40
EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015 SKRIPSI Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh : Tirza Yunita NIM : 138114075 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN … ·  · 2017-12-18Kriteria penggunaan obat rasional meliputi tepat indikasi pasien, tepat pemilihan obat, tepat dosis, ... ceftriaxone (12,90%),

Embed Size (px)

Citation preview

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN

INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP

RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Tirza Yunita

NIM : 138114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PASIEN

INFEKSI SALURAN KEMIH PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP

RS BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Tirza Yunita

NIM : 138114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat, hikmat, dan kasih-Nya yang tidak pernah berhenti dianugrahkan

kepada penulis setiap harinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penyusunan naskah skripsi yang berjudul “Evaluasi Rasionalitas Penggunaan

Antibiotika Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS

Bethesda Yogyakarta Tahun 2015”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mempeoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi, penulis telah banyak melibatkan berbagai

pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Skripsi atas segala waktu dan ilmu yang diberikan untuk membimbing,

mendampingi dalam penyusunan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

3. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt., dan Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc.,

Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan ilmu dan saran untuk

membantu penulis menyusun naskah.

4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing

Akademik atas segala kesabaran dan waktu untuk selalu memotivasi,

membimbing, dan mendukung selama masa perkuliahan.

5. Staff, Apoteker, dan Dokter RS Bethesda Yogyakarta selama proses

pengambilan data skripsi di RS Bethesda Yogyakarta atas waktu yang

diberikan.

6. Mas Eko dan Tim Komite Etik Fakultas Kedokteran UKDW yang

memberikan arahan dan izin pada penulis.

7. Kedua orang tua, Surat Suroso dan Puji Haryani dan kakak laki-lakiku, Otniel

Danu Suroso yang selalu memberikan motivasi dan menjadi penopang disaat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

merasa lelah, serta mendukung dalam bentuk doa dan kasih sayang sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar, Tante Atik, Tante Upik, Mbak Murtini, Mbak Fitri, Keluarga

GSJA Diakonos Semarang yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman Skripsi De-One, teman seperjuangan : Krispina Priska Adriani,

Wilda Apriliana Datuan, Yohanes Hastya Ekaristiadi atas kerjasama, bantuan,

penyokong selama penelitian berlangsung.

10. Sahabat-sahabat penulis, Edwin, Om Kage, Asti, Vania, Intan, Efan, Yaya,

Melissa, Cede, Tabita, Diva, Daniella, Ratna, Kak Betzy, Kak Henzu atas

kebersamaan dan penyemangat.

11. Teman kelompok “Betutu’s Family”, Ajeng, Sari, Cewe, Puspa, Tiwi, Hastya,

Chandra, Gilang, Priska untuk kerjasama selama pekuliahan dari awal sampai

akhir kuliah dan kebersamaannya selama ini.

12. Teman-teman kost, Susan, Windi, Valen, Mbak Desi, Oliv, Mbak Retha, Pela,

dan penghuni kos lain atas kebersamaan, berbagi kebahagiaannya selama ini.

13. Teman-teman FSM B, FKK B, dan angkatan 2013 atas kebersamaan dan

perjuangannya selama ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut

mendoakan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka

penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membangun dan

dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Penulis mohon maaf atas segala

kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam laporan akhir skripsi ini. Akhir

kata, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

kefarmasian.

Yogyakarta, 7 Desember 2016

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

ABSTRAK

Infeksi saluran kemih (ISK) termasuk salah satu penyakit infeksi yang

sering terjadi pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare pada negara

berkembang. Di Indonesia, angka prevalensi kejadian ISK pada anak masih relatif

tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peresepan

antibiotik dan evaluasi penggunaan antibiotik rasional pada pasien infeksi saluran

kemih kelompok pediatrik di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta.

Standar acuan penelitian yaitu Konsensus ISK IDAI (2011) dan DIH (2015).

Kriteria penggunaan obat rasional meliputi tepat indikasi pasien, tepat pemilihan

obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian, tepat

penilaian kondisi pasien. Penelitian observasional ini dilakukan dengan desain

studi deskriptif evaluatif dan retrospektif. Data yang diambil merupakan rekam

medis pasien pediatrik dalam rentang usia 0-14 tahun dengan total 31 kasus. Hasil

penelitian menunjukkan gambaran antibiotik pada peresepan pada antibiotik

monoterapi (93,54%) yaitu sefiksim (38,70%), asam pipemidat (16,13%),

seftriakson (12,90%), sefotaksim (9,67%), azitromisin (6,45%), amikasin

(3,23%), kotrimoksazol (3,23%) dan pada kombinasi antibiotik (6,46%) yaitu

kombinasi sefotaksim-amikasin dan sefotaksim-sefiksim. Pada penelitian terapi

ISK, penggunaan antibiotik secara rasional ditemukan dalam 13 kasus (41,94%),

sedangkan penggunaan antibiotik secara irasional sebanyak 18 kasus (58,06%).

Kata Kunci : Infeksi Saluran Kemih (ISK), Pediatrik, Antibiotik, Rasional

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

ABSTRACT

Urinary tract infection (UTI) is one of the infectious diseases that

commonly occur in children in addition to upper respiratory tract infections and

diarrhea in developing countries. In Indonesia, the prevalence of UTI in children

is relatively high. The aim of this study is to describe the pattern of antibiotic

prescriptions and to evaluate of rational drug use in pediatric patients diagnosed

as having UTI and treated at inpatient ward of Bethesda Hospital in Yogyakarta.

The reference standard used for this study was Konsensus ISK IDAI (2011) and

DIH (2015). Criteria for rational drug use are appropriate indication, drug

selection, dosage, intervals of administration, duration of administration, and

precise assessment of patient’s condition. This observational study was conducted

with descriptive study design and retrospective. Data were collected from 31

medical records of the subjects aging from 0-14 years old. The results showed

that antibiotics are widely used as monotherapy were cefixime (38,70%),

pipemidic acid (16,13%), ceftriaxone (12,90%), cefotaxime (9,67%), azithromycin

(6,45%), amikacin (3,23%), cotrimoxazole(3,23%) while the antibiotics used in

combination (6,46%) were cefotaxime-amikacin and cofotaxime-cefixime. In UTI

therapy study, it is found that there were 13 cases of rational antibiotic usage

(41,94%) and 18 cases of irrational antibiotic usage (58,06%).

Keywords: Urinary Tract Infection, Pediatric, Antibiotics, Rationality

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ....................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................... vi

PRAKATA ....................................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... viii

ABSTRACT ...................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

PENDAHULUAN............................................................................................ 1

METODE PENELITIAN ................................................................................. 2

Desain dan Subyek Penelitian ........................................................... 2

Pengambilan Data ............................................................................. 2

Analisis Data ..................................................................................... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 4

Gambaran Penggunaan Antibiotik .................................................... 4

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik .................................. 5

KESIMPULAN ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

LAMPIRAN .................................................................................................... 15

BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Antibiotik ...................................................................................... 4

Tabel II. Ketepatan Dosis ............................................................................. 8

Tabel III. Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik ....................................... 9

Tabel IV. Ketepatan Lama Pemberian (Durasi) ............................................. 10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian.......................................................... 3

Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik....................... 11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ................................................................... 16

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RS Bethesda Yogyakarta........................ 17

Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian............................................... 18

Lampiran 4. Terapi Antibiotik ISK pada IDAI (2011) ................................ 19

Lampiran 5. Range Dosis berdasarkan DIH 24th

ed dan IONI 2014 ........... 20

Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis............................... 21

Lampiran 7. Evaluasi Kasus Rekam Medis ................................................. 23

Lampiran 8. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik ..................... 24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi dimana terdapat mikroorganisme

dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran

kemih (Dipiro, et al., 2015). Infeksi saluran kemih (ISK) termasuk salah satu penyakit

infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare (Ashraf, et

al., 2014).

Data kumulatif secara global menunjukkan bahwa insiden ISK pada anak lebih

sering terjadi pada anak berjenis kelamin wanita daripada laki-laki dengan perbandingan

14:1 (Newman, et al., 2013). Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering

pada anak dengan prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan

meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi

asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3% hingga 0,4%. Risiko ISK pada anak

sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan

demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5% (IDAI, 2011).

Terapi utama ISK yaitu terapi antibiotik dengan tujuan untuk mencegah infeksi

semakin parah, eradikasi mikroorganisme penginfeksi, dan mencegah kekambuhan maka

diperlukan tata laksana terapi antibiotik yang rasional. Penatalaksanaan terapi antibiotik

pada ISK didasarkan pada jenis bakteri, tanda dan gejala yang dialami pasien, letak infeksi

(infeksi saluran kemih bawah atau atas), dan kondisi klinis infeksi (kompleks atau

simpleks) (Dipiro et al., 2015).

Terapi ISK dapat dilakukan dengan rawat inap di rumah sakit atau rawat jalan.

Pada kasus ISK yang sudah lebih dari tiga hari sangat dianjurkan untuk melakukan

pengobatan rawat inap di rumah sakit. Setiap rumah sakit memiliki suatu standar terapi

sebagai acuan dalam memberikan layanan pengobatan kepada pasien. Dengan adanya

acuan pelayanan ini, setiap masyarakat yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang

berkualitas dan aman (Kemenkes RI, 2014).

Menurut penelitian WHO (2014), infeksi saluran kemih merupakan salah satu

infeksi yang memiliki proporsi tinggi sebagai penyumbang resistensi antibiotik di dunia.

Penatalaksanaan terapi antibiotik yang tidak rasional terutama pada pasien kelompok usia

0-14 tahun dapat berisiko resistensi antibiotik dini, oleh karena itu, pihak apoteker harus

memperhatikan penggunaan obat secara rasional. Penggunaan obat dapat dikatakan

rasional apabila memenuhi kriteria tepat indikasi pasien, tepat pemilihan obat, tepat dosis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

tepat interval waktu pemberian, tepat lama pemberian, tepat penilaian kondisi pasien

(Kemenkes RI, 2011).

Penelitian mengenai rasionalitas antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih

pediatrik belum banyak dilakukan khususnya di Indonesia, oleh karena itu perlu adanya

penelitian pada topik tersebut untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik pada anak

dan komplikasi penyakit pada anak. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

yang cukup banyak dialami oleh pasien rawat inap di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah penggunaan antibiotik rasional

pada terapi infeksi saluran kemih kelompok usia pediatrik dan mengkaji gambaran

penggunaan antibiotik meliputi golongan dan jenis antibiotik. Peneliti juga melakukan

evaluasi kesesuaian peresepan antibiotik terapi infeksi saluran kemih dengan standar terapi

acuan Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada anak (IDAI, 2011) untuk mendukung

evaluasi penggunaan antibiotik rasional.

METODE

Desain dan Subjek Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan rancangan deskriptif dan

pengambilan data secara retrospektif untuk melihat rasionalitas penggunaan antibiotik pada

pasien ISK usia pediatrik. Jumlah pasien dengan diagnosa ISK di RS Bethesda Yogyakarta

periode tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 31 pasien. Kriteria

inklusi penelitian yaitu pasien pediatrik yang terdiagnosis infeksi saluran kemih tanpa

penyakit penyerta infeksi bakteri lain dan mendapatkan terapi antibiotik. Kriteria eksklusi

penelitian yaitu pasien dengan data rekam medis yang tidak terbaca jelas dan hilang serta

pasien dengan status pindah rumah sakit. Rentang usia pediatrik yang sesuai dengan

penelitian yaitu 0-14 tahun, hal ini berdasarkan rentang usia anak-anak di RS Bethesda

pada tahun 2015. Penelitian telah mendapat izin dari RS Bethesda dengan nomor surat

7047KC. 213/2016 dan prosedur yang digunakan telah disetujui oleh Komisi Etik

Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Duta Wacana Yogyakarta dengan

nomor surat 242/C.16/FK/2016.

Pengambilan Data

Penelitian dilakukan tanpa adanya intervensi pada sampel penelitian dimana sampel

menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien rawat inap RS Bethesda

Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel rekam medis pasien dilakukan dengan teknik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu atau

sesuai kriteria inklusi (Sugiyono, 2013). Data yang diambil meliputi data nomor rekam

medik, umur pasien / tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan, tanggal masuk dan keluar,

keluhan utama, diagnosis masuk, kondisi awal, riwayat alergi, riwayat penyakit,

pemeriksaan penunjang, pemeriksaan mikrobiologi, diagnosis akhir, catatan keperawatan,

instruksi dokter, hasil pemeriksaan fisik (tanda vital), hasil laboratorium, dan catatan

penggunaan obat yang meliputi jenis – golongan obat, jalur pemberian, aturan pakai obat

(dosis obat) yang digunakan selama terapi infeksi saluran kemih. Identitas subyek pada

sampel penelitian dirahasiakan dengan tidak mencantumkan alamat, nomor telepon dan

mengganti nama dengan inisial. Data subyek yang digunakan sebagai sampel penelitian

sepenuhnya hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien ISK Pediatrik di Intalasi Rawat Inap RS

Bethesda Yogyakarta Periode Tahun 2015

Analisis Data

Data gambaran antibiotik yang digunakan dikelompokan menjadi golongan dan

jenis antibiotik. Analisis gambaran penggunaan antibiotik dilakukan dengan menghitung

jumlah kasus pada tiap kategori dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%. Data

yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase.

Data terapi antibiotik yang diperoleh dikaji berdasarkan kriteria penggunaan obat

rasional yaitu tepat indikasi penyakit, pemilihan obat, dosis, interval waktu pemberian

501 pasien ISK

periode Jan-Des

2015

Pasien Pediatrik

43 pasien

Kriteria Ekslusi :

1 pasien

Sampel penelitian

31 pasien

1 pasien dengan data

rekam medis tidak terbaca

Memenuhi kriteria inklusi

32 pasien

Tidak memenuhi kriteria Inklusi

9 pasien dengan infeksi bakteri lain

1 pasien tanpa terapi antibiotik

1 pasien suspect ISK

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

obat, lama pemberian, dan penilaian kondisi pasien dengan membandingkan data

penggunaan antibiotik pada literatur. Ke-enam kriteria dipilih berdasarkan kondisi data

yang terdapat pada rekam medis pasien. Literatur yang digunakan adalah Konsensus

Infeksi Saluran Kemih pada Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2011), Drug

Information Handbook 24th

ed (APA, 2015), Modul Penggunaan Obat Rasional

(Kemenkes RI, 2011), dan jurnal terkait. Terapi antibiotik yang telah memenuhi seluruh

kriteria penggunaan obat rasional artinya telah memenuhi terapi antibiotik yang rasional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah rekam medis pasien infeksi saluran kemih kelompok usia pediatrik yang

dirawat di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta periode tahun 2015 sebanyak 43

data yang diambil seluruhnya oleh peneliti sebagai sampel. Data rekam medis yang

memenuhi kriteria inklusi penelitian sebanyak 31 pasien (72,09%) dan 12 pasien (25,58%)

tidak dapat digunakan atau dikeluarkan oleh peneliti.

Gambaran Penggunaan Antibiotik pasien ISK pediatrik di RS Bethesda Yogyakarta

Golongan dan jenis antibiotik yang digunakan dalam terapi ISK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 29 pasien (93,54%) pasien ISK pediatrik di RS

Bethesda Yogyakarta mendapatkan terapi antibiotik monoterapi dan 2 pasien (6.46%)

mendapatkan terapi antibiotik kombinasi (Tabel I). Antibiotik monoterapi yang paling

sering diresepkan pada penelitian yaitu sefiksim (golongan sefalosporin) sebanyak 12

pasien (38,70%), hal ini sesuai dengan penelitian Grabe, et al. (2010) yang menyatakan

bahwa pilihan utama atau first choice monoterapi antibiotik untuk ISK pediatrik yaitu

golongan sefalosporin (generasi ketiga). Antibiotik kombinasi yang digunakan sebagai

terapi yaitu kombinasi sefotaksim (golongan sefalosporin) - amikasin (golongan

aminoglikosida) dan kombinasi sefotaksim (golongan sefalosporin) - sefiksim (golongan

sefalosporin).

Pada penelitian diperoleh 5 golongan antibiotik dan 8 jenis antibiotik yang

diresepkan, pemilihan antibiotik pada peresepan yang telah sesuai dengan standar acuran

terapi infeksi saluran kemih IDAI (2011) yang digunakan oleh dokter spesialis anak RS

Bethesda Yogyakarta sebesar 5 jenis antibiotik (62,50%) yaitu sefiksim, seftriakson,

sefotaksim, amikasin, kotrimoksazol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

Tabel I. Antibiotik yang pada pasien ISK pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda

Yogyakarta periode tahun 2015.

Antibiotik Jumlah pasien

(n = 31)

Persentase

(%)

Antibiotik Monoterapi

Golongan Sefalosporin

Sefiksim

Seftriakson

Seftizoksim

Sefotaksim

12

4

1

3

38,70

12,90

3,23

9,67

Golongan Kuinolon

Asam pipemidat

5

16,13

Golongan Makrolida

Azitromisin

2

6,45

Golongan Aminoglikosida

Amikasin

1

3,23

Golongan Sulfonamid

Kotrimoksazol

1

3,23

Antibiotik Kombinasi

Gol Sefalosporin + Aminoglikosida

Sefotaksim + Amikasin 1 3,23

Gol Sefalosporin + Sefalosporin

Sefotaksim + Sefiksim 1 3,23

Total 31 100

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Kriteria rasionalitas penggunaan obat menurut Kemenkes (2011) yaitu tepat indikasi

penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian obat, tepat lama

pemberian, dan tepat penilaian kondisi pasien dengan menggunakan standar acuan

Konsensus Infeksi Saluran Kemih untuk Anak (IDAI, 2011), Drug Information Handbook

24th

ed (APA, 2015), Modul Penggunaan Obat Rasional (Kemenkes RI, 2011), dan jurnal

terkait. Evaluasi berdasarkan setiap kriteria yaitu :

Tepat Indikasi Penyakit

Pemberian obat diberikan sesuai spektrum terapi yang spesifik. Terapi obat terutama

antibiotik yang diberikan untuk eradikasi infeksi harus sesuai dengan indikasi setiap pasien

(Kemenkes RI, 2011). Terapi antibiotik dapat diberikan apabila pasien terdiagnosis infeksi

atau terdapat tanda dan gejala infeksi. Menurut NICE (2013), tanda dan gejala infeksi

saluran kemih yaitu demam, nyeri perut, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, lemas,

nyeri atau tidak nyaman saat berkemih, disuria. Robinson et al. (2014) mengungkapkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

bahwa penegakan diagnosis ISK pada anak tidak hanya dilihat dari tanda dan gejala namun

perlu adanya pemeriksaan laboratorium dengan sampel urin (urine dipstick).

Pada penelitian ini, sebagian besar pasien mengalami gejala mual, muntah, lemas,

hilang nafsu makan, demam, berdasarkan gejala yang dialami menunjukkan bahwa pasien

mengalami infeksi. Seluruh pasien juga melakukan pemeriksaan laboratorium dengan

sampel urin. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif pada bakteri, lekosit

esterase, nitrat artinya pasien terinfeksi bakteri pada area saluran kemih, hal ini sesuai

dengan penelitian Ashraf et al. (2014) yang mengungkapkan pasien terbukti mengalami

ISK apabila hasil pemeriksaan urine dipstick positif.

Terapi yang sesuai dengan gejala infeksi atau indikasi yaitu terapi antibiotik.

Ketepatan indikasi penyakit pada penelitian menunjukkan hasil 100% tepat yang artinya

bahwa seluruh pasien mendapatkan tatalaksana terapi antibiotik yang tepat dengan indikasi

penyakit. Pemberian antibiotik yang diberikan sesuai dengan indikasi dapat menurunkan

risiko terjadinya resistensi antibiotik (Kemenkes RI, 2011).

Tepat Pemilihan Obat

Pemilihan obat secara tepat berdasarkan pada diagnosis, kondisi pasien, dan

spektrum mikroorganisme penginfeksi (Kemenkes RI, 2011). Pada pasien dengan indikasi

infeksi saluran kemih dengan sebagian besar bakteri penyebab merupakan bakteri gram

negatif maka terapi yang diberikan juga harus terapi antibiotik untuk bakteri gram negatif

(spektrum sempit) namun apabila tidak dilakukan kultur bakteri pada urin maka dapat

diberikan antibiotik spektrum luas (BPOM, 2014). Ketepatan dalam pemilihan obat perlu

diperhatikan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik (WHO, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 8 jenis antibiotik dimana 3 jenis antibiotik

(37,50%) tidak terdapat pada standar acuan terapi Konsensus Infeksi Saluran Kemih untuk

Anak (IDAI, 2011) yang digunakan oleh RS Bethesda, yaitu seftizoksim, asam pipemidat,

azitromisin. Pada literatur PIONAS (BPOM, 2014) menyatakan bahwa seftizoksim dan

azitromisin dapat digunakan sebagai pilihan terapi antibiotik ISK pediatrik, selain itu asam

pipemidat menurut penelitian yang dilakukan Schaad (2005) dapat digunakan sebagai salah

satu pilihan terapi antibiotik ISK pediatrik.

Seftizoksim (golongan sefalosporin – generasi ketiga) adalah salah satu pilihan

antibiotik dengan indikasi untuk pengobatan infeksi saluran kemih yang aman untuk

kelompok usia pediatrik namun perlu adanya monitoring eosinofil, nilai SGPT, SGOT, dan

CPK (BPOM, 2014). Hester et al. (2012) menyatakan bahwa antibiotik golongan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

sefalosporin pada generasi ketiga seperti seftizoksim lebih poten untuk membunuh bakteri

gram negatif (E. coli, Klebsiella, Enterobacter, dan sebagainya), penyebab utama ISK.

Asam pipemidat merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk terapi infeksi saluran

kemih sebab memiliki spektrum luas namun penggunaannya dibatasi karena memiliki efek

samping yang cukup berbahaya seperti anthropathy (BINFAR, 2014; Schaad, 2005).

Menurut Hamilton (2013), azitromisin adalah salah satu antibiotik empirik yang dapat

diresepkan untuk anak-anak yang mengalami demam dan tanda-tanda infeksi. Jenis

antibiotik yang tidak terdapat pada standar terapi acuan IDAI (2011) namun diresepkan

oleh dokter dapat menjadi pilihan terapi untuk infeksi saluran kemih sebab memiliki

spektrum luas dan banyak beredar di masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tedapat 29 pasien mendapat monoterapi

antibiotik, hal ini sesuai dengan penelian Lu, et al. (2003) yang mengemukakan bahwa

terapi antibiotik yang direkomendasikan untuk eradikasi infeksi saluran kemih pada usia

pediatrik yaitu monoterapi antibiotik. Penelitian Grabe, et al. (2010) menyatakan bahwa

pilihan pertama dalam monoterapi antibiotik ISK pediatrik yaitu golongan sefalosporin

(generasi ketiga) seperti sefiksim, seftriakson yang dapat diberikan melalui oral atau

intravena, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan dimana jenis antibiotik

yang paling banyak diresepkan (50%) yaitu golongan sefalosporin (generasi ketiga).

Pada pasien ISK komplikasi dan ISK yang disebabkan oleh bakteri gram positif dapat

diberikan terapi kombinasi antibiotik Kombinasi antibiotik yang direkomendasikan yaitu

kombinasi ampisilin dan golongan aminoglikosida atau golongan sefalosporin generasi

ketiga, contoh kombinasi amikasin dan sefotaksim (Prajapati et al., 2008). Pada penelitian

yang dilakukan terdapat 2 pasien yang mendapat terapi kombinasi yaitu kombinasi

amikasin-sefotaksim dan kombinasi sefotaksim-sefiksim. Terapi kombinasi amikasin-

sefotaksim yang diresepkan pada pasien nomor 17 telah sesuai dengan penelitian Prajapati

et al. (2008).

Pemberian antibiotik kombinasi sefotaksim-sefiksim pada pasien nomor 3 tidak tepat

karena duplikasi obat dimana terdapat dua antibiotik pada satu golongan (sefalosporin)

dengan mekanisme yang sama diberikan secara bersamaan. Sun (2012) mengungkapkan

bahwa duplikasi antibiotik golongan sefalosporin dapat menyebabkan risiko resistensi

antibiotik semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut, hasil ketepatan pemilihan obat

yaitu 30 pasien tepat (96,77%) sedangkan 1 pasien tidak tepat pemilihan obat (3,23%).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

Tepat Dosis

Penatalaksanaan terapi antibiotik untuk eradikasi infeksi saluran kemih, setiap

pasien harus memenuhi ketepatan dosis sehingga efek terapi yang diharapkan dapat

tercapai (Humaida, 2014). Dosis antibiotik yang diberikan pada setiap pasien khususnya

usia pediatrik disesuaikan dengan berat badan dan umur pasien (BPOM, 2014).

Hasil penelitian (Tabel II) menunjukkan bahwa pemberian dosis antibiotik yang

tepat sebesar 51,61% dan dosis antibiotik yang tidak tepat sebesar 48,39%. Dosis tidak

tepat pada penelitian ini terbagi menjadi dosis kurang dan dosis lebih. Menurut

Darmansjah (2008), faktor yang menyebabkan ketidaktepatan dalam pemberian dosis

antibiotik adalah kurangnya informasi mengenai aturan penggunaan terkait dosis untuk

anak-anak pada label obat, terbatasnya penelitian uji klinik antibiotik untuk anak,

jarangnya industri farmasi melakukan penelitian saat menentukan dosis obat-jadi dan

hanya menyontek dosis dari pemilik lisensi obat (obat paten). Oleh karena itu perlu adanya

perhatian khusus dari apoteker untuk pengaturan pemberian dosis pada anak-anak untuk

mencegah kesalahan dosis.

Tabel II. Ketepatan Dosis pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat

Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015

Ketepatan Dosis Jumlah pasien

(n = 31) Persentase (%)

Dosis Kurang 9 pasien 29,03

Dosis Tepat 16 pasien 51,61

Dosis Lebih 6 pasien 19,36

Pemberian antibiotik dengan dosis berlebih dapat meningkatkan risiko terjadinya

efek samping pada pasien. Pemberian antibiotik dengan dosis yang kurang akan

mengakibatkan tidak tercapainya efek terapi yang diinginkan dan antibiotik menjadi tidak

berefek karena tidak mencapai KHM (Kadar Hambat Minimum) sehingga mikroorganisme

yang menginfeksi tidak mati. Pemberian dosis yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko

resistensi pada bakteri yang tersisa dalam tubuh (Lisni dkk., 2015).

Dalam upaya mencegah resistensi antibiotik, pemberian dosis antibiotik harus

disesuaikan dengan kondisi tiap individu (berat badan, usia), keparahan infeksi,

mikroorganisme yang menyebabkan, profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat

tersebut. Selama terapi dengan dosis tertentu diberikan kepada pasien, perlu dilakukan

monitoring berkelanjutan untuk melihat pencapaian terapi setelah pemberian antibiotik

dengan dosis tersebut sehingga dapat menentukan perlu atau tidaknya penyesuaian dosis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

kembali (With, et al., 2016). Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Joint Commission

(2008), apoteker harus memperhatikan dosis obat yang diberikan oleh penulis resep pada

pasien anak untuk mencegah medication error yang dapat memberikan efek buruk.

Tepat Interval Waktu Pemberian Obat

Dalam pemberian terapi antibiotik perlu memperhatikan interval waktu pemberian

kembali antibiotik kepada pasien. Interval waktu pemberian merupakan jarak waktu dari

pemberian antibiotik yang pertama dengan pemberian ke dua, ke tiga, dan selanjutnya

(Kemenkes, 2011). Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kadar antibiotik dalam

darah kurang dari kadar terapetik yang memungkinkan bakteri dapat kembali beregenerasi

dan menjadi resisten terhadap antibiotik terapi (Amin, 2014).

Tabel III. Ketepatan Interval Pemberian Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih

Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015

Ketepatan Interval Pemberian

Antibiotik

Jumlah pasien

(n = 31) Persentase (%)

Interval pemberian tepat 26 pasien 83,87

Interval pemberian tidak tepat 5 pasien 16,13

Hasil penelitian yang diperoleh pada tabel III, menunjukkan bahwa persentase

interval pemberian antibiotik tepat lebih tinggi daripada persentase interval pemberian

tidak tepat (83,87% vs 16,13%). Interval pemberian tidak tepat yang terjadi pada kelima

pasien adalah pemberian interval (rentang waktu) yang lebih panjang pada pemberian obat

dalam sehari daripada yang seharusnya, seperti contoh pada pasien nomor 1 dimana

seharusnya pemberian antibiotik yang tepat setiap 6 jam namun pada pasien tersebut terapi

antibiotik diberikan setiap 8 jam dalam sehari.

Menurut Kemenkes (2011), pemberian interval yang tidak tepat pada terapi

antibiotik dapat menyebabkan mikroorganisme (bakteri) menjadi beregenerasi menjadi

lebih kuat sehingga mejadi resisten terhadap antibiotik yang diberikan selain itu aktivitas

antibiotik dalam tubuh (karakteristik farmakodinamik) akan tidak maksimal. Leekha et al.

(2011) mengungkapkan aktivitas farmakodimanik antibiotik bergantung pada konsep

antibiotik time-dependent vs concentration-dependent. Antibiotik kelompok β-lactam

(penicillin, sefalosporin) merupakan antibiotik time-dependent, artinya kerja antibiotik

akan maksimal apabila interval pemberian antibiotik tepat. Pada penelitian ini,

ketidaktepatan interval pemberian pada kelima pasien terjadi pada antibiotik golongan

sefalosporin sehingga kerja antibiotik dalam tubuh menjadi tidak maksimal atau kurang

berefek dan berisiko resistensi antibiotik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

Tepat Lama Pemberian (durasi)

Pemberian terapi antibiotik harus selalu memperhatikan durasi atau lama pemberian

antibiotik, apabila durasi pemberian antibiotik tidak tepat dapat mempengaruhi hasil

pengobatan pasien. Antibiotik merupakan salah satu obat yang durasi pemberiannya harus

diperhatikan agar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat terbunuh seluruhnya

sehingga risiko resistensi antibiotik dapat diturunkan (White, 2011). Durasi pemberian

antibiotik secara untuk eradikasi infeksi saluran kemih yang tepat yaitu 3 – 10 hari (IDAI,

2011). Hasil penelitian (Tabel IV) yang diperoleh yaitu terdapat 27 pasien (87,10%) yang

memperoleh terapi dengan durasi tepat sesuai dengan literatur yang diacu oleh rumah sakit

dan 4 pasien (12,90%) dengan durasi tidak tepat.

Tabel IV. Ketepatan Lama Pemberian (Durasi) pada Pasien Infeksi Saluran Kemih

Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Periode tahun 2015

Ketepatan Lama

Pemberian (Durasi)

Jumlah pasien

(n = 31)

Persentase (%)

Durasi tepat 27 pasien 87,10

Durasi tidak tepat 4 pasien 12,90

Pada penelitian ini, durasi tidak tepat yang dimaksud adalah lama pemberian yang

kurang atau terlalu cepat sehingga terapi yang dijalani oleh pasien terlalu singkat, seperti

pada pasien pasien 16 dimana pemberian antibiotik hanya dalam waktu 48 jam lalu

pengobatan dihentikan dan orang tua pasien meminta pulang, sementara terapi antibiotik

untuk infeksi saluran kemih yang tepat yaitu selama 3-10 hari dengan pemantauan awal

efek terapi selama 48 jam setelah pemberian antibiotik. Robinson et al. (2014) menyatakan

bahwa durasi terapi antibiotik ISK minimal yaitu 72 jam apabila kurang dari 72 jam terapi

dihentikan dapat meyebabkan keterulangan infeksi sebab bakteri penyebab ISK belum

terbunuh seluruhnya. Ketidak tepatan lama pemberian terapi antibiotik dapat terjadi karena

kondisi pasien telah membaik, faktor finansial pasien dimana perawatan rawat inap relatif

mahal, pihak keluarga pasien meminta untuk pulang.

Tepat Penilaian Kondisi Pasien

Kondisi pasien infeksi saluran kemih yang akan menjalani terapi antibiotik harus

diperhatikan dengan teliti sebelum terapi antibiotik diberikan. Beberapa kondisi yang harus

diperhatikan seperti adanya derajat infeksi yang dialami pasien, penilaian tempat infeksi,

kelainan organ (hepar, ginjal) atau penyakit kormobid yang mungkin kontraindikasi

dengan antibiotik, riwayat alergi antibiotik, dan khususnya pada pasien anak perlu

memperhatikan kemampuan organ untuk memetabolisme antibiotik (Amin, 2014).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Ketepatan dalam penilaian kondisi pasien dapat membuat efek terapi antibiotik yang

diharapkan dapat tercapai, mengurangi risiko efek samping yang mungkin muncul (With,

et al., 2016).

Pada penelitian, terdapat 2 pasien dengan nilai kreatinin di bawah nilai normal.

Menurut Ghasemi, et al. (2015) nilai serum kreatinin pada anak masih belum stabil karena

organ renal masih belum berfungsi secara sempurna seperti pada dewasa. Kedua pasien

telah memenuhi tepat penilaian kondisi karena dosis yang diberikan telah disesuaikan

dengan kondisi pasien, antibiotik yang diberikan tidak kontraindikasi dengan kondisi

pasien tersebut. Pada pasien nomor 8, terapi seftriakson yang diperoleh sudah tepat,

menurut ASP (2012) seftriakson dapat diberikan pada pasien dengan nilai kreatinin di

bawah normal dan tidak perlu adanya perubahan dosis. Hasil ketepatan penilaian kondisi

pasien dengan pemberian antibiotik yang sesuai sebesar 31 pasien (100%).

Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara rasional akan memberikan manfaat yang baik seperti

membuat pasien lekas sembuh, menekan ketidakefektifan biaya, menurunkan angka

resistensi antibiotik secara global (WHO, 2014). Pada penelitian ini, terapi antibiotik pada

setiap pasien dapat disebut rasional apabila memenuhi ke-enam kriteria ketepatan

(rasional) yang telah ditentukan oleh Kemenkes RI (2011). Hasil yang diperoleh pada

penelitian ini yaitu pasien dengan penggunaan antibiotik rasional sebanyak 13 pasien

(41,94%) serta pasien dengan penggunaan antibiotik irasional sebanyak 18 pasien

(58,06%). Sebagian besar pasien penggunaan antibiotik tidak rasional terjadi karena

disebabkan oleh tidak tepatnya dalam pemberian dosis.

Gambar 2. Gambaran Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran

Kemih Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Bethesda Yogyakarta Tahun 2015

42%

58%

Rasional Irasional

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Menurut penelitian Holloway (2011), penggunaan antibiotik yang tidak rasional

(irasional) dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya

pengetahuan atau informasi mengenai pengobatan yang terbaru, faktor kebiasaan pembuat

resep, faktor marketing atau penawaran yang menggiurkan dari suatu industri farmasi

kepada rumah sakit atau tenaga kesehatan, kurangnya penggalian informasi terkait kondisi

pasien, tidak semua pasien melakukan pemeriksaan laboratorium, terbatasnya bentuk

sediaan obat-kekuatan obat (formulasi), rendahnya kepedulian pemerintah terhadap taraf

kesehatan masyarakat.

Kerjasama antar tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan farmasi menjadi salah

satu kunci keberhasilan terapi antibiotik yang rasional (Dryden et al., 2012). Dalam

lingkup yang lebih luas, penggunaan antibiotik rasional dapat terwujud dengan adanya

kerjasama antara pemerintah, rumah sakit dan tenaga kesehatan serta pasien (WHO, 2014).

Kesadaran pentingnya penggunaan antibiotik rasional pada seluruh usia khususnya anak-

anak dapat mengurangi risiko resistensi antibiotik, menurunkan ketidakefektifan biaya

terapi, menurunkan risiko mortalitas dan morbiditas (With, et al., 2016).

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik rasional pada pasien infeksi

saluran kemih kelompok usia pediatrik dapat dimanfaatkan oleh klinisi dan farmasi untuk

meningkatkan kualitas pelayanan dan mengurangi risiko resistensi atau kekebalan

antibiotik.

Penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan yaitu jumlah sampel yang

diperoleh sedikit (31 pasien) dan dilakukan dalam kurun waktu yang pendek (periode 1

tahun). Dibutuhkan sampel penelitian yang lebih banyak sehingga dapat lebih

menggambarkan keadaan lebih rinci, menggunakan metode dan kriteria rasionalitas lain

dan pengambilan data secara prospektif untuk dapat mengevaluasi penggunaan obat secara

rasional selama terapi sedang dilakukan.

Kesimpulan

Pada penelitian ini, diperoleh 5 golongan antibiotik dan 8 jenis antibiotik yang

diresepkan. Golongan dan jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan yaitu golongan

sefalosporin (50%) dan sefiksim (38,70%). Pada penelitian ditemukan 13 pasien (41,94%)

yang mendapatkan terapi antibiotik secara rasional dan 18 pasien (58,06%) mendapat

terapi antibiotik secara irasional atau tidak tepat. Pemberian antibiotik tidak tepat

(irasional) terjadi karena tidak tepat pemilihan obat (3,23%), dosis (48,39%), interval

pemberian antibiotik (16,13%), durasi penggunaan antibiotik (12,90%).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

DAFTAR PUSTAKA

Antimicrobial Stewardship Program (ASP), 2012. Renal Dosage Adjusment Guidelines for

Antimicrobials. ASP (online), www.nebraskamed.com/asp diakes pada 8 Januari

2017.

American Pharmacists Association, 2015. Drug Information Handbook. 24th

Edition.

Lexicomp Drug Reference Handbook, USA.

Amin, L.Z., 2014. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. Medicinus, 27(3), 40-15.

Ashraf, M., Ahmed, K., Ahmed, K., Mubarik, M. 2014. Urinary Tract Infection in

Children. British Journal of Medicine & Medical Research, 4(3), 927-936.

BINFAR, 2014. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Nomor HK.02.03/III/1346/2014 tentang Pedoman Penerapan Formularium

Nasional. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, Jakarta.

BPOM, 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Darmansjah, I., 2008. Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak. Maj Kedok Indon, 58(10),

368-369.

Dipiro, J.t., Wells, B.G., Dipiro, C.V., Schwinghammer, T.L., 2015. Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. McGraw-Hill Education, USA.

Dryden, M., et al., 2012. Antibiotic Stewardship and Early Discharge from Hospital :

Impact of A Structured Appoarch to Antimicrobial Management. Antimicrob

Chemother, 67, 2289-2296.

Ghasemi, A., et al., 2015. Pediatric Reference Values for Serum Creatinine and Estimated

Glomerular Filtration Rate in Iranians: Tehran Lipid and Glucose Study. Archives

of Iranian Medicine, 18 (11), 753-759.

Grabe, M., et al., 2010. Guidelines of Urological Infection. Europian Association of

Urology.

Hamilton, J.L., 2013. Evaluation of Fever in Infants and Young Children. American

Academy of Family Physicians, 87(4), 254-260.

Hester, S.A., et al., 2012. Comparison of Cephalosporin. Pharmacist’s Letter,

www.pharmacistsletter.com diakses pada 8 Januari 2017.

Holloway, K.A., 2011. Promoting The Rational Use of Antibiotics. Regional Health

Forum, 15(1), 122-130.

Humaida, R., 2014. Strategy to Handle Resistance of Antibiotics. J Majority, 3(7), 113-

120.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Badan

Penerbit IDAI, Jakarta.

Joint Commission, 2008. Preventing Pediatric Medication Error. Sentinel Even Allert,

https://www.jointcommission.org/assets/1/18/SEA_39.htm diakses pada 8 Januari

2017.

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Buku Panduan Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk

Mencegah Kekebalan Kuman. Kemenkes RI, Jakarta

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Kemenkes RI,

Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi

Antibiotik. Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014.

Kemenkes RI, Jakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Leekha, S., et.al., 2011. General Principles of Antimicrobial Therapy. Mayo Clin Proc,

86(2):156-167.

Lisni, I., dkk, 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Faringitis di Suatu

Rumah Sakit di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Galenika, 02(01), 43-52.

Lu, K.C., et al., 2003. Is Combination antimicrobial therapy required for urinary tract

infection in children. J Microbiol Immunol Infect, 36 (1), 56-60.

National Institute for Health and Care Excellence, 2013, Urinary Tract Infection in

Children and Young People. Retrieved, www.nice.org.uk/guidance/qs36.htm

diakses tanggal 20 Maret 2015.

Newman, D.H., Shreves, A.E., Runde, D.P., 2013. Pediatric Urinary Tract Infection: Does

the Evidence Support Aggresively Pursuing the Diagnosis. Annals of Emergency

Medicine, 61(5), 559-565.

Prajapati, B.S., Prajapati, R.B., Patel, P.S., 2008. Advances in Management of Urinary

Tract Infections. Indian Journal of Pediatrics, 75(8), 809-814.

Robinson, J.L., et al., 2014. Urinary tract infection in infants and children: Diagnosis and

management. Paediatr Child Health, 9(6),315-19.

Schaad, B., 2005. Fluoroquinolone Antibiotics in Infants and Children. Elsevier, 5(5), 1-

12.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,.Alfabeta, Bandung.

Sun, S., 2012. Dynamics and Mechanisms of Adaptive Evolution in Bacteria. Acta

Universitasis Upsaliensis.

White, B., 2011. Diagnosis and Treatment of Urinary Tract Infections in Children. Am

Fam Physician, 83(4), 409-415.

With, K.D., et al., 2016. Strategies to Enhance Rational Use of Antibiotics in Hospital : A

Guideline by the German Society for Infectious Diseases. Infection, 44, 395-439.

World Health Organization, 2014. Antimicrobial Resistence.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs194/en/ diakses tanggal 8 November

2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Lampiran 1. Ethical Clearance

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RS Bethesda Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Lampiran 3. Definisi Operasional Penelitian

1. Pola peresepan antibiotik pada kasus infeksi saluran kemih kelompok pediatrik

meliputi golongan dan jenis antibiotika. Contoh golongan dan jenis antibiotika dalam

terapi ISK yaitu penisilin (golongan) terbagi dalam Ampisilin, Amoksisilin (jenis).

2. Rasionalitas penggunaan antibiotik yang akan dievaluasi dalam penelitian ini

berdasarkan kriteria Kemenkes (2011) yaitu :

a. Tepat indikasi penyakit yaitu terapi yang diberikan sesuai dengan spektum terapi

obat, seperti antibiotik diberikan pada pasien dengan diagnosis infeksi.

b. Tepat pemilihan obat yaitu antibiotik yang dipilih sebagai terapi infeksi telah tepat

berdasarkan diagnosis, kondisi pasien, dan spektrum mikroorganisme penginfeksi.

c. Tepat dosis yaitu dosis yang diberikan sesuai dengan keadaan pasien dengan

mempertimbangkan usia, berat badan, dan kondisi fisiologis pasien.

d. Tepat interval waktu pemberian yaitu interval pemberian antibiotik telah sesuai

dengan waktu paruh antibiotik.

e. Tepat lama pemberian yaitu lamanya pemberian antibiotik dalam terapi infeksi

tepat hingga mikroorganisme penginfeksi “mati”.

f. Tepat penilaian kondisi pasien yaitu penilaian kondisi patologis pasien yang

mungkin dapat mempengaruhi ADME antibiotik.

Ke-enam kriteria terpenuhi maka penggunaan obat termasuk kategori Rasional,

apabila salah satu dari eman kriteria diatas tidak terpenuhi maka penggunaan obat

masuk kategori tidak rasional (Irasional)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

Lampiran 4. Terapi Antibiotik ISK pada IDAI (2011)

Pilihan antibiotik oral pada pasien ISK pediatrik

Jenis Antibiotik Dosis per hari

Amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3

dosis

Sulfonamid :

- Trimetroprim (TMP) –

Sulfametoksazol

(SMX)

- Sulfisoksazol

6-12 mg TMP dan 30-6- mg SMX

/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

120-150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4

dosis

Sefalosporin :

- Sefiksim

- Sefpodiksim

- Sefprozil

- Sefaleksin

- Lorakarbef

8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4

dosis

15-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2

dosis

Pilihan antibiotik parenteral pada pasien ISK pediatrik

Jenis Antibiotik Dosis per hari

Seftriakson 75 mg/kgBB/hari

Sefotaksim 150 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam

Seftazidim 150 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam

Sefazolin 50 mg/kgBB/hari dibagi setiap 8 jam

Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam

Amikasin 15 mg/kgBB/hari dibagi setiap 12 jam

Tobramisin 5 mg/kgBB/hari dibagi setiap 8 jam

Tikarsilin 300 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam

Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Lampiran 5. Range Dosis berdasarkan DIH 24th

ed dan IONI 2014

No Nama Antibiotik Range Dosis

Golongan Sefalosporin

1 Sefiksim Usia ≥6 bulan dan ≤45kg : Oral : 8mg/kgbb/hari

dibagi dalam 12-24jam (max : 400mg/hari)

Berdasarkan Berat Badan (sediaan oral):

5 sampai 7,6kg : 50mg/hari

7,6 sampai 10,1kg : 80mg/hari

10,1 sampai 12,6kg : 100mg/hari

12,6 sampai 20,6kg : 150mg/hari

20,6 sampai 28,1kg : 200mg/hari

28,1 sampai 33,1kg : 250mg/hari

33,1 sampai 40,1kg : 300mg/hari 40,1 sampai ≤45kg : 350mg/hari

BB 45kg dan usia 12 tahun menggunakan dosis

dewasa (oral : 400mg/hari dibagi setiap 12-24jam

2 Seftriakson IM, IV : 50-100mg/kgbb/hari dalam1-2 dosis terbagi

(max : 4000mg/hari)

3 Seftizoksim Usia ≥6 bulan

Infeksi ringan – sedang

IV, IM : 40-80mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-4 dosis

Infeksi berat

IV, IM : 120mg/kgbb/hari

4 Sefotaksim 50kg : IM, IV : 50-180mg/kgbb/hari dibagi setiap

4-6 jam (max : 12g/hari)

≥50kg : menggunakan dosis dewasa

Golongan Kuinolon

5 Asam Pipemidat Oral : 15-20mg/kgbb/hari terbagi dalam 2 dosis

Golongan Makrolida

6 Azitromisin Oral : 5-12mg/kg satu kali sehari (max : 500mg/hari)

atau 30mg/kg sebagai single dose (max :

1500mg/hari)

Golongan Aminoglikosida

7 Amikasin IM, IV : 5-7,5 mg/kgbb/dose tidap 8 jam

Golongan Sulfonamid

8 Kotrimoksazol Infeksi ringan – sedang :

Oral : 8mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi setiap

12 jam

Infeksi berat :

Oral : 15-20mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi

setiap 6 jam

IV : 8-12mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi setiap

8-12jam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Lampiran 6. Lembar Pengambilan Data Rekam Medis

Tanda Vital (TV)

TV / Tgl 24-02-15 25-02-15 26-02-15 27-02-15

Nadi

(x/menit)

136 136 132 124

134 128

136 128

136 128

Nafas

(x/menit)

32 32 28 28

32 28

31 28

32 30

Suhu

(C)

40 39,7 37,9 36,7

38,6 37,2

38,0 36,3

37,4 36,6

No pasien 1

Nama / Sex ATA / P

Umur/tgl lahir 0th 5bl 5hr / 17-09-15

BB 7,6 kg

Ruang rawat G III / VIP

Tgl masuk 24-02-15

Tgl keluar 27-02-15

Keluhan

Panas sejak tadi pagi pukul 04.00, panas naik turun,

2 hari sebelumnya badan terasa hangat, minum susu

(+)

Kondisi klinis awal

GCS : E4 V5 M6

Suhu : 39,0C

Dokter dr. D

Diagnosis utama/ICD10 ISK / N 39.0

Diagnosis

banding/ICD10 -

Jenis Tindakan/ICD10 -

Riwayat alergi -

Riwayat penyakit -

Riwayat Obat PCT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Obat Parenteral

Obat/Tgl 24-02-15 25-02-15 26-02-15 27-02-15

Dumin rectal 125mg 19

Sefotaksim

(3 × 200mg) 10 17 24 08 16 24 08

Obat Non-Parenteral

Obat/Tgl 24-02-15 25-02-15 26-02-15

Pamol 1/6

(4 × 1) √ √√√

Ceptik

(2 × 1,5 ml) √√ √√

Hasil pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 25-02-15 (bahan urin)

Pemeriksaan Hasil N Rujukan

Protein trace negatif

Lekosit gelap 2+

(5-9 sel/LPB) negatif

Epitel 1+

(4 sel/LPB) negatif

Bakteri +++

(penuh/LPK) negatif

Resume Pasien Keluar

√ √ √ √ √ √ √

Alasan dirawat : ISK

Ringkasan riwayat : demam tinggi

Hasil Lab : Leukositosis

Terapi : Sefotaksim, Sefiksim

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Lampiran 7. Evaluasi Rekam Medis Pasien

Pasien 1

Nama ATA

BB 7,6kg

Lama Ranap 4 hari (24/02/15 – 27/02/15)

Terapi antibiotik Sefotaksim Injeksi (3 × 200mg)

selama 3 hari pada tgl 25/02/15 – 27/02/15

Evaluasi

Tepat Indikasi Sefotaksim (Sefalosporin) – antibiotik terapi ISK

(tepat)

Tepat Pemilihan Obat Sefotaksim (Sefalosporin) – antibiotik spectrum

luas

(tepat)

Tepat Dosis IDAI – 150mg/kgbb/hari = 1140mg/hari

DIH – 50-180mg/kgbb/hari = 380-1368mg/hari

Terapi – 3 × 200mg/hari = 600mg/hari

(tepat)

Tepat Interval Waktu

Pemberian

IDAI dan DIH – pemberian setiap 6 jam atau

4×/hari

Terapi – pemberian setiap 8 jam atau 3×/hari

(tidak tepat)

Tepat Lama Pemberian IDAI – 3 sampai 10 hari

Terapi – 3 hari

(tepat)

Tepat Penilaian Kondisi

Pasien

Tidak terdapat kondisi khusus

(tepat)

Rasional/Irasional Irasional

karena interval waktu pemberian sefiksim tidak

tepat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

Lampiran 8. Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Check List Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

No

pasien Antibiotik

Kriteria Rasionalitas

Pengobatan

Rasional

Tepat

Indikasi

Tepat

Pemilihan

Obat

Tepat

Dosis

Tepat

Interval

Waktu

Pemberian

Tepat

Lama

Pemberian

Tepat

Penilaian

Kondisi

Pasien

1 Sefotaksim inj 3×200mg √ √ √ × √ √ I

2 Seftriakson inj 2×400mg √ √ √ √ √ √ R

3 Kombinasi

Sefotaksim inj 2×500mg

Sefiksim 2×1cth

×

√ × (O)

×

I

4 Sefiksim 2×4cc syr √ √ × (U) √ √ √ I

5 Asam pipedimat 2×½ tab √ √ × (O) √ √ √ I

6 Sefiksim 2×2ml syr √ √ √ √ √ √ R

7 Sefiksim 2×2,5ml √ √ × (U) √ √ √ I

8 Seftriakson inj 2×500mg √ √ √ √ √ √ R

9 Sefiksim 2×¾ cth √ √ √ √ √ √ R

10 Azithromycin 1×1cth √ √ √ √ √ √ R

11 Sefiksim 2×2,5ml √ √ × (U) √ √ √ I

12 Amikasin inj 2×300mg √ √ √ √ √ √ R

13 Sefiksim 2×100mg tab √ √ × (U) √ √ √ I

14 Seftriakson inj 1×1 g √ √ × (U) √ × √ I

15 Sefiksim 2×3,75ml syr √ √ √ √ √ √ R

16 Asam pipedimat 2×1 tab √ √ × (O) √ √ √ I

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

17 Kombinasi

Sefotaksim inj 3×200mg

Amikasin inj 1×75mg

√ × (U)

×

×

√ ×

I

18 Asam pipedimat 2×½ tab √ √ √ √ √ √ R

19 Sefiksim 2×100mg tab √ √ √ √ √ √ R

20 Sefiksim 2×5ml syr √ √ √ √ √ √ R

21 Seftizoksim 2×1g inj √ √ × (O) √ √ √ I

22 Sefiksim 2×2ml syr √ √ √ √ √ √ R

23 Azithromycin 1×¾ cth syr √ √ √ √ √ √ R

24 Sefiksim 2×100mg caps √ √ × (U) √ √ √ I

25 Seftriakson 2×500mg inj √ √ × (U) √ × √ I

26 Sefotaksim 3×250mg tab √ √ √ × √ √ I

27 Kotrimoksaxol 2×¾ tab √ √ √ √ √ √ R

28 Asam pipedimat 2×½ tab √ √ × (O) √ √ √ I

29 Sefiksim tab 2×100mg √ √ ×(U) √ √ √ I

30 Sefotaksim inj 3×250mg √ √ √ × × √ I

31 Asam pipedimat 2×400mg

tab √ √ × (O) √ √ √ I

Jumlah Tepat (rasional) 31 30 16 26 27 31 13

Keterangan : O (Overdose); U (Underdose); R (Rasional) ; I (Irasional)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Tirza Yunita, lahir di

Semarang pada tanggal 29 Juni 1995 dan merupakan

anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Surat

Suroso dan Puji Harani. Pendidikan formal yang telah

ditempuh penulis yaitu TK Sang Timur

Semarang(1999 - 2001), tingkat Sekolah Dasar di SDK

Sang Timur Semarang (2001 – 2007), tingkat Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Semarang (2007 -

2010), dan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA

Kolese Loyola Semarang (2010 – 2013). Pada tahun

2013, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang

Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah

mengikuti perlombaan seperti Patient Counseling Phase 80 diselenggarakan oleh

Farmasi Universitas Indonesia 2015 dan Cerdas Penulis memiliki pengalaman

menjadi asisten dosen Praktikum Kimia Organik pada tahun 2015, Praktikum

Kimia Dasar tahun 2014, Praktikum Komunikasi Farmasi tahun 2016. Selama

menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan baik dalam

maupun diluar lingkup kampus, seperti Pharmacy 3 on 3 sebagai anggota LO

(Liason Officer) tahun 2015, Paingan Festival sebagai anggota DDU (Dana dan

Usaha) tahun 2014, mengikuti pelatihan jurnalistik dan fotografi Fakultas Farmasi

USD tahun 2015, menjadi salah satu anggota aktif (penulis) dalam Media Farmasi

Fakultas Farmasi USD periode 2014-2015.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI