berusia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas
fisik, dimana kelompok perempuan yang kurang melakukan aktivitas fisik
(54.5 persen) lebih tinggi dari pada kelompok laki-laki (41,4 persen).
Selain itu kurang melakukan aktivitas fisik didaerah rural sebesar 42,4
persen sementara didaerah urban kurang melakukan aktivitas fisik telah
mencapai 57,6 persen (Kemenkes RI, 2011).
Selain Diabetes Mellitus tipe 2, wanita bisa mengalami jenis
Diabetes Mellitus gestasional yakni Diabetes yang terjadi saat hamil.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Ifan dan dua orang temannya pada tahun
2012 untuk mengetahui faktor risiko kejadian preDiabetes/ Diabetes
Mellitus gestasional di RSIA Sitti Khadijah I Kota Makassar. Dari hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa usia ibu hamil dan riwayat
overweight merupakan faktor risiko kejadian preDiabetes/ Diabetes melitus
gestasional.
Dampak yang ditimbulkan oleh ibu penderita Diabetes melitus
gestasional adalah ibu berisiko tinggi terjadi penambahan berat badan
berlebih, terjadinya preklamsia, eklamsia, bedah sesar, dan komplikasi
kardiovaskuler hingga kematian ibu. Setelah persalinan terjadi, maka
penderita berisiko berlanjut terkena Diabetes tipe 2 atau terjadi Diabetes
gestasional yang berulang pada masa yang akan datang. Sedangkan bayi
yang lahir dari ibu yang mengalami Diabetes gestasional berisiko tinggi
untuk terkena makrosomia, trauma kelahiran (Pratama dkk, 2012) .
22
Menjaga kesehatan wanita sangatlah penting. Dengan mengetahui
risiko kejadian penyakit pada wanita, berguna untuk menentukan upaya-
upaya pencegahan penyakit pada wanita termasuk Diabetes Mellitus. Jika
perkembangan Diabetes Mellitus pada wanita tidak segera dikendalikan
dan dicegah, tentu akan mepengaruhi status kesehatan masyarakat, dimana
wanita memilki tugas penting dalam status reproduksi seperti melahirkan
keturunan. Menjaga kesehatan wanita bukan hanya berharga bagi keluarga,
tetapi juga untuk masyarakat dan negara.
2.6 Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan terjadinya penyakit
atau gangguan kesehatan. Sedangkan Faktor risiko atau Risk Factor
merupakan salah satu istilah dari risiko berupa penjabaran dari faktor-
faktor determinan epidemiologi suatu penyakit yang menentukan
kemungkinan terjadinya suatu penyakit. Faktor risiko bisa berupa
karakteristik, perilaku, gejala, atau keluhan dari seseorang yang tidak
menderita yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden
sebuah penyakit (Bustan, 2008).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit multifaktoral dengan
komponen genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama
kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor dapat
dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya
23
tidak dapat diubah. Faktor risiko Diabetes Mellitus antara laian adalah
kadar glukosa darah yang tinggi, riwayat keluarga menderita DM, obesitas,
kurang aktivitas fisik, usia, hipertensi, riwayat DM saat hamil, dan Sindrom
Polikistik pada wanita (Michael dkk, 2005).
Pengukuran faktor risiko DM dilakukan terhadap masyarakat yang
berusia 20 tahun ke atas sesuai dengan jenis faktor risiko yang disebutkan
pada consensus PERKENI 2006 (Kemenkes RI, 2008). Ruang Lingkup
Faktor Risiko DM dibagi atas dua faktor yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
2.6.1 Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi (unmodifiable risk
factor), Faktor risiko yang sudah melekat pada seseorang sepanjang
hidupnya. Sehingga faktor risiko tersebut tidak dapat dikendalikan.
Faktor risiko DM yang tidak dapat di modifikasi antara lain:
1) Ras dan Etnik
Ras atau etnik yang dimaksud adalah seperti suku atau
kebudayaan setempat dimana suku atau budaya dapat menjadi
salah satu faktor risiko DM yang berasal dari lingkungan.
Biasanya, penyakit yang berhubungan dengan ras atau etnik pada
umumnya berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan
(Masriadi, 2012).
24
2) Usia
Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat pada host
atau penderita penyakit. Usia mempunyai hubungan dengan
tingkat keterpaparan, besarnya fisik, serta sifat resistensi tertentu.
Usia juga berhubungan erat dengan sikap dan perilaku, juga
karakteristik tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman terhadap
penyakit menurut usia sangat berhubungan dengan perbedaan
tingkat keterpaparan dan proses patogenesis (Masriadi, 2012).
Hasil analisis multivariat pada penelitian ” Gaya Hidup dan Status
Gizi Serta Hubungannya Dengan Diabetes Mellitus Pada Wanita
Dewasa di DKI Jakarta ” menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko
Diabetes Mellitus pada perempuan dewasa antara lain usia > 45
tahun baik pada wanita obes maupun tidak obes. Dalam
penelitian Radio Putro tentang “Studi Kasus di Poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi” bahwa salah satu
faktor risiko yang terbukti berhubungan dengan kejadian DM
tipe 2 adalah usia≥ 45 tahun.
Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua
karena pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis menurun
dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
25
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah
yang tinggi kurang optimal (Gusti & Erna, 2014)
3) Riwayat Keluarga Menderita DM
Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua
dengan DM (Ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan).
Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah
seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bilamana
kedua-duanya menderita DM. Pada umumnya apabila seseorang
menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai risiko
DM sebanyak 10% (Kemenkes RI, 2008).
Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari
pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen
sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu (Trisnawati &
Soedijono, 2013).
4) Pernah melahirkan Bayi dengan Berat Badan ≥4.000 gram.
Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat
lebih dari 4000 gram dianggap berisiko terhadap kejadian
Diabetes Mellitus baik tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang
pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (4.000
26
gram/ 9 pounds) biasanya dianggap sebagai praDiabetes
(Lanywati, 2001).
5) Riwayat lahir dengan berat badan <2500 gram.
Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ialah
apabila seseorang ketika lahir dengan berat badan <2500 gram.
Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan memiliki
kerusakan pankreas sehingga kemampuan pankreas untuk
memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar
mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap
kejadian BBLR (Kemenks, 2008).
Sebuah penelitian cross sectional di Cina dilakukan tehadap 973
orang dewasa dari tahun 2002-2004 untuk mengetahui hubungan
berat badan saat lahir dengan risiko penyakit Diabetes Mellitus
tipe 2. Didapatkan bahwa responden dengan kadar gula darah
tinggi lebih banyak ditemukan pada kelompok subjek dengan
BBLR (<2500 gram). Sehingga disimpulkan bahwa status BBLR
sebagai variabel independen berhubungan dengan risiko penyakit
Diabetes Mellitus tipe 2 (Tian dkk, 2006).
27
2.6.2 Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat di modifikasi (Modifiable risk factor) artinya
faktor risiko ini akan bisa di hindari dengan memodifikasi atau di
siasati dengan tindakan tertentu sehingga faktor risiko itu menjadi
tidak ada lagi. Faktor risiko yang bisa di modifikasi :
1) Obesitas (IMT lebih dari 25kg/m2)
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori
dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak
(jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan
hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan
(Gusti & Erna, 2014). Indeks masa tubuh orang dewasa
normalnya ialah antara 18,5-25 kg/m2. JIka lebih dari 25 kg/m2
maka dapat dikatakan seseorang tersebut mengalami obesitas.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Shara dan Soedijono pada
tahun 2012 untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Dengan disai studi cross
sectional didapatkan bahwa usia, riwayat keluarga, aktfivitas
fisik, tekanan darah, stres dan kadar kolestrol berhubungan
dengan kejaidan DM Tipe 2. Variabel yang sangat memiliki
28
hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx Massa
Tubuh.
Pada pasien Diabetes tipe 2, pankreas yang memproduksi insulin
sebagian rusak. Sehingga insulin tidak dapat dihasilkan dalam
jumlah yang cukup. Kegemukan melambangkan seperti seakan-
akan lubang kunci pada sel-sel berubah bentuk sehingga
diperlukan lebih banyak insulin. Namun peningkatan kebutuhan
insulin tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai akibatnya,
konsentrasi glukosa darah menjadi tinggi (Soegondo, 2008).
Ambilan (uptake) glukosa oleh sel yang meliputi sel otak, sel
darah merah, sel mukosa usus, tubulus renalis, dan plasenta. Di
bawah pengaruh insulin, sel-sel tersebut menggunakan glukosa
sebagai bahan bakar dan bukan lemak atau protein. Efek samping
utama yang ditimbulkan oleh insulin adalh hipoglikemia. Pada
saat melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, akan terjadi
mekanisme lain yang digunakan oleh otot yang sedang
melakukan exercise (latihan fisik) untuk mengambil glukosa
tanpa bergantung pada insulin (Jordan, 2002).
2) Obesitas abdominal
Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan
metabolik, sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah
29
satu cara untuk mengukur lemak perut (Balkau, 2014). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dkk pada tahun 2013
di Puskesmas Kecamatan Denpasar Selatan menunjukkan bahwa
orang yang mengalami obesitas abdominal (Lingkar perut pria
>90 cm dan wanita >80 cm) berisiko 5,19 kali menderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 (95% CI 2,31-11,68).Hal ini dapat
dijelaskan bahwa obesitas sentral khususnya di perut yang
digambarkan oleh lingkar pinggang lebih sensitif dalam
memprediksi gangguanm akibat resistensi insulin pada DM tipe
2 (Trisnawati dkk, 2013).
Pada orang yang obes, terjadi peningkatan pelepasan asam lemak
bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral (lemak pada
rongga perut) yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin
dan lebih sensitif terhadap hormon lipolitik. Peningkatan FFA
menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi kegagalan
uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi
glukosa hepatik melalui proses glukoneosis (Kemenkes RI,
2008).
Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi
positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan
sensitivitas insulin (Kemenkes RI, 2008). Itulah sebabnya
mengapa obesitas abdominal menjadi berisiko terhadap kejadian
30
Diabetes Mellitus. Untuk megukur obesitas abdominal ialah
dengan cara mengukur lingkar perutnya. Obesitas abdominal
ialah jika lingkar perut pada laki-laki >90 cm, sedangkan pada
wanita >80 cm.
3) Kurangnya aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang paling
penting dalam peningkatan kejadian Diebets Mellitus tipe 2 di
seluruh dunia (Rios, 2010). Menurut WHO yang dimaksud
dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling sedikit 10 menit
tanpa henti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang dan
berat. Aktifitas berat adalah pergerakan tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran
kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya. Contohnya
mengangkat air, mendaki, berjalan cepat, mengangkat beban,
tenis tunggal, badminton tunggal, marathon, mencangkul dan
menebang pohon. Aktivitas sedang adalah pergerakan tubuh
yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar atau dengan
kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas lebih sedikit
lebih cepat dari biasanya. Contohnya pekerjaan rumah tangga
(mencuci baju dengan tangan, mengepel, menimba air), tenis
ganda, badminton ganda, berenang dan berjalan membawa
beban. Sedangkan contoh aktifitas ringan adalah berjalan dan
31
pekerjaan kantor seperti mengetik. Dengan kata lain, aktivitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan
pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas
fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan
fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5
hari dalam seminggu (Kemenkes RI, 2011).
Latihan olah raga secara teratur dapat membantu meningkatkan
sensitivitas tubuh terhadap insulin, yang membantu menjaga
kadar gula darah dalam kisaran normal. Menurut sebuah
penelitian yang dilakukan pada pria yang diikuti selama 10
tahun, untuk setiap 500 kkal yang dibakar per minggu melalui
latihan, ada penurunan 6% risiko relatif untuk pengembangan
Diabetes. Penelitian itu juga mencatat manfaat yang lebih besar
pada pria yang lebih gemuk. Penggolongan aktivitas fisik
menurut WHO yang sesuai dengan pengendalian faktor risiko
DM adalah dengan melakukan latihan fisik sedang sampai berat
selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan
seminggu tiga kali merupakan aktivitas fisik yang dapat
meningkatkan kebugaran jasmani (Kemenkes RI, 2008).
Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain
untuk menghidari kegemukan, juga untuk mencegah terjadinya
diabete Mellitus tipe 2. Pada waktu bergerak, otot-otot memakai
32
lebih banyak glukosa daripada pada waktu tidak bergerak.
Dengan demikian kosentrasi glukosa darah akan turun. Melalui
olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik,
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk
dibakar (Soegondo, 2008).
Hasil penelitian Fitriyani di Kota Cilegon padatahun 2012
menunjukkan bahwa orang yang aktivitas sehari-harinya ringan
memiliki risiko 2,68 kali untuk menderita DM tipe 2
dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sehari-harinya
sedang dan berat.
4) Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang
tingginya tergantung usia individu yang terkena. Tekanan darah
berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh,
usiadan tingkat stres yang di alami. Hipertensi dengan
peningkatan tekanan sistol tanpa disertai eningkatan diastol lebih
sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastol tanpa disertai peningkatan tekanan sistol lebih
sering terdapat pada dewasa muda. (Tambayong, 1999).
33
Tabel 2.6.1
Hipertensi Menurut Kelompok Usia
Keompok Usia Normal (mm Hg) Hipertensi (mm Hg)
Bayi 80/40 90/60
Anak 7-11 tahun 100/60 120/80
Remaja 12-17 tahun 115/70 130/80
Dewasa 20-45 tahun
45-65 tahun
>65 tahun
120-125/75-80
135-140/85
159/85
135/90
140/90-160/95
160/95
Sumber: (Tambayong, 1999)
Hubungan antara hipertensi dengan Diabetes Mellitus sangat
kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien
hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah, obesitas,
dislipidemia dan peningkatan glukosa darah . Hipertensi adalah
suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular
dan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati.
Prevalensi populasi hipertensi pada Diabetes adalah 1,5-3 kali
lebih tinggi daripada kelompok pada non Diabetes. Diagnosis
dan terapi hipertensi sangat penting untuk mencegah penyakit
kardiovaskular pada individu dengan Diabetes. Pada Diabetes
tipe 1, adanya hipertensi sering diindikasikan adanya Diabetes
nefropati.
34
Selain menjadi faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi
juga merupakan kondisi umum yang biasanya berdampingan
dengan DM dan memperburuk komplikasi DM dan morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular (Mangesha, 2007). Berdasarkan
penelitian kohort yang dilakukan oleh David Conen dkk (2007)
pada wanita yang sehat menunjukkan bahwa tekanan darah
tinggi (selama 10 tahun masa pengamatan) bisa berkembang
menjadi Diabetes Mellitus tipe 2. Disimpulkan bahwa wanita
yang memiliki tekanan darah tinggi memiliki risiko yang tinggi
terkena Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita
yang tekanan darahnya normal.
Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum
yang menjelaskan hubungan kuat antara tekanan darah dan
Kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel berhubungan
dengan omset Diabetes dan disfungsi endotel berkaitan erat
dengan tekanan darah dan hipertensi (Conen dkk, 2007).
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi
insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes melitus
disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang
menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal
ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam
35
darah menjadi terganggu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wiardani dkk tahun 2010, membuktikan bahwa orang yang
hipertensi berisiko 2,3 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe
2.
5) Dislipidemia(HDL < 35mg/dl dan atau trigliserida >250mg/dl)
Dislipidemia adalah suatu perubahan kadar normal komponen
lipid darah, dapat meningkat (misalnya kolesterol, trigliserid,
LDL dan lainnya) atau menurun (misalnya HDL) (Tapan, 2005).
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah
salah satu komponen dalam trias sindrom metabolik selain
Diabetes dan hipertensi (Pramono, 2009).
6) Pola Konsumsi tidak sehat (unhealthy diet)
Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan
kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, usia,
jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit,
hamil, menyusui. Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup,
setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu,
36
manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai
proses faali dalam tubuh (Kemenkes RI, 2002).
Peningkatan asupan buah-buahan dan sayuran telah disahkan
sebagai kebijakan kesehatan masyarakat untuk indikator pola
hidup sehat. Pengurangan asupan lemak dan peningkatan serat
telah dilihat sebagai alasan umumuntuk peningkatan konsumsi
buah dan sayuran. Peningkatan asupan serat dapat memperbaiki
kontrol glikemik pada Diabetes (Jenkins, 2003).
Diet sehat yang berkaitan dengan penyakit Diabetes adalah
konsumsi sayur dan buah sebagai asupan serat untuk membantu
metabolisme. Sedangkan konsumsi gula atau makanan yang
terlalu manis dengan jumlah yang sangat berlebihan dapat
menimbulkan risiko Diabetes Mellitus. Penelitian yang dilakukan
oleh Sufiati dan Erma pada tahun 2012, membuktikan bahwa
asupan serat berhubungan erat dengan kadar gula darah,
kolesterol total dan status gizi pada penderita Diabetes Mellitus.
Serat pangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
glukosa post-prandial dan respon insulin. Efek dari berbagai
komponen serat makanan berperan dalam pencegahan dan
manajemen dari berbagai penyakit, termasuk Diabetes tipe 2,
sejak tahun tujuh puluhan. Serat bisa meningkatkan sensitivitas
insulin. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa asupan
37
serat makanan yang relatif rendah secara signifikan
meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 (Steyn, 2004).
Hanya karbohidrat yang akan mengakibatkan glukosa darah
meningkat. Karbohidrat sendiri terdiri dari karbohidrat kompleks
dan sederhana. Karbohidrat kompleks misalnya terdapat dalam
nasi, kentang, mie, ubi. Sedangkan contoh karbohidrat sederhana
seperti gula pasir, glukosa, maltose, dan laktosa. Karbohidrat
kompleks diubah dalam usus melalui proses pencernaan menjadi
bagian lebih kecil seperti glukosa. Kedua macam karbohidrat ini
mempunyai dampak yang sama terhadap konsentrasi glukosa
dalam darah (Soegondo, 2008).
Penyakit kronik seperti Diabetes Mellitus tipe 2 muncul sebagai
akibat dari perubahan gaya hidup. Kebiasaan dan rutinitas yang
merugikan memiliki kekuatan untuk merusak kesehatan. Gaya
hidup sedentarial (banyak duduk), kebiasaan merokok, minum
alkohol, diet tinggi lemak dan kurang serat, obesitas, stress serta
mengkonsumsi narkoba dan bahan kimia pengawet bisa menjadi
faktor penyebab terjadinya penyakit kronik termasuk Diabetes
Mellitus (Suharjo & Cahyono, 2008).
Makan-makanan manis yang berlebihan tidak akan menyebabkan
penyakit DM, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan akan
menyebabkan kegemukan dan menderita DM (Erik, 2005).
38
Konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan konsumsi
energi yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuh/lemak.
Apabila hal ini berlangsung lama dapat mengakibatkan
kegemukan (Kemenkes RI, 2002).
Tabel 2.6.2
Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi pe Hari
untuk Kelompok Wanita Dewasa Usia 29 - >65 tahun
Bahan Makanan Ukuran Porsi
Nasi 4 porsi
Sayuran dan Buah
3-5 porsi
(1 p buah = 1 buah /50 gr pisang)
(1 p sayur = 100 gram sayur)
Tempe (Protein Nabati) 3 porsi
(1 p = 2 potong sedang)
Daging (Protein Hewani) 3 porsi
(1 p = 1 potong sedang/ 50 gr)
Susu 1 porsi
(1 p = 1 gls/ 200 gr)
Minyak 3-4 porsi
(1 p = 1 sdm)
Gula 2 porsi (1p = 1 sdm)
Sumber: (Kemenkes RI, 2002)
7) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko terkenal dalam banyak
penyakit, termasuk berbagai jenis kanker dan penyakit
kardiovaskular termasuk Diabetes Mellitus. Banyak bukti yang
menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko untuk
Diabetes Mellitus tipe 2. Merokok telah diidentifikasi sebagai
39
faktor risiko yang memungkinkan untuk terjadinya resistensi
insulin. Merokok juga telah terbukti menurunkan metabolisme
glukosa yang dapat menyebabkan timbulnya Diabetes Mellitus
tipe 2. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
merokok meningkatkan risiko Diabetes melalui mekanisme
indeks massa tubuh. Merokok juga telah dikaitkan dengan risiko
pankreatitis kronis dan kanker pankreas, menunjukkan bahwa
asap rokok dapat menjadi racun bagi pancreas (ASH, 2012).
Merokok meningkatkan kejadian Diabetes dan memperburuk
homeostasis glukosa dan komplikasi Diabetes kronis. Dalam
komplikasi mikrovaskuler, onset dan perkembangan nefropati
Diabetes sangat berhubungan dengan merokok. Merokok
dikaitkan dengan resistensi insulin, peradangan dan
dyslipidemia. Dalam komplikasi makrovaskuler, merokok
dikaitkan dengan kejadian 2 sampai 3 kali lebih tinggi PJK dan
kematian. Namun, pencegahan merokok dan berhenti merokok
mungkin tidak cukup ditekankan dalam Diabetes klinik (Chang,
2012).
Pada penelitian dengan disain studi case control di daerah
pedesaan Kancheepuram District of Tamil Nadu ditemukan
bahwa orang yang merokok> 10 batang / hari berisiko lebih
tinggi (OR = 7.15) bila dibandingkan dengan perokok ringan.
40
Ditemukan pula bahwa ada 5 kali peningkatan risiko Diabetes
pada perokok lebih dari 20 tahun (Venkatachalam, 2012).
Sebuah tinjauan sistematis dilakukan terhadap 25 studi
menemukan bahwa ada hubungan antara merokok aktif dan
peningkatan risiko Diabetes. Risiko yang berhubungan dengan
merokok Diabetes meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap.
The Cancer Prevention Study 1, sebuah studi kohort menemukan
bahwa wanita yang merokok lebih dari 40 batang sehari memiliki
74% peningkatan risiko Diabetes, sedangkan risiko pada laki-laki
meningkat 45% . Ada juga beberapa bukti, termasuk sebuah studi
kohort tahun 2011 lebih dari 10.000 orang, yang menunjukkan
bahwa paparan asap rokok dapat menjadi faktor risiko untuk
pengembangan Diabetes Mellitus tipe 2 (ASH, 2012).
2.7 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus
Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia cukup besar sehingga,
Kementerian Kesehatan RI memprioritaskan pengendalian DM diantara
gangguan penyakit metabolik lainnya selain penyakit penyerta seperti
hipertensi, jantung korononer dan stroke. Kementerian Kesehatan saat ini
fokus pada pengendalian faktor risiko DM melaui upaya promotif dan
preventif dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Saat ini pelayanan DM sudah dilaksanakan di Puskesmas dengan
pemberian obat sesuai kemampuan daerah masing-masing, Pada
41
penyandang DM rujuk balik dari Rumah Sakit yang merupakan peserta
askes dapat diberikan obat oral maupun suntikan selama 30 hari atau sesuai
rekomendasi dokter RS (Kemenkes RI, 2013).
Upaya pencegahan Diabetes Mellitus di Indonesia terdiri dari
upaya pencegahan prmer, sekunder dan tersier. Upaya tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pencegahan Primer
Sasaran dari program pencegahan primer penyakit Diabetes Mellitus
adalah kelompok masyarakat sehat. Kegiatan pokoknya berupa
penggerakan peran serta masyarakat dalam PHBS (mencakup
perilaku tidak merokok, meningkatkan aktivitas fisik, serta
menerapkan pola konsumsi yang sehat). Selain itu dilakukan deteksi
dini faktor risiko DM tipe 2 secara rutin melalui UKBM seperti
Posbindu, serta peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi
faktor risiko DM (Kemenkes RI, 2008).
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap populasi berisiko dan
penderita DM. Kegiatan pengendalian meliputi penatalaksanaan
faktor risiko bagi populasi berisiko melalui pelayanan kesehatan dasar
dan UKBM. Sedangkan untuk penatalaksanaan kasus DM secara
efektif leh petugas kesehatan. KIE juga diberikan kepada pasien dan
keluarganya untuk perawatan dan pencegahan komplikasi akiat DM.
42
pencegahan sekunder bagi pasien DM bertujuan untuk melindungi
pasien dari komplikasi (Kemenkes RI, 2008).
Penderita Diabetes Mellitus tidak bisa sembuh secara total, sehingga
diperlukan upaya perubahan gaya hidup seperti pola makan, aktivitas
fisik, serta mengkonsumsi obat secara rutin. Pengaturan pola makan
dilakukan untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah (David
dan Linda, 2010).
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien DM yang telah
mengalami komplikasi. Pencegahan berupa perawatan luka dan
gangguan fungsi organ tubuh lainnya akibat komplikasi DM.
Pencegahan tersier pada pasien DM dilakukan untuk mencegah
kecacatan dan kematian (Kemenkes RI, 2008). Biasanya komplikasi
yang paling sering dialami penderita DM adalah infeksi pada kaki
yang bahkan bisa menyebabkan amputasi pada kaki bila sudah
memburuk. Oleh karena itu perawatan kaki bagi penderita DM sangat
diperlukan.
43
2.8 Konsep Kejadian Penyakit Tidak Menular
Setelah teori kejadian penyakit menular mulai berkembang
sehingga masalah kesehatan dapat teratsi, timbul pula masalah berbagai
penyakit menahun/tidak menular yang unsur dan faktor penyebabnya
sangat berkaitan erat dengan faal/fungsi tubuh, mutasi dan sifat resistensi
tubuh, dan pada umumnya terdiri dari berbagai faktor yang saling kait
mengait. Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan berbagai
pengamatan epidemiologi terhadap gangguan kesehatan. Dan pada saat ini,
teori tentang faktor penyebab penyakit tidak dapat dipisahkan dengan
berbagai faktor yang berperan dalam proses kejadian penyakit (Timmreck,
2001).
Terjadinya suatu penyakit tidak hanya ditentukan oleh unsur
penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan
hubungan sebab akibat dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur
lainnya. Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa dalam setiap proses
terjadinya penyakit terdapat penyebab majemuk (multiple causation)
(Timmreck, 2001).
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan salah satu jenis penyakit tidak
menular atau bisa juga disebut dengan penyakit kronis. Penyakit kronis
adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai
bertahun-tahun, bertambah berat, menetap, dan sering kambuh. Dr.Robert
Koch mengembangkan beberapa panduan untuk faktor etiologi dan faktor
44
kausalitas penyakit kronis (Timmreck, 2001). Adapun postulat kausalitas
penyakit kronis adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik penyakit kronis yang dicurigai harus lebih sering
ditemukan pada orang yang menderita penyakit yang tengah diteliti
dibandingkan pada orang yang tanpa penyakit tersebut.
2) Individu yang memperlihatkan karakteristik penyakit kronis harus
lebih sering mengalami penyakit ini daripada orang yang tidak
memperlihatkan karakteristik tersebut.
3) Setiap asosiasi yang teramati antara suatu karakteristik faktor risiko
dan penyakit kronis harus memiliki hubungan antara karakteristik
faktor risiko dan penyakit yang diteliti, demikian pula dengan setiap
karakteristik faktor risiko terkait serupa yang dapat menyebabkan
penyakit selama penelitian.
4) Insidensi penyakit kronis harus meningkat dalam hal durasi dan
intensitas faktor risiko.
5) Distribusi suatu faktor risiko harus sebanding dengan faktor risiko
penyakit kronis dalam semua faktor.
6) Semua aspek pada kesakitan akibat penyakit kronis harus
dihubungkan dengan tingkat pemajanan terhadap faktor risiko.
7) Pengurangan atau pemindahan pajanan faktor risiko harus dapat
mengurangi atau menghentikan penyakit.
45
8) Populasi penduduk yang terpajan faktor risiko dalam penelitian yang
dikontrol harus lebih sering terkena penyakit kronis daripada mereka
yang tidak terpajan.
Delapan elemen yang menghubungkan asosiasi antara penyebab
yang diduga dengan terjadinya suatu penyakit kronis juga telah
dikembangkan dari teori kausalitas oleh Hill (Bustan, 2008):
a. Kekuatan dari asosiasi sebab akibat.
Analisis hubungan didasarkan dari besarnya nilai-nilai statistik yang
bermakna dari hasil uji statistik.
b. Bersifat temporal
Hubungan antara penyakit dengan paparan bersifat temporal, dimana
kejadian penyakit muncul didahului dengan paparan.
c. Dosis Respon
Respon dosis menunjukkan adanya peningkatan dosis keterpaparan
dengan peningkatan kejadian penyakit.
d. Biological Plausibility
Hubungan kejadian penyakit dengan paparan bisa dijelaskan secara
biologis.
e. Bersifat konsisten
Konsistensi dari hasil penelitian mengenai masalah yang diteliti,
berkontribusi terhadap hubungan paparan dan kejadian penyakit.
f. Bersifat reversibel
46
Eliminasi paparan dapat menghilangkan atau menurunkan kejadian
penyakit.
g. Bersifat Khusus (Spesifik)
Spesifisitas ditujukan dengan suatu faktor risiko menyebabkan suatu
akibat tersendiri dan tidak terjadi pada faktor lain.
h. Analogi
Jika suatu faktor lain yang serupa dengan faktor yang diamati
mempunyai dampak yang serupa.
Sumber dari faktor-faktor risiko pada penyakit tidak menular atau
penyakit kronis adalah perilaku, fisiologis/genetik, lingkungan, dan sosial.
Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan, atau aspek-aspek pada
gaya hidup yang dapat memperbesar peluang terkena atau terbentuknya
suatu penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, atau
kematian. Faktor risiko dapat terbentuk akibat kondisi, karakter, atau
pajanan risiko yang memperkuat. Peningkatan pajanan faktor risiko dapat
memperbesar probabilitas terjadinya penyakit dan probabilitas
terbentuknya asosiasi epidemiologi kejadian penyakit. Salah satu cara
untuk menetapkan faktor-faktor risiko adalah dengan mengurangi atau
memodifikasi pajanan terhadap risiko dan mengamati hasilnya. Contoh,
jika merokok dikurangi, angka kasus kanker paru pun menurun (Timmreck,
2001).
47
Faktor risiko juga mengacu pada perilaku yang berisiko, kondisi
penguat, atau faktor-faktor predisposisi. Perilaku berisiko adalah kegiatan
yang dilakukan seseorang yang sehat, tetapi menganggap diri mereka
berisiko tinggi terkena suatu penyakit, kondisi, atau gangguan tertentu.
Faktor-faktor predisposisi adalah faktor atau kondisi yang ada dan dapat
mempengaruhi perilaku karena memberikan suatu motivasi untuk
melakukan perilaku kesehatan. Contoh, fakta bahwa orang tua anak-usia-
sekolah merokok merupakan faktor yang mempengaruhi kemungkinan
anak untuk merokok (Timmreck, 2001).
48
2.9 Kerangka Teori
Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya tentang faktor
risiko Diabetes Mellitus tipe 2, maka kerangka konsep tentang faktor-faktor
yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Melltius tipe 2 adalah sebagai
berikut berikut:
Bagan 2.9.1
Kerangka Teori
(Sumber : Steyn dkk, 2004)
Faktor Genetik - Gangguan nutrisi
saat masa janin
- Lahir dengan berat
rendah (BBLR)
Resistensi Insulin
Toleransi Gula
Terganggu (IGT)
(
Diabetes Mellitus Tipe 2
Faktor:
- Obesitas abdominal
- Obesitas Sentral
- Kurangaktivitas
Fisik
- Pola konsumsi tidak
sehat
- Usia
- Merokok
- Hipertensi
- Riwayat Diabetes
Gestasional/ Lahir
bayi > 4.000 gr
Riwayat Kerusakan
sel Beta, Massa sel
Beta terbatas, dan
Glucotoxicity
Gangguan Fungsi
sel Beta
49
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Diabetes
Mellitus tipe 2. Sedangkan variabel independennya merupakan faktor-
faktor yang berisiko terhadap kejadian Diabates Mellitus. Berdasarkan
kerangka teori yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka ada
beberapa faktor risiko yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti sebagai
variabel independen dalam penelitian ini. Variabel tersebut antara lain
riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram, riwayat keluarga
dengan DM, dan hipertensi.
Status BBLR, usia dan ras/etnik merupkan salah satu faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi yang dianggap berisiko terhadap kejadian
Diabetes Mellitus. Namun variabel status BBLR tidak diteliti dalam
penelitian ini dikhawatirkan menimbulkan bias karena kejadian lahir
responden sudah sangat lampau dan akan sulit untuk mendapatkan data
berat badan responden saat lahir. Variabel obesitas, obesitas abdominal,
aktivitas fisik, pola konsumsi, serta merokok tidak dijadikan variabel
penelitian karena keterbatasan ketersediaan data.
50
a. Riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram
Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram
berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus baik tipe 2 maupun
gestasional. Namun belum banyak penelitian-penelitian terdahulu yang
menjelaskan tetang faktor tersebut. Maka pada penelitian ini peneliti
tertarik untuk menyertakan riwayat melahirkan bayi dengan berat
≥4.000 gram sebagai salah satu variabel indpenden yang berisiko
terhadap kejadian Diabetes Mellitus pada wanita.
b. Riwayat keluarga dengan DM
Penyakit Diabetes Mellitus erat sekali kaitannya dengan riwayat
keluarga dengan Diabetes. Baik dari ibu, ayah, maupun saudara
kandung.
c. Hipertensi
Hipertensi atau tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadinya
resistensi insulin. Itulah sebabnya hipertensi berkaitan erat dengan
kejadian Diabetes Mellitus. Seseorang dengan tekanan darah >140/90
selama beberapa kali pemeriksaan dapat dikatakan mengalami
hipertensi.
51
Bagan 3.1.1
Kerangka Konsep Penelitian
52
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Status Diabetes
Mellitus tipe 2
Seseorang yang
didiagnosa oleh petugas
kesehatan menderita DM
yakni jika konsentrasi
glukosa darah dalam
keadaan puasa pagi hari
≥126 mg/dL atau 2 jam
sesudah makan ≥200
mg/dL atau bila
sewaktu/sesaat diperiksa
>200mg/dL.
- Diagnosa oleh
petugas
kesehatan.
Berdasarkan hasil
pemeriksaan dan diagnosa
dari petugas kesehatan
1. Iya (kasus)
2. Tidak (kontrol)
Ordinal
Usia Diagnosa Usia saat pertama kali
didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus tipe 2.
- Wawancara
dengan kuisioner
Menanyakan langsung
kepada responden .
1. 30-39 tahun
2. 40-49 tahun
3. 50-59 tahun
4. 60-69 tahun
5. 70-79 tahun
Ordinal
Wilayah domisili Kelurahan tempat
responden berdomisili - Wawancara
dengan kuisioner
Menanyakan langsung
kepada responden .
1. Bintaro
2. Pesanggrahan
3. P.Selatan
4. P.Utara
5. Ulu Jami
Nominal
53
Riwayat melahirkan
bayi ≥4.000 gr
Pernah melahirkan bayi
dengan berat badan bayi
≥4.000 gr
- Wawancara
dengan kuisioner
Menanyakan langsung
kepada responden .
1. Pernah
2. Tidak Pernah
Ordinal
Riwayat Keluarga
Menderita DM
Adanya riwayat keluarga
(ayah, ibu, saudara
kandung, paman/bibi,
kakek/nenek) yang
menderita DM
- Wawancara
dengan kuisioner
Menanyakan langsung
kepada responden.
1. Ada riwayat
2. Tidak ada
riwayat
Nominal
Riwayat Hipertensi Riwayat memiliki
tekanan darah tinggi
oleh petugas kesehatan
yakni lebih dari 140/90
mmHg.
Wawancara dengan
kuisioner
Menanyakan kepada
responden apakah
responden pernah
didiagnosa mengalami
tekanan darah
tinggi/hipertensi oleh
petugas kesehatan
1. Ada
2. Tidak ada Ordinal
54
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gram merupakan faktor
risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
2. Riwayat keluarga menderita DM merupakan faktor risiko kejadian
Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2014.
3. Riwayat hipertensi merupakan faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus
tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan tahun 2014.
55
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan
disain studi case control. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Penelitian dengan disain studi case
control merupakan penelitian yang bersifat observasional mengikuti
perjalanan penyakit ke arah belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis
spesifik tentang adanya hubungan pemaparan terhadap faktor risiko di masa
lalu dengan timbulnya penyakit (Masriadi, 2012). Sehingga dalam hal ini,
faktor-faktor di masa lampau yang berisiko terhadap kejadian Diabetes
Mellitus diteliti pada masa sekarang (saat penelitian berlangsung).
Penelitian dengan disain studi case control ini dilakukan dengan cara
membagi sampel penelitian ke dalam dua kelompok kasus dan kontrol.
Kelompok kasus yang dimaksud adalah kelompok wanita yang menderita
Diabetes Mellitus. Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok wanita
yang tidak menderita Diabetes Mellitus. Dengan penelitian ini akan diketahui
besar risiko dari faktor-faktor yang menyebabkan kejadian Diabetes Mellitus
pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun
2014.
56
Bagan 4.1.1 Rancangan Penelitian Case Control
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan tepatnya pada bulan April-Juni tahun 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi adalah target dimana peneliti menghasilkan hasil penelitian
(Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien wanita rawat jalan di puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2014. Adapun sampel dalam
penelitian ini terdiri dari dua kelompok kasus dan kontrol dimana kelompok
kasus merupakan kelompok wanita yang menderita Diabetes Mellitus
sedangkan kelompok kontrol adalah wanita yang tidak menderita penyakit
Diabetes Mellitus.
+ Diabetes Mellitus tipe 2 (Kasus)
- Diabetes Mellitus tipe 2 (Kontrol)
+ Faktor Risiko
-- Faktor Risiko
+ Faktor Risiko
-- Faktor Risiko
57
4.3.2 Sampel
Pada pengambilan sampel dalam penelitian ini, peneliti menetapkan
kriteria inklusi dan eksklusi baik untuk kelompok kasus maupun kelompok
kontrol. Kriteria inklusi adalah kriteria umum subjek penelitian yang dipakai
sehingga mereka yang memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan bisa
dimasukkan sebagai sampel penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi adalah
kriteria yang digunakan sehingga mereka yang sudah memenuhi syarat inklusi
terpaksa dikeluarkan karena tidak tepat untuk diteliti lebih lanjut (Bustan,
2008). Dengan demikian, karena peneliti sudah menetapkan kriteria tersebut,
maka teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Teknik tersebut merupakan teknik pengambilan sampel dimana
sampel yang dipilih melalui penetapan kriteria tertentu oleh peneliti
(Swarjana, 2012).
a) Kriteria inklusi untuk kasus:
1. Pasien wanita dengan Diabetes Mellitus tipe 2 yang berobat di
Puskesmas Pesanggrahan tahun 2014.
2. Berdomisili di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
b) Kriteria eksklusi untuk kasus
1. Pernah menderita Diabetes Mellitus tipe lain.
2. Pasien meninggal
58
a. Kriteria inklusi untuk kontrol:
1. Pasien wanita yang berobat di Puskesmas Pesanggrahan tahun 2014
dan tidak menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
2. Berdomisili di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
b. Kriteria eksklusi untuk kontrol
1. Pernah menderita Diabetes Mellitus tipe lain.
Untuk menghitung besar sampel dalam penelitian ini, rumus besar
sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Z1-α/2 : Deviat baku alpha
Z1-β : Deviat baku beta
P2 : Proporsi terpapar pada kelompok kontrol
P1 :
Kesalahan tipe I dan tipe II dalam penelitian ini diwakili oleh nilai
deviat baku alpha (Zα) dan deviat baku beta (Zβ). Karena hipotesis dalam
penelitian ini merupakan hipotesis dua arah (two tail), maka besar nilai Z1-
59
α/2= 1,96 dan Z1-β = 0,84. Untuk mengetahui nilai P2 didapatkan dari
penelitian sebelumnnya dengan mengetahui proporsi terpapar pada
kelompok kontrol (Sopiyudin, 2010). Maka berdasarkan proporsi beberapa
variabel yang ada pada penelitian sebelumnya, didapatkan jumlah sampel
sebagai berikut:
Tabel 4.3.2
Jumlah Sampel Berdasarkan P2 dari Penelitian Sebelumnya
Variabel P1 P2 OR n
Riwayat Keluarga menderita
DM (Zahtamal, 2007) 39,3 % 14,7 % 3,75 37
Riwayat Keluarga menderita
DM (Valliyot, ) 55 % 37,5 % 2,04 120
Berdasarkan tabel di atas, jumlah sampel minimal yang seharusnya
diambil adalah 120 masing-masing untuk kelompok kasus dan kontrol.
Namun karena jumlah kelompok kasus yang memenuhi kriteria hanya 112,
maka jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 112
kelompok kasus dan 125 kelompok kontrol (ditambah 10% untuk dropp
out). Total keseluruhan sampel dalam penelitian ini berjumlah 237.
4.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuisioner atau
pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur
variabel independen seperti riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gr,
riwayat keluarga DM, dan riwayat hipertensi.
60
4.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.
4.4.1 Data Primer
Semua variabel independen seperti riwayat pernah melahirkan bayi
dengan berat ≥4.000 gram, dan riwayat hipertensi di ketahui dengan
melakukan pengukuran serta melakukan wawancara menggunakan
kuisioner.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam peneitian ini adalah data
pendukung seperti data jumlah kasus Diabetes Mellitus, serta hasil
pemeriksaan laboratorium pasien.
4.5 Pengolahan Data
Kuesioner atau lembar hasil wawancara yang telah diisi dikumpulkan
kemudian diperiksa kelengkapannya, dimasukkan dan diolah dengan sistem
komputerisasi menggunakan program pengolahan data dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
61
4.5.1 Pemeriksaan Data (Editing)
Memeriksa kelengkapan data baik yang telah dikumpulkan melalui
daftar pertanyaan pada kuisioner maupun data yang dikumpulkan
melalui pengukuran langsung.
4.5.2 Pemberian Kode (Coding)
Pengkodean data yaitu memeriksa kuesioner dengan
mengklasifikasi data dan memberi kode untuk masing-masing
pertanyaan sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Pengkodean data
dilakukan untuk memudahkan kegiatan pengolahan data selanjutnya.
4.5.3 Penyuntingan Data (Data Editing)
Penyuntingan data yaitu memeriksa kelengkapan dan kejelasan
jawaban responden dalam pengisian kuesioner untuk memastikan semua
pertanyaan telah dijawab oleh responden. Penyuntingan data dilakukan
sebelum proses pemasukan data dan dilakukan di lapangan, agar
datayang salah atau meragukan masih bisa ditelusuri kembali kepada
responden yang bersangkutan.
4.5.4 Pemasukan Data (Data Entry)
Pemasukan data yaitu memasukan data dengan bantuan komputer
dengan aplikasi tertentu untuk kemudian dianalisis.
62
4.5.5 Pembersihan Data (Data Cleaning)
Pembersihan data yaitu membersihkan data dari kesalahan
memasukkan data. Data-data yang tidak lengkap karena salah
memasukkan data akan dilengkapi. Data-data yang aneh, janggal atau
ekstrim akan dikeluarkan karena dikhawatirkan akan memberikan hasil
yang tidak valid. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan
melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai
kelogisannya. Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut
telah bersih dari kesalahan, maka data tersebut siap untuk ditelaah lebih
lanjut.
4.6 Analisis Data
Setelah dilakukan editing, coding, entry dan cleaning, data yang
diperoleh masing-masing dianalisis dengan menggunakan program komputer.
Adapun analisa data yang dilakukan antara lain:
4.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
dan presentase dari setiap variabel independen dan dependen. Variabel
tersebut antara lain kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, riwayat
melahirkan bayi dengan berat ≥4.000 gr, riwayat keluarga menderita
DM, dan riwayat hipertensi.
63
4.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis dalam
penelitian ini dengan menggunakan uji odds ratio (OR). Uji OR
merupakan salah satu uji yang digunakan untuk melihat besar risiko
variabel independen (Ifan dkk, 2012). Hasil analisis data disajikan dalam
bentuk tabel kontingensi 2x2.
Nilai OR merupakan perbandingan antara risiko yang dialami oleh
mereka yang terpapar dengan mereka yang tidak terpapar. Nilai OR
dimulai dari nol (0) sampai tak terhingga. Nilai OR sama dengan satu
(OR=1) berarti tidak ada hubungan. Nilai OR lebih kecil dari 1 berarti
faktor tersebut bersifat protektif (OR<1). Sedangkan jika OR lebih dari 1
(>1) berarti bahwa faktor tersebut merupakan faktor risiko (Bustan,
2008).
Rumus dari Odds Ratio adalah:
Keterangan :
OR : Odds ratio risiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus
: Rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus yang tidak
terpapar.
: Rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan kontrol yang
tidak terpapar.
64
Jika dalam penelitian ini dihasilkan nilai OR dengan rentang CI
(confident interval) yang tidak mencakup nilai 1,0 maka bisa dinyatakan
signifikan pada α 5%. Namun jika nilai lower limit dan upper limit
(nilai CI) mencakup 1, 0 maka hasil penelitian dinyatakan tidak
signifikan secara statistik pada nilai alpha 0,05 (Meehan, 2003).
65
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta
Selatan. Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan merupakan salah satu unit
pelaksana teknis pelayanan kesehatan yang berdiri di bawah naungan Suku
Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Selatan. Puskesmas tersebut dibangun di
area seluas 2.566 m2 pada tahun 2002 dan mulai beroperasi mulai tahun 2003
di lokasi Jl. Cenek No.1 Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan bertanggung jawab terhadap 5
wilayah kerja termasuk membawahi masing-masing puskesmas di setiap
kelurahan diantaranya:
1) Kelurahan Bintaro
2) Kelurahan Pesanggrahan
3) Kelurahan Petukangan Utara
4) Kelurahan Petukangan Selatan
5) Kelurahan Ulu Jami
Pada tahun 2012 di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan telah
dibangun gedung tambahan baru untuk fasilitas rawat inap, dan telah
diresmikan pada bulan Mei 2001. Puskesmas tersebut saat ini memiliki 11
66
unit klinik pelayanan rawat jalan dan 3 fasilitas pelayanan rawat inap. 11
klinik rawat jalan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Klinik Umum
2) Klinik Gigi
3) Klinik Kesehatan Ibu (Ibu hamil)
4) Klinik MTBS (anak usia 0 s/d 5 th)
5) Klinik KB / IVA
6) Klinik Paru / PAL /Kusta
7) Klinik DM & Hipertensi
8) Klinik Kesehatan Jamaah Haji
9) Klinik Konsultasi Keluarga
10) Klinik Santun Lansia
11) Klinik Imunisasi
Sedangkan 3 fasilitas rawat inap diantaranya adalah Rawat Inap Rumah
Bersalin, Rawat Inap Non-Rumah Bersalin Kelas III, serta TFC (Perawatan
Balita dengan Masalah Gizi). Selain itu, di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti fisioterapi,
radiologi, EKG, USG, apotek, laboratorium, dan ruang Laktasi.
Program khusus pengendalian Diabetes Mellitus mulai diadakan oleh
puskesmas Kecamatan Pesanggrahan sejak tahun 2008. Hal tersebut
disebabkan oleh meningkatnya jumlah kasus Diabetes Mellitus setiap
tahunnya. Dengan adanya klinik khusus DM di puskesmas tersebut
67
meningkatkan pelayanan untuk pengendalian penyakit Diabetes Mellitus di
wilayah Kecamatan Pesanggrahan. Masyarakat bisa dengan mudah
mendapatkan layanan Diabetes Mellitus seperti skrining kadar gula darah,
obat Diabetes, termasuk penyuluhan atau edukasi terkait Diabetes Mellitus
yang diadakan setiap sebulan sekali. Posbindu untuk skrining penyakit tidak
menular juga sudah mulai diaktifkan di masing-masing wilayah kelurahan
sejak tahun 2012.
5.2 Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan kasus Diabetes Mellitus tipe 2 dan
faktor risikonya berdasarkan distribusi orang, tempat, dan waktu.
5.2.1 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok Usia
Distribusi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia saat
pertama kali didiagnosa menderita penyakit terdapat pada tabel 5.2.1:
Tabel 5.2.1
Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita
Berdasarkan Usia saat Diagnosa di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Tahun 2014
Kelompok Usia Kasus
n %
30 – 39 tahun 11 9,8 %
40 – 49 tahun 31 27,7 %
50 – 59 tahun 51 45,5 %
60 – 69 tahun 16 14,3 %
70 – 79 tahun 3 2,7 %
Total 112 100 %
68
Berdasarkan tabel 5.2.1 diketahui bahwa sebagian besar wanita
yang menjadi responden penelitian pertama kali didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 pada usia 50-59 tahun (45,5%). Sedangkan
wanita yang pertama kali didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2
pada usia 70-79 tahun hanya 2,7%.
5.2.2 Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Wilayah
Distribusi kelompok kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 dan kelompok
kontrol yang diteliti berdasarkan kelompok wilayah ada pada tabel
5.2.2:
Tabel 5.2.2
Distribusi Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita
Berdasarkan Wilayah di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Tahun 2014
Kelurahan Kasus Kontrol
n % n %
Bintaro 25 22,3 % 28 22,4 %
Pesanggrahan 33 29,5 % 23 18,4 %
Petukangan Selatan 15 13,4 % 25 20,0 %
Petukangan Utara 16 14,3 % 28 22,4 %
Ulu Jami 23 20,5 % 21 16,8 %
Total 112 100 % 125 100 %
Pada tabel 5.2.2 terlihat bahwa wanita yang menderita Diabetes
Mellitus tipe 2 paling banyak berdomisili di wilayah kelurahan
pesanggrahan (29,5%). Sedangkan pada kelompok kontrol paling
banyak berdomisili di wilayah kelurahan Petukangan Utara dan Bintaro
(22,4%). Wanita penderita Diabetes Mellitus tipe 2 paling sedikit
berdomisili di kelurahan Petukangan Selatan (13,4%).
69
5.2.3 Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol
Distribusi jumlah faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe
2 berdasarkan kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel
5.2.3:
Tabel 5.2.3
Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan Kelompok Kasus dan Kontrol pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Variabel Kasus Kontrol
n % n %
Riwayat Melahirkan
Bayi ≥4000 gram
Pernah 23 20,5 % 19 15,2 %
Tidak Pernah 89 79,5 % 106 84,8 %
Riwayat Keluarga
Menderita DM
Ada 61 54,5 % 25 20,0 %
Tidak Ada 51 45,5 % 100 80,0 %
Riwayat Hipertensi
Ada 48 42,9 % 46 36,8 %
Tidak Ada 64 57,1 % 79 63,2 %
Berdasarkan tabel 5.2.3 diketahui wanita yang pernah
melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram lebih
banyak ditemukan pada kelompok kasus yakni sebanyak 20,5%.
Sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sebanyak 15,2% juga
pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram.
70
Diketahui sebanyak 54,5% dari kelompok wanita penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 memiliki riwayat keluarga yang juga menderita
Diabetes Mellitus. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki
riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sebanyak 20,0% .
Berdasarkan tabel 5.2.3 diketahui bahwa sebanyak 42,9% dari
kelompok penderita Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki riwayat
hipertensi saat sebelum menderita Diabetes Mellitus tipe 2. Sedangkan
pada kelompok kontrol yang memiliki riwayat hipertensi selama atau
sejak satu hingga 20 tahun terakhir sebesar 36,8%.
Dari sejumlah responden yang diketahui memiliki riwayat
keluarga menderita DM, diketahui pula silsilah keluarga responden
tersebut. Berikut ini akan dijelaskan gambaran status keluarga dari
responden yang menderita Diabetes Mellitus:
Tabel 5.2.4
Gambaran Status Keluarga Menderita DM pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Status Riwayat
Keluarga
Kasus Kontrol
n % n %
Ayah Kandung 22 36,1 % 10 40,0 %
Ibu Kandung 17 27,9 % 6 24,0 %
Saudara Perempuan 11 18,0 % 6 24,0 %
Saudara Laki-Laki 10 16,4 % 2 8,0 %
Paman/Bibi 1 1,6 % 1 4,0 %
Total 61 100 % 25 100 %
Berdasarkan tabel 5.2.4 diketahui bahwa pada kelompok kasus,
riwayat keluarga yang menderita DM paling banyak ditemukan dari
71
ayah (36,1%) dan ibu (27,9%). Sedangkan pada kelompok kontrol,
riwayat keluarga yang menderita DM paling banyak ditemukan dari
(ayah 40,0%).
5.2.4 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kelompok
Usia
Berikut ini merupakan distribusi faktor risiko pada 112 wanita
yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan Tahun2014 berdasarkankelompok usia:
Tabel 5.2.5
Distribusi Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
berdasarkan Kelompok Usia pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Variabel <45 Tahun ≥45 Tahun
n % n %
Riwayat Melahirkan
Bayi ≥4000 gram
Pernah 5 22,7 % 18 20,0 %
Tidak Pernah 17 77,3 % 72 80,0 %
Riwayat Keluarga
Menderita DM
Ada 14 63,6 % 47 52,2 %
Tidak Ada 8 36,4 % 43 47,8 %
Riwayat Hipertensi
Ada 8 36,4 % 40 44,4 %
Tidak Ada 14 63,6 % 50 55,6 %
Berdasarkan tabel 5.2.5 diketahui bahwa 22,7% wanita
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang berusia < 45 tahun pernah
72
melahirkan bayi ≥4.000 gram. 63,6% wanita penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 yang berusia < 45 tahun juga memiliki riwayat
keluarga menderita DM. Sedangkan riwayat hipertensi paling banyak
ditemukan pada wanita penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang
berusia ≥45 tahun (44,4%).
5.3 Analisis Bivariat
Setelah mengetahui gambaran umum dari masing-masing variabel,
selanjutnya dilakukan analisis bivariat. Hasil analisis bivariat yang
menggambarkan risiko masing-masing variabel penelitian terhadap kejadian
Diabetes Mellitus tipe 2 akan dijelaskan sebagai berikut berikut:
Tabel 5.3.1
Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Variabel Odd Ratio (OR) (95% CI)
Riwayat Melahirkan Bayi
≥4000 gram
1,442 0,738-2,817
Riwayat Keluarga
Menderita DM
4,784 2,693-8,500
Riwayat Hipertensi 1,288 0,764-2,170
Berdasarkan tabel 5.3.1 diketahui bahwa dari penelitian ini
diperoleh nilai OR sebesar 1,441 (95% CI 0,738-2,817) pada variabel
riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram. Dengan demikian
73
riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram tidak berisiko terhadap
kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan tahun 2014. Sedangkan pada variabel riwayat keluarga
menderita DM diperoleh nilai OR sebesar 4,784 (95% CI 2,693-8,500).
Hal tersebut menunjukkan bahwa wanita yang memiliki riwayat
keluarga menderita DM berisiko 4,784 kali menderita Diabetes Mellitus
tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat
keluarga menderita DM di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun
2014.
Berdasarkan Tabel 5.3.1 diketahui bahwa pada penelitian ini
diperoleh nilai OR sebesar 1,288 (95% CI 0,764-2,170) pada variabel
riwayat hipertensi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa riwayat
hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014.
74
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dan kelemahan
sebagai berikut:
Riwayat hipertensi diukur dengan berdasarkan pengakuan dari responden
tanpa didukung oleh ketersediaan data sekunder hasil pemeriksaan tekanan
darah responden di masa lalu. Namun diupayakan ada tambahan informasi
dari orang terdekat responden seperti anak kandung, suami, atau saudara
kandung untuk memastikan riwayat hipertensi responden. Ketersediaan
data sekunder yang kurang memadai terkait karakteristik populasi seperti
kehamilan dan kasus Diabetes Gestasional, serta karakteristik masing-
masing wilayah juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
6.2 Gambaran Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin (hormon pengatur gula darah) atau insulin yang
dihasilkan tidak mencukupi atau insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh
karena itu akan menyebabkan gula darah meningkat saat diperiksa. Seseorang
dinyatakan menderita Diabetes Mellitus apabila pada pemeriksaan
laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam keadaan puasa
75
pagi hari ≥126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥200 mg/dL atau bila
sewaktu/sesaat diperiksa >200mg/dL (Sidartawan, 2008).
Pada penelitian ini diketahui bahwa kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
berdasarkan usia pertama kali didiagnosa paling banyak ditemukan pada saat
wanita berusia 50-59 tahun (45,5%). Usia pertama kali didiagnosa menjadi
penting untuk mengetahui kapan biasanya penyakit mulai timbul. Konsistensi
hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian deskriptif yang dilakukan
oleh Nadyah dkk (2011) di RSU Prof. Dr. R.D Kandou, Manado. Pada
penelitian tersebut ditemukan bahwa pasien wanita yang menderita Diabetes
Mellitus tipe 2 paling banyak terdapat pada kelompok usia 51-60 tahun. Usia
bisa menjadi penanda bagi seseorang untuk mengantisipasi penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2.
Gambaran penderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita dalam
penelitian ini juga sesuai dengan hasil Riskesdas tahun 2013. Di Indonesia,
dimana prevalensi Diabetes Mellitus banyak terjadi pada kelompok usia 55-64
tahun (4,8%) dan kelompok usia 65-74 tahun (4,2%). Gambaran kejadian
Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia juga didukung oleh Hasil analisis
multivariat pada penelitian yang dilakukan oleh Siti (2009) yang menemukan
bahwa faktor-faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 pada perempuan dewasa
salah satunya adalah usia > 45 tahun. Sebagaimana kita ketahui Diabetes
Mellitus Tipe 2 biasanya memang terjadi pada orang yang lanjut usia (Charles
& Anne, 2010).
76
Pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun seperti terjadi
penurunan sekresi atau resistensi insulin yang menyebabkan kemampuan
fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi menjadi kurang
optimal (Gusti & Erna, 2014). Oleh karena itu, penyakit Diabetes Mellitus tipe
2 lebih sering terjadi pada orang lanjut usia.
Pada penelitian ini, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki
riwayat melahirkan bayi ≥4.000 gram dan riwayat keluarga menderita DM
paling banyak ditemukan pada wanita berusia kurang dari 45 tahun.
Sedangkan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat
hipertensi paling banyak ditemukan pada wanita berusia ≥45 tahun. Hal
tersebut menandakan bahwa kemungkinan wanita yang didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 kurang dari 45 tahun mendapat kan risiko penyakit
dari kedua riwayat tersebut. Sedangkan wanita yang didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 ≥45 tahun kemungkinan mendapatkan risiko
penyakit dari riwayat hipertensi.
Karakteristik penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan wilayah
tempat tinggi paling banyak ada di Kelurahan Pesanggrahan (29,5%). Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh jarak tempuh terhadap
lokasi pelayanan kesehatan. Meskipun Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
bertanggung jawab terhadap 5 wilayah kelurahan, namun terletak tepat di
kelurahan Pesanggrahan. Sebagaimana hasil penelitian oleh Irawati (2011)
yang menyimpulkan bahwa jarak tempuh mempengaruhi pemanfaatan
77
puskesmas, dimana puskesmas di manfaatkan oleh responden yang jarak
tempuhnya dekat dengan rumah. Terjadi distribusi kelompok penderita dan
kelompok kontrol yang merata di 5 kelurahan. Selain itu masih terdapat
puskesmas kelurahan yang tersebar di setiap kelurahan, dan memungkinan
masyarakat untuk tidak datang ke Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan.
Penelitian ini dilakukan di wilayah perkotaan Jakarta Selatan.
Sehingga karakteristik penduduk perkotaan melekat pada penderita dan bisa
jadi mempengaruhi gaya hidup mereka. Sebagaimana hasil Riskesdas tahun
2013 yang menunjukkan bahwa prevalesi Diabetes Mellitus di wilayah
perkotaan Indonesia dua kali lebih besar dari pada di pedesaan. Pada
umumnya, masyarakat perkotaan menjalani gaya hidup yang ditandai dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dari makanan cepat saji, makanan kaleng,
makanan tinggi kalori dan pola hidup yang menetap (Ghosh, 2012). Hal
tersebut yang kemungkinan menjadi penyebab lebih tingginya kasus Diabetes
Mellitus di wilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah pedesaan.
Peningkatan kasus Diabetes Mellitus berkaitan dengan faktor biologis
dan faktor perilaku. Faktor biologis berhubungan dengan kecenderungan
genetik seperti usia, riwayat keluarga, defisiensi testosteron, dan penggunaan
antipsikotik atipikal atau statins. Sedangkan faktor perilaku mencakup faktor-
faktor seperti pola makan, aktivitas fisik , dan beban psikologi. Selain itu,
masih terdapat hubungan kompleks antara Diabetes tipe 2 dan obesitas
multifaktorial yang dapat menyulitkan pencegahan dan managemen Diabetes
78
tipe 2. Diabetes Mellitus juga terkait dengan banyak komplikasi komorbiditas
lainnya, seperti hipertensi, penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan
kebutaan, serta terkait juga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan
beban ekonomi (Hill dkk, 2013).
Program pengendalian Diabetes Mellitus di Indonesia terdiri dari
pencegahan primer maupun sekunder. Salah satu upaya pencegahan sekunder
adalah mencegah terjadinya komplikasi pada pasien penderita Diabetes
Mellitus tipe 2. Contohnya seperti di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
dimana pasien diwajibkan untuk melakukan konsultasi dan mengambil obat
setiap 2 minggu sekali. Selain itu mereka harus melakukan tes gula darah
secara rutin setiap satu bulan sekali. Hal tersebut bisa mencegah terjadinya
komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.
Jumlah kasus baru dari tahun 2011 dan 2012 di Puskesmas
Pesanggrahan berturut-berturut meningkat mulai dari 178 menjadi 357 kasus.
Jumlah tersebut tetap meningkat menjadi 421 kasus baru pada tahun 2013. Hal
tersebut perlu diantisipasi oleh Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan, karena
setiap tahunya selalu terjadi peningkatan kasus baru Diabetes Mellitus. Maka
disarankan kepada puskesmas untuk meningkatkan program pengendalian
penyakit Diabetes Mellitus tidak hanya untuk penderita tetapi juga kepada
semua masyarakat yang sehat di wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
79
6.3 Gambaran dan Risiko Riwayat Melahirkan Bayi Lebih dari 4.000 gram
terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari
4000 gram dianggap berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2.
Faktor risiko tersebut merupakan faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 yang
tidak bisa di modifikasi. Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat
lebih dari 4 kg (4.000 gram/ 9 pounds) biasanya dianggap sebagai praDiabetes
(Lanywati, 2001).
Penelitian ini menemukan bahwa riwayat melahirkan bayi lebih dari
4.000 gram tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada
wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014. Dengan demikian,
hasil penelitian ini tidak bisa membuktikan hubungan kausalitas antara kedua
variabel independen dan dependen tersebut berdasarkan kriteria kekuatan hasil
uji statistik. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang
belum memadai untuk meneliti variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari
4.000 gram.
Meskipun secara statistik hubungan riwayat melahirkan bayi lebih dari
4.000 gram tidak berhubungan dengan Diabetes Mellitus tipe 2 pada penelitian
ini, jumlah wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari
4.000 gram lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus yakni sebanyak
20,5%. Sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sebanyak 15,2% yang
pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram. Sebagian
besar dari wanita yang menjadi responden tidak pernah melahirkan bayi
80
makrosomia (dengan berat lebih saat lahir). Oleh karena itu, perbedaan tipis
pada kedua kelompok tersebut belum bisa menjelaskan gambaran risiko
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4.000 gram terhadap
kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian prospective cohort
Tamarra dkk (2013) yang menemukan bahwa wanita yang melahirkan bayi
dengan berat lebih dari 10 pounds (≥4.000 gram) berisiko 1.61 kali menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 (95% CI 1,24-2,08) dalam waktu 6-20 tahun setelah
kehamilan pertama. Perbedaan penelitian ini disebabkan oleh penelitian
Tamarra jelas memiliki kelebihan dimana paparan dilihat sejak pertama hingga
terjadinya penyakit. Penelitian ini tidak bisa membuktikan hubungan riwayat
melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe
2 disebabkan oleh kemungkinan bias recall dan faktor risiko lain yang lebih
berperan menimbulkan Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan.
Hubungan bayi lahir dengan berat lebih (makrosomia) dengan risiko
Diabetes Mellitus tipe 2 masih belum bisa dipastikan, namun hubungan antara
makrosomia dan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 selalu dikaitkan dengan
Diabetes Gestasional. Diabetes gestasional dimungkinkan berperan pada
hiperglikemia maternal. Ada kemungkinan makrosomia mengindikasikan
hiperglikemia pada wanita, sehingga bisa berkembang menjadi Diabetes
Mellitus tipe 2 (Metzger, 2008 dalam Tamarra, 2013). Peran Diabetes
Gestasional dalam peningkatan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berhubungan
81
dengan kegagalan sel β (beta) untuk mengimbangi resistensi insulin yang
sedang berlangsung (Ratner, 2007).
Wanita dengan riwayat Diabetes Gestasional lebih mungkin berisiko
terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Keturunan mereka mungkin berisiko
mengalami peningkatan resistensi insulin, peningkatan makrosomia (lahir
berat badan> 4.000 g), obesitas, dan kecenderungan untuk onset awal Diabetes
Mellitus tipe 2 (Silverman, 1998 dalam Dyck 2002). Dalam penelitian ini,
peran riwayat Diabetes Gestasional tidak dteliti karena keterbatasan peneliti
untuk mengidentifikasi kelompok dengan riwayat penyakit tersebut.
Kaitan antara Diabetes gestasional dengan makrosomia diperjelas
dengan hasil prospective survey yang dilakukan oleh Roland dkk (2002).
Dalam survey tersebut ditemukan bahwa bayi yang lahir dari wanita aborigin
dan menderita Diabetes Gestasional saat hamil memiliki berat di atas rata-rata/
cenderung menjadi makrosomia (OR 2.4 95% CI 1.1–5.6). Selain itu, Diabetes
Gestasional terbukti meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita.
Sebuah literatur review terhadap 28 penelitian yang dilakukan oleh Catherine
dkk (2002) menemukan bahwa kejadian Diabetes tipe 2 meningkat tajam
dalam 5 tahun pertama setelah melahirkan dan muncul mendatar setelah 10
tahun. Tingkat glukosa puasa tinggi selama kehamilan merupakan faktor risiko
yang paling sering dikaitkan dengan risiko Diabetes Mellitus tipe 2.
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti kembali
hubungan antara riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram dengan
kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita. Penelitian yang dilakukan
82
sebaiknya menggunakan disain studi kohort dan khususnya dilakukan di
wilayah Indonesia. Disarankan kepada penyedia pelayanan kesehatan untuk
mengadakan program pencegahan Diabetes Gestasional pada wanita dengan
cara melakukan promosi kesehatan dan melakukan skrining kadar gula darah
bagi ibu hamil.
6.4 Gambaran dan Risiko Riwayat Keluarga Mendrita DM terhadap
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan Tahun 2014
Riwayat keluarga menderita DM menjadi faktor risiko seseorang untuk
terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Seorang anak merupakan keturunan pertama
dari orang tua yang DM (Ayah, ibu, termasuk saudara laki-laki dan saudara
perempuan) (Kemenkes RI, 2008). Penelitian ini menemukan bahwa wanita
yang memiliki riwayat keluarga menderita DM berisiko 4,784 kali menderita
Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki
riwayat keluarga menderita DM di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun
2014 (95% CI 2,693-8,500). Hasil penelitian ini telah memenuhi kriteria
kausalitas Hill dengan menunjukkan kekuatan hubungan secara statistik.
Hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian
Diabetes Mllitus tipe 2 dalam penelitian ini juga tampak jelas pada proporsi
masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Sebanyak 54,5% dari kelompok
kasus memiliki riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dua kali
lebih besar dari proporsi kelompok kontrol yang memiliki riwayat keluarga
menderita Diabetes Mellitus tipe 2 yakni hanya sebanyak 20%. Sesuai dengan
83
postulat kejadian penyakit kronis Dr. Robert Koch, bahwa riwayat keluarga
menderita DM yang dianggap sebagai faktor risiko kejadian penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2 lebih banyak ditemukan pada kelompok penderita penyakit
tersebut.
Menurut WHO, faktor genetik dianggap terlibat dalam fungsi pankreas
sel β, metabolisme aksi insulin atau glukosa, atau kondisi metabolik lainnya
yang meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 (misalnya, asupan energi /
pengeluaran, metabolisme lipid). Risiko seorang anak mendapat DM tipe 2
adalah 15% bila salah seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75%
bilamana kedua-duanya menderita DM. Selain itu apabila seseorang menderita
DM maka saudara kandungnya mempunyai risiko DM sebanyak 10%
(Kemenkes RI, 2008). Oleh sebab itu, riwayat keluarga menderita DM menjadi
faktor risiko bagi seseorang untuk menderita Diabetes Mellitus tipe 2.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal
(2007) dimana ditemukan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga
menderita DM berisiko 3,75 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2.
Penelitian tersebut juga menggunakan disain case control study. Zahtamal
mengasumsikan bahwa sekitar 73% kasus DM dapat dicegah dengan
memperhatikan faktor risiko adanya riwayat keluarga menderita DM.
Penelitian dengan disain studi case control yang dilakukan oleh Roro (2011) di
Kota Padang Panjang juga menemukan bahwa orang yang memiliki riwayat
keluarga menderita DM berisiko 27,429 kali untuk terkena Diabetes Mellitus
tipe 2.
84
Penelitian yang dilakukan oleh Radio (2011) yang dilakukan di
Denpasar juga memperkuat bukti hubungan riwayat keluarga menderita DM
dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Bahkan pada penelitian tersebut
diperoleh nilai OR sebesar 42,25 (95% CI 9,53-187,22). Ketiga penelitian
tersebut selain mendukung hasil penelitian di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan ini, juga memenuhi krtieria konsistensi hasil penelitian dalam
melihat sebuah hubungan penyakit dengan paparannya. Dengan disain studi
kasus kontrol (dari tiga penelitian) mampu menunjukkan bahwa seseorang
akan memiliki risiko untuk menderita Diabetes Mellitus tipe 2 jika memiliki
orang tua atau saudara kandung dengan riwayat Diabetes Mellitus.
Berdasarkan status keluarga yang menderita DM, pada penelitian ini
yang paling banyak ditemukan adalah riwayat dari ayah, ibu, dan saudara
kandung. Riwayat dari ayah lebih banyak ditemukan dibandingkan dari ibu.
Padahal menurut teori, risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-
30% dari pada ayah dengan DM, karena penurunan gen sewaktu dalam
kandungan lebih besar dari ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013).
Terdapat teori genetika yang menyatakan bahwa terdapat tiga tipe
penduduk yaitu normal tidak Diabetes, pembawa sifat tanpa tanda klinik
(carier) dan penderita Diabetes atau calon penderita. Bila satu kakek-nenek
menderita Diabetes Mellitus tipe 2, sedang orang tuanya tidak menderita maka
risiko anak menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sebesar 14%. Bila salah satu
orang tua menderita Diabetes melitus tipe 2 sedang tidak ada keluarga dekat
lain menderita maka risiko anak menderita Diabetes melitus tipe 2 sebesar
85
22%. Bila satu orang tua dan satu kakek-nenek atau keluarga dekat yang lain
menderita Diabetes melitus tipe 2 maka risiko anak menderita Diabetes melitus
tipe 2 sebesar 60% (Ranakusuma, 1997 dalam Kaban dkk, 2007). Maka
kontribusi riwayat genetik, tidak hanya dominan dari Ibu melainkan banyak
faktor kompleks yang cukup berperan termasuk faktor lain selain riwayat
keluarga.
Meskipun riwayat keluarga menderita DM merupakan faktor risiko
Diabetes Mellitus tipe 2 yang tidak bisa dimodifikasi, bukan berarti tidak dapat
dilakukan upaya pencegahan. Justru dengan mengetahui riwayat keluarga, bisa
membuat seseorang menjadi lebih berhati-hati untuk mengatur gaya hidup
sehat agar terhindar dari penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Dengan melindungi
diri dari penyakit tersebut, bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, tetapi
juga menjaga keturunan kita dari risiko terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Oleh
karena itu, disarankan kepada masyarakat khususnya bagi yang memiliki
riwayat keluarga menderita DM untuk senantiasa melakukan deteksi dini
penyakit Diabetes Mellitus, agar segera bisa dilakukan upaya pencegahan
sedini mungkin.
6.5 Gambaran dan Risiko Riwayat Hipertensi terhadap Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Tahun 2014
Selain menjadi faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi juga
merupakan kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan DM,
memperburuk komplikasi DM, termasuk morbiditas dan mortalitas
86
kardiovaskular (Mangesha, 2007). Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah yang tingginya tergantung usia individu yang terkena. Pada orang
dewasa dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja
lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
tubuh (Kemenkes RI, 2013).
Pada penelitian ini, diketahui bahwa riwayat hipertensi tidak berisiko
terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita di Puskesmas
Kecamatan Pesanggrahan. Dengan nilai OR sebesar 1,288 (95% CI 0,764-
2,170) riwayat hipertensi dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 tidak
memiliki hubungan yag signifikan. Sebagaimana krtiteria kausalitas Hill yang
menyatakan hasil uji statistik adalah salah satu bukti kekutan hubungan sebuah
efek terhadap paparannya.
Gambaran riwayat hipertensi pada kelompok penderita dan bukan
penderita masih bisa dibandingkan, meskipun hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa riwayat hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus
tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan. Sebanyak 42,9%
dari kelompok yang menderita Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki riwayat
hipertensi saat sebelum menderita sakit. Sedangkan pada kelompok kontrol
yang memiliki riwayat hipertensi lebih sedikit yakni sebanyak 36,8%.
Sebagaimana konsep postulat kejadian penyakit kronis oleh Dr.Robert Koch,
masih ada kemungkinan hipertensi yang dianggap menjadi faktor risiko
87
Diabetes Mellitus tipe 2 menjadi lebih sering terjadi pada orang yang
menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan pada orang yang tanpa
penyakit tersebut.
Hipertensi pada kedua kelompok kasus dan kontrol cukup banyak
yakni hampir setengah dari wanita yang menjadi responden memiliki riwayat
hipertensi. Sebagaimana hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia pada perempuan lebih banyak dari pada laki-
laki. Berdasarkan wawancara, prevalensi hipertensi pada perempuan di
Indonesia sebanyak 12,2% sedangkan pada laki-laki sebanyak 6,5%.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran adalah pada wanita
sebanyak 28,8% sedangkan pada laki-laki sebanyak 22,8%. Jumlah tersebut
menjadi salah satu penanda bahwa kelompok wanita harus lebih berhati-hati
terhadap risiko hipertensi yang bisa berkembang menjadi penyakit kronis.
Menurut konsep kausalitas Hill sebuah hubungan kausalitas juga harus
bersifat temporal. Dimana paparan mendahului efek atau penyakit. Seringkali
gejala hipertensi muncul di saat yang bersamaan saat seseorang menderita
Diabetes Mellitus tipe 2. Sehingga untuk melihat hipertensi sebagai faktor
risiko Diabetes Mellitus tipe 2, harus dipastikan bahwa seseorang pernah
memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum menderita penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2. Pada penelitian ini, riwayat hipertensi diketahui berdasarkan
pengakuan dan ingatan responden. Selain itu, cukup tingginya distribusi
riwayat hipertensi dari kelompok kontrol juga bisa berpengaruh terhadap hasil
penelitian ini. Hal tersebut kemungkinan bisa disebabkan oleh karakteristik
88
kelompok kontrol yang diambil masih merupakan pasien rawat jalan yang
berobat ke puskesmas dengan penyakit selain Diabetes Mellitus.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ma J
(2001) dimana ditemukan bahwa orang yang memiliki riwayat hipertensi
berisiko 4.833 kali menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (95% CI: 1.966-11.703).
Penelitian tersebut menggunakan disain yang sama dengan penelitian ini.
Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat bias ingatan dalam penelitian ini.
Penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian kohort yang dilakukan David
dkk (2007) pada wanita sehat, yang membuktikan bahwa wanita yang
memiliki tekanan darah tinggi juga berisiko tinggi untuk terkena Dabetes
Mellitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun.
Penelitian ini didukung oleh penelitian serupa yang dilakukan oleh
Radio (2011, OR 2,00 95% CI 0,70-5,67) dan Sri Trisnawati (2013). Kedua
penelitian tersebut yang juga menggunakan disain studi case control tidak
menemukan risiko riwayat hipertensi terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe
2. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wiardani (2010) orang yang
memiliki riwayat hipertensi berisiko 2,3 kali menderita Diabetes Mellitus tipe
2 (95% CI 1,0-5,6). Namun ternyata pada penelitian Wiardani, riwayat
hipertensi diketahui berdasarkan pengukuran tekanan darah tinggi bersamaan
dengan pengukuran kadar gula darah. Sehingga pada penelitian Wiardani
tersebut belum dapat dipastikan apakah hipertensi mendahului penyakit
Diabetes Mellitus tipe 2 atau justru menjadi penyakit penyerta.
89
Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes Melitus disebabkan
oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh
darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan
glukosa dari dalam darah menjadi terganggu (Trisnawati, 2013). Hipertensi
juga berkaitan erat dengan obesitas dan pola hidup tidak sehat. Penting untuk
diingat bahwa hipertensi juga sering ditemukan pada pasien dengan penyakit
kronis seperti Diabetes Mellitus sebagai penyakit penyerta. Sehingga akan sulit
menentukan apakah hipertensi pada individu tertentu benar-benar
menyebabkan terjadinya Diabetes Mellitus. Terjadinya suatu penyakit tidak
hanya ditentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah
bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat dipengaruhi oleh
berbagai faktor maupun unsur lainnya (Timmreck, 2001).
Masih perlu dilakukan penelitian riwayat hipertensi sebagai faktor
risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, untuk memenuhi kriteria konsistensi
hubungan keduanya. Sedangkan bagi puskesmas disarankan untuk
meningkatkan promosi kesehatan dan program skrining untuk mencegah kasus
hipertensi pada semua kelompok masyarakat.
90
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan faktor
risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada wanita di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan tahun 2014, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Distribusi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan usia
didiagnosa Diabetes Mellitus tipe 2 paling banyak ditemukan pada
saat wanita berusia 50-59 tahun (45,5%).
2. Distribusi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 paling banyak
ditemukan di Kelurahan Pesanggrahan (29,5%).
3. Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat melahirkan
bayi ≥4.000 gram dan riwayat keluarga menderita DM paling banyak
ditemukan pada wanita yang berusia < 45 tahun. Sedangkan
Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang memiliki riwayat hipertensi
paling banyak ditemukan pada wanita yang berusia ≥ 45 tahun.
4. Wanita yang memiliki riwayat keluarga DM berisiko 4,784 kali
menderita Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita
yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM (95% CI 2,693-
8,500).
91
5. Variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000 gram, dan riwayat
hipertensi tidak berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2
pada wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan tahun 2014.
7.2 Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Memeriksakan diri untuk deteksi dini faktor risiko Diabetes
Mellitus tipe 2 ke pelayanan kesehatan agar bisa dilakukan
upaya pengendalian terhadap faktor risiko yang bisa
dimodifikasi.
b. Bagi masyarakat yang memiliki riwayat keluarga menderita DM
disarankan untuk lebih berhati-hati menjaga pola hidup agar
terhindar dari penyakit Diabetes Mellitus tipe 2.
2. Bagi puskesmas dan Petugas Kesehatan
a. Meningkatkan program skrining faktor risiko Diabetes Mellitus
tipe 2, yakni dengan menambah jumlah posbindu secara merata
di seluruh wilayah Kecamatan Pesanggrahan.
b. Melakukan program skrining Diabetes Gestasional bagi ibu
hamil karena penting untuk mengidentifikasi risiko Diabetes
Mellitus tipe 2 di kemudian hari.
c. Meningkatkan program promosi kesehatan tentang faktor risiko
Diabetes Mellitus tipe 2 kepada masyarakat.
92
3. Bagi Peneliti Lain
a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian lanjutan terhadap variabel riwayat melahirkan bayi
lebih dari 4.000 gram dan riwayat hipertensi sebagai risiko
kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada wanita.
b. penelitian faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 pada
wanita dengan disain studi cohort dan eksperimental, khususnya
pada variabel variabel riwayat melahirkan bayi lebih dari 4.000
gram dan riwayat hipertensi.
93
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Septian & Okti. 2010. Hubungan antara Tingkat Stres dengan Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo. Diakses pada 1/7/2014 dari
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/3642
Adiningsih, Roro Utami. 2011. Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Orang Dewasa di Kota Padang
Panjang Tahun 2011. Skripsi Universitas Andalas: Padang.
Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umat.
American Diabetes Association. _______. Women. Diakses pada 26/3/2014 dari
http://www.Diabetes.org/living-with-Diabetes/treatment-and-care/women/
ASH (Action on Smoking and Health). 2012. Smoking and Diabetes. ASH Fact
Sheet diakses pada 9/5/2014 dari www.ash.org.uk
Balkau, Beverley. 2014. Obesity and T2DM. diakses pada 13/05/2014 dari
http://www.diapedia.org/type-2-Diabetes-Mellitus/obesity-and-t2dm
Baradero, Mary dkk. 2005. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.
Diterjemahkan oleh: Monica dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Bustan, Nadjib. 2008. 505 Tanya Jawab Epidemiologi. Makassar: Putra Asaad
Print.
CDC. 2001. Diabetes and Women’s Health Across the Life Stages: A Public
Health Perspective. U.S. Department of Health and Human Services.
CDC. 2011. Women at High Risk for Diabetes: Acces and Quality of Health Care,
2003-2006. U.S. Department of Health and Human Services.
Chang, Sang Ah. 2012. Smoking and Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes &
Metabolism Journal. Volume 36 :399-403.
94
Charles & Anne. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Mellitus Tipe 2.
Diterjemahkan oleh: Joko Suranto. Depok: Penebar Plus.
Conen, David dkk. 2007. Blood Pressure and Risk of Developing Type 2 Diabetes
Mellitus: The Women’s Health Study. European Heart Journal 28 :2937–
2943.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Ditejemahkan oleh: Annisa
Rahmalia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
David & Linda. 2010. Menaklukan Diabetes. Jakarta: BIP Kelompok Gramedia.
Dyck, Roland dkk. 2002. A Comparison of Rates, Risk Factors, and Outcomes of
Gestational Diabetes Between Aboriginal and Non-Aboriginal Women in
the Saskatoon Health District. Diabetes Care. Volume 25. No. 3: 487-493.
Erviana, Ana dkk. 2013. Surveilans Penyakit tidak Menular Diabetes Mellitus Di
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Universitas Islam Negeri Jakarta.
Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan
Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon. Skripsi
UI: Depok.
Ghosh, Hasu dkk. 2012. Urban Reality of Type 2 Diabetes among First Nations of
Eastern Ontario: Western Science and Indigenous Perceptions. Journal of
Global Citizenship & Equity Education. Volume 2 (2) : 158-181.
Gusti & Erna. 2014. Hubungan Faktor Risiko Usia, Jenis Kelamin, Kegemukan
dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah
Kerja Puskesmas Mataram. Media Bina Ilmiah. Volume 8. No.1 : 39-44.
Hill, Jacqueline dkk. 2013. Understanding the Social Factors That Contribute to
Diabetes: A Means to Informing Health Care and Social Policies for the
Chronically Ill. The Permanente Journal. Volume 17 (2) : 76-72.
J, Ma dkk. 2001. A Case-Control Study of Risk Factors for Type 2 Diabetes
Mellitus. Diakses pada 30/6/2014 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11769694
Jenkins, David JE dkk. 2003. Type 2 Diabetes and The Vegetarian Diet. American
Journal of Clinic Nutrition. 78 :610–616.
95
Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Diterjemahkan oleh: Andry dan
Monica. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kaban, Sempakata dkk. 2007. Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun
2005. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 40 (2) : 119-128.
Kemenkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat.
Kemenkes RI. 2007. Hasil RiskesdasTahun2007. Banlitbangkes.
Kemenkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit
Metabolik. Direktorat PPTM Ditjend PP&PL.
Kemenkes RI. 2008. Pedoman Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes elitus.
Direktorat PPTM Ditjend PP&PL.
Kemenkes RI. 2008. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular di Puskesmas. Direktorat PPTM Ditjend PP&PL.
Kemenkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia
Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses pada 21/5/2013 dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-
prevalensi-Diabetes-Mellitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html
Kemenkes RI. 2011. Penyakit Tidak Menular Penyebab Kematian Terbanyak di
Indonesia. Diakses pada 21/5/2013 dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1637-penyakit-
tidak-menular-ptm-penyebab-kematian-terbanyak-di-
indonesia.html.%20Diakses%2019%20Oktober%202011
Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan Dan
Aktifitas Fisik Untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular
Kemenkes RI. 2012. Buletin Jendela Data dan Pusat Informasi Penyakit Tidak
Menular.
Kemenkes RI. 2013. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia:
Kemenkes RI Tawarkan Solusi CERDIK Melalui Posbindu. Diakses pada
26/3/2014 dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2383
Kemenkes RI. 2013. Hasil RiskesdasTahun2013. Banlitbangkes.
96
Kim, Catherine dkk. 2002. Gestational Diabetes and the Incidence of Type 2
Diabetes A systematic review. Diabetes Care. Volume 25:1862–1868.
Lanywati, Endang. 2001. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Marks, Dawn B dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan
Klinis. Diterjemahkan oleh: Joko dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Masriadi. 2012. Epidemiologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Meehan, Kathleen. 2003. Investigasi Dan Pengendalian Wabah Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mengesha, Addisu Y. 2007. Hypertension and related risk factors in type 2
Diabetes Mellitus (DM) patients in Gaborone City Council (GCC) clinics,
Gaborone Botswana. African Health Sciences. 7(1):244-245.
Michael, dkk. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Mihardja, Laurentia. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia. Vol.59. No.9 : 418-424.
Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Nadyah dkk. 2013. Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di
Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-Unsrat RSU Prof. Dr. R.D Kandou
Manado Periode Mei 2011- Oktober 2011. Jurnal e-Biomedik. Volume 1.
No.1: 45-49.
Nuryati, Siti dkk. 2009. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan
Diabetes Mellitus pada Wanita Dewasa di DKI Jakarta. Gizi Indonesia.
Vol.32. No. 2 : 117-127.
Nuryati, Siti. 2009. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan
Hipertensi dan Diabetes Mellitus pada Pria dan Wanita Dewasa di DKI
Jakarta. Skripsi IPB: Bogor.
97
PDPERSI (Pusat Data dan Informasi PERSI). 2011. RI Rangking Keempat Jumlah
Penderita Diabetes Terbanyak Dunia. Diakses pada 21/5/2013 dari
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&nid=618&catid=23
Poretsky, Leonid. 2010. Principles of Diabetes Mellitus. Edisi kedua. New York:
Springer.
Pramono.2009. Dislipidemia diakses pada 28/6/2013 dari
http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/258-dislipidemia
Pranoto, Agung. 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia, Permasalahan dan
Penatalaksanaannya. Diakses pada 21/5/2013 dari
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Diabetes%20Mellitus%20di%2
0Indonesia,%20Permasalahan_3415_2449
Pratama, Ifan dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian PreDiabetes dan Diabetes
Mellitus Gestasional di RSIA Sitti Khadijah I Kota Makassar tahun 2012.
Unhas: Makassar.
Putro, Radio. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2( Studi Kasus Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Dr. Kariadi). Skripsi FK Undip: Semarang.
Ratner, Robert E. 2007. Prevention of Type 2 Diabetes in Women With Previous
Gestational Diabetes. Diabetes Care. Volume 30: 242-245.
Rios,Manuel Serrano. 2010. Type 2 Diabetes Mellitus. Barcelona: Elsevier
Espana.
Robins & Cotran. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Soegondo, Sidartawan. 2008. Hidup secara Mandiri dengan Diabetes Mellitus.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Steyn, NP dkk. 2004. Diet, Nutrition and The Prevention of Type 2 Diabetes.
Public Health Nutrition. 7(1A ):147–165.
Sudjatmiko, Andika Nur. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kemunculan Komplikasi Kronik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
RSUD Kabupaten Kudus. Sripsi Undip : Semarang.
98
Sufiati & Erma. 2012. Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar
Kolesterol Total dan Status Gizi pada Pasien Diabetus Mellitus Tipe 2 di
Rumah Sakit Roemani Semarang. LPPM Unimus: 289-297.
Suharjo & Cahyono. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Tamarra dkk. 2013. Gestasional Age, Infant Birth Weight, and Subsequent Risk of
Type 2 Diabetes in Mothers: Nurses’ Health Study II. CDC. Volume 10
(19) : 1-11.
Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi untuk Keperwatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tapan, Erik. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Tian dkk. 2006. Birth Weight and Risk of Type 2 Diabetes, Abdominal Obesity
And Hypertension Among Chinese Adults. Eur Joural Endocrinol. 155(4).
60: 1-7. Diakses pada 26/3/2014 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16990660
Timmreck, Thomas. 2001. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tobing, Ade dkk. 2008. Care Your Self : Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus.
Trisnawati , Shara Kurnia dan Soedijono Setyorogo. 2013. Faktor Risiko
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng
Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol.5 No.1 : 6-11.
Trisnawati, Sri dkk. 2013. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pasien Rawat
Jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. Public Health
and Preventive Medicine Archive. Volume1. No. 1:1-6.
Valliyot, Balakrishnan. 2013. Risk Factors Of Type 2 Diabetes Mellitus In The
Rural Population of North Kerala, India: A Case Control Study.
Diabetologia Croatica 42-1 : 33-40
99
Venkatachalam dkk. 2012. Smoking and Diabetes: A Case Control Study in a
Rural Area of Kancheepuram District of Tamil Nadu. IOSR Journal of
Dental and Medical Sciences (JDMS). Volume 3. No. 3 : 18-21.
Wahyuni, Sri. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes
Melitus (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data
Sekunder Riskesdas2007). Skripsi UIN : Jakarta.
WHO & IDF. 2004. Diabetes Action Now: An initiative of the World Health
Organization and the International Diabetes Federation.
WHO. ______. Genetics and Diabetes. Diakses pada 1/7/2014 dari
www.who.int/genomics/about/Diabetis-fin
WHO. 2011. NCD Country Profiles.
Wiardani dkk. 2010. Indeks Masa Tubuh, LIngkar Pinggang, serta Tekanan
Darah Penderita dan Bukan Penderita Diabetes Mellitus. JIG. Vo.1. No.1:
18-27.
Yuliani, Fadma dkk. 2014. Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal
Andalas. Volume 3 (1):37-40.
Zahtamal dkk. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus di RS Arifin
Achmad Riau. Berita Kesehatan Masyarakat Volume 23. No. 23 : 142-147.
100
Lampiran
101
Formulir Faktor Risiko
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya adalah mahasiswi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ingin melakukan penelitian tentang “Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan
Jakarta Selatan Tahun 2014”.
Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami
dengan menjawab pertanyaan yang ada pada kuisioner ini serta bersedia untuk
diukur tinggi, berat badan, dan lingkar perutnya. Informasi yang anda berikan
akan dijaga kerahasiaannya. Jika bersedia, kami mohon Bapak/Ibu
menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
Data Responden
1. Nomor responden :
2. Nama responden :
3. Hari/tanggal penelitian :
Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
Jakarta, Juni 2014
Responden Pemeriksaan
(…………………………..)
(…………………………..)
102
Kuisioner Wawancara Faktor Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Responden
A. Identitas Pribadi Kode
1. Nama
2. Usia
3. Alamat
4. No.Telp.
C. Status Diabetes a. Iya
b. Tidak
Tahun terkena
Diabetes Mellitus
tipe 2
Jika iya, sudah berapa lama anda menderita
penyakit Diabetes Mellitus/gula?
…………… tahun
B. Pertanyaan Faktor Risiko
1. Riwayat
Penderita DM
Apakah anda memiliki keluarga yang pernah
menderita penyakit Diabetes Mellitus/ gula?
a. Ada
b. Tidak ada
Jika ada siapa diantara pilihan berikut yang
menderita Diabetes Mellitus/ Gula?
1. Ayah kandung
2. Ibu kandung
3. Saudara Perempuan
4. Saudara Laki-laki
5. Kakek/ nenek
6. Paman/bibi
2.
Riwayat
melahirkan bayi
dengan berat
badan ≥4.000 gr
- Berapa kali anda melahirkan bayi?
……… kali
- Apakah anda pernah melahirkan bayi dengan
berat lebih dari 4000 gr/4 kg?
a. Iya
b. Tidak
- Jika iya, Anak ke berapa yang dilahirkan
dengan berat lebih dari 4kg?
Anak ke ……….
103
3. Status Hipertensi
Apakah anda pernah mengalami tekanan darah
tinggi saat diperiksa oleh tenaga kesehatan?
a. Iya
b. Tidak
Kapan pertama kali anda mengalami tekanan
darah tinggi? …………………….