43
FAKTOR RESIKO PADA KEHAMILAN A. Deteksi faktor resiko pada kehamilan Factor resiko kehamilan adalah kondisi ibu yang mungkin dapat menyebabkan seorang ibu hamil beresiko mendapatkan penyulit untuk dapat menyelesaikan kehamilannya secara sehat dan aman, serta beresiko untuk terjadinya penyulit/ komplikasi pada saat melahirkan. Mengenali factor resiko yang perlu diperhatikan pada ibu hamil B. Gangguan Yang Terjadi Selama Kehamilan Selama kehamilan, wanita bisa mengalami gangguan yang tidak berhubungan langsung dengan kehamilan. Beberapa gangguan meningkatkan masalah beresiko pada wanita hamil atau janin. Hal tersebut termasuk gangguan yang menyebabkan demam tinggi, infeksi, dan gangguan yang membutuhkan operasi perut. Gangguan- gangguan tertentu lebih mungkin terjadi selama

Faktor Resiko Pada Kehamilan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Faktor Resiko Pada Kehamilan

FAKTOR RESIKO PADA KEHAMILAN

A. Deteksi faktor resiko pada kehamilan

Factor resiko kehamilan adalah kondisi ibu yang mungkin dapat menyebabkan

seorang ibu hamil beresiko mendapatkan penyulit untuk dapat menyelesaikan

kehamilannya secara sehat dan aman, serta beresiko untuk terjadinya penyulit/

komplikasi pada saat melahirkan. Mengenali factor resiko yang perlu diperhatikan

pada ibu hamil

B. Gangguan Yang Terjadi Selama Kehamilan

Selama kehamilan, wanita bisa mengalami gangguan yang tidak berhubungan

langsung dengan kehamilan. Beberapa gangguan meningkatkan masalah beresiko

pada wanita hamil atau janin. Hal tersebut termasuk gangguan yang menyebabkan

demam tinggi, infeksi, dan gangguan yang membutuhkan operasi perut.

Gangguan-gangguan tertentu lebih mungkin terjadi selama kehamilan karena

banyak perubahan kehamilan terjadi di dalam tubuh wanita. Misalnya penyakit

thromboembolic, anemia, dan infeksi saluran kemih.

1. Demam : sebuah gangguan yang menyebabkan suhu lebih besar dari 103º F

(39.5ºC) selama trimester pertama meningkatkan resiko dari keguguran dan

kerusakan otak atau spinal cord pada bayi. Demam pada akhir kehamilan

meningkatkan resiko persalinan sebelum waktunya.

Page 2: Faktor Resiko Pada Kehamilan

2. Infeksi : beberap infeksi yang terjadi secara kebetulan selama kehamilan

dapat menyebabkan cacat sejak lahir. Campak jerman (rubella) bisa

menyebabkan cacat sejak lahir, terutama sekali pada jantung dan bagian

dalam mata. Infeksi cytomegalovirus bisa melewati plasenta dan merusak hati

dan otak janin. Infeksi virus lainnya yang bisa membahayakan janin atau

menyebabkan kerusakan kelahiran termasuk herpes simplex, dan cacar air

(varicella). Toksoplasma, infeksi protozoa, bisa menyebabkan keguguran,

kematian janin, dan cacat sejak lahir serius. Listeriosis, infeksi bakteri, juga

bisa membahayakan janin. Infeksi bakteri pada vagina (seperti bakteri

vaginosis) selama kehamilan bisa menyebabkan persalinan sebelum waktunya

atau membran yang berisi janin gugur sebelum waktunya. Pengobatan pada

infeksi dengan antibiotik bisa mengurangi kemungkinan masalah-masalah ini.

3. Gangguan yang membutuhkan operasi : selama kehamilan, gangguan yang

membutuhkan operasi emergensi meliputi perut mungkin dijalankan. Jenis

operasi ini meningkatkan resiko persalinan sebelum waktunya dan

menyebabkan keguguran, khususnya pada awal kehamilan. Juga, operasi

biasanya ditunda selama mungkin kecuali jika kesehatan jangka panjang si

wanita kemungkinan terpengaruhi.

Jika radang usus buntu terjadi selama kehamilan, operasi untuk mengangkat

usus buntu (appendectomy) dilakukan dengan segera karena pecahnya usus

Page 3: Faktor Resiko Pada Kehamilan

buntu bisa menjadi fatal. Appendectomy tidak mungkin membahayakan janin

atau menyebabkan keguguran. Meskipun begitu, radang usus buntu

kemungkinan sulit untuk dikenali selama kehamilan. Rasa kram menyakitkan

pada radang usus buntu menyerupai kontraksi rahim, yang mana biasa selama

kehamilan. Usus buntu ditekan ke bagian atas perut sebagai proses kehamilan,

sehingga letak rasa sakit pada radang usus buntu kemungkinan tidak seperti

yang diharapkan.

Jika kista ovarium terjadi selama kehamilan, operasi biasanya ditunda hingga

12 minggu kehamilan. Kista kemungkinan menghasilkan hormon yang

membantu kehamilan dan seringkali hilang tanpa pengobatan. Meskipun

begitu, jika kista atau massa lain membesar, operasi kemungkinan diperlukan

sebelum 12 minggu. Beberapa massa kemungkinan bersifat kanker.

Kerusakan pada usus selama kehamilan bisa jadi sangat serius. Jika kerusakan

mengarah ke ganggren usus dan radang selaput perut (peradangan pada

membran yang melintasi rongga perut), seorang wanita bisa keguguran dan

nyawanya dalam bahaya. Operasi exploratory biasanya dilakukan dengan

segera ketika wanita hamil mengalami gejala-gejala kerusakan usus, terutama

jika mereka pernah menjalani operasi perut atau infeksi perut.

Page 4: Faktor Resiko Pada Kehamilan

4. Penyakit thromboembolic : di Amerika Serikat, penyakit thromboembolic

merupakan penyebab utama kematian pada wanita hamil. Pada penyakit

thromboembolic, gumpalan darah terbentuk di dalam pembuluh darah.

Mengalir melalui aliran darah dan menghalangi arteri. Resiko pada

pembentukan penyakit thromboembolic meningkat sekitar 6 sampai 8 minggu

setelah melahirkan. Kebanyakan komplikasi menyebabkan penggumpalam

darah akibat dari penyakit yang terjadi selama melahirkan. Resiko bertambah

banyak setelah operasi sessar dibandingkan setelah melahirkan normal.

Penggumpalan darah biasanya terbentuk di pembuluh luar pada kaki seperti

thrombophlebitis atau di dalam darah seperti pembuluh dalam thrombosis.

Gejala-gejala termasuk pembengkakan, rasa sakit di betis, dan urat. Akutnya

gejala tersebut tidak ada hubungannya dengan penyakit parah. Gumpalan bisa

pindah dari kaki menuju paru-paru, dimana bisa menghalangi satu atau lebih

arteri pada paru-paru. Penyumbatan ini, disebut emboli paru-paru, bisa

mengancam nyawa, jika gumpalan menghambat arteri yang mensuplai otak,

menghasilkan stroke. Penggumpalan darah bisa juga terjadi pada pelvis.

Wanita yang mengalami pembekuan darah pada kehamilan sebelumnya bisa

diberikan heparin (sebuah antikoagulan) selama kehamilan berikutnya untuk

mencegah pembentukan gumpalan darah. Jika wanita memiliki gejala yang

diduga pembekuan darah, ultrasonografi Doppler kemungkinan dilakukan

Page 5: Faktor Resiko Pada Kehamilan

untuk memeriksa pembekuan. Jika pembekuan darah diketahui, heparin mulai

diberikan tanpa menunda. Heparin kemungkinan disuntikkan ke dalam

pembuluh (secara infus) atau di bawah kulit (subkutan). Heparin tidak melalui

plasenta dan tidak membahayakan janin. Pengobatan dilanjutkan untuk 6

sampai 8 minggu setelah melahirkan, ketika resiko pembekuan darah tinggi.

Setelah melahirkan, warfarin kemungkinan digunakan sebagai pengganti

heparin. Warfarin bisa digunakan dengan mulut, memiliki resiko komplikasi

rendah dibandingkan heparin., dan bisa digunakan oleh wanita yang

menyusui.

Jika emboli paru-paru diduga, ventilasi paru-paru dan perfusion scan

kemungkinan dilakukan untuk memastikan diagnosa. Prosedur ini meliputi

menyuntikkan bahan radio aktif dalam jumlah sedikit ke dalam pembuluh.

Prosedur ini aman selama kehamilan karena dosis bahan radio aktif kecil. Jika

diagnosa pada emboli paru-paru tetap tidak pasti, angiography paru-paru

dibutuhkan.

5. Anemia : kebanyakan wanita hamil mengalami beberapa tingkat anemia

karena zat besi dibutuhkan untuk menghasilkan sel darah merah pada janin.

Anemia bisa muncul selama kehamilan karena kekurangan asam folat.

Anemia biasanya dapat dicegah atau diobati dengan menggunakan zat besi

dan suplemen asam folat selama kehamilan. Meskipun begitu, jika anemia

Page 6: Faktor Resiko Pada Kehamilan

menjadi parah dan berlangsung lama, kapasitas darah untuk membawa

oksigen menurun. Akibatnya, janin tidak bisa mendapatkan cukup oksigen,

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal, khususnya pada otak. Wanita

hamil yang mengalami anemia berat bisa menjadi lelah berlebihan, nafas

tersengal-sengal, sakit kepala berkunang-kunang. Resiko persalinan preterm

meningkat. Jumlah pendarahan normal selama persalinan dan melahirkan bisa

menyebabkan anemia yang sangat membahayakan pada wanita ini. Wanita

dengan anemia lebih mungkin mengalami infeksi setelah melahirkan. Juga,

jika asam folat berkurang, resiko memiliki bayi dengan cacat lahir pada otak

dan tulang belakang, seperti spina bifida, meningkat.

6. Infeksi saluran kemih : infeksi saluran kemih biasa selama kehamilan,

kemungkinan disebabkan melebarnya rahim memperlambat aliran air seni

dengan menekan pipa yang menghubungkan ginjal dengan kantung kemih

(ureters). Ketika air seni mengalir lambat, bakteri tidak bisa membilas pada

saluran air seni. meningkatkan resiko sebuah infeksi. Infeksi ini meningkatkan

resiko persalinan preterm dan cepat luruh pada selaput yang mengandung

janin. Kadangkala infeksi pada kantung kemih atau ureter menyebar ke

saluran air seni dan menuju ginjal, menyebabkan. Pengobatan terdiri dari

terapi antibiotik.

Page 7: Faktor Resiko Pada Kehamilan

Komplikasi Kehamilan

Komplikasi kehamilan adalah masalah yang terjadi hanya selama kehamilan. Hal itu

bisa mempengaruhi wanita tersebut, janin, atau keduanya dan bisa terjadi pada waktu

berlainan selama kehamilan. Misalnya, komplikasi seperti plasenta salah tempat

(plasenta previa) atau pelepasan prematur pada plasenta dari uterus (placental

abruption) bisa menyebabkan pendarahan dari vagina selama 3 bulan terakhir pada

kehamilan. Wanita yang berdarah pada waktunya berisiko kehilangan bayi atau

pendarahan berlebihan (hemorrhaging) atau sekarat selama persalinan dan

melahirkan. Meskipun begitu, kebanyakan komplikasi kehamilan bisa di obati secara

efektif.

Kehamilan ectopic : kehamilan salah tempat

Secara normal, sel telur dibuahi di tuba falopi dan tertanam di rahim. Meskipun

begitu, jika pipa menyempit atau tersumbat, sel telur bisa bergerak lambat atau

tersangkut. Sel telur yang dibuahi bisa tidak pernah sampai ke rahim, mengakibatkan

kehamilan ectopic. Kehamilan ectopic biasanya terjadi di salah satu tuba falopi

(sebagai kehamilan tubal) tetapi bisa terjadi di tempat lain. Janin dalam kehamilan

ectopic tidak bisa bertahan hidup.

Satu dari 100 sampai 200 kehamilan adalah kehamilan ectopic. Faktor resiko untuk

Page 8: Faktor Resiko Pada Kehamilan

kehamilan ectopic termasuk mengalami gangguan pada tuba falopi, penyakit pelvic

imflammatory, kehamilan ectopic sebelumnya, janin terpapar diethylstilbestrol, atau

tubal ligation (prosedur pembuahan) yang tidak berhasil atau telah dioperasi secara

terbalik.

Gejala-gejalanya termasuk pendarahan vagina yang tidak diharapkan dan kejang.

Janin bisa cukup bertumbuh untuk meruntuhkan struktur yang mengandung hal itu/

jika tuba falopi runtuh (biasanya setelah sekitar 6 sampai 8 minggu), seorang wanita

biasanya merasakan rasa sakit hebat di bagian bawah perut dan bisa pingsan. Jika

tuba kemudian runtuh (setelah sekitar 12 sampai 16 minggu), resiko kematian pada

wanita meningkat, karena janin dan plasenta membesar dan kehilangan lebih banyak

darah.

Jika seorang wanita tidak yakin bahwa dia hamil, tes kehamilan dilakukan. Jika dia

hamil, ultrasonografi dilakukan untuk memastikan letak janin. Jika rahim kosong,

dokter bisa menduga kehamilan ectopic. Jika ultrasonografi menunjukkan janin

terletak di luar rahim, diagnosa dipastikan. Dokter bisa menggunakan pembuluh

elastis yang disebut laparoscope, dimasukkan melalui sayatan kecil persis di bawah

pusar, untuk melihat kehamilan ectopic secara langsung.

Kehamilan ectopic harus diselesaikan secepat

mungkin untuk menyelamatkan nyawa si wanita.

Page 9: Faktor Resiko Pada Kehamilan

Pada kebanyakan wanita, janin dan plasenta pada

kehamilan ectopic harus diangkat dengan operasi,

biasanya dengan laparoscope tetapi kadangkala

melalui operasi di perut (prosedur yang disebut

laparotomy). Jarang, rahim rusak yang

membutuhkan hysterectomy Kadangkala, obat

methotrexate biasanya diberikan dalam satu kali

suntikan, bisa digunakan sebagai pengganti operasi.

Obat tersebut menyebabkan kehamilan ectopic

menyusut dan hilang. Kadangkala, operasi

dibutuhkan sebagai tambahan methotrexate.

Beberapa masalah yang terjadi dari kelainan hormon selama kehamilan hanya

kejadian minor, gejala sementara pada wanita hamil. Misalnya, pengaruh hormon

normal pada kehamilan bisa memperlambat pergerakan pada empedu melalui

pembuluh empedu, cholestasis pada kehamilan bisa terjadi. Gejala paling jelas adalah

rasa gatal di seluruh tubuh (biasanya pada beberapa bulan terakhir kehamilan). Tidak

terdapat ruam. Jika rasa gatal hebat, cholestyramine bisa diberikan. Gangguan ini

Page 10: Faktor Resiko Pada Kehamilan

biasanya dipecahkan setelah melahirkan tetapi cenderung sembuh pada kehamilan

berikutnya.

1. Hyperemesis gravidarum : hyperemesis gravidarum adalah rasa mual yang

luar biasa keras dan muntah berlebihan selama kehamilan. Hyperemesis

gravidarum berbeda dari morning sickness biasa. Jika wanita seringkali

muntah dan menderita mual berkelanjutan mereka kehilangan berat badan dan

menjadi dehidrasi, mereka menderita hyperemesis gravidarum. Jika wanita

kadangkala muntah tetapi bertambah berat badan dan tidak dehidrasi, mereka

tidak mengalami hyperemesis gravidarum. Penyebab hyperemesis gravidarum

tidak diketahui.

Karena hyperemesis gravidarum bisa mengancam nyawa wanita hamil dan

janin, wanita yang menderita harus dirawat di rumah sakit. Cairan infus

dimasukkan ke dalam pembuluh untuk memberikan cairan, gula (glukosa),

elektrolit, dan kadangkala vitamin. Wanita yang mengalami komplikasi tidak

diijinkan untuk makan atau minum apapun untuk paling tidak 24 jam. Obat

penenang, antiemetik, dan obat-obatan lain diberikan sesuai kebutuhan.

Setelah wanita rehidrasi dan muntahnya reda, mereka bisa mulai makan yang

sering, makanan yang dihaluskan dengan porsi sedikit. Ukuran porsi tersebut

meningkat jika mereka bisa menerima banyak makanan. Biasanya, muntah

berhenti dalam beberapa hari. Jika gejala kambuh, pengobatan diulangi.

Page 11: Faktor Resiko Pada Kehamilan

Jarang, jika terus kehilangan berat badan dan gejala berlangsung lama

meskipun diobati, wanita diberikan makan melalui pipa lurus melalui hidung

dan turun ke kerongkongan menuju usus kecil selama diperlukan.

2. Preeclampsia : sekitar 5 % wanita hamil mengalami preeclampsia (toxemia

pada kehamilan). Pada komplikasi ini, peningkatan pada tekanan darah

disertai dengan protein pada air kencing (proteinuria). Preeclampsia biasanya

terjadi antara minggu ke 20 pada kehamilan dan akhir minggu pertama setelah

melahirkan. Penyebab preeclampsia tidak diketahui. namun lebih sering pada

wanita yang hamil untuk pertama kali, yang membawa dua atau lebih janin,

yang memiliki preeclampsia pada kehamilan berikutnya, yang telah memiliki

tekanan darah tinggi atau gangguan pembuluh darah, atau yang menderita

penyakit sel sickle. Hal ini juga lebih sering terjadi pada anak gadis berusia 15

tahun atau lebih muda dan wanita berumur 35 tahun atau lebih tua.

Berbagai macam preeclampsia akut, disebut sindrom HELLP, terjadi pada

beberapa wanita. Terdiri dari hal-hal berikut di bawah ini :

o Hemolysis (kerusakan sel darah merah)

o Kenaikkan kadar enzim hati, mengindikasikan kerusakan hati

o Jumlah platelet rendah, membuat darah tidak bisa menggumpal dan

meningkatkan resiko pendarahan selama dan sesudah persalinan.

Page 12: Faktor Resiko Pada Kehamilan

1 dari 200 wanita yang menderita preeclampsia, tekanan darah menjadi cukup tinggi

untuk menyebabkan kejang; kondisi ini disebut eclampsia. Seperempat kasus pada

preeclampsia terjadi setelah melahirkan, biasanya pada 2 sampai 4 hari pertama. Jika

tidak diobati segera, eclampsia kemungkinan fatal.

Preeclampsia bisa menyebabkan pelepasan prematur pada plasenta dari rahim

(placental abruption). Bayi pada wanita yang menderita preeclampsia 4 atau 5 kali

lebih mungkin cepat mengalami masalah setelah melahirkan dibandingkan dengan

bayi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi. Bayi kemungkinan kecil

disebabkan kerusakan plasenta atau disebabkan lahir secara prematur.

Jika preeclampsia ringan terjadi pada kehamilan dini, istirahat di rumah kemungkinan

tercukupi, tetapi beberapa wanita harus menemui dokter sesering mungkin. Jika

preeclampsia bertambah parah, wanita biasanya dirawat di rumah sakit. Di sana,

mereka dirawat di tempat tidur dan diawasi ketat sampai janin cukup matang untuk

dilahirkan dengan selamat. Antihipertensis kemungkinan diperlukan. Beberapa jam

sebelum melahirkan, magnesium sulfate kemungkinan diberikan secara infus untuk

mengurangi resiko kejang. Jika preeclampsia terjadi dekat tanggal kelahiran,

persalinan biasanya diinduksi dan bayi dilahirkan.

Jika preeclampsia parah, bayi tersebut kemungkinan dilahirkan dengan operasi sessar,

yang merupakan jalan pintas, kecuali servik cukup terbuka (dilated) untuk segera

Page 13: Faktor Resiko Pada Kehamilan

melahirkan normal. Cepat melahirkan mengurangi resiko komplikasi pada wanita dan

janin. Jika tekanan darah tinggi, obat-obatan untuk merendahkan tekanan darah,

seperti hydralazine atau labelatol, kemungkinan diberikan secara infus sebelum

melahirkan dilakukan. Pengobatan pada sindrom HELLP biasanya sama pada

preeclampsia berat.

Setelah melahirkan, wanita yang sudah menderita preeclampsia atau eclampsia

dipantau dengan ketat untuk 2 sampai 4 hari karena mereka meningkatkan resiko

serangan. Sebagaimana kondisi mereka terus menerus diperbaiki, mereka dianjurkan

untuk berjalan. Mereka bisa menetap di rumah sakit untuk beberapa hari, tergantung

pada keakutan preeclampsia tersebut dan komplikasinya. Setelah kembali ke rumah,

wanita ini bisa memerlukan obat-obatan untuk merendahkan tekanan darah, secara

khusus, mereka harus checkup setidaknya setiap 2 minggu untuk beberapa bulan

pertama setelah melahirkan. Tekanan darah mereka bisa tetap tinggi untuk 6 sampai 8

minggu. Jika tetap tinggi, penyebabnya kemungkinan tidak berhubungan dengan

preeclampsia.

3. Diabetes selama kehamilan : sekitar 1 sampai 3% wanita hamil mengalami

diabetes selama kehamilan. Gangguan ini dikenal dengan diabetes gestational.

Tidak terdeteksi dan tidak terobati, diabetes gestational bisa meningkatkan

resiko pada masalah kesehatan wanita hamil dan janin dan resiko kematian

pada janin. Diabetes gestational paling sering terjadi pada wanita obesitas dan

Page 14: Faktor Resiko Pada Kehamilan

kelompok etnis tertentu, terutama orang asli amerika, pulau pasifik, dan

wanita meksiko, Indian, dan keturunan asia.

Kebanyakan wanita dengan diabetes gestational mengalami hal itu

dikarenakan mereka tidak menghasilkan cukup insulin sebagaimana

kebutuhan insulin meningkat dalam kehamilan tua. Lebih banyak insulin

dibutuhkan untuk mengendalikan peningkatan kadar gula (glukosa) di dalam

darah. Beberapa wanita bisa memiliki diabetes sebelum hamil, tetapi tidak

diketahui sampai mereka hamil.

Beberapa dokter secara rutin memeriksa setiap wanita hamil untuk diabetes

gestational. Dokter lain memeriksa hanya wanita yang memiliki faktor resiko

untuk diabetes, seperti obesitas dan latar belakang etnis tertentu. Tes darah

digunakan untuk mengukur kadar gula garah dengan alat pantau gula darah

rumahan.

Pengobatan terdiri dari menghilangkan makanan bergula tinggi dari makanan,

makan untuk menghindari kelebihan berat badan selama kehamilan, dan, jika

kadar gula darah tinggi, diberikan insulin. Setelah melahirkan, diabetes

gestational biasanya hilang. Meskipun begitu, banyak wanita menderita

diabetes gestational mengalami diabetes jenis 2 sewaktu mereka menjadi tua.

Page 15: Faktor Resiko Pada Kehamilan

4. Ketidakcocokan Rh : ketidakcocokan Rh terjadi ketika seorang wanita hamil

memiliki darah Rh-negatif dan janin memiliki darah Rh-positif, menurun dari

ayah yang memiliki darah Rh-positif. Sekitar 13% pernikahan di amerika

serikat, laki-laki yang memiliki darah Rh-positif dan wanita memiliki darah

Rh-negatif.

Faktor Rh adalah molekul yang terjadi pada permukaan sel darah merah pada

beberapa orang. Darah ber Rh-positif jika sel darah merah memiliki faktor Rh

dan Rh-negatif jika tidak memiliki. Masalah dapat terjadi jika janin memiliki

darah Rh-positif memasuki aliran darah wanita tersebut. Sistem kekebalan

tubuh wanita tersebut bisa mengenali sel darah janin sebagai benda asing dan

menghasilkan antibodi, disebut antibody Rh, untuk menghancurkan sel darah

merah janin. produksi pada antibodi ini disebut sensitization Rh.

Selama kehamilan pertama, sensitization Rh adalah tidak mungkin, karena

tidak ada jumlah signifikan pada darah janin mungkin untuk memasuki aliran

darah wanita tersebut sampai melahirkan. Sehingga janin atau bayi yang baru

lahir jarang mengalami masalah. Meskipun begitu, sekali wanita menjadi

sensitif, masalah lebih mungkin terjadi dengan setiap kehamilan berikutnya

dimana darah janin adalah Rh positif. Pada setiap kehamilan, wanita tersebut

menghasilkan antibodi Rh lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak.

Page 16: Faktor Resiko Pada Kehamilan

Jika antibodi Rh melintasi plasenta menuju janin, mereka bisa menghancurkan

beberapa sel darah merah janin. Jika sel darah merah cepat dihancurkan

dibandingkan janin menghasilkan yang baru. Janin bisa mengalami anemia.

beberapa kerusakan disebut penyakit hemolytic pada janin (erythroblastosis

fetalis) atau bayi yang baru lahir (erythroblastosis neonatorum ). Pada kasus

berat, janin bisa mati.

Pada kunjungan pertama ke dokter selama kehamilan, wanita diskrining untuk

menentukan apakah mereka memiliki darah dengan Rh-positif atau Rh-

negatif. Jika mereka memiliki darah Rh-negatif, darah mereka diperiksa untuk

antibodi Rh dan jenis darah ayah dipastikan. Jika sang ayah memiliki darah

Rh-positif, sensitivitas Rh sebagai suatu resiko. Pada beberapa kasus, darah

pada wanita hamil diperiksa untuk antibodi Rh secara bertahap selama

kehamilan. Kehamilan bisa diproses sebagimana biasa selama tidak ada

antibodi terdeteksi.

Jika antibodi terdeteksi, langkah-langkah kemungkinan diambil untuk

melindungi janin, bergantung pada seberapa tinggi kadar antibodi. Jika kadar

menjadi terlalu tinggi, amniocentesis kemungkinan dilakukan. Pada prosedur

ini, jarum dimasukkan melalui kulit untuk menarik cairan dari kantung

ketuban. Kadar bilirubin (pigmen kuning dihasilkan dari penguraian sel darah

merah yang normal) diukur pada contoh cairan. Jika kadar ini terlalu tinggi,

Page 17: Faktor Resiko Pada Kehamilan

janin diberikan transfusi darah. biasanya transfusi diberikan sampai janin

cukup matang untuk dilahirkan dengan selamat. Kemudian persalinan

diinduksi. Bayi tersebut bisa memerlukan tambahan transfusi setelah lahir.

Kadangkala tidak ada transfusi yang diperlukan sampai setelah lahir.

Sebagai tindakan pencegahan, wanita yang memiliki darah Rh-negatif

diberikan suntikan antibodi Rh pada 28 minggu kehamilan dan dalam 72 jam

setelah melahirkan bayi yang memiliki darah Rh-positif, bahkan setelah

keguguran atau aborsi. Antibodi yang diberikan disebut Rh0, D) immune

globulin. Pengobatan ini menghancurkan setiap sel darah merah dari bayi

yang telah memasuki aliran darah wanita tersebut. dengan demikian, tidak

terdapat sel darah merah dari bayi untuk memicu produksi antibodiy oleh

wanita ini, dan kehamilan berikutnya biasanya tidak membahayakan.

5. Lemak hati pada kehamilan : gangguan langka ini terjadi ke arah kehamilan

tua. Penyebab tersebut tidak diketahui. gejala-gejala termasuk mual, muntah,

perut tidak nyaman, dan penyakit kuning. Gangguan tersebut bisa segera

memburuk, dan gagal hati bisa terbentuk. Diagnosa didasarkan pada tes fungsi

hati dan kemungkinan dipastikan dengan biopsi hati. Dokter bisa

menyarankan untuk segera menghentikan kehamilan. Resiko kematian untuk

wanita dan janin adalah tinggi, tetapi mereka yang bertahan sepenuhnya

Page 18: Faktor Resiko Pada Kehamilan

sembuh. Biasanya, gangguan tersebut tidak berulang pada kehamilan

berikutnya.

6. Peripartum cardiomyopathy : dinding jantung kemungkinan rusak pada

kehamilan tua atau setelah melahirkan, menyebabkan peripartum

cardiomyopathy. Penyebab tersebut tidak diketahui. peripartum

cardiomyopathy cenderung terjadi pada wanita yang telah beberapa kali

hamil, yang lebih tua, yang kandungannya kembar, atau yang mengalami

preeklamsia. Pada beberapa wanita, fungsi jantung tidak kembali normal

setelah kehamilan. Mereka bisa mengalami peripartum cardiomyopathy pada

kehamilan berikut. Wanita ini harusnya tidak hamil kembali. Peripartum

cardiomyopathy bisa terjadi pada gagal jantung yang diobati.

Masalah-masalah dengan cairan ketuban : terlalu banyak cairan ketuban

(polyhydramnios) pada selaput yang mengandung janin (kantung ketuban)

meregangkan rahim dan memberi tekanan pada diafragma wanita hamil.

Komplikasi ini bisa menyebabkan masalah-masalah pernafasan berat untuk

wanita atau persalinan sebelum waktunya.

Terlalu banyak cairan cenderung menumpuk ketika wanita hamil mengalami

diabetes, mengandung lebih dari satu janin (kehamilan ganda), atau

menghasilkan antibodi Rh menuju darah janin. Penyebab lain adalah

Page 19: Faktor Resiko Pada Kehamilan

kerusakan lahir pada janin, khususnya penyumbatan kerongkongan atau

kerusakan pada otak dan tulang belakang (seperti spina bifida). Sekitar

separuh waktu, penyebab tersebut tidak diketahui.

Cairan ketuban yang terlalu sedikit (oligohydramnios) bisa juga menyebabkan

masalah-masalah. Jika jumlah cairan sangat berkurang, paru-paru janin

kemungkinan tidak matang dan janin kemungkinan tertekan, mengakibatkan

kelainan bentuk; kombinasi pada kondisi ini disebut sindrom Potter.

Cairan ketuban yang terlalu sedikit cenderung terbentuk ketika janin

mengalami kerusakan pada saluran kemih, tidak berkembang seperti yang

diharapkan, atau meninggal. Penyebab lain termasuk penggunaan penghambat

enzim angiotensin-converting (ACE), seperti enalapril atau captopril, pada

trisemester ke-2 dan ke-3. Obat-obatan ini diberikan selama kehamilan hanya

ketika mereka harus digunakan untuk mengobati gagal jantung berat atau

tekanan darah tinggi. Menggunakan obat-obatan nonsteroidal

antiimflammatory (NSAIDs) di akhir kehamilan bisa juga mengurangi jumlah

cairan ketuban.

7. Plasenta previa : plasenta previa adalah penanaman pada plasenta sepanjang

atau di dekat servik, lebih rendah pada bagian atas rahim. Plasenta bisa

seluruhnya atau sebagian menutupi pembukaan servik. Plasenta previa terjadi

Page 20: Faktor Resiko Pada Kehamilan

dalam 1 dari 200 kelahiran, biasanya pada wanita yang mengalami lebih dari

sekali kehamilan atau yang mengalami kelainan struktur pada rahim, seperti

fibroid.

Plasenta previa dapat menyebabkan pendarahan tanpa nyeri dari vagina yang

secara tiba-tiba terjadi pada kehamilan tua. Darah kemungkinan merah

menyala. Pendarahan bisa menjadi besar, membahayakan nyawa pada wanita

dan janin.

Ultasonografi membantu dokter mengindentifikasi plasenta previa dan

membedakannya dari suatu pelepasan plasenta secara prematur (placenta

abruption)

Ketika mengalami pendarahan parah, wanita dirumah sakitkan sampai

melahirkan, khususnya jika plasenta terletek di sepanjang servik. Wanita yang

mengalami pendarahan parah memerlukan transfusi darah berulang. Ketika

pendarahan ringan dan melahirkan tidak segera terjadi, dokter biasanya

menganjurkan istirahat total di rumah sakit. Jika pendarahan berhenti, wanita

biasanya dianjurkan untuk berjalan. Jika pendarahan tidak terjadi, mereka

biasanya dipulangkan ke rumah, disiapkan dimana mereka bisa kembali

dengan mudah ke rumah sakit. Operasi sessar hampir selalu dilakukan

sebelum persalinan dimulai. Jika wanita dengan plasenta previa akan bersalin,

Page 21: Faktor Resiko Pada Kehamilan

plasenta cenderung menjadi lepas sangat cepat, menghentikan suplai oksigen

bayi. Kebocoran oksigen bisa mengakibatkan kerusakan otak atau masalah-

masalah lain pada bayi.

8. Placental abruption (abruptio placentae) : placental abruption adalah

pelepasan prematur dari plasenta dengan posisi normal dari dinding rahim.

Plasenta bisa lepas tidak lengkap (kadangkala hanya 10 sampai 20%) atau

secara utuh. Penyebabnya tidak diketahui. pelepasan plasenta terjadi dalam

0.4 sampai 3.5% pada seluruh kelahiran. Komplikasi ini lebih sering terjadi

pada wanita yang mengalami tekanan darah tinggi (termasuk preeklampsia)

dan pada wanita yang menggunakan kokain.

Rahim berdarah dari tempat dimana plasenta menempel. Darah bisa melewati

servik dan keluar dari vagina sebagai pendarahan luar, atau kemungkinan

terjebak di belakang plasenta sebagai pendarahan concealed. Gejala-gejala

tergantung pada tingkat pelepasan dan jumlah darah yang hilang (yang

kemungkinan banyak). Gejalanya bisa termasuk nyeri perut tiba-tiba berlanjut

atau kram, lunak ketika perut ditekan, dan membal. Pelepasan prematur pada

plasenta bisa menyebabkan penyebarluasan penggumpalan di samping

pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation), gagal ginjal, dan

pendarahan ke dalam dinding rahim, khususnya pada wanita hamil yang juga

mengalami preeklampsia. Ketika plasenta lepas, suplai oksigen dan nutrisi

Page 22: Faktor Resiko Pada Kehamilan

untuk janin kemungkinan berkurang. Wanita dengan pelepasan plasenta

prematur dirawat di rumah sakit. Pengobatan yang umum adalah istirahat

total. Jika gejala-gejala berkurang, wanita dianjurkan untuk berjalan dan

kemungkinan dikeluarkan dari rumah sakit. Jika pendarahan berlanjut atau

memburuk (diduga janin tersebut tidak mendapat cukup oksigen) atau jika

kehamilan mendekati masanya, melahirkan dini seringkali terbaik untuk

wanita dan bayi tersebut. Jika tidak mungkin melahirkan dengan normal,

operasi sessar dilakukan.

Definisi Angka Kematian Ibu

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu

peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa

terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Sedangkan kematian ibu adalah kematian

perempuan  pada saat proses atau setelah perempuan bersalin kurang dari 24 jam.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target

yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu

meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015

adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.

B.  Penyebab Kematian Ibu

Page 23: Faktor Resiko Pada Kehamilan

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor

penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan

untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang

lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang,

aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting.

Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang

reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya

kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya,

perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan.

Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah

perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.

Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,

swasta, maupun masyarakat terutama suami.

Sumber: Departemen Kesehatan Indonesia

Grafik 2.1 Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu

melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian

ibu melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau preeklamasi dan infeksi.

Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia

dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama

terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di

berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh

Page 24: Faktor Resiko Pada Kehamilan

pendarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%.

Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca

persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia

berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.(WHO).

Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia

(24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang

tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan

kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali

normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah

diderita ibu sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase

tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).

Selain itu, juga terdapat penyebab tidak langsung yang dikenal dengan 3

“terlambat” dan 4 “terlalu”, yang terkait dengan faktor akses, sosial budaya,

pendidikan, dan ekonomi. Kasus 3 Terlambat, yaitu:

1.    Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan.

2.    Terlambat dirujuk.

3.    Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Berdasarkan Riskesdas 2010, masih cukup banyak ibu hamil dengan faktor

risiko 4 Terlalu, yaitu:

1)   Terlalu muda, hamil dan melahirkan. Di zaman ini wanita cepat mengalami

menstruasi, selain itu cepat nikah dan hamil sehingga resiko melahirkan tinggi.

Page 25: Faktor Resiko Pada Kehamilan

Secara medis umur dibawah 20 tahun alat produksi belum optimal, sehingga tidak

disarankan untuk menikah terlebih dahulu.

2)   Terlalu tua. Usia di atas 35 tahun tidak disarankan untuk hamil karena resikonya

tinggi. Dengan bertambahnya usia semakin menurunkan juga kualitasnya, sehingga

rentan terhadap meninggalnya si ibu.

3)   Terlalu sering punya anak yang mengakibatkan sering terjadi pendarahan.

4)   Terlalu rapat jarak melahirkan. Belum terlalu pulih melahirkan pertama, melahirkan

lagi sehingga punya resiko yang lebih tinggi pula.

Hasil Riskesdas juga menunjukkan bahwa cakupan program kesehatan ibu

dan reproduksi umumnya rendah pada ibu-ibu di pedesaan dengan tingkat pendidikan

dan ekonomi rendah. Secara umum, posisi perempuan juga masih relatif kurang

menguntungkan sebagai pengambil keputusan dalam mencari pertolongan untuk

dirinya sendiri dan anaknya. Ada budaya dan kepercayaan di daerah tertentu yang

tidak mendukung kesehatan ibu dan anak. Rendahnya tingkat pendidikan dan

ekonomi keluarga berpengaruh terhadap masih banyaknya kasus 3 Terlambat dan 4

Terlalu, yang pada akhirnya terkait dengan kematian ibu dan bayi.

C.  Penanggulangan Kematian Ibu Bersalin

Dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun

2015, Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah merumuskan skenario percepatan

penurunan AKI sebagai berikut:

Page 26: Faktor Resiko Pada Kehamilan

1)    Target Millenium Development Goals (MDG) 5 akan tercapai apabila 50% kematian

ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi.

2)    Kunjungan antenatal pertama (K1) sedapat mungkin dilakukan pada trimester

pertama, guna mendorong peningkatan cakupan kunjungan antenatal empat kali (K4).

3)    Bidan Di Desa sedapat mungkin tinggal di desa, guna memberikan kontribusi positif

untuk pertolongan persalinan serta pencegahan dan penanganan komplikasi maternal.

4)    Persalinan harus ditolong tenaga kesehatan dan sedapat mungkin dilakukan di

fasilitas kesehatan.

5)    Pelayanan KB harus ditingkatkan guna mengurangi faktor risiko 4 Terlalu.

6)    Pemberdayaan keluarga dam masyarakat dalam kesehatan reproduksi responsif

gender harus ditingkatkan untuk meningkatkan health care seeking behaviour.

Untuk mengatasinya, BKKBN melakukan program pendewasaan usia

perkawinan diberbagai pusat informasi, baik di sekolah, universitas dan lainnya.

Selain itu, dengan melakukan kerjasama, yang hingga kini sudah ada 49 mitra kerja

dan stakeholders baik pemerintah maupun swasta, yayasan dan organisasi untuk

membantu menurunkankan jumlah kematian ini.

Pemerintah Pusat akan melaksanakan program Emas atau Expanding

Maternal and Newborn Survival yang bekerjasama dengan pemerintah Amerika

Serikat yang akan dilakukan secara bertahap. Dalam program tersebut, Amerika

Serikat memberikan bantuan sebesar 55 juta dolar Amerika. Pada tahun 2012,

program tersebut akan dilakukan di enam provinsi yang memiliki  70 persen kasus

Page 27: Faktor Resiko Pada Kehamilan

kematian ibu, yaitu  Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi

Selatan, dan Jawa Barat.