31
Volume 11, Nomor 3, Juni 2015 Halaman 73–78 DOI: 10.14692/jfi.11.3.73 ISSN: 0215-7950 *Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680. Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected] Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Padi Exploration of Endophytic Bacteria from Root of Adam Hawa Plant and Their Potency as a Biocontrol Agents and Plant Growth Promoting Agents on Rice Ankardiansyah Pandu Pradana, Diana Putri, Abdul Munif* Institut Pertanian Bogor, Darmaga 16680 ABSTRAK Adam Hawa (Rhoeo discolor) merupakan tanaman yang memiliki tingkat adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Kemampuan tersebut diduga karena adanya asosiasi mutualistik dengan bakteri endofit. Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri endofit dari akar tanaman Adam Hawa dan menguji potensinya sebagai agens hayati dan pemacu pertumbuhan tanaman. Isolasi bakteri endofit dilakukan dengan tahapan metode sterilisasi permukaan sampel akar, penggerusan, pengenceran, dan penanaman pada medium tryptone soya agar (TSA). Sebanyak 21 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari akar tanaman Adam Hawa. Berdasarkan uji hipersensitif pada daun tanaman tembakau, sebanyak 19 isolat menunjukkan reaksi negatif (tidak terbentuk gejala nekrosis) dan hanya 2 isolat menunjukkan reaksi positif (terdapat gejala nekrosis). Hasil uji terhadap aktivitas biokontrol dan pemacu pertumbuhan tanaman padi menunjukkan 7 isolat bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum secara in vitro dan 12 isolat mampu meningkatkan pertumbuhan bibit padi. Kata kunci: aktivitas biokontrol, Fusarium oxysporum, uji hipersensitif ABSTRACT Rhoeo discolor has been known to have a good adaptation to various environmental conditions. This character might be due to mutualistic association with endophytic bacteria. The objective of this study was to isolate endophytic bacteria from roots of R. discolor and to evaluate their potency as biocontrol agents and plant growth promoters. The methods to isolate endophytic bacteria involved the following methods, sterilization of root surface, grinding of root tissues, dilution, and plating in the medium tryptone soya agar (TSA). A total of 21 isolates of endophytic bacteria were isolated from the roots of R. discolor. Based on hypersensitivity test on tobacco leaves, 19 isolates showed negative reaction (no necrosis symptom) and only 2 isolates showed positive reaction (necrosis was developed). The results on biocontrol and growth promoters assay showed that 7 isolates were able to inhibit the growth of Fusarium oxysporum under in vitro test and 12 isolates were able to increase the growth of rice seedlings. Key words: biocontrol activity, Fusarium oxysporum, hypersensitivity test 73

Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

Volume 11, Nomor 3, Juni 2015Halaman 73–78

DOI: 10.14692/jfi.11.3.73ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680.Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu Pertumbuhan

Tanaman Padi

Exploration of Endophytic Bacteria from Root of Adam Hawa Plant and Their Potency as a Biocontrol Agents and Plant Growth

Promoting Agents on Rice

Ankardiansyah Pandu Pradana, Diana Putri, Abdul Munif*Institut Pertanian Bogor, Darmaga 16680

ABSTRAK

Adam Hawa (Rhoeo discolor) merupakan tanaman yang memiliki tingkat adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Kemampuan tersebut diduga karena adanya asosiasi mutualistik dengan bakteri endofit. Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri endofit dari akar tanaman Adam Hawa dan menguji potensinya sebagai agens hayati dan pemacu pertumbuhan tanaman. Isolasi bakteri endofit dilakukan dengan tahapan metode sterilisasi permukaan sampel akar, penggerusan, pengenceran, dan penanaman pada medium tryptone soya agar (TSA). Sebanyak 21 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari akar tanaman Adam Hawa. Berdasarkan uji hipersensitif pada daun tanaman tembakau, sebanyak 19 isolat menunjukkan reaksi negatif (tidak terbentuk gejala nekrosis) dan hanya 2 isolat menunjukkan reaksi positif (terdapat gejala nekrosis). Hasil uji terhadap aktivitas biokontrol dan pemacu pertumbuhan tanaman padi menunjukkan 7 isolat bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum secara in vitro dan 12 isolat mampu meningkatkan pertumbuhan bibit padi.

Kata kunci: aktivitas biokontrol, Fusarium oxysporum, uji hipersensitif

ABSTRACT

Rhoeo discolor has been known to have a good adaptation to various environmental conditions. This character might be due to mutualistic association with endophytic bacteria. The objective of this study was to isolate endophytic bacteria from roots of R. discolor and to evaluate their potency as biocontrol agents and plant growth promoters. The methods to isolate endophytic bacteria involved the following methods, sterilization of root surface, grinding of root tissues, dilution, and plating in the medium tryptone soya agar (TSA). A total of 21 isolates of endophytic bacteria were isolated from the roots of R. discolor. Based on hypersensitivity test on tobacco leaves, 19 isolates showed negative reaction (no necrosis symptom) and only 2 isolates showed positive reaction (necrosis was developed). The results on biocontrol and growth promoters assay showed that 7 isolates were able to inhibit the growth of Fusarium oxysporum under in vitro test and 12 isolates were able to increase the growth of rice seedlings.

Key words: biocontrol activity, Fusarium oxysporum, hypersensitivity test

73

Page 2: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Pradana et al.

PENDAHULUAN

Tanaman Adam Hawa (Rhoeo discolor) merupakan tanaman yang telah lama digunakan sebagai obat kanker dan penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit parkinson. Tanaman ini mengandung senyawa antioksidan dan antimutagen yang berpotensi sebagai agens phytomedicine. Selain itu ekstrak etanol yang terkandung dalam tanaman juga digunakan dalam penelitian genetika (Frolich dan Nagl 1979).

Bakteri endofit dilaporkan mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena mampu mengendalikan penyakit dan memacu pertumbuhan tanaman. Bakteri ini hidup dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman.

Bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman nilam, Achromobacter xylosoxidans, Alcaligenes faecalis, Bacillus cereus, B. subtilis, dan Pseudomonas putida, dapat menekan populasi Pratylenchus brachyurus hingga 82% dan meningkatkan pertumbuhan nilam sebesar 87% (Harni et al. 2007). Munif dan Harni (2011) melaporkan bahwa bakteri endofit dapat menekan puru pada akar bibit lada 70–90% serta meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara langsung, bakteri endofit dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman, seperti nitrogen, fosfat; dan menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin dan sitokinin (Hallmann et al. 1997). Secara tidak langsung bakteri endofit mampu menekan pertumbuhan patogen melalui mekanisme resistensi terinduksi.

Penelitian bertujuan mengisolasi bakteri endofit dari akar tanaman R. discolor dan menguji potensinya untuk menekan pertumbuhan Fusarium oxysporum secara in vitro serta potensinya untuk meningkatkan pertumbuhan bibit padi.

BAHAN DAN METODE

Isolasi Bakteri EndofitTanaman R. discolor yang digunakan

sebagai sumber bakteri endofit diambil

dari lingkungan yang kurang subur, kurang mendapat air, namun pertumbuhan tanaman tetap baik. Sebanyak 5 tanaman R. discolor diambil dari lingkungan pekarangan di Darmaga, Bogor. Akarnya dicuci, kemudian dikeringanginkan. Sebanyak 1 g akar dari setiap tanaman disterilkan menggunakan alkohol 70% selama 1 menit, kemudian direndam dalam larutan NaOCl 3% yang telah diberi Tween 20 0.05% selama 1 menit, lalu dibilas menggunakan akuades steril sebanyak 3 kali. Akar yang sudah disterilkan ditempelkan pada medium tryptone soya agar (TSA) untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminan yang terbawa. Jika dalam waktu 48 jam terdapat mikrob yang tumbuh pada TSA (kontrol) maka akar tersebut tidak digunakan dalam proses selanjutnya.

Setelah diketahui tidak ada mikrob yang tumbuh, sampel akar tersebut digerus dan ditambah 10 mL akuades steril, kemudian diencerkan bertahap sampai dengan pe-ngenceran 10-2. Sebanyak 100 µL suspensi ditumbuhkan pada medium TSA 20% (6 g TSB dan 3 g agar-agar bakto untuk 1000 mL akuades) dan diinkubasi selama48 jam. Bakteri yang memiliki bentuk morfologi yang berbeda dimurnikan pada medium TSA 100% (30 g TSB dan 15 g agar-agar bakto untuk 1000 mL akuades). Koloni tunggal yang tumbuh diamati bentuk koloni, bentuk tepi bakteri, dan pewarnaan Gram. Selanjutnya bakteri disimpan dalam biakan murni untuk uji lanjut.

Uji HipersensitifUji hipersensitif bertujuan menentukan

isolat bakteri endofit yang berpotensi sebagai bakteri patogen. Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan 1 koloni tunggal bakteri ke dalam 10 mL medium TSB 100% kemudian dikocok selama 48 jam. Sebanyak 3 mL suspensi bakteri dalam medium TSB (108 sel mL-1) diinjeksi pada daun tanaman tembakau. Setelah 48 jam diamati gejala yang muncul, apabila terjadi nekrosis maka bakteri tersebut berpotensi sebagai patogen pada tanaman dan tidak digunakan pada uji lanjut.

74

Page 3: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Pradana et al.

Uji Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan F. oxysporum

Uji ini bertujuan mendapatkan bakteri endofit yang berpotensi sebagai agens pengendali hayati terhadap F. oxysporum. Isolat F. oxysporum berasal dari koleksi Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. F. oxysporum ditumbuhkan bersamaan dengan bakteri endofit pada medium agar-agar dektrosa kentang (ADK). Bakteri endofit ditumbuhkan pada bagian tengah cawan petri, kemudian F. oxysporum ditumbuhkan pada ¼ bagian dari cawan petri. Uji ini diulang 2 kali. Pertumbuhan F. oxysporum yang menuju ke arah bakteri dan berlawanan arah dengan bakteri diukur pada hari ke-5 dengan rumus:

P, persentase penghambatan pertumbuhan (%); R1, jarak jari-jari miselium hingga tepi cawan petri (cm); R2, jarak jari-jari miselium hingga tepi zona hambat (cm).

Uji Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Bibit Padi

Uji ini bertujuan menentukan kemampuan bakteri endofit dalam meningkatkan per-tumbuhan tanaman padi. Sebanyak 1 koloni tunggal bakteri ditambahkan pada 10 mL medium TSB 100% (30 g TSB dalam 1000 mL akuades), kemudian dikocok selama 48 jam dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 27 °C. Sebanyak 30 biji padi disterilkan permukaannya menggunakan alkohol 70% yang diberi Tween 20 0.05% selama 40 detik dan dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali. Selanjutnya benih padi dimasukkan ke dalam suspensi bakteri dengan konsentrasi 108–109 sel mL-1. Perendaman biji padi dalam suspensi bakteri dilakukan selama 24 jam, kemudian benih ditumbuhkan pada medium tanam campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 (v/v) yang telah disterilkan hingga tanaman berumur 4 minggu (Munif et al. 2012b).

Uji ini disusun dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Setiap perlakuan

terdiri atas 10 tanaman. Peubah yang diamati ialah tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Analisis data dilakukan menggunakan SAS versi 9.1.

HASIL

Bakteri Endofit dari Akar R. discolor Sebanyak 21 isolat bakteri endofit berhasil

diisolasi dari R. discolor (Tabel 1). Berdasarkan bentuk, sudut, dan tepi koloni, bakteri endofit dapat dikelompokkan menjadi 9 morfospesies. Bentuk koloni bakteri hasil isolasi sebagian besar (13 isolat) berbentuk bulat, sisanya berbentuk tidak beraturan. Sebanyak 15 isolat merupakan bakteri Gram positif dan 6 isolat Gram negatif. Pada uji hipersensitif diperoleh 2 isolat (BE10 dan BE17) yang menimbulkan nekrosis pada tanaman tembakau, sedangkan 19 isolat lainnya tidak menimbulkan nekrosis.

Kemampuan Bakteri Endofit dalam Menghambat Pertumbuhan F. oxysporum

Uji in vitro pada 19 isolat bakteri endofit dalam menghambat pertumbuhan F. oxysforum menunjukkan bahwa sebanyak 8 isolat mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan F. oxysporum dengan persentase penghambatan sebesar 25–87% (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa 42% isolat bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman R. discolor bersifat antagonis terhadap F. oxysporum. Isolat yang terbaik dalam menghambat F. oxysporum secara in vitro ialah isolat BE6 dan BE8.

Kemampuan Bakteri Endofit dalam Meningakatkan Pertumbuhan Bibit Padi

Hasil pengamatan pertumbuhan tinggi dan panjang akar bibit padi menunjukkan hasil yang beragam. Sementara pada panjang akar, persentase bakteri endofit memberikan pengaruh pertambahan panjang akar lebih baik dari kontrol sebesar 42.11%, dan juga memberi pengaruh pada jumlah daun. Pertambahan tinggi bibit dan panjang akar mengindikasikan adanya potensi bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Isolat terbaik yang mampu memacu pertumbuhan bibit padi ialah isolat BE 4 dan BE 18.

R1 - R2R1P = × 100%, dengan

75

Page 4: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Pradana et al.

Isolat bakteri

Gram Reaksi hipersensitif

Morfologi koloni Persentase penghambatan terhadap F. oxysporum (%)

BE1 Positif - Irregular flat lobate 0.0BE2 Negatif - Circular raise entire 25.0BE3 Positif - Circular flat entire 25.0BE4 Positif - Irregular flat lobate 0.0BE5 Positif - Circular umbonate entire 0.0BE6 Positif - Irregular flat undulate 87.5BE7 Positif - Circular convex entire 25.0BE8 Positif - Circular raise entire 87.5BE9 Positif - Circular raise entire 0.0BE10 Positif + Circular umbonate entire 25.0BE1 Negatif - Irregular raise unridulate 50.0BE12 Positif - Circular raised entire 0.0BE13 Positif - Irregular flat undulate 0.0BE14 Positif - Irregular flat entire 0.0BE15 Negatif - Circular riase entire 0.0BE16 Negatif - Circural raise entire 0.0BE17 Positif + Circural raise entire 0.0BE18 Negatif - Circural raise entire 0.0BE19 Positif - Circural raise entire 0.0BE20 Negatif - Circural conv entire 0.0BE21 Positif - Irregular flat lobate 0.0

Tabel 1 Ciri bakteri endofit asal akar tanaman Rhoeo discolor dan kemampuannya menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum

Isolat bakteri endofit Jumlah daun Panjang akar (cm) Tinggi bibit (cm)BE1 3.04 abc 8.53 ab 16.84 aBE2 3.24 abc 9.62 ab 16.42 aBE3 3.21 abc 10.13 ab 18.00 aBE4 3.28 ab 10.21 ab 17.48 aBE5 2.86 c 9.48 ab 17.12 aBE6 3.31 a 13.50 a 18.40 aBE7 3.00 abc 9.82 ab 17.64 aBE8 3.15 abc 8.70 ab 17.70 aBE9 3.07 abc 6.38 b 18.21 aBE10 3.03 abc 7.20 b 16.98 aBE1 3.04 abc 8.40 ab 18.05 aBE12 3.03 abc 7.35 b 17.65 aBE13 2.94 abc 8.90 ab 18.49 aBE14 3.00 abc 8.60 ab 16.23 aBE15 3.16 abc 10.16 ab 17.11 aBE16 3.04 abc 9.56 ab 16.87 aBE17 3.05 abc 6.83 b 16.52 aBE18 3.08 abc 8.30 ab 18.40 aBE19 3.03 abc 7.66 b 17.72 aBE20 2.89 bc 7.03 b 17.24 aBE21 3.25 abc 7.50 ab 18.26 aKontrol 3.24 abc 9.01 ab 16.49 a

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Tabel 2 Pertumbuhan bibit padi varietas Ciherang pada 4 minggu setelah tanam setelah benih diberi perlakuan bakteri endofit

76

Page 5: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Pradana et al.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa isolat bakteri endofit hasil eksplorasi dari akar tanaman R. discolor mampu meningkatkan pertumbuhan bibit padi. Pertumbuhan bibit tanaman padi yang diberi perlakuan dengan bakteri endofit memiliki pertumbuhan yang baik meskipun tidak memberikan hasil nyata. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa bakteri endofit memiliki kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit diketahui mampu menghasilkan berbagai zat pengatur tumbuh dan hormon yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Munif et al. 2012a; 2012b).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa 52% isolat bakteri endofit meningkatkan pertumbuhan bibit padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, 18% isolat menunjukkan pertumbuhan sama dengan kontrol, dan 27.27% isolat menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada kontrol. Adanya bakteri endofit yang berasosiasi dengan tanaman padi telah dilaporkan dapat meningkatkan tinggi tajuk 33% dan panjang akar 48% bibit padi dibandingkan dengan kontrol (Vasudevan et al. 2002). Hasil penelitian lainnya juga melaporkan bakteri endofit dapat berasosiasi dan memacu pertumbuhan beberapa jenis tanaman, termasuk kentang (Sturz dan Nowak 2000), mentimun (Hallmann et al. 1997), tomat (Munif et al. 2000) dan cabai (Sundaramoorthye et al. 2012). Penelitian yang dilakukan Wibowo (2013) menunjukkan bahwa bakteri endofit yang berasal dari tanaman kehutanan mampu berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman tomat. Mekanisme bakteri endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah dengan memproduksi IAA yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman (Miliūtė et al. 2011). Beberapa bakteri endofit juga dilaporkan menghambat perkecambahan tanaman, namun mampu meningkatkan kecepatan tumbuh tanaman pada saat masa generatif tanaman (Munif et al. 2000).

Mekanisme kerja bakteri endofit sebagai agens hayati ialah menghasilkan senyawa antimikrob untuk melawan patogen, menghasilkan zat pengatur tumbuh, memfiksasi nitrogen, dan memobilisasi fosfat yang berperan dalam memacu dan memperkuat pertumbuhan ketahanan tanaman (Ikeda et al. 2010).

Bakteri endofit juga diketahui mampu menekan patogen penyebab penyakit seperti yang dilaporkan Munif et al. (2012a) bahwa bakteri endofit asal akar tomat dapat menekan patogen F. oysporum f. sp. radicus-lyocopersici dan F. oysporum f. sp. lyocopersici.

Penelitian ini memberikan informasi baru bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman R. discolor mampu berperan sebagai agens hayati dengan menekan pertumbuhan F. oxysorum secara in vitro dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi.

DAFTAR PUSTAKA

Frolich E, Nagl W. 1979. Transitory increase in chromosomal DNA (Feulgen) during floral differentiation in Rhoeo discolor. Cellular Differentiation. 8:11–18. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/0045-6039(79)90013-7.

Hallmann J, Hallmann AQ, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol. 43:895–914. DOI: http://dx.doi.org/10.1139/m97-131.

Harni R, Munif A, Supramana, Mustika I. 2007. Pemanfaatan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) pada tanaman nilam. HAYATI J Biosci. 14(1):7–12.

Ikeda S, Okubo T, Anda M, Nakashita H, Yasuda M, Sato S, Kaneko T, Tabata S, Eda S, Momiyama A, Terasawa K, Mitsui H, Minamisawa K. 2010. Community- and genome-based views of plant-associated bacteria: plant-bacterial interactions in soybean and rice. Plant Cell Physiol. 51(9):1398–1410. DOI: http://dx.doi.org/10.1093/pcp/pcq119.

Miliūtė I, Odeta B. 2011. IAA production and other plant growth promoting traits

77

Page 6: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Pradana et al.

of endophytic bacteria from apple tree. Biologija. 57(2):98–102.

Munif A, Hallmann J, Sikora RA. 2000. Evaluation of the biocontrol activity of endophytic bacteria from tomato againts Meloidogyne incognita. Med Fac Landbouww. 65(2b):471–480.

Munif A, Hallmann J, Sikora RA. 2012a. Isolation of endophytic bacteria from tomato and their biocontrol activities against fungal disease. Microbiol Indones. 6(4):148–156. DOI: http://dx.doi.org/10.5454/mi.6.4.2.

Munif A, Harni R. 2011. Keefektifan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda parasit Meloidogyne incognita pada tanaman lada. Bull Ristri. 2(3):377–382.

Munif A, Wiyono S, Suwarno. 2012b. Isolasi bakteri endofit asal padi gogo dan potensinya sebagai agens biokontrol dan pemacu pertumbuhan. J Fitopatol Indones. 8(3):57–64.

Sundaramoorthye S, Raguchander T, Ragupathi N, Samiyappan R. 2012. Combinatorial effect of endophytic and

plant growth rhizobacteria against wilt disease of Capsicum annum L. caused by Fusarium solani. Biol Control. 60:59–67. DOI : h t t p : / / d x . d o i . o rg / 1 0 . 1 0 1 6 / j .biocontrol.2011.10.002.

Sturz AV, Nowak J. 2000. Endophytic communities of rhizobacteria and the strategies required to create yield enhancing associations with crops. Appl Soil Ecol. 15(2000):183–190. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S0929-1393(00)00094-9.

Vasudevan P, Reddy MS, Kavitha S, Velusamy P, Paulraj RSD. 2002. Role of biological preparations in enhancement of rice seedling growth and grain yield. Curr Sci. 83:1140–1143.

Wibowo AR. 2013. Isolasi bakteri endofit dari tanaman kehutanan dan potensinya untuk pengendalian Meloidogyne spp. pada tanaman tomat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

78

Page 7: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

Volume 11, Nomor 3, Juni 2015Halaman 79–84

DOI: 10.14692/jfi.11.3.79ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian, Jalan Raya Setu Km. 06, Cikarang Barat, Bekasi 17520Tel: 021-82618923, Faks: 021-82618923, Surel: [email protected]

79

Deteksi Bakteri Penyebab CVPD pada Jeruk Menggunakan DNA Asal Tulang Daun

Detection of Bacteria Causing CVPD on Citrus Using DNA Extracted from Leaf Midrib

Ummu Salamah Rustiani1*, Ariningsih Salji Endah2, Nurjanah2, Andi Prasetiawan2, Nurmaida2

1Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian, Bekasi 175202Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta 13220

ABSTRAK

Uji terhadap bakteri Candidatus liberibacter asiaticus, penyebab citrus vein phloem degeneration (CVPD), secara PCR telah rutin dilakukan dari tulang daun jeruk, namun metode deteksi ini hingga kini belum divalidasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan memvalidasi metode identifikasi terhadap bakteri penyebab penyakit CVPD sebagai konfirmasi bahwa metode yang digunakan telah sesuai dengan tujuan penggunaannya. Contoh tanaman uji bergejala klorosis daun diambil dari Bogor dan Bekasi. Contoh uji dipisahkan terlebih dulu antara lamina daun dan tulang daun. Validasi metode meliputi beberapa tahap, yaitu homogenitas contoh uji, ketersalinan (reprodusibilitas), dan keterulangan (repetabilitas) metode uji. Hasil uji validasi dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya sebagai metode standar. Hasil validasi menunjukkan bahwa tulang daun jeruk lebih baik digunakan untuk deteksi dan identifikasi bakteri penyebab penyakit CVPD dibandingkan dengan bagian lamina daun. Metode ini direkomendasikan sebagai metode rutin untuk deteksi bakteri CVPD.

Kata kunci: Candidatus liberibacter asiaticus, karantina, metode deteksi CPVD

ABSTRACT

A method for identification of the causal bacteria of citrus vein phloem degeneration (CVPD) based on polymerase chain reaction (PCR) technique using template DNA extracted from leaf midrib of citrus has been implemented routinely. The method has not been validated, therefore it is necessary to validate the method to confirm that the method fit for its intended use. Leaf samples showing chlorotic symptom was obtained from Bogor and Bekasi, West Java and used for test samples. These samples was differentiated into 2 groups, i.e. leaf midrib and leaf mesophyll. Validation test involved homogenicity, and reproducibility test; each test was replicated 2 times. The test showed that using leaf midrib gave better result for detection of bacteria causing CVPD disease than using leaf mesophyll. Therefore, this method is recommended as routine detection method for bacteria causing CVPD disease.

Key words: Candidatus liberibacter asiaticus, karantina, metode deteksi CPVD

Page 8: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Rustiani et al.

80

PENDAHULUAN

Citrus vein phloem degeneration (CVPD) merupakan salah satu penyebab penurunan produksi jeruk di beberapa negara. Kehilangan hasil akibat penyakit ini bervariasi bergantung lokasi dan kultivar yang ditanam, dilaporkan mencapai 100% di Afrika Selatan, Cina, dan Thailand. Sekitar 3 juta pohon jeruk di Indonesia mengalami kerusakan berat selama tahun 1960–1970 (Gottwald 2007). Penyakit CVPD atau dikenal juga dengan nama citrus greening atau huanglongbing, pada awalnya diduga disebabkan oleh virus atau mycoplasma-like organism (MLO). Pada tahun 1984 penyebabnya telah dikonfirmasi sebagai bakteri yang tidak bisa dibiakkan pada medium buatan, yaitu Candidatus liberibacter asiaticus di Asia dan C. liberibacter africanus di Afrika (Bovė 2006).

Deteksi dan identifikasi bakteri penyebab CVPD menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) berkembang sejak awal tahun 1990-an. Jagoueix et al. (1996) pertama kali mengembangkan primer spesifik OI1/OI2c, selanjutnya primer spesifik tersebut telah banyak digunakan untuk mendeteksi bakteri penyebab CVPD termasuk di Indonesia. Taufik et al. (2010) dan Meitayani et al. (2014) menggunakan primer tersebut untuk mendeteksi sampel jeruk dari Sulawesi Tenggara dan Bali. Status distribusi CVPD di Indonesia perlu diawasi dengan ketat karena bakteri penyebab CVPD termasuk salah satu organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) golongan A2 yang penyebarannya masih terbatas di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan (BKP 2009). Diperlukan teknik deteksi yang akurat dan cepat untuk mencegah penyebaran penyakit ini ke daerah pertanaman jeruk yang masih bebas CVPD.

Teknik PCR untuk identifikasi bakteri penyebab CVPD sudah digunakan sebagai metode rutin di laboratorium karantina tumbuhan. Penelitian dilakukan untuk mem-validasi metode deteksi C. liberibacter asiaticus pada tanaman jeruk sehingga metodetersebut dapat diadopsi oleh semua unit laboratorium karantina tumbuhan di Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan Contoh DaunDaun tanaman dengan gejala spesifik

CVPD, yaitu klorosis, diambil dari beberapa lokasi pertanaman jeruk di Bogor dan Bekasi. Daun tersebut disimpan dalam botol yang telah diisi gel silika yang di atasnya dilapisi kertas tisu. Contoh daun dibawa ke laboratorium, masing-masing contoh daun dipisahkan antara tulang daun (T) dan lamina daun (L), kemudian disimpan di dalam botol terpisah. Contoh daun tersebut disimpan pada suhu 4 °C sampai siap digunakan pada tahapan selanjutnya.

Ekstraksi DNA TotalEsktraksi DNA total dari tulang daun dan

lamina daun jeruk diproses mengikuti metode ekstraksi Dneasy Plant Mini Kit (Qiagen). Ekstraksi DNA total untuk masing-masing contoh dari lokasi yang berbeda diulang 3 kali. Setelah diperoleh DNA total hasil ekstraksi, masing-masing DNA contoh uji dibagi menjadi 3 bagian untuk 3 keperluan, yaitu untuk uji pendahuluan (P), uji validasi (V), dan arsip contoh (A). Enam jenis contoh ekstrak DNA ialah lamina daun untuk uji pendahuluan (LP), lamina daun untuk uji validasi (LV), lamina daun untuk arsip contoh (LA), tulang daun untuk uji pendahuluan (TP), tulang daun untuk uji validasi (TV), dan tulang daun untuk arsip contoh (TA). Ekstrak DNA arsip contoh disimpan pada suhu 4 °C sampai siap untuk digunakan.

Kualitas ekstrak DNA diukur menggunakan spektrofotometer (NanoDrop 2000 Thermo Scientific) pada panjang gelombang 260/280. Nilai densitas optik pada kisaran 1.7–2.0 di-kategorikan sebagai DNA dengan kemurnian tinggi (Sambrook dan Russle 1989). Ekstrak DNA uji pendahuluan dan validasi disimpan pada suhu -20 °C sampai siap untuk tahap amplifikasi.

Amplifikasi DNA Bakteri dengan PCR Tahap amplifikasi DNA dilakukan sebagai

uji pendahuluan, yaitu menggunakan semua contoh berlabel LP dan TP. Contoh uji dengan hasil positif pada uji pendahuluan selanjutnya digunakan untuk tahap validasi, yaitu uji

Page 9: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Rustiani et al.

ketersalinan dan keterulangan. Contoh uji untuk tahap validasi menggunakan contoh berlabel LV dan TV.

Proses amplifikasi dilakukan menggunakan sepasang primer spesifik untuk deteksi C. liberibacter asiaticus, yaitu primer OI1 (5’-GCG CGT ATG CAA TAC GAG CGG C-3’) dan OI2c (5’-GCC TCG CGA CTT CGC AAC CCA T-3’) dengan target produk berukuran 1160 pb (Gopal et al. 2007). Reaksi amplifikasi menggunakan ready-to go-PCR bead (GE Healthcare) dengan siklus amplifikasi, yaitu denaturasi awal pada suhu 92 °C selama 30 detik, dilanjutkan 40 siklus dengan tahapan denaturasi pada suhu 92 °C selama 60 detik, tahapan aneling pada suhu 60 °Cselama 30 detik, dan sintesis pada suhu 72 °C selama 90 detik. Siklus terakhir merupakan tahap penyempurnaan sintesis DNA pada suhu 72 °C selama 90 detik. Sebagai kontrol positif digunakan DNA asal tanaman jeruk dari Jawa Timur koleksi BBUSKP, sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan air bebas nuklease sebagai DNA templet. Visualisasi fragmen DNA hasil amplifikasi dilakukan melalui elektroforesis pada gel agarosa 1.5% dengan bufer TAE yang mengandung 40 mMnatrium EDTA. Elektroforesis menggunakan Biorad powerpack 300, dilaksanakan pada 75 volt selama 45 menit.

Uji Ketersalinan (Reproducibility) dan Keterulangan (Repeatibility)

Pengujian ketersalinan dilakukan untuk tahap amplifikasi dengan 5 kali ulangan, yaitu masing-masing dilakukan oleh 5 orang analis laboratorium pada waktu yang sama. Pengujian keterulangan juga dilakukan untuk tahap amplifikasi dengan 5 kali ulangan, yaitu masing-masing dilakukan oleh 5 orang analis laboratorium pada waktu yang berbeda. Pengulangan dilakukan 2 kali untuk masing-masing analis pada setiap tahap ketersalinan dan keterulangan.

HASIL

Gejala PenyakitGejala CVPD di lapangan berupa daun

klorosis (Gambar 1), terjadi hampir lebih dari

separuh bagian tanaman jeruk yang diamati. Walaupun contoh daun dari semua lokasi di Bogor dan Bekasi menunjukkan gejala klorosis, namun tidak semua contoh daun tersebut me-nunjukkan hasil deteksi yang positif (Tabel 1).Contoh daun LP dan TP dari Dramaga, Bogor menunjukkan hasil deteksi yang negatif sehingga contoh daun tersebut tidak digunakan lebih lanjut pada tahap uji validasi.

Konsentrasi DNA pada Uji ValidasiPengukuran kualitas DNA total hasil

ekstraksi masing-masing contoh uji me-nunjukkan tingkat kemurnian yang bervariasi. Contoh daun asal Bekasi dan 4 contoh asal Bogor dari lamina daun mempunyai nilai kurang dari 1.7 sehingga tidak digunakan untuk tahap amplifikasi. Konsentrasi DNA contoh daun dengan kemurnian yang tinggi berkisar antara 14.5 ng µL-1 dan 52.8 ng µL-1.Konsentrasi DNA contoh asal tulang daun mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan lamina daun, kecuali untuk contoh asal Cibeureum Bogor (Tabel 2).

Pita DNA berukuran 1160 pb berhasil diamplifikasi dari contoh DNA asal tulang daun jeruk dari lokasi Bekasi, Situgede1, Situgede2, dan Cibeureum1 (Gambar 2). Hasil uji ketersalinan yang dilakukan 5 analis menunjukkan bahwa ekstrak DNA asal tulang daun lebih konsisten menunjukkan hasil positif dibandingkan dengan asal lamina

81

Gambar 1 Gejala CVPD berupa klorosis pada daun di salah satu lokasi di Bogor.

Page 10: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Rustiani et al.

daun. Demikian pula pada uji keterulangan menunjukkan bahwa DNA asal tulang daun lebih efektif digunakan untuk deteksi C. liberibacter asiaticus dibandingkan dengan DNA asal lamina daun. Hasil visualisasi DNA contoh tulang daun dari 5 lokasi menunjukkan tidak berbeda dengan pita DNA yang ditunjukkan oleh kontrol positif (Gambar 3).

PEMBAHASAN

Gejala klorosis yang disebabkan oleh penyakit CVPD tidak bersifat spesifik, karena gejala yang serupa juga dapat disebabkan oleh infeksi patogen lain, yaitu Spiroplasma citri, Citrus tristeza virus, dan Phythophthora sp., atau disebabkan oleh defisiensi atau

82

Tabel 1 Hasil uji pendahuluan contoh daun jeruk bergejala CPVD dari Bekasi dan Bogor dengan metode polymerase chain reaction

Asal contoh daunHasil uji pada 2 jenis contoh daun

Lamina daun Tulang daunBekasi negatif positifBogor, Dramaga negatif negatifBogor, Situgede 1 negatif positifBogor, Situgede 2 negatif positifBogor, Gunung Bunder positif positifBogor, Cibeureum 1 negatif positifBogor, Cibeureum 2 positif positif

Tabel 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA total hasil ekstraksi dari contoh daun jeruk bergejala CVPD untuk persiapan uji validasi

Asal contoh Konsentrasi DNA (ng µL-1) Kemurnian DNA (λ260/λ280)

Lamina daun Tulang daun Lamina daun Tulang daunBekasi 3.8 40.2 1.6 1.7Bogor, Situgede 1 14.5 15.9 1.8 1.8Bogor, Situgede 2 25.7 29.4 1.8 1.8Bogor, Gunung Bunder 32.2 42.3 1.8 1.8Bogor, Cibeureum 1 24.5 32.0 1.5 1.8Bogor, Cibeureum 2 52.8 46.6 1.8 1.8

Pengukuran dilakukan menggunakan NanoDrop 2000 (Thermo Scientific) pada panjang gelombang 260 dan 280 nm

Gambar 2 Visualisasi DNA Candidatus liberibacter asiaticus pada beberapa contoh daun jeruk bergejala klorosis pada uji ketersalinan dan keterulangan yang dilakukan oleh analis ke-1. KA, kontrol negatif; 1, Bekasi LV; 2, Situgede1 LV; 3, Bekasi TV; 4, Situgede1 TV; 5, Situgede2 LV; 6, Gunung Bunder TV; 7, Cibeureum1 TV; 8, Cibeureum2 TV; 9, Cibeureum1 LV; K1, kontrol positif 1; K2, kontrol positif 2; M, Penanda 1 Kpb (Fermentas).

KA M K1 K21 2 3 4 5 6 7 8 9

1160 pb

M

Page 11: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Rustiani et al.

keracunan unsur hara Fe dan Zn (Bovė 2006). Gejala klorosis yang disebabkan oleh infeksi C. liberibacter asiaticus menunjukkan adanya gangguan fisiologi pada tanaman. Gangguan fisiologi terjadi karena massa bakteri menyebabkan penghambatan transportasi nutrisi dari dan ke jaringan floem. Susanti et al. (2014) mengemukakan bahwa jaringan floem pada daun dan petiol akan mengalami abnormalitas sel akibat infeksi CVPD. Jaringan floem terinfeksi CVPD tertutupi oleh massa bakteri dan akan menyebabkan degenerasi sel-sel floem sehingga terjadi hambatan nutrisi dari daun ke seluruh jaringan tanaman lainnya. Selain massa bakteri, aktivitas floem juga mengalami gangguan oleh kalosa dan protein yang terbentuk sebagai respons adanya abnormalitas sel jaringan. Tanaka et al. (2006) mengonfirmasi melalui pengamatan menggunakan mikroskop elektron bahwa bakteri penyebab citrus greening ditemukan pada jaringan pembuluh floem daun bergejala, namun tidak dijumpai pada daun yang tidak bergejala. Pengumpulan massa bakteri di jaringan floem menyebabkan konsentrasi DNA asal tulang daun di sebagian besar lokasi pengambilan contoh lebih tinggi dibandingkan dengan lamina daun. Bakteri C. liberibacter asiaticus yang terakumulasi di dalam floem akan ditranslokasikan ke bagian tanaman. Pergerakan bakteri ke bagian lain berlangsung lambat sehingga gejala baru terlihat 4–6 bulan setelah tanaman terinfeksi. Akibatnya bibit

jeruk yang terinfeksi sering kali tidak dapat dikenali. Oleh karena itu, metode deteksi yang akurat dan sensitif diperlukan untuk memastikan bibit jeruk bebas penyakit.

Deteksi dengan metode PCR meng-gunakan primer untuk target gen 16S rRNA telah digunakan untuk mengidentifikasi C. liberibacter asiaticus yang tersebar di kawasan Asia termasuk Indonesia. Metode yang sama juga digunakan untuk diagnosis penyakit CVPD di Afrika Selatan, dan berhasil mengidentifikasi C. liberibacter africanus (Garnier et al. 2000; Razi et al. 2014). Hasil uji validasi yang dilakukan menunjukkan bahwa metode ekstraksi DNA dari ibu tulang daun jeruk merupakan metode yang paling efektif. Lebih lanjut, hasil uji ketersalinan dan keterulangan menunjukkan bahwa templatDNA yang berasal dari ekstraksi tulang daun mempunyai tingkat konsistensi yang memadai. Das (2004) dan Gopal et al. (2007) meng-ekstraksi DNA dari ibu tulang daun dan batang tanaman jeruk asal India dan mengamplifikasi DNA C. liberibacter africanus dengan primer OI1/OI2c. Amplifikasi mendapatkan hasil yang sama, yaitu target DNA berukuran 1160 pb. Hasil validasi metode deteksi bakteri secara PCR menggunakan tulang daun telah memadai sebagai uji rutin pada laboratorium penyakit tanaman.

Penyebaran penyakit CVPD dapat terjadi melalui penanaman bibit terinfeksi sehingga diperlukan penguatan sistem karantina

83

Gambar 3 Konsistensi uji ketersalinan semua analis terhadap contoh homogen daun jeruk dari tulang daun. Nilai 1 menunjukkan hasil amplifikasi DNA negatif; Nilai 2 menunjukkan hasil amplifikasi DNA positif. , analisi ke-1; , analis ke- 2; , analis ke- 3, , analis ke- 4;

, analis ke- 5.

Bekasi L Situgede L Gunung bunder L

Cibeureum L

Gunung bunder T

Cibeureum TBekasi T Situgede T

2

1

0Nila

i am

plifi

kasi

DN

A

Page 12: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Rustiani et al.

domestik dalam mencegah penyebaran penyakit CVPD dari daerah endemik ke daerah bebas. Salah satu penguatan sistem tersebut ialah melalui pengujian di laboratorium penyakit tanaman lingkup Badan Karantina Pertanian di Indonesia guna menjamin bibit bebas CVPD di tempat-tempat pengeluaran.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada BBUSKP yang telah memberi dana kegiatan validasi metode ini pada tahun anggaran 2010.

DAFTAR PUSTAKA

[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2009. Himpunan Peraturan Karantina Tumbuhan. Jakarta (ID): BKP.

Bovė JM. 2006. Huanglongbing: a destructive, newly-emerging, century-old disease of citrus. J Plant Pathol. 88(1):7–37.

Das AK. 2004. Rapid detection of Candidatus liberibacter asiaticus, the bacterium associated with citrus huanglongbing (greening) using PCR. Cur Sci. 87(9):122–134.

Garnier M, Bové JM, Jagoueix-Eveillard S, Cronje PR, Sanders GM, Korsten L, Roux HFL. 2000. Presence of “Candidatus liberibacter africanus” in the western cape province of South Africa. Di dalam: Graça JV, Lee RF, Yokomi RK, editor. Proceedings of the Fourteenth Conference of the International Organization of Citrus Virologists; 1998 Sep 13–18; Campinas-São Paulo State (BR): International Organization of Citrus Virologists. hlm 369–372.

Gopal K, Gopi V, Palanivel S, Sreenivasulu Y. 2007. Molecular detection of greening disease in citrus by PCR: tissue source and time of detection molecular diagnosis laboratory, AICRP on tropical fruits (citrus) Citrus Research Station (ANGRAU), Tirupati, India. Cur Sci. 87(9):1183–1185.

Gottwald TR, da Graça JV, Bassanezi RB. 2007. Citrus huanglongbing: the pathogen and its impact. Online. Plant Health

Progress. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PHP-2007-0906-01-RV.

Jagoueix S, Bovė JM, Garnier M. 1996. PCR detection of two ‘candidatus’ liberobacter species associated with greening disease of citrus. Mol Cell Probes. (10):43–50. DOI: http://dx.doi.org/10.1006/mcpr.1996.0006.

Meitayani NPS, Adiartayasa W, Wijaya IN. 2014. Deteksi penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD) dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) pada tanaman jeruk di Bali. J Agroeko Trop. 3(2):70–79.

Razi MF, Manjunath L, Keremane, Ramadugu C, Roose M, Khan IA, Lee RF. 2014. Detection of citrus, huanglongbing-associated Candidatus liberibacter asiaticus in citrus and Diaphorina citri in Pakistan, seasonal variability, and implications for disease management.Phytopathol. 104(3):257–268. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PHYTO-08-13-0224-R.

Sambrook J, Russle DW. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Ed Ke-2. New York (US): Cold-Spring Harbor Laboratory Pr.

Saptowo JP. 2009. Materi Inhouse Training: Validasi Metode Uji PCR Di Laboratorium Terakreditasi ISO/EIC 17025. Jakarta (ID): BBUSKP.

Susanti H. Mukarlina, Linda R. 2014. Anatomi daun dan ranting Citrus nobilis L. var. microcarpa yang terserang citrus vein phloem degeneration. Protobiont. 3(3):51–55.

Tanaka FAO, Kitajima EW, Jesus JWC, Ayres AJ, Nelson GF, Bové J. 2006. First report of the electron micrograph of “Candidatus Liberibacter” particles on citrus in Brazil. Fitopatol Bras. 31(1):99. DOI: http://dx.doi.org/10.1590/S0100-41582006000100018.

Taufik M, Khaeruni A, Pakki T, Giyanto. 2010. Deteksi keberadaan citrus vein phloem degeneration (CVPD) dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) di Sulawesi Tenggara. J HPT Trop. 10(1):73–79.

84

Page 13: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

Volume 11, Nomor 3, Juni 2015Halaman 85–90

DOI: 10.14692/jfi.11.3.85ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

Identifikasi Nematoda Parasit pada Tanaman Wortel di Dataran Tinggi Malino, Sulawesi Selatan

Berdasarkan pada Ciri Morfologi dan Morfometrik

Identification of Plant-Parasitic Nematodes on Carrot in Malino Highland, South Sulawesi Based onMorphological and Morphometric Characters

Hishar Mirsam, Supramana*, Gede SuastikaInstitut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Nematoda parasit tumbuhan merupakan organisme pengganggu tanaman penting pada pertanaman wortel (Daucus carota) di dataran tinggi Malino. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi nematoda parasit pada tanaman wortel. Identifikasi dilakukan berdasarkan pada ciri morfologi dan morfometrik nematoda dari sampel tanah. Ektraksi nematoda dilakukan dengan teknik flotasi-sentrifugasi. Pengukuran tubuh nematoda dilakukan pada stadium juvenil 2 meliputi panjang tubuh total, panjang stilet, panjang esofagus dari pangkal stilet sampai perbatasan esofagus dengan usus, panjang ekor dari ujung posterior sampai anus, diameter tubuh anterior, diameter tubuh maksimum, dan diameter tubuh posterior. Tiga genus nematoda parasit diidentifikasi sebagai Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus.

Kata kunci: juvenil stadium 2, Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus

ABSTRACT

Plant-parasitic nematodes are important pests on carrot (Daucus carota) in Malino Highland. This research aimed to identify plant-parasitic nematodes on carrot. The identification was carried out based on the morphological and morphometric characters of second-stage juveniles that were extracted from soil samples. Nematodes were extracted using the flotation-centrifugation technique. Morphometric measurement included body length, stylet length, esophagus length from the basal knob to the esophagus end, tail length from the posterior end to the anus, anterior diameter, maximum body diameter, and posterior diameter. Three genera of plant-parasitic nematodes were identified as Meloidogyne, Rotylenchulus, and Pratylenchus.

Key words: Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus, second-stage juveniles

85

PENDAHULUAN

Fitonematoda atau nematoda parasit tumbuhan merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) penting yang menyerang berbagai jenis tanaman budi daya. Meloidogyne, Rotylenchulus, dan

Pratylenchus merupakan nematoda parasit penting pada tanaman wortel (Daucus carota). Nematoda parasit tersebut sudah ditemukan pada area pertanaman hortikultura di daerah tropik. Saat ini, nematoda parasit tumbuhan yang berasosiasi dengan tanaman wortel sudah menyebar di Provinsi Jawa Barat,

Page 14: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan (Hikmia et al. 2012; Taher et al. 2012; Halimah et al. 2013; Mirsam et al. 2015). Di Indonesia kerusakan tanaman karena nematoda parasit, kurang disadari oleh para petani maupun para petugas yang bekerja di bidang pertanian. Kehilangan hasil tanaman wortel akibat infeksi nematoda puru akar mencapai 15–95% (Kurniawan 2010).

Pertumbuhan tanaman wortel di Malino tidak merata, tanaman kerdil, daun menguning dan tanaman yang bergejala mudah tercabut. Umbi wortel yang terinfeksi memperlihatkan gejala umbi bercabang, bintil-bintil berukuran kecil hingga bentuk distorsi yang besar, dan luka pada umbi dan akar. Penyebab umbi bercabang di Sulawesi Selatan dilaporkan oleh Mirsam et al. (2015) masih terbatas pada Meloidogyne spp. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi identifikasi untuk melihat keragaman nematoda parasit yang berpotensi menginfestasi pertanaman wortel di Dataran Tinggi Malino.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan sampel dilakukan pada pertanaman wortel di Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1750 m di atas permukaan laut. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dengan memilih sampel berdasarkan pada kriteria gejala penyakit spesifik. Sampel yang diambil berupa tanah di sekitar tanaman yang menunjukkan gejala penykit. Sampel disimpan dalam kantong plastik secara terpisah dan dibungkus dengan pelepah pisang agar kelembapannya terjaga sehingga nematoda dapat bertahan hidup, kemudian disimpan dalam kontak pendingin.

Ektraksi Nematoda dengan Teknik Flotasi-Sentrifugasi

Ekstrasi nematoda dari contoh tanah dilakukan dengan teknik flotasi-sentrifugasi (Caveness dan Jensen 1955) yang telah dimodifikasi waktu dan kecepatan sentrifugasi. Sampel tanah dipisahkan dari

gumpalan dan kotoran. Tanah yang halus diambil sebanyak 100 mL menggunakan gelas ukur dan dicampurkan dengan 800 mLair dalam ember A, lalu diendapkan selama 1 menit. Air dari ember A disaring ke dalam ember B menggunakan saringan kasar untuk memisahkan partikel tanah yang halus dan kasar. Air dalam ember B disaring di atas saringan nematoda bertumpuk dengan kemiringan 30°, yaitu berturut-turut saringan 20 mesh dan 400 mesh. Substrat tanah dan nematoda yang tertinggal di saringan 400 meshdituang ke dalam tabung sentrifus. Substrat disentrifugasi selama ± 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm, kemudian supernatan dibuang. Endapan ditambahi larutan gula 40% dan diaduk sampai merata, selanjutnya disentrifugasi selama ± 1 menit dengan ke-cepatan 1700 rpm. Supernatan yang terbentuk disaring dengan saringan 500 mesh dan dibilas dengan air yang mengalir sehingga diperoleh suspensi nematoda, lalu dimasukkan dalam botol koleksi untuk diamati dan diidentifikasi.

Inkubasi NematodaNematoda dibilas menggunakan air steril

pada saringan 500 mesh dan dimasukkan ke dalam botol kaca. Nematoda diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruangan dan diberi udara menggunakan aerator. Inkubasi dilakukan agar sistem pencernaan tubuh nematoda bebas dari sisa-sisa makanan untuk memudahkan pengamatan ciri morfologi dan pengukuran bagian tubuh nematoda.

Pembuatan Preparat SemipermanenPreparat semipermanen dibuat meng-

ikuti metode Goodey (1973) yang telah dimodifikasi yaitu tanpa menggunakan glass woll. Lingkaran parafin dibuat di atas gelas obyek menggunakan bor gabus dengan ketebalan yang sama, kemudian diteteskan laktofenol pada bagian tengah lingkaran parafin. Sebanyak 3–5 ekor nematoda juvenil 2diletakkan pada larutan laktofenol dengan posisi yang sama sejajar, selanjutnya ditutup dengan kaca penutup. Preparat kemudian dipanasi sampai cincin parafin meleleh kembali dan kaca penutup merekat bersama

86

Page 15: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

parafin. Bagian tepi kaca penutup direkatkan dengan kuteks transparan.

Pengukuran NematodaIdentifikasi nematoda berdasarkan formula

pada de Man dengan mengukur dimensi nematoda secara proporsional (Zuckerman et al. 1985). Sebanyak 10 preparat nematoda juvenil 2 digunakan untuk pengukuran morfometrik. Pengukuran tubuh nematoda juvenil 2 dilakukan menggunakan mikroskop binokuler (Dino-eye AM4234) yang telah dikalibrasi dalam ukuran mikrometer (µm) dengan pembesaran 2000× dan 4000×. Parameter yang digunakan untuk identifikasi terhadap juvenil stadium 2 ialah panjang tubuh total, panjang stilet, panjang esofagus dari pangkal stilet sampai perbatasan esofagus dengan usus, panjang ekor dari ujung posterior sampai anus, diameter tubuh anterior, diameter tubuh maksimum, dan diameter tubuh posterior. Identifikasi dilakukan dengan mengacu pada buku Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes (May dan Lyon 1996) dan mencocokkan beberapa gambar pada beberapa sumber pustaka.

HASIL

Sebanyak 3 genus nematoda parasit ditemukan pada pertanaman wortel di Malino, yaitu Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus. Tubuh Meloidogyne bervariasi bergantung pada spesies. Fase istirahat Meloidogyne juvenil 2memperlihatkan bentuk tubuh yang relatif lurus, tipe bibir tidak set-off atau tidak memiliki lengkungan bibir dan dilengkapi stilet yang relatif panjang dengan tipe stomato stylet, anulasi halus, dan ujung ekor terlihat bergerigi (Gambar 1). Ciri morfologi Rotylenchulus juvenil 2 ialah fase istirahat berbentuk huruf G,bibir tidak set-off, stilet relatif pendek dengan tipe stomato stylet, anulasi relatif halus, ekor tampak agak runcing dan tumpul tergantung jenisnya, dan ukuran tubuhnya agak gemuk (Gambar 2). Bentuk tubuh Pratylenchus juvenil 2 pada fase istirahat berbentuk huruf C dan agak ramping, daerah kepala rendah, bibir

datar, stilet pendek, tebal dan mempunyai basal knob (stomato stylet), kelenjar esofagusnya tumpang tindih dengan usus pada bagian ventral, mempunyai anulasi yang relatif halus, serta ekornya panjang dan agak tumpul (Gambar 3).

Pengamatan morfologi dikonfirmasi dengan pengukuran morfometrik dimensi tubuh nematoda juvenil 2 yang meliputi panjang tubuh total (PT), panjang stilet (PS), panjang esofagus dari pangkal stilet sampai perbatasan esophagus dengan usus (PEs), panjang ekor dari ujung posterior sampai anus (PEk), diameter tubuh anterior (DA), diameter tubuh maksimum (DM), dan diameter tubuh posterior (DP). Ukuran dimensi tubuh nematoda juvenile 2 menunjukkan karakter morfometrik khas pada setiap jenis nematoda sehingga menguatkan hasil pengamatan karakter morfologi (Tabel 1).

PEMBAHASAN

Ciri morfologi dan kisaran ukuran tubuh nematoda diidentifikasi sebagai Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus. Meloidogyne juvenil 2 memiliki kenampakan khas pada bagian ekor, yaitu ujung ekor terlihat bergerigi dengan kisaran panjang tubuh total 247.99–397.72 µm. Nilai tersebut berada pada kisaran ukuran yang dilaporkan oleh Hunt et al. (2005) bahwa Meloidogyne juvenil 2 memiliki panjang tubuh total berkisar antara 300–700 μm, stilet relatif panjang, dan bentuk ekor yang khas. Nematoda ini termasuk endoparasit menetap yang dapat menyebabkan bengkak pada akar yang disebut puru akar.

Rotylenchulus juvenil 2 ditandai dengan ukuran tubuh gemuk dan fase istirahat berbentuk huruf G dengan kisaran panjang tubuh total 234.4–305.25 µm. Rotylenchulus yang dilaporankan oleh CABI (2007) memiliki panjang tubuh berkisar antara 230 μm dan 400 μm. Tubuh Rotylenchulus juvenil 2 pada fase istirahat bersifat semi-endoparasit menetap. Sepertiga tubuh bagian anterior masuk ke dalam akar inang, sedangkan dua pertiga tubuh bagian posterior berada di luar akar.

87

Page 16: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

88

Gambar 3 Morfologi Pratylenchus juvenil 2. a, penampakkan seluruh tubuh; b, anulasi; c, bagian tubuh anterior; dan d, bagian tubuh posterior. Gambar a, pembesaran 2000×; Gambar b, c, d, pembesaran 4000×.

a dcb

anulasi

esofagus

stilet

bibir ekor

anus

Gambar 2 Morfologi Rotylenchulus juvenil 2. a, penampakkan seluruh tubuh; b, anulasi; c, bagian tubuh anterior; dan d, bagian tubuh posterior. Gambar a, pembesaran 2000×; Gambar b, c, d, pembesaran 4000×.

anulasi

esofagus

stilet

bibirekor

anus

a dcb

Tabel 1 Pengukuran morfometrik nematoda parasit wortel juvenil 2 isolat Malino berdasarkan formula de Man

ParameterUkuran Nematoda (µm)

Meloidogyne Rotylenchulus PratylenchusRerata ± Sd Kisaran Rerata±Sd Kisaran Rerata±Sd Kisaran

PT 305.87±12.22 247.99-397.72 269.72±6.22 234.4-305.25 302.63±9.15 270.17-356.14PS 9.53±0.13 8.99-10.09 7.33±0.35 5.47-8.63 9.97±0.22 9.11-11.00Pes 43.83±1.15 39.09-50.39 45.47±1.59 36.64-53.35 39.54±0.63 36.77-42.31PEk 14.27±0.64 11.41-17.90 19.73±0.55 17.06-21.73 18.32±0.45 16.92-19.89DA 6.76±0.14 6.11-7.46 7.64±0.31 5.97-8.94 7.11±0.34 5.99-8.84DM 10.67±0.36 8.73-12.18 12.43±0.15 11.41-13.16 10.50±0.30 9.14-11.45DP 3.30±0.13 2.52-3.99 6.93±0.10 6.45-7.56 5.74±0.45 4.59-7.99

Sd, standar deviasi; PT, panjang tubuh total; PS, panjang stilet; PEs, panjang esofagus; PEk, panjang ekor; DA, diameter ante-rior; DM, diameter maksimum; dan DP, diameter posterior.

Gambar 1 Morfologi Meloidogyne juvenil 2. a, penampakkan seluruh tubuh; b, anulasi; c, bagian tubuh anterior; dan d, bagian tubuh posterior. Gambar a, pembesaran 2000×; Gambar b, c, d, pembesaran 4000×.

a dcb

anulasi

stilet

bibiresofagus

ekor

anus

Page 17: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Ciri morfologi dan morfometrik Pratylenchus yang diperoleh menunjukkan kisaran ukuran dan ciri yang mirip dengan yang dilaporkan oleh Zeng et. al (2012), memiliki panjang tubuh antara 350–510 μm,ujung bibir datar, anulasi halus, dan fase istirahat berbentuk C. Pratylenchus termasuk nematoda endoparasit berpindah di dalam jaringan inang atau antara tanah dan menyerang jaringan korteks akar serabut terutama korteks yang aktif menyerap unsur hara dan air.

Keberadaan nematoda parasit di daerah Dataran Tinggi Malino berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain sistem budi daya, cara olah tanah, pH tanah, suhu, dan kelembapan. Dataran Tinggi Malino memiliki jenis tanah latosol dengan kandungan bahan organik rendah, mineral primer dan unsur hara rendah, pH 4.5–5.5, terjadi akumulasi seskuioksida, serta tanah berwarna merah, cokelat kemerahan hingga cokelat kekuningan atau kuning. Tanah latosol memiliki lapisan top soil bertekstur halus dan subsoil bertekstur lempung berliat. Jenis tanah ini merupakan habitat dari beberapa genus nematoda parasit tanaman. Menurut Melakeberhan et al. (1987) daya dukung habitat tersebut memudahkan nematoda menginfeksi akar tanaman sehingga dapat mempengaruhi proses fotosintesis, transpirasi, dan status hara tanaman. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun kuning klorosis dan akhirnya tanaman mati. Selain itu, serangan nematoda dapat menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen lain seperti cendawan, bakteri, dan virus. Serangan nematoda dapat berakibat pertumbuhan tanaman terhambat danproduktivitas serta kualitas produksi berkurang.

Perkembangan nematoda parasit juga berhubungan dengan curah hujan dan suhu. Curah hujan dan suhu dapat mempengaruhi siklus hidup dan tingkat perkembangan dari individu dan populasi nematoda parasit. Rata-rata curah hujan dan suhu udara tahunan di Dataran Tinggi Malino berturut-turut ialah 2420 mm (1500–3000 mm tahun-1) dan 17–20 °C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu optimum beberapa nematoda

parasit tanaman, khususnya Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus. Suhu telah dilaporkan lebih berpengaruh pada ketiga nematoda ini daripada faktor lainnya. Meloidogyne sp. dan Rotylenchulus sp. dapat berkembang pada suhu antara 15–25 oC, sedangkan Pratylenchus sp. hidup pada suhu optimum 20–30 oC (Brodie 1998).

Serangan nematoda dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi kuantitas dan kualitas produksi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data primer untuk menentukan strategi pengendaliaan nematoda parasit yang berasosiasi dengan tanaman wortel di Dataran Tinggi Malino.

DAFTAR PUSTAKA

Brodie BB. 1998. Potato. Di dalam: Barker KA, Pederson GA, Windham GL, editor. Plant and Nematodes Interactions. Madison (USA): American Society of Agronomy, Crop Science Society of America, Soil Science Society of America. Hlm 567–564.

[CABI] Central for Agriculture and Bioscience International. 2007. Crop Protection Compendium. Wallingford (US): CAB International.

Caveness FE, Jensen HJ. 1955. Modification of the centrifugal-flotation technique for the isolation and concentration of nematodes and their eggs from soil and plant tissue. Proc Helminthol Soc Wash. 25:87–89.

Goodey T. 1973. Two methods for staining nematodes in plant tissue. J Helminthol. 15: 137–144. DOI: http://dx.doi.org/10.1017/S0022149X00030790.

Halimah, Supramana, Suastika G. 2013. Identifikasi spesies Meloidogyne pada wortel berdasarkan sikuen nukleotida. J Fitopatol Indones. 9(1):1–6. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.9.1.1.

Hikmia Z, Supramana, Suastika G. 2012. Identifikasi spesies Meloidogyne spp. penyebab umbi bercabang pada tanaman wortel di Jawa Timur. J Fitopatol Indones. 8(3):73–78. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.8.3.73.

89

Page 18: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Hunt DJ, Luc M, Manzanilla-López RH. 2005. Identification, morphology, and biology of plant parasitic nematodes. Di dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J, editor. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture 2nd Edition. Wallingford (US): 301 CABI. hlm 11–52.

Kurniawan W. 2010. Identifikasi penyakit umbi bercabang pada wortel, Daucus carota (L.) di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

May WF, Lyon HH. 1996. Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes. New York (US): Cornel Univ.

Melakeberhan H, Webster JW, Brook RC, D’Auria JM, Cacckette M. 1987. Effect of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its influence on plant physiology of bean. J. Nematol. 19: 324−330.

Mirsam H, Supramana, Suastika G. 2015. Deteksi dan identifikasi spesies

Meloidogyne pada tanaman wortel dari Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan. J Fitopatol Indones. 11(1):1–8. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.11.1.1.

Taher M, Supramana, Suastika G. 2012. Identifikasi Meloidogyne penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel di Dataran Tinggi Dieng. J Fitopatol Indones. 8(1):16–21. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.8.1.16.

Zeng Y, Ye W, Tredway L, Martin S, Martin M. 2012. Taxonomy and morphology of plant-parasitic nematodes associated with turfgrasses in North and South Carolina, USA. J Zootaxa. 3452:1–46.

Zuckerman BM, Mai WF, Harrison MB. 1985. Plant Nematology, Laboratory Manual. Massachusetts (US): The University of Massachusetts Agricultural Experiment Station Amherst.

90

Page 19: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

Volume 11, Nomor 3, Juni 2015Halaman 91–96

DOI: 10.14692/jfi.11.3.91ISSN: 0215-7950

Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Pascapanen padaBeberapa Buah di Yogyakarta

Identification of Fungus Causing Postharvest Disease onSeveral Fruits in Yogyakarta

Ani Widiastuti*, Ovianne Hapsari Ningtyas, Achmadi PriyatmojoUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281

ABSTRAK

Di Indonesia kehilangan hasil yang besar akibat penyakit pascapanen sering sulit terukur karena belum banyak dilakukan penelitian yang berkelanjutan mengenai hal tersebut. Penelitian ini bertujuan menentukan genus cendawan penyebab busuk pada buah pascapanen, yang dapat digunakan untuk mengetahui patogen penting pada komoditas pascapanen saat ini dan dasar pengelolaan sebagai langkah lanjutan. Metode yang digunakan ialah pengambilan sampel, isolasi spora tunggal, pengamatan morfologi, dan inokulasi. Hasil isolasi yang dilakukan pada buah pepaya diperoleh Colletotrichum. Pada buah alpokat dan belimbing diperoleh cendawan Pestalotia. Pada buah mangga terdapat cendawan Lasiodiplodia, sedangkan pada buah sawo dan pisang diperoleh Pestalotia dan Lasiodiplodia. Pada buah pir dan apel terdapat cendawan Alternaria. Pada buah anggur terdapat cendawan Aspergillus, sedangkan pada buah nanas diperoleh cendawan Fusarium sp.

Kata kunci: Alternaria, Aspergillus, Colletotrichum, Lasiodiplodia, Pestalotia

ABSTRACT

In Indonesia, high yield losses due to post-harvest diseases are often difficult to measure because research focusing on such matter are still limited. This study aimed to determine the genera of fungi that cause rot on postharvest fruit, which can be used as a basis to determine the important pathogens in the current post-harvest commodities and for further disease management. The method used is sample collection, single spore isolation, microscopic observation and identification of fungal genera. Colletotrichum sp. was sucessfuly isolated from antrachnose of papaya. Pestalotia sp. was found in the fruit rot of avocado and star fruit. Lasiodiplodia sp. was found in mango, while Pestalotia sp. and Lasiodiplodia sp. was found in both sapodilla and banana. Alternaria sp. was found in the fruit rot of pears and apples. Aspergillus sp. was found in grapes, and Fusarium sp. was isolated from pineapple fruit rot.

Key words: Alternaria, Aspergillus, Colletotrichum, Lasiodiplodia, Pestalotia

*Alamat penulis korespondensi: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Jalan Flora No. 1. Bulaksumur, Yogyakarta, 55281Tel: 0274-523926, Faks: 0274-523926, surel: [email protected]

91

Page 20: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

PENDAHULUAN

Produk pascapanen merupakan produk yang mudah rusak. Kehilangan pascapanen pada buah dan sayuran cukup tinggi, sekitar 10–40%, bergantung pada komoditas dan teknologi yang digunakan untuk pengemasan. Pembusukan buah dan sayuran yang dipanen di negara maju akibat penanganan pascapanen diperkirakan mencapai 20–25%. Kerugian pascapanen di negara-negara berkembang sering kali tinggi karena penyimpanan dan fasilitas transportasi yang kurang memadai. Pengemasan yang kurang baik dapat menimbulkan kontaminasi.

Kebanyakan patogen yang menyerang hasil pertanian dalam simpanan menginfeksi di lapangan pada fase prapanen. Komoditas pascapanen membawa banyak spora pada waktu dipanen. Pemanenan menyebabkan terjadinya luka pada buah atau sayuran sehingga spora cendawan dapat dengan mudah masuk dan berkembang di dalamnya selama penyimpanan. Kerugian terbesar pada sayuran dan buah-buahan yang disimpan ialah serangan mikrob yang mengakibatkan pembusukan.

Beberapa patogen penyebab busuk pada buah di antaranya ialah Botrytis cinerea (Elad et al. 1996), Lasiodiplodia spp. (Alvindia et al. 2006), dan Colletotrichum spp. (Alvindia dan Natsuaki 2007). Kajian patogen pascapanen masih terbatas di Indonesia.

Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia sebagai lokasi sentra pasar buah lokal sehingga dipilih menjadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan genus cendawan penyebab busuk pada buah pascapanen, untuk diwaspadi keberadaannya.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan Sampel dan IsolasiSampel berupa buah bergejala busuk kering

atau bercak diambil dari pasar tradisional di Giwangan dan Kranggan, juga beberapa toko buah di Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada bulan Maret–

Mei 2014. Setiap sampel buah busuk yang ditemukan kemudian dibawa ke Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Fakultas Pertanian UGM. Buah yang bergejala penyakit diisolasi pada medium agar-agar dekstrosa kentang (ADK) dan dibuat biakan murni dari spora tunggalnya.

Identifikasi Cendawan dan InokulasiIdentifikasi cendawan dilakukan ber-

dasarkan pada morfologinya mengikuti Ellis (1971); Barnett dan Hunter (2006); Leslie dan Summerell (2006). Konfirmasi hasil identifikasi dilakukan dengan inokulasi kembali pada buah asal isolat didapatkan. Buah dilukai dengan jarum preparat sebanyak 5 tusukan, 2 titik inokulasi setiap buah dan 3 buah sebagai ulangan. Keping biakan isolat berukuran 5 mm diletak-kan pada setiap tusukan. Inkubasi dilakukan dengan meletakkan buah tersebut pada baki, dilembapkan dengan kapas yang dibasahi dan diletakkan di ujung baki, serta ditutup dengan plastik pembungkus yang dilubangi. Pengamatan dilakukan sampai timbulnya gejala.

HASIL

Cendawan penyebab busuk buah yang berhasil diidentifikasi didapatkan dari buah alpokat, anggur, apel, belimbing, mangga, nanas, pepaya, pir, pisang, dan sawo (Tabel 1).Hasil inokulasi menunjukkan bahwa cendawan-cendawan tersebut menghasilkan gejala yang serupa dengan gejala awal. Terdapat 10 jenis buah yang diamati memiliki gejala busuk (Gambar 1) dan ditemukan 6 genus cendawan penyebab busuk kering buah pascapanen, yaitu Pestalotia sp., Aspergillus sp., Alternaria sp., Lasiodiplodia sp., Fusarium sp., dan Colletotrichum sp.

Pada buah alpokat dan belimbing ditemukan gejala bercak dengan warna kemerahan pada pinggir bercaknya. Berdasarkan pengamatan mikroskopi, cendawan mempunyai konidium bersel 5, dengan 3 sel yang di tengah berwarna gelap dan berdinding tebal, sedangkan 2 sel pangkal dengan ujung hialin dan

92

Page 21: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

berdinding tipis. Sel ujung mempunyai 2–3 seta yang panjang. Cendawan ini diidentifikasi sebagai Pestalotia.

Cendawan dari buah anggur yang bergejala busuk dan tampak cekung berhasil diisolasi, massa konidiumnya membentuk koloni berwarna hitam pada ADK. Tekstur koloni seperti bulu susunan, konidium radial pada fialid yang memenuhi seluruh permukaan vesikel, vesikel bulat besar, konidiofor halus, berdinding tebal, dan berwarna cokelat. Hasil

postulat koch menunjukkan gejala yang sama. Patogen penyebabnya ialah Aspergillus sp.

Buah apel yang diamati menunjukkan gejala busuk kering. Dari bagian sakit buah berhasil diisolasi isolat Alternaria yang berasosiasi dengan cendawan lain yang belum dapat diidentifikasi.

Sampel buah mangga yang diamati bergejala awal berupa bercak kehitaman pada sekitar pangkal buah yang meluas dan akhirnya menyebabkan buah busuk.

Buah Gejala PenyebabAlpokat Bercak nekrotik dengan warna kemerahan pada tepi Pestalotia sp.Anggur Busuk kering dan tampak cekung Aspergillus sp.Apel Busuk kering Alternaria sp.Belimbing Bercak nekrotik dengan warna kemerahan pada tepi Pestalotia sp.Mangga Busuk pangkal buah Lasiodiplodia sp.Nanas Busuk kering Fusarium sp.Pepaya Busuk kering dengan alur konsentris Colletotrichum sp.Pir Busuk kering dengan alur konsentris Alternaria sp.Pisang Bercak nekrotik hitam dengan tepi kemerahan Lasiodiplodia sp.

Pestalotia sp.Sawo Bercak nekrotik hitam dengan tepi kemerahan Lasiodiplodia sp.

Pestalotia sp.

Tabel 1 Hasil identifikasi cendawan penyebab busuk kering dan bercak pada beberapa buah pascapanen di Yogyakarta

a b c d

e f g h i

Gambar 1 Gejala busuk buah yang ditemukan di lapangan pada buah: a, Alpokat; b, Anggur; c, Belimbing; d, Mangga; e, Nanas; f, Pepaya; g, Pisang; h, Pir; i, Sawo.

93

Page 22: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

Pada medium ADK, miselium awalnya berwarna putih dengan pertumbuhan aerial, namun pada hari ketiga miselium menjadi kehitaman. Konidium muda berwarna hialin, dindingnya terdiri atas 2 lapisan, berbentuk granular dan tidak bersekat. Konidium matang berwarna cokelat, ovoid dan ellipsoid, hanya memiliki 1 lapis dinding sel dan memiliki 1 sekat sehingga membentuk 2 sel. Cendawan tersebut diidentifikasi sebagai Lasiodiplodia.

Pada buah nanas yang bergejala busuk kering, hasil isolasi menunjukkan bahwa patogen penyebabnya ialah Fusarium. Ber-dasarkan pengamatan mikroskop, cendawan ini membentuk mikrokonidium yang ber-limpah dengan beberapa makrokonidium pada satu bidang pandang. Setelah dilakukan prosedur postulat koch, muncul gejala yang mirip dengan gejala awal.

Pada buah pepaya ditemukan gejala khas antraknosa, yaitu busuk kering dengan lingkaran konsentris. Pertumbuhan miselium pada medium ADK membentuk alur konsentris melingkar dan menyebar ke segala arah. Miselium yang berwarna putih berubah menjadi kelabu setelah koloni berumur 5 hari. Berdasarkan pada pengamatan mikroskop, morfologi massa konidium dan aservulus, cendawan diidentifikasi sebagai Colletotrichum.

Pada buah pir ditemukan gejala busuk buah yang ditumbuhi miselium dengan alur konsentris. Pada awalnya isolat yang tumbuh berwarna kekuningan, kemudian berubah menjadi ungu. Berdasarkan pengamatan mikroskopi, konidium menyerupai gada, berwarna gelap, berdinding tebal, multisel, mempunyai sekat melintang serta membujur dan diidentifikasi sebagai Alternaria.

Buah sawo dan pisang yang diamati tampak gejala bercak-bercak bulat hitam cokelat dengan tepi berwarna kemerahan. Ada 2 yang berhasil diisolasi, yaitu Pestalotia dan Lasiodiplodia.

Pestalotia sp. paling banyak ditemukan pada sampel buah alpokat, belimbing, sawo dan pisang. Selanjutnya Lasiodiplodia ditemukan pada sampel buah mangga, sawo dan pisang. Berdasarkan pada pengamatan,

Pestalotia dan Lasiodiplodia sering ditemukan bersama-sama.

PEMBAHASAN

Beberapa patogen penting yang ditemukan pada komoditas buah pascapanen ialah Alternaria, Aspergillus, Colletotrichum, Fusarium, Lasiodiplodia dan Pestalotia. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa patogen Pestalotia dan Lasiodiplodia mampu membentuk kompleks gejala penyakit pada komoditas pascapanen (Bautista-Baños et al. 2002; Adeniyi et al.2011). Kedua cendawan tersebut ditemukan bersama-sama pada buah sawo dan pisang.

Antraknosa merupakan penyakit pascapanen yang mudah ditemui pada berbagai buah-buahan tropik maupun subtropik. Infeksi Colletotrichum sp. pada komoditas pascapanen telah banyak dilaporkan, namun kasus antraknosa pada pepaya akhir-akhir ini baru dilaporkan di Brazil (Vieira et al. 2013) dan Mesir (Haggag dan Singer 2013).

Patogen Lasiodiplodia yang ditemukan pada penelitian ini, sejalan dengan penelitian Widiastuti (2013) yang mengemukakan bahwa Lasiodiplodia merupakan penyebab busuk pangkal buah manggis, alpokat, mangga, pir, dan kakao. Pada buah pisang, Lasiodiplodia juga termasuk cendawan patogen dominan. Lasiodiplodia ditemukan pada buah pisang dengan gejala crown rot, finger stalk rot, finger rot dan finger end rot (Alvindia et al. 2000). Cendawan ini merupakan patogen aktif yang menyebabkan pembusukan secara cepat ketika diinokulasikan pada buah pisang luka, namun juga mampu menyebabkan bercak pada buah yang tidak dilukai (Alvindia et al. 2002). Lasiodiplodia juga dilaporkan merupakan patogen penyebab busuk kering pada komoditas pascapanen. Buah alpokat, jeruk, kakao, mangga, manggis, pepaya dan pir merupakan inang cendawan ini (Widiastuti 2013).

Alternaria dikenal sebagai cendawan yang banyak menginfeksi komoditas pascapanen, namun cendawan ini juga menginfeksi tanaman pada fase pertumbuhan. Widiastuti et al.

94

Page 23: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

(2007) melaporkan sebanyak 5 varietas tomat terinfeksi Alternaria sp. pada usia tanaman6–7 minggu. Selain itu cendawan ini juga dapat menginfeksi pada suhu dingin, yaitu A. alternata yang menginfeksi buah apel di Pennsylvania (Jurick II et al. 2014).

Aspergillus spp. dikenal sebagai cendawan penting pada serealia dan kacang-kacangan yang menghasilkan mikotoksin. Namun demikian, cendawan ini juga mampu menginfeksi komoditas segar pascapanen (Thomidis dan Exadaktylou 2012; Sharma dan Verma 2013). Berdasarkan pengamatan morfologi koloni isolat dan spora cendawan yang berwarna hitam, cendawan ini diduga A. section nigri (Abarca et al. 2004). Pembuktian dugaan ini memerlukan uji lanjut secara melokul.

Fusarium spp. adalah cendawan yang mempunyai keragaman spesies sangat besar dan kisaran inang sangat luas. Beberapa Fusarium spp. ditemukan menginfeksi komoditas pascapanen pada fase penyimpanan (Zhang et al. 2012; Wang et al. 2013). Cendawan ini termasuk jenis cendawan yang penting untuk diwaspadai pada komoditas pascapanen karena kemampuannya untuk menghasilkan mikotoksin (D’Mello et al. 1999).

Penelitian ini menunjukkan bahwa penanganan komoditas pascapanen di Indonesia penting untuk mengatasi infeksi patogen pada periode penyimpanan. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa patogen memiliki status yang penting karena dominan ditemukan pada beberapa komoditas, seperti Pestalotia dan Lasiodiplodia.Selanjutnya, hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan penyakit pasca panen.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Fakultas Pertanian UGM yang mendanai terlaksananya penelitian ini melalui Hibah Penelitian Fakultas tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Abarca ML, Accensi F, Cano J, Cabaňes FJ. 2004. Taxonomy and significance of black aspergilli. Antonie van Leeuwenhoek. 86(1):33–49. DOI: http://dx.doi.org/10.1023/B:ANTO.0000024907.85688.05.

Adeniyi DO, Orisajo SB, Fademi OA, Adenuga OO, Dongo LN. 2011. Physiological studies of fungi complexes associated with cashew diseases. J Agric Biol Sci. 6:34–38.

Alvindia DG, Kobayashi T, Natsuaki KT. 2006. The aerial and fruit surface population of fungi in nonchemical banana production in the Philippines. J Gen Plant Pathol. 72:257–260. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s10327-006-0281-0.

Alvindia DG, Kobayashi T, Yaguchi Y, Natsuaki KT. 2000. Symptoms and the associated fungi of postharvest diseases on nonchemical bananas imported from the Philippines. Jpn J Trop Agr. 44(2):87–93.

Alvindia DG, Kobayashi T, Yaguchi Y, Natsuaki K T. 2002. Pathogenicity of fungi isolated from “Non-Chemical Bananas”. Jpn J Trop Agr. 46(4):215–233.

Alvindia DG, Natsuaki KT. 2007. Evaluation of bacterial epiphytes isolated from banana fruit surface for biocontrol of crown rot causing pathogens of banana. Di dalam: Proceeding of 3rd Asian Conference on Plant Pathology; 2007 20–24 Agu; Yogyakarta. Indonesia. (ID): Universitas Gadjah Mada. hlm 265–266.

Barnett HL, Hunter BB. 2006. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. Minnesota (USA): APS.

Bautista-Baños S, Díaz-Perez JC, Barrera-Nencha LL. 2002. Postharvest fungal rots of sapote mamey Pouteria sapota H. E. Moore & Stearn. Postharvest Biol Tech. 24: 197–200. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S0925-5214(01)00138-7.

D’Mello JPF, Placinta CM, Macdonald AMC. 1999. Fusarium mycotoxins: a review of global implications for animal health, welfare and productivity. Animal Feed Sci Tech. 80(3–4):183–205. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S0377-8401(99)00059-0.

95

Page 24: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

Elad Y, Malathrakist NE, Dik AJ. 1996. Biological control of botrytis-incited diseases and powdery mildews in greenhouse crops. Crop Prot. 1:224–240

Ellis MB. 1971. Dematiaceous Hyphomycetes. Wallingford (UK): CMI.

Haggag WM, Singer S. 2013. First report of Colletotrichum capsici causing pre and postharvest anthracnose on papaya in Egypt. IJEIT. 3(6):151.

Jurick II WM, Kou LP, Gaskins VL, Luo YG. 2014. First report of Alternaria alternata causing postharvest decay on apple fruit during cold storage in Pennsylvania. Plant Dis. 98(5):690. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-08-13-0817-PDN.

Leslie JF, Summerell BA. 2006. The Fusarium Laboratory Manual. Ed ke-1. Oxford (UK): Blackwell. DOI: http://dx.doi.org/10.1002/9780470278376.

Sharma P, Verma OP. 2013. First report of soft rot, a post harvest disease of sweet orange from India. J New Biol Reports. 2(1):28–29

Thomidis T, Exadaktylou E. 2012. First report of Aspergillus niger causing postharvest fruit rot of cherry in the prefectures of Imathia and Pella, Northern Greece. Plant Dis. 96(3):458. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-07-11-0620.

Wang JH, Feng ZH, Han Z, Song SQ, Lin SH, Wu AB. 2013. First report of pepper fruit

rot caused by Fusarium concentricum in China. Plant Dis. 97(12):1657. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-03-13-0325-PDN.

Widiastuti A. 2013. Fruit rot disease caused by Lasiodiplodia spp. on several postharvest fruits in Indonesia. Di dalam: Proceeding of the 1st International Conference on Horticultural Crops; 2013 2–4 Okt; Yogyakarta (ID): Ministry of Agriculture. hlm 209.

Widiastuti A, Budiarti WP, Pustaka AB, Purwanto ME, Sholihah C. 2007. Critical period of fruits of some tomato varieties toward Alternaria solani. Di dalam: Proceeding The 3rd Asian Conference on Plant Pathology; 2007 20–24 Agu; Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. hlm 313–314.

Vieira WAS, Nascimento RJ, Michereff SJ, Hyde KD, Câmara MPS, 2013. First report of papaya fruit anthracnose caused by Colletotrichum brevisporum in Brazil. Plant Dis. 97(12):1659. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-05-13-0520-PDN.

Zhang M, Wang Y, Wen CY, Wu HY. 2012. First report of Fusarium proliferatum causing fruit rot of Winter Jujube (Zizyphus jujuba) in storage in China. Plant Dis. 96(6):13. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-12-11-1035-PDN.

96

Page 25: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

Volume 11, Nomor 3, Juni 2015Halaman 97–103

DOI: 10.14692/jfi.11.3.97ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

Deteksi dan Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Brassicaceae

Detection and Identification of Brassicaceae Seedborne Fungi

Anthoni Sulthan Harahap, Titiek Siti Yuliani, Widodo*Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan produksi pertanian karena mampu meningkatkan produksi dan mengurangi adanya permasalahan penyakit di lapang. Masuknya benih ke suatu negara melalui kegiatan impor berpotensi menjadi sarana masuknya patogen baru, sehingga perlu dilakukan deteksi dan identifikasi terhadap benih tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih Brassicaceae dari Amerika Serikat dan Malaysia. Benih, baik yang diberi perlakuan sterilisasi permukaan maupun tidak, diinkubasikan pada 5 lembar kertas hisap lembap pada suhu 27–30 °C selama 14 hari. Cendawan yang tumbuh pada benih diisolasi menggunakan medium agar-agar dekstrosa kentang dan agar-agar ekstrak malt untuk diidentifikasi secara morfologi. Tiga cendawan yang paling banyak ditemukan, baik pada benih yang permukaannya disterilkan maupun tidak ialah Aspergillus flavus, Curvularia lunata, dan A. niger. Semua cendawan tersebut berpotensi sebagai patogen pada benih dan kecambah Brassicaceae. Selain itu juga ditemukan dalam jumlah yang kecil Phoma lingam pada benih pak choy putih yang merupakan patogen penting pada tanaman Brassicaceae.

Kata kunci: karakter koloni, karakter morfologi, metode blotter test, uji patogenisitas

ABSTRACT

Seed quality is very critical in agricultural production, especially to gain high yield and reduce disease problems in the field. New diseases or pathogens is potentially entering a country through seed movement by import activity. This study aimed to detect and identify seed-borne fungi from Brassicaceae seeds imported from the United States and Malaysia. Seeds were incubated on 5 sheets of wet blotting paper at a temperature of 27–30 °C for 14 days following surface sterilization. Each fungus that grows on the seed was isolated on potato dextrose agar and malt extract agar for further morphological identification. The three fungi most commonly found either on the seed with or without surface-sterilization were Aspergillus flavus, Curvularia lunata and A. niger. All of the fungi were a potential pathogen in the family Brassicaceae seeds and seedlings. Important pathogen in Brassicaceae crops, i.e. Phoma lingam was also found in small amounts and only on white pak choy seeds.

Key words: blotter test, colony characteristics, morphological charateristics, pathogenicity test

97

Page 26: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Harahap et al.

PENDAHULUAN

Benih merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan peningkatan produksi pertanian. Penggunaan benih bermutu mampu meningkatkan produksi pertanian dan mengurangi serangan hama dan penyakit di lapangan. Patogen terbawa benih dapat menyebabkan penurunan viabilitas benih, peningkatan kematian bibit, penurunan hasil, peningkatan perkembangan penyakit, perubahan komponen kimia benih, dan ledakan penyakit pada suatu daerah (Agarwal dan Sinclair 1996).

Indonesia masih mengimpor beberapa benih untuk memenuhi kebutuhan benih nasional, di antaranya ialah Brassicaceae. Selama tahun 2013, Indonesia mengimpor 7075 kg benih Brassicaceae yang berasal dari China, Jepang, Malaysia, Perancis, Thailand, Korea Selatan, dan New Zealand (Barantan 2014). Import benih merupakan salah satu cara patogen dapat menyebar dari tempat asalnya menuju tempat baru. Patogen jenis cendawan dapat menyebar melalui miselium dorman yang menetap pada setiap bagian benih seperti kulit biji atau pada kulit buah. Hal tersebut menimbulkan risiko masuknya cendawan terbawa benih ke dalam suatu negara. Menurut Cram dan Fraedrich (2009) risiko penyebaran cendawan terbawa benih ke suatu negara dapat dicegah melalui pengujian kesehatan benih. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih Brassicaceae serta menentukan patogenisitas cendawan tersebut.

BAHAN DAN METODE

Benih yang digunakan ialah benih kubis bunga (Brassica oleracea var. italica) asal Amerika Serikat yang diperoleh dari koleksi Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok dan benih sawi hijau (B. rapa var. parachinensis), kubis cina (B. rapa f. annua), pak choy putih (B. rapa subsp. chinensis) dan pak choy (B. rapa subsp. chinensis) asal Malaysia yang diperoleh dari toko pertanian di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.

Metode Blotter Test Benih disterilisasi permukaan meng-

gunakan NaOCl 1% selama 3 menit, lalu dibilas air steril 3 kali dan sebagai kontrol digunakan benih yang tidak disterilkan. Setiap uji menggunakan 100 benih (25 benih/cawan). Benih diinkubasikan selama 14 hari pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan terhadap daya kecambah dan persentase infeksi dengan rumus:

∑ benih berkecambah∑ benih diinkubasi

Daya kecambah × 100%=

Persentase infeksi

∑ benih terinfeksi∑ benih diinkubasi × 100%=

Isolasi dan IdentifikasiCendawan yang tumbuh pada benih diisolasi

pada medium agar-agar dekstrosa kentang (ADK) dan agar-agar ekstrak malt (AEM) dan diinkubasi pada suhu ruang. Cendawan yang tumbuh dimurnikan dan disimpan dalam agar-agar miring ADK pada suhu 18 °C untuk uji lanjut. Identifikasi cendawan berdasarkan pada karakter koloni dan morfologi cendawan mengikuti buku kunci identifikasi Boerema et al. (2004), Domsch et al. (1980), Ellis (1971), Sutton (1980), dan Watanabe (2002).

Identifikasi terhadap karakter morfologi cendawan dilakukan dengan menumbuhkan isolat cendawan pada agar-agar blok ADK atau AEM sesuai dengan genus cendawan (modifikasi metode Riddle), diinkubasi selama 4 hari, lalu diamati dengan mikroskop. Isolatcendawan ditumbuhkan pada medium AEM, agar-agar czapek dox ekstrak khamir (ACDEK), agar-agar czapek dox ekstrak khamir sukrosa 20 % (ACDEKS 20%), dan agar-agar czapek dox (ACD) untuk pengamatan karakter koloni.

Uji Patogenisitas CendawanPermukaan benih disterilkan menggunakan

NaOCl 1% selama 3 menit, lalu dibilas air steril 3 kali. Benih ditanam di atas koloni biakan murni cendawan berumur 7 hari. Sebanyak 40–80 benih diujikan pada setiap isolat (20 benih/cawan petri) bergantung pada ketersediaan benih. Sebagai kontrol

98

Page 27: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Harahap et al.

benih ditanam pada ADK tanpa cendawan. Benih diinkubasi selama 14 hari, pengamatan dilakukan terhadap persentase infeksi dengan rumus:

Persentase infeksi

A + BC × 100%, dengan=

A, jumlah benih tidak berkecambah; B, jumlah kecambah nekrosis atau mati; dan C, Jumlah benih yang diinkubasi,

HASIL

Cendawan Terbawa Benih BrassicaceaePermukaan benih kubis bunga asal Amerika

Serikat dan benih sawi hijau asal Malaysia yang tidak disterilisasi bebas dari cendawan, sedangkan pada benih kubis cina, pak choy putih dan pak choy yang permukaannya disterilisasi terdapat Aspergillus niger, A. flavus, dan Curvularia lunata (Tabel 1).

Cendawan yang ditemukan pada benih pak choy putih yang tidak disterilisasi adalah A. flavus, A. niger, C. lunata (karakter sama dengan cendawan yang ditemukan pada benih sebelumnya) dan Phoma lingam. Karakter koloni P. lingam yang ditemukan ialah miselium aerial, berwarna krem atau kuning kecokelatan dan berubah menjadi cokelat kehitaman dengan bertambahnya umur cendawan, ditemukan piknidium pada benih

atau biakan, berwarna cokelat, memiliki satu atau beberapa leher papila.

Infeksi Benih pada Uji Patogenisitas Gejala yang diamati pada uji patogenisitas

menggambarkan hampir tidak ada benih berkecambah sehat. Persentase infeksi Aspergillus, Curvularia, dan Phoma men-capai 100%, sedangkan persentase infeksi Chaetomium mencapai 94%. Gejala infeksi Aspergillus dan Phoma pada benih paling banyak ialah berupa benih mati tidak berkecambah (49–100% dan 87%) (Tabel 2).

Gejala infeksi Curvularia pada benih paling banyak ialah berupa benih berkecambah dan mengalami nekrosis, diikuti benih berkecambah lalu mati dan benih mati tidak berkecambah. Gejala infeksi Chaetomium paling banyak ialah benih berkecambah dan mengalami nekrosis, diikuti benih mati tidak berkecambah serta benih berkecambah lalu mati (Tabel 2).

Pada gejala benih mati tidak berkecambah, benih ditutupi oleh massa miselium cendawan dan jika dibuka lalu ditekan benih akan hancur karena telah membusuk. Benih yang tumbuh menjadi kecambah juga dapat mengalami nekrosis akibat serangan cendawan sehingga plumula, radikula atau daun kecambah menguning. Gejala nekrosis lanjut dapat menyebabkan kecambah menjadi mati.

99

BenihDaya

kecambah (%)

Insidensi infeksi (%)

Aspergilus niger

Aspergilus flavus

Curvularia lunata

Phoma lingam

Chaetomium globosum

Kubis bungaa T 97 0 0 0 0 0S 97 0 1 1 0 0

Sawi hijaub T 88 0 0 0 0 0S 89 0 4 0 0 0

Kubis cinab T 90 8 0 2 0 0S 88 1 2 1 0 0

Pak choy putihb T 9 3 5 4 2 0S 14 1 3 0 0 0

Pak choyb T 90 1 0 0 0 1S 91 1 4 0 0 0

Tabel 1 Cendawan pada benih Brassicaceae berdasarkan hasil blotter test

aAsal Amerika Serikat, bAsal Malaysia; T, Tanpa sterilisasi permukaan, S, Sterilisasi permukaan

Page 28: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Harahap et al.

100

Tabel 2 Uji patogenisitas cendawan pada benih Brassicaceae

Benih/cendawan Jumlah benih uji (biji)

Jumlah benih (%) dengan kondisi gejala penyakit

Insidensi penyakit

(%)BS TB BN BMKubis bunga

Aspergillus flavus 60 0 49 28 23 100Curvularia lunata 40 0 0 88 12 100

Sawi hijauAspergillus flavus 60 0 98 0 2 100

Kubis china Aspergillus niger 80 0 96 1 3 100Aspergillus flavus 60 0 98 0 2 100Curvularia lunata 80 3 37 4 56 98

Pak choy putihCurvularia lunata 60 0 7 40 53 100Aspergillus flavus 60 0 95 3 2 100Phoma lingam 60 0 87 7 6 100Aspergillus niger 60 0 98 0 2 100

Pak choyChaetomium globosum 80 6 32 39 23 94Aspergillus niger 40 0 100 0 0 100Aspergillus flavus 80 4 96 0 0 96

BS, benih berkecambah sehat; TB, benih mati tidak berkecambah; BN, benih berkecambah dan mengalami nekrosis; BM, benih berkecambah lalu mati.

PEMBAHASAN

Melalui blotter test ditemukan 5 spesies cendawan yang dikelompokkan sebagai cendawan lapangan, yaitu P. lingam dan C. lunata; cendawan penyimpanan, yaitu A. flavus dan A. niger; dan cendawan pada bahan rusak, yaitu C. globosum.

Cendawan yang dideteksi pada benih Brassicaceae ini juga dilaporkan berasosiasi pada benih padi, gandum, Cucurbitaceae, wortel, seledri, terung, kakao, mahoni, dan kusum (Duan et al. 2007; Ora et al. 2011; Ismail et al. 2012; Baharuddin et al. 2013; Abdelwehab et al. 2014; Hossain et al. 2014; Srivastava 2014).

Beberapa kerusakan pada benih yang diamati dengan menggunakan metode blotter test ialah benih mati (tidak berkecambah) dalam keadaan keras ataupun busuk, perubahan warna benih, hambatan pertumbuhan kecambah, dan nekrosis yang dapat disebabkan oleh cendawan terbawa

benih. Duan et al. (2007) menyatakan cendawan terbawa benih dapat menyebabkan benih berkerut atau berubah warna. A. flavus dan A. niger bersifat toksik dan cepat merusak benih, serta mampu menyebabkan busuk benih Brassicaceae (Khan et al. 2006).

Cendawan yang berpotensi sebagai patogen mampu menyebabkan benih busuk tidak berkecambah, nekrosis pada kecambah, hambatan pertumbuhan kecambah, atau kematian kecambah. Hal tersebut diduga karena infeksi cendawan pada benih meng-hasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik bagi benih maupun kecambah sehingga menyebabkan pembusukan benih dan kematian kecambah (Ora et al. 2011). Howlett (2006) melaporkan bahwa toksin cendawan tular benih berperan dalam penghambatan pertumbuhan kecambah, perubahan warna, pelapukan, dan pembusukan benih.

A. niger dan A. flavus dikenal sebagai saprob obligat yang sering diisolasi dari benih (Kakde et al. 2012). Cendawan

Page 29: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Harahap et al.

ini menghasilkan toksin yang mengubah kandungan kimia, menurunkan nilai nutrisi dan viabilitas, serta menyebabkan kematian benih atau kecambah beberapa tanaman (Duan et al. 2007; Hussain et al. 2013). A. niger terbukti patogen terhadap perkecambahan benih jagung di Pakistan (Hussain et al. 2013) dan juga dilaporkan oleh Pawar et al. (2008) sebagai penyebab penyakit bercak daun pada jahe di India. Aspergillus spp. dan C. geniculata bersifat patogen terhadap benih kakao yang menyebabkan perubahan warna pada benih kakao dari cokelat mengkilat menjadi cokelat putih sehingga menurunkan viabilitas dan vigor benih (Baharuddin 2013).

P. lingam merupakan patogen pada tanaman Brassicaceae yang dapat menyebabkan benih berkerut dan berkurang ukurannya serta mampu menyebabkan busuk benih. Patogen tersebut merupakan penyebab penyakit kaki hitam penting pada Brassicaceae di Australia, Kanada dan Eropa yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 95% (Hammoudi et al. 2012). P. lingam tergolong organisme penggangu tumbuhan karantina golongan A2 yang penyebarannya masih terbatas di wilayah Indonesia (Permentan No. 93 Tahun 2011) dan belum terdapat laporan terbaru mengenai P. lingam di Indonesia.

P. lingam dapat ditemukan di dalam benih Brassicaceae berupa miselium dorman di dalam kulit biji atau di dalam embrio (West et al. 2001). P. lingam terbawa benih kurang berperan dalam menyebabkan infeksi pada tanaman, tetapi lebih berperan dalam penyebaran dan perkembangan penyakit pada daerah baru. Leptosphaeria maculans (anamorf: P. lingam) menghasilkan metabolit sekunder sirodesmin PL yang merupakan toksin yang menyebabkan klorosis pada daun tanaman dan belum diketahui perannya dalam penyakit kaki hitam (Gardiner et al. 2004)

C. globosum merupakan spesies yang umum dan kosmopolitan, hidup secara saprob pada rizosfer, filosfer, pengoloni utama tanah dan bahan yang mengandung selulosa seperti sisa tanaman, benih, kompos, kotoran hewan, kertas, dan bahan lainnya yang mengandung selulosa, serta dilapokan berpotensi sebagai

agens pengendali (Syed et al. 2009; Mol et al. 2014). C. globosum dilaporkan efektif untuk mengurangi busuk benih dan rebah kecambah yang disebabkan patogen tular benih dan tular tanah seperti Pythium ultimum, Alternaria raphani, A. brassica, Fusarium spp. Antagonisme bervariasi mikoparasitisme, antibiosis, kompetisi, induksi ketahanan pada tanaman dan hifa interferens. C. globosum menghasilkan chaetoglobosin-c yang dapat menghambat beberapa patogen tanaman (Sibounnavong et al. 2011).

Pada penelitian ini diketahui bahwa C. globosum berpotensi sebagai patogen terhadap benih dan kecambah Brassicaceae. Sementara ini belum ditemukan publikasi yang mendukung hal tersebut meski cendawan ini banyak berasosiasi pada berbagai benih tanaman. Hal ini diduga karena pada uji patogenisitas kecambah yang ditumbuhkan pada medium ADK dalam keadaan lemah atau akan mati sehingga bisa dikolonisasi oleh C. globosum yang merupakan kelompok cendawan yang secara normal tidak menginfeksi benih yang masih utuh, akan tetapi infeksi mudah terjadi pada benih yang mengalami kerusakan dan membutuhkan kelembapan yang tinggi (Atanda et al. 2013). Syed et al. (2009) menyatakan Chaetomium endofit diduga memproduksi enzim yang dapat merusak dinding sel tanaman selama proses kolonisasi tanaman inang dan mampu memanfaatkan berbagai bahan yang berasal dari dinding tanaman inang.

Benih kubis bunga asal Amerika Serikat dan benih sawi hijau, kubis cina, pak coy putih dan pak coy asal Malaysia dideteksi mengandung cendawan saprob A. niger dengan total persentase infeksi (1.5%), A. flavus (1.9%), C. globosum (0.1%) dan cendawan parasit C. lunata (0.8%), P. lingam (0.2%) yang berpotensi sebagai patogen pada benih ataupun kecambah Brassicaceae.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Badan Karantina Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

101

Page 30: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Harahap et al.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelwehab SA, El-Nagerabi SAF, Elshafie AE. 2014. Mycobiota associated with imported seeds of vegetables crops in Sudan. Open Mycology J. 8:156–173. DOI: http://dx.doi.org/10.2174/1874437001408010156.

Atanda SA, Pessu PO, Aina JA, Agoda S, Adekalu OA, Ihionu GC. 2013. Mycotoxin management in agriculture. Green J Agric Sci. 3(2):176–184.

Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Seed Pathology. New York (US): Lewis Publishers.

Baharuddin, Purwantara A, Ilyas S, Suhartanto MR. 2013. Pathogenicity of several seed-borne fungi isolates on hybrid cocoa seeds. J Litri. 19(1):1–7.

[Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2014. Laporan Tahunan TA. 2011–2013. Jakarta (ID): Badan Karantina Pertanian.

Boerema GH, de gruyter J, Noordeloos ME, Hamers MEC. Phoma Identification Manual: Differentiation of Specific and Infraspecifik Taxa in Culture. London (UK): CABI.

Cram MM, Fraedrich SW. 2009. Seed diseases and seedborne pathogens of North America. Tree Planters’ Note. 53(2):35–44.

Domsch KH, Gams W, Heidi T. 1980. Compendium of Soil Fungi. London (UK): Academic Pr.

Duan C, Wang X, Zhu Z, Wu X. 2007. Testing of seed borne fungi in wheat germplasm conserved in the national crop genebank of China. Agric Sci Chin. 6(6):682–687. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S1671-2927(07)60100-X.

Ellis MB. 1971. Dematiceous Hyphomycete. London (UK): CAB Commonealth Mycological Institute.

Gardiner DM, Cozijnsen AJ, Wilson LM, Pedras MSC, Howlett BJ. 2004. The sirodesmin biosythetic gene cluster of the plant pathogenic fungus Leptosphaeria maculans. Mol Microbiol. 53(5):1307–1318. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-2958.2004.04215.x.

Hammoudi O, Salman M, Abuamsha R, Ehlers R. 2012. Effectiveness of bacterial and fungal isolates to control Phoma lingam on oilseed rape Brassica napus. Americ J Plant Sci. 3:773–770. DOI: http://dx.doi.org/10.4236/ajps.2012.36093.

Hussain N, Hussain A, Ishtiaq M, Azam S, Hussain T. 2013. Pathogenicity of two seed-borne fungi commonly involved in maize seeds of eight district of Azad Jammu and Kashmir, Pakistan. Afric J Biotechnol. 12(12):1363–1370.

Hossain I, Dey P, Dilruba K. 2014. Quality of vegetable seeds collected from mymensingh region in Bangladesh. Int J Appl Sci Biotechnol. 2(1):103–108. DOI: http://dx.doi.org/10.3126/ijasbt.v2i1.9926.

Howlett. 2006. Secondary metabolite toxins and nutrition of plant pathogenic fungi. Curr Opin Plant Biol. 9(4):371–375. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.pbi.2006.05.004.

Ismail M, Anwar SA, ul-Haque MI, Iqbal Azar, Ahmad N, Arain MA. 2012. Seed-borne fungi associated with cauliflower seeds and their role in seed germination. Pak J Phytopathol. 24(1):26–31.

Kakde RB, Badar KV, Pawar SM, Chavan AM. 2012. Storage mycoflora of oilseed: a review. Int Multidiscip Res J. 2(3):39–42.

Khan T, Mustafa G, Zaher-ud-Din. 2006. In-vitro chemical control of Aspergillus flavus causing seed rot of crops of family Brassicaceae [abstract]. Pak J Sci Ind Res. 49(6):431–433.

Mol B, Ramarethinam S, Murugesan NV. 2014. Compatibility study if Chaetomium globosum with the fungicides (ridomil, blue copper and score). Int J Chem Tech Res. 6(5):3019–3024.

Neergaard P. 1969. Seed-borne disease: inspection for quarantine in Africa. Handbook for Phytosanitary Inspectors in Africa. 380–393.

Ora N, Faruq AN, Islam MT, Akhtar N, Rahman MM. 2011. Detection and identification of seed borne pathogen from some cultivated hybrid rice varieties in Bangladesh. Mid J Sci Res. 10 (4):482–488.

102

Page 31: Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan … · 2019. 5. 13. · Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu

J Fitopatol Indones Harahap et al.

Pawar NV, Patil VB, Kamble SS, Dixit GB. 2008. First report of Aspergillus niger as a plant pathogen on Zingiber officinale from India. Plant Dis. 92(9):1368. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-92-9-1368C.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian No. 93 Tahun 2011. Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.

Sibounnavong P, Soytong K, Makhonpas C, Adthajadee A. 2011. Evaluation of Chaetomium -mycophyt to promote the growth of kale. J Agric Technol. 7(5):1427–1433.

Srivastava AK. 2014. Seed mycoflora of kusum (Schleichera oleosa (Lour) Oken, famili Sapindaceae) and their frequency variation during one year of fungal infestation. Online Int Interdis Res J. 4(3I):139–142.

Sutton BC. 1980. The Coelomycetes: Fungi Imperfecti with Pycnidia, Acervuli and Stromata. Kew (UK): CAB Commonwealth Mycological Institute.

Syed NA, Midgley DJ, Ly PKC, Saleeba JA, McGee PA. 2009. Do plant endophytic and free-living Chaetomium species differ?. Aus Mycol. 28:51–55.

Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi: Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species. Ed ke-2. Florida (US): CRC Press LLC.

West JS, Kharbanda PD, Barbetti MJ, Fitt BDL. 2001. Review article: epidemiology and management of Leptosphaeria maculans (phoma stem canker) on oilseed rape in Australia. Plant Pathol. 50:10–27. DOI: http://dx.doi.org/10.1046/j.1365-3059.2001.00546.x.

103