Author
dodien
View
249
Download
0
Embed Size (px)
1
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT PETANI
(STUDI KASUS DI DESA MADAMPI KECAMATAN LAWA
KABUPATEN MUNA BARAT)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana KependidikanPada
Jurusan/ Program Studi Pendidikan Geografi
OLEH:
SITI MARLINA
A1A4 12 075
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
2
3
4
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Tiada doa yang lebih indah selain doa agar tugas akhir
ini cepat selesai Ku olah kata, ku baca makna, ku ikat dalam alinea, ku
bingkai dalam bab sejumlah lima jadilah mahakrya. Gelar sarjana ku terima,
orang tua pun bahagia sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak
bijaksana dalam mengatasi masalah adalah sesuatu yang utama
berusahalah jangan sampai terlengah walau sedetik saja, karena atas kelengahan
kita tak akan bisa dikembalikan seperti semula DONT PUT UNTUL, TOMORROW WHAT YOU CAN DO
TODAY waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak
memanfaatkannya atau menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu) (H.R MUSLIM)
Sebuah kesuksesan lahir bukan karena kebetulan atau keberuntungan semata
Sebuah kesuksesan terwujud karena di iktiarkan melalui perencanaan yang matang, keyakinan, kerja keras, doa, dan
niat yang baik STOP DREAMING AND START DOING PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada: Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya serta kekuatan, kesehatan dan kesabaran untukku.
Tak lupa pula teristimewa kedua orang tuaku Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta Saudara saudaraku Tersayang,
Teruntuk Dosen Pembimbingku, Dan Teruntuk Agamaku, Teman Temanku tercinta,
Almamater kebanggaanku, serta Bangsa dan Negaraku.
Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Halu Oleo Kendari 2016 v
6
ABSTRAK
Siti Marlina, 2016. Faktor - faktor penyebab kemiskinan masyarakat
petani (Studi Kasus di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat)hasil Jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Halu Oleo. Pembimbing:
(I) Drs. Surdin, M.Pd, dan (2) La Ode Amaluddin, S.Pd.,M.Pd. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya
kemiskinan pada masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa. Tehnik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian lapangan
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.Data diperoleh dari 38
responden.Ananlisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Populasi
dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah 60 orang
sedangkan sampel yang digunakan adalah total sampel yang dipilih dengan
menggunakan rumus yaitu berjumlah 38 orang dengan informan masyarakat
petani yang masuk dalam kategori keluarga miskin. Analisis yang digunakan
adalah analisis Deskrptif Kualitatif dan untuk menganalisis hasil yang telah
digunakan dalam bentuk table dan persentase, selanjutnya dinterpretasikan untuk
memberi kensimpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh
kesimpulan bahwa : Faktor faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan
masyarakat petani di Desa Madampi adalah 1) rendahnya kepemilikan lahan
olahan dan luas lahan olahan; 2) sistem pengelolaan lahan dan pemasarannya
rendah; 3) rendahnya perekonomian masyarakat petani; 4) tingginya tanggungan
rata rata keluarga; dan 5) kualitas sumber daya manusia yang rendah
(pendidikan dan kesehatan).
Kata kunci: Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan
vi
7
ABSTRACT
Siti Marlina, 2016 cause factor poverty farmers society (Case Study at
Madampi village Lawa subdistrict west Muna). Result Geography Education,
Fakulty University of Halu Oleo. Academic adviser : (1) Drs. Surdin, M.Pd, and
(2) La Ode Amaluddin S.Pd. Thes study aims to know about factor poverty
farmer for society at Madampi village Lawa subdistrict. Tehnis accumulation data
that use methode field research pas- through observation, interviews, and
dokumentation. Acquisition data from 38 respondent. Data analysis use
descriptive qualitative population in this research have 60 the people poor society
mean while that is use total choice sample using formula its about 38 people than
informan farmer society that include family poverty category. The analysis used is
descriptive qualitative analysis and to analyze the results that have been used in
the form of tables and Presentation. Next interpretation ca be concluded. Based on
analysis reseach there are so many factor poverty farmer society at village
Madampi like: 1) low ownership of arable land and arable land area; 2) system
management land and marketing low; 3) low economy farmer society; 4) The
average height of dependents - average family; and 5) the quality of human
resources is low (education and health).
Key words : Factor - Causes of Poverty
vii
8
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik yang berjudul Faktor -
faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani (Studi kasus di Desa Madampi
Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat)sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menemui banyak hambatan dan
kesulitan, namun berkat bimbingan, arahan, dorongan serta bantuan dari semua
pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu
melalui kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan dan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Drs. Surdin, M.Pd selaku pembimbing I dan La
Ode Amaluddin, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan serta arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Selanjutnya tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo
Kendari.
2. Prof. Dr. La Iru, S.H, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Halu Oleo
Kendari.
viii
9
3. La Ode Amaluddin, S.Pd, M.Pd. selaku ketua jurusan program / Studi
Pendidikan Geografi.
4. La Ode Nursalam. S.Pd.,M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
Pendidikan Geografi
5. Dosen dalam lingkup Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo. Terima kasih atas ilmu yang
bermanfaat, dorongan moril, serta bimbingan yang diberikan kepada penulis
selama menempuh pendidikan.
6. Bapak La Umer, selaku Kepala Desa Madampi yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian diwilayah Desa Madampi
7. Teristimewa ucapan terimakasih yang tak terhingga untuk ayahanda Bapak
La Ngkaemi, dan ibunda Wa Suhana, dimana dengan berkah dan doa
tulusnya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik selama menjalani kuliah. Semoga dengan bantuan dari
kedua Orang tuaku mendapat balasan dan rahmat yang setimpal dari Allah
SWT Amin.
8. Bapak La Umer, selaku Kepala Desa Madampi yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian diwilayah Desa Madampi
9. Kepada saudara-saudaraku Emi Sumarni, Emriono, La Muli dan Gustina
yang tak henti memberikan motifasi.
10. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Pendidikan Geografi khususnya
Angkatan 2012 yang telah bersama dari awal mulai perkuliahan sampai
ix
10
penyelesaian studi telah banyak membantu dalam sumbangan pikiran serta
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Dan kepada seluruh masyarakat petani yang menjadi informan dalam
penelitian ini yang telah banyak membantu memberikan informasi dalam
penyusunan skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu segala kritikan
dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik. Semoga
penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penyusun maupun
orang yang membacanya.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Kendari, Januari 2016
Penyusun
x
11
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................. vi ABSTRACT........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
E. Defenisi Operasional.......................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori .................................................................. 8
1. Konsep tentangKemiskinan.............................................. 8 2. Ciri ciri Kemiaskinan...................................................... 13
3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan................................. 14 4. Konsep tentang lahan pertanian......................................... 23 5. Konsep Ukuran Kemiskinan.............................................. 27
B. Penelitian Yang Relevan.................................................... 33
C. Kerangka Pikir ................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................ 36 B. Jenis Penelitian................................................................... 36
C. Populasi dan Sampel Penelitian......................................... 36 1. Populasi Penelitian............................................................. 36
2. Sampel Penelitian............................................................... 36 D. Informan Penelitian............................................................ 38
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 39 F. Kisi-kisi penelitian............................................................. 40
G. InstrumenPenelitian........................................................... 41 H. Teknik Analisis Data ......................................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 43
xi
12
1. Peta kecamatan lawa.......................................................... 43 2. Letak geografis................................................................... 43
3. Kondisi Demografis........................................................... 44 4. Keadaan Ekonomi.............................................................. 45
B. Karakteristik Responden.................................................... 46 1. Umur Responden................................................................ 46 2. Pendidikan Responden...................................................... 47
C. Faktor faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Petani di Desa Madampi................................................................
50
1. Rendahnya Kepemilikandan Luas Lahan Olahan............. 50 2. Sistem Pengelolaan Lahan dan Sistem Pemasaran
yangRendah........................................................................
56
3. Rendahnya Perekonomian Masyarakat.............................. 80 4. Tingginya Tanggungan Rata Rata Keluarga................... 83 5. Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Rendah.................. 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 90 B. Saran .................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
13
DAFTAR TABEL
No tabel Teks Hal
Tabel3.1 Kisi-kisi penelitian............................................................. 41
Tabel 4.1 Keadaan Umum Penduduk diDesa Madampi Tahun
2016.................................................................................... 45
Tabel4.2 Klasifikasi Umur Responden di Desa Madampi,
Tahun2016.......................................................................... 46
Tabel4.3 Klasifikasi Pendidikan Formal responden di Desa
Madampi,Tahun 2016.......................................................
48
Tabel4.4 Status kepemilikan lahan olahan responden di Desa
Madampi, Tahun2016........................................................
51
Tabel4.5 Identifikasi responden berdasarkan kepemilikan lahan
danluas lahan yang telas diolah di Desa Madampi, Tahun
2016.........................................................................
54
Tabel4.6 Jenis peralatan yang digunakan dalam pengelolahanlahan
pertanian responden di Desa Madampi, Tahun
2016....................................................................................
57
Tabel4.7 Model pemanfaatan lahan responden di Desa Madampi,
Tahun 2016.........................................................................
59
Tabel4.8 Jenis tanaman jangkapanjang/perkebunan
yangdikembangkan dan dimiliki respondendi Desa
Madampi, Tahun
2016.........................................................................
64
Tabel 4.9 Jenis tanaman jangka pendek/perkebunan yang
dikembangkan responden di Desa Madampi, Tahun 201.
68
Tabel 4.10 Cara perawatan yang dilakukan responden
terhadaplahan/tanaman yang dikembangka atau dimiliki
di Desa Madampi,
Tahun2016.......................................................
71
Tabel4.11 Jawaban responden tentang di jual tidaknya hasil
produksitanaman jangkapanjang, Tahun 2016.................
74
Tabel4.12 Jawaban responden tentang sasaran Penggunaanproduksi
tanaman Jangka pendek yang dikembangkan ataudimiliki
di Desa Madampi, Tahun 2016.....................
77
Tabel4.13 Pendapatan responden pada setiapbulannya di Desa
Madampi, Tahun 201.........................................................
81
Tabel 4.14 Analisis jumlah tanggungan (anak kandung dan anggota
keluarga lainnya) responden 39 di Desa Madampi, Tahun
2016....................................................................................
84
Tabel4.15 Tempat berobat responden kalau mereka sakitdi Desa
Madampi, Tahun2016.......................................................
87
14
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Teks Hal
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ........................................................................ 35
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Lawa................................. 43
xiii
15
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampir Teks Hal
LampiranI Peta Kecamatan Lawa............................................................ 95
Lampiran II Pedoman Observasi............................................................... 96
LampiranIII Identitas Informan................................................................. 101
LampiranIV Pedoman Wawancara............................................................. 103
Lampiran V Transkrip Wawancara............................................................ 105
Lampiran VI Dokumentasi Foto.................................................................. 117
xv
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari biasanya lebih menggantungkan
hidupnya pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam
memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah
alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi
kebutuhan sehari-hari.Alam juga digunakan sebagai tempat tinggal. Sehingga
masyarakat pedesaan sering diidentikan sebagai masyarakat petani, yaitu
masyarakat yang kegiatan ekonominya terpusat pada pertanian.
Besarnya peranan pertanian di Indonesia memberikan motivasi pedesaan
untuk memiliki lahan pertanian yang dapat dijadikan sebagai sumber produksi,
oleh karena itu mereka berupaya dengan berbagai cara untuk memenuhi lahan
pertanian baik yang ada diwilayah tempat tinggalnya maupun diluar desanya.
Dengan demikian lahan pertanian tersebut, mereka akan membiayai kebutuhan
hidup bagi keluarganya. Sebagian dari mereka biasanaya hanya bekerja disektor
pertanian karena disesuaikan dengan latar belakanag pendidikan yang dimiliki.
Daerah pedesaan mayoritas dihuni dan ditempati oleh masyarakat yang
sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.Kehidupan petani tentu sangat
tergantung dari seberapa hasil pendapatan yang diperoleh dari hasil pertaniannya,
baik bersifat hasil pertanian tanaman jangka panjang maupun jangka pendek.
Keberhasilan masyarakat petani meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya
1
2
juga akan tergantung bagaimana petani itu sendiri mampu mengembangkan dan
mengelolah sumber-sumber potensi yang dimiliki seperti pengelolaan tanah,
pemeliharaan tanaman dan pemasaran hasil-hasil pertanian mereka yang
didapatkan.
Faktor geografis dan kondisi sosial masyarakat petani biasanya banyak
mempengaruhi perilakunya dalam mengembangkan berbagai potensi yang
dimiliki, sehingga tidak jarang kita temukan ada masyarakat yang memiliki
potensi alam yang cukup, namun hasil produktivitas pertaniannya kurang dari apa
yang diharapkan. Kondisi ini menjadi sebuah kenyataan yang telah dialami
masyarakat petani sejak dulu sampai sekarang.
Hal ini disebabkan oleh faktor intern dan esterm.Faktor intern adalah pola
perilaku masyarakat itu sendiri yang mayoritas masih memelihara kebiasaan-
kebiasaan secara turun-temurun misalnya dalam pengelolaan sumber-sumber hasil
pertanian (tanah) maupun dalam memanfaatkan hasil-hasil pertanian mereka yang
bersifat bahan mentah maupun yang sudah berbentuk uang sebagai pendapatan
yang dapat dibelanjakan untuk kebutuhan hidup lainnya.Selain pola perilaku juga
tingkat pendidikan yang masih relatif rendah.Dari faktor eksterm petani seringkali
menjadi korban kebijakan dan percepatan pembangunan yang tidak dibaringi
dengan upaya yang proporsional untuk mempercepat pertumbuhan sosial ekonomi
masyarakat khususnya masyarakat petani, misalnya dari kondisi geografisnya,
infrakstruktur yang belum memadai, dan sarana komunikasi yang belum
terjangkau. bersarkan data secara Nasional oleh Kemetrian Negara Pembangunan
3
Daerah Tertinggal Tahun 2005, bahwa masyarakat petani pada umumnya berada
pada daerah pedesaan yang sebagian besar berada dalam kawasan kategori desa
tertinggal, dimana secara tipologi sebagian besar wilayahnya sangat cocok untuk
dikembangkan kawasan produksi pertanian tanaman pangan perkebunan,
peternakan, kehutanan, dan lain sebagainya. Kemiskinan merupakan gambaran
ketertinggalan dari suatu daerah, dimana suatu ketertinggalan daerah diukur dari
beberapa kriteria, yakni: (1) faktor geografis (2) perekonomian masyarakat; (3)
sumber daya manusia; (4) infrakstruktuk; (5) karakteristik daerah; dan (6) faktor
budaya.
Masalah besar yang dihadapi oleh bangsa dewasa ini adalah masih banyaknya
desa dan masyarakat yang ada didalamnya, masuk kategori desa tertinggal dan
masyarakat miskin.Kemiskinan ini tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan
sumber daya pendukung pemenuhan kebutuhan mendasar, tetapi yang paling
dominan adalah kemampuan sumber daya manusia untuk mengelolah berbagai
sumber daya yang ada yang masih rendah dan pola kebiasaan secara turun-
temurun yang terus dipertahankan.
Salah satu ciri usahatani adalah adanya ketergantungan pada faktor geografis
atau lingkungan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang maksimal dari
usahatani, petani harus melakukan usaha memadukan faktor geografis atau
lingkungan, tenaga kerja dan modal, dengan keterampilan manajemen tertentu.
Persoalannya adalah kemampuan para petani kita seperti yang telah yang
4
dikemukakan diatas masih mengacuh pada faktor geografis, dan pola-pola
kebiasaan turun-temurun.
Dalam menjalani kehidupan sebagai petani masyarakat Desa Madampi
khususnya masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga miskin melakukan
kegiatan pertanian lahan kering yakni perkebunan berpindah - pindah. Jenis
tanaman yang dikembangkan untuk perkebunan umumnya hanya tanaman jangka
panjang berupa Jambu Mente, jati, dan kelapa dan tanaman jangka pendek berupa
kacang tanah, jagung, ubi jalar, ubi kayu dan sayur-sayuran yang hasilnya
digunakan sendiri untuk kebutuhannya dan selebihnya di jual di pasar tradisional.
Desa Madampi adalah salah satu desa di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat yang didiami oleh penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian
petani pada umumnya. Berdasarkan data observasi awal Desa Madampi memiliki
jumlah penduduk 554, dimana Desa Madampi ini menunjukkan bahwa Dari 184
kepala keluarga, yang terdata oleh Pemerintah setempat berdasarkan kriteria
penentuan keluarga miskin yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2011 berjumlah 60 Kepala Keluarga atau 44 % yang
benar - benar masuk dalam kategori miskin.
Keadaan alam atau kondisi geografis Desa Madampi sebenarnya sangat cocok
untuk pertanian, apalagi ditunjang dengan kondisi tanah yang tergolong subur dan
memberi peluang yang besar bagi penduduk untuk bisa memanfatkan keunggulan -
keunggulan yang dimiliki. Namun kondisi alam ini tidak ditunjang dengan
perilaku masyarakat dan pengelolaannya. Seharusnya dalam kondisi seperti ini
5
tidak ada lagi masyarakat yang miskin tetapi kenyataannya tidak seperti itu, masih
terdapatnya masyarakat yang tidak punya lahan sendiri, sempitnya lahan yang
telah digarap, dan tata cara pengolahan yang belum memenuhi standar merupakan
potret ketertinggalan masyarakat yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan.
Belum diketahui persis apa yang menjadi penyebab kemiskinan petani yang
ada di Desa Madampi Kecamatan lawa Kabupaten Muna Barat dan Desa ini
masuk dalam kategori Desa miskin. Atas dasar inilah sehingga peneliti memilih
Desa Madampi sebagai lokasi penelitian dengan obyek adalah masyarakat petani
yang masuk dalam kategori miskin, dengan mengangkat judul :Faktor - faktor
penyebab kemiskinan masyarakat petani (Studi kasus di Desa Madampi
Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini adalah Faktor - faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan pada masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan
Lawa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada
masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
6
1. Sebagai bahan masukkan bagi pemerintah untuk menyusun konsep, program
dan strategi pengentasan kemiskinan pada masyarakat petani di Desa Madampi
Kecamatan Lawa.
2. Bagi masyarakat petani, merupakan masukkan dan acuan dalam memperbaiki
kondisi ekonomi, sosial dan budaya untuk bisa keluar dari lingkungan kondisi
kemiskinan.
3. Sebagai bahan refrensi dan pembanding bagi peneliti lainnya khususnya yang
berhubungan dengan masalah kemiskinan.
E. Definisi Operasional
Defenisi operasionalan dalam penelitian ini adalah faktor - faktor penyebab
kemiskinan masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten
Muna Barat yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1. keterbatasan kepemilikan dan daya dukung lahan olahan yaitu:
a) kepemilikan lahan olahan
b) luas lahan yang dimiliki
b. Sistem pemanfaatan lahan dan pemasaran yang masih rendah:
a) Alat yang digunakan dalam pengolahan lahan
b) Model pemanfaatan lahan
c) Jenis tanaman yang dikembangkan
d) Cara pemeliharaan tanaman yang dikembangkan
e) Pemasaran hasil pertanian/tanaman responden
7
c. Rendahnya perekonomian masyarakat dengan tingkat pendapatan rata-rata
dibawah Rp. 650.000,-
a) Rendahnya tingkat pendapatan
d. Tingginya tanggungan rata-rata keluarga
e. Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah
a) Tingkat pendidikan
b) Tingkat kesehatan
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Konsep Tentang Kemiskinan
Sampai saat ini kemiskinan masih tetap menjadi persoalan global umat
manusia.Perkembangan perkonomian dunia yang tidak seimbang telah
menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi dan politik baik antar Negara, antar
Daerah maupun antar kelompok masyarakat.Hidup dalam kemiskinan bukan
hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga
banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak
adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak
berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
Chriswardani Suryawati dalam Prastyo, (2010:35) Kemiskinan dibagi
dalam empat bentuk, yaitu: 1) Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang
memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan
pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja; 2) Kemiskinan
relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan; 3) Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang
atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif
8
9
meskipun ada bantuan dari pihak luar; dan 4) Kemiskinan struktural, situasi
miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang
terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak
mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya
kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1)
Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan
prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus; dan (2) Kemiskinan buatan,
lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang
membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber daya, sarana, dan
fasilitas ekonomi yang ada secara merata.
Faturochman dalam Prastyo (2010:17), mengatakan bahwa kemiskinan
merupakan suatu akibat. Dalam hal ini, rumah tangga yang tadinya tidak miskin
maupun yang miskin terbebani antara lain oleh jumlah anggota rumah tangga
yang tidak produktif. Bila pendapatan rumah tanga tidak meningkat sejajar
dengan beban itu maka rumah tangga itu akan menjadi semakin miskin.
Selain itu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN, 2004) dalam Halifah (2009:9-10) digunakan indikator untuk
keluarga sejaterah yaitu: 1) pada umumnya anggota keluarga makan 3 kali
sehari; 2) anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda yakni untuk
dirumah, tempat bekerja, tempat belajar (sekolah), dan berpergian; 3)rumah
yang ditempati mempunyai atap, lantai, dan diding yang baik; 4) bila ada
anggota keluarga yang sakit dibawah kesarana kesehatan; 5) bila pasangan usia
10
subur ingin berkeluarga berencana (KB) pergi kesarana kontrasepsi; dan 6)
semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga besekolah, dan apabila indikator
tersebut diatas tidak dipenuhi oleh sebua keluarga, maka oleh BKKBN
dikatakan keluarga pra sejaterah (pedoman pendataan BKKBN).
Untuk memperkuat beberapa teori yang mendasari pemahaman kita tentang
kemiskinan, maka oleh Prayitno dalam Arsyad (1990:97) membagi beberapa
macam jenis kemiskinan, yakni:
1. Kemiskinan absolut
Kemiskinan absolute menunjukan keadaan seseorang atau kelompok
masyarakat yang taraf hidup atau pendapatannya rendah sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar.Kebutuhan disini hanyalah dibatasi pada kebutuhan
pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk
dapat hidup secara baik.
2. Kemiskinan relative
Jenis kemiskinan ini membandingkan dengan keadaan masyarakat
sekitarnya, artinya walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan
dasar minimum, tetapi kalau masih jauh rendah dibandingkan dengan
masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan
miskin. Ini terjadi karena kemiskinan pada orang yang lebih banyak ditentukan
oleh keadaan sekitarnya, dari pada orang bersangkutan.
11
3. Kemiskinan structural
Kemiskinan yang diderita suatu golongan masyarakat karena struktur sosial
masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumbersumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Golongan demikian terdiri dari petani yang
tidak memiliki tanah sendiri (tunakisma) atau para petani yang tanah miliknya
begitu kecil (petani gurem) atau petani yang memiliki lahan luas tetapi yang
terolah kurang dari 0,5 Ha, sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi
makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya.
Dengan demikian Indonesia paling dominan masyarakatnya masuk dalam
kategori kemiskinan stuktural, dengan alasan bahwa kemiskinan yang dialami
bukan karena malas bekerja atau karena terusmenerus sakit, tetapi
ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan berbagai faktor sumbersumber
kehidupan mereka.Oleh karena itu kelompok masyarakat yang masuk dalam
kategori miskin umumnya dilakukan dengan penetapan suatu garis kemiskinan
(proverty line).Garis kemiskinan merupakan batas dimana manusia hidup dalam
tingkat kehidupan yang minim. Seseorang dapat dikatakan berada di bawah
garis kemiskinan apabila pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang paling pokok, seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain
lain (Prayitno dalam Arsyad, 1990:98).
Patokan garis kemiskinan yang dipakai adalah kebutuhan hidup minimum
yang meliputi Sembilan bahan pokok kebutuhan seharihari.Perhitungan
kebutuhan hidup minimum didasarkan pada hargaharga yang berlaku disetiap
12
propinsi.Pendapatan perkapita dihitung dengan pendekatan produksi. Produksi
kotor desa merupakan penjumlahan produk dari 15 sektor yang terdiri dari
pertanian rakyat/bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan,
perikanan, bahan galian/pertambangan, kerajinan rakyat/industri, perdagangan
dan sebagainya. Data ini dianalis berdasarkan variabelvariabel yang
berpengaruh terhadap kemiskinan. Beberapa variabel tersebut, yakni: (1)
kepadatan penduduk; (2) tingkat pengangguran; (3) luas tanah pertanian; (4)
tanah rusak; (5) luas panen bahan makanan, (6) jumlah pemilik tanah; (7) nilai
ternak; (8) panjang jalan kendaraan roda empat, (9) rumah permanen; (10)
jumlah anak perkepala; (11) tanah pertanian rakyat; dan (12) jumlah anak
perpenduduk (Syahrir dalam Prastyo , 2010:50).
Variabel-variabel dimaksud diatas adalah dasar identifikasi penentuan
penggolongan daerah miskin berdasarkan analisis tipologi.Kemiskinan yang
dialami oleh masyarakat tidak dapat terlepas dari keberadaan daerah dimana
masyarakat miskin itu berbeda. Oleh karena itu variabel diatas akan
mempengaruhi tingkat pendapatan yang dapat dipergunakan dalam memenuhi
tingkat kebutuhan mendasar masyarakat yang merupakan garis yang ditetapkan
oleh Bank Dunia dengan menggunakan standar tingkat pendapatan perkapita
pertahun serendah US $ 75 untuk daerah perkotaan dan US $ 50 untuk daerah
pedesaan, yang menyamakan dengan kriteria tingkat pengeluaran sebagai
proksi terhadap pendapatan serta beras sebagai dasar penetapan garis
kemiskinan (Sajogyo, 1992:167).
13
Dengan dasar ini, maka Syahrir dalam Prastyo (2010:66), dalam proses
pembangunan suatu negara terdapat tiga macam kemiskinan yang sejak dahulu
sudah dikenal, yaitu: a) Miskin karena miskin disebabkan karena berlakunya
kemiskinan yang merupakan akibat rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan,
kurang memadai dan kurang terolahnya potensi ekonomi dan seterusnya; b)
Kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi ditengah-tengah kelimpahan.
Kemiskinan yang hanya disebabkan buruknya tingkat daya beli dari sistem
yang berlaku; dan c) Kemiskinan yang disebabkan karena tidak meratanya dan
buruknya pendistribusian produk nasional total.
Dari ketiga macam kemiskinan dan penyebabnya, pada intinya ada dua
macam kemiskinan yakni kemiskinan yang dialami karena memang masyarakat
itu sudah miskin karena kondisi sosialnya yang memungkinkan untuk miskin
dan berikutnya adalah kemiskinan yang dalam kelimpahan sebagai dampak dari
kebiasaan daya beli dan distribusi produk secara nasional.
2. Ciri-ciri Kemiskinan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rusli (1994:7), maka ciri - ciri
pokok dari mereka yang termasuk golongan orang miskin antara lain; (1)
Bahwa sebagian besar dari mereka terdapat di daerah pedesaan yang pada
umumnya merupakan buruh tani yang tidak memiliki tanah sendiri; (2) Bahwa
mereka adalah pengangguran dan setengah pengangguran dan kalau ada
pekerjaan tidak memberikan pendapatan yang memadai untuk tingkat hidup
yang wajar; (3) bahwa mereka kurang berkesempatan untuk memperoleh bahan
14
kebutuhan pokok dalam jumlah yang cukup, termasuk kebutuhan untuk
kesehatan dan pendidikan; dan (4) Pada umumnya mereka termasuk keluarga
dengan jumlah beban tanggungan yang tinggi, jumlah anak-anak dibawah umur
15 tahun lebih banyak dari golongan dewasa dan mereka banyak yang
menganggur.
Selanjutnya, Swasto (1987:79) menyebutkan beberapa ciriciri dari
kemiskinan yakni; (1) Kekurangan gizi makanan jauh di bawah normal/bukan
kuran, tetap kurang makan makanan yang bergizi; (2) Hidup yang morat marit;
(3) Kondisi kesehatan yang menyedihkan; (4) Pakaian selalu kurang tak teratur;
(5) Tempat tinggal yang jauh dari memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan;
(6) Keadaan anakanak yang tidak terurus/dibiarkan bergelandangan memenuhi
kebutuhan masingmasing; dan (7) Tidak mampu mendapatkan pendidikan
formal / non formal (ketiadaan biaya dan lemah kecerdasan).
Pada intinya kedua pendapat ahli yang telah dikemukan diatas tentang ciri -
ciri kemiskinan adalah sama yakni pada umumnya berada di daerah pedesaan
dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak memenuhi standar kelayakan
pemenuhan kebutuhabn yang mendasar.
3. Konsep Faktor - Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan suatu daerah disebabkan karena ketidak mampuan penduduk
dalam mengelolah sumber daya alam, hal ini disebabkan karena kualitas
sumber daya manusia yang rendah, dimana tingkat pendidikan rendah, selain
itu juga sehubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya
15
kemiskinan tersebut Lukman Sutrisno dalam Ningsi, (1997:23 ) mengemukakan
bahwa secara umum ada tiga faktor yang menyebabkan munculnya kemiskinan
dalam masyarakat: (1) Kemiskinan dalam masyarakat disebabkan oleh faktor
budaya yang hidup dalam suatu masyarakat. Dalam konteks ini kemiskinan
sering diartikan dengan etos kerja anggota masyarakat dalam memanfaatkan
sumber daya alam yang ada; (2) Kemiskinan dalam masyarakat oleh faktor
ketidak adilan dalam pemilihan faktor-faktor produksi dalam masyarakat; dan
(3) Kemiskinan disebabkan oleh model pembangunan yang dianut oleh suatu
negara. Model pembangunan hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
suatu negara akan menimbulkan kemiskinan pada kelompok manusia yang
menganut model itu. Hal itu disebabkan model pembangunan tersebut akan
menyebabkan kepincangan perkembangan sektor ekonomi moderen dan sektor
ekonomi tradisional.
Sejalan dengan pendapat diatas Tajudin Noer Efendi dalam Ningsi,
(1995:24) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Faktor-faktor penyebab kemiskinan yang
datang dari dalam diri seseorang atau kelompok orang. Faktor internal
misalnya: tingkat pendidikan yang rendah, hambatan budaya masyarakat
cenderung apatis, cenderung menyerah pada nasib,tidak mempunyai daya juang
atau kemampuan untuk memikirkan masa depan; dan (2) faktor-faktor
penyebab datang dari luar kemampuan seseorang. Faktor eksternal yang terdiri
atas: birokrasi atau peraturan-peraturan resmin yang dapat mencegah seseorang
16
memanfaatkan kesempatan yang ada, adanya tekanan dari pihak penguasa
dalam pemilihan faktor produksi, dan kurangnya perlindungan dari hukum
pemerintah dalam berusaha.
Menurut Burki (1990) dalam (Taswin, 1995:14) ada enam faktor yang
menjadi penyebab kemiskinan pada penduduk pedesaan yang bergerak dalam
pertanian antara lain: (1) Pertumbuhan ekonomi yang lamban; (2) Stagnasi
produktifitas tenaga kerja; (3) Tingkat semi pengangguran yang tinggi; (4)
Tingkat pendidikan formal yang rendah; (5) Fasilitas yang tinggi; dan (6)
degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
Berdasarkan hasil studi penelitian dan pengembangan pertanian (BPPP)
yang dilakukan di Lapangan Provensi di Indonesia faktor penyebab kemiskinan
antara lain: (1) Keterbatasan sumber daya alam kemiskinan yang disebabkan
karena memang dasar alamiah miskin yaitu keadaan alamnya misalnya karena
lahan yang kurang subur, tanahnya berbatu-batu tidak menyipan kekayaan
mineral karena sumber daya alamiah miskin maka masyarakatnya juga miskin
sehingga terjadi degradasi dan pendayagunaan lahan kurang; (2) Teknologi dan
pendukungnya yang tersedia masih rendah yang mengakibatkan penerangan
teknologi terutama budidaya masih rendah; (3) Keterbatasan lapangan kerja,
dimana membawa konsekwensi kemiskinan bagi masyarakat yang kualitasnya
dan produktifitas yang masih rendah, karena tingkat pendidikan dan kesehatan
yang masih rendah, disamping adanya pengaruh tradisi dan kesempatan kerja
yang terbatas. Meskipun secara ideal dikatakan bahwa seseorang harus mampu
17
menciptakan lapangan kerja baru, tetapi secara faktual hal tersebut kecil
kemungkinannya karena keterbatasan kemampuan seseorang baik berupa
keterampilan maupun modal; (4) Keterbatasan sarana-prasarana, dan
kelembagaan yang mengakibatkan terisolasi, perputaran modal kurang, bagi
hasil yang tidak adil, dan tingkat upah yang relatif rendah; dan (5) Beban
keluarga, dimana semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat
pula tuntutan beban hidup yang harus dipenuhi, seseorang yang mempunyai
anggota banyak dan tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan,
akan menimbulkan kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan
jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetapi akan melanda dirinya dan
kemiskinan itu akan bersifat laten.
Hartono (1993:75), mengemukakan bahwa pada dasarnya kemiskinan
disebabkan beberapa faktor, yaitu: (1) pendidikan yang rendah; (2) keterbatasan
modal; (3) beban tanggung yang tinggi; (4) keterbatasan sumber daya alam; (5)
keterbatasan lapangan kerja; (6) adanya sikap malas.
Kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat suatu daerah atau desa,
merupakan suatu gambaran keberadaan suatu daerah apakah tertinggal atau
tidak tertinggal, kondisi ini sesuai dengan olahan dari Kementrian
Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2006 yang menjelaskan bahwa
ketertinggalan suatu daerah atau desa juga menjadi pemicu terciptanya
kemiskinan. Hal ini menjadi faktor penyebab kemiskinan adalah:
18
1. Rendahnya Perekonomian Masyarakat
Rendahnya perekonomian masyarakat tentu dapat berdampak negative
terhadap pemenuhan kebutuhan, yakni masyarakat tidak mampu memenuhi
berbagai kebutuhannya khususnya kebutuhan yang mendasar.Rendahnya
perekonomian masyarakat ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan
masyarakat yang di peroleh dari sumber mata pencaharian.Oleh kementrian ini
mendeskripsikan bahwa semua ini disebabkan oleh masih banyaknya sumber-
sumber yang belum dapat dimaksimalkan pengolahannya, seperti salah satunya
adalah sumber daya alam.Ada daerah yang kaya dengan sumber daya alamnya
tetapi pada kenyataannya masih banyak yang masuk dalam kategori miskin.
2. Sumber Daya Manusia
Manusia sebagai penggerak dari proses pengentasan kemiskinan ini, dapat
pula menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, manakalah sumber daya ini
tidak berdaya guna. Diakui memang bahwa ketidak berimbangan antara jumlah
sumber daya manusia dengan alat pemenuhan kebutuhan dapat mempengaruhi
terjadinya nilainilai sosial ekonomi masyarakat itu yang pada akhirnya
berdampak pada polarisasi kehidupan secara keseluruhan.Ketidak berdayaan
sumber daya manusia disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah, dan
pelayanan kesehatan yang rendah pula.
3. Infrastuktur
Banyak hal yang termuat dalam infrastuktur tersebut, dimana oleh
kementrian Pembangunan Desa tertinggal menetapkan beberapa hal baik yang
19
berupa fisik maupun non fisik.Yang berupa fisik pertama sarana transformasi
dan komunikasi seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan sebagainya.Kedua
adalah sarana sosial berupa rumah-rumah ibadah, rumah sakit, rumah sekolah.
Ketiga adalah sarana perekonomian misalnya KUD, pasar atau lembaga lain
yang berfungsi sebagai sumber daya pengembangan perekonomian masyarakat.
Sedangkan yang non fisik adalah pelayanan-pelayanan publik yang berupa
pelayanan jasa seperti : adanya penerangan, sumber air bersih dan sebagainya.
4. Karakteristik daerah
Karakteristik daerah tidak hanya di lihat dari kondisi tipologi daerah
tersebut tetapi juga di lihat dari karakteristik masyarakat yang diam di
dalamnya. Biasanya masyarakat memiliki kebiasaan-kebiasaan yang telah
terpola berdasarkan pola turun temuran yang kadang-kadang dapat menghambat
proses percepatan pembangunan yang di laksanakan di daerah tersebut.
Selanjutnya oleh Sumarjo (2000:74-76), menetapkan beberapa faktor
penyebab kemiskinan penduduk, baik di tinjau dari sudut ekonomi maupun non
ekonomis antara lain:
1. Keterbatasan daya dukung lahan
Sebagian besar lahan yang di kuasai penduduk dan masyarakat tidak
memungkinkan untuk di jadikan lahan pertanian yang karena berbatu. Adapun
lahan yang mereka dapatkan tanah rata namun tanah tersebut kurang subur
sebagai akibat degradasi (menurunya daya dukung lahan karena pengelolahan
yang tidak benar atau mismanagement), dan implikasi dari system pasar, di
20
mana lahan subur dikuasai oleh pemilik modal, dan lahan yang kurang subur di
berikan kepada penduduk yang tidak mempunyai kekuatan modal.
2. Kualitas sumber daya manusia yang sangat rendah
Untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang utuh harus melalui
pendidikan.Namun pendidikan penduduk kebanyakan tidak tamat SD bahkan
mereka tidak pernah sekolah.Hal ini disebabkan tidak adanya biaya dan juga
membantu orang tua mereka untuk mencari nafkah, utamanya penduduk
pedesaan. Pendidikan non formal berupa kejar paket A mereka belum pula
mereka jangkau.
3. Teknologi dan pendukungnya kurang tersedia bahkan tidak tersedia secara
cukup, baik jumlah maupun waktunya.
Akibat teknologi budidaya tanaman pertanian dan teknologi produksi
industri kerajinan menjadi rendah sehingga tidak laku di pasaran
4. Keterbatasan Insfastuktur menyebabkan hidup terisolasi baik fisik maupun
sosial.
Jaringan jalan merupakan sarana yang dapat mendekatkan hubungan antara
desa yang satu dengan desa disekitarnya maupun hubungan dengan kota.
Namun karena belum tersedianya sarana jalan yang memadai pelayanan
angkutan tidak lancar yang menyebabkan terisolasinya penduduk dan
kurangnya informasi yang didapatkan.
21
5. Ikatan tradisi yang kuat
Kurangnya ikan tradisi, terutama yang berkaitan tenaga keran dengan
kegiatan perkawinan, kematian, pesta selamatan, menurut partisipasi berupa
partisipasi berupa tenaga dan harta.Kalau harta yang berupa uang tidak ada,
tanah, ternak dan tanaman digadaikan atau dijual dengan harga murah.Hal ini
kebanyakan dijumpai pada masyarakat yang hidup dipedesaan, sehingga uang
yang sebenarnya untuk dibelikan kebutuhan pokok, disumbangkan untuk hal
itu.
6. Pola Hidup yang Konsumtif dan Demostratif
Penduduk pedesaan kebanyakan merantau untuk mencari pekerjaan yang
lebih baik dan pendapatan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhannya.Namun pendapatan yang diperoleh dari merantau tidak
digunakan untuk tujuan produktif atau membangun rumah, tetapi habis
dikosumsi.
7. Modal dan jumlah uang yang beredar di pedesaan sangat terbatas, dengan
kata lain akumulasi modal masyarakat sebagai sumber pembiayaan internal
aktivitas ekonomi relatif tidak terjadi.
Kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan masih sangat terbatas. Transaksi
keuangan jarang terjadi, kegiatan barter masih sering dijumpai. Penduduk yang
kehidupan ekonominya mapan, lebih banyak membelanjakan uangnya
diperkotaan.Arus uang keluar lebih besar dari yang masuk.Sementara uang
22
tunai yang dimiliki harus dibelanjakan untuk keperluan makanan, pakaian, dan
kebutuhan yang mendesak lainnya.
8. Tingkat upah yang rendah
Standar upah minimum disektor pertanian di wilayah pedesaan tidak
berlaku. Pengusaha yang ada/beroperasi dipedesaan masih memberikan upah
lebih kecil dari Rp. 5.000,- / hari, dngan alasan keterampilan yang sangat
rendah. Bahkan masih dijumpai sistem pemberian rokok dan makan itu sudah
cukup.
9. Etos/nilai hidup masyarakat menganggap kemiskinan sebagai suatu kewajaran
sehingga upaya untuk keluar dari perangkap kemiskinan tidak ada. Menerima
bantuan atu sumbangan merupakan suatu kebanggaan.
10. Keterbatasan kepemilikan faktor produksi seperti lahan dan alat penangkapan
ikan.
Jumlah penduduk miskin tidak bertanah cenderung meningkat dan tanah
tanah yang dikuasai marginal.
11. Tingkat fertilitas (kelahiran) masih tinggi. Jumlah ratarata 5 sampai 6 orang.
12. Tingkat kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin terbatas.
13. Pola pikir yang masih tradisional
Sebagai akibat dari keteriolasian fisik dan sosial serta pendidikan yang
rendah, maka pola pikir penduduk miskin masih sangat tradisional.
Untuk ruang lingkup yang lebih luas Both dan Firdausy (1994:81) dalam
Melgiana (2010:6-7) beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan
23
masyarakat di pedesaan. Faktor tersebut antara lain: (1) faktor ekonomi terdiri
dari: modal, tanah, dan teknologi; (2) faktor sosial dan budaya terdiri dari:
pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja; (3) faktor geografis
:keterbatasan daya dukun lahan; dan (4) faktor pribadi terdiri dari: jenis
kelamin, kesehatan dan usia. Keempat faktor tersebut mempengaruhi tingkat
aksesibilitas masyarakat terhadap pasar, fasilitas umum dan kredit. Lebih lanjut
Both dan Firdausy menyatakan tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap ketiga
faktor tersebutlah yang mempengaruhi kemiskinannya.
4. Konsep tentang lahan pertanian
Menurut Soekartawi (2002) dalam Ihsan (2014:30), pentingnya faktor
produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi
juga dari segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan
dan topografi. Masih menurut Daniel (2002) dalam Ihsan (2014:30), luas
penguasaan lahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses
produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya
pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding
lahan yang lebih luas.Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha
tani yang dilakukan.Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan
administrasi yang baik serta teknologi yang tepat.Tingkat efisiensi sebenarnya
terletak pada penerapan teknologi.Karena pada luasan yang lebih sempit,
penerapan teknologi cenderung berlebihan (hal ini erat hubungannya dengan
konversi luas lahan ke hektar), dan menjadikan usaha tidak efisien. Menurut
24
Rosyidi (2002) dalam Ihsan (2014:30), dalam yang dimaksud dengan tanah
bukanlah sekedar tanah untuk ditanami atau untuk di tinggali saja, tetapi
termasuk pula didalamnya segala sumber daya alam. Jadi Tanah merupakan
salah satu sumber daya alam yang jumlahnya terbatas.Tanah menjadi sangat
penting karena keberadaanya dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia
dalam melakukan kegiatannya. Tanah sebagai lahan pertanian merupakan salah
satu faktor produksi yang sangat penting perannya dalam pertanian jika
dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Jika tidak ada lahan, maka
tidak akan ada pertanian.Tanah dalam disiplin Ilmu Tanah adalah sekumpulan
tubuh alam terletak di permukaan bumi, yang kadang diubah atau diusahakan
oleh manusia sebagai lahan usahatani, merupakan media alam sebagai tempat
pertumbuhan tanaman dan biologi lainnya.
Sebagian besar lahan yang di kuasai penduduk dan masyarakat tidak
memungkinkan untuk di jadikan lahan pertanian yang karena berbatu. Adapun
lahan yang mereka dapatkan tanah rata namun tanah tersebut kurang subur
sebagai akibat degradasi (menurunya daya dukung lahan karena pengelolahan
yang tidak benar atau mismanagement), dan implikasi dari sistem pasar, di
mana lahan subur dikuasai oleh pemilik modal, dan lahan yang kurang subur di
berikan kepada penduduk yang tidak mempunyai kekuatan modal.
Planck (1990) dalam Suryadi (2010: 6) menyebutkan bahwa untuk
menguasai lahan dapat dilakukan dengan sewa, gadai, bagi hasil, dan
sebagainya. Pemilik lahan sempit dapat menggarap lahan orang lain melalui
25
sewa atau sakap, di samping menggarap lahannya sendiri. Berdasarkan cara
penguasaan tersebut, maka terdapat penggolongan penduduk pedesaan sebagai
berikut: 1) Pemilik penggarap murni, yaitu petani yang menggarap lahannya
sendiri; 2) Pemilik dan penyakap murni, yaitu mereka yang tidak memiliki
lahan tetapi memiliki garapan melalui sewa atau bagi hasil. Golongan ini
termasuk ke dalam kelompok tunakisma, tetapi jika dilihat dari garapan, maka
mereka termasuk pengusaha lahan efektif; 3) Pemilik penyewa dan atau pemilik
penyakap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya sendiri, juga
menggarap lahan milik orang lain; 4) Pemilik bukan penggarap, umumnya
pemilik lahan luas; dan 5) Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar
tidak memiliki lahan dan tidak mempunyai lahan garapan. Sebagian besar
mereka adalah buruh tani.
Sihaloho (2004) dalam Suryadi (2010:7)membedakan penggunaan tanah
kedalam tiga kategori, yakni; 1) Masyarakat yang memiliki tanah luas dan
menggarapkan tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem
sewa atau bagi hasil; 2) Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha
tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja
buruh tani; dan 3) Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi
banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit
maupun bertanah luas.
Menurut Pakpahan dkk. (1992) dalam Darwis (2008:2-3), Dalam tatanan
pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan dapat
26
diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan
gadai adalah bentuk-bentuk penguasan lahan dimana terjadi pengalihan hak
garap dari pemilik lahan kepada orang lain.
Menurut Prayitno dalam Rahayu (2010:16-17), besarnya luas garapan
dapat meningkatkan produksi petani.Berhubungan dengan kepemilikan tanah
oleh petani miskin sudah sangat terbatas, maka usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan adalah dengan pendayagunaan seluruh potensi tanah
garapan yang dimiliki oleh petani. Selain itu ada beberapa upaya lain misalnya
berusaha menurut kemampuan dan keterampilannya.
Menurut Kuswardhani dalam Rahayu (2010:16-17), bahwa luas
penguasaan lahan akan menentukan partisipasi petani terhadap program. Luas
sempitnya lahan yang dikuasai akan mempengaruhi anggota keluarga untuk
mengolah lahan.
Menurut Mubyarto dalam Rahayu (2010:16-17), hasil bruto produksi
pertanian dihitung dengan mengalikan luas lahan tanah dan hasil persatuan
luas.Dengan demikian semakin luas tanah garapan, hasil produksi pertanian pun
semakin tinggi.Luas pekarangan sangat menentukan jumlah komoditas yang
diusahakan dalam kegiatan usaha tani, semakin besar lahan semakin tinggi
kesempatan hasil yang diperoleh nantinya (Sajogjo dalam Rahayu, 2010:16-
17).
27
5. Konsep Ukuran Kemiskinan
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada
jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari
(dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang
berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi
makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah
pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk
semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan,
serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut dengan
garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis
kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengukur
kemiskinan berdasarkan dua kriteria Criswardani Suryawati dalam Prastyo,
(2010:39-40), yaitu: (1) Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga
yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan
baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per
orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%, dan berobat ke
Puskesmas bila sakit; dan (2) Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu
keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama
dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli
pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per segi per
anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun yang
28
buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari
anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang
sakit selama tiga bulan.
Kategori diatas menentukan kemiskinan dalam batas kecakupan pangan
dan non pangan untuk rumah tangga, sehingga pengukuran tersebut nampaknya
lengkap untuk membuat kategori miskin, karena pada dasarnya kebutuhan dasar
( pokok ) sehari-hari meliputi pangan (makanan) dan non pangan ( perumahan
dan pakaian).
Rusli dalam Hartin (2015:18) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
kategori miskin jika perumahan pangan tidak terjamin (seadanya) yang kadang
kala harus meminjam uang dulu untuk membeli pangan. Selain itu pakaian
yang dimiliki golongan miskin ini dicirikan hanya terbatas pada beberapa
pasang saja, kondisi rumah kurang memadai dilihat dari atap, diding dan lantai
serta pemilikan barang-barang rumah tangga hanya sederhana saja dan dalam
jumlah terbatas.Tolak ukur kemiskinan dilakukan dengan membandingkan
tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok beras, pangan, atau kebutuhan
gizi minimum.
Ukurang kemiskinan di Indonesia dinyatakan sebagai nilai rata-rata
pengeluaran (proxy pendapatan) per kapita yang mampu dibelanjakan untuk
memenihi kebutuhan 2.100 kalori perhari ditambah pemenuhan kebutuhan
pokok minumum perumahan, pahan pakar, sandang, endidikan, kesehatan, dan
29
transportasi Zawani dalam Hartin (2015:19), memaparkan bahwa
selainpengukuran tingkat kemiskinan seperti yang dikemukakan diatas maka
untuk menentukan status ekonomi rumah tangga di desa miskin diperlukan
suatu indikator komposit, yang merupakan gabungan dari beberapa aspek atau
variabel yang didasarkan atas value jagement yaitu posisis pertanyaan terhadap
keadaan ekonomi rumah tangga di wilayah tertentu.
Tukiran dalam Hartin (2015:20) perlunya karakteristik desa miskin melalui
suatu indikator komposisi merupakan gabungan dari beberapa aspek atau
variabel yang dianggap dapat mecerminkan kemiskinan, dimana aspek yang
digunakan dalam mengukur wilayah miskin yakni potensi dan fasilitas desa,
perumahan, lingkungan dan keadaan penduduk.
Klasifikasi atau golongan seseorang atau masyarakat ditetapkan dengan
menggunakan tolak ukur, yaitu berdasarkan tingkat pendapatan dan
berdasarkan kebutuhan relatif, yang mana diukur dengan Metode.
Pengukuran kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo dalam Hartin
(2015:21), bahwa untuk pedesaan kelompok miskin bila pengeluaran setara
dengan Beras kurang dari 320 kg per kapita per tahun, miskin sekali
pengeluarannya kurang dari 240 kg per kapita per tahun dan paling miskin bila
kurang dari 180 kg per kapita per tahun. Untuk Daerah Perkotaan masing-
masing yaitu kelompok masyarakat miskin bila pengeluaran setara dengan
beras kurang dari 480 per kapita per tahun, miskin bila pengeluarannya kurang
30
dari 360 per kapita per tahun dan paling miskin bila kurang dari 270 per kapita
per tahun.
Pengukuran kemiskinan yang telah dilakukan cukup beragam, misalnya di
Indonesia pengukuran kemiskinan berdasarkan kebutuhan gizi (Kalori dan
protein), minimum perorangan, pengukuran berdasarkan skala Ekuivalen bahan
makanan beras untuk mengeluarkan ukuran minimum seperti yang dilakukan
oleh Hendra Esmara dalam Hartin (2015:21), pengukuran kemiskinan
berrdasarkan skala Ekuivalen pendapatan perkapita untuk mengukur
pemenuhan dasar minimum seperti yang dilakukuan oleh Bank Dunia
(1984:163).
Untuk mengetahui ukuran kemiskinan ditinjau dari konsumsi makanan,
pakaian dan perumahan (tempat tinggal), Menurut Supruhatin dalam hartin
(2015:22), adalah sebagai berikut: 1) Konsumsi (makanan/pakaian) yakni:
Pengeluaran rumah tangga atau konsumsi rumah tangga merupakan salah satu
indikator yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan kemiskinan
penduduk. Dalam ilmu ekonomi konsumsi adalah kegiatan menghabiskan
barang dan jasa untuk kelangsungan hidup.konsumsi adalah suatu tindakan
untuk mengurangi atau menghabiskan kegunaan suatu barang dan jasa secara
sekaligus maupun berangsur-berangsur; dan 2) Perumahan (Tempat Tinggal)
yakni: Keadaan rumah tangga atau perumahan merupakan indikator untuk
mengukur tingkat kemiskinan penduduk.Secara umum kualitas rumah tinggal
ditentukan oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan, rumah yang bahan
31
bangunan kualitas tinggi, secara nyata tercermin tingkat kesejahteraan
penghuninya, karena itu aspek kesehatan dan kenyamanan bahwa estetika bagi
kelompok masyarakat tertentu menentukan dalam pemenuhan rumah tinggal.
Ukuran rumah tangga miskin menurut BPS (2005) dalam Halifah
(2009:20-21), menyatakan bahwa jika diasumsikan suatu rumah tangga
memiliki jumlah anggota rumah tangga ( hosehold size) rata-rata 4 orang maka
batas garis kemiskinan rumah tangga adalah; 1) Rumah tangga dikatakan sangat
miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya 4 x 120.000,- = Rp
480.000,- per rumah tangga perbulan; 2) rumah tangga dikatakan miskin
apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x 150.000,- =Rp
600.000,- per rumah tangga perbulan; dan 3) rumah tangga dikatakan
mendekati miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar
4 x 175.000,- = Rp 700.000,- per rumah tangga perbulan.
Rusli dalam Hartin (2015:23), menyatakan bahwa yang termaksud kategori
miskin adalah : Selain makanan dan pakaian yang dimiliki golongan miskin
dirincikan hanya sebatas pada beberapa pasang saja, kondisi rumah kurang
memadai dilihat dari kondisi atap, dinding dan pantai serta pemilikan barang-
barang rumah tiggal hanya sederhana saja dan dalam jumlah terbatas.
Sedangkan kriteria rumah tangga miskin menurut Titik Koordinasi Pusat
Program Pemberian Subsidi Langsung Tunai kepada rumah tangga miskin,
Departemen komunikasi dan informasi Sayami dalam hartin (2015:24), ialah:
(1) Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 m per orang; (2) Jenis
32
lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, kayu yang murah; (3)
Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu yang berkualitas
rendah; (4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar, bersama-sama dengan
rumah tangga yang lain; (5) Sumber air minum berasal dari sumur, mata air
tidak terlingdung, sungan atau air hujan; (6) Bahan bakar untuk memasak
sehari-hari adalah kayu bakar; (7) Hanya sanggup makan satu, dua kali dalam
sehari; (8) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik;
dan (9) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah atau
tidak tamat SD atau sebatas hanya SD.
Menurut Muh. Amaluddin (2007:43) bahwa yang dapat dijadikan sebagai
alat pengukuran tingkat kemiskinan linnya ada tiga hal : (1) segi pemilikan
lahan ; (2) pemenuhan kebutuhan sembilan bahan pokok; dan (3) dari segi
demografi.
Dari segi kepemilikan untuk pulau jawa kurang dari 0,25 Ha dan diluar
pulau Jawa 0,5 Ha, hal ini dapat di kategorikan sebagai keluarga miskin.
Sedangkan untuk lahan kering kurang dari 0,5 Ha untuk pulau Jawa dan diluar
pulau Jawa kurang dari 1,0 Ha hal ini untuk luar pulau jawa termasuk dalam
kategori miskin.
Dari segi pemenuhan sembilan bahan pokok. Ditetapkan beberapa hal,
yakni: (1) beras,100 Kg; (2) ikan asin, 15 Kg; (3) gula pasir, 6 Kg; (4) garam
dapur, 9 Kg; (5) minyak tanah, 60 Liter; (6) minyak goreng, 6 Liter; (7) sabun
cuci, 20 Batang; (8) tekstil kasar, 4 Meter.
33
Dan berdasarkan kriteria sembilan bahan pokok tersebut maka penduduk
digolongkan miskin kalau pendapatannya lebih lendah dariu 200 persen dari
nilai total konsumsi sembilan bahan pokok tersebut. Sebaliknya apabila lebih
besar dari 200 persen di golongkan tidak miskin.
Dari segi demografi tingkat kemiskinan dapat diukur dengan melihat angka
tingkat kematian (death rate).Pada suatu masyarakat yang masih mempunyai
tingkat kematian tinggi disebut masyarakat miskin karena kurang makan atau
wabah penyakit yang dapat mereka tanggulangi karena merasa miskin.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini mengacu pada sumber, yaitu:
Skripsi Halifah Tahun 2009 Yang Berjudul profil kemiskinan masyarakat
Kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna, yang merupakan mahasiswa Fakultas
Keguruaan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari, yang
menyimpulkan bahwa, masyarakat miskin masih mengalami masalah ekonomi
dilihat dari pendapatan mereka sangat tidak memungkinkan untuk kehidupan
mereka adalah rendhnya pendidikan dan besarnya jumlah tanggungan dalam
keluarga, karena fenomena kemiskinan bukan hanya terbatas pada kurangnya
keuangan, melainkan melebar pada kurangnya kreativitas, inovasi, kesempatan
untuk bersoalisasi berbagai potensi dan sumber daya yang ada, atau secara
khusus persoalan itu lebih melingkar diantaranya lemahnya mengembangkan
potensi diri dan tertutupnya potensi diri untuk berkembang dimasyarakat, selain
itu juga terdapat pola hidup yang sangat memprihatinkan bagi masyarakat
34
Lasalepa khususnya Rumah Tangga miskin baik pola makan dan pola
berpakaian. Hal ini dikarenakan penghasilan yang minim namun kebutuhan
keluarga yang sangat besar. Lebih lagi ketika kebutuhan seorang anak yang
harus dipenuhi, baik dari kesehatannya maupun gaya hidupnya yang selalu
mengikuti trend moderen.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menggambarkan skema kerangka
konseptual.Menurut Sugiono dalam Ripai (2013: 34), Kerangka Pemikiran
adalah merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting.
Kerangka Pemikiran menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel-
variabel yang akan diteliti.
Kebiasaan sebagian besar masyarakat dalam bertani sampai saat ini masih
jauh yang diharapkan dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, masih
menggunakan alat - alat tradisional, buktinya masih banyak masyarakat yang
miskin di Desa Madampi Kecamatan Lawa.Realita ini membuktikan bahwa
pemerintah masih kurang memperhatikan kondisi masyarakat petani dalam
pengelolahan pertaniannya tersebut. Terjadinya kemiskinan petani pada
masyarakat desa Madampi tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor antara
lain: sempitnya lahan yang dimiliki, aksesbiltasnya masih bersifat trdisional,
rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki, faktor budaya, tidak ada pekerjaan
lain yang dimiliki, alat yang digunakan dalam pengelolahan lahanya masih
35
bersifat peralatan tradisional, pendapatan yang tergantung musim dan usia
tanaman yang sudah cukup tua. Dengan demikian tingkat kesejahteraan
menjadi rendah dan kesehatanya masyrakatnya. Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan dalam skema kerangka pikir berikut ini:
Gambar2.1 Bagan kerangka pikir
Masyarakat petani
Kemiskinan masyarakat petani
Faktor - faktor penyebab kemiskinan:
1. Kepemilikan lahan/tanah olahan dan luas lahan olahan yang rendah.
2. Alat yang digunakan dalam pengelolahan lahan 3. Jenis tanaman yang dikembangkan 4. Model pemanfaatan lahan 5. Pemasaran hasil pertanian/tanaman reponden. 6. Faktor budaya 7. Tingkat pendidikan 8. Pendapatan 9. kesehatan 10. Jumlah tanggungan dalam keluarga
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten
Muna Barat dengan pertimbangan bahwa di Desa tersebut masih banyak
masyarakat petani yang hidup di bawah garis kemiskinan. Waktu penelitian ini
dilaksanakankan pada tanggal 19 sampai dengan 30 Januari 2016.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggambarkan suatu masalah faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat
petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat.
C. Populasi dan sampel penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhmasyarakat petani
yang terdata sebagai masyarakat atau keluarga dalam kategori miskin di Desa
Madampi yang berjumlah 60 KK, (Pemerintah Desa Madampi).
2. Sampel penelitian
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang dilakukan ialah
menggunakan Metode Simple Random Sampling, yang artinya bahwa semua
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel
36
37
yang selanjutnya dijadikan sebagai responden. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu kelompok masyarakat petani miskin di Desa Madampi
sebanyak 60 responden. Metode penentuan sampel diambil secara acak,
Menurut Kusmayadi dan Endar (2000), penetapan jumlah sampling
dihitung dengan mempertimbangkan tingkat ketelitian dan jumlah responden
yang akan digunakan dalam penelitian dan waktu tertentu dengan persamaan (1).
Nilai kritis e atau batas ketelitian yang dapat dipergunakan dalam perhitungan
adalah 10 % (0,1). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 60 KK
masyarakat petani miskin dengan batas ketelitian yang diinginkan ditetapkan 0,1
maka dapat dihitung jumlah sampel responden secara acak dengan
menggunakan Rumus Slovin yaitu:
)(1 2Nxe
Nn
Keterangan:
n = Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan
95%)
Dari populasi seluruh masyarakat petani miskin sejumlah 60 KK diambil
sampel sejumlah :
)(1 2Nxe
Nn
38
)1,060(1
602x
n
)01,060(1
60
xn
6,01
60
n
6,1
60n
n = 37,5 dibulatkan menjadi 38 MPM
Jadi, sampel seluruh Desa Madampi sebanyak 38 orang Untuk menentukan
masyarakat petani miskin yang akan dijadikan sampel diambil secara acak seperti
yang dijelaskan diatas.
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan (purposive sampling).
Menurut Sugiyono (2014: 218-219) Purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
tertentu ini adalah orang yang dianggap paling tahu sehingga akan memudahkan
peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.
Adapun yang ditetapkan sebagai informan dalam penelitian ini adalah
masyarakat miskin dengan jumlah sampel diambil sebanyak 38 orang, yang ada
di Desa Madampi Kecamatan Lawa, selain masyarakat petani, ada informan
tambahan untuk melengkapi data tersebut adalah kepala Desa.
39
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah
sebagai berikut :
a. Data sekunder, adalah data yang diperoleh melalui study pustaka( library
research ) untuk mengumpulkan data-data melalui buku-buku, peraturan-
peraturan, serta dokumen-dokumen yang ada relevansinya dengan
penelitian.
b. Data primer, adalah data yang diperoleh dengan melakukan penelitian
langsung terhadap objek penelitian dengan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu cara mengumpulkan data yang berdasarkan atas tinjauan
dan pengamatan penelitian secara langsung terhadap aspek aspek yang
terkait dengan Faktor - faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani (Studi
kasus di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat) atau
informasi yang diperlukan.
2. Wawancara yakni teknik yang digunakan dengan mengadakan Tanya Jawab
dengan menggunakan daftar pertayaan (Quisioner) yang telah disediakan
lebih dahulu yang berbeda dengan daftar langsung oleh responden , dengan
maksud untuk melengkapi informasi yang diperlukan khususnya kepada
masyarakat petani kategori keluarga miskin dalam rangka memperoleh
informasi mengenai faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani di
40
Desa Madampi Kecamatan Lawa. Selain itu dilakukan juga wawancara
dengan para informan seperti Kepala Desa dan Kepala RT dalam rangka
memperoleh tambahan informasi mengenai penelitian ini.
3. Studi dokumentasi yaitu melakukan pencatatan terhadap dokumen yang ada.
Sugiyono (2013:240) Menyatakan bahwa Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Senada dengan itu iskandar, (2010:219) menyatakan
bahwa studi dokumen merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi
yang berhubungan dengan permasalahan penelitiaan. Dokumen-dokumen
yang dimaksud yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen
pribadi, dokumen resmi, referensi-referensi, foto-foto, rekaman kaset. Data
ini dapat bermafaat bagi peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan jawaban dari permasalahan penelitian.
F. Kisi-kisi penelitian
Kisi-kisi penelitian tentang Faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat
petani (Studi kasus di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat)
, berikut ini tabel kisi-kisi wawancara penelitian:
41
Tabel 3.1 kisi-kisi wawancara penelitian.
Variabel Indikator Nomor Juml
ah
item
Faktor -
faktor
penyebab
kemiskinan
masyarakat
petani (Studi
kasus di Desa
Madampi
Kecamatan
Lawa
Kabupaten
Muna Barat)
Status Kepemilikan Lahan Olahan Dan
Luas Lahan Olahan yang rendah
1,2 2
Sistem pemanfaatan lahan dan sistem
pemasaran yang rendah
3,4,5,6,7,
8,9
7
Rendahnya perekonomian masyarakat
10 1
Tingginya tanggungan rata-rata
keluarga
11 1
Kualitas sumber daya manusia yang rendah
12,13 2
G. Instrumen Penelitian
Intsrumen yang dimaksud dalam peneltian ini adalah dengan menggunakan
Wawancara Tanya Jawab dengan menggunakan daftar pertayaan ( Quisioner )
yang telah disediakan lebih dahulu yang berbeda dengan daftar langsung oleh
responden. Wawancara ini ditanyakan langsung kepada responden untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan dengan maksud untuk
mencari informasi atau mendapatkan data yang akurat yang berhubungan dengan
judul dan masalah dalam penelitian ini.
H. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis secara
deskritif kualitatif. Data tersebut disajikan berdasarkan apa adanya, berdasarkan
fakta di lapangan sesuai dengan objek penelitian ini. Data ini kemudian diuraikan
dalam bentuk tabel persentase agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai
42
faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani di Desa Madampi
sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari responden ditentukan Mukhtar dan
Erna Widodo (2000) dalam Hazarudin (2010:32), dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
100xN
FP
Keterangan :
P = kategori (persentase pilihan)
F = frekuensi ( jumlah responden yang memilih alternatif yang sama)
N = jumlah responden keseluruhan
100 = % (persentase)
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Peta Kecamatan Lawa
Gambar 4.1 Peta Desa Kecamatan Lawa
2. Letak Geografis
Desa Madampi merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Lawa
Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.Desa Madampi adalah salah salah
satu Desa yang ada di Kabupaten Muna khususnya di Kecamatan Lawa yang
umurnya sudah 17 Tahun.Secara historis Desa Madampi terbentuk sejak tahun
1999 yang merupakan hasil pemekaran dari wilayah Desa Lagadi dan selama
terbentuknya sudah ada pergantian kepala desa.Kepala desa yang menjabat di
Desa Madampi saat ini adalah La Umer.
43
44
Dari sejak terbentuknya Desa Madampi terdiri dari dua dusun yaitu dusun
I dan dusun II.Desa Madampi yang dapat dijangkau melalui transportasi darat
dari Ibukota Kabupaten Muna Barat.Desa Madampi dapat ditempuh kurang lebih
1 (satu) jam dari Kota Raha sebagai Ibukota Kabupaten Muna. Relief Wilayah
Desa Madampi umumnya adalah rata, sehingga sangat cocok untuk
pengembangan dan pembangunan kegiatan pertanian secara umum
Adapun batas-batas wilayah Desa Madampi adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lagadi
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Lapadaku
3. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kawasan Hutan Desa Lalemba
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lapadaku
Desa Madampi mempunyai luas wilayah 1.201 Ha, dimana sangat
potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan perkebunan.
3. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat berdasarkan jumlah penduduk (jiwa) 554 Jiwa yang terdiri dari 184
KK.Dimana dari 184 KK yang masuk dalam kategori keluarga miskin berjumlah
60 KK atau 44 %.Desa Madampi sebagian besar adalah petani, yang berusaha
tani di bidang pertanian tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan dan selain
Pegawai Negeri Sipil dan wiraswasta (pedagang, tukang kayu, dan tukang
batu).Tingkat pendidikan masyarakat berbeda-beda dan sebagian besar Desa
Madampi tidak tamat Sekolah Dasar.Rendahnya tingkat pendidikan ini juga
45
merupakan faktor rendahnya tingkat pendapatan petani atau tingkat kesejahteraan
masyarakat.Tingkat kesejahteraan masyarakat 95% masih dalam tahap
parasejahtera dan 5% termasuk keluarga sejahtera.Masyarakat Desa Madampi
seluruhnya beragama Islam.
Untuk lebih jelasnya keadaan umum pendudukan Desa dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 keadaan umum pendudukan Desa Madampi, Tahun 2011 :
No Keadaan umum Desa Madampi Jumlah (Orang)
1 Kependudukan
jumlah penduduk (jiwa)
Jumlah KK
554
184
2 Kesejahteraan Sosial
Jumlah KK Prasejahtera
Jumlah KK sejahtera
Jumlah KK Kaya
130 KK
7 KK
-
4 Mata pencaharian
Petani
Peternak
Pedagang
Tukang kayu
Tukang Batu
PNS
Pensiunan
TNI/ Polri
Perangkat Desa
534
2
1
2
2
6
-
5
5
5 Agama
Islam
554
Sumber Data: Kantor Desa Madampi, Januari 2016
4. Keadaan Ekonomi
Umumnya masyarakat desa madampi mempunyai mata pencaharian
sebagai petani, dan sebagian kecil bekerja sebagai wiraswasta (pedagang, tukang
kayu, dan tukang batu).
46
B. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah keseluruhan petani
yang di pilih penelliti yang ada di Desa Madampi yang masuk dalam kategori
keluarga miskin, yang terdata berdasarkan pendataan dari Pemerintah 38 orang
responden dalam penelitian ini, diketahui bahwa golongan umur mereka
berfariasi mulai dari golongan termudah yakni 20 tahun sampai dengan golongan
tertua yakni 65 tahun
Berdasarkan kriteria kependudukan bahwa keluarga yang masuk dalam
kategori keluarga miskin di Desa Madampi umumnya tergolong penduduk
kategori yang sangat produktif, dimana secara fisik golongan umur seperti yang
dimaksud ini sangat memungkinkan untuk bekerja secara maksimal. Golongan
umur mana yang paling dominan, selanjutnya dapat dilihat melalui Tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Klasifikasi Umur Responden Di di Desa Madampi Tahun 2016
No Klasifikasi Umur
(Tahun)
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
1 21 30 5 13,16
2 31 40 9 23,68
3 41- 50 15 39,47
4 51 60 6 15,79
5 60 keatas 3 7,89
Jumlah 38 100
Sumber: Data primer dioalah, Januari 2016
Berdasarkan uraian tabel 4.2 diatas, diketahui bahwa responden yang
berumur antara 41-50 tahun adalah yang terbesar jumlahnya yakni 15 orang atau
47
39,47 % disusul urutan kedua ber umur 31-40 tahun yang berjumlah 9 orang atau
23,68 %, dan urutan ketiga adalah responden yang berumur 5160 tahun yang
berjumlah 6 orang atau 15,79 %. Sedangkan yang berumur 21-30 tahun dan umur
60 tahun keatas masing-masing berjumlah 5 orang atau 12,82 % untuk yang
golongan umur 21-30 tahun dan 3 orang atau 7,89 % responden yang berumur 60
tahun keatas.
Dari keseluruhan responden, golongan umur 60 tahun keatas adalah yang
paling sedikit jumlahnya, yakni hanya 3 orang, ini membuktikan bahwa
masyarakat di Desa Madampi adalah masyarakat yang masih tergolong sangat
produktif, dibuktikan dengan hasil penjelasan tabel 4.2 diatas bahwa golongan
umur yang paling produktif yakni antara 21-50 tahun jumlahnya paling banyak
yakni 29 orang atau 76,32 %.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil uraian tersebut diatas bahwa,
umur yang tergolong yang sangat produktif justru itu yang mendominasi masuk
dalam kategori keluarga miskin, sehingga dari sini dapat dijadikan salah satu
variabel bahwa keluarga miskin tidak hanya dapat dialami oleh mereka yang
sudah tidak produktif tetapi justru banyak dialami dan dirasakan oleh mereka
yang masih masuk dalam kategori keluarga miskin.
2. Pendidikan Responden
Pendidikan dimana-mana menjadi indikator penting dalam kehidupan,
baik pribadi maupun kelompok masyarakat. Seseorang memiliki pendidikan yang
48
layak pastilah mudah untuk menyerap, menerima dan menerapkan berbagai
informasi hubungannya dengan peningktan taraf hidupnya.
Tidak hanya itu saja, pendidikan sangat memungkinkan seseorang untuk
bertindak secara rasional dan profesional dalam mengelolah kehidupannya dan
sumber-sumber kehidupannya.
Penelitian ini membuktikan pertanyaan diatas, bahwa dari 38 orang
responden dalam penelitian ini diketahui bahwa ada responden yang sama sekali
tidak pernah sekolah artinya tidak perna menduduki bangku pendidikan.
Sedangkan yang lainnya ada yang pernah sekolah di Sekolah Dasar (SD) tapi
tidak tamat, ada yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD), ada juga yang pernah
Sekolah Di SMP tapi tidak tamat, Tamat SMP, tidak tamat SMA dan Tamat
SMA, keadaan ini menggambarkan bahwa betapa rendahnya pemenuhan
kebutuhan sosial responden khususnya dari sisi pendidikan. Untuk melihat lebih
jelasnya dapat dilihat pada tebel berikut ini:
Tabel 4.3 Kalasifikasi Pendidikan Formal Responden Di Desa Madampi,
Tahun 2016
N
o
Tingkat pendidikan Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Tidak Perna Sekolah 5 13,16
2 Tidak Tamat SD 6 15,79
3 Tamat SD 10 26,32
4 Tidak Tamat SMP 4 10,53
5 Tamat SMP 8 21,05
6 Tidak Tamat SMA 3 7,89
7 Tamat SMA 2 5,26
Jumlah 38 100
Sumber Data: Data Primer Diolah, Tahun 2016
49
Berdasarkan hasil uraian tabel 4.3 tersebut diatas, diketahui bahwa
responden dominan hanya tamat sekolah dasar yakni 14 orang. Dari 14 orang
tersebut, 10 orang atau 26,32 % adalah responden yang tamat sekolah dasar dan
tidak melajutkan ke SPM tapi tidak tamat 4 orang atau 10,53 % adalah
responden yang tamat sekolah dasar lanjut ke SMP tapi tidak tamat, artinya 14
orang ini tamat sekolah dasar dan memiliki ijazah walaupun ada yang sempat
lanjut SMP dan tidak tamat. Secara keseluruhan responden yang punya ijazah
sekolah dasar menempati posisi yang tertinggi dibandingkan yang lainnya yakni
14 orang atau 36,84 %. Disusul responden yang tamat SMP yang berjumlah 8
orang atau 21,05 %, kemudian disusul lagi yang tidak tamat SD 6 orang atau
15,79 %, terus disusul tidak pernah sekolah berjumlah 5 orang atau 13,16 % %
sedangkan 3 orang atau 7,89 % adalah responden yang pernah lanjut ke SMA
tetapi tidak tamat SMP.sedangkan responden yang hanya tamat SMA berjumlah
2 orang atau 5,26 %.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, responden dalam
penelitian ini pada umumnya memiliki pendidikan formal yang masih rendah
bahkan terdapat responden yang sama sekali tidak punya pendidikan atau sama
sekali tidak pernah sekolah. Dimana dari klasifikasi pendidikan responden
tersebut, yang berjumlah 38 responden (orang) yang memiliki pendidikan formal
yang rendah, seperti tidak pernah sekolah berjumlah 5 orang atau 13,16 % dan
yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) berjumlah 6 orang atau 15,79 %. Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah rendahnya
50
pendidikan formal, sehingga tidak bisa mendapatkan pekerjaan disalah satu
instansi atau lembaga, dikarenakan tidak memiliki ijazah.Kemudian hal ini juga,
signifikan dengan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat yang masuk dalam
kategori keluarga miskin. Kemudian pendidikan yang rendah juga, berdampak
terhadap seluruh perilaku masyarakat dalam pengelo