28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua organism memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa 1

Exploratory Behaviour VIB Klp 9

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua organism memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons

terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku

bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang

sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai

aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati

perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita

amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan

merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia),

yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin

kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku

tersebut secara antropomorfik.

Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku

bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau

pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan

ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa

perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau

karena akibat hasil asuhan  atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan

yang terus berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya

suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan

(proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat.

Untuk mengetahui terdapat bahaya di sekitar lingkungannya maka hewan

memiliki perilaku menyelidiki (investifated behavior). Selain itu, perilaku ini

juga berguna untuk mendeteksi makanan maupun mangsa bagi hewan itu

sendiri. Untuk itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang perilaku

menyelidiki pada hewan.

1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah yang dapat

kami ambil yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan tingkah laku menyelidiki pada hewan?

2. Apa saja contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat ditemukan pada

invertebrate?

3. Apa saja contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat ditemukan pada

vertebrate?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kita dapat mengambil tujuan

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan tingkah laku menyelidiki

pada hewan.

2. Untuk mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat

ditemukan pada invertebrate.

3. Untuk mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat

ditemukan pada vertebrate.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari tujuan di atas adalah:

1. Kita dapat mengetahui yang dimaksud dengan tingkah laku

menyelidiki pada hewan.

2. Kita dapat mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat

ditemukan pada invertebrate.

3. Kita dapat mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat

ditemukan pada vertebrate.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tingkah Laku Menyelidiki (Investigative Behaviour)

Tingkah laku menyelidik (Investigative behavior) ini merupakan tingkah

laku hewan yang menunjukkan kegiatan berupa usaha hewan untuk mengenal

lingkungannya dengan menggunakan panca indra dan alat tubuh yg lain.

Kegiatan menyelidik ini dapat berupa mengamati, membaui, merasakan,

mendengar dan lain-lainnya. Sebagai contoh, kera yg baru saja memasuki

wilayah yg asing (baru) baginya, maka ia berusaha untuk tahu segala sesuatu

yang ada di wilayah yang baru itu dengan cara memegang, melihat, membaui

apa saja yg dijumpainya. Tingkah laku menyelidik ini sering pula disebut

tingkah laku menjelajah (exploratory behavior).

A. PERILAKU MENYELIDIK / MENJELAJAH (EKSPLORATORY

BEHAVIOR) PADA HEWAN INVERTEBRATA

1) LEBAH MADU

Tidak hanya manusia, lebah madu pun mengenal pembagian peran dalam

koloni mereka. Sebagian mereka menjaga sarang dan merawat anak-anak lebah,

sebagian lain bertugas mencari sumber makanan baru.

Ternyata, pembagian tugas ini didasarkan pada karakter lebah tersebut.

Lebah yang bertahan di sarang adalah lebah yang bersifat “pemalu”, sedangkan

lebah yang punya jiwa petualang, yang dikenal dengan istilah lebah pengintai,

dipercaya untuk meninggalkan sarang. Lebah pengintai inilah yang merupakan

lebah dengan perilaku menyelidik (investigative) atau menjelajah (exploratory)

yang tampak dominan ketika menjalankan tugas mencari sumber makanan baru

dan mencari sarang baru.

Dalam pencarian sumber makanan dan sarang baru, lebah pengintai ini

menggunakan “tarian mengibas lebah madu”, dimana proses ritualnya sudah

dijelaskan oleh kelompok-kelompok sebelumnya. Secara singkat, bahwa lebah-

lebah non-pengintai dapat meramalkan dan mengetahui arah tempat makanan

3

maupun arah sarang baru yang ditemukan oleh si penari (pengintai). Dapat ditarik

simpulan bahwa lebah pengintai yang kembali ke sarangnya memberikan signal

(dalam bentuk tarian) maupun dalam bentuk bau yang menunjukkan arah tempat

sumber makanan atau sarang baru yang ditemukannya.

Gambar 1: Tarian Lebah Madu

Studi terbaru menunjukkan bahwa lebah pengintai memiliki ekpresi gen di

otak yang berbeda dengan lebah non-pengintai. Studi tersebut diterbitkan dalam

jurnal Science dan diketuai oleh Gene E. Robinson, pakar genetika sekaligus

profesor entomologi dan ilmu saraf di University of Illinois.

Para peneliti memulai dengan membuat pos-pos makanan baru dengan

warna dan bau yang unik, satu demi satu selama beberapa hari. Lantas, mereka

memantau lebah mana saja yang suka mencicipi pos baru dan mana yang memilih

bertahan dengan pos yang sudah akrab.

Ketika memeriksa otak dari lebah yang suka bertualang, para peneliti

menemukan perbedaan dalam substansi kimia di otak, terutama catecholamine,

glutamate dan asam gamma-aminobutyric. Zat-zat kimia ini diketahui memiliki

pengaruh terhadap tingkat kepuasan yang didapat ketika merasakan pengalaman

baru.

Para peneliti menemukan bahwa dengan meningkatkan atau menghambat

zat kimia tersebut di otak, mereka bisa mendorong perilaku bertualang pada lebah

yang lebih pemalu. Dengan meningkatkan glutamate dan octopamine, lebah non-

pengintai terbukti menjadi lebih petualang. Sebaliknya, ketika peneliti menekan

dopmine, lebah petualang menjadi lebih enggan menjelajah. “Dengan

4

memanipulasi sejumlah jalur neurokimia, kami bisa meningkatkan potensi

perilaku mengintai,” ujar Robinson.

Hal ini, menurut para peneliti, juga ditemukan pada manusia. “Hasil ini

menyatakan bahwa minat mencari hal baru memiliki kemiripan dengan serangga,”

ujar Robinson.

Riset tersebut juga menunjukkan bahwa perangkat genetika yang sama

berevolusi dalam lebah, hewan, maupun manusia dan sifat suka bertualang

merupakan karakter yang penting untuk dipertahankan karena itu bisa membantu

spesies menemukan sumber makanan baru.

2) SEMUT

Semut pekerja tua ditugaskan sebagai penjelajah yang menyurvei tanah di

sekitar sarang untuk mendapatkan sumber makanan bagi koloni yang populasinya

mencapai ratusan ribu (bahkan terkadang jutaan). Ketika para penjelajah

menemukan sumber makanan, mereka mengumpulkan teman-teman sesarang di

sekitar makanan. Jumlah semut yang berkumpul bergantung pada besar dan

kualitas sumber pangan ini. Semut menyelesaikan masalah makanan dengan

jaringan komunikasi yang sangat kuat.

Semut pekerja yang bertugas mencari makanan menyebar untuk

menemukan sumber makanan dengan meninggalkan jejak bahan kimia (feromon)

melalui jarum di pantat mereka. Jejak ini akan membantu teman-temannya

menemukan sumber makanan. Disamping meninggalkan feromon, semut juga

akan meninggalkan bau ditempat yang telah dia lewati, sehingga ia tidak akan

kehilangan arah untuk kembali kesarang.

Gambar 2: Semut pekerja yang bertugas mencari makanan

meninggalkan jejak bahan kimia (feromon)

5

Semut penjelajah ini berangkat dari sarang menuju ke sumber makanan

dengan berjalan berkelok-kelok, tetapi kembali ke sarang dengan rute lurus yang

lebih singkat. Bagaimana mungkin seekor semut yang hanya dapat melihat

beberapa sentimeter ke depan bisa berjalan lurus?

Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang peneliti bernama Richard

Feynman meletakkan sebongkah gula di salah satu ujung bak mandi, lalu

menunggu seekor semut datang dan menemukannya. Ketika semut yang pertama

kali datang ini kembali ke sarangnya, Feynman mengikuti jejaknya yang berkelok.

Kemudian Feyman mengikuti jejak semut-semut berikutnya. Ternyata Feynman

menemukan bahwa semut yang datang belakangan tidak mengikuti jejak yang

ditinggalkan; mereka lebih pintar, mengambil jalan memotong sampai akhirnya

jejaknya menjadi berbentuk garis lurus.

Diilhami hasil penelitian Feynman, seorang ahli komputer bernama Alfred

Bruckstein membuktikan secara matematis bahwa semut-semut yang datang

selanjutnya memang meluruskan jejak berkelok itu. Kesimpulan yang didapatnya

sama: setelah beberapa ekor semut, panjang jejak dapat diminimalkan menjadi

jarak terpendek antara dua titik dengan kata lain, membentuk garis lurus.

Gambar 3: Semut yang mencari jalan lurus langsung ke sarang

Apa yang diceritakan tadi tentu saja membutuhkan keahlian jika dilakukan

oleh manusia. Ia tentu harus menggunakan kompas, jam, maupun perlengkapan

yang lebih canggih lagi untuk menentukan suatu jarak. Orang ini harus juga

menguasai matematika. Berbeda dengan manusia, penunjuk jalan semut adalah

matahari, sedangkan kompasnya adalah cabang pohon dan benda-benda atau

6

tanda alam lainnya. Semut mengingat bentuk tanda-tanda ini, sehingga dapat

menggunakannya untuk menemukan rute pulang terpendek, meskipun rute ini

benar-benar baru baginya. Semut bertindak seolah-olah mengetahui benar cara

menemukan jalan. Pada malam hari, mereka dapat menemukan dan mengikuti

jalan yang mereka tempuh saat menemukan makanan pada pagi harinya,

meskipun kondisinya berubah.

Meskipun kedengarannya mudah, sebenarnya cara ini sulit dijelaskan!

Bagaimana mungkin seekor makhluk kecil seperti semut, yang tidak memiliki

otak maupun kemampuan berpikir dan mempertimbangkan, melakukan

perhitungan seperti ini?

Teknik komunikasi dengan jejak (mengikuti jejak bau) sering digunakan oleh

semut. Banyak contoh yang menarik dalam hal ini:

a. Suatu spesies semut yang hidup di gurun pasir di Amerika mengeluarkan

bau khusus yang diproduksi di kantung racunnya jika ia menemukan

serangga mati yang terlalu besar atau berat untuk di-bawanya. Teman-

temannya sesarang dari jauh dapat mencium bau yang dikeluarkan dan

mendekati sumbernya. Ketika jumlah semut yang berkumpul di sekitar

mangsa sudah cukup, mereka membawa serangga tersebut ke sarang.

b. Ketika semut api berpisah untuk mencari makanan, mereka meng-ikuti

jejak bau selama beberapa lama, lalu akhirnya berpisah dan mencari

makanan masing-masing. Sikap semut api berubah jika sudah mene-

mukan makanan. Kalau menemukan makanan, semut api kembali ke

sarang dengan berjalan lebih lambat dan tubuhnya dekat dengan tanah. Ia

menonjolkan sengatnya pada interval tertentu dan ujung sengat menyentuh

tanah seperti pensil menggambar garis tipis. Demikianlah semut api

meninggalkan jejak yang menuju ke makanan

c. Semut Dacetine menggunakan rahangnya bagaikan perangkap hewan

untuk menghadapi manuver mangsanya. Ketika semut pencari makan

mencium bau serangga dengan antenanya, ia mengintai dengan rahang

terbuka 180 derajat. Semut ini mengaitkan gigi kecilnya pada rahangnya

dengan cara menekankannya ke langit-langit mulut. Lalu, semut

memeriksa sekitar-nya dengan menggerakkan antenanya ke depan.

7

Kemudian semut mendekati serangga perlahan-lahan. Ketika antenanya

menyentuh mangsa-nya, si serangga kecil terjangkau oleh gigi bawah

semut. Ketika semut menurunkan langit-langit mulutnya, rahangnya

mendadak menutup dan mangsanya terjepit di antara giginya. Semut yang

diceritakan ini tidak pernah meleset karena rahangnya memiliki refleks

tercepat di dunia.

B. PERILAKU MENYELIDIK / MENJELAJAH (EKSPLORATORY

BEHAVIOR) PADA HEWAN VERTEBRATA

1) PISCES

a) IKAN KOI

Ikan koi akan segera menyelidiki benda atau binatang yang jatuh ke air. Hal

ini terjadi karena ikan tersebut mengira bahwa benda tersebut adalah makanan.

Benda tersebut akan segera didekatinya dengan cepat. Jika benda tersebut

makanannya maka akan ditelan dan jika bukan makanannya maka akan

dimuntahkan. Tingkah laku ini juga dilakukan oleh beberapa ikan-ikan kecil yang

hidup di sungai.

Gambar 4: Ikan koi yang sedang menyelidiki makanannya

b) IKAN KERAPU MACAN

Tingkah laku ikan kerapu macan sebelum ada mangsa atau hewan yang

jatuh kedalam air adalah bergerombol. Ketika ada hewan yang jatuh kedalam air,

ikan mulai merespon dengan bergerak ke arah hewan tersebut. Fase ini disebut

dengan fase aurosal (timbul selera). Pada fase tersebut, organ yang berperan

8

adalah penciuman (olfactory). Melalui organ olfactory, sensori kimiawi (chemical

sense) akan memungkinkan ikan untuk mengikuti dan menemukan makanan atau

mangsa, dimana mekanisme transduce sinyal kimia melalui aktivitas elektrik.

Ikan kemudian bergerak naik dan turun mencari jalan agar bisa menerobos

lingkungan dan memakan umpan. Fase ini dinamakan mencari lokasi. Pada tahap

tersebut, organ yang bekerja adalah perpaduan antara vision organ dan olfactory

organ. Pada saat ikan melakukan eksplorasi suatu area melalui sinyal kimia yang

diterimanya maka organ olfactory sebagai isyarat navigator yang utama untuk

melakukan orientasi akan bekerja, tetapi ketika sumber kimia tersebut didapatkan

maka kemampuan organ vision yang berperan.

Saat ikan kerapu macan mengamati umpan yang ada didepannya kemudian

melesat secara tiba-tiba menyergap umpan/makanan yang ada didepannya dan

menariknya ketempat persembunyian, merupakan fase mengidentifikasi dan

memakan umpan (uptake and finding bait).

Gambar 4: Ikan kerapu macan yang sedang bergerombol

2) AMFIBI

a) SESILIA

Sesilia adalah amfibi tanpa tungkai serupa cacing dengan gigi tajam dan

kerangka bertulang. Ada yang hidup di bawah tanah dan menggunakan moncong

yng runcing serta tengkorak yang keras untuk membuat liang di tanah. Ada pula

yang hidup di air. Sesilia memiliki sirip pada ekor untuk berrenang. Sekitar 170

spesies sesilia ditemukan di wilayah tropis Afrika, Asia dan Amerika Selatan.

Penglihatan Sesilia buruk karena matanya tertutupi oleh lapisan pelindung.

Sebagai pengimbangnya, amfibi ini memiliki organ pengindra di bawah setiap

9

rongga mata. Tentakel ini mengumpulkan partikel bau di udara yang digunakan

sesilia untuk menentukan letak pasangan dan mangsa, misalnya cacing tanah.

Gambar 5: Sesilia

3) REPTIL

a) ULAR

Hewan reptil menggunakan lidah untuk mencari makan, termasuk ular.

Biasanya ular menjelajah permukaan tanah dan mengecap bahan organik yang

tersentuh dan terasa oleh lidahnya kemudian menerjemahkan data tersebut

menjadi informasi tentang sumber makanan bagi ular.

Ada suatu penelitian membuktikan bahwa lidah ular peka terhadap getaran

bunyi, untuk mendeteksi secara dini sehingga ular tahu bila di dekatnya ada

mangsa atau pemangsa. Umumnya lidah berwarna hitam, tetapi adakalanya

berwarna merah terang atau kebiruan. Walaupun panjang dan bergerak sangat

dinamis, lidah bukan sebagai alat bantu menelan.

Sebagai indera perasa, lidah ular dipakai untuk mengenali lingkungan baru

dengan cara dijulurkan ke luar agak lama. Bila ada makanan atau benda baru di

dekatnya, ular akan menjulurkan lidah dan menyentuhkannya berkali-kali sebelum

menelan atau menolaknya. Bila timbul rangsangan istimewa maka lidah akan

dijulurkan dan bergetar.

Lidah ular semacam sensor yang berguna untuk mengetahui kondisi

lingkungan di sekitar ular tersebut, mulai dari

1. Mendeteksi perubahan suhu lingkungan

2. Mendeteksi pergerakan hewan lain

10

3. Dikarenakan penglihatan ular termasuk buruk, sehingga ular hanya bisa

melihat dengan mendeteksi panas tubuh hewan dan manusia.

Gambar 6: Ular yang sedang menjulurkan lidahnya

Ular juga punya alat pencium bau yang namanya kalau tidak salah organ

Jacobson. Lidah ular ini diperlukan untuk menyampaikan bau dari lingkungan

menuju organ Jacobson tersebut.

4) AVES

a) BURUNG ELANG

Burung merupakan satwa yang paling aktif terutama pada lingkungan yang

baru, di mana sering terlihat melakukan aktivitas bergerak dengan cara memanjat,

melompat, berjalan, terbang, berteriak, dan berkelahi. Bertengger di tempat tinggi

sering dilakukan dengan melihat Elang Ular Bido (Spilor yang cheela bisnis) dan

itu adalah karena sifat penyelidikan atau telah mereka menyelidiki sangat tinggi

terutama pada lingkungan. Menyelidiki sifat dimaksudkan untuk mengetahui

apakah ada gangguan di lingkungan sekitarnya, sehingga mereka dapat

mempertahankan kehidupan selanjutnya.

Penyelidikan ini juga dilakukan untuk mengawasi mangsanya. Kemudian

terbang melayang pelan sambil mengawasi mangsa dan meluncur menangkap

mangsanya ketika mangsa buruannya terlihat.

11

Gambar 7: Burung Elang yang sedang mengintai mangsanya

b) BURUNG BAYAN

Salah satu contohnya adalah burung bayan pada lingkungan baru, akan

belajar beradaptasi walaupun selalu disertai dengan investigasi terhadap semua

gerakan binatang lainnya.

Gambar 8: Burung Bayan sedang mengamati lingkungannya

Burung yang baru datang sangat waspada terhadap lingkungan di mana

sekali-sekali burung mengangkat kepala untuk mengawasi lingkungan sekitar.

Umumnya lebih banyak beraktivitas diam sambil mengawasi keadaan sekitar.

Oleh karena itu pada saat bertengger, kedua matanya terbuka sambil mengangkat

kepala lalu mengarahkan mata dan telinga ke segala arah. Hal ini berkaitan

dengan sifat investigasi atau menyelidiki yang dimiliki satwa terhadap lingkungan

yang baru adalah sangat tinggi (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991). Sifat

menyelidiki dimaksudkan agar cepat menyesuaikan diri dengan perubahan

12

lingkungan sekitar sehingga dapat mempertahankan kehidupan selanjutnya. Di

samping itu, pendengaran burung cukup tajam sehingga selalu waspada terhadap

lingkungan.

Aktivitas terbang pada burung bayan yang berada pada lingkungan yang

baru disebabkan burung masih dalam tahap menyelidiki keadaan sekitar sehingga

apabila ada gerakan yang mencurigakan, secara otomatis burung langsung terbang

sambil mengeluarkan suara keras.

Pada saat terbang, burung mengeluarkan suara yang sangat keras dan

melengking. Dari semua jenis burung paruh bengkok, burung bayan bersuara dan

berteriak paling keras terutama apabila ada dalam lingkungan baru. Hal ini

berkaitan dengan sifat menyelidiki pada burung yang ditempatkan pada

lingkungan baru. Memberi kesempatan pada burung untuk menyelidiki keadaan

lingkungan sekitar, akan lebih memudahkan proses adaptasi burung. Perilaku

menyelidik dapat menjadi karakteristik penting untuk memudahkan burung

mengetahui kondisi bahaya.

Aktivitas mengeluarkan suara yang keras dan diikuti dengan terbang lebih

banyak dilakukan oleh burung jantan dibandingkan burung betina. Hal ini

disebabkan karena umumnya burung jantan mempunyai sifat melindungi, lebih

agresif, dan lebih berani terhadap gangguan dibandingkan dengan burung betina.

Sifat melindungi ini sering terlihat apabila burung betina sedang di dalam sarang

untuk bertelur, mengeram, atau mengasuh anaknya, maka burung jantan berperan

menjaga sarang sekaligus melindungi dan memberi makan induk betina dan

anaknya, sedangkan induk betina tetap di dalam sarang hingga anak-nya bisa

terbang sendiri.

c) BURUNG HANTU

Burung hantu dalam bahasa inggrisnya disebut owl adalah kelompok

burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk

golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam

(nokturnal) yang berkaki dua. Seluruhnya, terdapat sekitar 222 spesies yang telah

diketahui, yang menyebar di seluruh dunia kecuali Antartika, sebagian besar

Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil.

13

Salah satu indra terbaik pada burung hantu adalah matanya. Burung ini

dapat melihat benda di kejauhan lebih baik daripada manusia dan juga mempunyai

sudut pandangan lebih luas. Dengan mengetahui apa-apa yang membahayakan di

depannya, mereka secara tepat menentukan kecepatan dan arah terbangnya. Mata

burung terkunci pada rongga matanya sehingga mereka tidak bisa menggerakkan

bola matanya seperti manusia. Mereka dapat memperluas cakupan pandangannya

dengan memutar kepala serta lehernya dengan cepat. Burung hantu mempunyai

mata yang sangat lebar menghadap ke depan, sehingga memungkinkan mengukur

jarak dengan tepat. Beberapa sel khusus di matanya sangat peka terhadap cahaya

yang redup. Paruh yang kuat dan tajam; kaki yang cekatan dan mampu

mencengkeram dengan kuat; dan kemampuan terbang tanpa berisik. Berkat

keistimewaan ini burung hantu dapat melihat dan berburu dengan baik di malam

hari.

Gambar 9: Burung Hantu yang sedang mengintai mangsanya

Telinga burung hantu sangat peka terhadap suara. Mereka mempunyai

pendengaran yang lebih baik daripada manusia. Ada semacam bulu-bulu seperti

sikat pada dua sisi muka burung hantu yang menangkap gelombang suara dan

meneruskannya ke dalam telinga. Bulu-bulu tersebut juga memisahkan satu

telinga dari yang lainnya sehingga suara yang datang dari arah kanan akan lebih

jelas terdengar pada telinga kanan. Terlebih lagi, posisi telinga di kepalanya

tidaklah sejajar. Telinga yang satu lebih tinggi letaknya dari satu lainnya. Dengan

14

demikian, burung hantu mampu menentukan arah suara yang datang dari berbagai

penjuru. Karenanya, walaupun ia tidak melihat makhluk yang bersuara itu, ia

dapat mengetahui letaknya secara tepat. Ini sangat menguntungkan sekali pada

musim salju ketika mencari mangsa menjadi sangat sulit.

5) MAMALIA

a) ANJING

Perilaku menyelidik atau investigasi salah satu jenis mamalia yang paling

menonjol adalah perilaku yang terlihat pada anjing. Hal ini juga salah satu faktor

paling penting yang harus diperhatikan ketika memilih anjing untuk pelatihan

deteksi narkotika. Anjing yang memiliki perilaku investigatif tingkat tinggi sangat

ingin tahu dan memiliki keinginan untuk memeriksa objek yang sangat dekat,

karena itu ia biasanya akan unggul dan sangat cepat ketika dilatih untuk berburu

bau narkotika. Ada beberapa tanda yang dapat diamati untuk mengenali perilaku

investigasi pada anjing. Salah satu perilaku yang paling khas dari anjing adalah

ketika anjing tersebut berlari kecil di sekitar kandangnya, menyelidiki /

menginvestigasi objek menggunakan hidung dan mata, lalu membungkuk untuk

melihat dan mendengarkan setiap kali ada suara. Karakteristik lain dari perilaku

menyelidik / investigasi anjing meliputi :

1) Berjalan atau berlari dengan hidung ke tanah, kemudian mengendus

2) Kepala di udara sambil mengendus, dapat berjalan dari sisi ke sisi

3) Mengendus daerah anus dan/atau kelamin

4) Mengendus hidung atau wajah anjing lain

5) Kepala diangkat, telinga tegak (mendengarkan dan melihat)

6) Mengorek dan mengendus urin atau feses

7) Merangkak maju, menggerakkan kepala dari sisi ke sisi, kemudian

mengendus.

15

Gambar 10: Anjing yang sedang mengendus tas wisatawan lokal dibandara

b) KUCING

Kucing adalah hewan yang senantiasa ingin tahu dan mereka sangat gemar

untuk menyelidiki segala hal yang dirasa baru atau aneh bagi mereka, terutama

sekali apabila tidak ada seorangpun di dalam rumah yang mengawasi mereka

bermain. Kucing menyelidiki dengan cara menggaruk, mencakar atau menggigit

dan mengejar benda yang dianggap aneh di tempat atau lingkungan barunya

Kucing adalah hewan pemburu, mereka berevolusi dari leluhur pemburu

dan telah tertanam dalam gen mereka kalau mereka pada dasarnya pemburu.

Mereka berevolusi untuk bertahan hidup dengan menangkap mangsa.

Karakteristik ini bisa dilihat dari bentuk fisiknya, gerakannya yang diam,

pandangan yang dalam, giginya yang tajam, kumisnya yang mendeteksi arus

udara, getaran, dan benda padat semuanya merupakan karakteristik predator.

Kucing dapat mematung, tidak bergerak cukup lama terutama ketika sedang

mengintai mangsa atau bersiap untuk "pounce" atau menyergap mangsanya.

16

17

Gambar 11: Kucing yang sedang mengintai mangsanya

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Tingkah laku menyelidik (Investigative behavior) ini merupakan tingkah

laku hewan yang menunjukkan kegiatan berupa usaha hewan untuk

mengenal lingkungannya dengan menggunakan panca indra dan alat tubuh

yg lain. Kegiatan menyelidik ini dapat berupa mengamati, membaui,

merasakan, mendengar dan lain-lainnya.

2. Tingkah laku menyelidik ini sering pula disebut tingkah laku menjelajah

(exploratory behavior).

3. Tingkah laku menyelidik ini dapat dijumpai pada beberapa invertebrate

dan vertebrata.

3.2 Saran

Penulis berharap agar makalah ini berguna untuk menambah pengetahuan

terhadap tingkah laku hewan, khususnya tingkah laku menyelidiki. Kami juga

berharap agar tulisan ini dapat menunjang pembelajaran. Akan tetapi, masih

ada kekurangan dalam tulisan ini, jadi saran kami kepada pembaca akan lebih

baik jika kalian mampu menyempurnakannya lagi.

18

DAFTAR PUSTAKA

Bawa, Wayan. 1991. Ethology. Denpasar: FKIP UNUD

Budhi, Anissa. 2010. Perilaku Binatang. (http:// materi eto/pelangiLova »

PERILAKU BINATANG.html diakses 2 Juni 2013)

Del’Omo, Giacomo. 2002. Behavioural Ecotoxicology. USA: WILEY

Ermi, Fitria. 2012. Tingkah Laku Hewan. (http:// materi eto/Fitria-Ermi

Biology 's Blog.html diakses 2 Juni 2013)

Swasta, Jelantik. 2003. Diktat Kuliah Ekologi Hewan tentang Habitat dan

Relung Ekologi. Singaraja: FKIP Undiksha

19