46
EVALUASI GAM IMPLAN HID DENGAN HIDR TKF) PADA DO FAK IN MBARAN KLINIS PERSEMBUHA DROKSIAPATIT KITOSAN (HA-KI ROKSIAPATIT TRIKALSIUM FOS OMBA LOKAL (Ovis aries) SEBAGA MODEL UNTUK MANUSIA GENDIS AURUM PARADISA KULTAS KEDOKTERAN HEWAN NSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 AN TULANG ITOSAN) SFAT (HA- AI HEWAN

EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

EVALUASI GAMBARAN KLINISIMPLAN HIDROKSIAPATIT KITOSAN (HA

DENGAN HIDROKSIAPATIT TTKF) PADA DOMBA LOKAL (

FAKULTAS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN HIDROKSIAPATIT KITOSAN (HA-KITOSAN) HIDROKSIAPATIT TRIKALSIUM FOSFAT (HA

PADA DOMBA LOKAL (Ovis aries) SEBAGAI HEWAN MODEL UNTUK MANUSIA

GENDIS AURUM PARADISA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

PERSEMBUHAN TULANG KITOSAN)

RIKALSIUM FOSFAT (HA-) SEBAGAI HEWAN

Page 2: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

RINGKASAN

GENDIS AURUM PARADISA. Evaluasi Gambaran Klinis Persembuhan Tulang Implan Hidroksiapatit Kitosan (HA-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Trikalsium Fosfat (HA-TKF) pada Domba Lokal (Ovis aries) sebagai Hewan Model untuk Manusia. Dibimbing oleh GUNANTI dan HARRY SOEHARTONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses persembuhan tulang dengan implan tulang hidroksiapatit kitosan (HA-Kitosan) dan hidroksiapatit trikalsium fosfat (HA-TKF) yang diujicobakan pada domba lokal dilihat dari gambaran klinis. Parameter yang diamati berupa suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas dan keberadaan kalus pada tulang. Domba yang digunakan adalah domba lokal berjumlah 6 ekor yang sehat secara klinis. Domba dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama sebanyak 3 ekor domba menerima implan HA-Kitosan dan kelompok kedua sebanyak 3 ekor domba menerima implan HA-TKF. Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post operasi yang dilakukan setiap hari hingga domba dipanen. Hasil pengamatan menunjukkan pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas domba dan tidak memperlama peradangan serta tidak menimbulkan respon imun. Baik implant HA-Kitosan maupun HA-TKF dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu fisiologis tubuh namun pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mempercepat persembuhan tulang. Kata kunci: suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas, persembuhan tulang, implan tulang, hidroksiapatit, kitosan, trikalsium fosfat, domba lokal.

Page 3: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

ABSTRACT

GENDIS AURUM PARADISA. Evaluation Clinical View between Bone Healing Implant of Hydroxyapatite-Chitosan (HA-Chitosan) with Hydroxyapatite-Tricalcium Phosphate (HA-TCP) in Local Sheep as Animal Model for Human. Under the supervision of GUNANTI and HARRY SOEHARTONO.

The aim of this study was to evaluate clinical view between bone healing process of implanted hydroxyapatite-chitosan (HA-Chitosan) with hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA-TCP) in local sheep. Six healthy sheep were divided into two groups. Three sheep received HA-chitosan implant, while the others received HA-TCP implant. Observations were carried out by clinical examination of pre-surgery and post-surgery until sheep were harvested. The result showed that implantation of HA-Chitosan and HA-TCP did not interfere the physiological of body temperature, heart rate and respiratory rate of sheep, also did not prolong the inflammation and did not generate an immune response. Both HA-chitosan and HA-TKF implant were well tolerated by the body and did not interfere the physiological body but the implant of HA-Chitosan and HA-TKF did not accelerate bone healing. Keywords: temperature, heart rate, respiratory rate, bone healing, bone implant, hydroxyapatite, chitosan, tricalsium phosphate, local sheep.

Page 4: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian sebagiaan atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 5: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN TULANG IMPLAN HIDROKSIAPATIT KITOSAN (HA-KITOSAN)

DENGAN HIDROKSIAPATIT TRIKALSIUM FOSFAT (HA-TKF) PADA DOMBA LOKAL (Ovis aries) SEBAGAI HEWAN

MODEL UNTUK MANUSIA

GENDIS AURUM PARADISA

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Page 6: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Judul Skripsi : Evaluasi Gambaran Klinis Persembuhan Tulang Implan Hidroksiapatit Kitosan (Ha-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Trikalsium Fosfat (HA-TKF) pada Domba Lokal (Ovis aries) sebagai Hewan Model untuk Manusia

Nama : Gendis Aurum Paradisa NIM : B04061575

Disetujui

Dr. drh. Hj. Gunanti, MS drh. R. Harry Soehartono, M.App. Sc, Ph.D Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus :

Page 7: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dimulai bulan Maret

hingga Juli 2009 dengan judul Perbandingan Klinis Persembuhan Tulang Implan

Hidroksiapatit Kitosan (Ha-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Trikalsium Fosfat

(HA-TKF) pada Domba Lokal (Ovis aries) sebagai Hewan Model untuk Manusia.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Keluarga tercinta (Papa Lebdo Atmoko, Mama Stri Rina Nugrahan, serta kedua

adik yaitu Gilang Talenta Atmoko dan Garnis Aurora Nirvana) atas dukungan,

semangat, doa dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Dr. drh. Hj. Gunanti, MS dan drh. R. Harry Soehartono, M.App. Sc, Ph.D

selaku pembimbing skripsi atas ilmu, keterampilan, nasihat, saran, kritik,

perhatian dan kesabaranya dalam membimbing penulis.

3. Prof. Djarwani dan Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc atas kerja samanya

4. Dr. Drh. Risa Tiuria. MS, selaku dosen pembimbing akademik.

5. Drh. Riki Siswandi, Drh. Fakhrul Ulum, Pak Katim, Pak Kosasih dan Pak

Dahlan atas bantuan yang telah diberikan selama berjalanya penelitian.

6. Rekan-rekan sepenelitian (Shakerz), (Asmawati, Ayu Berlianty, Dwi Kolina,

Rachmat Ayu Dewi Haryati, Raditya Pradana Putra dan Shanti Purwanti) atas

kerjasama, dukungan, semangat dan kebersamaanya selama penelitian

berlangsung.

7. Harlendo Swedianto atas bantuan, dukungan, semangat, perhatian, pengertian,

cinta dan kasih sayangnya.

8. Sahabat-sahabat terbaik (Ivone Noor Arifin, Trie Yulianty dan Melati

Anggraini), dan teman-teman Aesculapius 43 atas semangat, dukunganya dan

bantuanya dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2010

Gendis Aurum Paradisa

Page 8: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 10 Febuari 1989

dari ayah Lebdo Atmoko dan ibu Stri Rina Nugraha. Penulis merupakan putri

pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 81 Jakarta dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.

Penulis memilih program studi Kedokteraan Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan

Belajar Mahasiswa. Penulis juga aktif menjadi anggota Divisi Olahraga, Seni dan

Budaya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (BEM FKH)

2007-2008, Sekretaris II Komunitas Seni STERIL 2007-2008, anggota Divisi

Eksternal Himpunan Minat Profesi Satwa Liar (Satli) 2007-2008 dan sekretaris I

Komunitas Seni STERIL 2008-2009.

Page 9: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... vi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………..…...……... 1

1.2 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 3

1.3 Manfaat Penelitian………………………………………………….. 3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Domba Lokal……………………………………………………….. 4

2.2 Suhu Tubuh, Denyut Jantung/Pulsus dan Nafas……………………. 5

2.2.1 Suhu Tubuh………………………………………..…............ 5

2.2.2 Frekuensi Jantung……………………………………..……... 6

2.2.3 Nafas………………………………………………………… 7

2.3 Tulang……………………………………………………….……… 8

2.4. Persembuhan Tulang……………………………………..………… 10

2.4.1 Peradangan…………………………………………………… 13

2.5. Implan Tulang (Bone Graft)………………………………………... 14

2.5.1 Hidroksiapatit (HA)…………………………………………. 16

2.5.2 Trikalsium Fosfat (TKF).……………………………………. 17

2.5.3 Kitosan.…………………………………………………........ 18

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian…………………….…………..…….. 19

3.2 Materi Penelitian……………………………………………………. 19

3.2.1 Alat Penelitian………………………………………….......... 19

3.2.2 Metode Penelitian………………………………………........ 19

Page 10: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pemeriksaan Fisik……………………………………………... 23

4.1.1 Suhu Tubuh…………………………………………………... 23

4.1.2 Frekuensi Jantung……………………………………………. 24

4.1.3 Frekuensi Nafas……………………………………………… 25

4.2 Data Persembuhan Tulang………………………………………….. 26

4.2.1 Keadaan Kalus pada Tulang…………………………………. 26

4.2.2 Peradangan…………………………………………………… 27

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan……………………………………………………………. 30

5.2 Saran………………………………………………………………… 30

6. DAFTAR PUSTAKA

Page 11: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Rataan parameter peradangan mulai hari pertama pembentukan

kalus domba pada persembuhan implan tulang disetiap

kelompok perlakuan dan kontrol positif……….……………… 28

Page 12: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Domba Lokal……………………………………………... 4

Gambat 2 Pori pada Tulang………………………………………….. 9

Gambar 3 Proses Persembuhan Tulang…………………………….... 11

Gambar 4 Pemeriksaan suhu tubuh………………………………….. 21

Gambar 5 Pemeriksaan frekuensi jantung……...………...…….……. 21

Gambar 6 Pemeriksaan frekuensi nafas…………………………….... 21

Gambar 7 Penggantian verban……………………………………….. 21

Gambar 8 Peradangan………………………………………………... 21

Gambar 9 Pengukuran panjang kalus………………………………... 22

Gambar 10 Pengukuran lebar kalus………………………………….... 22

Gambar 11 Pengukuran tinggi kalus…………………………………... 22

Gambar 12 Rataan suhu tubuh domba pada persembuhan implan

tulang disetiap kelompok perlakuan.……………………... 23

Gambar 13 Rataan frekuensi jantung domba pada persembuhan implan

tulang disetiap kelompok perlakuan.……………………... 24

Gambar 14 Rataan frekuensi nafas domba pada persembuhan implan

tulang disetiap kelompok perlakuan.……………………... 25

Gambar 15 Rataan persembuhan tulang (panjang, lebar dan tinggi

kalus) domba pada persembuhan implan tulang disetiap

kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol

positif.…………………………………………………….. 26-27

Page 13: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Implan tulang atau bone graft merupakan peletakkan tulang baru atau

material pengganti ke dalam ruang disekitar tulang rusak atau fraktur dalam

membantu penyembuhan tulang (Chen 2008). Implan tulang digunakan untuk

memperbaiki fraktur tulang komplek yang dapat membahayakan kesehatan atau

untuk tulang yang gagal sembuh dengan baik. Selanjutnya implan tulang dapat

memperbaiki kerusakan tulang oleh penyakit kongenital, cedera traumatis atau

operasi kanker tulang atau rekonstruksi wajah (Laurencin 2009).

Jenis dan sumber jaringan pada implan tulang dapat dibagi menjadi

autograft (tulang berasal dari individu penerima implan tersebut), allograft

(tulang berasal dari individu pendonor), xenograft (tulang substitusi berasal dari

spesies lain seperti sapi). Autograft dan allograft memberikan manfaat namun

masing-masing memiliki keterbatasan sehingga dalam persembuhan tulang

dibutuhkan alternatif jenis dan sumber jaringan. Alternatif dapat menggunakan

berbagai material termasuk polimer alam, polimer sintetik, keramik dan komposit

(Laurencin 2009). Salah satu alternatif yang banyak digunakan adalah varian

sintetik yaitu implan tulang terbuat dari keramik seperti kalsium fosfat (misalnya

hidroksiapatit dan trikalsium fosfat) (Anonim1 2010) dan polimer seperti kitosan.

Material hidroksiapatit (HA) [Ca10(PO4)6(OH)2] dikembangkan sebagai

tulang sintetis di banyak penelitian. HA memiliki sifat berpori, terserap tulang

(resorbsi), bioaktif, tidak korosi, inert dan tahan aus, walaupun HA memiliki

kelemahan yaitu getas dan mudah patah (Putri 2008), sehingga penggunaan HA

sering dikombinasikan dengan material lainnya. Penelitian ini menggunakan

hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF) dan hidroksiapatit-kitosan (HA-

kitosan) sebagai material implan tulang untuk regenerasi tulang.

Trikalsium fosfat (TKF) [Ca3(PO4)2] adalah keramik berpori yang memiliki

sifat biologis non-reaktif dan resorbable, bertindak sebagai scaffold untuk

pertumbuhan ke dalam tulang sehingga penggantian tulang dapat mengalami

degradasi progresif (Lange et al. 1986). Kalsium hidroksiapatit dan trikalsium

fosfat adalah keramik bioaktif dan termasuk ke dalam anggota kalsium fosfat

Page 14: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

(Keating & Mc Queen 2001; Lane, Tonin & Bostrom 1999; LeGeros 2002, diacu

dalam Sunil, Goel & Rastogi 2008). Penelitian biologi, biomekanik dan histologi

tentang implan HA-TKF ke dalam tulang memiliki sifat osteokonduktif yang baik

dan biokompatibel (Bucholz 1989).

Kitosan adalah biokopolimer yang terdiri dari glukosamin dan N-

acetyloglucosamine yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Memiliki nilai komersial

dan kemungkinan dalam penggunaan sebagai biomedikal. Kitosan berasal dari

cangkang udang dan crustacean laut lainnya, termasuk Pandalus (Shahidi &

Synowieski 1991). Kitosan digunakan sebagai perekat atau implan dalam bedah

ortopedi. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk memproduksi scaffold (Ratajska et

al. 2008).

Standar Internasional menyatakan anjing, domba, kambing, babi atau kelinci

adalah spesies yang cocok untuk pengujian bahan implantasi tulang (Ravaglioli et

al. 1996), karena komposisi mineral manusia dan hewan tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan. Penggunaan domba untuk penelitian ortopedi terus

meningkat dikarenakan kemiripan dengan manusia di struktur tulang dan sendi

dan dalam regenerasi tulang (Nunamaker 1989; Augat 1998; Sarkar, Patka, Kinzl

2001, diacu dalam Nuss et al. 2006), serta memiliki dimensi tulang panjang yang

sesuai untuk implantasi pada implan manusia dan prostesis (Newman et al. 1995).

Domba merupakan model yang berharga untuk regenerasi tulang manusia dan

aktivitas remodelling (Chavassieux et al. 1987; den Boer et al. 1999; Pastoureau

et al. 1989, diacu dalam Pearce et al. 2007). Dalam mendukung teori ini,

penelitian yang mengamati pertumbuhan tulang keropos diberi implan di distal

tulang paha domba menunjukkan domba dan manusia memiliki pola yang serupa

dalam pertumbuhan tulang hingga implan terserap dari waktu ke waktu (Pearce et

al. 2007). Alasan ini yang mendasari pemakaian domba sebagai hewan coba

dalam penelitian ini.

Page 15: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses persembuhan tulang

dengan implan tulang HA-Kitosan dengan HA-TKF yang diujicobakan pada

domba lokal dilihat dari gambaran klinis berupa pemeriksaan fisik (suhu tubuh,

frekuensi jantung dan frekuensi nafas) dan persembuhan tulang (keadaan kalus

pada tulang dan peradangan).

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai evaluasi

gambaran klinis pesembuhan tulang implan HA-Kitosan dan HA-TKF yang

diujicobakan pada domba lokal sebagai hewan model untuk penggunaan implan

tersebut pada manusia.

Page 16: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Domba Lokal

Taksonomi domba lokal (Ovis aries) yaitu (Herren 2000):

Gambar 1 Domba Lokal

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Subfamili : Caprinae

Genus : Ovis

Spesies : O.Aries

Binomial : Ovis aries

Cara menghitung umur domba dilihat dari gigi depan, sepasang gigi susu

akan digantikan gigi dewasa yang lebih besar setiap tahun. Gigi lengkap domba

dewasa berjumlah delapan gigi depan yang akan lengkap sekitar umur empat

tahun. Gigi depan kemudian berangsur-angsur hilang akibat pertambahan umur

domba (Schoenian 2007).

Domba merupakan salah satu spesies yang cocok untuk pengujian bahan

implantasi tulang (Ravaglioli et al. 1996). Pada periode 1990-2001, pemakaian

domba dalam penelitian ortopedik yang meliputi patah tulang (fraktur),

osteoporosis, bone-lengthening dan osteoarthritis sebanyak 9-12%. Jumlah ini

meningkat dibandingkan pada periode 1980-1989 yang hanya sebanyak 5%

(Martini et al. 2001, diacu dalam Pearce et al. 2007). Peningkatan penggunaan ini

Page 17: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

berkaitan dengan isu-isu etis dan persepsi negatif publik terhadap penggunaan

hewan kesayangan untuk penelitian medis. Domba menawarkan keuntungan

untuk digunakan sebagai hewan model implantasi tulang karena domba memiliki

dimensi tulang panjang yang sesuai untuk implantasi pada pengimplanan manusia

dan prostesis (Newman et al. 1995, diacu dalam Pearce et al. 2007). Domba

merupakan model yang berharga untuk regenerasi tulang manusia dan aktivitas

remodelling (Chavassieux et al. 1987; den Boer et al. 1999; Pastoureau et al.

1989, diacu dalam Pearce et al. 2007).

2.2 Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung dan Nafas

2.2.1. Suhu Tubuh

Ditinjau dari pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua

golongan yaitu poikiloterm dan homoiterm. Suhu tubuh poikiloterm dipengaruhi

oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu

tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Contoh hewan

berdarah dingin adalah ular dan ikan. Hewan homoiterm sering disebut hewan

berdarah panas (Duke 1995). Hewan berdarah panas suhu tubuh lebih stabil, hal

ini dikarenakan adanya reseptor dalam otak sehingga dapat mengatur suhu tubuh.

Hewan berdarah panas dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang

berbeda disebabkan karena kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan dalam

kelompok ini mempunyai variasi suhu normal yang dipengaruhi oleh faktor umur,

kelamin, lingkungan, panjang waktu siang dan malam dan makanan yang

dikonsumsi (Swenson 1997). Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung

dan mamalia (Guyton & Hall 1993). Domba termasuk hewan berdarah panas.

Suhu tubuh normal pada domba adalah 38,9-40,°C (Kelly 1974).

Suhu tubuh yang dihitung dengan termometer tidak menunjukkan jumlah

total dari panas yang diproduksi, namun hanya merefleksikan keseimbangan

(keadaan tetap) antara produksi panas dan kehilangan panas. Suhu permukaan

kulit biasanya lebih rendah daripada bagian dalam tubuh. Tingginya suhu tubuh

berhubungan penting terhadap kehilangan panas (Kelly 1974).

Page 18: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain:

1. Ukuran hewan, semakin kecil hewan semakin tinggi suhu normal tubuhnya.

2. Jenis kelamin, betina memiliki suhu normal tubuh lebih tinggi daripada

jantan.

3. Hewan bunting memiliki suhu normal tubuh lebih tinggi.

4. Umur, hewan muda memiliki suhu normal tubuh lebih tinggi daripada

hewan tua.

5. Aktifitas makan, suhu tubuh hewan meningkat setelah makan, terutama

apabila makan terlalu banyak.

6. Olahraga (exercise).

7. Parturasi.

8. Terkena suhu atmosfer yang tinggi.

9. Excited, ketika hewan excited suhu tubuhnya meningkat.

10. Prosedur dalam pemeriksaan fisik dapat menyebabkan peningkatan suhu

tubuh.

Semua hewan sehat memiliki suhu tubuh bervariasi sepanjang hari. Suhu

rendah pada pagi hari, sedikit meninggi pada tengah hari dan mencapai puncak

sekitar pukul 6 sore hari. Hewan di bawah pengamatan klinis, suhu tubuh

biasanya diukur dua kali sehari (pagi dan malam hari). Perbedaan antara kedua

pembacaan tersebut merupakan variasi harian (Kelly 1974).

2.2.2. Frekuensi Jantung

Frekuensi jantung domba berkisar antara 70-90 denyut/menit (Kelly 1974).

Frekuensi jantung adalah laju jantung berdetak per menit. Peningkatan frekuensi

jantung disebut takikardia sedangkan penurunan frekuensi jantung disebut

bradikardia. Pulsus didapat di arteri femoralis, di atas daerah inguinal, di bagian

medial paha pada domba.

Menurut Adisuwirdjo (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi

jantung yaitu:

1. Aktivitas, aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi kerja

jantung.

2. Ion kalsium, ion kalsium memicu sistol yaitu kontraksi salah satu

ruangan jantung pada proses pengosongan ruangan tersebut. Diastol

Page 19: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

adalah reaksi dari satu ruang jantung sesaat sebelum dan selama

pengisian ruangan tersebut.

3. Kadar CO2, dapat menaikkan frekuensi maupun kekuatan kontraksi

jantung.

4. Asetilkolin, dapat mengurangai frekuensi jantung.

5. Adrenalin, dapat menaikkan frekuensi jantung.

6. Atropin dan nikotin, dapat mempercepat frekuensi jantung.

7. Morphin, dapat memperlambat frekuensi jantung.

8. Suhu tubuh, semakin tinggi suhu maka frekuensi jantung juga semakin

besar.

9. Berat badan, semakin berat badan seseorang atau hewan maka

frekuensi jantung juga semakin besar.

10. Umur, umur muda memiliki frekuensi jantung yang lebih cepat.

Kelly (1974) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi frekuensi

jantung yaitu ukuran hewan, kondisi fisik, jenis kelamin, kebuntingan, parturasi,

laktasi, excitement, olahraga, postur, proses pencernaan makanan, ruminasi dan

suhu lingkungan. Menurut Ville et al. (1988) laju pompa jantung dipengaruhi oleh

aktivitas mamalia atau manusia itu sendiri. Jantung pada berbagai hewan dapat

berkontraksi dengan sendirinya tanpa ada rangsangan dari luar. Jantung mamalia

sensitif terhadap pasokan oksigen dan suhu (Kay 1998).

2.2.3. Nafas

Bernafas adalah tindakan membawa udara ke dalam dan kemudian

mengeluarkan udara dari paru-paru. Paru-paru adalah struktur komplek yang

dirancang untuk memberikan pertukaran gas yang mudah, terutama oksigen dan

karbon dioksida antara udara dan darah. Kisaran pernafasan normal domba adalah

20-30 nafas/menit (Kelly 1974).

Frekuensi dan ritme pernafasan dapat diketahui dengan menempatkan satu

tangan di daerah flank bawah pada hewan. Frekuensi nafas juga dapat diketahui

dengan memperhatikan pergerakan nostril atau lebih efisien dengan auskultasi

pada thorak atau trakea. Tindakan bernafas diatur secara sengaja dan reflek

dengan memonitor fungsi pusat pernafasan di medulla oblongata. Faktor-faktor

Page 20: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

yang dapat meningkatkan frekuensi nafas antara lain excitement, ketakutan, suhu

lingkungan yang tinggi, kelembaban, setelah olahraga dan obesitas (Kelly 1974).

2.3 Tulang

Tulang adalah jaringan biologis dinamis terdiri dari metabolisme sel-sel

aktif yang diintegrasikan ke dalam kerangka kerja yang kaku (Kalfas & FACS

2001). Porsi yang signifikan dari kerangka masih terdiri dari tulang rawan pada

hewan yang baru lahir. Kerangka tulang yang matang berkembang selama

pertumbuhan karena kemampuan sel yang disebut osteosit untuk deposit garam

tulang (terutama garam kalsium) di lamela atau lembaran (Heath & Olusanya

1985).

Kehadiran pembuluh darah sangat penting untuk kehidupan osteosit

sekitarnya dan pemeliharaan tulang itu sendiri. Tulang memiliki pori yang dapat

digunakan sebagai saluran untuk aliran darah dan menyediakan cara tulang untuk

hidup dengan mengusahakan tulang itu sendiri berbaur dengan implan secara

permanen (Schowengerdt 2002). Tulang adalah jaringan hidup dan bahkan pada

hewan dewasa terus-menerus mengalami perubahan. Sel yang disebut osteoklas

menghancurkan tulang tua sementara osteosit memproduksi tulang baru. Pada

orang dewasa tulang dapat membentuk kembali dengan sendirinya sebagai respon

terhadap kerusakan bagian tulang walaupun kemampuan ini berkurang dengan

bertambahnya umur (Heath & Olusanya 1985).

Pada penampang longitudinal dan transversal dari suatu tulang panjang

tampak bahwa tulang terdiri atas dua bagian yaitu substansi compacta dan

substansi spongiosa. Substansi compacta merupakan bagian luar yang padat.

Tebal bagian ini berbeda-beda, tergantung dari pengaruh tenaga tekan dan tarik

yang dialami tulang (Soesetiadi 1977). Substansi spongiosa merupakan bagian

dalam tulang yang terbentuk oleh trabekula-trabekula tipis yang membentuk

jalinan seperti sepon atau bunga karang (spongy) (Astawan 2002). Cavum

medullaris adalah ruangan yang terdapat pada tulang panjang yang berisi sumsum

tulang. Pada hewan muda, sumsum tulang berupa sumsum tulang merah yang

dapat membuat sel-sel darah dan dengan meningkatnya usia, sumsum tulang

merah ini digantikan dengan sumsum tulang kuning yang teridri atas jaringan

lemak biasa (Soesetiadi 1977).

Page 21: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Gambar 2 Pori pada Tulang (Schowengerdt 2002)

Kesatuan struktural yang membentuk tulang dinamakan osteon yang terdiri

atas:

1. Saluran havers, yaitu suatu saluran yang terletak di tengah dan berisi darah

pada hewan muda. Pada hewan dewasa saluran ini kosong. Saluran havers

berjalan sejajar dengan bidang longitudinal dan dapat dihubungkan satu

sama lain oleh saluran volkman.

2. Lamela, yaitu daun-daun yang dibentuk oleh serabut-serabut kolagen

dengan arah yang sejajar dengan bidang longitudinal tulang. Jurusan serabut

kolagen pada suatu lamela bersilangan dengan serabut pada lamel yang ada

disebelahnya.

3. Osteosit, atau sel tulang mempunyai penjuluran yang bercabang.

4. Bahan intraseluler, terdiri atas bahan organik dan anorganik (Soesetiadi

1977).

Tulang merupakan jaringan ikat khusus. Seperti halnya jaringan ikat yang

lain, tulang terdiri dari sel-sel tulang dan matriks, namun pada tulang matriksnya

mengalami mineralisasi. Mineral tulang adalah kalsium fosfat dalam bentuk

kristal hidroksiapatit. Mineralisasi tersebut menyebabkan tulang menjadi jaringan

yang keras sehingga mampu menjadi penunjang dan pelindung (Astawan 2002).

Sel-sel tulang terdiri dari empat jenis, yaitu:

1. Osteoprogenitor, dapat tumbuh dan berkembang menjadi osteoblast.

2. Osteoblast, mensintesis matriks tulang.

Page 22: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

3. Osteosit, merupakan perkembangan dari osteoblast yang sudah dikelilingi

oleh matriks hasil sekretanya.

4. Osteoklas, adalah sel yang mampu menyerap tulang (fagositosis) pada

proses pertumbuhan tulang, bisa terletak pada permukaan tulang. Sel

osteoklas tumbuh dari sumsum tulang (Astawan 2002).

Berat tulang sekitar 20% adalah air (Recker 1992, diacu dalam Kalfas &

FACS 2001). Berat tulang kering terdiri atas kalsium fosfat anorganik (65-70%)

dan matriks organik protein fibrous dan kolagen (30-35%) (Copenhaver, Kelly,

Wood 1987, diacu dalam Kalfas 2001). Osteoit adalah matriks organik yang tidak

dimineraliasi yang dikeluarkan oleh osteoblas. Osteosit terdiri dari 90% tipe I

kolagen dan 10% substansi dasar yang terdiri dari protein nonkolagenus,

glikoprotein, proteoglikan, peptida, karbohidrat dan lipid (Prolo 1990, diacu

dalam Kalfas 2001). Isi anorganik tulang terutama terdiri dari kalsium fosfat dan

kalsium karbonat, dengan sedikit magnesium, fluorid dan sodium. Bentuk kristal

mineral hidroksiapatit yang presipitat tersusun teratur disekitar serat kolagen dari

osteoit. Kalsifikasi osteoit awal biasanya terjadi dalam beberapa hari dari sekresi

tetapi lengkap setelah beberapa bulan (Kalfas 2001).

2.4. Persembuhan Tulang

Hewan normal dapat memproduksi dengan segera jaringan embrionik untuk

menyembuhkan bagian yang rusak pada tulang. Proses persembuhan tulang

diawali dengan proses transformasi menjadi fibro kartilago dan kemudian menjadi

tulang, terdapat berturut-turut kalus kartilago dan kalus tulang. Terakhir jika

diterima tersusun dari tulang cancellated. Setelah kalus lengkap dan telah

membentuk penyatuan yang solid antara bagian yang rusak maka kalus berkurang

volumenya kemudian terjadi pemisahan antara fragmen kalus. Ketika pemisahan

telah sedikit, kalus menjadi tidak terasa setelah selang beberapa bulan (Connor

1980). Proses persembuhan tulang dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 23: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Gambar 3 Proses Persembuhan Tulang (Anonim2 2010)

Persembuhan tulang pada tulang yang patah atau rusak terdiri dari beberapa

fase, yaitu:

1. Fase hematoma

Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga

terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pembuluh darah robek dan

membentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Hematoma ini disertai dengan

pembengkakan jaringan lunak. Sel-sel darah membentuk fibrin guna

melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan

fibroblas. Ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter

dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur

tersebut. Stadium ini berlangsung 24–48 jam (Rizka 2010).

2. Fase proliferatif

Terjadi proliferasi dan diferensiasi sel-sel periosteal dan endosteal

menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum dan sumsum

tulang yang telah mengalami trauma pada stadium ini. Hematoma akan

terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Sel-sel yang

mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam,

Proses Persembuhan Fraktur

Minggu Ke-1 Minggu Ke-2 sampai ke-3

Minggu Ke-4 sampai ke-16 Minggu Ke-17 sampai seterusnya

Hematoma (atau Inflamasi) Kalus Halus

Kalus Keras Remodelling

Page 24: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

osteoblas beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Bersamaan dengan

aktivitas sel-sel sub-periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis

medularis dari lapisan endosteum dan dari sumsum tulang masing-masing

fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing

fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses terus berlangsung

kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan

fraktur satu sama lain. Saat ini mungkin tampak dibeberapa tempat pulau-

pulau kartilago yang banyak sekali, walaupun adanya kartilago ini tidak

mutlak dalam penyembuhan tulang. Terbentuklah tulang baru yang

menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah dalam beberapa hari. Sudah

terjadi pengendapan kalsium pada fase ini. Fase berlangsung selama 8 jam

setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya (Rizka 2010).

3. Fase pembentukan kalus

Area kecil tulang muda berhenti di sekitar pembuluh darah dalam

seminggu. Tulang dewasa dibentuk lebih lambat di lamella paralel (tulang

lamellar), tenunan tulang ini dibentuk secara cepat disekitar pembuluh darah

di jaringan penghubung muda dan merupakan penanganan luka pertama yang

ideal untuk memperbaiki fraktur dengan tujuan untuk menggantikan dalam

kaitannya dengan bagian tulang lamellar muda (Watson-Jones et al. 1952).

Kalus fibrous terbentuk lalu pada fase ini tulang menjadi osteoporotik

akibat resorbsi kalsium. Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang

kondrogenik dan osteogenik yaitu mulai membentuk tulang dan juga kartilago.

Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblas dan osteoklas yang mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Sel-sel osteoblas

mengeluarkan matriks intraseluler terdiri dari kolagen dan polisakarida yang

segera bersatu dengan garam-garam kalsium membentuk tulang muda atau

kalus muda. Massa sel yang tebal dengan tulang muda dan kartilago,

membentuk kalus pada permukaan endosteal dan periosteal. Akhir stadium ini

akan terdapat dua macam kalus yaitu didalam disebut kalus internal dan diluar

disebut kalus eksternal. Tulang yang muda (anyaman tulang) menjadi lebih

padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah

fraktur menyatu (Rizka 2010).

Page 25: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

4. Fase konsolidasi

Kalus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas

osteoblas, kalus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan

pembentukan lamela-lamela pada fase ini. Proses penyembuhan pada stadium

ini sebenarnya sudah lengkap. Terjadi pergantian kalus fibrous menjadi kalus

primer. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur lebih

muda lebih cepat. Secara berangsur-angsur kalus tulang primer diresorbsi dan

diganti dengan kalus tulang sekunder yang sudah mirip dengan jaringan tulang

yang normal. Proses ini lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum

tulang kuat untuk membawa beban yang normal (Rizka 2010).

5. Fase remodelling

Kalus tulang sekunder sudah ditimbuni kalsium yang banyak dan tulang

sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula

tulang pada fase ini. Apabila penyatuan sudah lengkap, tulang baru yang

terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar

maupun di dalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Kalus

yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan

yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya dengan

mengikuti stres/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot

dan sebagainya (Rizka 2010).

2.4.1 Peradangan

Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh

cedera atau kerusakan jaringan, berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau

mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera

(Dorland 2002). Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas),

dolor (rasa sakit) dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima

ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams

1995; Rukmono 1973; Mitchell & Cotran 2003).

Rasa sakit disebabkan oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan

jaringan yang meradang (Abrams 1995; Rukmono 1973). Pembengkakan sebagian

disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan

sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan

Page 26: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams

1995; Rukmono 1973). Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi

yang hilang (Dorland 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang

telah dikenal akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme

terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams 1995).

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah

lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,

kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah

besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang

disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam

jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam

jaringan dan pembengkakan sel jaringan (Guyton & Hall 1993).

2.5. Implan Tulang (Bone Graft)

Bahan yang dapat mengganti tulang disebut sebagai material implan. Implan

tulang atau bone graft adalah prosedur medis penggantian tulang yang rusak atau

hilang dengan implan. Jika implan tulang berhasil, ada kesempatan baik bahwa

area tersebut akan sembuh dengan baik sehingga memungkinkan pasien untuk

menggunakan tulang seperti biasa (Anonim1 2010).

Implan tulang dimungkinkan karena jaringan tulang memiliki kemampuan

untuk regenerasi sepenuhnya jika tersedia ruang untuk tumbuh. Ketika tulang asli

tumbuh, umumnya akan menggantikan material implan sepenuhnya yang

menghasilkan daerah terintegrasi sepenuhnya oleh tulang baru. Mekanisme

biologi menyediakan dasar rasional untuk pengimplanan tulang yaitu

osteokonduktif, osteoinduktif dan osteogenesis (Klokkevold & Jovanovic 2002).

Material implan tulang harus osteokonduktif. Osteokonduksi terjadi ketika

material implan tulang berfungsi sebagai scaffold untuk pertumbuhan tulang baru

yang dihidupkan terus-menerus oleh tulang asli. Osteoblas dari margin kerusakan

pada daerah yang diimplan memanfaatkan material implan tulang sebagai

kerangka yang dapat menyebar dan menghasilkan tulang baru. Osteoinduksi

melibatkan stimulasi sel osteoprogenitor berdiferensiasi menjadi osteoblas yang

kemudian pembentukan tulang baru dimulai. Material implan tulang yang

osteokonduktif dan osteoinduktif tidak hanya berfungsi sebagai scaffold untuk

Page 27: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

menghasilkan osteoblas tetapi juga akan memicu pembentukan osteoblas baru,

secara teoritis mempercepat integrasi dari implan. Osteogenesis terjadi ketika

osteoblas penting yang berasal dari bahan implan tulang berkontribusi untuk

pertumbuhan tulang baru seiring dengan pertumbuhan tulang yang dihasilkan

melalui osteokonduktif dan osteoinduktif (Klokkevold & Jovanovic 2002).

Jenis dan sumber jaringan pada implan tulang yaitu:

1. Autograft

Implan tulang yang melibatkan pemanfaatan tulang yang diperoleh dari

individu penerima implan tersebut. Tulang autologous yang paling banyak

digunakan karena memiliki sedikit resiko dari penolakan implan karena implan

berasal dari tubuh pasien itu sendiri (Wang 2009).

Aspek negatif implan autologous adalah sebuah situs bedah tambahan

diperlukan sehingga menimbulkan nyeri dan komplikasi pasca operasi pada situs

tersebut (Anonim3 2006). Laurencin 2009 juga mengatakan pemanenan autograft

membutuhkan operasi tambahan di lokasi donor yang dapat mengakibatkan

komplikasi sendiri seperti radang, infeksi dan nyeri kronis yang kadang-kadang

lebih lama dari rasa sakit prosedur pembedahan yang asli. Jumlah jaringan tulang

yang dapat dipanen juga terbatas sehingga perlu sumber lain.

2. Allograft

Tulang allograft berasal dari individu pendonor. Tulang allograft diambil

dari kadaver yang telah menyumbangkan tulang mereka sehingga dapat digunakan

untuk orang yang membutuhkan, hal ini biasanya bersumber dari bank tulang

(Anonim1 2010).

Allograft adalah alternatif untuk autograft dan diambil dari donor atau

kadaver, menghindari beberapa kelemahan autograft dengan menghilangkan

morbiditas donor-situs dan masalah suplai yang terbatas. Allograft juga memiliki

resiko yaitu resiko penularan penyakit dari donor kepada penerima.

3. Xenograft

Tulang substitusi xenograft berasal dari spesies lain seperti sapi. Xenograft

biasanya hanya didistribusikan sebagai matriks kaku (Anonim1 2010).

Page 28: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

4. Varian Sintetis

Tulang buatan dapat diperoleh dari keramik seperti kalsium fosfat (misalnya

hidroksiapatit dan trikalsium fosfat), bioglass dan kalsium sulfat. Semua yang

secara biologis aktif untuk derajat yang berbeda tergantung pada kelarutan dalam

lingkungan fisiologis (Hench 1991). Material-material ini dapat diolah dengan

faktor pertumbuhan, ion seperti strontium atau dicampur dengan aspirasi sumsum

tulang untuk meningkatkan aktivitas biologis (Anonim1 2010).

Autograft dan allograft memberikan manfaat namun masing-masing

memiliki keterbatasan sehingga dibutuhkan alternatif. Peneliti telah

mengembangkan beberapa alternatif dengan menggunakan dua kriteria dasar

implan yang baik yaitu osteokonduktif dan osteoinduktif, beberapa diantaranya

tersedia untuk penggunaan klinis dan hal lain yang masih dalam tahap

perkembangan. Alternatif dapat menggunakan berbagai material termasuk polimer

alam, polimer sintetik, keramik dan komposit (Laurencin 2009). Salah satu

alternatif yang banyak digunakan adalah varian sintetik yaitu implan tulang

terbuat dari keramik seperti kalsium fosfat (misalnya hidroksiapatit dan trikalsium

fosfat), bioglass dan kalsium sulfat (Anonim1 2010) dan polimer seperti kitosan.

2.5.1. Hidroksiapatit (HA)

Hidroksiapatit (HA) adalah suatu kalsiurn fosfat keramik, terdiri atas

kalsium dan fosfat dengan perbandingan 1:67, berasal dari rangka sejenis binatang

karang dan melalui proses hidrotermal bahan ini akan diubah menjadi HA

[Ca10(PO4MOH)2]. HA memiliki sifat fisis, kimia, mekanis dan bioiogis yang

mirip dengan struktur tulang, melekat pada tulang secara biointegrasi yang berarti

implan yang terbuat dari HA berkontak dan menyatu secara kimiawi dengan

tulang. HA adalah implan tulang sintetik yang paling banyak digunakan saat ini

karena sifat osteokonduksi, keras dan dapat diterima oleh tulang. Penggunaan HA

memiliki banyak keuntungan antara lain sifat biokompatibilitas yang tinggi dan

mempunyai sifat bioaktif, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan lain-

lain (Pane 2008). Sifat lain yang dimiliki HA adalah berpori, terserap tulang

(resorpsi), bioaktif, tidak korosi, inert dan tahan aus, walaupun HA memiliki

kelemahan yaitu getas dan mudah patah (Putri 2008), sehingga penggunaan HA

sering dikombinasikan dengan material lainnya.

Page 29: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Sampai dengan 50% dari tulang terdiri dari sebuah bentuk modifikasi dari

mineral anorganik HA. HA dapat ditemukan di gigi dan tulang dalam tubuh

manusia. Oleh karena itu, biasanya digunakan sebagai pengisi untuk

menggantikan tulang yang diamputasi atau sebagai lapisan untuk meningkatkan

pertumbuhan implan menjadi tulang. Kerangka koral dapat diubah menjadi HA

oleh suhu tinggi. Struktur pori HA memungkinkan pertumbuhan ke dalam relatif

cepat (Junqueira et al. 2003).

HA dapat menyatukan pembentukan tulang dan persembuhan lesion selama

tiga bulan tetapi pada lesion besar di tulang panjang setelah 18-24 bulan. Tidak

ada komplikasi seperti kehancuran implan, keadaan sakit yang berulang pada

lesion, reaksi benda asing dan reaksi antigenik dengan HA. Terdapat

pembentukan tulang yang baik, persembuhan lesion dan penyatuan dalam

penggunaan HA. HA adalah substitusi implan tulang yang baik sekali untuk

menunjang kasus ortopedik dan memfasilitasi pembentukan tulang dan

merupakan biokompatibel dan bahan remodeling yang lambat. Percobaan secara

mekanik memperkuat pendapat HA menyatu ke dalam tulang lebih kuat daripada

tulang itu sendiri. Pembentukan tulang dan penggabungan HA baik di semua

kasus (Reddy, Renuka & Swamy 2005). Hubungan HA dengan reaksi imunologi

yaitu saat diimplankan ke hewan atau manusia. HA memproduksi sedikit atau

tidak sama sekali respon tubuh terhadap benda asing (Laksin 1985, diacu dalam

Aprilia 2008) sehingga tidak menimbulkan respon imun berupa respon penolakan

terhadap implan.

2.5.2. Trikalsium Fosfat (TKF)

Trikalsium fosfat (TKF) [Ca3(PO4)2] adalah keramik berpori yang memiliki

sifat biologis non-reaktif dan resorbable, bertindak sebagai scaffold untuk

pertumbuhan ke dalam tulang sehingga penggantian tulang dapat mengalami

degradasi progresif (Lange et al. 1986).

Tahun 1920, Albee dan Morrison melaporkan penggunaan TKF sebagai

stimulus bagi pertumbuhan tulang. Hasil yang didapat yaitu patah tulang dan

kerusakan tulang menunjukkan pertumbuhan tulang yang lebih cepat dan

berikatan ketika TKF disuntikkan ke dalam celah antara ujung tulang daripada

tulang kontrol tanpa perlakuan. TKF banyak digunakan dalam kombinasi dengan

Page 30: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

HA karena memberikan efek yang baik yaitu osteokonduksi dan kemampuan

diresorbsi. HA dan TKF juga merupakan bahan sintetik yang memiliki umur

simpan panjang, menyebabkan reaksi inflamasi yang minimal, memiliki resiko

penularan agen dan reaksi imunologi yang rendah (Wounds 2002).

2.5.3. Kitosan

Kitosan adalah biokopolimer yang terdiri dari glukosamin dan N-

acetyloglucosamine yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Memiliki nilai komersial

dan kemungkinan dalam penggunaan sebagai biomedikal. Kitosan berasal dari

cangkang udang dan crustacean laut lainnya, termasuk Pandalus (Shahidi &

Synowieski 1991).

Kitosan dapat digunakan sebagai perekat atau implan dalam bedah ortopedi

(Ratajska et al. 2008), juga dapat meningkatkan rasio persembuhan luka, wound

strength, mendukung pertumbuhan sel dan memberikan hasil yang baik dalam

aplikasi pada bidang rekayasa jaringan. Kitosan juga menunjukkan bakteriostatik

dan fungistatik yang mencegah infeksi (Aprilia 2008) serta memiliki sifat

biokompatibel dan biodegradabel. Kualitas kitosan yang dimurnikan tersedia

untuk aplikasi biomedis. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk memproduksi

scaffold (Ratajska et al. 2008).

Page 31: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama 5 bulan dimulai dari bulan Maret sampai

dengan Juli 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan

Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi dan kandang domba

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan diantaranya timbangan untuk domba, stetoskop,

termometer, stopwatch, wadah plastik untuk makan dan minum, ember, selang air,

kapas, jangka sorong, kasa, plester dan gunting.

Hewan percobaan yang digunakan domba lokal (Ovis aries) yang berjumlah

6 ekor dengan kisaran umur 1,5-2 tahun dan berat badan ±19 kg (rata-rata

18,93±1,04). Domba dalam keadaan klinis sehat dan tidak bunting. Bahan yang

digunakan diantaranya air, pakan berupa konsentrat dan rumput, Rivanol,

Levertrans, Peru Balsem, Gusanex, Iodium Tingture 3%, implan tulang

hidroksiapatit (HA), trikalsium fosfat (TKF) dan kitosan yang diperoleh dari

Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

3.2.2. Metode Penelitian

1. Persiapan hewan

Domba diperiksa keadaan klinis yaitu suhu tubuh, frekuensi jantung dan

frekuensi nafas. Perhitungan parameter frekuensi jantung dan nafas dalam

waktu 15 detik kemudian dikalikan 4 untuk mendapatkan hasil per 1 menit

dengan bantuan stopwatch.

Domba dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri

atas 3 ekor domba penerima implan HA-Kitosan (2 ekor jantan dan 1 ekor

betina) dan 3 ekor domba penerima implan HA-TKF (1 ekor jantan dan 2 ekor

betina). Domba ditempatkan di kandang domba dan setiap domba ditempatkan

di kandang yang berbeda.

Page 32: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

2. Adaptasi terhadap lingkungan baru

Adaptasi domba dilakukan dalam lingkungan dan pakan baru untuk

membiasakan hewan dan mengurangi tingkat stres bagi hewan coba selama 1

minggu. Hewan diberi pakan dan air minum pada pagi dan sore hari.

Pakan konsentrat dan rumput diberikan ad libitum pada wadah plastik.

Air juga diberikan ad libitum pada wadah plastik dengan menggunakan selang

air.

3. Penanaman implan HA-Kitosan dan HA-TKF

Penanaman implan dilakukan pada tulang tibia kaki kiri bagian medial

sementara itu tulang tibia kaki kanan sebagai kontrol positif (hanya dilubangi

tanpa diberi implan). Kontrol negatif untuk kisaran suhu tubuh, frekuensi

jantung dan frekuensi nafas domba normal yang didapat dari literatur.

Operasi dilakukan dengan melakukan penyayatan selebar 3-4 cm pada

kulit lalu subkutan kemudian penyayatan otot dan jaringan periosteum dengan

otot disayat sejajar sumbu tulang pada bagian proximomedial tulang tibia kiri

hingga mencapai tulang. Penyayatan dilakukan secara hati-hati agar tidak

mengenai vena saphena dan nervus saphenus. Musculus peroneus tertius akan

tampak di bagian proximokranial sedangkan musculus flexor digitalis pedis

longus akan tampak di bagian proximokaudal. Selanjutnya dilakukan

pembuatan lubang menggunakan bor dengan diameter dan kedalaman yang

disesuaikan dengan ukuran material implan tulang. Material implan tulang

yang berbentuk tabung dengan diameter 4 mm dan tinggi 7 mm ditanam pada

lubang yang telah dibuat. Setelah itu penutupan jaringan dilakukan dengan

menjahit lepas periosteum, otot, jaringan subkutan dan kulit menggunakan

jahitan sederhana. Prosedur yang sama dilakukan pada tulang tibia kaki kanan

tetapi lubang tidak diberi implan.

4. Penanganan post penanaman implan

Setelah post penanaman implan, pemeriksaan fisik seperti pengukuran

suhu tubuh, frekuensi jantung/pulsus dan frekuensi nafas serta persembuhan

luka hewan dilakukan setiap hari. Penggantian verban juga dilakukan setiap

hari sampai luka sembuh (Gambar 7). Bagian bekas operasi dibersihkan

dengan Rivanol dan peradangan (nyeri, merah, panas dan bengkak) yang

Page 33: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

terjadi pada bagian yang diimplan diamati (Gambar 8) dan dilakukan

pengukuran kalus untuk mengetahui persembuhan tulang. Pengukuran kalus

dengan menggunakan jangka sorong dilakukan setiap hari. Parameter yang

diukur adalah panjang, lebar dan tinggi kalus. Pengukuran tinggi kalus diukur

dari bagian lateral sampai medial pada bagian kaki yang diimplan (Gambar

9,10 dan 11).

Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6

Keterangan: Gambar 4 Pemeriksaan Suhu Tubuh, Gambar 5 Pemeriksaan Frekuensi Jantung, Gambar 6 Pemeriksaan Frekuensi Nafas

Gambar 7 Penggantian Verban

Gambar 8 Peradangan

Page 34: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11

Keterangan: Gambar 9 Pengukuran Panjang Kalus, Gambar 10 Pengukuran Lebar Kalus, Gambar 11 Pengukuran Tinggi Kalus

Setelah pengukuran dilakukan, bagian luka diolesi campuran Levertrans

dan peru balsam untuk mempercepat persembuhan jaringan dan diberi iodium

tingture sebagai desinfektan. Setelah itu disekitar luka disemprot dengan

Gusanex sebagai anti serangga, kemudian luka diverban kembali. Penanganan

post penanaman implan dilakukan pada hewan setiap hari.

5. Parameter yang diamati

Parameter dilakukan pada gambaran klinis domba berupa pemeriksaan

fisik yaitu suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas serta

persembuhan tulang dengan mengamati perkembangan kalus tulang (panjang,

lebar dan tinggi) dan kejadian peradangan (nyeri, merah, panas dan bengkak).

Page 35: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai

waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu

tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas.

4.1.1 Suhu Tubuh

Gambar 12 Rataan suhu tubuh domba pada persembuhan implan tulang disetiap

kelompok perlakuan.

Gambar 12 memperlihatkan kelompok domba implan HA-Kitosan memiliki

suhu tubuh pada kisaran suhu domba normal yaitu 38,9-40,0°C (Kelly 1974). Pada

kelompok domba implan HA-TKF terjadi sedikit penurunan pada hari ke-21 dan

ke-90 post operasi jika dibandingkan dengan kisaran suhu domba normal.

Penurunan suhu tubuh ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor

lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam dan faktor makanan yang

dikonsumsi (Swenson 1997). Kelly (1974) menambahkan suhu tubuh semua

hewan sehat bervariasi sepanjang hari. Hal ini dipengaruhi oleh panjang waktu

siang dan malam yang mempengaruhi suhu lingkungan. Faktor makanan yang

dikonsumsi tidak mempengaruhi pada penelitian ini karena domba diberi pakan

dengan frekuensi sama yaitu pada pagi dan siang hari dengan jumlah pakan yang

serupa.

38

38.5

39

39.5

40

40.5

Suhu

Tub

uh (°

C)

Waktu (Hari)

HA-Kitosan

HA-TKF

Normal

Page 36: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Suhu tubuh kelompok domba pada setiap perlakuan masih berada pada

kisaran suhu tubuh domba normal. Hal ini menunjukan senyawa yang terkandung

dalam implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh

domba.

4.1.2 Frekuensi Jantung

Gambar 13 Rataan frekuensi jantung domba pada persembuhan implan tulang

disetiap kelompok perlakuan.

Gambar 13 memperlihatkan frekuensi jantung kelompok domba implan HA-

kitosan dan HA-TKF berada di atas kisaran frekuensi jantung domba normal yaitu

70-90 denyut/menit (Kelly 1974). Peningkatan frekuensi jantung ini disebabkan

oleh aktivitas domba yang meningkat dikarenakan proses handling domba ketika

pengambilan data frekuensi jantung yang membuat domba tersebut stress. Stres

memicu hipotalamus mengeluarkan Corticotropin Releasing Hormone (CRH)

yang akan memicu hipofise anterior mengeluarkan ACTH. ACTH kemudian

merangsang adrenal korteks melepaskan hormon kortisol akan meningkatkan aksi

vasokontriksi norepinefrin dan epinefrin yang akan meningkatkan frekuensi

jantung dan tekanan darah (Bojrab 1981). Hal ini diperkuat dengan pernyataan

Adisuwirdjo (2001) faktor yang mempengaruhi denyut jantung diantaranya

aktivitas, kadar CO2, berat badan dan usia. Peningkatan frekuensi jantung ini

adalah fisiologis karena hasil pemeriksaan suhu tubuh adalah normal.

60

70

80

90

100

110

120

130

Frek

uens

i Jan

tung

(x/m

enit

)

Waktu (Hari)

HA-kitosan

HA-TKF

Normal

Page 37: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Hasil ini memperlihatkan senyawa yang terkandung dalam implan HA-

Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis frekuensi jantung domba.

Kenaikan frekuensi jantung pada setiap perlakuan lebih disebabkan faktor luar

yang mempengaruhi keadaan psikis domba dan habitus individu domba.

4.1.3 Frekuensi Nafas

Gambar 14 Rataan frekuensi nafas domba pada persembuhan implan tulang

disetiap kelompok perlakuan.

Gambar 14 memperlihatkan domba perlakuan memiliki frekuensi nafas

lebih tinggi daripada normal yaitu 20-30 nafas/menit (Kelly 1974). Hal ini

disebabkan keadaan psikis domba yang stres akibat proses handling dalam

pengambilan data frekuensi nafas menyebabkan hewan excited. Kelly (1974) juga

menyatakan faktor yang dapat meningkatkan frekuensi nafas adalah ketika hewan

excited, setelah exercise dan hewan obesitas.

Gambar 14 juga memperlihatkan frekuensi nafas domba setiap perlakuan

masih berada pada kisaran frekuensi nafas domba normal. Hal ini menunjukkan

senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak

mengganggu fisiologis frekuensi nafas domba. Peningkatan frekuensi nafas

disebabkan proses handling yang dilakukan dan habitus individu domba.

Pemeriksaan fisik yang terdiri atas pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi

jantung dan frekuensi nafas menunjukkan bahwa pemberian implan HA-Kitosan

dan HA-TKF dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu

0

10

20

30

40

50

60

Frek

uens

i Naf

as (x

/men

it)

Waktu (Hari)

HA-kitosan

HA-TKF

Normal

Page 38: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

fisiologis tubuh. Hal ini karena masing-masing material implan memiliki sifat-

sifat yang mendukung dalam penggunaanya sebagai pengganti kerusakan tulang

dan fraktur tulang, yaitu HA dan TKF terdiri atas kombinasi senyawa kalsium dan

fosfat (Pane 2008) yang merupakan senyawa terbesar yang terdapat pada tulang

dan menyusun tulang. Hal ini menyebabkan HA dan TKF memiliki sifat mirip

dengan struktur tulang. Kitosan digunakan sebagai perekat atau implan dalam

bedah ortopedi karena sifat biokompatibel yang dimilikinya (Ratajska et al. 2008).

Kelompok domba dengan perlakuan diimplan HA-TKF secara umum

memiliki rataan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok domba dengan perlakuan diimplan HA-

kitosan. Hal ini disebabkan pada kelompok domba dengan perlakuan diimplan

HA-TKF memiliki jumlah domba betina yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan

Kelly (1974) yang menjelaskan hewan betina memiliki suhu tubuh, frekuensi

jantung dan frekuensi nafas yang lebih tinggi daripada jantan.

4.2 Data Persembuhan Tulang

4.2.1 Keadaan Kalus pada Tulang

0

1

2

3

4

M2 M4 M6 M8 M10 M12

Pers

embu

han

Tula

ng

(cm

)

Waktu (Minggu)

Panjang Kalus

HA-kitosan

HA-TKF

Kontrol Positif

0

0.5

1

1.5

2

2.5

M2 M4 M6 M8 M10M12

Pers

embu

han

Tula

ng

(cm

)

Waktu (Minggu)

Lebar Kalus

HA-Kitosan

HA-TKF

Kontrol Positif

Page 39: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Gambar 15 Rataan persembuhan tulang (panjang, lebar dan tinggi kalus) domba

pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif.

Penggabungan HA dengan TKF diharapkan dapat didegradasi dengan cepat,

Guyton dan Hall (2006) menjelaskan hidroksiapatit dan fosfat merupakan garam

tulang yang ada pada struktur tulang itu sendiri sehingga HA-TKF dapat

memberikan persembuhan tulang dengan baik karena HA memiliki sifat fisis,

kimia, mekanis dan biologis yang mirip dengan struktur tulang. HA melekat pada

tulang secara biointegrasi yang berarti implan yang terbuat dari HA berkontak dan

menyatu secara kimiawi dengan tulang (Pane 2008). TKF adalah keramik berpori

yang memiliki sifat-sifat biologis non-reaktif dan resorbable dan bertindak

sebagai scaffold untuk pertumbuhan tulang, mengalami degradasi progresif dan

penggantian oleh tulang (Lange et al. 1986). TKF cepat larut dan rapuh, sehingga

TKF dikombinasikan dengan HA agar lebih kuat. Sifat yang dimiliki oleh HA dan

TKF ini juga diharapkan dapat mempercepat persembuhan tulang.

Kitosan memiliki sifat berpori namun kurang kuat (Schowengerdt 2002),

sehingga kitosan dikombinasikan dengan HA. Kitosan digunakan sebagai perekat

dalam penggunaanya dengan HA. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk

memproduksi scaffold (Ratajska et al. 2008). Penggabungan HA dengan kitosan

juga diharapkan dapat didegradasi dengan baik dan mempercepat persembuhan

tulang seperti penggabungan HA dengan TKF.

Gambar 15 memperlihatkan persembuhan tulang setiap perlakuan berada

pada kisaran standar deviasi persembuhan tulang normal. Hal ini menunjukkan

persembuhan tulang setiap perlakuan sama baik dengan normal namun kurang

dalam fungsi implan mempercepat proses persembuhan tulang seperti yang

diharapkan. Hal ini dapat disebabkan HA yang digunakan terlalu padat sehingga

2

2.5

3

3.5

4

M2 M4 M6 M8 M10M12Pe

rsem

buha

n Tu

lang

(c

m)

Waktu (Minggu)

Tinggi kalus

HA-Kitosan

HA-TKF

Kontrol Positif

Page 40: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

HA memiliki sedikit pori. Pori sangat dibutuhkan agar proses sirkulasi darah yang

membawa materi dan sel pembentuk tulang yang sangat dibutuhkan dalam

persembuhan tulang dapat berjalan dengan baik (Schowengerdt 2002).

4.2.2 Peradangan

Tabel 1 Rataan parameter peradangan mulai hari pertama pembentukan kalus domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dan kontrol positif.

Parameter

Perlakuan

Nyeri

(hari)

Merah

(hari)

Panas (hari) Bengkak

(hari)

Pembentukan

kalus

(hari ke-)

HA-Kitosan 2,00 ± 0 2,00 ± 3,06 3,00 ± 3,00 7,00 ± 1,00 8,00 ± 1,00

HA-TKF 2,00 ± 0 4,33 ± 3,51 1,33 ± 2,31 5 ± 2,65 7 ± 1,00

Kontrol

Positif

2,00 ± 0 4,67 ± 4,27 2,67 ± 2,34 6,83 ± 2,93 8,33 ± 2,07

Keterangan: Nilai yang tercantum dalam tabel menunjukkan lamanya nyeri, merah, panas dan

bengkak dalam satuan hari dan hari pertama pembentukan kalus.

Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor

(rasa sakit) dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan

pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams 1995;

Rukmono 1973; Mitchell & Cotran 2003). Tabel 1 memperlihatkan bahwa tanda

peradangan pada domba dengan implan HA-Kitosan, implan HA-TKF dan domba

normal memiliki nilai bervariasi yaitu beberapa hari setelah penanaman implan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan peradangan dimulai segera setelah tulang retak

dan berlangsung selama beberapa hari (Anonim4 2009) sehingga peradangan yang

terjadi pada setiap perlakuan merupakan proses yang wajar. Hal ini juga

menegaskan implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak menimbulkan reaksi

imunologi yang berarti implan mengandung sedikit atau tidak mengandung sama

sekali benda asing yang dapat menimbulkan respon imun (Rose et al. 1973)

berupa respon penolakan terhadap implan. Hasil yang didapat menunjukkan

pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak memperlama proses

peradangan dan tidak menimbukan respon imun sehingga baik dalam proses

persembuhan luka.

Page 41: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Sifat-sifat HA-Kitosan dan HA-TKF yang mendukung hasil ini yaitu HA

dan TKF merupakan bahan sintetik yang memiliki umur simpan panjang,

menyebabkan reaksi inflamasi yang minimal, memiliki resiko penularan agen dan

reaksi imunologi yang rendah (Wounds 2002). Saat diimplankan ke hewan atau

manusia HA memproduksi sedikit atau tidak sama sekali respon tubuh terhadap

benda asing (Laksin 1985, diacu dalam Aprilia 2008). Kitosan meningkatkan rasio

persembuhan luka, mendukung pertumbuhan sel dan memberikan hasil yang baik

dalam aplikasi pada bidang rekayasa jaringan. Kitosan juga menunjukkan

bakteriostatik dan fungistatik yang mencegah infeksi (Aprilia 2008).

Pembentukan kalus pada setiap perlakuan dan domba normal terjadi di hari

ke-7 dan ke-8 post operasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan kalus terbentuk pada

fase pembentukan kalus yang terjadi dalam waktu seminggu (Watson-Jones et al.

1952) dan pada minggu ke-4 sampai ke-6, kalus masih sangat lemah pada proses

persembuhan dan membutuhkan perlindungan yang cukup (Kalfas 2001). Hal ini

menunjukkan pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mempercepat

atau memperlambat proses pembentukan kalus.

Page 42: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pemberian implan HA-Kitosan dan

HA-TKF tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh, frekuensi jantung dan

frekuensi nafas domba dan tidak memperlama peradangan serta tidak

menimbulkan respon imun. Baik implant HA-Kitosan maupun HA-TKF dapat

diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu fisiologis tubuh namun

pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mempercepat persembuhan

tulang.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlu pori yang cukup pada implan yang

digunakan sehingga proses sirkulasi darah dan persembuhan tulang dapat berjalan

dengan baik karena tulang yang baik tidak hanya kuat tetapi juga harus dapat

didegradasi dengan cepat. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut dengan

komposisi HA-Kitosan dan HA-TKF yang berbeda untuk mendapatkan komposisi

yang tepat dalam mempercepat persembuhan tulang dan penelitian yang

membandingkan percepatan proses persembuhan tulang pada hewan jantan dan

betina. Analisa dari histopatologi maupun radiografi juga dibutuhkan untuk mengetahui

lebih jauh efektifitas dari HA-Kitosan dan HA-TKF yang digunakan.

Page 43: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

6. DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]1. 2010. Bone Grafting. [terhubung berkala].

http://en.wikipedia.org/wiki/Bone_grafting [9 Agustus 2010].

[Anonym]2. 2010. Fracture Healing Process. [terhubung berkala]. http://www.bonestimulation.com/Physio_Pages/PS-howitworks.html [18 Agustus 2010].

[Anonim]3. 2006. Bone Graft Alternatives" (PDF). [terhubung berkala]. http://www.spine.org/Documents/bone_grafts_2006.pdf [9 Agustus 2010].

Abrams GD. 1995. Respon tubuh terhadap cedera. Dalam SA Price, LM Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah P, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).

Adisuwirdjo D. 2001. Buku Ajar Dasar Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan.Unsoed, Purwokerto.

Albee F, Morrison H. 1920. Studies in bone growth: triple calcium phosphate as a stimulus to osteogenesis. Ann Surg. [PubMed].

Aprilia, Rininta. 2008. Analisis Produksi Fosfatase Alkali oleh Osteoblas yang Distimulasi Graft Berbentuk Pasta pada Berbagai Komposisi, Konsentrasi dan Waktu yang Berbeda (In Vitro). UI: FKG.

Astawan, Tutik Wresdiyati. 2002. Jaringan Tulang. Laboratorium Histologi Departemen Anatomi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bojrab, M. Joseph. 1981. Pathophysiology in Small Animal Surgery. Philadelphia.

Bucholz RW. 1989. Interporous HA as a bone graft substitu in tibial plateu fractures. Clin Orthop.

Chen, Andrew L MD MS. 2008. Orthopedist. The Alpine Clinic, Littleton, NH.

Connor JJO, MRCVS. 1980. Dollar’s Veterinary Surgery. Fourth edition. India: CBS Publishers&Distributors.

Dorland WAN. 2002. Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan A, Banni AP, Widjaja AC, Adji AS, Soegiarto B, Kurniawan D dkk, penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).

Duke NH. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing: New York.

Goldson, Howard MD. 2007. Autograft. [terhubung berkala]. http://www.woundcarenj.com/treatments/ownskindraft.shtml [19 Agustus 2010].

Page 44: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Guyton DC, Hall. 1993. Fisiologi Hewan. Edisi 2. EGC. Jakarta.

Heath E, S Olusanya. 1985. Anatomy and Physiology of Tropical Livestock. Intermediate Tropical Agriculture Series. Longman London and New York.

Hench, Larry L. 1991. Bioceramics: From Concept to Clinic. Journal of the American Ceramic Society 74: 1487. [terhubung berkala]. http://www.ceramics.org/wp-content/uploads/2009/03/hench_bioceramics.pdf [9 Agustus 2010].

Herren, Ray. 2000. The Science of Animal Agriculture. Second Edition. Delmar.

Junqueira, Luiz Carlos, Jose Carneiro. 2003. Dasar Histologi, Teks & Atlas (10th ed.). McGraw-Hill Companies. h. 144. ISBN 0071378294.

Kalfas Iain H MD, FACS. 2001. Principles of Bone Healing. Neurosurg Focus. Vol. 10. American Association of Neurological Surgeons.

Kay I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Bioscientific Publisher Springer Verlag, New York.

Keating JF, Mc Queen MM. 2001. Substitutes for autologous bone graft in Orthopaedic trauma, J Bone Joint Surg, 83-B 3.

Kelly WR. 1974. Veterinary Clinical Diagnosis. Second Edition. Bailliera Tindall London.

Klokkevold PR, Jovanovic SA. 2002. Advanced Implant Surgery and Bone Grafting Techniques. In Newman, Takei, Carranza, editors: Carranza's Clinical Periodontology, 9th Edition. Philadelphia: W.B. Saunders Co. page 907-8.

Lane JM, Tonin E, Bostrom MP. 1999. Biosynthetic bone grafting, Clin Orthop Relat Res, 367S 107.

Lange TA, JE Zerwekh, RD Peek, V Mooney, BH Harriso. 1986. Granular tricalcium phosphate in large cancellous defects. Annals of Clinical and Laboratory Science, Vol 16, Issue 6, 467-472.

Laurencin, Cato T. 2009. Bone Graft Substitutes. West Conshohocken, PA: American Society for Testing and Materials.

Mitchell RN, Cotran RS. 2003. Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.Newman E, Turner AS, Wark JD. 1995. The potential of sheep for the study of osteopenia: current status and comparison with other animal models. Bone 16: 277S- 284S.

Newman E, Turner AS, Wark JD. 1995. The potential of sheep for the study of osteopenia: current status and comparison with other animal models. Bone 16: 277S- 284S.

Page 45: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Nuss, Katja MR, Joerg A Auer, Alois Boos, Brigitte von Rechenberg. 2006. An animal model in sheep for biocompatibility testing of biomaterials in cancellous bones. BMC Musculoskelet Disord. 7: 67.

Pane, Mai Sarah. 2008. Penggunaan Hidroksiapatit Sebagai Bahan Dental Implan. USU.

Pearce AI, RG Richards, S Milz, E Schneider, SG Pearce. 2007. Animal models for implant biomaterial research in bone: A review. European Cells and Materials Vol. 13. 2007 (pages 1-10).

Putri, Tia. 2008. Tulang Buatan dan Komposisi Pembuatnya. [terhubung berkala]. http://initiaputri.wordpress.com/2008/02/23/tulang-buatan-dan-komposisi-pembuatnya/. [2 Februari 2010].

Ratajska, Maria, K. Haberko, Danuta Ciechanska, Antoni Niekraszewicz, Magdalena Kucharska. 2008. Hydroxyapatite-chitosan biocomposites. PolishChitin Society, Monograph XIII. Institute of Biopolymers and Chemical Fibres, Loadz, Poland.

Ravaglioli A, Krajewski A, Celotti GC, Piancastelli A, Bacchini B, Montanari L, Zama G, Piombi L. 1996. Mineral evolution of bone. Biomaterials 17: 617-622.

Reddy Renuka, MKS Swamy. 2005. The use of hydroxyapatite as a bone graft substitute in orthopaedic conditions. Indian J Orthop 2005;39:52-4.

Rizka H. 2010. Fraktur: Komposisi dan Rehabilitasi Fraktur. [terhubung berkala] http://dokterrizy.blogspot.com/2010/01/komplikasi-dan-rehabilitasi-fraktur.html [10 Februari 2010].

Rose Noel R, Felix Milgron, Carel J. van Oss. 1973. Principles of Immunology. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Rukmono. 1973. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.

Schoenian, Susan. 2007. Sheep Basics. Sheep101.info. Retrieved 2007-11-27.

Schowengerdt, Frank. 2002. Better Bone Implants. [terhubung berkala]. http://science.nasa.gov/science-news/science-at-nasa/2002/30oct_hipscience/ [10 februari 2010].

Shahidi F, Synowiecki J. 1991. Isolation and characterization of nutrients and value-added products from snow crab (Chionoecetes opilio) and shrimp (Pandalus borealis) processing discards (PDF). Journal of Agricultural and Food Chemistry (American Chemical Society) 39 (8): 1527–1532. doi:10.1021/jf00008a032.

Soesetiadi, Didi. 1977. Alat Gerak. Bagian Anatomi Departemen Zoologi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Page 46: EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/60723/B10gap.pdf · Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post

Sunil P, SC Goel, A Rastogi. 2008. Incorporation and biodegradation of hydroxyapatite-tricalcium phosphate implanted in large metaphyseal defect-An animal study. Indian Journal of Experimental Biology. Vol. 46, Desember 2008, pp. 836-841).

Swenson GM. 1997. Dules Physiology or Domestic Animals. Publishing Co. Inc : USA.

Ville, CA, Walker, W F Barnes R. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Wang, Jeffrey C. MD. 2009. Bone Grafts: New Developments. UCLA Comprehensive Spine Center. Santa Monica, CA.

Watson-Jones, E Fractures, S. Livingstone ltd. 1952. And Joiunt Injuries. Volume 1. Fourth Edition. Edinburgh and London.

Wounds. 2002. A New Biomaterial Derived From Small Intestine Submucosa: Synthetic and Biological-Derived Wound Dressings. Health Management Publications, Inc. LLC All rights reserved.