Upload
wyatt-craig
View
121
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR RESIKO PADA KEHAMILAN
A. Deteksi faktor resiko pada kehamilan
Factor resiko kehamilan adalah kondisi ibu yang mungkin dapat menyebabkan
seorang ibu hamil beresiko mendapatkan penyulit untuk dapat menyelesaikan
kehamilannya secara sehat dan aman, serta beresiko untuk terjadinya penyulit/
komplikasi pada saat melahirkan. Mengenali factor resiko yang perlu diperhatikan
pada ibu hamil
B. Gangguan Yang Terjadi Selama Kehamilan
Selama kehamilan, wanita bisa mengalami gangguan yang tidak berhubungan
langsung dengan kehamilan. Beberapa gangguan meningkatkan masalah beresiko
pada wanita hamil atau janin. Hal tersebut termasuk gangguan yang menyebabkan
demam tinggi, infeksi, dan gangguan yang membutuhkan operasi perut.
Gangguan-gangguan tertentu lebih mungkin terjadi selama kehamilan karena
banyak perubahan kehamilan terjadi di dalam tubuh wanita. Misalnya penyakit
thromboembolic, anemia, dan infeksi saluran kemih.
1. Demam : sebuah gangguan yang menyebabkan suhu lebih besar dari 103º F
(39.5ºC) selama trimester pertama meningkatkan resiko dari keguguran dan
kerusakan otak atau spinal cord pada bayi. Demam pada akhir kehamilan
meningkatkan resiko persalinan sebelum waktunya.
2. Infeksi : beberap infeksi yang terjadi secara kebetulan selama kehamilan
dapat menyebabkan cacat sejak lahir. Campak jerman (rubella) bisa
menyebabkan cacat sejak lahir, terutama sekali pada jantung dan bagian
dalam mata. Infeksi cytomegalovirus bisa melewati plasenta dan merusak hati
dan otak janin. Infeksi virus lainnya yang bisa membahayakan janin atau
menyebabkan kerusakan kelahiran termasuk herpes simplex, dan cacar air
(varicella). Toksoplasma, infeksi protozoa, bisa menyebabkan keguguran,
kematian janin, dan cacat sejak lahir serius. Listeriosis, infeksi bakteri, juga
bisa membahayakan janin. Infeksi bakteri pada vagina (seperti bakteri
vaginosis) selama kehamilan bisa menyebabkan persalinan sebelum waktunya
atau membran yang berisi janin gugur sebelum waktunya. Pengobatan pada
infeksi dengan antibiotik bisa mengurangi kemungkinan masalah-masalah ini.
3. Gangguan yang membutuhkan operasi : selama kehamilan, gangguan yang
membutuhkan operasi emergensi meliputi perut mungkin dijalankan. Jenis
operasi ini meningkatkan resiko persalinan sebelum waktunya dan
menyebabkan keguguran, khususnya pada awal kehamilan. Juga, operasi
biasanya ditunda selama mungkin kecuali jika kesehatan jangka panjang si
wanita kemungkinan terpengaruhi.
Jika radang usus buntu terjadi selama kehamilan, operasi untuk mengangkat
usus buntu (appendectomy) dilakukan dengan segera karena pecahnya usus
buntu bisa menjadi fatal. Appendectomy tidak mungkin membahayakan janin
atau menyebabkan keguguran. Meskipun begitu, radang usus buntu
kemungkinan sulit untuk dikenali selama kehamilan. Rasa kram menyakitkan
pada radang usus buntu menyerupai kontraksi rahim, yang mana biasa selama
kehamilan. Usus buntu ditekan ke bagian atas perut sebagai proses kehamilan,
sehingga letak rasa sakit pada radang usus buntu kemungkinan tidak seperti
yang diharapkan.
Jika kista ovarium terjadi selama kehamilan, operasi biasanya ditunda hingga
12 minggu kehamilan. Kista kemungkinan menghasilkan hormon yang
membantu kehamilan dan seringkali hilang tanpa pengobatan. Meskipun
begitu, jika kista atau massa lain membesar, operasi kemungkinan diperlukan
sebelum 12 minggu. Beberapa massa kemungkinan bersifat kanker.
Kerusakan pada usus selama kehamilan bisa jadi sangat serius. Jika kerusakan
mengarah ke ganggren usus dan radang selaput perut (peradangan pada
membran yang melintasi rongga perut), seorang wanita bisa keguguran dan
nyawanya dalam bahaya. Operasi exploratory biasanya dilakukan dengan
segera ketika wanita hamil mengalami gejala-gejala kerusakan usus, terutama
jika mereka pernah menjalani operasi perut atau infeksi perut.
4. Penyakit thromboembolic : di Amerika Serikat, penyakit thromboembolic
merupakan penyebab utama kematian pada wanita hamil. Pada penyakit
thromboembolic, gumpalan darah terbentuk di dalam pembuluh darah.
Mengalir melalui aliran darah dan menghalangi arteri. Resiko pada
pembentukan penyakit thromboembolic meningkat sekitar 6 sampai 8 minggu
setelah melahirkan. Kebanyakan komplikasi menyebabkan penggumpalam
darah akibat dari penyakit yang terjadi selama melahirkan. Resiko bertambah
banyak setelah operasi sessar dibandingkan setelah melahirkan normal.
Penggumpalan darah biasanya terbentuk di pembuluh luar pada kaki seperti
thrombophlebitis atau di dalam darah seperti pembuluh dalam thrombosis.
Gejala-gejala termasuk pembengkakan, rasa sakit di betis, dan urat. Akutnya
gejala tersebut tidak ada hubungannya dengan penyakit parah. Gumpalan bisa
pindah dari kaki menuju paru-paru, dimana bisa menghalangi satu atau lebih
arteri pada paru-paru. Penyumbatan ini, disebut emboli paru-paru, bisa
mengancam nyawa, jika gumpalan menghambat arteri yang mensuplai otak,
menghasilkan stroke. Penggumpalan darah bisa juga terjadi pada pelvis.
Wanita yang mengalami pembekuan darah pada kehamilan sebelumnya bisa
diberikan heparin (sebuah antikoagulan) selama kehamilan berikutnya untuk
mencegah pembentukan gumpalan darah. Jika wanita memiliki gejala yang
diduga pembekuan darah, ultrasonografi Doppler kemungkinan dilakukan
untuk memeriksa pembekuan. Jika pembekuan darah diketahui, heparin mulai
diberikan tanpa menunda. Heparin kemungkinan disuntikkan ke dalam
pembuluh (secara infus) atau di bawah kulit (subkutan). Heparin tidak melalui
plasenta dan tidak membahayakan janin. Pengobatan dilanjutkan untuk 6
sampai 8 minggu setelah melahirkan, ketika resiko pembekuan darah tinggi.
Setelah melahirkan, warfarin kemungkinan digunakan sebagai pengganti
heparin. Warfarin bisa digunakan dengan mulut, memiliki resiko komplikasi
rendah dibandingkan heparin., dan bisa digunakan oleh wanita yang
menyusui.
Jika emboli paru-paru diduga, ventilasi paru-paru dan perfusion scan
kemungkinan dilakukan untuk memastikan diagnosa. Prosedur ini meliputi
menyuntikkan bahan radio aktif dalam jumlah sedikit ke dalam pembuluh.
Prosedur ini aman selama kehamilan karena dosis bahan radio aktif kecil. Jika
diagnosa pada emboli paru-paru tetap tidak pasti, angiography paru-paru
dibutuhkan.
5. Anemia : kebanyakan wanita hamil mengalami beberapa tingkat anemia
karena zat besi dibutuhkan untuk menghasilkan sel darah merah pada janin.
Anemia bisa muncul selama kehamilan karena kekurangan asam folat.
Anemia biasanya dapat dicegah atau diobati dengan menggunakan zat besi
dan suplemen asam folat selama kehamilan. Meskipun begitu, jika anemia
menjadi parah dan berlangsung lama, kapasitas darah untuk membawa
oksigen menurun. Akibatnya, janin tidak bisa mendapatkan cukup oksigen,
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal, khususnya pada otak. Wanita
hamil yang mengalami anemia berat bisa menjadi lelah berlebihan, nafas
tersengal-sengal, sakit kepala berkunang-kunang. Resiko persalinan preterm
meningkat. Jumlah pendarahan normal selama persalinan dan melahirkan bisa
menyebabkan anemia yang sangat membahayakan pada wanita ini. Wanita
dengan anemia lebih mungkin mengalami infeksi setelah melahirkan. Juga,
jika asam folat berkurang, resiko memiliki bayi dengan cacat lahir pada otak
dan tulang belakang, seperti spina bifida, meningkat.
6. Infeksi saluran kemih : infeksi saluran kemih biasa selama kehamilan,
kemungkinan disebabkan melebarnya rahim memperlambat aliran air seni
dengan menekan pipa yang menghubungkan ginjal dengan kantung kemih
(ureters). Ketika air seni mengalir lambat, bakteri tidak bisa membilas pada
saluran air seni. meningkatkan resiko sebuah infeksi. Infeksi ini meningkatkan
resiko persalinan preterm dan cepat luruh pada selaput yang mengandung
janin. Kadangkala infeksi pada kantung kemih atau ureter menyebar ke
saluran air seni dan menuju ginjal, menyebabkan. Pengobatan terdiri dari
terapi antibiotik.
Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan adalah masalah yang terjadi hanya selama kehamilan. Hal itu
bisa mempengaruhi wanita tersebut, janin, atau keduanya dan bisa terjadi pada waktu
berlainan selama kehamilan. Misalnya, komplikasi seperti plasenta salah tempat
(plasenta previa) atau pelepasan prematur pada plasenta dari uterus (placental
abruption) bisa menyebabkan pendarahan dari vagina selama 3 bulan terakhir pada
kehamilan. Wanita yang berdarah pada waktunya berisiko kehilangan bayi atau
pendarahan berlebihan (hemorrhaging) atau sekarat selama persalinan dan
melahirkan. Meskipun begitu, kebanyakan komplikasi kehamilan bisa di obati secara
efektif.
Kehamilan ectopic : kehamilan salah tempat
Secara normal, sel telur dibuahi di tuba falopi dan tertanam di rahim. Meskipun
begitu, jika pipa menyempit atau tersumbat, sel telur bisa bergerak lambat atau
tersangkut. Sel telur yang dibuahi bisa tidak pernah sampai ke rahim, mengakibatkan
kehamilan ectopic. Kehamilan ectopic biasanya terjadi di salah satu tuba falopi
(sebagai kehamilan tubal) tetapi bisa terjadi di tempat lain. Janin dalam kehamilan
ectopic tidak bisa bertahan hidup.
Satu dari 100 sampai 200 kehamilan adalah kehamilan ectopic. Faktor resiko untuk
kehamilan ectopic termasuk mengalami gangguan pada tuba falopi, penyakit pelvic
imflammatory, kehamilan ectopic sebelumnya, janin terpapar diethylstilbestrol, atau
tubal ligation (prosedur pembuahan) yang tidak berhasil atau telah dioperasi secara
terbalik.
Gejala-gejalanya termasuk pendarahan vagina yang tidak diharapkan dan kejang.
Janin bisa cukup bertumbuh untuk meruntuhkan struktur yang mengandung hal itu/
jika tuba falopi runtuh (biasanya setelah sekitar 6 sampai 8 minggu), seorang wanita
biasanya merasakan rasa sakit hebat di bagian bawah perut dan bisa pingsan. Jika
tuba kemudian runtuh (setelah sekitar 12 sampai 16 minggu), resiko kematian pada
wanita meningkat, karena janin dan plasenta membesar dan kehilangan lebih banyak
darah.
Jika seorang wanita tidak yakin bahwa dia hamil, tes kehamilan dilakukan. Jika dia
hamil, ultrasonografi dilakukan untuk memastikan letak janin. Jika rahim kosong,
dokter bisa menduga kehamilan ectopic. Jika ultrasonografi menunjukkan janin
terletak di luar rahim, diagnosa dipastikan. Dokter bisa menggunakan pembuluh
elastis yang disebut laparoscope, dimasukkan melalui sayatan kecil persis di bawah
pusar, untuk melihat kehamilan ectopic secara langsung.
Kehamilan ectopic harus diselesaikan secepat
mungkin untuk menyelamatkan nyawa si wanita.
Pada kebanyakan wanita, janin dan plasenta pada
kehamilan ectopic harus diangkat dengan operasi,
biasanya dengan laparoscope tetapi kadangkala
melalui operasi di perut (prosedur yang disebut
laparotomy). Jarang, rahim rusak yang
membutuhkan hysterectomy Kadangkala, obat
methotrexate biasanya diberikan dalam satu kali
suntikan, bisa digunakan sebagai pengganti operasi.
Obat tersebut menyebabkan kehamilan ectopic
menyusut dan hilang. Kadangkala, operasi
dibutuhkan sebagai tambahan methotrexate.
Beberapa masalah yang terjadi dari kelainan hormon selama kehamilan hanya
kejadian minor, gejala sementara pada wanita hamil. Misalnya, pengaruh hormon
normal pada kehamilan bisa memperlambat pergerakan pada empedu melalui
pembuluh empedu, cholestasis pada kehamilan bisa terjadi. Gejala paling jelas adalah
rasa gatal di seluruh tubuh (biasanya pada beberapa bulan terakhir kehamilan). Tidak
terdapat ruam. Jika rasa gatal hebat, cholestyramine bisa diberikan. Gangguan ini
biasanya dipecahkan setelah melahirkan tetapi cenderung sembuh pada kehamilan
berikutnya.
1. Hyperemesis gravidarum : hyperemesis gravidarum adalah rasa mual yang
luar biasa keras dan muntah berlebihan selama kehamilan. Hyperemesis
gravidarum berbeda dari morning sickness biasa. Jika wanita seringkali
muntah dan menderita mual berkelanjutan mereka kehilangan berat badan dan
menjadi dehidrasi, mereka menderita hyperemesis gravidarum. Jika wanita
kadangkala muntah tetapi bertambah berat badan dan tidak dehidrasi, mereka
tidak mengalami hyperemesis gravidarum. Penyebab hyperemesis gravidarum
tidak diketahui.
Karena hyperemesis gravidarum bisa mengancam nyawa wanita hamil dan
janin, wanita yang menderita harus dirawat di rumah sakit. Cairan infus
dimasukkan ke dalam pembuluh untuk memberikan cairan, gula (glukosa),
elektrolit, dan kadangkala vitamin. Wanita yang mengalami komplikasi tidak
diijinkan untuk makan atau minum apapun untuk paling tidak 24 jam. Obat
penenang, antiemetik, dan obat-obatan lain diberikan sesuai kebutuhan.
Setelah wanita rehidrasi dan muntahnya reda, mereka bisa mulai makan yang
sering, makanan yang dihaluskan dengan porsi sedikit. Ukuran porsi tersebut
meningkat jika mereka bisa menerima banyak makanan. Biasanya, muntah
berhenti dalam beberapa hari. Jika gejala kambuh, pengobatan diulangi.
Jarang, jika terus kehilangan berat badan dan gejala berlangsung lama
meskipun diobati, wanita diberikan makan melalui pipa lurus melalui hidung
dan turun ke kerongkongan menuju usus kecil selama diperlukan.
2. Preeclampsia : sekitar 5 % wanita hamil mengalami preeclampsia (toxemia
pada kehamilan). Pada komplikasi ini, peningkatan pada tekanan darah
disertai dengan protein pada air kencing (proteinuria). Preeclampsia biasanya
terjadi antara minggu ke 20 pada kehamilan dan akhir minggu pertama setelah
melahirkan. Penyebab preeclampsia tidak diketahui. namun lebih sering pada
wanita yang hamil untuk pertama kali, yang membawa dua atau lebih janin,
yang memiliki preeclampsia pada kehamilan berikutnya, yang telah memiliki
tekanan darah tinggi atau gangguan pembuluh darah, atau yang menderita
penyakit sel sickle. Hal ini juga lebih sering terjadi pada anak gadis berusia 15
tahun atau lebih muda dan wanita berumur 35 tahun atau lebih tua.
Berbagai macam preeclampsia akut, disebut sindrom HELLP, terjadi pada
beberapa wanita. Terdiri dari hal-hal berikut di bawah ini :
o Hemolysis (kerusakan sel darah merah)
o Kenaikkan kadar enzim hati, mengindikasikan kerusakan hati
o Jumlah platelet rendah, membuat darah tidak bisa menggumpal dan
meningkatkan resiko pendarahan selama dan sesudah persalinan.
1 dari 200 wanita yang menderita preeclampsia, tekanan darah menjadi cukup tinggi
untuk menyebabkan kejang; kondisi ini disebut eclampsia. Seperempat kasus pada
preeclampsia terjadi setelah melahirkan, biasanya pada 2 sampai 4 hari pertama. Jika
tidak diobati segera, eclampsia kemungkinan fatal.
Preeclampsia bisa menyebabkan pelepasan prematur pada plasenta dari rahim
(placental abruption). Bayi pada wanita yang menderita preeclampsia 4 atau 5 kali
lebih mungkin cepat mengalami masalah setelah melahirkan dibandingkan dengan
bayi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi. Bayi kemungkinan kecil
disebabkan kerusakan plasenta atau disebabkan lahir secara prematur.
Jika preeclampsia ringan terjadi pada kehamilan dini, istirahat di rumah kemungkinan
tercukupi, tetapi beberapa wanita harus menemui dokter sesering mungkin. Jika
preeclampsia bertambah parah, wanita biasanya dirawat di rumah sakit. Di sana,
mereka dirawat di tempat tidur dan diawasi ketat sampai janin cukup matang untuk
dilahirkan dengan selamat. Antihipertensis kemungkinan diperlukan. Beberapa jam
sebelum melahirkan, magnesium sulfate kemungkinan diberikan secara infus untuk
mengurangi resiko kejang. Jika preeclampsia terjadi dekat tanggal kelahiran,
persalinan biasanya diinduksi dan bayi dilahirkan.
Jika preeclampsia parah, bayi tersebut kemungkinan dilahirkan dengan operasi sessar,
yang merupakan jalan pintas, kecuali servik cukup terbuka (dilated) untuk segera
melahirkan normal. Cepat melahirkan mengurangi resiko komplikasi pada wanita dan
janin. Jika tekanan darah tinggi, obat-obatan untuk merendahkan tekanan darah,
seperti hydralazine atau labelatol, kemungkinan diberikan secara infus sebelum
melahirkan dilakukan. Pengobatan pada sindrom HELLP biasanya sama pada
preeclampsia berat.
Setelah melahirkan, wanita yang sudah menderita preeclampsia atau eclampsia
dipantau dengan ketat untuk 2 sampai 4 hari karena mereka meningkatkan resiko
serangan. Sebagaimana kondisi mereka terus menerus diperbaiki, mereka dianjurkan
untuk berjalan. Mereka bisa menetap di rumah sakit untuk beberapa hari, tergantung
pada keakutan preeclampsia tersebut dan komplikasinya. Setelah kembali ke rumah,
wanita ini bisa memerlukan obat-obatan untuk merendahkan tekanan darah, secara
khusus, mereka harus checkup setidaknya setiap 2 minggu untuk beberapa bulan
pertama setelah melahirkan. Tekanan darah mereka bisa tetap tinggi untuk 6 sampai 8
minggu. Jika tetap tinggi, penyebabnya kemungkinan tidak berhubungan dengan
preeclampsia.
3. Diabetes selama kehamilan : sekitar 1 sampai 3% wanita hamil mengalami
diabetes selama kehamilan. Gangguan ini dikenal dengan diabetes gestational.
Tidak terdeteksi dan tidak terobati, diabetes gestational bisa meningkatkan
resiko pada masalah kesehatan wanita hamil dan janin dan resiko kematian
pada janin. Diabetes gestational paling sering terjadi pada wanita obesitas dan
kelompok etnis tertentu, terutama orang asli amerika, pulau pasifik, dan
wanita meksiko, Indian, dan keturunan asia.
Kebanyakan wanita dengan diabetes gestational mengalami hal itu
dikarenakan mereka tidak menghasilkan cukup insulin sebagaimana
kebutuhan insulin meningkat dalam kehamilan tua. Lebih banyak insulin
dibutuhkan untuk mengendalikan peningkatan kadar gula (glukosa) di dalam
darah. Beberapa wanita bisa memiliki diabetes sebelum hamil, tetapi tidak
diketahui sampai mereka hamil.
Beberapa dokter secara rutin memeriksa setiap wanita hamil untuk diabetes
gestational. Dokter lain memeriksa hanya wanita yang memiliki faktor resiko
untuk diabetes, seperti obesitas dan latar belakang etnis tertentu. Tes darah
digunakan untuk mengukur kadar gula garah dengan alat pantau gula darah
rumahan.
Pengobatan terdiri dari menghilangkan makanan bergula tinggi dari makanan,
makan untuk menghindari kelebihan berat badan selama kehamilan, dan, jika
kadar gula darah tinggi, diberikan insulin. Setelah melahirkan, diabetes
gestational biasanya hilang. Meskipun begitu, banyak wanita menderita
diabetes gestational mengalami diabetes jenis 2 sewaktu mereka menjadi tua.
4. Ketidakcocokan Rh : ketidakcocokan Rh terjadi ketika seorang wanita hamil
memiliki darah Rh-negatif dan janin memiliki darah Rh-positif, menurun dari
ayah yang memiliki darah Rh-positif. Sekitar 13% pernikahan di amerika
serikat, laki-laki yang memiliki darah Rh-positif dan wanita memiliki darah
Rh-negatif.
Faktor Rh adalah molekul yang terjadi pada permukaan sel darah merah pada
beberapa orang. Darah ber Rh-positif jika sel darah merah memiliki faktor Rh
dan Rh-negatif jika tidak memiliki. Masalah dapat terjadi jika janin memiliki
darah Rh-positif memasuki aliran darah wanita tersebut. Sistem kekebalan
tubuh wanita tersebut bisa mengenali sel darah janin sebagai benda asing dan
menghasilkan antibodi, disebut antibody Rh, untuk menghancurkan sel darah
merah janin. produksi pada antibodi ini disebut sensitization Rh.
Selama kehamilan pertama, sensitization Rh adalah tidak mungkin, karena
tidak ada jumlah signifikan pada darah janin mungkin untuk memasuki aliran
darah wanita tersebut sampai melahirkan. Sehingga janin atau bayi yang baru
lahir jarang mengalami masalah. Meskipun begitu, sekali wanita menjadi
sensitif, masalah lebih mungkin terjadi dengan setiap kehamilan berikutnya
dimana darah janin adalah Rh positif. Pada setiap kehamilan, wanita tersebut
menghasilkan antibodi Rh lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak.
Jika antibodi Rh melintasi plasenta menuju janin, mereka bisa menghancurkan
beberapa sel darah merah janin. Jika sel darah merah cepat dihancurkan
dibandingkan janin menghasilkan yang baru. Janin bisa mengalami anemia.
beberapa kerusakan disebut penyakit hemolytic pada janin (erythroblastosis
fetalis) atau bayi yang baru lahir (erythroblastosis neonatorum ). Pada kasus
berat, janin bisa mati.
Pada kunjungan pertama ke dokter selama kehamilan, wanita diskrining untuk
menentukan apakah mereka memiliki darah dengan Rh-positif atau Rh-
negatif. Jika mereka memiliki darah Rh-negatif, darah mereka diperiksa untuk
antibodi Rh dan jenis darah ayah dipastikan. Jika sang ayah memiliki darah
Rh-positif, sensitivitas Rh sebagai suatu resiko. Pada beberapa kasus, darah
pada wanita hamil diperiksa untuk antibodi Rh secara bertahap selama
kehamilan. Kehamilan bisa diproses sebagimana biasa selama tidak ada
antibodi terdeteksi.
Jika antibodi terdeteksi, langkah-langkah kemungkinan diambil untuk
melindungi janin, bergantung pada seberapa tinggi kadar antibodi. Jika kadar
menjadi terlalu tinggi, amniocentesis kemungkinan dilakukan. Pada prosedur
ini, jarum dimasukkan melalui kulit untuk menarik cairan dari kantung
ketuban. Kadar bilirubin (pigmen kuning dihasilkan dari penguraian sel darah
merah yang normal) diukur pada contoh cairan. Jika kadar ini terlalu tinggi,
janin diberikan transfusi darah. biasanya transfusi diberikan sampai janin
cukup matang untuk dilahirkan dengan selamat. Kemudian persalinan
diinduksi. Bayi tersebut bisa memerlukan tambahan transfusi setelah lahir.
Kadangkala tidak ada transfusi yang diperlukan sampai setelah lahir.
Sebagai tindakan pencegahan, wanita yang memiliki darah Rh-negatif
diberikan suntikan antibodi Rh pada 28 minggu kehamilan dan dalam 72 jam
setelah melahirkan bayi yang memiliki darah Rh-positif, bahkan setelah
keguguran atau aborsi. Antibodi yang diberikan disebut Rh0, D) immune
globulin. Pengobatan ini menghancurkan setiap sel darah merah dari bayi
yang telah memasuki aliran darah wanita tersebut. dengan demikian, tidak
terdapat sel darah merah dari bayi untuk memicu produksi antibodiy oleh
wanita ini, dan kehamilan berikutnya biasanya tidak membahayakan.
5. Lemak hati pada kehamilan : gangguan langka ini terjadi ke arah kehamilan
tua. Penyebab tersebut tidak diketahui. gejala-gejala termasuk mual, muntah,
perut tidak nyaman, dan penyakit kuning. Gangguan tersebut bisa segera
memburuk, dan gagal hati bisa terbentuk. Diagnosa didasarkan pada tes fungsi
hati dan kemungkinan dipastikan dengan biopsi hati. Dokter bisa
menyarankan untuk segera menghentikan kehamilan. Resiko kematian untuk
wanita dan janin adalah tinggi, tetapi mereka yang bertahan sepenuhnya
sembuh. Biasanya, gangguan tersebut tidak berulang pada kehamilan
berikutnya.
6. Peripartum cardiomyopathy : dinding jantung kemungkinan rusak pada
kehamilan tua atau setelah melahirkan, menyebabkan peripartum
cardiomyopathy. Penyebab tersebut tidak diketahui. peripartum
cardiomyopathy cenderung terjadi pada wanita yang telah beberapa kali
hamil, yang lebih tua, yang kandungannya kembar, atau yang mengalami
preeklamsia. Pada beberapa wanita, fungsi jantung tidak kembali normal
setelah kehamilan. Mereka bisa mengalami peripartum cardiomyopathy pada
kehamilan berikut. Wanita ini harusnya tidak hamil kembali. Peripartum
cardiomyopathy bisa terjadi pada gagal jantung yang diobati.
Masalah-masalah dengan cairan ketuban : terlalu banyak cairan ketuban
(polyhydramnios) pada selaput yang mengandung janin (kantung ketuban)
meregangkan rahim dan memberi tekanan pada diafragma wanita hamil.
Komplikasi ini bisa menyebabkan masalah-masalah pernafasan berat untuk
wanita atau persalinan sebelum waktunya.
Terlalu banyak cairan cenderung menumpuk ketika wanita hamil mengalami
diabetes, mengandung lebih dari satu janin (kehamilan ganda), atau
menghasilkan antibodi Rh menuju darah janin. Penyebab lain adalah
kerusakan lahir pada janin, khususnya penyumbatan kerongkongan atau
kerusakan pada otak dan tulang belakang (seperti spina bifida). Sekitar
separuh waktu, penyebab tersebut tidak diketahui.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit (oligohydramnios) bisa juga menyebabkan
masalah-masalah. Jika jumlah cairan sangat berkurang, paru-paru janin
kemungkinan tidak matang dan janin kemungkinan tertekan, mengakibatkan
kelainan bentuk; kombinasi pada kondisi ini disebut sindrom Potter.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit cenderung terbentuk ketika janin
mengalami kerusakan pada saluran kemih, tidak berkembang seperti yang
diharapkan, atau meninggal. Penyebab lain termasuk penggunaan penghambat
enzim angiotensin-converting (ACE), seperti enalapril atau captopril, pada
trisemester ke-2 dan ke-3. Obat-obatan ini diberikan selama kehamilan hanya
ketika mereka harus digunakan untuk mengobati gagal jantung berat atau
tekanan darah tinggi. Menggunakan obat-obatan nonsteroidal
antiimflammatory (NSAIDs) di akhir kehamilan bisa juga mengurangi jumlah
cairan ketuban.
7. Plasenta previa : plasenta previa adalah penanaman pada plasenta sepanjang
atau di dekat servik, lebih rendah pada bagian atas rahim. Plasenta bisa
seluruhnya atau sebagian menutupi pembukaan servik. Plasenta previa terjadi
dalam 1 dari 200 kelahiran, biasanya pada wanita yang mengalami lebih dari
sekali kehamilan atau yang mengalami kelainan struktur pada rahim, seperti
fibroid.
Plasenta previa dapat menyebabkan pendarahan tanpa nyeri dari vagina yang
secara tiba-tiba terjadi pada kehamilan tua. Darah kemungkinan merah
menyala. Pendarahan bisa menjadi besar, membahayakan nyawa pada wanita
dan janin.
Ultasonografi membantu dokter mengindentifikasi plasenta previa dan
membedakannya dari suatu pelepasan plasenta secara prematur (placenta
abruption)
Ketika mengalami pendarahan parah, wanita dirumah sakitkan sampai
melahirkan, khususnya jika plasenta terletek di sepanjang servik. Wanita yang
mengalami pendarahan parah memerlukan transfusi darah berulang. Ketika
pendarahan ringan dan melahirkan tidak segera terjadi, dokter biasanya
menganjurkan istirahat total di rumah sakit. Jika pendarahan berhenti, wanita
biasanya dianjurkan untuk berjalan. Jika pendarahan tidak terjadi, mereka
biasanya dipulangkan ke rumah, disiapkan dimana mereka bisa kembali
dengan mudah ke rumah sakit. Operasi sessar hampir selalu dilakukan
sebelum persalinan dimulai. Jika wanita dengan plasenta previa akan bersalin,
plasenta cenderung menjadi lepas sangat cepat, menghentikan suplai oksigen
bayi. Kebocoran oksigen bisa mengakibatkan kerusakan otak atau masalah-
masalah lain pada bayi.
8. Placental abruption (abruptio placentae) : placental abruption adalah
pelepasan prematur dari plasenta dengan posisi normal dari dinding rahim.
Plasenta bisa lepas tidak lengkap (kadangkala hanya 10 sampai 20%) atau
secara utuh. Penyebabnya tidak diketahui. pelepasan plasenta terjadi dalam
0.4 sampai 3.5% pada seluruh kelahiran. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada wanita yang mengalami tekanan darah tinggi (termasuk preeklampsia)
dan pada wanita yang menggunakan kokain.
Rahim berdarah dari tempat dimana plasenta menempel. Darah bisa melewati
servik dan keluar dari vagina sebagai pendarahan luar, atau kemungkinan
terjebak di belakang plasenta sebagai pendarahan concealed. Gejala-gejala
tergantung pada tingkat pelepasan dan jumlah darah yang hilang (yang
kemungkinan banyak). Gejalanya bisa termasuk nyeri perut tiba-tiba berlanjut
atau kram, lunak ketika perut ditekan, dan membal. Pelepasan prematur pada
plasenta bisa menyebabkan penyebarluasan penggumpalan di samping
pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation), gagal ginjal, dan
pendarahan ke dalam dinding rahim, khususnya pada wanita hamil yang juga
mengalami preeklampsia. Ketika plasenta lepas, suplai oksigen dan nutrisi
untuk janin kemungkinan berkurang. Wanita dengan pelepasan plasenta
prematur dirawat di rumah sakit. Pengobatan yang umum adalah istirahat
total. Jika gejala-gejala berkurang, wanita dianjurkan untuk berjalan dan
kemungkinan dikeluarkan dari rumah sakit. Jika pendarahan berlanjut atau
memburuk (diduga janin tersebut tidak mendapat cukup oksigen) atau jika
kehamilan mendekati masanya, melahirkan dini seringkali terbaik untuk
wanita dan bayi tersebut. Jika tidak mungkin melahirkan dengan normal,
operasi sessar dilakukan.
Definisi Angka Kematian Ibu
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu
peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa
terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Sedangkan kematian ibu adalah kematian
perempuan pada saat proses atau setelah perempuan bersalin kurang dari 24 jam.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target
yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
B. Penyebab Kematian Ibu
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan
untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang
lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang,
aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting.
Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang
reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya
kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya,
perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan.
Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah
perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.
Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,
swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Sumber: Departemen Kesehatan Indonesia
Grafik 2.1 Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu
melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian
ibu melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau preeklamasi dan infeksi.
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia
dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama
terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di
berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh
pendarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%.
Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia
berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.(WHO).
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia
(24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang
tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan
kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali
normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah
diderita ibu sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase
tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).
Selain itu, juga terdapat penyebab tidak langsung yang dikenal dengan 3
“terlambat” dan 4 “terlalu”, yang terkait dengan faktor akses, sosial budaya,
pendidikan, dan ekonomi. Kasus 3 Terlambat, yaitu:
1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan.
2. Terlambat dirujuk.
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Berdasarkan Riskesdas 2010, masih cukup banyak ibu hamil dengan faktor
risiko 4 Terlalu, yaitu:
1) Terlalu muda, hamil dan melahirkan. Di zaman ini wanita cepat mengalami
menstruasi, selain itu cepat nikah dan hamil sehingga resiko melahirkan tinggi.
Secara medis umur dibawah 20 tahun alat produksi belum optimal, sehingga tidak
disarankan untuk menikah terlebih dahulu.
2) Terlalu tua. Usia di atas 35 tahun tidak disarankan untuk hamil karena resikonya
tinggi. Dengan bertambahnya usia semakin menurunkan juga kualitasnya, sehingga
rentan terhadap meninggalnya si ibu.
3) Terlalu sering punya anak yang mengakibatkan sering terjadi pendarahan.
4) Terlalu rapat jarak melahirkan. Belum terlalu pulih melahirkan pertama, melahirkan
lagi sehingga punya resiko yang lebih tinggi pula.
Hasil Riskesdas juga menunjukkan bahwa cakupan program kesehatan ibu
dan reproduksi umumnya rendah pada ibu-ibu di pedesaan dengan tingkat pendidikan
dan ekonomi rendah. Secara umum, posisi perempuan juga masih relatif kurang
menguntungkan sebagai pengambil keputusan dalam mencari pertolongan untuk
dirinya sendiri dan anaknya. Ada budaya dan kepercayaan di daerah tertentu yang
tidak mendukung kesehatan ibu dan anak. Rendahnya tingkat pendidikan dan
ekonomi keluarga berpengaruh terhadap masih banyaknya kasus 3 Terlambat dan 4
Terlalu, yang pada akhirnya terkait dengan kematian ibu dan bayi.
C. Penanggulangan Kematian Ibu Bersalin
Dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun
2015, Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah merumuskan skenario percepatan
penurunan AKI sebagai berikut:
1) Target Millenium Development Goals (MDG) 5 akan tercapai apabila 50% kematian
ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi.
2) Kunjungan antenatal pertama (K1) sedapat mungkin dilakukan pada trimester
pertama, guna mendorong peningkatan cakupan kunjungan antenatal empat kali (K4).
3) Bidan Di Desa sedapat mungkin tinggal di desa, guna memberikan kontribusi positif
untuk pertolongan persalinan serta pencegahan dan penanganan komplikasi maternal.
4) Persalinan harus ditolong tenaga kesehatan dan sedapat mungkin dilakukan di
fasilitas kesehatan.
5) Pelayanan KB harus ditingkatkan guna mengurangi faktor risiko 4 Terlalu.
6) Pemberdayaan keluarga dam masyarakat dalam kesehatan reproduksi responsif
gender harus ditingkatkan untuk meningkatkan health care seeking behaviour.
Untuk mengatasinya, BKKBN melakukan program pendewasaan usia
perkawinan diberbagai pusat informasi, baik di sekolah, universitas dan lainnya.
Selain itu, dengan melakukan kerjasama, yang hingga kini sudah ada 49 mitra kerja
dan stakeholders baik pemerintah maupun swasta, yayasan dan organisasi untuk
membantu menurunkankan jumlah kematian ini.
Pemerintah Pusat akan melaksanakan program Emas atau Expanding
Maternal and Newborn Survival yang bekerjasama dengan pemerintah Amerika
Serikat yang akan dilakukan secara bertahap. Dalam program tersebut, Amerika
Serikat memberikan bantuan sebesar 55 juta dolar Amerika. Pada tahun 2012,
program tersebut akan dilakukan di enam provinsi yang memiliki 70 persen kasus
kematian ibu, yaitu Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi
Selatan, dan Jawa Barat.