10
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL , DAERAH KABUPATEN BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH Raharjo Hutamadi 1 , Mulyana 2 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi, 2 Subbid Laboratorium, Bidang Sarana Teknik S A R I Daerah kegiatan meliputi kecamatan Lumbir, Gumelar, Pekuncen, Ajibarang dan Kedung Banteng secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dengan ibukota kabupaten di Purwokerto. Bahan galian yang memiliki kadar maupun jumlah sumber daya dan cadangan yang rendah umumnya kurang diminati oleh pelaku usaha pertambangan bersekala besar, maka perlu upaya untuk dapat memanfaatkannya meskipun dengan penambangan sekala kecil, hal ini dilakukan agar potensi bahan galian tersebut dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah maupun devisa negara. Pengertian, kriteria, ketentuan tentang pertambangan sekala kecil hingga saat ini masih sering menimbulkan kerancuan dikalangan aparat terutama di daerah dan masyarakat yang terkait pertambangan, hal ini antara lain disebabkan belum adanya ketentuan ataupun peraturan yang menjadi acuannya. Usaha pertambangan di Banyumas pada umumnya kategori pertambangan rakyat atau dapat dikatakan sebagai pertambangan sekala kecil. Pengusahaan bahan galian di wilayah ini meliputi kegiatan penambangan dan pengolahan bahkan sampai pemasaran. Adapun bahan galian yang diusahakan cukup beragam, seperti batugamping, andesit dan diorit, (istilah setempat batukali, batu gunung), pasir, batulempung. Pendulangan emas dilakukan masyarakat sejak terjadinya krisis ekonomi hingga saat ini bahkan telah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar aliran S. Larangan dan Kali Arus. Masyarakat dalam mencari emas ini melakukan dengan cara penggalian pada endapan aluvial tua yang kemudian dilakukan pendulangan. Di desa Gancang (K. Arus), penambangan dilakukan dengan cara menggali pasir yang mengandung emas di dalam sumur-sumur berkedalaman 4 -5 m dan diteruskan dengan pembuatan terowongan-terowongan., untuk mengeluarkan genangan air di dalamnya dibantu dengan menggunakan pompa. Di daerah Karang Alang ditemukan mineralisasi berupa urat-urat kuarsa yang mengandung logam sulfida, diduga mineralisasi ini mengikuti bidang patahan yang telah mengalami ubahan argilik. Urat kuarsa dilokasi ini umumnya berupa lensa-lensa mengandung pirit tersebar yang sebagian telah mengalami oksidasi, tebal urat antara 20-25 cm dengan arah jurus/kemiringan N95°E/50°. Khususnya bahan galian emas di daerah Cihonje-Karang Alang apabila dikembangkan menjadi suatu wilayah pertambangan emas walaupun bersekala kecil dihadapkan beberapa kendala,antara lain : Aspek tata guna lahan, karena lokasinya terletak di daerah pemukiman padat penduduk, daerah peruntukan perkebunan/kehutanan dan dilalui satu-satunya jalan utama sebagai jalur perekonomian desa. Aspek sosial - ekonomi; kemungkinan penolakan oleh masyarakat karena kebiasaan masyarakat setempat telah cukup lama akrab dan memilih menambang emas dengan cara menggali pasir dan mendulang di sungai dimana dampak terhadap lingkungan dirasakan relatif tidak mengkhawatirkan. 1

Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL , DAERAH KABUPATEN

BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH

Raharjo Hutamadi 1 , Mulyana 2

1 Kelompok Program Penelitian Konservasi, 2 Subbid Laboratorium, Bidang Sarana Teknik

S A R I

Daerah kegiatan meliputi kecamatan Lumbir, Gumelar, Pekuncen, Ajibarang dan Kedung Banteng secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dengan ibukota kabupaten di Purwokerto.

Bahan galian yang memiliki kadar maupun jumlah sumber daya dan cadangan yang rendah umumnya kurang diminati oleh pelaku usaha pertambangan bersekala besar, maka perlu upaya untuk dapat memanfaatkannya meskipun dengan penambangan sekala kecil, hal ini dilakukan agar potensi bahan galian tersebut dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah maupun devisa negara.

Pengertian, kriteria, ketentuan tentang pertambangan sekala kecil hingga saat ini masih sering menimbulkan kerancuan dikalangan aparat terutama di daerah dan masyarakat yang terkait pertambangan, hal ini antara lain disebabkan belum adanya ketentuan ataupun peraturan yang menjadi acuannya.

Usaha pertambangan di Banyumas pada umumnya kategori pertambangan rakyat atau dapat dikatakan sebagai pertambangan sekala kecil. Pengusahaan bahan galian di wilayah ini meliputi kegiatan penambangan dan pengolahan bahkan sampai pemasaran. Adapun bahan galian yang diusahakan cukup beragam, seperti batugamping, andesit dan diorit, (istilah setempat batukali, batu gunung), pasir, batulempung. Pendulangan emas dilakukan masyarakat sejak terjadinya krisis ekonomi hingga saat ini bahkan telah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar aliran S. Larangan dan Kali Arus. Masyarakat dalam mencari emas ini melakukan dengan cara penggalian pada endapan aluvial tua yang kemudian dilakukan pendulangan. Di desa Gancang (K. Arus), penambangan dilakukan dengan cara menggali pasir yang mengandung emas di dalam sumur-sumur berkedalaman 4 -5 m dan diteruskan dengan pembuatan terowongan-terowongan., untuk mengeluarkan genangan air di dalamnya dibantu dengan menggunakan pompa.

Di daerah Karang Alang ditemukan mineralisasi berupa urat-urat kuarsa yang mengandung logam sulfida, diduga mineralisasi ini mengikuti bidang patahan yang telah mengalami ubahan argilik. Urat kuarsa dilokasi ini umumnya berupa lensa-lensa mengandung pirit tersebar yang sebagian telah mengalami oksidasi, tebal urat antara 20-25 cm dengan arah jurus/kemiringan N95°E/50°. Khususnya bahan galian emas di daerah Cihonje-Karang Alang apabila dikembangkan menjadi suatu wilayah pertambangan emas walaupun bersekala kecil dihadapkan beberapa kendala,antara lain : − Aspek tata guna lahan, karena lokasinya terletak di daerah pemukiman padat penduduk, daerah

peruntukan perkebunan/kehutanan dan dilalui satu-satunya jalan utama sebagai jalur perekonomian desa.

− Aspek sosial - ekonomi; kemungkinan penolakan oleh masyarakat karena kebiasaan masyarakat setempat telah cukup lama akrab dan memilih menambang emas dengan cara menggali pasir dan mendulang di sungai dimana dampak terhadap lingkungan dirasakan relatif tidak mengkhawatirkan.

1

Page 2: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pelaku usaha pertambangan pemegang izin usaha pertambangan umumnya banyak yang dihentikan atau di terminasi karena tidak sesuainya jumlah potensi sumber daya dan cadangan bahan galian ditemukan dengan jumlah potensi sumber daya dan cadangan yang diharapkan atau yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pertambangan tersebut.

Hal demikian dapat terjadi karena usaha pertambangan selain tergantung pada kualitas dan kuantitas sumber daya dan cadangan bahan galian yang ada, juga sangat terpengaruh pada kondisi ekonomi, hukum, sosial kemasyarakatan, teknologi dan infrastruktur yang ada.

Bahan galian yang memiliki kadar maupun jumlah sumber daya dan cadangan yang rendah yang umumnya kurang diminati oleh pelaku usaha pertambangan bersekala besar, maka perlu upaya untuk dapat dimanfaatkan meskipun dengan penambangan sekala kecil, hal ini dilakukan agar keterdapatan bahan galian tersebut dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah maupun devisa negara.

Meskipun sifatnya penambangan bersekala kecil tetapi seluruh kegiatan penambangannya mulai dari penggalian, pengolahan dan penanganan lingkungan sekitar tambang harus dilakukan dengan baik dan benar, sehingga seluruh kegiatan penambangan tersebut dapat memberikan dampak yang positif bagi daerah sekitarnya.

Evaluasi sumber daya dan cadangan bahan galian untuk pertambangan sekala kecil merupakan kegiatan evaluasi data potensi sumber daya cadangan bahan galian bersekala kecil pada suatu daerah yang dilanjutkan dengan uji lapangan yang meliputi aspek geologi, pertambangan dan kelayakan pengusahaannya secara sosial ekonomi.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud kegiatan ini adalah untuk memperoleh dan mengumpulkan data sebagai bahan evaluasi keterdapatan, potensi sumber daya dan cadangan bahan galian di daerah Banyumas.

Tujuan kegiatan adalah untuk mengevaluasi potensi sumber daya cadangan

bahan galian di daerah ini dalam upaya optimalisasi pemanfaatan bahan galian apabila diusahakan dengan cara penambangan bersekala kecil. Hasil evaluasi ini diharapkan dapat menjadi bahan atau landasan penetapan kebijakan sektor pertambangan guna meningkatkan kegiatan pertambangan sekala kecil di daerah Banyumas.

1.3. Lokasi Kegiatan

Daerah kegiatan meliputi kecamatan Lumbir, Gumelar, Pekuncen, Ajibarang dan Kedung Banteng secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dengan ibukota kabupaten di Purwokerto. Kabupaten Banyumas berbatasan di sebelah selatan - barat dengan kabupaten Cilacap, di sebelah barat-utara kabupaten Brebes, di sebelah utara - timur dengan kabupaten Banjarnegara dan sebelah timur kabupaten Kebumen.

Peta lokasi kegiatan dan conto dapat dilihat pada Gambar 1.

Pemilihan daerah ini didasarkan data dan informasi penyelidikan terdahulu yaitu; eksplorasi pendahuluan yang dilakukan PT. PT. Harlan Bekti Corporation di daerah Banyumas pada tahun 1998 menemukan beberapa daerah prospek mineralisasi logam di kecamatan Gumelar, Kecamatan Lumbir dan Kecamatan Ajibarang.

2. GEOLOGI DAN BAHAN GALIAN 2.1. Geologi

Secara regional wilayah penyelidikan terletak di dalam zona fisiografi Pegunungan Serayu Selatan bagian barat.. Jalur ini memanjang dari Majenang sampai Pegunungan Manoreh di daerah Kulon Progo (Van Bemmelen, 1949). Di samping merupakan daerah pegunungan, daerah ini juga merupakan bagian dari cekungan Banyumas yaitu berupa cekungan belakang busur (back arc basin) Tersier sebagai akibat interaksi antara lempeng Samudra Hindia yang menunjam ke arah utara di bawah lempeng Asia.

Berdasarkan fisiografi tektonik (Suyanto dan Y.R. Sumantri, 1977), bagian baratdaya daerah ini termasuk kedalam depresi dan tinggian Majenang, serta rendahan Wangon. Daerah kegiatan termasuk ke dalam fisiografi Pegunungan Selatan Pulau Jawa dengan topografi terdiri dari perbukitan bergelombang

Page 3: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

Mineralisasi dengan ketinggian berkisar antara 80 m hingga 550 m dan daerah pedataran. Proses mineralisasi di daerah sekitar

Karang Alang terjadi akibat orogenesa Plio-Pleistosen yang menyebabkan formasi-formasi batuan di cekungan Banyumas terlipat, tersesarkan, dan terintrusi sehingga membentuk pola struktur geologi yang rumit.

Batuan penyusun daerah kegiatan terdiri dari bawah ke atas adalah batuan Formasi Pemali yang terdiri dari batulempung dan napal berumur Eosen, kemudian diatasnya diendapkan Formasi Rambatan yang terdiri dari batugamping dan konglomerat dengan sisipan napal – serpih berumur Oligosen; Formasi Halang yang terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, batulempung dan napal; Anggota Formasi Halang yang terdiri dari endapan turbidit berseling dengan breksi gunungapi bersusunan andesit dan batugamping berumur Miosen Tengah; Formasi Kumbang terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf, batupasir tufaan berumur Miosen Atas; Formasi Tapak yang terdiri dari batupasir – batugamping dan breksi gunungapi berumur Pliosen dan endapan alluvium. (Gambar 2)

Pola penyebaran intrusi dan pengaruh larutan sisa magma (hidrotermal) yang membawa sulfida-sulfida logam (pirit, kalkopirit, galena, arsenopirit, dll) dan mineral gangue (kuarsa, barit, topas, gipsum, sinabar, dll) yang diendapkan sebagai pengisian pada zona lemah atau penggantian (replacement) pada batuan samping (host rock) yang bertekanan lebih rendah. Penyebaran tempat-tempat bertekanan rendah atau koridor (channel way) yang berupa "fissure veins", "shear zone", "stock work", intrusi breksi atau pengisian pori-pori batuan tersebut, sangat dipengaruhi pola struktur yang dihasilkan oleh orogenesa Plio-Pleistosen tersebut. Stratigrafi daerah Gumelar dan sekitarnya

yang merupakan bagian dari cekungan Banyumas umumnya terdiri dari batuan sedimen yang termasuk kedalam Formasi Halang (batupasir andesit, konglomerat tufaan dan napal yang mengandung sisipan-sisipan batupasir andesit) berumur Miosen Atas, ditutupi oleh anggota batugamping Formasi Tapak berupa lensa-lensa yang berlapis hingga masif, dan Formasi Tapak (batupasir berbutir kasar dan konglomerat, dibeberapa tempat terdapat breksi, di bagian atas terdiri dari batupasir gampingan dan napal).

Manifestasi lapangan dari mineralisasi hidrotermal oleh daerah alterasi argilik atau propilik yang memberikan ciri fisik khas dan sangat berbeda dengan batuan yang tidak teralterasi.

Di sekitar Ajibarang terdapat intrusi (dike) andesit kuarsa porfir memotong Formasi Halang di Desa Tameng. Umur intrusi tersebut diperkirakan 8,7 Ma atau Miosen Atas (Bellin et al, 1989). Di daerah penelitian, kegiatan magmatik post Formasi Halang dicerminkan juga oleh penyebaran vein dan alterasi hidrotermal terdapat di Desa Karang Alang, Gancang, Lumbir dan Karangpucung.

Disamping batuan-batuan tersebut di atas di daerah penyelidikan juga diendapkan batuan hasil gunungapi tak teruraikan (breksi, lava, lapili dan tufa dari G. Slamet), aluvium gunungapi (bongkah-bongkah andesit sampai basal) dan aluvium (lempung, lanau, pasir dan kerikil). Sedangkan batuan terobosan diorit terletak disebelah selatan Ajibarang berdekatan dengan aliran Kali Tajum.

Gejala alterasi juga terdapat Di Karang Alang sebagai breksi hidrotermal pada Formasi Halang sehingga struktur (perlapisan) aslinya hilang atau sangat terganggu. Daerah breksi hidrotermal ini memberikan alterasi argilik (kaolin atau monmorilonit) yang banyak mengandung pirit.

Di daerah sekitar kampung Cihonje dan S. Larangan terdapat mineralisasi berupa urat kuarsa-karbonat disertai butiran-butiran halus logam sulfida (pirit, galena, chalkopirit dll.) tersebar yang terjadi pada satuan batupasir (Formasi Halang), ketebalan urat kuarsa berkisar antara 1-1,5 m dengan arah jurus/kemiringan N70°E/30°-40°.

Struktur geologi yang berkembang di daerah ini umumnya berupa sesar naik, sesar normal dan sesar geser dengan arah umum baratlaut - tenggara sampai timurlaut – baratdaya dan perlipatan berupa sinklin-antiklin dengan arah relatif barat-timur.

Mineralisasi terjadi pada batuan breksi gunugapi, berupa urat-urat pirit halus yang mengisi rekahan. Mineralisasi berupa urat-urat kuarsa yang

mengandung logam sulfida di Karang Alang juga ditemukan , diduga mineralisasi ini

Page 4: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

mengikuti bidang patahan yang telah mengalami ubahan argilik. Urat kuarsa dilokasi ini umumnya berupa lensa-lensa mengandung pirit tersebar yang sebagian telah mengalami oksidasi, tebal urat antara 20-25 cm dengan arah jurus/kemiringan N95°E/50°.

Indikasi adanya mineralisasi di daerah lainnya yaitu disekitar S. Larangan pada tebing jalan, (Foto 1) dan ditemukan float berupa bongkahan urat kalsit mengandung mineralisasi galena, chalkopirit dan pirit yang mengelompok membentuk spots. Selain itu ditemukan pula urat-urat kuarsa berupa float di S. Penaruban mengandung pirit yang tersebar

2.2. Bahan Galian

Bahan galian utama yang terdapat di wilayah ini terdiri dari: o Emas, pendulangan emas sejak terjadinya

krisis ekonomi hingga saat ini merupakan mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar aliran S. Larangan dan Kali Arus. Masyarakat dalam mencari emas ini melakukan dengan cara penggalian pada endapan aluvial tua yang kemudian dilakukan pendulangan. Di Desa Gancang (K. Arus), masyarakat setempat mengambil pasir yang mengandung emas dilakukan dengan cara pembuatan sumur hingga kedalaman 4 -5 m dan diteruskan dengan pembuatan terowongan-terowongan, dibantu dengan pompa air untuk mengeluarkan genangan air didalamnya. (Foto 2)

o Bahan galian batugamping, yang keterdapatannya dapat dijumpai hampir disepanjang jalan dari Ajibarang menuju ke arah kota kecamatan Gumelar, saat ini sudah banyak diusahakan penambangannya. Batugamping hasil penggalian kemudian diangkut dengan menggunakan truk kemudian dilakukan pembakaran pada tungku pembakaran, selanjutnya setelah disiram dengan air dilakukan penggilingan menjadi serbuk-serbuk halus dan dimasukkan kedalam karung untuk dipasarkan.

o Bahan galian tanah liat/lempung, keterdapatannya terutama pada daerah alterasi argilik. Bahan galian ini terdapat di Desa Cihonje dan dipasarkan kedaerah-daerah sentra pembuatan gerabah/keramik. Selain untuk bahan pembuatan keramik, tanah liat dibagian permukaan oleh

sebagian masyarakat dibuat semen merah dengan cara dibakar yang kemudian dilakukan penggilingan yang hasilnya berupa serbuk halus berwarna merah.

o Pasir dan kerikil, terdapat di sepanjang alur S. Tajum dan anak-anak sungai disekitarnya, penambangannya dilakukan secara tradisionil dan digunakan sebagai bahan bangunan.

o Bongkah-bongkah andesit/basal, yang tersebar disepanjang aliran-aliran sungai. Bongkahan-bongkahan tersebut dihancurkan dengan menggunakan mesin dijadikan batu split, digunakan sebagai bahan bangunan dan pondasi jalan. Bahan galian granodiorit/diorit yang terletak di desa Baseh, kecamatan Kedung Banteng. Dilokasi ini sudah terdapat pabrik yang dilengkapi dengan mesin pemotong batuan dan alat poles, dimana batuan granodiorit/diorit yang telah dipotong dengan ukuran-ukuran tertentu dipasarkan untuk dijadikan lantai atau ornamen bangunan.

3. KRITERIA PERTAMBANGAN SEKALA KECIL

Pengertian dan kriteria pertambangan

sekala kecil hingga saat ini masih sering menimbulkan kerancuan dikalangan aparat terutama di daerah dan masyarakat yang terkait pertambangan, hal ini antara lain disebabkan belum adanya peraturan ataupun ketentuan yang menjadi acuan tentang hal tersebut terutama kesepahaman acuan pelaksanaannya.

Pada masa sebelum reformasi telah terbit peraturan yang menyangkut pertambangan skala kecil tertuang dalam peraturan menteri Pertambangan dan Energi no 01P/201/M.PE/1986 yaitu tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B). Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan pertambangan rakyat antara lain usaha pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai lahan kehidupan sehari-hari dengan menggunakan peralatan sederhana, juga luas dibatasi maksimal 25 Ha. Kedalaman penggalian maksimal 25 meter. Sedangkan pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C sejak tahun 1980 an sudah menjadi kewenangan daerah, sehingga pengaturan baik aspek teknis maupun non teknis bahan galian

Page 5: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

golongan ini sangat tergantung pada daerah yang mengaturnya.

Seiring dengan penerapan otonomi daerah, peraturan-peraturan yang ada tersebut perlu penyesuaian atau perubahan mengingat semakin meningkatnya perkembangan sektor pertambangan bersekala kecil.

Kriteria pertambangan skala kecil lainnya seperti yang diusulkan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LD-UI) 1996 yang diharapkan dapat menjadi bahan acuan pengembangan pertambangan rakyat atau pertambangan skala kecil dengan memasukan kegiatan PETI (pertambangan tanpa izin) kedalam kriteria tersebut. Adapun kriteria yang dibuat oleh LD-UI /1996 tersebut antara lain : • Potensi sumber daya/cadangan sifatnya

terbatas (kecil) dan biasanya mereka tidak mampu untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi.

• Teknologi penambangan dan pengolahan sifatnya sederhana atau manual dan diterapkan untuk bahan galian yang bernilai (berkadar) tinggi.Kualitas bahan galian dipengaruhi atau ditentukan oleh pasar/ konsumen.

• Sering mengabaikan kelestarian lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja (K-3).

• Modal awal kegiatan penambangan sangat terbatas (kecil).

• Dilakukan sebagai usaha keluarga atau perorangan oleh masyarakat setempat.

• Penggunaan tenaga kerja untuk setiap unit produk yang dihasilkan relatif tinggi (padat karya).

• Waktu pelaksanaan penambangan sifatnya terbatas dan biasanya merupakan usaha sampingan atau musiman.

• Produktivitas rendah.

Disamping kriteria umum untuk pertambangan sekala kecil, khusus untuk bahan galian logam emas perlu ditambah kriteria yang bersifat teknis yaitu : a. Tipe cebakan sederhana b. Umumnya berbentuk urat c. Kadar emas cukup tinggi. d. Pengolahan sederhana

Kategori pertambangan skala kecil yang dikemukakan oleh Clive Aspinall , dalam

Small Scale Mining in Indonesia, 2001 yaitu terdiri atas :

Koperasi Unit Desa (KUD), pertambangan yang dilakukan oleh penduduk setempat yang mempunyai wadah badan hukum koperasi desa dengan perizinan diterbitkan oleh daerah

Pertambangan Rakyat, pertambangan yang dilakukan oleh penduduk setempat secara perseorangan atau kelompok dengan perizinan oleh daerah

Pertambangan Tradisional, pertambangan yang dilakukan oleh penduduk setempat secara perseorangan atau kelompok yang telah berlangsung secara turun-tumurun, contohnya : penambang emas, intan mendulang di sungai-sungai di Kalimantan

Pertambangan Tanpa Izin (PETI), pertambangan yang dilakukan oleh penduduk setempat secara perseorangan atau kelompok dengan TANPA perizinan sehingga dalam kegiatannya sulit terkendali. Oleh karena itu PETI ini seringkali menimbulkan masalah baik sosial maupun lingkungan karena. sangat merugikan negara dan memperparah dampak kerusakan lingkungan.

Pada uraian di atas menunjukkan keanekaragaman definisi atau pengertian tentang pertambangan sekala kecil, , diharapkan bagi para pemegang kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah dapat membuat kebijakan atau peraturan pelaksanaan yang dapat menjadi acuan.

Pada keadaan sekarang yang penting adalah adanya peraturan yang jelas, tegas dan efektif dalam penataan, pelaksanaan dan pengawasannya baik secara nasional maupun lokal/daerah. Akibat belum adanya peraturan dan ketentuan yang efektif tersebut mengakibatkan kegiatan pertambangan sekala kecil terus berkembang tanpa kendali atau dengan kata lain menjadi pertambangan tanpa izin yang sangat merugikan negara dan memperparah dampak kerusakan lingkungan. 4. EVALUASI SUMBER DAYA DAN

CADANGAN BAHAN GALIAN Berdasarkan uraian pada bab di atas maka

hasil kompilasi data sekunder dan uji petik di lapangan, disimpulkan bahwa pada umumnya beberapa jenis bahan galian di daerah Banyumas telah banyak diusahakan masyarakat dengan cara sederhana sebagai usaha keluarga ataupun industri pertambangan

Page 6: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

sekala kecil. Bahan galian yang diusahakan sebagian besar kategori golongan C ( kategori bahan galian bukan vital dan strategis).

4.1. Aspek Keprospekan Bahan Galian Emas

Daerah yang dianggap prospek bahan galian emas dijumpai di perbukitan Karang Alang, seluas 1,0 x 0,5 km2. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan daerah ini tersusun oleh batuan tufa, breksi dan diorit.

Dari hasil pengamatan lapangan tipe cebakan emas berupa urat. Terdapat 5 lokasi singkapan urat kuarsa, berbentuk zona urat, di beberapa tempat cebakan berbentuk menjaring (stock work). Pada umumnya urat berarah relatif Timurlaut-Baratdaya, urat tersebut berkembang mengisi shear zone, yang terbentuk akibat adanya stuktur sesar utama yang berarah relatif Utara - Selatan. Ukuran zona urat bervariasi antara 0,5 – 1,5 m, dengan ukuran individu urat antara 5 – 20 cm. Minimal terdapat ada 3 zona urat yang berukuran cukup besar. Selanjutnya untuk mengetahui keprospekan di daerah ini apakah layak ditambang tentunya memerlukan penyelidikan lebih rinci.

Menurut hasil eksplorasi PT Harlan Bekti Corporation 1998 melaporkan estimasi sumber daya cadangan sekitar 9 juta ton Au, hasil estimasi ini didasarkan pada cebakan berbentuk urat dan dari hasil analisis kimia atau kandungan kadar emas dalam batuan relatif rendah (Au = 1,01- gr/t, Ag = 1,0-260 gr/t, Cu = 14-90 ppm, Pb = 18-78 ppm, Zn = 13-277 ppm.

Aspek lain tentang tata guna lahan, adalah bahwa lokasi keterdapatan cebakan emas berada di daerah pemukiman atau perkampungan yang cukup padat Desa Cihonje, Babakan dan Karang Alang. Dan daerah ini dilalui sarana jalan utama penghubung kecamatan Ajibarang dan Gumelar yang merupakan urat nadi ekonomi desa sehingga apabila daerah ini dikembangkan menjadi wilayah pertambangan emas walaupun bersekala kecil maka kondisi tersebut menjadi kendala yang harus diperhitungkan.

Disamping karena kendala lokasi dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan, maka perlu dilakukan juga evaluasi aspek yang berkaitan dengan sosial-budaya yang kemungkinan timbul akibat adanya aktivitas

pertambangan. Seperti misalnya; kebiasaan masyarakat setempat telah cukup lama akrab dan memilih menambang emas dengan cara menggali pasir dan mendulang di sungai dimana dampak terhadap lingkungan dirasakan relatif tidak mengkhawatirkan.

4.2. Bahan Galian Lainnya Usaha pertambangan yang ada disini pada umumnya dilakukan oleh masyarakat setempat dalam kategori pertambangan rakyat atau dapat dikatakan sebagai pertambangan sekala kecil. Bentuk pengusahaan bahan galian di wilayah ini meliputi kegiatan penambangan dan pengolahan bahkan sampai pemasaran. Adapun bahan galian yang diusahakan cukup beragam, seperti batugamping lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai batukapur, andesit dan diorit (batukali, batu gunung), pasir, lempung. 4.2.1. Batukapur

Menurut data Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi kabupaten Banyumas sumber daya batugamping di daerah Darmakradenan berjumlah 442.181.173 ton. Pengusahaan batukapur saat ini yang dilakukan oleh masyarakat yang dalam pengertian termasuk pertambangan sekala kecil banyak dijumpai di daerah Sawangan dan Darmakradenan kecamatan Ajibarang sebagai usaha pertambangan rakyat. Seperti pada umumnya pertambangan rakyat mulai dari penambangan dilakukan dengan cara sederhana yaitu penggalian secara manual menggunakan alat gali linggis, kemudian diangkut menggunakan truk ke tempat pengolahan atau tungku pembakaran yang berjarak sekitar 1 – 3 km. Menurut keterangan penduduk dengan adanya kegiatan penambangan batukapur disini sangat membantu perekonomian mereka terutama dalam penciptaan lapangan kerja. Sebagai catatan kecil dengan maraknya penambangan batukapur tersebut ada pula sebagian warga yang melakukan kegiatan secara tidak bertanggungjawab yaitu melakukan penggalian bahan baku batukapur di dalam wilayah larangan PT Perhutani yaitu kawasan hutan pinus yang memang sangat berdekatan lokasinya.

Di daerah Darmakradenan terdapat tidak kurang dari 15 tempat penambangan dan pengolahan batukapur yang terletak di sisi

Page 7: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

kanan kiri jalan utama penghubung kecamatan Ajibarang dan Gumelar. Sekarang ini kegiatan penambangan dilakukan di lokasi sepanjang kurang lebih 8 km. 4.2.2. Sirtu Sirtu atau pasir batu adalah batu kerikil untuk bahan baku batu split dan bahan pengerasan jalan atau bahan bangunan diambil dari sungai Tajum, Logawa, Krukut dan Banjaran. Sedangkan pabrik pengolahan atau Crushing Plant nya beberapa buah terletak di sepanjang jalan utama Wangon Ajibarang, tepatnya di sekitar desa Wlahar. Sumber daya keseluruhan diperkirakan lebih dari 5,8 juta ton. 4.2.3. Pasir

Pasir dan kerikil, terdapat di sepanjang Sungai Serayu, alur S. Tajum dan anak-anak sungai disekitarnya, penambangannya dilakukan secara tradisionil dan digunakan sebagai bahan bangunan. 4.2. Aspek Hukum, Ekonomi dan Sosial Budaya

Dalam melakukan pengembangan pertambangan emas sekala kecil, perlu ditekankan mengenai aspek legalitas hukumnya, karena banyak pertambangan sekala kecil yang tidak/kurang mengindahkan hal ini. Aspek hukum yang terkait berupa perijinan, pengaturan tata ruang atau kawasan, termasuk kebijaksanaan tentang zonasi, pertanahan, pengendalian pencemaran dan reklamasi serta hukum adat. Dalam pertambangan sekala kecil bentuk izin yang diperlukan adalah berupa ijin KP dan bisa dimiliki perorangan atau kelompok atau berupa koperasi/ badan usaha yang dikeluarkan oleh intansi yang berwenang untuk mengurus soal pertambangan ini yaitu, melalui Dinas Pertambangan dan Energi di daerah Kabupaten/ Kota.

Disamping itu perlu diperhatikan peraturan mengenai K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Telah banyak daerah penambangan emas rakyat yang tercemar menjadi rusak dan bahkan sampai memakan korban seperti tertimbun tanah longsor, gas beracun, pencemaran lingkungan dll.

Dalam aspek ekonomi yang sangat perlu dipertimbangkan adalah dengan adanya kegiatan berupa pengusahaan pertambangan di

daerah, dapat membantu meningkatkan perekonomian atau minimal tidak mengubah merusak tatanan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar yang telah berlangsung dan berlanjut sebelumnya.

Dalam aspek sosial dan budaya yang perlu diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan adalah permasalahan adanya kepentingan lain akibat kegiatan pertambangan. 5. KESIMPULAN

Hasil kegiatan evaluasi sumber daya dan cadangan bahan galian untuk pertambangan sekala kecil di daerah, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa;

Pengertian dan kriteria pertambangan sekala kecil hingga saat ini masih sering menimbulkan kerancuan dikalangan aparat terutama di daerah dan masyarakat yang terkait pertambangan, hal ini antara lain disebabkan belum adanya peraturan ataupun ketentuan yang menjadi acuan terutama kesepahaman acuan pelaksanaannya.

Usaha pertambangan yang ada pada umumnya kategori pertambangan rakyat atau dapat dikatakan sebagai pertambangan sekala kecil. Bentuk pengusahaan bahan galian di wilayah ini meliputi kegiatan penambangan dan pengolahan bahkan sampai pemasaran. Adapun bahan galian yang diusahakan cukup beragam, seperti batugamping, andesit dan diorit (batukali, batu gunung), pasir, lempung.

Menurut keterangan penduduk dengan adanya kegiatan penambangan batukapur disini sangat membantu perekonomian mereka terutama dalam penciptaan lapangan kerja.

Khususnya bahan galian emas di daerah Cihonje-Karang Alang apabila dikembangkan menjadi suatu wilayah pertambangan emas walaupun bersekala kecil dihadapkan beberapa kendala,antara lain : − Aspek tata guna lahan, karena lokasinya

terletak di daerah pemukiman padat penduduk, peruntukan perkebunan/kehutanan dan dilalui satu-satunya jalan sebagai jalur utama perekonomian desa

− Aspek sosial-ekonomi; kemungkinan penolakan oleh masyarakat karena kebiasaan masyarakat setempat telah cukup lama akrab dan memilih menambang emas dengan cara menggali pasir dan mendulang di sungai dimana dampak terhadap

Page 8: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

lingkungan dirasakan relatif tidak mengkhawatirkan.

. DAFTAR PUSTAKA

Asikin S., Handoyo, A., Pratistho, B., Gafoer, S., 1992, Geologi Lembar Banyumas,

Jawa, Lembar 1308 – 3 skala 1 : 100.000, Departemen Pertambangan dan Energi, Ditjen. Geologi dan Sumberdaya Mineral DPE., Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Aspinall Clive, 2001, Small Scale Mining in Indonesia, MMSD-IIED, England

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, 2003, Peta Potensi Sumber Daya/Cadangan Mineral Seluruh Kabupaten di Jawa, Edisi Tahun 2003.

Djuri, M.,Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa, Direktorat Geologi.

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, Nomor : 01P/201/M.PE/1986, Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B)

Peters, Wiliam, C., 1987, Exploration and Mining Geology, Second edition, Department of Mining and Geological Enginering, The University of Arizona, Jhon Willey and Sons, New York.

PT. Multi Simaco, 1999, Penyelidikan Pendahuluan KP No. 302.K/23.01/DDJP/1998, Laporan Triwulan I Tahun I.

PT. Harlan Bekti Corporation, 1998, Laporan Eksplorasi Bijih Emas DMP KW. 96 MEP 161 Kab. Banyumas, Prop. Jawa Tengah.

Subdit Eksplorasi Mineral Logam DSM, Data Digital Potensi Bahan Galian Indonesia, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

Page 9: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan dan Conto Kabupaten Banyumas

Gambar 2. Peta Geologi Regional Daerah Kegiatan

Page 10: Evaluasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Untuk

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

Gambar 3. Singkapan Urat Kuarsa di Kali Larangan, Babakan, Banyumas

Gambar 4. Penggalian pasir dan pendulangan emas di Kali Arus, Desa Gancang, Banyumas

i