23
Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat Dengan Dosis Berulang

Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian

Obat Dengan Dosis Berulang

Page 2: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

M. Nur Alfisyahrin 0661 10 066 Cyntia Wulandari 0661 10 023 Esta Angraeni 0661 10 0 Fatmasari 066110011 Tria Rahayu 066110019 Sri Lestari 066110023 Fiftianti NS 066110014 M. Kori Ramadhan 066110063 Tiarani 066110020 Fajar Firdaus 066110060 Subur Santosa 066110051

Anggota Kelompok:

Page 3: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Definisi dari dosis ganda, yaitu penggunaan obat untuk pemakaian berulang tidak untuk sekali pakai. Nama lainnya adalah dosis berulang/dosis maintenance/dosis pemeliharaan. Jadi dosis ganda bukan berarti bukan berarti kita minum obat dua kali dosis.

Devinisi Dosis Berulang (mutiple dose)

Page 4: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Pemberian dosis berulang bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam plasmadan durasi.

Tidak di atas kadar maksimum yang menyebabkan toksik ataupun dibawah minimum yang berakibat tidak timbulnya obat. Logikanya semakin lama kadar obat berada pada rentang terapi, maka semakin cepat pasien tersebut sembuh. Karena kadar obat yang terukur dalam darah justru tidakbertambah tinggi meskipun obat diberikan berulang-ulang (atau yang disebut sebagai steady state)

Ada beberapa obat yang memiliki rentang terapi yang sempit, sehingga memerlukan perhatian khusus, terutama dalam hal pengaturan dosis dan frekuensi pemberian agar kadar obat dalam darah berada di dalam kisar terapetik tersebut.

Tujuan Pemberian Dosis Berulang

Page 5: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Konsep dosis berulang ini tidak hanya lazim digunakan pada dunia klinik, tetapi lazim pula dimanfaatkan untuk pengembangan formula sediaan farmasi. Contoh sediaannya adalah sediaan lepas lambat yang nantinya secara prinsip mirip dengan pemberian intravena berkecepatan tetap.

Konsep dosis berulang

Page 6: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Pada pemberian obat berulang,konsentrasi senyawa dalam organisme yang dicapai tergantung pada dosis dan waktu paruh eliminasi. Jika waktu paruh eliminasi rendah dibandingkan dengan selang dosis , senyawa eliminasi praktis sempurna selama selang pemberian dosis. Dengan demikian konsentrasi plasma yang dicapai dengan dosis berikut praktis sama dengan konsentrasi yang dicapai melalui dosis yang terdahulu.Ketika konsentrasi dalam plasma menjadi setimbang hal tersebut dinamakan steady state atau angka plateu.

Kinetika Pada Pemberian Berulang

Page 7: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Jika diberikan suatu senyawa dengan selang dosis tetap maka konsentrasi setimbang kurang lebih sebanding dengan waktu paruh eliminasi. Apabila waktu paruh suatu bahan meningkat , misalnya akibat kerusakan hati atau ginjal, maka angka plateu juga akan naik

Kecuali sifat-sifat fisiko kimia xenobiotika.berbagai faktor perorangan juga menentukan konsentrasi –ready-state- seperti misalnya penyakit pada organ yang terlibat dalam eliminasi atau pemberian obat secara bersamaanyang enyebabkan interaksi farmakokinetika.

Page 8: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Secara definitif, T1/2 adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi separuhnya. Nilai T1/2 ini banyak digunakan untuk memperkirakan berbagai kondisi kinetik, misalnya kapan obat akan habis dari dalam tubuh, kapan sebaiknya dilakukan pemberian ulang (interval pemberian), kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai keadaan tunak (steady state) pada pemberian berulang.

Lanjutan…

Page 9: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Plot antara konsentrasi obat dalam plasma (Cp) terhadap waktu (t) menghasilkan nilai AUC (Area Under Curve). Nilai ini menggambarkan derajat absorpsi, yakni berapa banyak obat diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Dengan membandingkan nilai AUC pemberian ekstravaskuler terhadap AUC intravena suatu obat dengan dosis yang sama, akan didapatkan nilai ketersediaan hayati absolut (atau disebut F), yakni fraksi obat yang dapat diabsorpsi dari pemberian ekstravaskuler. Parameter ini juga menunjukkan lama dan intensitas keberadaan obat dalam tubuh. Bila intensitas efek obat sangat erat kaitannya dengan kadar (misalnya untuk obat-obat teofilin, tolbutamid, digoksin, antibiotika), secara tidak langsung nilai ini juga akan menggambarkan durasi dan intensitas efek obat. Gambaran durasi didapatkan dari lamanya kadar obat berada di atas kadar efektif minimal (KEM), dan intensitas efek dapat digambarkan dengan tingginya kadar obat terhadap KEM.

Page 10: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa pemberian dosis berulang bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam plasma dan durasi.

Page 11: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Walaupun konsentrasi dan durasi tetap dipertahankan namun korelasinya terhadap respon tidak selalu baik. Karena kadar obat yang terukur dalam darah justru tidak bertambah tinggi meskipun obat diberikan berulang-ulang (atau yang disebut sebagai steady state). Hal ini terjadi karena tubuh mempunyai kemampuan untuk membentuk kompleks yang akan menyebabkan terjadinya penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Korelasi buruk dapat terjadi tergantung pada kondisi pasien dan bentuk aktif dari obat (metabolit atau obat utuh).

Page 12: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Kenaikan konsentrasibahanberkhasiatpadapemberianberulang . Inibergantungpadaselangpemberiandosisrelatif (ε) (perbandinganselangbemberiandosisτterhadapwaktuparuheliminasi).

ε = Dan terjadipadaε< 1

Kumulasi

Page 13: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Pemberian melalui infus diartikan sebagai pemberian obat secara perlahan-lahan dengan jangka waktu lama, sehingga didapatkan keseimbangan antara kecepatan masuknya obat ke sirkulasi sistemik dengan kecepatan eliminasi obat. Tujuan dari pemberian obat melalui infus terutama adalah agar didapatkan kadar terapetik yang terpelihara (konstan), yang memang diperlukan pada keadaan keadaan tertentu. Untuk itu, perlu dibedakan pemberian obat bersama infus atau pemberian obat secara perlahan-lahan. Pada saat akan dimulainya pemberian suatu obat secara infus, kadar obat dalam tubuh adalah nol. Kemudian diberikan infus, maka kadar obat akan naik, setelah waktu tertentu proses eliminasi akan seimbang dengan kecepatan masuknya obat, sehingga didapatkan keadaan yang disebut “steady state” atau“plateau”. Steady state ini dapat dipertahankan, apabila kecepatan infus diatur sedemikian rupa sehingga seimbang dengan kecepatan eliminasi (lihat Gambar 5).

PROFIL FARMAKOKINETIKA PEMBERIAN OBAT MELALUI INFUS

Page 14: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat
Page 15: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Dengan demikian, secara matematis jumlah obat yang berada dalam tubuh (Ass) dan kadar obat dalam darah (Css) pada keadaan steady state (=tunak) dapat diprediksi dengan formula:

                     Ro a) Css = ————–       atau Ass = Css x Vd                    Kel                        Ro b) Css = ————–                     CL Keterangan : Css adalah kadar obat pada keadaan tunak Ro adalah kecepatan infus CL adalah klirens tubuh total Ass adalah jumlah obat yang berada dalam tubuh pada keadaan

tunak.  

Page 16: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Waktu untuk mencapai keadaan tunak pada pemberian obat melalui infus.

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan tunak? Bila infus diberikan dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan eliminasinya, maka keadaan tunak akan tercapai dalam waktu 3,3 x T 1/2. Pada keadaan tertentu, mungkin waktu ini terlalu lama. Untuk itu, pencapaian keadaan tunak dapat dipercepat dengan pemberianbolus, yaitu sejumlah dosis obat yang diberikan secara cepat. Pemberian bisa dilakukan dengan cara mempercepat tetesan infus selama waktu tertentu, bisa dengan memberikan sejumlah dosis per injeksi intravena (lihat Gambar 6a, 6b, 6c).

Page 17: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat
Page 18: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Apabila kadar obat selama infus dipertahankan supaya tidak berubah, maka setelah infus dihentikan, kadar obat akan menurun, mengikuti pola kinetika eliminasi yang dimiliki oleh obat tersebut (lihat Gambar 7)

Page 19: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat
Page 20: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus. Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus yaitu metronidazol

( 500 mg metronidazol dalam 100 ml infus). Metronidazol bekerja sebagai bakterisid, amubisid dan trikomonasid.

Farmakokinetik Absorpsi Setelah pemberian infus IV selama 1 jam dengan dosis 15

mg/kgBB kemudian diikuti dengan pemberian infus IV metronidazol Hcl selama 1 jam dengan dosis 7,5 mg/kgBB setiap 6 jam pada orang dewasa sehat, konsentrasi puncak metronidazol dalam plasma rata-rata 26μg/ml dan konsentrasi yang mantap dalam plasma rata-rata 18 μg/ml. Dalam satu studi crossover pada orang dewasa, daerah bawah kurva (AUCs = area under the concentration – time curves) tidak ada perbedaan secara signifikan pada pemberian dosis metronidazol tablet 500 mg dengan dosis infus IV tunggal 500 mg metronidazol HCl yang diberikan selama 20 menit.

   

Page 21: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Distribusi Metronidazol didistribusikan secara luas ke dalam jaringan

dan cairan tubuh termasuk tulang, empedu, air liur, cairan pleural, cairan peritoneal, cairan vagina, cairan seminal, cairan serebrospinal (CSF = cerebrospinal fluid), dan abses hati dan otak. Distribusi pada pemberian oral maupun pemberian infus IV adalah sama. Konsentrasi metronidazol dalam cairan serebrospinal dilaporkan sebanyak 43% dari konsentrasi metronidazol dalam plasma, pada pasien denganuninflamed meninges serta sebanding atau lebih besar dari konsentrasi metronidazol dalam plasma pada pasien dengan inflamed meninges. Metronidazol juga didistribusi ke dalam eritrosit. Ada data yang menduga bahwa volume distribusi metronidazol menurun pada pasien geriatrik dibandingkan pasien usia muda, hal ini mungkin merupakan akibat dari menurunnya ambilan metronidazol oleh eritrosit pada pasien geriatrik. Metronidazol terikat kurang dari 20% pada protein plasma. Metronidazol melewati plasenta, didistribusikan ke dalam ASI dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi metronidazol dalam plasma.

Page 22: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Eliminasi: Waktu paruh dalam plasma dari metronidazol

dilaporkan 6-8 jam pada orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hepar normal. Suatu studi dengan menggunakan metronidazol HCl yang dilabel, waktu paruh dari metronidazol bentuk utuh rata-rata 7,7 jam dan waktu paruh dari radioaktivitas total rata-rata 11,9 jam. Waktu paruh metronidazol dalam plasma tidak dipengaruhi oleh perubahan fungsi ginjal, akan tetapi waktu paruh dapat lebih panjang pada pasien gangguan fungsi hepar. Studi pada orang dewasa dengan penyakit hepar alkoholik dan gangguan fungsi hepar memperlihatkan bahwa waktu paruh rata-rata 18,3 jam (kisaran: 10,3-29,5 jam).

 

Page 23: Evaluasi Kadar Obat Dalam Tubuh Setelah Pemberian Obat

Inkompatibilitas obat melalui infus.

Ada obat yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat. Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian “piggy back”; dan larutan “bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai Contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat - obat ini kompatibel di dalam spuit. Selain itu perlu waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV.