Upload
trinhnguyet
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAMAN TEPI LAUT KOTA
TANJUNGPINANG SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN
PERKOTAAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
REFINA ERMINO
NIM. 100563201072
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa
yang disebut di bawah ini:
Nama : REFINA ERMINO
NIM : 100563201072
Jurusan/Prodi : Ilmu Administrasi Negara
Alamat : Jln. Mantang No 35 Perumnas Seijang
Nomor Telp. : 081275751076
Email : [email protected]
Judul Naskah : Evaluasi Kebijakan Pembangunan Taman Tepi
Laut Kota Tanjungpinang Sebagai Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah
ilmiah dan untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, Agustus 2016
Yang Menyatakan
Dosen Pembimbing I
Alfiandri, S.Sos,M.Si
NIDN. 1018088004
Dosen pembimbing II
Ramadhani Setiawan, M.Soc,Sc NIDN.1026058301
EVALUASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAMAN TEPI LAUT KOTA
TANJUNGPINANG SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN
PERKOTAAN
REFINA ERMINO
ALFIANDRI,M.Si
RAMADHANI SETIAWAN,M.Soc,Sc
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara,FISP,UMRAH, [email protected]
Abstrak
Evaluasi Kebijakan dilakukan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara
pencapaian dan harapan suatu kebijakan publik. Evaluasi biasanya ditujukan
untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan dicanangkannya kebijakan
pembangunan revitalisasi kawasan tepi laut oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang
melalui prakarsa Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kota
Tanjungpinang. Dalam wacana pembangunan yang dilakukan yaitu berupa konsep
taman kota yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum, sarana bermain
anak-anak, lapangan terbuka, gedung gonggong dan tanaman-tanaman hijau
dengan berbagai jenis dan variasi untuk semakin menambah daya tarik taman tepi
laut. Selain dari terlaksananya kebijakan pembangunan taman tepi laut sebagai
ruang terbuka hijau kawasan perkotaan oleh Pemko Tanjungpinang, kenyataannya
masih ditemukan kekurangan dan kendala dalam pembangunannya sehingga
diperlukan evaluasi agar taman tepi laut menjadi ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan yang sesuai dengan kebijakan peraturan kementrian yang telah
ditetapkan.
Adapun dalam penelitian ini, informan penelitian berjumlah enam orang
yang terdiri dari tiga orang pegawai Dinas Kebersihan Pertamanan dan
Pemakaman sebagai lokasi penelitian, serta tiga orang lagi dari masyarakat
Tanjungpinang yang sering berkunjung di taman. Yang menjadi key informan
dengan pertimbangan tertentu adalah Kepala Seksi Penataan Taman Lingkungan
Bidang Pertamanan dan Pemakaman. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara
dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa reduksi
data, penyajian data, dan verifikasi.
Hasil dari wawancara kepada informan dan hasil penelitian langsung ke
lapangan dengan landasan teori dari keenam dimensi evaluasi kebijakan dari teori
William dunn yang digunakan oleh peneliti, maka didapati kesimpulan bahwa
pemerintah sebaiknya melakukan beberapa evaluasi kembali pada pembangunan
taman yang dirasa masih terdapat kekurangan bagi masyarakat kota
Tanjungpinang sebagai sasaran kebijakan.
Kata kunci : evaluasi, pembangunan, ruang terbuka hijau kawasan perkotaan
EVALUASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAMAN TEPI LAUT KOTA
TANJUNGPINANG SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN
PERKOTAAN
REFINA ERMINO
ALFIANDRI,M.Si
RAMADHANI SETIAWAN,M.Soc,Sc
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara,FISP,UMRAH, [email protected]
Abstract
Policy Evaluation conducted to see how big the gap between achievement and
expectations of a public policy. Evaluations are usually intended to assess the
extent to which the effectiveness of the policy.
This study was conducted in accordance with the declaration of the
revitalization of the development policies of the waterfront by the City of
Tanjungpinang through the initiative of the Department of Hygiene and
Cemeteries Tanjungpinang. In the development discourse is conducted in the form
of a city park concept is equipped with a variety of public facilities, children's
play facilities, open fields, buildings bark and green plants with different types
and variations to further increase the attractiveness of the waterfront park. Apart
from the implementation of development policies of the waterfront park as a green
open space urban areas by the Government Tanjungpinang, the fact still found
deficiencies and obstacles in its development so that the necessary evaluation to
the waterfront park into a green open space urban areas in accordance with
ministry policy rules that have been set.
As in this study, the research informants six people consisting of three
employees of the Department of Hygiene and Cemeteries for research, as well as
three others from Tanjungpinang people who frequently visit the park. Which
became a key informant with particular consideration is the Section Head of
Environmental Planning Division Parks and Cemetery. Type of research is
descriptive qualitative data collection used interview and documentation. This
study uses data analysis techniques such as data reduction, data presentation, and
verification.
The results of the interview to the informant and research results
directly into the field with the theoretical basis of the six dimensions of policy
evaluation of the theory of William dunn used by researchers, then found the
conclusion that the government should do some re-evaluation on the construction
of the park is still not satisfactory for the city of Tanjungpinang as a policy target.
Keywords: evaluation, development, urban green open space
5
PENDAHULUAN
Setiap Pemerintah Daerah
harus berupaya yang terbaik untuk
dapat mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.Salah satunya adalah
dengan melakukan pembangunan
yang terkonsep dan tersusun secara
sistematis agar dapat tercapai dengan
optimal.Pembangunan daerah sangat
dibutuhkan mengingat adanya
desentralisasi pada otonomi daerah
yang mengharuskan suatu daerah
untuk dapat mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Sebagai
kota otonom, berdasarkan Peraturan
Daerah nomor 9 tahun 2003 tentang
pola dasar pembangunan daerah Kota
Tanjungpinang tahun 2003-2020
menegaskan bahwa dalam rangka
memberikan landasan hukum dan
pedoman bagi penyelenggaraan
pemerintah, pengelolaan,
pembangunan, dan peningkatan
pelayanan masyarakat maka
diperlukan konsepsi penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan daerah
yang berdasarkan prinsip-prinsip
penyelenggaraan otonomi daerah
yang tertuang dalam pola dasar
pembangunan kota Tanjungpinang.
Masih terdapat dalam perda tersebut
diatas dalam pasal 1 tahap kelima
yang mengatakan bahwa
perencanaan pembangunan daerah
kota Tanjungpinang adalah
perumusan rencana pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintah kota
Tanjungpinang sebagai pencerminan
tugas desentralisasi dengan
melibatkan peran aktif masyarakat.
Ada 3 (tiga) jenis
untuk mengetahui kebijakan publik
yang mengarah kepada pelaksanaan
menurut Nugroho (2008:62)
mengemukakan “Jadi rentetan
kebijakan publik sangat banyak.
Namun demikian dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Kebijakan publik yang
bersifat makro atau umum, atau
mendasar.
2. Kebijakan publik yang
bersifat messo atau
menengah, atau penjelas
pelaksanaan Kebijakan ini
dapat berbentuk Peraturan
Menteri, surat edaran
Menteri, Peraturan
Gubernur, Peraturan
Bupati, dan Peraturan
Walikota
3. Kebijakan Publik yang
bersifat mikro adalah
kebijakan yang mengatur
pelaksanaan atau
implementasi kebijakan
diatasnya.Bentuk
kebijakannya adalah
peraturan yang
dikeluarkan aparat publik
dibawah Menteri,
Gubernur, Bupati, dan
Walikota.
Terkait dengan Peraturan
Daerah Nomor 9 Tahun 2003
tersebut, maka salah satu upaya
pemerintah kota Tanjungpinang
untuk melaksanakan pembangunan
daerah dengan melihat dari
kepentingan masyarakat adalah
dengan adanya wacana
pembangunan pelebaran dan
reklamasi kawasan tepi laut yang
selama ini dikenal sebagai tempat
hiburan dan rekreasi bagi masyarakat
kota Tanjungpinang. Proyek
revitalisasi kawasan tepi laut tersebut
mulai dikerjakan pada tahun 2010
pada masa kepemimpinan walikota
Tanjungpinang Suryatati A Manan.
Permintaan akan pemanfaatan
lahan Kota yang terus tumbuh dan
bersifat akseleratif untuk
pembangunan berbagai fasilitas
perkotaan, termasuk kemajuan
teknologi, industri dan transportasi,
selain sering mengubah konfigurasi
alami lahan/bentang alam perkotaan
juga menyita lahan-lahan tersebut
dan berbagai bentukan ruang terbuka
lainnya. Kedua hal ini umumnya
merugikan keberadaan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) yang sering
dianggap sebagai lahan cadangan dan
tidak ekonomis. Di lain pihak,
kemajuan alat dan pertambahan jalur
transportasi dan sistem utilitas,
sebagai bagian dari peningkatan
kesejahteraan warga Kota, juga telah
menambah jumlah bahan pencemar
dan telah menimbulkan berbagai
ketidak nyamanan di lingkungan
perkotaan. Untuk mengatasi kondisi
lingkungan Kota seperti ini, sangat
diperlukan RTH sebagai suatu
teknik bioengineering dan bentukan
biofilter yang relatif lebih murah,
aman, sehat, dan menyamankan.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah yang
diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan
vegetasi (endemik, introduksi) guna
mendukung manfaat langsung
dan/atau tidak langsung yang
dihasilkan oleh RTH dalam suatu
wilayah tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan
keindahan wilayah perkotaan
tersebut.
Kota hijau akan terwujud jika
dilakukan dengan perencanaan yang
benar-benar matang. Pembuatan
Ruang Terbuka Hijau ini dilakukan
dengan memperhatikan penempatan
RTH pada wilayah yang tepat serta
efektif dan efisien. Dalam
pengembangan kota yang hijau
tentunya memerlukan kerjasama
yang baik antara pemerintah dan
masyarakat karena keduanya
memiliki peranan masing-masing.
Pemerintah dalam pengembangan
RTH berperan dalam perencanaan,
pembangunan, pengawasan untuk
mewujudkan penataan
RTH.Sedangkan masyarakat
berpartisipasi dalam pemnfaatan
RTH serta ikut menjaganya.
Bertepatan dengan akhir
tahun 2015, Pemerintah Kota
Tanjungpinang menggelar syukuran
pembukaan Taman yang dinamakan
Taman Laman Bunda di Jalan Hang
Tuah, Tepi Laut Kota
Tanjungpinang, Kamis (31/12).
Pembukaan Taman Laman Bunda
sarana publik itu dibuka secara resmi
oleh Walikota Tanjungpinang, H. Lis
Darmansyah, SH. Di acara
pembukaan taman tersebut, walikota
tanjungpinang mengungkapkan rasa
terimakasihnya kepada jajaran Dinas
Kebersihan, Pertamanan dan
Pemakaman yang telah bekerja keras
menyelesaikan pembangunan tepi
laut ini.
Dilanjutkan Lis, pembukaan
taman tepi laut yang dilakukan pada
akhir tahun ini, bertujuan agar sarana
publik ini dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk melakukan
berbagai aktivitas ataupun
berkumpul keluarga sambil
menikmati keindahan alam.
“Pemerintah akan terus
mengembangkan pemanfaatan taman
ini, dengan menambah fasilitas
pendukung taman kota agar menarik
dikunjungi warga maupun
wisatawan” katanya. Kemudian
taman ini nantinya akan dilengkapi
dengan permainan anak-anak dan
gedung gonggong sebagai Tourism
Information Center (TIC), selain itu
akan dilengkapi dengan fasilitas
pendukung seperti wifi, serta
penambahan variasi tanaman bunga-
bunga agar lebih menarik untuk
menjaga taman ini tetap indah dan
aman.” Terang Lis.
Masih Lis, pihaknya akan
menempatkan anggota Satpol PP dan
Dishub di tiga titik lokasi taman
untuk berpatroli secara bergantian
selama 24 jam. Lis menambahkan,
memelihara kebersihan dan
keindahan sarana publik bukan hanya
tugas pemerintah semata, akan tetapi
perlu kerjasama dari seluruh
masyarakat, untuk itu saya minta
kepada seluruh masyarakat
senantiasa menjaga kebersihan dan
keindahan taman agar tetap nyaman
dikunjungi.
Berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
bahwa perkembangan dan
pertumbuhan kota/perkotaan disertai
dengan alih fungsi lahan yang dapat
menurunkan daya dukung lahan
dalam menopang kehidupan
masyarakat di kawasan perkotaan,
sehingga perlu dilakukan upaya
untuk menjaga dan meningkatkan
kualitas lingkungan melalui
penyediaan ruang terbuka hijau yang
memadai. Yang dimaksud dengan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan yang selanjutnya disingkat
RTHKP adalah bagian dari ruang
terbuka suatu kawasan yang diisi
oleh tumbuhan dan tanaman guna
mendukung manfaat ekologi, sosial,
budaya, ekonomi, dan estetika.
Salah satu jenis RTKHP
menurut Permendagri Nomor 1
Tahun 2007 adalah taman kota dan
taman rekreasi, dimana taman tepi
laut (laman bunda) merupakan salah
satu bagian dari wujud pemerintah
untuk membangun ruang terbuka
hijau yang juga dapat menjadi
fasilitas pendukung lainnya untuk
masyarakat kota Tanjungpinang.
Walaupun Kawasan Taman
Tepi Laut kini telah dibuka untuk
umum dengan tersedianya beberapa
fasilitas yang ada, namun masyarakat
masih banyak yang merasa kurang
puas dan kurang nyaman dengan
situasi dan kondisi kawasan tersebut.
Pemerintah dalam hal ini memiliki
tanggung jawab di dalamnya,
dikarenakan suatu kebijakan berupa
peraturan yang dikeluarkan oleh
kementerian yaitu peraturan
mendagri nomor 1 tahun 2007
tentang penataan ruang terbuka hijau
selain diimplementasikan oleh
pemerintah kota Tanjungpinang
dalam pembangunan taman tepi laut
maka harus pula dievaluasi untuk
melihat sejauh mana kesenjangan
antara harapan dengan kenyataannya.
Oleh karenanya penulis tertarik
untuk mengambil judul
“EVALUASI KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN TAMAN TEPI
LAUT KOTA TANJUNGPINANG
SEBAGAI RUANG TERBUKA
HIJAU KAWASAN
PERKOTAAN”
A. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang
yang telah dikemukakan diatas, maka
perumusan masalahnya adalah
“Bagaimana Evaluasi Kebijakan
Pembangunan Taman Tepi Laut
Kota Tanjungpinang Sebagai
Ruang Terbuka Hijau Publik
Kawasan Perkotaan).”
B. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengevaluasi
kebijakan pembangunan
taman tepi laut kota
Tanjungpinang sebagai
Ruang Terbuka Hijau
kawasan perkotaan.
2. Untuk mengetahui kendala
dalam pembangunan
taman tepi laut dan
mensinkronkan antara
upaya pemerintah dengan
persepsi masyarakat kota
Tanjungpinang.
2. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai kontribusi bagi
pemerintah Kota
Tanjungpinang dalam
upaya meningkatkan
kembali evaluasi kebijakan
terutama dalam bidang
pembangunan daerah
khususnya pembangunan
ruang terbuka hijau.
2. Agar menambah wawasan
kognitif dan mindset
peneliti.
3. Sebagai bahan masukan
atau perbandingan bagi
peneliti selanjutnya yang
akan melakukan penelitian
ataupun pembahasan lebih
lanjut dengan materi dan
persoalan yang sama serta
menambah dan
memperkaya referensi.
LANDASAN TEORI
a. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi pada dasarnya
ditujukan untuk menilai sejauh mana
keefektifan kebijakan publik guna
dipertanggungjawabkan dan sejauh
mana tujuan dicapai, evaluasi
diperlukan untuk melihat
kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan.Evaluasi yang dilakukan
tidak hanya pada hasil akhirnya saja,
tetapi meliputi kegiatan-kegiatan
dalam pelaksanaan.Untuk
mewujudkan tujuan agar dapat
tercapai dengan baik, diperlukan
pemahaman konsep teori tentang
evaluasi itu sendiri.
Evaluasi adalah kegiatan untuk
menilai tingkat kinerja suatu
kebijakan.“Evaluasi baru dapat
dilakukan kalau suatu kebijakan
sudah berjalan cukup waktu.Memang
tidak ada batasan waktu yang pasti
kapan sebuah kebijakan harus
dievaluasi”. (Miranti & Lituhayu,
2010 : 15)
Menurut Dunn (1999:608-
610) dalam Nugroho (2009:536-
537), istilah evaluasi dapat
disamakan dengan penaksiran
(appraisal), pemberian angka
(rating), dan penilaian
(assessment).Evaluasi berkenaan
dengan produksi informasi mengenai
nilai atau manfaat hasil
kebijakan.Evaluasi memberi
informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yaitu seberapa jauh
kebutuhan, nilai, dan kesempatan
telah dapat dicapai melalui tindakan
publik. Secara umum, Dunn
(2003:610) menggambarkan kriteria-
kriteria evaluasi kebijakan publik
sebagai berikut:
1. Efektivitas : Berkenaan
dengan apakah
program/kebijakan tersebut
mencapai hasil (akibat) yang
diharapkan, atau mencapai
tujuan dari diadakannya
kegiatan-kegiatan yang
dilakukan. Efektifitas, yang
secara dekat berhubungan
dengan rasionalitas teknis, selalu
diukur dari unit produk atau
layanan atau nilai moneternya
2. Efisiensi : Berkenaan dengan
jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu. Efisiensi
yang merupakan sinonim dari
rasionalitas ekonomi adalah
merupakan hubungan antara
efektifitas dan usaha, yang
terakhir umumnya diukur dari
ongkos moneter.
3. Kecukupan : Berkenaan
dengan seberapa jauh suatu
tingkat efektifitas memuaskan
kebutuhan, nilai, atau
kesempatan menumbuhkan
adanya masalah. Kriteria
kecukupan menekankan pada
kuatnya hubungan antara
alternatif kebijakan dan hasil
yang diharapkan
4. Perataan : Kebijakan/program
tersebut dilaksanakan merata
serta terpenuhinya seluruh
kebutuhan.
5. Responsivitas: berkenaan
dengan seberapa jauh suatu
kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok masyarakat
tertentu. kriteria responsivitas
adalah penting karena analisis
yang dapat memuaskan semua
kriteria lainnya. efektifitas,
efisiensi, kecukupan, kesamaan,
masih gagal jika belum
menanggapi kebutuhan aktual
dari kelompok yang semestinya
diuntungkan dari adanya suatu
kebijakan
6. Ketepatan : suatu hasil
pelaksanaan yang dilihat dari
kesesuaian biaya dengan standar
dan bentuk Surat Pertanggung
Jawaban yang sesuai dengan
ketentuan juklak dan juknis.
b. Pembangunan
Pembangunan daerah
merupakan usaha yang sistematik
dari berbagai pelaku, baik umum,
pemerintah, swasta, maupun
kelompok masyarakat lainnya pada
tingkatan yang berbeda untuk
menghadapi saling bergantung dan
berkait aspek fisik, social ekonomi
dan aspek lingkungan lainnya
sehingga peluang baru untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat ditangkap
secara berkelanjutan.
Menurut Afiffudin (2010:42-
47), pembangunan harus dipahami
dalam konteks yang luas,
dikarenakan terdapat kesepakatan
yang mengatakan bahwa
pembangunan harus mencakup
segala segi kehidupan dan
penghidupan bangsa dan negara yang
bersangkutan, meskipun dengan
skala prioritas yang berbeda dari satu
negara dengan negara yang lain.
Dalam konteksnya yang luas
tersebut, pembangunan mempunyai
beberapa pengertian, yang
didasarkan pada sudut pandang yang
berbeda-beda pula. Beberapa
pengertian pembangunan tersebut
ialah:
1. Pembangunan adalah
perubahan. Dalam arti
mewujudkan suatu
kondisi kehidupan
bernegara dan
bermasyarakat yang lebih
baik dari kondisi
sekarang.
2. Pembangunan adalah
pertumbuhan. Yaitu
kemampuan suatu negara
untuk terus selalu
berkembang baik secara
kuantitatif maupun secara
kualitatif.
3. Pembangunan adalah
rangkaian usaha yang
secara sadar dilakukan.
4. Pembangunan adalah
sesuatu rencana yang
tersusun secara rapi.
5. Pembangunan adalah cita-
cita akhir dari perjuangan
negara atau bangsa.
c. Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan
Berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2007 yang dimaksud
dengan:
1. Ruang terbuka adalah ruang-
ruang dalam kota atau
wilayah yang lebih luas baik
dalam bentuk area/kawasan
maupun dalam bentuk area
memanjang/jalur dimana
dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa bangunan.
2. Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan yang
selanjutnya disingkat
RTKHP adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna
mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi dan
estetika.
3. Kawasan Perkotaan adalah
kawasan yang mempunyai
kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman
perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan
social dan kegiatan ekonomi.
Tujuan Penataan RTHKP
adalah:
1. Menjaga keserasian dan
keseimbangan ekosistem
lingkungan perkotaan;
2. Mewujudkan
keseimbangan antara
lingkungan alam dan
lingkungan buatan di
perkotaan; dan
3. Meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan
yang sehat, indah, bersih
dan nyaman.
Fungsi RTHKP adalah:
1. Pengamanan keberadaan
kawasan lindung
perkotaan;
2. Pengendali pencemaran
dan kerusakan tanah, air
dan udara;
3. Tempat perlindungan
plasma nuftah dan
keanekaragaman hayati;
4. Pengendali tata air; dan
5. Sarana estetika kota
Manfaat RTHKP adalah:
1. Sarana untuk
mencerminkan identitas
daerah;
2. Sarana penelitian,
pendidikan dan
penyuluhan;
3. Sarana rekreasi aktif dan
pasif serta interaksi sosial;
4. Meningkatkan nilai
ekonomi lahan perkotaan;
5. Menumbuhkan rasa
bangga dan meningkatkan
prestise daerah;
6. Sarana aktivitas sosial bagi
anak-anak, remaja, dewasa
dan manula;
7. Sarana ruang evauasi
untuk keadaan darurat;
8. Memperbaiki iklim mikro;
dan
9. Meningkatkan cadangan
oksigen di perkotaan.
Pembentukan dan Jenis RTHKP:
1) Pembentukan RTHKP
disesuaikan dengan bentang
alam berdasar aspek
biogeografis dan struktur
ruang kota serta estetika
2) Pembentukan RTHKP
sebagaimana dimaksud ayat 1
mencerminkan karakter alam
dan/atau budaya setempat
yang bernilai ekologis,
historic, panorama yang khas
dengan tingkat penerapan
teknologi.
Jenis RTHKP meliputi:
1. Taman kota;
2. Taman wisata alam;
3. Taman rekreasi;
4. Taman lingkungan
perumahan dan permukiman;
5. Taman lingkungan
perkantoran dan gedung
komersial;
6. Taman hutan raya;
7. Hutan kota;
8. Hutan lindung;
9. Bentang alam seperti gunung,
bukit, lereng dan lembah;
10. Cagar alam;
11. Kebun raya;
12. Kebun binatan;
13. Pemakaman umum;
14. Lapangan olahraga;
15. Lapangan upacara;
16. Parker terbuka;
17. Lahan pertanian perkotaan;
18. Jalur dibawah tegangan tinggi
(SUTT dan SUTET);
19. Sempadan sungai, pantai,
bangunan, situ dan rawa;
20. Jalur pengaman jalan, median
jalan, rel kereta api, pipa gas
dan pedestrian;
21. Kawasan dan jalur hijau;
22. Daerah penyangga (buffer
zone) lapangan udara; dan
23. Taman atap (roof garden).
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Peneliti melakukan jenis
penelitian dengan rumusan
masalah berbentuk deskriptif
kualitatif. Karena penelitian ini
berusaha untuk mengungkapkan
suatu fakta atau peristiwa
sebagaimana adanya dan
memberikan gambaran secara
obyektif tentang keadaan atau
permasalahan yang mungkin
dihadapi.
Sugiyono (2009:297)
menjelaskan, dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan
istilah populasi, karena kualitatif
berangkat dari kasus tertentu yang
ada pada situasi sosial tertentu dan
hasil kajiannya tidak akan
diberlakukan ke populasi, tetapi
ditransferkan ke tempat lain pada
situasi sosial yang memiliki
kesamaan dan situasi sosial pada
kasus yang dipelajari. Sampel
dalam penelitian kualitatif bukan
dinamakan responden, tetapi
sebagai narasumber, atau
partisipan dan informan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
kantor Dinas Kebersihan
Pertamanan dan Pemakaman Kota
Tanjungpinangsebagai pelaksana
dan penanggung jawab dari
proyek pembangunan dan
sekitaran kawasan taman tepi laut
kota Tanjungpinang sebagai
lokasi penelitian.
3. Sumber dan Jenis Data
Lofland dalam Moleong
(2007:157) mengatakan, sumber
data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata atau
tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan
lain-lain.
Jenis data yang digunakan
penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Menurut Arikunto
(2010:22), data primer adalah
data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara
lisan, gerak-gerik, atau perilaku
yang dilakukan oleh subjek yang
dapat dipercaya, dalam hal ini
adalah subjek penelitian
(informan) yang berkenaan
dengan variabel yang diteliti.
Informan adalah
Hendarso dalam Auliyanti
(2008:22) menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif tidak
dimaksudkan untuk membuat
generalisasi dari hasil penelitian
yang dilakukan sehingga subjek
penelitian yang telah tercermin
dalam fokus penelitian
ditentukan secara sengaja.
Subjek penelitian akan menjadi
informan yang akan memberikan
berbagai macam informasi yang
diperlukan selama proses
penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder menurut
Arikunto (2010:22) adalah data
yang diperoleh dari dokumen-
dokumen grafis, foto-foto, film,
rekaman video, benda-benda,
dan lain-lain yang dapat
memperkaya data primer.
4. Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi,
menurut Sugiyono (2011:215)
sampel dalam penelitian
kualitatif disebut dengan
informan, narasumber, atau
partisipan. Informan menurut
Arikunto (2010:188) adalah
orang yang memberikan
informasi. Dengan pengertian ini
maka informan dapat dikatakan
sama dengan responden, apabila
keterangannya karena dipancing
oleh pihak peneliti. Istilah
informan ini banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif.
Penelitian ini menentukan
sumber data pada informan dengan
menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik ini mengambil
sumber data dengan pertimbangan
tertentu, yaitu orang yang dianggap
paling tahu tentang obyek penelitian
kita sehingga memudahkan peneliti
menjelajah obyek/situasi sosial
tertentu.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan
Data.
Teknik pengumpulan
data menurut Sugiyono (2009:224)
merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan.
a. Teknik wawancara.
Menurut Sugiyono
(2011:157), wawancara
digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti,
dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam
dan jumlah informannya
sedikit/kecil.
b. Teknik Dokumentasi
Pengumpulan data
dengan mengambil arsip,
catatan, gambar, grafik, foto,
buku literatur, dokumen kajian
pustaka, dan lain-lain yang
relevan dengan obyek
penelitian.
6. Teknik Analisa Data
Miles dan Huberman
dalam Sugiyono (2011:246)
mengemukakan bahwa aktifitas
dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya
sudah jenuh. Aktivitas analisa
data dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Reduction (Reduksi
Data)
Seluruh data yang
diperoleh dari lapangan
dicatat dan dirinci,
selanjutnya dilakukan analisis
data melalui reduksi data
dengan merangkum, memilah
hal-hal yang sesuai
penelitian, memfokuskan
kepada hal yang penting, dan
membentuk pola dari situasi
sosial.
2. Data Display (Penyajian
Data)
Penyajian data dalam
penelitian kualitatif dilakukan
dalam bentuk uraian singkat
seperti teks yang bersifat
naratif, bagan, dan
sejenisnya.
3. Conclution Drawing
(Verifikasi)
Langkah ketiga dalam
analisis data kualitatif yaitu
melakukan penarikan
kesimpulan dan verifikasi
sehingga dapat menjawab
rumusan masalah yang telah
ditetapkan.
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan
Dalam penjelasan pada bab
ini akan dibahas terlebih dahulu
mengenai identitas atau karakteristik
informan guna mendapat informasi
yang akurat dalam menganalisa data
yang pada akhirnya dapat
dipertanggungjawabkan
kebenarannya dalam pembahasan
dan menganalisa mengenai
“EVALUASI KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN TAMAN TEPI
LAUT KOTA TANJUNGPINANG
SEBAGAI RUANG TERBUKA
HIJAU KAWASAN
PERKOTAAN”. Adapun informan
dalam penelitian ini berjumlah enam
orang yaitu Kepala Seksi Penataan
Taman Lingkungan Bidang
Pertamanan dan Pemakaman, dua
orang staf teknis bidang pertamanan
dan pemakaman dari Dinas
Kebersihan Pertamanan dan
Pemakaman Kota Tanjungpinang
serta tiga orang dari kalangan
masyarakat Tanjungpinang.
B. Evaluasi Kebijakan
Pembangunan Taman Tepi
Laut Kota Tanjungpinang
Sebagai Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di lapangan, untuk
melihat dan menilai sejauh mana
suatu kebijakan telah berjalan dan
memuaskan masyarakat sebagai
sasaran kebijakan, maka dapat dilihat
dari kriteria dalam mengevaluasi
menurut William Dunn (2003:610)
yakni: Efektivitas, Efisiensi,
Kecukupan, Perataan, Responsivitas,
dan Ketepatan. Untuk penjelasan
lebih lanjut dan dihubungkan dengan
penelitian ini maka dapat dilihat
dalam uraian berikut:
a. Efektivitas
Yaitu suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target
kuantitas dan kualitas telah tercapai.
Dimana makin besar target yang
dicapai, makin tinggi efektivitasnya.
1. Taman Tepi Laut Kota
Tanjungpinang yang Terealisasi
Dengan Baik.
Sejak munculnya wacana
reklamasi dan revitalisasi kawasan
tepi laut kota Tanjungpinang utnuk
semakin diperluas dan diperlebar
dengan metode penimbunan laut
yang dikerjakan oleh Dinas
Pekerjaan Umum Kota
Tanjungpinang dalan Tahun
Anggaran 2011, proyek
pembangunannya yang telah
menelan dana miliaran rupiah sempat
mengalami berbagai kendala
sehingga menimbulkan penundaan
pekerjaan dan terbengkalai selama
kurun waktu 3 tahun belakangan.
Melihat situasi yang menyebabkan
banyak kalangan masyarakat dan
LSM kecewa mengingat kawasan
tepi laut ini adalah tempat favorit
warga Tanjungpinang untuk
dikunjungi, Pemerintah Kota
Tanjungpinang memutuskan untuk
memindahkan kuasa pengerjaan
pembangunannya kepada Dinas
Kebersihan Pertamanan dan
Pemakaman Kota Tanjungpinang
yang dianggarkan kembali di tahun
2014, yang secara otomatis
mengalami perubahan kembali dalam
hal wacana pembangunan dan Detail
Engineering Design (DED) nya.
Dinas Kebersihan Pertamanan dan
Pemakaman memasukkan
pembangunan kawasan Tepi Laut ini
kedalam program pembangunan
fasilitas umum, penataan taman
lingkungan, dan pemeliharaan RTH.
2. Terdapat Kesesuaian antara
Konsep Perencanaannya
dengan Kenyataan Hasil
Konsep awal perencanaan
taman tepi laut yang dulunya adalah
penataan revitalisasi kawasan tepi
laut yang ditawarkan Dinas
Pekerjaan Umum Kota
Tanjungpinang bukanlah terfokus
pada pembangunan taman kota
sebagai ruang terbuka hijau publik,
melainkan hanyalah sebuah kawasan
yang hanya menjadi tempat bersantai
keluarga yang dilengkapi dengan
jogging track, food court, dan lahan
parkir yang memadai. Mengingat
dulunya kawasan tepi laut ini sangat
susah untuk dilalui dikarenakan
banyaknya pedagang kaki lima yang
menjamur memenuhi kawasan ini
sampai memakan badan jalan, dan
ditambah dengan kesemrawutan
parkir yang sembarangan dan tidak
teratur sehingga mengganggu arus
lalu lintas dan kenyamanan warga.
Namun setelah pembangunannya
pindah prakarsa dan perubahan
konsep perencanaan di beberapa
bagian, taman tepi laut ini menjelma
menjadi taman kota yang indah,
hijau, rapi dan tertata dengan baik.
b. Efisiensi
Merupakan suatu ukuran
dalam membandingkan rencana
penggunaan masukan dengan
penggunaan serta hasil antara
keuntungan dengan sumber-sumber
yang dipergunakan. Dalam hal ini
peneliti bermaksud untuk menelaah
mengenai efisiensi waktu pengerjaan
dan lamanya proses pembangunan
yang dilakukan.
1. Pembangunan Taman Tepi Laut
yang Diprakarsai oleh Dinas
Kebersihan Pertamanan dan
Pemakaman Lebih Cepat dan
Dinilai Tepat Waktu dalam
Pengerjaannya.
Ketika pembangunannya
sempat menjadi pembicaraan hangat
di berbagai kalangan dikarenakan
terbengkalai selama bertahun-tahun,
kawasan tepi laut ini berubah
menjadi tempat yang menyajikan
pemandangan yang kurang sedap
untuk dipandang.Terlebih lokasinya
yang berhadapan langsung dengan
laut yang menjadi jalur perhubungan
perkapalan domestik maupun
internasional serta pulau penyengat
yang kerap menjadi destinasi wisata
Kepulauan Riau. Namun dengan
kinerja yang bagus dan kerjasama
yang baik antara Dinas Kebersihan
Pertamanan dan Pemakaman dengan
pihak ketiga pelaksanaan
pembangunan, taman tepi laut kota
Tanjungpinang dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang lebih
efisien, dan tahap pengerjaannya
juga dilakukan dengan cepat.
c. Kecukupan
Kecukupan berkenaan dengan
seberapa jauh suatu tingkat
efektivitas memuaskan kebutuhan,
nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah.
1. Kebijakan Pembangunan
Taman Tepi Laut yang
Dilaksanakan Dapat Diterima
Oleh Masyarakat.
Suatu kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah memang
tidak dapat sepenuhnya diterima dan
dapat disesuaikan dengan kondisi
dan keinginan masyarakat.Namun
pemerintah sendiri tentunya
menginginkan yang terbaik bagi
warganya. Dari hasil wawancara
kepada 6 informan dengan
pertanyaan yang sama yaitu apakah
merasa cukup puas dengan hasil dan
proses pengerjaan pembangunan
taman tepi laut saat ini dan
keseluruhan informan menyetujui
dengan adanya pembangunan taman
tepi laut kota Tanjungpinang sebagai
ruang terbuka hijau kawasan
perkotan ini menciptakan suasana
baru yang nyaman, bersih, dan
mereka merasa cukup puas dengan
hasil pengerjaan pembangunannya.
d. Perataan
Merupakan hal yang
berkenaan dengan implementasi
kebijakan terhadap masyarakat atau
sasaran kebijakan itu tercapai,
apakah penerapan kebijakan atau
suatu program diberlakukan merata
kepada seluruh masyarakat atau
hanya kepada oknum tertentu.
1. Taman Tepi Laut Dilengkapi
Dengan Berbagai Tanaman
Pendukung, Fasilitas Umum
dan Sarana Bermain Anak-
anak, Sehingga Dapat
Dikunjungi Oleh Seluruh
Lapisan Masyarakat.
Dengan adanya pembangunan
taman tepi laut kota Tanjungpinang
ini semakin menambah daya tarik
masyarakat untuk rekreasi dan
bersantai bersama keluarga walaupun
hanya sekedar duduk-duduk saja.
Karena Pemerintah Kota
Tanjungpinang telah menyediakan
berbagai fasilitas umum untuk semua
kalangan masyarakat yang cukup
memadai seperti bangku taman, areal
parkir yang luas, arena permainan
anak-anak dan sarana olahraga, serta
lapangan mini yang dapat dijadikan
tempat untuk acara-acara
perkumpulan suatu komunitas yang
tentunya dengan izin dari dinas
terkait terlebih dahulu. Ditambah lagi
dengan adanya becak motor yang
semakin menambah daya tarik taman
tepi laut yang teduh dan hijau ini.
e. Responsivitas
Merupakan hal yang
berkenaan dengan sejauh mana suatu
kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan suatu kelompok-
kelompok masyarakat tertentu dan
sejauh mana kepedulian masyarakat
terhadap kebijakan yang dibuat.
1. Lemahnya Pengawasan dari
Satuan Polisi PP dan Staf
Dishub di 3 Titik Pos Penjagaan
Dan Kurangnya Kesadaran
Masyarakat.
Walaupun Taman Tepi Laut
pembangunannya sudah selesai
dilaksanakan, namun tentu saja
pembangunannya tidak dapat
sempurna seratus persen maksimal,
misalnya saja sekarang kenyataan di
lapangan adalah kurangnya jumlah
lampu taman/lampu sorot sehingga
menimbulkan permasalahan
minimnya penerangan. Sehingga
pemerintah memutuskan untuk
menugaskan satuan polisi pamong
praja untuk melakukan penjagaan
dan pengawasan terhadap tanaman,
fasilitas umum, dan keamanan. Serta
staf dinas perhubungan untuk
melakukan pemantauan arus lalu
lintas dan kendaraan karena
semenjak diberlakukannya sistem
parkir yang memakai karcis
terkadang banyak terjadi pelanggaran
dikarenakan juru parkir sering
melakukan tindak kecurangan yaitu
tidak memberi karcis parkir pada
masyarakat yang datang berkunjung.
Ditambah lagi masyarakat pun juga
kerap malas meminta karcis parkir,
padahal karcis parkir sudah
disosialisasikan oleh pihak dishub
untuk meningkatkan retribusi parkir
dalam mendongkrak pendapatan asli
daerah.
f. Ketepatan
Merupakan hal yang
berkenaan dengan sejauh mana
kebijakan yang diterapkan, apakah
kebijakan tersebut
terimplementasikan kepada sasaran
kebijakan atau tidak.
1. Kebijakan Pembangunan
Berhasil Diterapkan Pada Sasaran
Kebijakan
Sasaran kebijakan merupakan
pihak yang menjadi target suksesnya
suatu kebijakan. Dalam hal ini yang
menjadi sasaran kebijakan
pemerintah ialah mereka yaitu
masyarakat kota Tanjungpinang.
Kebjakan pemerintah untuk
melakukan pembangunan taman tepi
laut untuk dijadikan ruang terbuka
hijau kawasan perkotaan ini
dianggap sudah berhasil diterapkan
pada sasaran kebijakan.
2. Ketersediaan Tanaman dan
Fasilitas Sudah Cukup
Memadai Untuk Dapat
Dijadikan Sebagai Ruang
Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan
Jika dilihat dari Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5
Tahun 2005 dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan maka
pembangunan taman tepi laut kota
Tanjungpinang telah cukup sesuai
dengan tujuan penataan ruang
terbuka hijau publik yaitu
mewujudkan keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan
buatan di perkotaan, meningkatkan
kualitas lingkungan perkotaan yang
sehat, bersih, indah dan nyaman
dengan dibangunnya taman kota
yang berhadapan langsung dengan
laut.
C. Kendala Dalam Proses
Pembangunan Taman Tepi Laut
Kota Tanjungpinang Sebagai
Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan.
Dalam proses pembangunan
taman tepi laut kota Tanjungpinang
sebagai ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan terdapat beberapa
persoalan yang menjadi kendala,
diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Iklim/Cuaca
2. Tidak Terdapat Tanaman
Tanjung dan Pinang Sebagai Ciri
Khas Daerah
3. Penerangan Lampu yang
Minim dan Kurangnya Jumlah
Fasilitas Umum
4. Lemahnya Pengawasan dan
Pengamanan Satpol PP dan
Dishub
5. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Tanjungpinang Untuk Bekerjasama
Memelihara dan Menjaga
Lingkungan Taman Tepi Laut
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data
yang diperoleh, berkenaan dengan
judul Evaluasi Kebijakan
Pembangunan Taman Tepi Laut Kota
Tanjungpinang Sebagai Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
maka didapati hasil sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian
terhadap hasil pembangunan
taman tepi laut kota
Tanjungpinang sebagai ruang
terbuka hijau kawasan perkotaan
oleh pemerintah kota
Tanjungpinang terdapat
beberapa indikator yang sudah
dapat dikatakan berhasil,
misalnya pembangunan taman
sudah selesai dilaksanakan dan
tertata rapi, tanaman-tanaman
dan pepohonan hijau yang
menyejukkan pandangan,
ketersediaan fasilitas umum
yang cukup memadai, arena
bermain anak-anak, dan lain
sebagainya. Meskipun demikian,
keberhasilan pembangunan
taman tepi laut sebagai ruang
terbuka hijau kawasan perkotaan
dapat juga dikatakan belum
maksimal, karena kurangnya
kesadaran masyarakat untuk ikut
berpartisipasi menjaga dan
memelihara taman tersebut. Jika
dilihat dari sudut pandang
indikator yang pertama yakni
Efektifitas, dapat dikatakan
sudah berhasil pembangunannya
dikarenakan perencanaan yang
sempat berubah dari Dinas
Pekerjaan Umum ke Dinas
Kebersihan Pertamanan dan
Pemakaman tidak terlalu
menjadi persoalan dan tidak
mengalami kendala yang berarti.
Pembangunan taman telah
terealisasi dengan baik dan
sesuai dengan konsep
perencanaannya. Efisiensi, dapat
dikatakan berhasil karena
pembangunan taman dinilai
tepat waktu, lebih cepat proses
pengerjaannya dan tidak
memakan waktu yang lama
seperti pembangunan
sebelumnya. Kecukupan,
menunjukkan suatu keberhasilan
yang cukup baik. Hal ini
dikarenakan dari ke enam
informan menyatakan kebijakan
pembangunan taman tepi laut
sebagai ruang terbuka hijau
kawasan perkotaan yang
dilaksanakan dapat diterima oleh
masyarakat karena selain sejak
dari dulu kawasan ini merupakan
tempat favorit seluruh
masyarakat Tanjungpinang
untuk berkumpul dan bersantai,
masyarakat juga menyetujui
dengan adanya pertambahan titik
ruang terbuka hijau di
Tanjungpinang agar dapat
menjadi tujuan destinasi wisata
dan tempat rekreasi masyarakat
maupun wisatawan domestik
dan internasional. Sedangkan
berdasarkan Responsivitas,
belum menunjukkan hasil yang
diharapkan dikarenakan
rendahnya kesadaran masyarakat
dan kurangnya pengawasan
satpol pp dan dishub dalam hal
memelihara dan menjaga taman
tepi laut tersebut serta persoalan
retribusi parkir. Akan tetapi jika
dilihat dari Ketepatan maka
dapat dikatakan sudah berhasil
karena pembangunannya tepat
sasaran sesuai dengan tujuan
pembangunan.
2. Terdapat beberapa kendala
dalam pelaksanaan
pembangunan taman tepi laut
kota Tanjungpinang sebagai
ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan yakni kurangnya
sosialisasi pemerintah kepada
masyarakat bahwa taman tepi
laut bukan hanya sebagai taman
biasa untuk sekedar dikunjungi
saja, akan tetapi taman ini
merupakan ikon kota
Tanjungpinang sebagai ruang
terbuka hijau publik dimana
masyarakat juga harus aktif dan
turut serta menjaga, memelihara,
tidak merusak tanaman-tanaman
yang ada dan berbagai fasilitas
yang telah disediakan
pemerintah disana. Karena
berdasarkan pantauan peneliti di
lapangan, sudah banyak tangan-
tangan jahil yang dengan sengaja
merusak dan mempreteli taman.
Bahkan kita sempat mendengar
sebuah kasus mengenai
ditemukannya alat kontrasepsi
dan botol-botol minuman keras
yang berserakan di areal taman
tersebut. Ini menunjukkan
kurangnya kinerja satpol pp
yang telah ditugaskan untuk
melakukan penjagaan dan
pengawasan disana. Kemudian
pemerintah juga belum
menyediakan penerangan yang
cukup, tidak terdapatnya lampu
yang memadai untuk menerangi
area taman, kursi-kursi/bangku
taman yang dirasa terlalu kecil
ukurannya dan jumlahnya yang
dirasa kurang banyak. Serta
tidak terdapatnya tanaman khas
daerah sebagai identitas
Tanjungpinang dan juga
pembangunan taman tepi laut
yang terpisah dengan
pembangunan gedung gonggong
walaupun berada pada lokasi
yang sama.
B. Saran
Adapun saran-saran yang
dapat disampaikan dari hasil
penelitian mengenai evaluasi
kebijakan pembangunan taman tepi
laut kota Tanjungpinang sebagai
ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan ini agar berlangsung
secara optimal dan berhasil, maka
perlu diperhatikan beberapa hal,
seperti:
1. Pemerintah kota Tanjungpinang
diharapkan dapat melaksanakan
pembangunan taman tepi laut
lebih baik lagi, dikarenakan
masih banyaknya ditemukan
persoalan-persoalan seperti
penerangan lampu yang kurang,
fasilitas umum yang rusak,
kebersihan lingkungan taman
yang dirasa masih kurang baik
dan percepatan gedung
gonggong/ Tourism Information
Centre (TIC) agar semakin
menambah keindahan areal
taman. Selain itu hendaknya
jumlah tanaman perlu
ditambahkan lagi variasinya
seperti bunga-bunga hidup yang
berwarna, serta ditambahkan
tumbuhan khas daerah untuk
mencerminkan identitas kota
Tanjungpinang.
2. Dalam menghadapi kendala
pelaksanaan pembangunan taman
tepi laut kota Tanjungpinang
sebagai ruang terbuka hijau
kawasan perkotaan hendaknya
pemerintah lebih tegas dalam
menegakkan peraturan,
mengedepankan pemahaman bagi
masyarakat untuk ikut andil
bekerjasama dalam menjaga dan
memelihara taman tepi laut agar
tercipta ruang terbuka hijau
publik yang indah, asri, nyaman,
aman dan hijau. Tentunya dengan
menjaga kebersihan lingkungan
dan tidak merusak apapun
fasilitas yang telah disediakan
serta pemerintah diharapkan
dapat melakukan evaluasi
kembali terhadap kebijakan
pembangunan taman tepi laut
untuk dapat mengatasi
kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan.
35
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU:
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik.. Jakarta. Yayasan Pancur Siwah
Afiffuddin. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan. Bandung. Alfabeta
Dunn, William. 2005. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada
University Press.
Gunawan, Markus. 2008. Provinsi Kepulauan Riau. Titik Cahaya Elka.
Islamy, M.Irfan. 1992. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada
University.
Kuncoro, Mudrajad. 2003a. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta. APP AMP YPKN.
--------------. 2004b. Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan,
Strategi, dan Peluang. Erlangga.
Napitupulu, Snp.B. 1970. Paradoks Pembangunan ( Tesis-Anti Tesis Pragmatis).
PT Soeroengan.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta. PT. Elex Media Computindo
Kelompok Gramedia.
Usman, Husaini. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta. Bumi Aksara
Subandi. 2010. Ekonomi Pembangunan. Bandung. Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung.
Alfabeta.
Sumodisastro, Hardjantho. 1985. Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta. PT
Gunung Agung Indonesia.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 2004. Pembangunan:Dilema dan Tantangan.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Pola Dasar
Pembangunan Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2003-2020
Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008
Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan
C. SKRIPSI DAN JURNAL:
Tahir, Muhammad, 2005, “Pemanfaatan Ruang Kawasan Tepi Pantai Untuk
Rekreasi Dalam Mendukung Kota Tanjungpinang sebagai Waterfront City”,
“Tesis”, Program Studi Magister Pembangunan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro.
Samin, Rio Kurniawan, 2013, “Evaluasi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2005 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan
Kota Tanjungpinang (Studi Kasus Penertiban Pedagang Kaki Lima di Tepi
Laut)”, “Skripsi”, Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas
Maritim Raja Ali Haji
Wahyuni, Sri, 2014, “Evaluasi Kebijakan Pemerintah Kota Tanjungpinang Dalam
Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus pada PKL di Kelurahan
Tanjungpinang Kota)”, “Skripsi”, Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
D. KORAN:
HK. Taman Laman Bunda Jadi Ikon Baru. Harian Lintas Kepri. Senin 4 Januari
2016.
E. INTERNET:
http://www.isukepri.com/2014/05/proyek-lanjutan-tepi-laut-dilelang-pada-mei-
2014/# ( Oleh Alpian Tanjung pada 2 Mei 2014, diunduh pada 19 Mei 2014-20.00
WIB)