30

ESTETIKA - lppmpp.isi-padangpanjang.ac.id · Dalam arti kata lain, seni adalah alam pikiran manusia itu sendiri. ... mempertahankan identitas sebuah bangsa atau kelompok masyarakat

Embed Size (px)

Citation preview

ESTETIKA TALEMPONG RENJEANG

Dr. Andar Indra Sastra, S.Sn., M.Hum

Jl. Bahder Johan, Guguk Malintang, Padangpanjang Timur Kota Padangpanjang, Sumatera Barat 27118

ii

ESTETIKA TALEMPONG RENJEANG Penulis : Dr. Andar Indra Sastra, S.Sn., M.Hum

Design Cover dan Tata Letak : Marwan & Gun

Editor : Febri Yulika

Penerbit

INSTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG

Jl. Bahder Johan, Guguk Malintang,

Padang Panjang Timur

Kota Padang Panjang,

Sumatera Barat

www.isi-padangpanjang.ac.id

Cetakan 2016

ISBN 978-602-60147-1-9

Dilarang keras mereproduksi sebagian atau seluruh isi buku ini, dalam bentuk apa pun atau dengan

cara apa pun, serta memperjualbelikannya tanpa izin tertulis dari penerbit

© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

iii

ksistensi sebuah Lembaga Penelitian mendapatkan tantangan terbesar dari khalayak akademis dan dari masyarakat umum. Komunitas pertama

mempertanyakan masalah kuantitas dan kualitas riset yang dihasilkan oleh Lembaga Penelitian. Sedangkan masyarakat umum mengkritik bahwa hasil-hasil penelitian yang ada masih berupa konsumsi eksklusif “orang kampus” dan masih sulit dalam pengimplementasiannya di lapangan. Di posisi inilah kemudian LPPMPP ISI Padangpanjang berada.

Tentu saja untuk menjawab kritikan di atas perlu dilakukan langkah-langkah riil, bukan sekedar demi memperlihatkan eksistensi tapi lebih dari itu, bagaimana kemudian LPPMPP bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat akademis dan masyarakat luas terutama dalam hal kajian-kajian seni yang sangat dekat dengan masyarakat kita. Seni tidak melulu hanya sebagai ekspresi estetika dalam sebuah masyarakat. Melampaui itu semua, seni memperlihatkan bagaimana sebuah masyarakat berdinamika dengan berbagai perubahan dan berinteraksi dengan alam. Dalam arti kata lain, seni adalah alam pikiran manusia itu sendiri.

Mengangkat fenomena seni yang masih berkembang dan dipertahankan oleh masyarakat masih menjadi kajian menarik karena hal ini erat kaitan dengan upaya

E

iv

mempertahankan identitas sebuah bangsa atau kelompok masyarakat. Dan di sinilah kemudian kehadiran rangkaian 10 judul buku yang diterbitkan oleh LPPMPP ISI Padangpanjang di tahun 2016 ini menjadi penting. Berbagai ekspresi seni yang hidup di tengah-tengah masyarakat diangkat dalam 10 buku yang terbagi dalam 2 kategori tersebut: buku ajar dan buku teks.

Pendokumentasian yang diiringi kajian ilmiah terhadap bentuk-bentuk kesenian di berbagai daerah di Sumatera Barat dan Dunia Melayu pada umumnya juga menjadi konsen dari ISI Padangpanjang secara institusi. Oleh karena itu, saya sebagai Rektor ISI Padangpanjang menyambut baik penerbitan 10 judul buku dalam berbagai tema seni ini dan besar harapan saya semoga publikasi-publikasi akademis ini bisa perlahan demi perlahan menaikkan kuantitas dan kualitas penerbitan ilmiah dalam bidang seni serta mampu menarik kesadaran masyarakat untuk bersemangat melestarikan bentuk-bentuk kesenian yang ada di daerahnya.

Tahniah dan perghargaan ingin pula saya sampaikan kepada para penulis yang dengan sungguh-sungguh melakukan riset dan kemudian menjalinnya dalam bentuk karya tulis. Semoga semangat itu bisa terus dipertahankan, ditingkatkan dan disemaikan di lahan subur akademis ISI Padangpanjang.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, saya sangat mengapresiasi penerbitan buku ini dan semoga LPPMPP bisa terus melanjutkan penerbitan ilmiah dalam bidang seni dengan tema-tema menarik lainnya.

Padangpanjang, 25 Oktober 2016

Prof. Dr. Novesar Jamarun, MS

v

kspresi seni selama ini melulu dipahami dalam bentuk pertunjukan, eksibisi, konser dan pameran. Memang, bicara masalah seni tidak bisa dilepaskan dari produk apa

yang bisa dicerap secara inderawi serta diresapi nilai estetis dan maknanya oleh subjek/penikmat seni itu sendiri. Interaksi yang dibangun adalah relasi trigular antara Seniman – Penikmat Seni – Pesan/Makna. Namun perputaran ini akan menjadi hambar dan stagnan ketika tidak ada proses kritik dari kalangan ilmuwan yang intens menelisik seni dari kacamata akademis.

Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa buku ini dibuat oleh dosen yang sehari-harinya bergelut dalam ranah praktis seni, tapi sisi yang hendak ditonjolkan bukanlah sekedar seni sebagai “performance” tetapi dengan seobjektif mungkin dosen cum seniman ini mengambil jarak untuk bisa menghadirkan kajian seni dalam ranah ilmiah. Sehingga lahir eksplorasi yang mengarah kepada penyajian deskriptif, naratif, argumentatif sekaligus kritis kepada objek-objek penelitian yang mereka angkat dalam buku ini.

Dalam ranah keberadaan Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Pengembangan Pembelajaran (LPPMPP) ISI Padangpanjang sebagai “leading sector” untuk merealisasikan Tri Dharma perguruan tinggi, kehadiran buku yang ada di tangan pembaca ini adalah bentuk dari “hilirisasi” kerja-kerja ilmiah (riset) sekaligus memfasilitasi

E

vi

civitas akademis ISI Padangpanjang dalam mempublikasikan hasil-hasil risetnya. Di tahun ini, ada 10 judul buku (5 buku ajar dan 5 buku teks) yang diterbitkan sebagai realisasi program kerja LPPMPP ISI Padangpanjang untuk membumikan VISI-nya, yakni “mewujudkan lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat sebagai pusat lembaga riset dan pengembangan seni budaya Melayu” yang membawa MISI untuk “mendorong penyebarluasan hasil-hasil penelitian, penerapan, dan pengembangan IPTEKS melalui publikasi ilmiah.”

Saya selaku Ketua LPPMPP ISI Padangpanjang mengucapkan apresiasi kepada para penulis – dalam kelindannya dengan waktu sebagai pengajar yang harus berdiri di depan kelas, sebagai akademisi yang harus tampil di ruang-ruang seminar, sebagai expert yang duduk bersama para pengambil kebijakan, sebagai seniman yang harus menghibur masyarakat, dan sebagai peneliti yang mesti turun ke lapangan untuk mengumpulkan data – yang telah berhasil merangkai kalimat demi kalimat sehingga menjadi sebuah buku yang layak untuk dibaca khalayak ramai dari yang berlatar-belakang akademis maupun kalangan umum. Besar harapan saya semoga hasil kerja keras para penulis 10 buku ini bisa pula tampil sebagai bahan bacaan bermutu untuk mahasiswa, kolega sesama dosen seni dan masyarakat luas.

Penghargaan juga hendak saya sampaikan kepada Rektor ISI Padangpanjang yang telah memberikan dukungan penuh untuk penerbitan 10 buku hasil penelitian tentang budaya dan kesenian Minangkabau-Melayu yang masih eksis di beberapa daerah di Pulau Sumatera. Dan tak lupa juga haturan terima kasih kepada seluruh rekan kerja dan staf LPPMPP ISI Padangpanjang yang telah bekerja keras dalam penerbitan buku ini.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip tulisan John Dewey, filsuf Amerika Serikat yang dikenal sebagai Bapak Pragmatisme,

vii

"Art is the complement of science. Science as I have said is concerned wholly with relations, not with individuals. Art, on the other hand, is not only the disclosure of the individuality of the artist but also a manifestation of individuality as creative of the future, in an unprecedented response to conditions as they were in the past."

Selamat membaca.

Padangpanjang, November 2016

Dr. Febri Yulika, S.Ag., M.Hum

viii

uku “Estetika Talempong Renjeang” merupakan karya yang sangat penting untuk memahami berbagai konsep yang menjadi dasar penyusunan teori tentang estetika

talempong di Luhak Nan Tigo Mnangkabau. Andar Indra Sastra mengupas tuntas unsur-unsur yang berperan penting dalam penyajian talempong; meliputi kualitas fisik, suara sipongang (gaung), rono (warna), durasi bunyi, kiek (kiat) serta singkronsasi dengan sistem kebudayaan Minangkabau. Di samping itu, sebagai perbandingan, penulis juga memberikan informasi yang berharga tentang filosofi talempong pacik, talempong kreasi sampai pada talempong goyang yang terkontaminasi dengan estetika hegemoni –poskolonial.

Konsep dasar yang menjadi fokus penulisan buku ini berangkat dari batalun sebagai fenomena estetis dalam penyajian talempong. Batalun sebagai konsep estetika dalam penyajian talempong renjeang anam salabuhan diperkenalkan melalui buku ini dalam usaha membumikan kembali potensi budaya lokal. Didasari oleh prinsip penelitian yang membumi, Andar Indra Sastra berusaha menyusun teori tentang etstetika yang berangkat dari konsep batalun sebagai fenomena yang memberikan cita rasa estetis dalam penyajian talempong di Luhak Nan Tigo Minangkabau.

Konsep batalun dalam penyajian talempong renjeang anam salabuhan – bukan talempong pacik – di Luhak Nan Tigo Minangkabau merupakan sebuah usaha untuk

B

ix

mambangkik batang tarandam (membakit batang terendam), dari kekuatan hegemoni yang mengubah haluan cita rasa estetis – sistem musik (tuning sistem) dan sistem musikal – talempong berbasis tradisional ke estetika modern. Mambangkik batang tarandam bertujuan untuk mengangkat kembali konsep-konsep budaya lokal berkaitan dengan standar musikal dan standar capaian musikal dalam penyajian talempong renjeang anam salabuhan secara estetis.

Melalui konsep batalun, penulis memperkenalkan model penelitian yang membumi – emik; dalam upaya membangun sebuah teori estetika talempong di Luhak Nan Tigo Minangkabau. Melalui konsep tungku tigo sajarangan, penulis mencoba memperkenalkan teori estetika talempong yang berangkat dari konsep batalun – dari realitas objektif dan sabjektif yang melibatkan raso (rasa). Buku ini dapat menjadi rujukan dan referensi bagi mahasiswa dan dosen yang berminat dalam kajian estetika.

Padang Agustus 2016

Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, MA

x

lhamdulillah, berkat rahmat Allah subhanahu wa ta’ala, akhirnya buku ini dapat diselesaikan. Kesadaran awal bermula dari rasa penasaran terhadap talempong

renjeang (tenteng) yang dianggap biasa, dapat beralih menjadi keinginan untuk mengungkap dan menemukan konsep musikal – estetika – yang ada di baliknya – komunitas pendukungnya menyebut batalun. Konsep batalun pada awalnya masih berupa pengetahuan tersembunyi – empiris – oleh para tuo (tetua) talempong, akhirnya dapat membuka tabir ketika penulis masuk ke dalamnya; mengenalinya, memahaminya, mengungkapnya kembali menjadi pengetahuan secara terbuka.

Rahmat itu datang melalui dorongan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak oleh para Profesor dan Doktor yang memberi inspirasi untuk mengkaji talempong renjeang melalui kajian seni. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S. Kar., M.S yang dengan segala ketulusan hati telah memberikan dorongan semangat, saran, bimbingan, masukan dan pemikiran yang sangat berharga. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. Dharsono, M.Sn, yang menjadi inspirator dan pencerahan yang dapat membuka cakrawala pikiran penulis, sehingga aneka pikiran filosofis yang sebelumnya tampak gelap, secara bertahap memunculkan sinar terangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ediwar, S.Sn., M. Hum yang dengan

A

xi

tangan terbuka selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang berbagai persoalan yang dihadapi.

Selama melakukan penulisan sampai buku ini selesai, penulis banyak mendapatkan pengalaman dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Sumbangan pemikiran tersebut sangat berarti dalam penyempurnaan buku ini. Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapakan terima kasih pada Prof. Dr. Sri Rochana W., S.Kar., M. Hum, Prof. Dr. Sri Hastanto, S.Kar, Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S. Kar., M. Si, Prof. Dr. Nanik Sri Prihatini, S. Kar., M.Si, Prof. Dr. Soetarno DEA, Prof. Dr. Rustopo, S. Kar., M.S, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa, Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. Dr. Aton Rustandi Mulyana, S.Sn., M.Sn, Slamet Raharjo Jarot, Arswendo Admowiloto, Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, MA, dan Dr. G.R. Lono Lastoro Simatupang, MA.

Selain itu, selama berada di lokasi penelitian, penulis banyak mendapatkan berbagai konsep, dan pemikiran yang berhubungan dengan konsep batalun, pembentukan pasangan talempong dan banyak hal lainnya yang tidak dapat disebut secara rinci – jasa mereka tidak dapat dilupakan. Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih pada Erwin Dt. Sampono dari Nagari Pitalah Bungo Tanjuang yang dengan ketulusan hati memberikan segala pengetahuan tentang talempong renjeang anam salabuhan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada bapak Jamaan Malin Panjang, Bahar St. Rajo Endah, dan St. Rajo Bunsu, yang telah memberikan pengetahuan musikal dan pengalaman musikal berkaitan dengan konsep pasangan talempong di Nagari Pariyangan – keempat tuo (tetua) talempong itu mewakili Luhak Tanah Data.

Untuk Luhak Agam, penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Imam Sinaro Nan Panjang dan St. Rajo Intan, dan Menan Awi. Ketiga tuo talempong itu banyak memberikan pengetahuan tentang konsep pasangan talempong, konsep musikal dan pengalaman musikal yang dapat dirasakan batalun. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Ridwan St. Rajo Pangulu, Dt. Mangkuto Saripado, keduanya banyak

xii

memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang proses pembuatan talempong. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Tayalis, Syahrir, Nasrul berasal dari Jorong Koto Tangah Nagari Lubuak Tingkok. Seiring dengan itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada bapak Firman, Edi Mak Etek, Wirda, Nasarudin dan Dt. Angguang, beliau semua adalah para tuo dan seniman talempong yang berasal dari Jorong Tigo Balai Nagari Lubuak Tingkok Luhak 50 Koto.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan sejawat yang dijadikan sebagai mitra diskusi yang berkaitan dengan pentingnya konsep kelompok, konsep musikal, dan rasa musikal dan lain-lain yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Rekan-rekan sejawat itu adalah saudara Drs. Hajizar, M. Sn, Elizar, S. Kar., M. Sn, Drs. Jufri, M.Sn, Asril, S.Kar., M. Hum dan Gindo Putiah sebagai akademisi dan juga sebagai seniman yang masih mempunyai perhatian dan memegang teguh nilai-nilai tradisi, terutama dalam hubungannya dengan talempong renjeang anam salabuhan di Luhak Nan Tigo. Tak lupa diucapkan terima kasih kepada empat orang kru lapangan, yaitu Drs. Desrilan, M. Sn – almarhum, Jumaidi Syafii, S.Sn., M. Sn – almarhum, Junadi, S. Sn, M. Sn, dan Hafif H.R, S. Sn, M. Sn yang telah ikut membantu penulis mentranskripsikan Guguah talempong ke dalam bentuk pencatatan musik. Melalui kesempatan yang baik ini, seiring do’a dan maaf kepada ahli waris, semoga almarhum Desrilan diampuni segala dosa dan diterima segala amal perbuatannya. Amiin.

Di samping itu secara khusus sudah selayaknya memberikan penghargaan tersendiri kepada istri dan ketiga anak saya tercinta; Yugi Yastiningsih, Xinca Aiden Hamdani, Andam Rani Jintan, dan Alya Dibba Chairan, yang dengan penuh perhatian dan pengorbanan dan selalu mendukung dan memberikan semangat di saat suka dan duka selama mengikuti pendidikan dan melakukan penelitian.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan segala ketulusan hati, telah ikut memberikan dorongan

xiii

dan membantu penulis dalam penyelesaian buku ini. Atas segala dorongan, perhatian dan bantuan itu, penulis tidak dapat berbuat lain kecuali berdo’a, semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dan rida-Nya, Amin ya rabbal ‘alamin.

Bukittinggi, Agustus 2016

Dr. Andar Indra Sastra, S.Sn., M.Hum

xiv

SAMBUTAN REKTOR ISI PADANGPANJANG ~ iii

SAMBUTAN KETUA LPPMPP ISI PADANGPANJANG ~ v

KATA PENGANTAR PROF. DR. NURSYIRWAN EFFENDI ~ viii

SEPATAH KATA PENULIS ~ x DAFTAR ISI ~ xiv DAFTAR GAMBAR ~ xvi DAFTAR BAGAN ~ xix DAFTAR TABEL ~ xxii NOTASI ANGKA ~ xxiv NOTASI GRAFIK ~ xxv CATATAN PEMBACA ~ xxvi

BAB I PENDAHULUAN ~ 1 A. Latar Belakang ~ 1 B. Kerangka Konseptual ~ 14 C. Catatan Metodologi ~ 19 BAB II BENTUK DAN STRUKTUR PENYAJIAN TALEMPONG ~ 27 A. Unsur-unsur Pendukung ~ 28 B. Prinsip Dasar Musikal ~ 92

xv

BAB III BATALUN: CAPAIAN ESTETIS DALAM PENYAJIAN TALEMPONG RENJEANG ~ 111 A. Tahapan Pencapaian Batalun Dalam Penyajian

Talempong Renjeang ~ 111 B. Visualisasi Batalun dalam Bentuk dan Struktur Talempong

Renjeang Kelompok Ateh Guguak ~ 121 BAB IV KESIMPULAN DAN PENUTUP ~ 147 A. Kesimpulan ~ 147 B. Penutup ~ 149 DAFTAR KEPUSTAKAAN ~ 151 GLOSARIUM ~ 162 PROFIL PENULIS ~ 169 INDEKS ~ 171

xvi

Gambar 1. Bentuk Fisik, sumber getaran, ruang

resonansi dan pangguguah Gambar 2. Pembuatan talempong lilin bagian

atas Gambar 3. Pemisahan talempong setelah dicelupkan pada cairan lilin

Gambar 4. Talempong lilin bagian atas dan bawah

Gambar 5. Talempong lilin yang sudah jadi Gambar 6. Pelapisan cetakan talempong

dengan tanah liat Gambar 7. Pembakaran cetakan talempong dan

peleburan logam Gambar 8. Mengeluarkan cetakan talempong

yang sudah sudah dibakar Gambar 9. Penuangan cairan logam pada

cetakan talempong Gambar 10. Talempong dalam cetakan Gambar 11. Dt. Mangkuto Saripado sedang

membersihkan Talempong Gambar 12. Dt. Mangkuto Saripado sedang

mangkoan bunyi Talempong

Gambar 13. Proses manyadahi talempong Gambar 14. Pola manyadahi talempong Gambar 15. Overton Series enam bunyi

talempong sebelum disadahi Gambar 16. Overton Series enam bunyi

talempong sesudah disadahi

xvii

Gambar 17. Peneliti memberi penjelasan tentang model konfirmasi

Gambar 18. Seniman talempong mendengarkan T6 melalui software TrueRTA

Gambar 19. Kemiringan tangan memegang talempong dalam posisi 95 derajat

Gambar 20. Kemiringan tangan memegang talempong dalam posisi 90 derajat

Gambar 21. Kemiringan tagan memegang talempong dalam posisi 80 derajat

Gambar 22. Kemiringan tangan memegang talempong dalam posisi 75 derajat

Gambar 23. Kemiringan tangan memegang talempong dalam posisi 105 derajat

Gambar 24. Kemiringan tangan memegang talempong dalam posisi 115 derajat

Gambar 25. Sudut lengan sebelah dalam pada posisi 25 derajat

Gambar 26. Sudut lengan sebelah dalam pada posisi 35 derajat

Gambar 27. Sudut lengan sebelah dalam pada posisi 40 derajat

Gambar 28. Sudut lengan sebelah dalam pada posisi 60 derajat

Gambar 29. Pukulan ke atas dalam posisi 95 derajat

Gambar 30. Pukulan ke bawah dalam posisi 105 derajat

Gambar 31. Pukulan ke atas dalam posisi 85 derajat

Gambar 32. Pukulan ke bawah dalam posisi 95 derajat

Gambar 33. Pukulan ke atas dalam posisi 85 derajat

Gambar 34. Pukulan ke bawah dalam posisi 95 derajat

xviii

Gambar 35. Cara memegang talempong dilihat dari arah belakang

Gambar 36. Cara memegang talempong dilihat dari arah samping

Gambar 37. Cara memegang talempong dilihat dari arah depan

Gambar 38. Pemain memalingkan muka ke kiri atau ke kanan

Gambar 39. Arsitektur rumah adat Koto Piliang Gambar 40. Arsitektur rumah adat Bodi Caniago Gambar 41. Arsitektur rumah adat Rajo

Babandiang Gambar 42. Penyajian talempong yang dibentuk

berdasarkan hubungan kekeluargaan

Gambar 43. Arsitektur Surau Tuo dalam konsep adaik basandi syarak, syarak basandi kitabbullah

xix

Bagan 1. Metode lipek duo dan dipatukakan model 1 Bagan 2. Metode lipek duo dan dipatukakan model 2

Bagan 3. Trilogi penalaran Minangkabau Bagan 4. Model triangulasi data Bagan 5. Gambaran skema analisis estetika

konsep batalun dalam penyajian talempong renjeang anam salabuhan

Bagan 6. Batas kekuatan pukulan talempong Bagan 7. Struktur luar sebagai sistem musikal Bagan 8. Relasi pola tiga untuk mencapai

batalun Bagan 9. Delapan unsur dalam pencapaian raso

penyajian talempong Bagan 10. Estetika pola tiga talempong renjeang

anam salabuhan Bagan 11. Tata alur membangun kebersamaan

dan tanda panah yang saling berlawanan menunjukan hubungan saling mempengaruhi

Bagan 12. Teknik jambo-manjambo Bagan 13. Bentuk menyenangkan dalam

hubungan interaksi subjek dan objek

xx

Bagan 14. Bentuk dan struktur sajian talempong renjeang anam salabuhan di Luhak Nan Tigo Minangkabau

Bagan 15. Lareh Nan Bunta/Panjang sebagai penyeimbang

Bagan 16. Kedudukan ayah dalam keluarga batih dan pola tiga dalam talempong renjeang

Bagan 17. Kedudukan mamak dalam keluarga matrilineal suku dan pola tiga dalam talempong renjeang

Bagan 18. Kedudukan niniak mamak sipangka dalam upacara adat dan pola tiga dalam talempong renjeang anam salabuhan

Bagan 19. Pola tiga konsep keagamaan di Minangkabau model Pertama

Bagan 20. Pola tiga kosep keagamaan di Minangkabau model kedua

Bagan 21. Konsep Kepemimpinan Tungku Nan Tigo Sajarangan

Bagan 22. Pola tiga dalam konsep talempong renjeang anam salabuhan

Bagan 23. Pola tiga antara adat, agama Islam, dan kebudayaan modern

Bagan 24. Urutan nada dasar, frekuensi, interval dan pasangan talempong akademis model A

Bagan 25. Urutan nada dasar, frekuensi, interval dan pasangan talempong akademis model B

Bagan 26. Perbandingan urutan nada dasar dan pasangan talempong akademis dengan pasangan talempong tradisionnal

Bagan 27. Pasangan talempong pacik akademis

xxi

Bagan 28. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Ateh Guguak Luhak Tanah Data

Bagan 29. Bentuk dan struktur talempong kreasi Bagan 30. Penataan Perangkat Talempong Kreasi

Bagan 31. Susunan nada talempong goyang Bagan 32. Model pasangan talempong lagu

dendang

xxii

Tabel 1. Durasi bunyi talempong sebelum

disadahi Tabel 2. Durasi bunyi talempong sesudah

mangkoan bunyi dan disadahi Tabel 3. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang,

janjang talempong kelompok Ateh Guguak Luhak Tanah Data

Tabel 4. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Guguak Pariyangan Luhak Tanah Data

Tabel 5. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Bungo Tanjuang Jorong Ampuah Luhak Agam

Tabel 6. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Tuah Sakato Jorong Kayu Pontong Luhak Agam

Tabel 7. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Bungo Satangkai Jorong Koto Tangah Luhak 50 Koto

Tabel 8. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Jorong Tigo Balai Luhak 50 Koto

Tebel 9. Perbedaan pola Janjang enam kelompok talempong di Luhak Nan Tigo

Tabel 10. Perbedaan pola janjang tiga pasangan talempong pada enam kelompok talempong di Luhak Nan Tigo

xxiii

Tabel 11. Hasil eksperimen ambang batas toleransi pergeseran bunyi

Tabel 12. Struktur penggarapan musikal Guguah talempong di Luhak Nan Tigo Minangkabau

Tabel 13. Danyuik Guguah talempong Di Luhak Nan Tigo Minangkabau

Tabel 14. Bentuk dan Struktur Gua Indang Tabel 15. Bentuk dan Struktur Gua Cak Dindin Tabel 16. Bentuk dan struktur Gua Pariangan Tabel 17. Bentuk dan struktur Gua Cancang

Cubadak Tabel 18. Bentuk dan struktur Gua Gulai

Rabuang Tatunggang Tabel 19. Bentuk dan struktur Gua Rantak Kudo Tabel 20. Bentuk dan struktur Guguah Siamang

Tagagau Tabel 21. Bentuk dan struktur Guguah Sibigau

Malereang Bukik Tabel 22. Bentuk dan struktur Guguah Talipuak

Layua – versi Luhak Agam Tabel 23. Bentuk dan struktur Guguah Talipuak

Layua Versi 50 Koto Tabel 24. Bentuk dan struktur Guguah Malin

Kailia Tabel 25. Bentuk dan struktur Guguah pandakian

Tombak

Tabel 26. Bentuk dan struktur Guguah Puti Bunsu

Tabel 27. Bentuk dan struktur Guguah Malin Kailia Versi Tigo Balai

Tabel 28. Bentuk dan struktur Guguah Tak Tuntun

Tabel 29. Intisari hasil konnformasi pengamat dan pengguna

xxiv

Notasi 1. Gua Indang Notasi 2. Gua Cak Dindin Notasi 3. Gua Pariyangan Notasi 4. Gua Cancang Cubadak Notasi 5. Gua Gulai Rabuang Tatunggang Notasi 6. Gua Rantak Kudo Notasi 7. Guguah Siamang Tagagau Notasi 8. Guguah Sibigau Malereang Bukik Notasi 9. Guguah Talipuak Layua – Versi Luhak

Agam Notasi 10. Guguah Talipuak Layua – Versi Luhak 50

Koto Notasi 11. Guguah Malin Kailia Versi Bungo Satangkai Notasi 12. Guguah Pandakian Tombak Notasi 13. Guguah Puti Bunsu Notasi 14. Guguah Malin Kailia Versi Tigo Balai Notasi 15. Guguah Tak Tuntun Notasi 16. Lagu Cak Dindin Notasi 17. Gua Cak Dindin tradisional Notasi 18. Lagu Tigo Duo Notasi 19. Lagu Parambahan Notasi 20. Lagu Tupai Bagaluik Notasi 21. Lagu Andam Oi Notasi 22. Lagu Mudiak Arau Notasi 23. Lagu Mudiak Arau versi talempong lagu

dendang

xxv

Notasi Grafik 1. Gua Indang Notasi Grafik 2. Gua Cak Dindin Notasi Grafik 3. Gua Pariyangan Notasi Grafik 4. Gua Cancang Cubadak Notasi Grafik 5. Gua Gulai Rabuang Tatunggang Notasi Grafik 6. Gua Rantak Kudo Notasi Grafik 7. Guguah Siamang Tagagau Notasi Grafik 8. Guguah Sibigau Malereang Bukik Notasi Grafik 9. Guguah Talipuak Layua – Versi

Luhak Agam Notasi Grafik 10. Guguah Talipuak Layua – Versi

Luhak 50 Koto Notasi Grafik 11. Guguah Malin Kailia Versi Bungo

Satangkai Notasi Grafik 12. Guguah Pandakian Tombak Notasi Grafik 13. Guguah Puti Bungsu Notasi Grafik 14. Guguah Malin Kailian Versi Tigo

Balai Notasi Grafik 15. Guguah Tak Tuntun Notasi Grafik 16. Lagu Cak Dindin Notasi Grafik 17. Gua Cak Dindin Notasi Grafik 18. Lagu Tigo Duo Notasi Grafik 19. Lagu Parambahan Notasi Grafik 20. Lagu Tupai Bagaluik

xxvi

bt = biteh (birama) TJ = Talempong Jantan TP = Talempong Paningkah TPn = Talempong Pangawinan UT = Urutan talempong Dny = Dayuik (Denyut) atau tempo Saputaran = satu siklus . = simbol guguah aso, duo, dan tigo bunyi - = simbol guguah ampek bunyi = Interasi musikal tiga guguah (ritme) talempong L/M = Langkah permenit UN = Urutan Nada TA = Talempong Anak TD = Talempong Dasar TP = Talempong Paningkah LBC = Lareh Bodi Caniago LKP = Lareh Koto Piliang LNB = Lareh Nan Bunta T1 = Berarti talempong pertama T2 = Berarti talempong kedua T3 = Berarti talempong ketiga T4 = Berarti talempong keempat T5 = Berarti talempong kelima T5 = Berarti talempong keenam

xxvii

xxviii

Andar Indra Sastra

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Estetika berasal dari bahasa Yunani aisthetika berarti hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera. Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai persepsi indera (sence of perception) serta berbagai macam perasaan yang ditimbulkannya (Ali, 2011: 1-2, Pramono, 2009: 1). Dharsono mengatakan bahwa estetika kini tidak lagi semata-mata menjadi permasalahan falsafi, di dalamnya menyangkut bahasan ilmiah berkaitan dengan karya seni (Dharsono, 2007: 3). Estetika berarti mempelajari seni sebagai obyek keindahan – menyenangkan – yang dapat dicermati panca indera dengan segala kompleksitasnya. Kata obyek dan keindahan pada dasarnya tidak terlepas dengan subyek yang berperan memberi nilai. Antara obyek dan subyek merupakan sesuatu yang mutlak untuk melihat persoalan estetika. Estetika tidak hanya menyangkut persoalan nilai indah atau tidak indah, melainkan persoalan rasa. Kapan sesuatu itu punya nilai rasa menyenangkan? Ketika terjadi interaksi dan kepentingan antara obyek dan subyek dengan segala ciri keindahan yang melekat padanya. Interaksi antara manusia dengan gejala yang menyenangkan merupakan hubungan dialogis karena ada kepentingan atas nilai.