Etika Kebidanan (Ganti Rugi Pasien)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DIV Kebidanan

Citation preview

ETIKA DAN HUKUM KEBIDANANGANTI RUGI TERHADAP PASIEN

Disusun Oleh :Rahayu Riawati, Amd.Keb DIV KEBIDANAN SMT 1

AKADEMI KEBIDANAN ABDI NUSANTARA 2015A. PENDAHULUANDi Indonesia hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Salah satunya yaitu di bidang kesehatan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yangmerupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan di bidang kesehatan. Pada mulanya upaya penyelenggaraan kesehatan hanya berupa upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Kemudian secara berangsurangsur berkembang kearah kesatuan pada upaya pembangunan kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang mencakup upaya promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan). Upaya penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologis yang bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari betapa luasnya hal tersebut, pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan dalam masyarakat, pada dasarnya terdapat 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat individual, yaitu hak atas informasi (the rigth to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the rigth of self determonation). Kalau dulu obyek keputusan dokter adalah manusia dalam wujud badaniah (fisikalistis), dengan adanya perkembangan dibidang sosial dan budaya yang menyertai perkembangan masyarakat telah membawa perubahan terhadap status manusia sebagai obyek ilmu kedokteran menjadi subyek yang berkedudukan sederajat. Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis, merupakan suatu hal yang penting untuk dibicarakan, hal ini disebabkan karena akibat kesalahan atau kelalaian tersebut mempunyai dampak yang sangat merugikan. Selain merusak atau mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran juga menimbulkan kerugian pada pasien. Namun demikian untuk mengetahui seorang dokter melakukan malpratik atau tidak maka dapat dilihat dari unsur standar profesi kedokteran. Standar profesi merupakan batasan kemampuan yang meliputi pengetahuan (knowledge),keterampilan (skill performance) dan sikap profesionalitas (professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.6Dari uraian diatas maka perlunya perlindungan hukum terhadap pasien dari tindakan malpraktik di rumah sakit.

RUMUSAN MASALAH1. Apa yang dimaksud dengan malpraktik ?2. Apa saja jenis jenis malpraktek ?3. Bagaimana penanganan dan tindakan hukum malpraktik dalam dunia medis ?4. Bagaimana ganti rugi terhadap pasien bila ternyata ditemukan tindakan malpraktik ?

B. PEMBAHASAN RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan malpraktik ?Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.

PENGERTIAN MALPRAKTEK MENURUT PARA AHLI

1. Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang pada umumnya wajar dilakukan seseorang dengan hati-hati dalam keadaan tersebut. Diutarakan olehJ. Guwandidengan mengutipBlacks Law Dictionary, sebagaimana kami sarikan dari bukuPenegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek(Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H.) (hal. 23-24):Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para dokter, pengacara dan akuntan.Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.2. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.3. Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).4. Menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu yang dengan sikap hati-hati, tetapi tidak dilakukannya dalam situasi tersebut.

Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, tetapi akibat, yang ditimbulkan bukanlah tujuannya.Malpraktik tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik. sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995).Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :a) Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatanb) Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya. (negligence); danc) Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktik justru didapati dalamPasal 11 ayat (1) huruf bUU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan(UU Tenaga Kesehatan)yang telah dinyatakan dihapus olehUU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:(1)Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:a.melalaikan kewajiban;b.melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;c.mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;d.melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.

Faktor yang menyebabkan terjadinya mal praktik:1. Standar Profesi KedokteranDalam profesi kedokteran, ada tiga hal yang harus ada dalam standar profesinya, yaitu kewenangan, kemampuan rata-rata dan ketelitian umum2. Standar Prosedur Operasional (SOP)SOP adalah suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.3. Informed ConsentSubstansi informed consent adalah memberikan informasi tentang metode dan jenis rawatan yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan resiko yang akan dialami oleh pasien. (Gruendeman & Fernsebner, 2006)4. Petugas kesehatan(dokter, perawat, bidan ) tidak memahami benar tentang filosofi keilmuannya sehingga pada saat melaksanakan asuhan kepada klien tidak sesuai dengan kewenaangannya, kompetensinya, serta melakukan asuhan dibawah standar operasinal prosedur, bertentangan dengan hukum, lalai dengan tugasnya dan akhirnya terjadi komunikasi yang tidak baik antara nakes dan pasien, hasil perawatan dirasakan kurang memuaskan, serta biaya yang dirasakan terlalu tinggi serta terjadiinsiden KTD (Kejadian yang tidak diharapkan) atau Sentinel yang pada akhirnya akan menimbulkan tuntutan dari pasien tersebut.

Sebab-sebab terjadinya gugatan malpraktik:1. Komunikasi yang tidak baik2. Hasil perawatan yang tidak memuaskan3. Biaya yang dianggap terlalu tinggi4. Strategi untuk menanggulangi permasalahan malpraktikDengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktik diharapkan tenaga medis dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).2. Ssebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis4. Aapabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar.7. Petugas kesehatan harus mengetahui dan mematuhi standar perawatan, harus mengetahui standar asosiasi nasional dan praktik yang direkomendasikan, serta memperhatikan isu isu terbaru dari jurnal atau buku yang diterbitkan dan melaksanakan asuhan berdasarkan evidence base dengan sumber bukti ini.

2. Apa saja jenis jenis malpraktek ?Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.17a. Malpraktek EtikYang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan malpraktek etik ini antara lain :Dibidang diagnostic : Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepada dokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut.Dibidang terapi: Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.

b. Malpraktek YuridisSoedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).Adapun isi dari pada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat melaksanakannya.c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).c. Ada kerugiand. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.e. Adanya kesalahan (schuld)

Teori Dalam MalpraktekAda tiga teori yang menyebutkan sumber dari perbuatan malpraktek yaitu:a. Teori Pelanggaran KontrakTeori pertama yang mengatakan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah karena terjadinya pelanggaran kontrak. Ini berprinsip bahwa secara hukum seorang tenaga kesehatan tidak mempunyai kewajiban merawat seseorang bilamana diantara keduanya tidak terdapat suatu hubungan kontrak antara tenaga kesehatan dengan pasien. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien baru terjadi apabila telah terjadi kontrak diantara kedua belah pihak tersebut. Sehubungan dengan adanya hubungan kontrak pasien dengan tenaga kesehatan ini, tidak berarti bahwa hubungan tenaga kesehatan dengan pasien itu selalu terjadi dengan adanya kesepakatan bersama. Dalam keadaan penderita tidak sadar diri ataupun keadaan gawat darurat misalnya, seorang penderita tidak mungkin memberikan persetujuannya.Apabila terjadi situasi yang demikian ini, maka persetujuan atau kontrak tenaga kesehatan pasien dapat diminta dari pihak ketiga, yaitu keluarga penderita yang bertindak atas nama dan mewakili kepentingan penderita. Apabila hal ini juga tidak mungkin, misalnya dikarenakan penderita gawat darurat tersebut datang tanpa keluarga dan hanya diantar oleh orang lain yang kebetulan telah menolongnya, maka demi kepentingan penderita, menurut perundang-undangan yang berlaku, seorang tenaga kesehatan diwajibkan memberikan pertolongan dengan sebaik-baiknya. Tindakan ini, secara hukum telah dianggap sebagai perwujudan kontrak tenaga kesehatan-pasien.

b. Teori Perbuatan Yang DisengajaTeori kedua yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar untuk menggugat tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktek adalah kesalahan yang dibuat dengan sengaja (intentional tort), yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera (asssult and battery)

c. Teori KelalaianTeori ketiga menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah kelalaian (negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang dikategorikan dalam malpraktek ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang dimaksud harus termasuk dalam kategori kelalaian yang berat (culpa lata). Untuk membuktikan hal yang demikian ini tentu saja bukan merupakan tugas yang mudah bagi aparat penegak hukum.Selain dikenal adanya beberapa teori tentang sumber perbuatan malpraktek, yang apabila ditinjau dari kegunaan teori-teori tersebut tentu saja sangat berguna bagi pihak pasien dan para aparat penegak hukum, karena dengan teori-teori tersebut pasien dapat mempergunakannya sebagai dasar suatu gugatan dan bagi aparat hukum dapat dijadikan dasar untuk melakukan penuntutan.

Ada juga teori yang dapat dijadikan pegangan untuk mengadakan pembelaan apabila ia menghadapi tuntutan malpraktek. Teori-teori itu adalah:

a. Teori Kesediaan Untuk Menerima Resiko (Assumption Of Risk)Teori ini mengatakan bahwa seorang tenaga kesehatan akan terlindung dari tuntutan malpraktek, bila pasien memberikan izin atau persetujuan untuk melakukan suatu tindakan medik dan menyatakan bersedia memikul segala resiko dan bahaya yang mungkin timbul akibat tindakan medik tersebut. Teori ini mempunyai arti yang sangat besar bagi seorang tenaga kesehatan, selama tindakan tenaga kesehatan itu bertujuan untuk indikasi medis.b. Teori Pasien Ikut Berperan Dalam Kelalaian (Contributory Negligence)Adalah kasus dimana tenaga kesehatan dan pasien dinyatakan oleh pengadilan sama-sama melakukan kelalaian.c. Perjanjian Membebaskan Dari Kesalahan (Exculpatory Contract)Cara lain bagi tenaga kesehatan untuk melindungi diri dari tuntutan malpraktek adalah dengan mengadakan suatu perjanjian atau kontrak khusus dengan penderita, yang berjanji tidak akan menuntut tenaga kesehatan atau rumah sakit bila terjadi misalnya kelalaian malpraktek.Teori pembelaan ini bersifat spekulasi karena berhasil tidaknya tenaga kesehatan menggunakan pembelaannya, yang dalam hal ini berupa perjanjian khusus dengan pasien, hasinya sangat tergantung pada penilaian pengadilan.d. Peraturan Good SamaritanMenurut teori ini,seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat darurat dengan tujuan murni (setulus hati) pada suatu peristiwa darurat dibebaskan dari tuntutan hukum malpraktek kecuali jika terdapat indikasi terjadi suatu kelalaian yang sangat mencolok.e. Pembebasan Atas Tuntutan (Releas)Yaitu suatu kasus dimana pasien membebaskan tenaga kesehatan dari seluruh tuntutan malpraktek, dan kedua belah pihak bersepakat untuk mengadakan penyelesaian bersama. Teori pembelaan yang berupa pembebasan ini, hanya dapat dilaksanakan sepanjang kesalahan tenaga kesehatan tersebut menyangkut tanggungjawab perdata (masuk kategori hukum perdata), misalnya wanprestasi, sebab dalam kasus ini hanya melibatkan kedua belah pihak yang saling mengadakan kontrak atau janji saja. Dalam hal ini apabila mereka ternyata dapat bersepakat untuk menyelesaikan bersama dengan damai, itu lebih baik, karena sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian kasus perdata, yaitu adanya suatu perdamaian antara kedua belah pihak.Tetapi apabila kesalahan tenaga kesehatan itu termasuk dalam kategori hukum pidana (tanggung jawab pidana) misalnya terjadi kelalaian berat sehingga mengakibatkan meninggalnya pasien, maka teori ini tidak dapat diterapkan, sebab bicara hukum pidana berarti bicara tentang hukum publik, yang menyangkut kepentingan umum bersama. Oleh karena itu apabila telah terbukti tenaga kesehatan telah melakukan malpraktek, maka hukum harus tetap diberlakukan padanya, karena kalau tidak, berarti kita tidak mendidik kepada masyarakat pada umumnya untuk sadar terhadap hukum yang berlaku, sehingga selanjutnya akan sangat sulit untuk menegakkan hukum itu sendiri. Disamping itu, kalau teori ini diterima dalam kasus pidana dikhawatirkan tiap perbuatan malpraktek seorang tenaga kesehatan tidak akan ada sanksi hukumnya, sehingga dapat mengurangi tanggung jawab dan sikap hati-hatinya seorang tenaga kesehatan di dalam menjalankan tugasnya.

f. Peraturan Mengenai Jangka Waktu Boleh Menuntut (Statute Of Limitation)Menurut teori ini tuntutan malpraktek hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya relatif lebih pendek daripada tuntutan-tuntutan hukum yang lain.

g. Workmens CompensationBila seorang tenaga kesehatan dan pasien yang terlibat dalam suatu kasus malpraktek keduanya bekerja pada suatu lembaga atau badan usaha yang sama, maka pasien tersebut tidak akan memperoleh ganti rugi dari kasus malpraktek yang dibuat oleh tenaga kesehatan tersebut. Hal ini disebabkan menurut peraturan workmens compensation, semua pegawai dan pekerja menerima ganti rugi bagi setiap kecelakaan yang terjadi di situ, dan tidak menjadi persoalan kesalahan siapa dan apa sebenarnya penyebab cedera atau luka. Akan tetapi walaupun dengan adanya teori-teori pembelaan tersebut, tidak berarti seorang tenaga kesehatan boleh bertindak semaunya kepada pasien. Walaupun terdapat teori-teori pembelaan tersebut, juga harus dilihat apakah tindakan tenaga kesehatan telah sesuai dengan standar profesi. Apabila tindakan tenaga kesehatan tersebut tidak sesuai dengan standar profesi, maka teori-teori pembelaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembelaan baginya.Misalnya pada peraturan good Samaritan yang menyebutkan bahwa seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat darurat pada peristiwa darurat dapat dibebaskan dari tuntutan hukum malpraktek. Walaupun terdapat peraturan good samaritan ini, seorang tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan gawat darurat pada peristiwa darurat tetap harus memberikan pertolongannya dengan sepenuh hati berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Apabila dalam memberikan pertolongan gawat darurat, seorang tenaga kesehatan hanya memberikan pertolongan yang sekedarnya dan tidak sungguh-sungguh dalam menggunakan pengetahuan dan keahliannya, jika terjadi sesuatu hal yang membahayakan kesehatan atau nyawa orang yangditolongnya itu, maka tenaga kesehatan tersebut tetap dapat dituntut secara hukum.

3. Bagaimana penanganan dan tindakan hukum malpraktik dalam dunia medis ?Pertanggung jawaban dalam Hukum PidanaUntuk memidana seseorang disamping orang tersebut melakukan perbuatan yang dilarang dikenal pula azasGeen Straf Zonder Schuld(tiada pidana tanpa kesalahan). Azas ini merupakan hukum yang tidak tertulis tetapi berlaku dimasyarakat dan juga berlaku dalam KUHP, misalnya pasal 48 tidak memberlakukan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana karena adanya daya paksa. Oleh karena itu untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur, sebagai berikut :1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada petindak artinya keadaan jiwa petindak harus normal.2. Adanya hubungan batin antara petindak dengan perbuatannya yang dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).3. Tidak adanya alas an penghapus kesalahan atau pemaaf.

Perbedaaan kesengajaan dan kealpaan.Mengenai kesengajaan, KUHP tidak menjelaskan apa arti kesengajaan tersebut. DalamMemorie van Toelichting(MvT), kesengajaan diartikan yaitu melakukan perbuatan yang dilarang dengan dikehendaki dan diketahui.Dalam tindakannya, seorang dokter terkadang harus dengan sengaja menyakiti atau menimbulkan luka pada tubuh pasien, misalnya : seorang ahli dokter kandungan yang melakukan pembedahanSectio Caesariauntuk menyelamatkan ibu dan janin. Ilmu pengetahuan (doktrin) mengartikan tindakan dokter tersebut sebagai penganiayaan karena arti dan penganiayaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. Didalam semua jenis pembedahan sebagaimana sectio caesare tersebut, dokter operator selalu menyakiti penderita dengan menimbulkan luka pada pasien yang jika tidak karena perintah Undang-Undang si pembuat luka dapat dikenakan sanksi pidana penganiayaan. Oleh karena itu, didalam setiap pembedahan, dokter operator haruslah berhati-hati agar luka yang diakibatkannya tersebut tidak menimbulkan masalah kelak di kemudian hari. Misalnya terjadi infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi akibat dilakukannya pembedahan) sehingga luka operasi tidak bisa menutup. Bila ini terjadi dokter dianggap melakukan kelalaian atau kealpaan.Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa kesengajaan, akan tetapi juga bukan sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Dalam kealpaan sikap batin seseorang menghendaki melakukan perbuatan akan tetapi sama sekali tidak menghendaki ada niatan jahat dari petindak. Walaupun demikian, kealpaan yang membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus dipidanakan.Moeljatno menyatakan bahwa kesengajaan merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan dengan menentang larangan, sedangkan kealpaan adalah kekurang perhatian pelaku terhadap obyek dengan tidak disadari bahwa akibatnya merupakan keadaan yang dilarang, sehingga kesalahan yang berbentuk kealpaan pada hakekatnya sama dengan kesengajaan hanya berbeda gradasi saja.

Penanganan Malpraktek di IndonesiaSistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantive, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal bangunan hukum malpraktek. Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari pelanggaran etika kedokteran.Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan bibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical Law di Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul dalam bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan). Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).UU terkait MalpraktikUndang-undang republic Indonesia nomor 36 tahun 2009 BAB VII Tentang Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja,Lanjut Usia, dan Penyandang Cacat Bagian ke satu : kesehatan ibu, bayi dan anak

Pasal 1261) Upaya kesehatan ibuharus ditujukan untuk menjaga kesehatanibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.3) Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu dan terjangkau.4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan peraturan pemerintah.

Tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung menggunakan istilah malpraktek. Begitu juga dalam hukum kesehatan Indonesia yang berupa UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan tidak menyebutkan secara resmi istilah malpraktek. Tetapi hanya menyebutkan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi yaitu yang tercantum dalam Pasal 54 dan 55 UU Kesehatan.

Pasal 54:1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi dan tata kerja MajelisDisiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Pasal 55:1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,Civil malpractice dan Administrative malpractice.1) Criminal malpracticePerbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela dan dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).a.Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):Pasal 344 KUHP, tentang Euthanasia, yang berbunyi :Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia Kebidanan, yang berbunyi:Ayat (1)Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahuluj diancam dengan pidana penjara paling lama sembiIan bulan atau denda paling banyak enam ratu rupiah.Ayat (2)Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut ata pengaduan orang itu.

Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus.Pasal 346 KUHP Mengatakan: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 348 KUHP menyatakan: Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi: Ayat (1)Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.Ayat (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

c. Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.d. Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, Karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.

Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

2.Civil malpracticeSeorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakankewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati(ingkar janji). Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:a.Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.b.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.c.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.d.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

3.Administrative malpracticeBidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice jika bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

4. Bagaimana ganti rugi terhadap pasien bila ternyata ditemukan tindakan malpraktik ?Tuntutan malpraktik dapat bersifat pelanggaran-pelanggaran berikut:1)Pelanggaran etika profesi2)Sanksi administratif3)Pelanggaran hukum(Drs. Julianus Ake, S.Kp, 2012)

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:a) Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasienb) Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.c) Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.d) Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar.

Dalam kasus yang menolong persalinan, bidan banyak melakukan penyimpangan pelayanan kebidanan yang tidak seharusnya dilakukan oleh bidan seperti tehnik kristeller, episiotomy yang terlalu lebar, bayi meninggal, perdarahan karena robekan uterus dan akhirnya dirujuk dan dilakukan tindakan histerektomi. Mestinya bidan sudah mempunyai ketrampilan dalam pertolongan persalinan sehingga penyimpangan penyimpangan ini tidak terjadi sebelum melakukan pertolonganbidan juga harus melihat penapisan awalterlebih dahulu apakah pasien ini beresiko, bila menemukan pasien ini beresiko mestinya bidan tersebut melakukan rujukan terencana.Bentuk dari pelanggaran ini bermacam-macam. Seperti pemberian pelayanan yang tidak sesuai dengan kewenangan bidan yang telah diatur dalam Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan.Contoh pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh bidan adalah penangan kasus kelahiran sungsang, melakukan aborsi, menolong partus patologis dan yang lainnya. Untuk kasus kelahiran sungsang jika bidan melakukan pertolongan sendiri maka bertentangan dengana) Undang-Undang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2) yang menyatakan bahwa ) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang amanb) PERMENKES RI tentang Izin dan Penyelenggaraan PraktikBidanPada Pasal 10 point (d) disebutkan bahwa Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi pertolonganpersalinan normal.

BAB IIIPENUTUP

KesimpulanDari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakah yang kita berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien.Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkualitasBidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.

SaranPasien harus dipandang sebagai subjek yang memiliki pengaruh besar atas hasil akhir layanan bukan sekadar objek. Hak hak pasien harus di penuhi mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan sedangkan ketidak puasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum.