Click here to load reader
Upload
lambao
View
301
Download
38
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EKSISTENSI WANITA JAWA DALAM
NOVEL SARUNGE JAGUNG
KARYA TRINIL S. SETYOWATI (Sebuah Kritik Sastra Feminis)
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
TRI PURNAMA NINGSIH C0104041
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
EKSISTENSI WANITA JAWA DALAM
NOVEL SARUNGE JAGUNG
KARYA TRINIL S. SETYOWATI (Sebuah Kritik Sastra Feminis)
Disusun oleh :
TRI PURNAMA NINGSIH
C0104041
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Drs. Christiana D.W, M. Hum
NIP. 195410161981031003
Pembimbing II
Siti Muslifah, SS. M. Hum
NIP 197311032005012001
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutarjo, M. Hum
NIP 196001011987031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
EKSISTENSI WANITA JAWA DALAM
NOVEL SARUNGE JAGUNG
KARYA TRINIL S. SETYOWATI (Sebuah Kritik Sastra Feminis)
Disusun oleh :
TRI PURNAMA NINGSIH
C0104041
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal 28 Februari 2011
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Imam Sutarjo, M. Hum .......................
NIP 196001011987031004
Sekretaris Dra. Sundari, M. Hum .......................
NIP. 195610031981032002
Penguji I Drs. Christiana D.W, M. Hum ……………..
NIP. 195410161981031003
Penguji II Siti Muslifah, SS, M. Hum ……………..
NIP 197311032005012001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A.
NIP 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Tri Purnama Ningsih
NIM : C0104041
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Eksistensi
Wanita Jawa dalam Novel ”Sarunge Jagung” Karya Trinil S. Setyowati (Sebuah
Kritik Sastra Feminis) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak
dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi
tanda/kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 28 Februari 2011
Yang membuat pernyataan,
Tri Purnama Ningsih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Jer basuki mawa bea
Dalam mencapai kesuksesan dibutuhkan pengorbanan
( Sumber : Pepak Basa Jawa )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini, dipersembahkan kepada :
Ibu dan bapak tercinta yang tak pernah berhenti memotivasi dan menyayangiku,
kakak dan adikku tercinta dan semua yang telah mendukung penulis yang tidak
bisa disebutkan satu per satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun skripsi guna
mencapai gelar sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari kesulitan-
kesulitan yang dihadapi, tetapi berkat bantuan, bimbingan serta dorongan baik
moril maupun materiil dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini dengan segenap
kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum, selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang
telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
4. Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum, selaku Pembimbing Pertama yang
dengan teliti, sabar dan penuh perhatian memberikan pengarahan dan
bimbingan yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Dra. Siti Muslifah, S.S, M.Hum, selaku Pembimbing Kedua yang juga telah
dengan teliti dan sabar memberi pengarahan yang berguna dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Dra. Sundari, M. Hum, selaku koordinator bidang sastra, yang selalu
memberikan arahan dan semangat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
7. Drs. Y. Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa
memberikan dukungan dalam penyusunan sekripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu, yang telah memberikan bekal ilmu yang berguna bagi penulis.
9. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Sastra dan
Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
pelayanan kepada penulis dalam mendapatkan referensi.
10. Teman-teman angkatan 2004, terutama Syamsul dan Kaleh 04, terima kasih
atas segala dukungan dan perhatiannya.
11. Ibu Trinil S. Setyowati beserta keluarga, selaku pengarang novel Sarunge
Jagung yang telah bersedia diwawancarai dan banyak memberikan informasi
tentang apa saja yang penulis butuhkan demi kelancaran penyusunan skripsi
ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara materi maupun
spiritual yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Semoga amal kebaikan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan
yang sesuai dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penyusunan skripsi ini akan di terima dengan tangan terbuka.
Surakarta, 9 Mei 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... . i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... . ii
HALAMAN PENGESAHAN . ............................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
ABSTRAK .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... . 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... . 1
B. Batasan Masalah ...................................................................... . 5
C. Rumusan Masalah ................................................................... . 6
D. Tujuan Penelitian .................................................................... . 6
E. Manfaat Penelitian .................................................................. . 7
1. Manfaat Teoretis ................................................................. 7
2. Manfaat Praktis ................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ............................................................. . 8
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................. . 9
A. Pendekatan Struktural ............................................................. . 9
1. Tema ................................................................................... 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Plot/alur..... .......................................................................... 11
3. Penokohan ........................................................................... 12
4. Latar/setting ........................................................................ 14
5. Amanat ................................................................................ 14
B. Pendekatan Kritik Sastra Feminis ............................................ . 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... ...................................... 19
A. Bentuk Penelitian…………………………………………….. 19
B. Sumber Data dan Data ............................................................ 19
1. Sumber Data ....................................................................... 19
2. Data ..................................................................................... 19
C. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... . 20
1. Teknik Analisis Struktur...................................................... 20
2. Teknik Wawancara ............................................................. 20
3. Teknik Kepustakaan ............................................................ 21
D. Teknik Analisis Data ............................................................... . 22
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................... . 24
A. Tinjauan Pengarang .................................................................. 24
1. Riwayat Hidup Pengarang ................................................. . 24
2. Trinil S. Setyowati dalam Beberapa Karyanya ................. . 27
B. Analisis Struktural Novel Sarunge Jagung .............................. . 36
1. Tema ... ............................................................................... . 36
2. Amanat .............................................................................. . 37
3. Alur .................................................................................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
a. Situation ...................................................................... . 41
b. Generating Circumtances ........................................... . 44
c. Rising Action ............................................................... . 46
d. Climax ....................................................................... .. 48
e. Denoument .................................................................. . 45
4. Penokohan ......................................................................... . 49
a. Ratri (Enggar Jemparing Kusumaratri) .......................... . 52
b.Bagus Rendra Pratama (Bagus) ..................................... . 55
c. Wid (Merak Badra Waharuyung) .................................. . 57
d.Waskito ........................................................................... . 59
a. Sunartiko . ...................................................................... 61
b.Istri Sunartiko. ................................................................. 61
c. Tante Yani. ...................................................................... 63
d.Makdhek. ....................................................................... 63
e. Pak Parto (Ayah Ratri). ................................................... 64
5. Latar .................................................................................. 65
a. Latar Sosial ............................................................... . 66
b. Latar Tempat ............................................................ . 68
1) Kampung Simo Magerejo. .................................. 69
2) Surabaya. ............................................................. 69
3) Studio Hardjito. ................................................... 70
4) Perak. ................................................................... 70
5) Asem Jajar. .......................................................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
6) Jemursari. ............................................................ 71
7) Jagir-Rungkut. ..................................................... 72
8) Pasar Turi. ........................................................... 73
9) Jalan A. Yani. ...................................................... 74
10) Bandara Juanda. .................................................. 74
c. Latar Waktu ............................................................... . 74
C. Citra Tokoh Utama Wanita dalam Novel Sarunge Jagung
Karya Trinil S. Setyowati. ........................................................ 77
D. Sikap Trinil S. Setyowati dalam Memandang Kedudukan
Wanita dalam Masyarakat ........................................................ 107
BAB V. PENUTUP ................................................................................ . 111
A. Kesimpulan ............................................................................. . 111
B. Saran ........................................................................................ . 113
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 114
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
Tri Purnama Ningsih. C0104041. 2010. Eksistensi Wanita Jawa dalam
Novel Sarunge Jagung Karya Trinil S. Setyowati (Sebuah Kritik Sastra
Feminis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Karya sastra Jawa sebagai karya seni tidak cukup hanya dinikmati
keindahannya saja. Lebih jauh dari itu perlu pula mendapatkan perhatian secara
ilmiah, yaitu melalui suatu kajian ilmiah yang bertujuan untuk mengangkat semua
aspek yang terkandung di dalamnya, melalui cara-cara atau pola pemikiran ilmiah
yang berlaku, salah satunya adalah novel karya Trinil S. Setyowati yang berjudul
Sarunge Jagung.
Masalah yang dikaji mencakup tiga hal yaitu : (1) Bagaimanakah unsur-
unsur struktur yang meliputi tema, alur, penokohan, latar serta amanat yang
terdapat dalam novel Sarunge Jagung? (2) Bagaimanakah citra tokoh utama
dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati? (3) Bagaimanakah sikap
Trinil S. Setyowati dalam memandang kedudukan, peran, dan fungsi wanita dalam
masyarakat?
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan unsur-unsur
struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, latar serta amanat yang terdapat
dalam novel Sarunge Jagung.(2) Menjabarkan dan menganalisis citra tokoh utama
dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati. (3) Mengungkap sikap
Trinil S. Setyowati dalam memandang kedudukan, peran, dan fungsi wanita dalam
masyarakat.
Manfaat dari penelitian ini secara teoretis, hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menambah wawasan kritik sastra feminis dan menambah
khasanah penelitian sastra Jawa. Penelitian ini menghasilkan suatu ulasan tentang
sikap wanita dari sudut pandang kajian kritik sastra feminis. Secara praktis hasil
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi mengenai
idealisme perjuangan wanita di dalam menghadapi problem kehidupan dalam
masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh penelitian lain yang mengembangkan
penelitian lebih lanjut dengan pendekatan yang lain.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) pendekatan
struktural meliputi tema, alur/plot, penokohan, latar/setting dan amanat. (2)
pendekatan kritik sastra feminis yaitu kritik sastra yang lebih menyoroti pada
tradisi sastra pada khususnya terutama berkenaan dengan tokoh wanita, seperti
pengalaman wanita yang terungkap di dalamnya dan kemungkinan adanya
penulisan khas wanita.
Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif, sumber data tulis sebagai
data primer yaitu novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati. Sumber data
lisan sebagai data sekunder berasal dari informan yaitu pengarang. Data yang
digunakan dibagi menjadi dua yaitu data primer adalah rangkaian cerita novel
yang meliputi unsur-unsur intrinsik yang meliputi tema, amanat, penokohan, alur
dan setting, sedang data sekunder diperoleh dari hasil wawancara dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
pengarang novel Sarunge Jagung yaitu Trinil S. Setyowati, artikel-artikel, tulisan-
tulisan yang berkaitan dengan pengarang, termasuk juga rekaman, dokumentasi
berupa foto, dan biografi pengarang. Teknik pengumpulan data ialah teknik
analisis struktural, teknik wawancara dengan pengarang novel Sarunge Jagung
yaitu Trinil S. Setyowati dan studi pustaka dengan menggunakan teknik simak
catat. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktif yaitu reduksi,
sajian data dan kesimpulan.
Penelitian ini menyoroti kaum perempuan tentang bagaimana kaum
perempuan menghadapi permasalahan dalam hidupnya, serta kemungkinan
adanya cara penulisan khas wanita. Perempuan mempunyai cara tersendiri untuk
mengekspresikan diri yang berlawanan dengan cara bagaimana kaum pria
menggambarkan pandangan mereka melalui bahasa dan wacana mereka.
memberikan penilaian mengenai bagaimana kaum perempuan merasa, berpikir,
dan bertindak serta bagaimana kaum perempuan pada umumnya menanggapi
kehidupan yang terdapat di dalam sebuah karya sastra.
Hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan (1) unsur-unsur intrinsik
yang terdapat dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati adalah suatu
keterjalinan, sehingga membentuk kebulatan atau totalitas. Cerita yang
menampilkan feminisme tentang kehidupan seorang kaum wanita Jawa yang tidak
kalah dalam hal pendidikan dan pekerjaan dengan kaum lelaki walaupun dilanda
permasalahan yang cukup berat dalam mencari pasangan hidup. (2) Citra wanita
dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati menunjukkan tentang sosok
wanita cerdas, pandai bergaul, disiplin, pantang menyerah, beriman dan mempunyai
perilaku yang baik. Kaum perempuan itu harus mandiri, bahwa dalam hal
pendidikan, pekerjaan, asmara, dan kehidupan rumah tangga sebenarnya kaum
perempuan itu tidak kalah dengan kaum laki-laki. (3) Sikap pengarang dalam
memandang peran, fungsi, dan kedudukan wanita di masyarakat yaitu, pria dan wanita
mempunyai peranan yang sama dalam menikmati hasil pembangunan. Hak yang
sama di bidang pendidikan misalnya, anak pria dan wanita mempunyai hak yang
sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai pada jenjang yang lebih tinggi.
Selanjutnya, kewajiban yang sama untuk mancari nafkah dengan suaminya dalam
upaya memenuhi beragam kebutuhan rumah tangga. Dengan begitu, kedudukan
wanita dalam masyarakat akan dipandang setara dengan laki-laki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan banyak orang. Adapun tujuan diciptakannya karya sastra menurut
Melani Budianta yaitu sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan,
memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, rnaupun
kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi (2006: 19). Karya
sastra bersifat imajinatif atau fiktif, yaitu suatu cerita rekaan yang berangkat dari
daya khayal kreatif. Sesuatu yang bersifat imajinatif boleh jadi terjadi dalam
kehidupan nyata, karena bagaimanapun juga karya sastra merupakan refleksi
kehidupan manusia.
Karya sastra berbentuk cerita yang dikemas dalam bentuk novel, cerita
pendek, cerita bersambung, roman picisan dan lain-lain, mempunyai struktur yang
membangun cerita yaitu tema, alur, penokohan, seting dan amanat. Semua unsur
tersebut disebut aspek intrinsik dalam karya sastra. Melalui aspek intrinsik kita
akan lebih mudah mengerti dan memahami jalan cerita serta menangkap apa yang
ingin disampaikan oleh pengarangnya. Sedangkan aspek ekstrinsik yaitu aspek di
luar karya sastra meliputi sisi kehidupan pengarang atau kondisi sosial budaya
masyarakat. Pemahaman unsur ekstrinsik suatu karya bagaimanapun, akan
membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa karya sastra
tidak muncul dari situasi kekosongan budaya (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 24).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra mengekspresikan ungkapan
emosi perasaan dan menuangkannya melalui tulisan dengan proses imajinasi.
Menurut Suwardi Endraswara antara sadar dan tak sadar faktor kejiwaan
dan perasaan pengarang selalu mewarnai proses penciptaan pengarang. Kekuatan
karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan
ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra (2008: 96).
Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk
memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi tetap harus merupakan bangunan
struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek & Warren
dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 13),
Dalam khasanah sastra Jawa modern terdapat berbagai jenis sastra yang
telah dihasilkan para pengarang Jawa antara lain geguritan, cerpen, novel, dan
cerita bersambung. Cerkak dan cerbung (yang pada konteks ini berbahasa Jawa)
pada umumnya dimuat di dalam surat kabar dan majalah, tidak seperti novel yang
dibukukan tersendiri. Novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya
cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. (Burhan
Nurgiyantoro, 2005 : 10). Telah banyak karya-karya sastra Jawa yang berupa
novel yang dihasilkan pengarang Jawa salah satunya yaitu novel berjudul Sarunge
Jagung karya Trinil S. Setyowati.
Trinil S. Setyowati termasuk pengarang yang produktif. Banyak karya-
karya yang dimuat dalam media cetak seperti majalah berbahasa Jawa dan media
cetak berbahasa Indonesia seperti majalah Jayabaya, Panjebar Semangat, tabloid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Bromo, majalah Kidung dan lain-lain. Karya-karyanya berupa cerita rakyat,
artikel, cerkak atau cerpen, cerbung, puisi atau geguritan, wacan bocah, novel
serta karangan-karangan lainnya yang berkaitan dengan bidang sastra. Salah satu
karyanya adalah novel Sarunge Jagung yang diterbitkan oleh Yayasan Sasmita
Budaya Sragen bulan Mei 2005.
Novel berjudul Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati ini unik karena
pengarang menggunakan bahasa sub-dialek Surabaya. Novel Sarunge Jagung
menceritakan tentang kehidupan seorang wanita Jawa yang mempunyai pendirian
yang kuat walaupun dihadapkan permasalahan dalam mencari pasangan hidup
yang tepat. Sebagai wanita Jawa yang mencintai budaya Jawa, dia rela untuk
membatalkan perkawinannya karena calon ibu mertuanya tidak menghargai
budaya Jawa dengan menghina kebudayaan Jawa, tidak memahami kebudayaan
Jawa padahal dia sendiri adalah orang Jawa, memfitnah dan menuduhnya telah
hamil di luar nikah. Calon suamimya pun yang seorang tentara tidak bisa tegas
dan selalu mengikuti kemauan ibunya. Walaupun putus dari tunangannya dan
lantas rnenjalin kasih dengan pria yang berprofesi sebagai lurah, hubungannya
dengan lurah tersebut tidak berhasil. Namun pada akhirnya sang wanita
mendapatkan pasangan hidup sejatinya.
Novel Sarunge Jagung ini termasuk karya sastra yang feminis. Tokoh
utama dalam novel tersebut adalah wanita dan novel Sarunge Jagung bercerita
mengenai perjuangan seorang wanita Jawa yang membela kebudayaan Jawa serta
mengenai kisah hidupnya dalam menemukan pasangan hidup. Novel Sarunge
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Jagung dapat dikatakan karya fiksi modern yang menggambarkan kehidupan
masyarakat menurut pandangan dari Trinil S. Setyowati.
Fiksi modern berbeda dengan tradisi sastra yang lebih lama, yang
cenderung untuk bersifat dedaktik, moralistik dan yang memberi tahu rakyat
tentang bagaimana manusia harus hidup. Fiksi modern yang serius,
menggambarkan bagaimana kehidupan modern dijalani, sekurang-kurangnya
menurut pandangan si pengarang (Niels Mulder dalam Maria A. Sardjono, 2005:
30). Karya fiksi modern merupakan karya yang dibuat berdasarkan kreativitas
pengarang, pengarang dapat mengkreasi dan menyiasati berbagai masalah
kehidupan. Karya fiksi juga dapat diartikan sebagai cerita rekaan.
Sarunge Jagung seperti pada judulnya adalah suatu wangsalan (pantun
tebakan). Wangsalan Sarunge Jagung sudah sering terdengar di kalangan
masyarakat Jawa. Dalam buku Metode Belajar Efektif Basa Jawa karangan
Suroso Ari Wibowo, sarung jagung yaiku sing mbuntel jagung, jenenge klobot.
Kata klobot (daun jagung) berakiran kata bot dikaitkan dengan kata abot (berat),
judul novel Sarunge Jagung mengambil dari wangsalan Jawa dan di dalam novel
Sarunge Jagung berceritakan tentang kehidupan seorang wanita Jawa yang cukup
berat dalam menemukan pasangan hidupnya (2005: 55).
Novel Sarunge Jagung mengungkapkan persoalan seorang wanita yang
berperan sebagai tokoh utama dalam cerita tersebut. Seorang wanita biasanya
diidentikkan dengan mahluk yang lemah dan tidak bisa berbuat banyak, tetapi
dalam novel Sarunge Jagung ini tokoh utama digambarkan sebagai sosok yang
tegar dan kuat. Demi membela budaya Jawa dan harga diri sebagai wanita Jawa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dia berani mengambil resiko membatalkan perkawinannya karena menilai calon
suaminya tidak termasuk kriteria suami yang didambakannya. Calon suaminya
tersebut memiliki sikap tidak tegas, selalu menuruti apa kehendak ibunya dan
tidak punya pendirian. Walaupun, tokoh utama sempat berpikir untuk tidak hidup
berumah tangga lantaran sakit hati karena mengalami kegagalan dalam menjalin
hubungan dengan pria. Tetapi pada akhirnya tokoh utama bisa menemukan suami
kemudian menikah dan berumah tangga.
Novel Sarunge Jagung menarik untuk dijadikan obyek penelitian ditinjau
dari aspek kritik sastra feminis karena banyak menyoroti kehidupan wanita. Di
samping itu alasan pemilihan objek penelitian adalah pengarang Trinil S.
Setyowati merupakan seorang pengarang wanita yang banyak menciptakan karya-
karya sastra dalam berbagai jenis sastra seperti geguritan, cerpen dan cerbung.
Mengingat isi cerita novel Sarunge Jagung bertumpu pada perjuangan tokoh
wanita dalam memilih suami dan perjuangannya melestarikan budaya Jawa oleh
karena itu novel Sarunge Jagung menarik untuk dikaji dengan pendekatan kritik
sastra feminis. Kemudian penelitian ini diberi judul: ”Eksistensi Wanita Jawa
dalam Novel Sarunge Jagung (Sebuah Kritik Sastra Feminis)”.
B. Batasan Masalah
Konsentrasi atau fokus penelitian perlu dibatasi agar inti permasalahan
yang hendak dicapai tidak terlalu meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan.
Pembatasan masalah ini adalah: Pembahasan dibatasi mengenai struktur yang
membangun dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati yang meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tema, alur, penokohan, latar dan amanat. Dilanjutkan dengan analisis citra tokoh
utama wanita, yakni membahas eksistensi wanita jawa dalam novel Sarunge
Jagung tentang feminisme, sehingga nantinya diharapkan akan dapat mengetahui
sikap Trinil S. Setyowati dalam memandang kedudukan wanita dalam masyarakat
sebagai pengarang novel Sarunge Jagung.
C. Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah diungkapkan, maka masalah yang
diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah unsur-unsur struktural yang meliputi tema, alur, penokohan,
latar serta amanat yang terdapat dalam novel Sarunge Jagung?
2. Bagaimanakah citra tokoh utama wanita dalam novel Sarunge Jagung karya
Trinil S. Setyowati?
3. Bagaimanakah sikap Trinil S. Setyowati dalam memandang kedudukan wanita
dalam masyarakat?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dicapai dalam penelitian ini adalah menjabarkan
masalah yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang meliputi tema, alur, penokohan,
latar serta amanat yang terdapat dalam novel Sarunge Jagung.
2. Menjabarkan dan menganalisis citra tokoh utama wanita dalam novel Sarunge
Jagung karya Trinil S. Setyowati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Mengungkap sikap Trinil S. Setyowati dalam memandang kedudukan wanita
dalam masyarakat.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dicapai dari penelitian novel Sarunge Jagung karya Trinil S.
Setyowati terdiri dari dua hal, yaitu:
1. Secara Teoretis
Penelitian ini menggunakan kajian teori struktural, kritik sastra feminis, dan
teori-teori pendukung lainnya. Oleh karena itu secara teoretis penelitian ini
diharapkan akan dapat memberikan khasanah ilmu pegetahuan, khususnya
dalam bidang studi karya sastra melalui pendekatan kritik sastra feminis.
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian
selanjutnya, serta diharapkan dapat digunakan sebagai pengetahuan
masyarakat dalam memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-
penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam
kaitannya dengan idealisme perjuangan wanita di dalam menghadapi problem
kehidupan dalam masyarakat, dan dapat dimanfaatkan oleh penelitian lain
yang mengembangkan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian terhadap novel Sarunge Jagung ini akan
dibahas dalam beberapa bab, adapun susunannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI, meliputi pendekatan struktural dan
pendekatan kritik sastra feminis,
BAB III : METODE PENELITIAN, meliputi metode dan bentuk penelitian,
sumber data dan data, teknik pengupulan data, teknik analisis data.
BAB IV : ANALISIS DATA, yang meliputi tinjauan pengarang, tinjauan
struktural novel Sarunge Jagung yang meliputi alur, tema, amanat,
serta penokohan, citra tokoh utama wanita dalam novel Sarunge
Jagung karya Trinil S. Setyowati, dan sikap pengarang dalam
memandang kedudukan, peran, dan fungsi wanita dalam masyarakat
BAB V : PENUTUP, yang meliputi Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam penelitian, suatu obyek penelitian diperlukan teori dan pendekatan
yang tepat agar sesuai dengan obyek kajian. Teori digunakan untuk membongkar
obyek penelitian, maka dalam penelitian dibutuhkan teori pendekatan yang sesuai
dengan obyek yang akan dikaji.
Keberadaan unsur di dalam karya sastra memang sangat mempengaruhi
totalitas bangunan cerita, maka peneliti akan menggunakan dua pendekatan, yaitu
(1) pendekatan struktural yang dibangun oleh unsur-unsur pendukungnya seperti
tema, plot/alur, seting, penokohan, amanat, dan hubungan antar unsur, (2)
pendekatan kritik sastra feminis tentang citra tokoh wanita.
A. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural dinamakan juga dengan pendekatan obyektif.
Analisis struktural karya sastra dalam hal ini adalah fiksi, dapat dilakukan dengan
cara mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar
unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 37). Teeuw
mengemukakan metode analisis struktural karya sastra bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan semendalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (dalam Sangidu, 2004: 17).
Diharapkan melalui analisis struktural dapat diketahui katerkaitan antar unsur
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
intrinsik yang meliputi tema, alur penokohan, latar dan amanat yang membangun
sebuah karya sastra.
1. Tema
Definisi tema dalam kamus istilah sastra adalah sesuatu yang menjadi
dasar cerita, ia selalu berkaitan dengan pengalaman kehidupan, seperti risalah
cinta, kasih rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya, dalam hal tertentu tema
sering disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita (Laelasari dan Nurlailah,
2006 : 250). Unsur pembanguan sebuah karya sastra yang pertama adalah tema.
Stanton mengemukakan dalam menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel
ada beberapa cara seperti yang ditunjukkan berikut:
a. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detail cerita
yang menonjol.
b. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan
setiap detail cerita.
c. Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-
bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam novel yang bersangkutan.
d. Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti
yang Secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita (dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 87-88).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan tema dalam karya sastra adalah
gagasan yang melatarbelakangi penciptaan sebuah karya sastra sehingga tema
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menjadi dasar sebuah cerita dan bagian dari unsur intrinsik yang membangun
sebuah karya sastra.
2. Plot/ alur
Alur disebut juga dengan plot. Plot rnerupakan unsur fiksi yang penting di
dalam karya sastra yang berbentuk prosa. Tafsir mengemukakan tahapan plot
menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut.
a. Tahap situation: tahap situasi, tahap yang terutama berisi pelukisan dan
pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
b. Tahap generating circumtances: tahap pemunculan konflik (masalah-masalah)
dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik dimunculkan.
c. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang dimunculkan
pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya.
d. Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan
yang terjadi, yang diakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita
mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh
(tokoh-tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku utama dan penderita
terjadinya konflik utama.
e. Tahap denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian, ketegangan, dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-
sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar,
cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap akhir di atas (Burhan
Nurgiyantoro, 2005 : 149-150).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Alur menunjukkan hubungan sebab akibat antara peristiwa di dalam cerita.
Sehingga dapat diambil kesimpulan alur merupakan rangkaian peristiwa di dalam
cerita yang saling berhubungan berdasarkan sebab akibat.
3. Penokohan
Penokohan sangat penting dalam struktur sebuah karya sastra berbentuk
cerita prosa. Menurut Jones penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Di dalam sebuah cerita,
tentunya terdapat tokoh cerita. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh
ciptaan pengarang namun ia harus merupakan tokoh yang hidup secara wajar
dalam cerita dan mempunyai pikiran dan perasaan. Tokoh cerita dapat dipandang
sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 165-167).
Tokoh merupakan perwujudan seseorang di dalam sebuah cerita yang dapat
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca melalui dialog-dialog tokoh
dalam cerita. Penampilan tokoh sangat penting karena tokoh juga adalah sebagai
pembawa cerita. Laelasari dan Nurlailah mengartikan tokoh cerita (character)
merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan (2006 : 255).
Penokohan dilihat dari segi peranannya atau tingkat pentingnya tokoh
dibagi menjadi 2 yaitu: (1) Tokoh utama (central character, main character)
adalah tokoh yang ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
sebagian besar cerita, (2) Tokoh tambahan (peripherial character) adalah tokoh-
tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun
dalam proses penceritaan yang relatif pendek (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 176).
Menurut Mochtar Lubis dalam melukiskan rupa, watak atau pribadi para
tokoh, pengarang menunjukkan sebagai berikut:
a. Pyisical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon).
b. Portrayal of thought stream or concious thought (melukiskan jalan pikiran
pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya).
c. Reaction to event (melukiskan bagaimana rekasi pelakon terhadap kejadian-
kejadian).
d. Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak
tokoh).
e. Discussion of enviroment (pengarang melukiskan keadaan watak tokoh.
Misalnya dengan melukiskan keadaan kamar pelakon pembaca akan mendapat
kesan apakah tokoh tersebut orang jorok, bersih, rajin, malas, dan sebagainya).
f. Reaction of others to character (pengarang melukiskan bagaimana
pandangan-pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh utama
itu).
g. Conversation of others about character (tokoh - tokoh dalam suatu cerita
memperbincangkan keadaan tokoh utama, dengan demikian maka secara tidak
langsung pembaca mendapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai
tokoh utama itu (dalam Henry Tarigan, 1992: 133-134).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah
pelukisan mengenai sifat atau watak tokoh, perilaku, dan pandangan hidup yang
dicitrakan dalam sebuah cerita.
4. Latar/ setting
Latar merupakan keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana
terjadinya kejadian di dalam karya sastra (Laelasari dan Nurlailah, 2006: 147).
Unsur-unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu
dan sosial.
a. Latar tempat, latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar waktu, latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.
c. Latar sosial, latar sosial mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 227-233).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa latar/seting adalah
merupakan keterangan tempat kejadian peristiwa di mana para pelaku berada
dalam sebuah cerita yang mempunyai hubungan dengan keadaan sosial
masyarakatnya.
5. Amanat
Sebuah karya fiksi ditulis pengarang untuk menawarkan model kehidupan
yang ideal. Burhan Nurgiyantoro mengemukakan fiksi mengandung penerapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya
tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca
diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan,
yang diamanatkan (2005: 321). Dari suatu cerita dapat diambil suatu pesan atau
kesan yang disebut amanat. Dalam amanat dapat dilihat pandangan dari pengarang
mengenai kehidupan yang terdapat dalam karya sastranya. Agar makna dan tujuan
karya sastra dapat dipahami secara keseluruhan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa amanat dalam karya
sastra adalah pesan atau ajaran moral yang ingin disampaikan kepada pembaca
oleh pengarang dalam karya sastra tentang pandangan hidupnya terhadap
masyarakat.
Pendekatan struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, latar dan
amanat merupakan satu langkah awal untuk melakukan penelitian karya sastra
sebelum melakukan pendekatan selanjutnya. Diharapkan melalui analisis
struktural dapat diketahui keterkaitan antar unsur intrinsik yang meliputi tema,
alur, penokohan, latar dan amanat yang membangun sebuah karya sastra sebagai
kesatuan yang utuh. Untuk itu dalam sebuah karya sastra diperlukan hubungan
antarunsur yang dapat menentukan makna dan nilai seni sebuah karya sastra.
B. Pendekatan Kritik Sastra Feminis
Kritik sastra merupakan kegiatan atau perbuatan mencari dan menentukan
nilai karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik yang
dinyatakan dalam bentuk tertulis (Andre Hardjana, 1991: 25). Kritik sastra yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dapat menjalankan fungsinya dengan baik adalah kritik sastra yang disusun atas
dasar keinginan untuk memperbaiki mutu karya sastra dan mutu khalayak
pembaca, kritik sastra yang disusun atas dasar pendekatan dan metode kerja yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik sastra yang dilahirkan oleh
pengeritik yang mempunyai rasa tanggung jawab moral dan intelektual
disebabkan karena mereka mempunyai minat membaca dan menekuni sastra dan
ilmu sastra.
Karya sastra feminis merupakan karya sastra yang menyoroti kaum
perempuan tentang bagaimana kaum perempuan menghadapi permasalahan dalam
hidupnya. Kritik sastra feminis merupakan kritik sastra yang lebih rnenyorot
kepada tradisi sastra yaitu yang berkenaan dengan wanita, seperti pengalaman
wanita yang terangkap di dalamnya serta kemungkinan adanya cara penulisan
khas wanita (Laelasari dan Nurlaila, 2006: 145-146). Perempuan mempunyai cara
tersendiri untuk mengekspresikan diri yang berlawanan dengan cara bagaimana
kaum pria menggambarkan pandangan mereka melalui bahasa dan wacana
mereka. Partini Sardjono Pradotokusuma mengemukakan bahwa kritik feminis ini
adalah satu kritik (sastra) yang berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan (serta
menafsirkan kembali) pengalaman perempuan dalam berbagai karya sastra
terutama dalam novel dan agak jarang dalam drama atau puisi (2005: 83). Kritik
sastra feminis memberikan penilaian mengenai bagaimana kaum perempuan
merasa, berpikir, dan bertindak serta bagaimana kaum perempuan pada umumnya
menanggapi kehidupan yang terdapat di dalam sebuah karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Pada umumnya karya sastra menampilkan tokoh wanita yang berperan
sebagai tokoh utama maupun bawahan. Pandangan wanita antara penulis wanita
dan laki-lakipun berbeda-beda dan juga antara pembaca wanita dan laki-laki.
Semua itu masuk dalam hasrat yang ingin dicapai dalam pendeketan kritik sastra
feminis. Pertama teori feminis berhasrat untuk mengkaji penulis-penulis wanita di
masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita karya sastra penulis-penulis pria
yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang berbagai cara ditekan, disalah
tafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarki yang dominan. Dengan begitu
seorang wanita tidak mempunyai kedudukan di mata keluarganya. Kedua teori
feminis ini menimbulkan berbagai ragam cara mengkritik yang kadang-kadang
terpadu seperti kritik ragam ideologis, ginokritik, kritik sastra feminis sosialis,
kritik sastra feminis psikoanalitik, dan kritik sastra feminis-etnik.
Kritik sastra feminis terbagi dalam tiga aliran yaitu, aliran feminisme
sosialis, feminisme liberalis dan feminisme radikal. Kritik sastra feminis sosialis
yaitu aliran yang membagi kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis mencoba
mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas
(Djajanegara, 2000: 32). Kritik sastra feminis liberalis yaitu mengkaji kreatifitas
penulis wanita. Profesi penulis wanita sebagai suatu perkumpulan dan
perkembangan peraturan tradisi menulis wanita dan tulisan laki-laki. Karena para
feminis percaya bahwa penulis wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya
dengan memperlakukan dirinya pada si tokoh wanita, sedangkan tokoh wanita
tersebut pada umumnya merupakan cerminan penciptanya (Djajanegara, 2000:
33). Kritik sastra feminis radikal menganggap karya sastra sebagai ungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
tentang cara hidup kita dulu dan sekarang. Tentang bagaimana kita harus
mengembangkan diri kita sendiri, bagaimana bahasa kita mengubah dan sekaligus
membebaskan kita, bagaimana pemberian julukan merupakan hak prerogative
kaum laki-laki sampai sekarang. Dan bagaimana kita sekarang dapat mulai sadar
dan mampu memberi julukan dan akhirnya dapat memberikan hidup baru lagi.
(Djajanegara, 2000: 30).
Pendekatan kritik sastra feminis mempunyai beberapa langkah dalam
penerapannya:
1. Mengidentifikasi satu tokoh wanita atau beberapa tokoh wanita di antaranya:
mencari kedudukan dalam masyarakat, mencari tujuan hidupnya, dan mencari
watak serta perilaku yang digambarkan.
2. Meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang berkaitan dengan tokoh
perempuan.
3. Mengamati sikap penulis karya yang sedang kita amati (Djajanegara, 2000:
51-53).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminis
adalah kritik sastra yang lebih menyoroti pada tradisi sastra pada khususnya
terutama berkenaan dengan tokoh wanita, seperti pengalaman wanita yang
terungkap di dalamnya dan kemungkinan adanya penulisan khas wanita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis
kualitalifinya (Sutopo, 2006: 48). Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan
perilaku yang dapat diamati (dalam Lexi J. Moleong, 2007: 3).
B. Sumber Data dan Data
1. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel karya Trinil S.
Setyowati yang berjudul Sarunge Jagung yang diterbitkan oleh Yayasan Sasmita
Budaya Sragen bulan Mei 2005. Sumber data sekunder berasal dari informan
yaitu pengarang novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati, dan buku-buku
serta referensi yang dapat menunjang proses penelitian seperti yang tampak pada
daftar kepustakaan laporan penelitian ini.
2. Data
Data dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer, yang dimaksud data primer dalam penelitian ini adalah data teks
novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati atau data intrinsik meliputi
tema, alur, penokohan, latar/setting dan amanat.
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Data sekunder, merupakan data penunjang yaitu informasi hasil wawancara
dengan pengarang yang digunakan sebagai data pendukung pelaksanaan
penelitian, serta berbagai keterangan yang berasal dari buku-buku referensi
yang berupa artikel-artikel, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pengarang,
biografi pengarang dan berbagai hal yang dapat menunjang penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Analisis Struktur
Teknik analisis struktur dimanfaatkan untuk mengumpulkan data dasar,
yakni data literer (data intrinsik teks novel Sarunge Jagung). Data literer tersebut
dikelompokkan menjadi data kategoris yang berupa data mengenai tema, plot,
penokohan, latar/setting dan amanat.
2. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pernyataan jawaban pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2007: 186). Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan kepada pengarang yang telah membuat novel
Sarunge Jagung yaitu Trinil S. Setyowati untuk memperoleh informasi yang
dapat mendukung penelitian ini yaitu hasil wawancara mengenai biografi
pengarang, hasil karya dan keterangan-keterangan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3. Teknik Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tinjauan pustaka (library research), data dari informasi dengan bantuan macam-
macam materi yang terdapat di ruang perpustakan, misalnya berupa buku-buku,
majalah, naskah, catatan sejarah, dan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang akan atau sedang
diteliti (Sangidu, 2004: 105).``
Teknik tersebut diatas digunakan untuk menemukan berbagai hal sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Dalam penelitian ini perlu disadari
bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen
atau arsip, tetapi juga maknanya yang tersirat. Maka dari itu, peneliti harus
bersikap kritis dan teliti (Sutopo, 2006: 81). Teknik ini juga sering pula disebut sebagai
analisis isi. Cara kerjanya adalah dengan memeriksa dan menampilkan berbagai
macam data yang bersumber dari artikel, beberapa makalah, makalah seminar atau
diskusi dan beberapa tulisan lain
Penggunaan teknik kepustakaan diikuti langkah lanjutan yang berupa
penyimakan, dan pencatatan terhadap (yang dianggap) data, untuk kemudian
diklasifikasi, dipilih, dan dipilah sebagai data. Dengan demikian wujud data yang
diperoleh berupa catatan-catatan dalam kartu data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
D. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data (Lexy J, Moleong,
2007: 280). Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen yaitu
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan (Sutopo, 2006 : 94).
a. Reduksi data menerapkan proses penyederhanaan dengan membatasi
permasalahan penelitian. Dengan membatasi permasalahan penelitian dan
penerapan reduksi data ini peneliti membuat catatan-catatan, menyusun
rumusan dan penyusunan sajian data.
b. Sajian data merupakan data yang terkumpul. Sumber data utama dicatat
melalui catatan-catatan tertulis kemudian dideskripsikan, diidentifikasikan dan
diklasifikasikan.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merumuskan apa yang sudah didapatkan skema analisis
interaktif (Sutopo, 2006: 96). Setelah pengumpulan data penelitian mulai
melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan isi pada reduksi maupun
sajian datanya. Menurut Sutopo, proses ini disebut model analisis interaktif
(2006: 95).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar Model analisis Interaktif
Pengumpulan
Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan
Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pengarang
Riwayat hidup pengarang dan karya-karyanya yang dihasilkan adalah hal
yang sangat penting untuk di ketahui, sebagai langkah awal penelitian. Upaya ini
dilakukan utuk memahami latar belakang karya sastra yang dijadikan objek
penelitian. Riwayat hidup pengarang dianggap penting dalam suatu penelitian
terhadap karya sastra, karena lahirnya karya sastra tidak lepas dari kondisi dan
latar belakang kehidupan pengarang selaku pencipta karya satra.
1. Riwayat Hidup Trinil S. Setyowati
Trinil S. Setyowati merupakan satu dari sekian pengarang sastra Jawa
modern yang telah memberikan kontribusinya kepada pembaca sebagai
pengarang yang mengangkat realita yang terjadi dalam masyarakat yang
dituangkan dalam karya sastranya. Dalam pembahasan ini akan diuraikan
mengenai biografi Trinil S. Setyowati sebagai pengarang novel Sarunge Jagung.
Pengarang novel Sarunge Jagung,Trinil S. Setyowati ini bernama asli Sri
Setyowati ini biasa dipanggil Trinil. Lahir di Surabaya pada tanggal 27 Juli 1965
putri pasangan Salam Partosoejidno dan Armunah. Menempuh pendidikan dasar
di SD Negeri 268 dan lulus tahun 1977. Setelah lulus dari pendidikan dasar
kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Surabaya
dan menamatkan sekolahnya pada tahun 1981. Sekolah Menengah Atas
Tritunggal 3 Surabaya jurusan Ilmu Pengetahuan Alam berhasil diselesaikan pada
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tahun 1984. Setelah menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas
Tritunggal 3 Surabaya lantas mengajar sebagai guru kelas IV SD Ronggolawe
merangkap guru seni tari dan musik Taman Kanak-kanak Margie komplek Darmo
Satelit Surabaya. Di Kota Surabaya Trinil S. Setyowati mengembangkan karirnya
sebagai pengajar dan pelatih tari. Kecintaannya terhadap seni tari membawa
Trinil S. Setyowati menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kesenian
Wilwatikta Surabaya jurusan seni tari lulus tahun 1989 dengan gelar diploma.
Selama masa perkuliahan, Trinil S. Setyowati bekerja sebagai pengajar dan
pelatih tari di sekolah-sekolah dan sanggar. Trinil S. Setyowati yang berjiwa seni
ini lantas tidak berhenti menimba ilmu. Di sela-sela pekerjaannya mengajar, dia
melanjutkan pendidikan S2 di Pendidikan Tinggi Pasca Sarjana UNESA jurusan
manajemen pendidikan dan lulus tahun 2005 dengan gelar Magister Pendidikan.
Di tengah-tengah kesibukannya, Trinil S. Setyowati terus menimba ilmu dan
mengembangkan pendidikannya sampai tingkat Doktor dan lulus tahun 2008 di
Pendididkan Tinggi Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang jurusan manajemen
pendidikan. Trinil S. Setyowati sangat aktif dalam berbagai kegiatan. Banyak
sekali kegiatan akademik dan non akademik yang dia jalani. Sampai saat ini
Trinil S. Setyowati bekerja sebagai tenaga pengajar Universitas Negeri Surabaya
dan aktif di Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS) dan menjabat
sebagai ketua I periode 2005-2009. Berikut ini merupakan pengalaman-
pengalaman Trinil S. Setyowati dalam bidang pendidikan, kesenian dan sastra:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
a. Penanggung Jawab Kurikulum Pembinaan Pelatihan Tari Sanggar Dikdaya
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur sejak tahun 1990
sampai sekarang.
b. Ketua I Lembaga Ekologi Budaya Jawa Timur Periode Tahun 1997-2000.
c. Korektor Redaksi Tabloid Wisata Budaya Jawa Timur Bromo tahun 1998-
1999.
d. Reporter Majalah Mingguan Berbahasa Jawa Jayabaya tahun 1998 sampai
sekarang merangkap responden sastra.
e. Reporter Majalah Triwulan Dewan Kesenian Jawa Timur Kidung tahun 1999-
2005.
f. Anggota Tim Pengamat Ujian Tari di Pusat Pembinaan dan Pendidikan Seni
Bina Tari Jawa Timur Taman Budaya Jawa Timur Tahun 1999-2008.
g. Bendahara I Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya Periode Tahun
2002-2005.
h. Dance Executive Dayaseni Art-Studio and Property Business, tahun 2003-
2008.
i. Ketua I Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya Periode tahun 2005-
2009.
j. Kepala Cabang Majalah Pendidikan Genta untuk Surabaya dan sekitarnya
tahun 2005-2008.
k. Responden Majalah Mingguan Berbahasa Jawa Panjebar Semangat tahun
2000 sampai sekarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
l. Anggota Tim Evaluasi Seni Siswa Dinas Pendidikan Kota Surabaya bekerja
sama dengan Taman Remaja Surabaya tahun 2002-2005.
m. Pengisi acara sastra Jawa di tahun 2005 Radio Republik Indonesia Surabaya
bersama Suharmono Kasiyun dari Paguyuban Pengarang Sastra Jawa
Surabaya sejak tahun 2002-2008.
n. Anggota Tim Konsultan Seni dan Bahasa dalam Audisi di Stasiun Televisi
Swasta Jawa Timur Jtv tahun 2005-2008.
o. Pengisi acara sebagai bintang tamu Bidang Sastra Jawa di Delta FM Radio
tahun 2005-2008.
2. Trinil S. Setyowati dalam Beberapa Karyanya
Trinil S. Setyowati seorang pengarang yang banyak menghasilkan karya
baik dalam bentuk novel, cerkak, geguritan, crita sambung, artikel, wacan bocah
yang dimuat di majalah Jayabaya, Tabloid Bromo, majalah Kidung, majalah
Panjebar Semangat dan lain-lain. Sejak SMP Trinil S. Setyowati telah
menunjukkan bakatnya sebagai penulis dengan menjadi Juara II Menulis Esai
Kepahlawanan antar siswa SMP se Kotamadya Surabaya Tahun 1980. Selain itu,
Trinil S Setyowati menjadi Juara II Lomba Baca Puisi tingkat SMA Swasta se
Kotamadya Surabaya Tahun 1984.
a. Kejuaraan seni yang diraih:
1. Juara I Lomba Tari Tunggal Gaya Surakarta antarsiswa SMA Yayasan
Tritunggal Surabaya tahun 1983.
2. Juara I Lomba folk-song tingkat SMA swasta Kotamadya Surabaya tahun
1984.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
3. Juara II Lomba Drama 5 Kota se Jawa Timur di Surabaya tahun 1984.
4. Pemeran Utama Siwuk dalam Drama Teater berjudul Rumah Tak Beratap
pada Pekan Teater Nasional Jakarta Tahun 1986.
5. Juara I mencipta Tari Musim Hujan untuk lomba tarianak TK se-Jawa
Timur yang diselenggarakan oleh Yayasan Taman Gembira tahun 1988.
6. Juara II Lomba Tari Remo Ikatan Guru-Guru TK se Jawa Timur tahun
1998.
7. Terpilih sebagai 5 Penari Topeng bersama Bina Tari Jatim dalam East
Java Musk Evening di Majapahit-Oriental Hotel Surabaya tahun 2000.
b. Karya-karya sastranya yang berupa artikel diantaranya:
1. Artikel Seni Pertura tentang ”Seniman Topeng Dalang Sumenep”,
Kepuasan Non Komersial Majalah Kidung Edisi V tahun 2000 Penerbit:
Dewan Kesenian Jawa Timur.
2. Artikel ”Pendidikan tentang ”Penbelajaran TK menurut DR. Karin
Villien”, seorang ahli TK dari Denmark, Metode Pendidikan Ing
Indonesia Isih Tradisonal Majalah Jayabaya edisi 43 tahun 2001 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
3. Artikel Pendidikan tentang ”Pembelajaran Musik Menurut M. Ikhsan”,
Bocah Aja Ditarget Mundhak Korslet Majalah Jayabaya Edisi 49 tahun
2001 Penerbit: Yayasan Djojobojo-Surabaya.
4. Artikel Budaya tentang ”Analisis Sejarah Tari dan Obsesi Konservatif”,
Bedhaya Ujung Galu” Majalah Jayabaya Edisi 13 tahun 2001 Penerbit:
Yayasan Djojoboyo- Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
5. Artikel Pendidikan tentang ”Media Ajar PBS UNESA”, Wigatine Seni
Tumrap Transparansi Majalah Jayabaya Edisi 21 Tahun 2001 Penerbit:
Yayasan Djoyobojo-Surabaya.
6. Artikel Sastra tentang ”Gaya Kesastraan Taufik Ismail”, Taufik Ismail Isin
dadi Wong Indonesia Majalah Panjebar Semangat tahun 2002 Penerbit:
PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
7. Artikel Pendidikan tentang ”Kepemimpinan Wanita Menurut Hasniah
Aziz", Wanita Kudu Adil Lan Wicaksana Majalah Jayabaya Edisi 19
tahun 2002 Penerbit: Yayasan Djojobojo-Surabaya.
8. Artikel Pendidikan tentang ”Emansipasi menurut Ketua PSW UNESA”,
Antarane Patriarkhisme lan Feminisme Majalah Jayabaya Edisi 30 tahun
2002 Penerbit: Yayasan Djojobojo-Surabaya.
9. Artikel Sastra mengenai ”Tinjauan Sastra Jawa menurut Suparto Brata”,
Sastra Jawa Ngenteni Dipernis Majalah Jayabaya Edisi 51 tahun 2003
Penerbit: Yayasan Djojobojo-Surabaya.
c. Karya –karya sastranya yang berupa buku di antaranya :
1. Buku ”Antologi Puisi Jawa”, Kabar Saka Bendul Merisi tahun 2001
Penerbit: Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya.
2. Buku ”Kumpulan Cerita Anak”, Kasih Sayang Yang Tak Padam tahun
2002 Penerbit: Pilar Bambu Kuning – Surabaya.
3. Buku ”Antologi Puisi Jawa” Sub dialek Surabaya-an, Donga Kembang
Waru tahun 2004 Penerbit Cantrik-Malang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
4. Buku ”Kumpulan Puisi Penyair Indonesia”, Pesona Gemilang Musim
tahun 2004 Penerbit: Himpunan Perempuan Seni Budaya- Pekanbaru.
5. Buku ”Antologi Cerita Anak Berbahasa Jawa Baku”, Timbil tahun 2006
Penerbit: Forum Bersama Sastra-Balai Bahasa Surabaya.
6. ”Buku Ajar bagi Mata Kuliah Pendidikan Seni Tari dan Koreografi untuk
Anak Taman Kanak-Kanak Progam Pendidikan Guru Taman Kanak-
Kanak”.
7. Pendidikan Seni Tari dan Koreografi untuk Anak Taman Kanak-Kanak
tahun 2007 Penerbit: Unipres- Universitas Negeri Surabaya.
8. Buku Serial Cerita Rakyat Jawa Timur, Cerita Rakyat Jember tahun 2007
Penerbit: Grasindo-Jakarta.
9. Buku Serial Cerita Rakyat Jawa Timur, Cerita Rakyat Magetan tahun
2007 Penerbit: Grasindo-Jakarta.
10. Buku Serial Cerita Rakyat Jawa Tengah, Putri Limaran tahun 2007
Penerbit Grasindo-Jakarta.
11. Buku Serial Cerita Rakyat Jawa Tengah, Ki Ageng Selo tahun 2007
Penerbit Grasindo-Jakarta.
12. Novel Berbahasa Jawa Sub-dialek Surabaya, Sarunge Jagung tahun 2005
Penerbit Yayasan Sasmita Budaya-Sragen Jawa Tengah.
d. Karya –karya sastranya yang berupa cerkak di antaranya :
1. Es Kuncritan dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1998 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Timbil dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1998 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
3. Bule Kuwalat dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1999 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
4. Wedang Mandiri dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1999 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
5. Keket Diucuk Kaok dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1999 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
6. Wiring Kuning dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1999 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
7. Foto Grafer dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1999 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
8. Kadho dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
9. Enggar dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 1999 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
10. Limasan dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
11. Sepedhah lan Tamiya dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
12. Aku ilang dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
13. Jeruk Saka Mbok Dhe dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000
Penerbit: Yayasan Djojobojo- Surabaya.
14. Ayamipun, Bu! dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2002
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
15. Nginang dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2000 Penerbit:
PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
16. Ari-Ari dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2000 Penerbit: PT
Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
17. Jubah Putih dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2001
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
18. Kalung Kembang Mlathi dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2001
Penerbit: Yayasan Djojobojo- Surabaya.
19. Jawatan Mawut dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
20. Supinah dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2001 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
21. Bathik Prada dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2001 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
22. Gedhong Rancak dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2002 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
23. Dadi Sri Kandhi dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2002 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
24. Kapster Saly dalam Majalah Kidung terbit tahun 2000 Penerbit: Dewan
Kesenian Jawa Timur.
25. Kidung Sumarah dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2001
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
26. Temen Tah Koenku Tik dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun
2002 Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
27. Hera-Hera dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2006 Penerbit:
PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
28. Genta Sragen dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2005
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
29. Dosenku Matahari dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2006 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
30. Romy oh Romy dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2007 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
31. Surat Kembar dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2007 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
32. Ngandhuh dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2008 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
33. Kleleb dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2007 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
e. Karya –karya sastranya yang berupa geguritan di antaranya :
1. Sepahan Jambe dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000 Penerbit:
Yayasan Djojobojo- Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Marang Panggurit Ole dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2000
Penerbit: Yayasan Djojobojo- Surabaya.
3. Modhol Morot S. J. dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2002
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
4. Donga Kembang Waru dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun
2002 Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
5. Ulang Tahun dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2003
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
6. Marang Pucuk Tebu dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2003
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
7. Cundhuk Kapuk dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2003
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
8. Ketanggor Carang dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2003
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
9. Ketan, Salak, Suket dalam News Surabaya Pos tahun 2003.
10. Ndika Iyup-iyupan Kula dalam News Surabaya Pos tahun 2003.
11. Getih Nang Treteg dalam News Surabaya Pos tahun 2003.
12. Bobur Watu dalam News Surabaya Pos tahun 2003.
13. Merak Alas dalam Buku Sastra Campur Sari Festifal Cak Darasin
Wayang.
14. Godhong Rancak dalam Buku ”Sastra Campur Sari” Festifal Cak Darasin
Wayang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
15. Olah Opo Nanggap dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2002
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
16. Tangan Melok Sega dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2005
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
17. Pucuk Tebu Sidoarjo dalam Majalah Panjebar Semangat terbit tahun 2002
Penerbit: PT Pancaran Semangat Jaya-Surabaya.
18. Karuk Pelem dalam Buku ”Sastra Campur Sari” Festifal Cak Darasin
Wayang.
19. Lo Kok Koen Min? dalam Jawa Pos Tahun 2006.
20. Lepet 13 Iji dalam Majalah Jayabaya terbit tahun 2004 Penerbit: Yayasan
Djojobojo- Surabaya.
21. Sura Wanu Bayu Pati dalam News Surabaya Pos tahun 2004.
22. Wong-Wong Undhakan dalam News Surabaya Pos tahun 2004.
23. Dalan Karet dalam News Surabaya Pos tahun 2004.
24. Ngitung Dhuwik Nang Pinggir Kali dalam News Surabaya Pos tahun
2004.
25. Sipit Pinter Ubet dalam News Surabaya Pos tahun 2004.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Analisis Struktural Novel Sarunge Jagung
Karya Trinil S. Setyowati
Pengarang dalam membuat karya sastra berbentuk novel, harus
memperhatikan unsur-unsur yang membangun cerita di dalam karyanya itu.
Kesinambungan antar unsur-unsur cerita dalam karya sastra akan diperoleh
gambaran keseluruhan cerita secara utuh, dengan demikian pengarang
memerlukan kecermatan dalam memilih hal-hal yang bermanfaat dalam
panyampaian maksud dan tujuan cerita tersebut.
Analisis struktural tidak dapat ditinggalkan, karena tanpa struktural maka
keseluruhan dalam karya sastra tidak dapat terungkap, seperti penokohan, tema,
amanat, dan lain-lain. Analisis struktural dalam karya sastra digunakan untuk
membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, dan mendetail bagaimana
keterkaitan dan keterjalinan unsur-unsur dan aspek-aspek sastra, yang sama-sama
menghasilkan makna menyeluruh.
Permasalahan dapat digaris bawahi bahwa struktural karya sastra meliputi
tema, amanat, alur, setting, dan penokohan, merupakan unsur yang padu dalam
karya sastra. Sebelum melangkah kepada pembahasan kritik sastra feminis sastra
penelitian ini lebih dahulu membahas struktural cerita novel Sarunge Jagung.
1. Tema
Setiap karya sastra yang diciptakan oleh pengarang pasti memiliki tema
tertentu sasuai dengan keinginan pengarangnya. Tema inilah yang akan menjadi
dasar cerita yang akhirnya dikembangkan menjadi sebuah karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tema yang mendasari cerita novel Sarunge Jagung adalah feminis;
tentang perjuangan dan idealisme seorang wanita Jawa yang tidak kalah dalam
hal pendidikan dan pekerjaan dengan kaum lelaki walaupun dilanda permasalahan
dalam mencari pasangan hidup.
Tema tersebut disimpulkan dari beberapa pertimbangan antara lain
masalah-masalah tambahan yang muncul juga berkaitan dengan daya dongkrak
feminisme dalam masyarakat yaitu usaha-usaha Ratri sebagai seorang wanita
yang ingin diakui bahwa dia bukan wanita yang lemah. Selain itu juga
mempertimbangkan tentang klimaks dari novel Sarunge Jagung yang
menunjukkan usaha-usaha Ratri sebagai wanita Jawa yang pantang menyerah
menghadapi hidup. Dia ingin menunjukkan bahwa wanita juga dapat berkarya
tanpa bergantung kepada laki-laki.
2. Amanat
Setiap karya sastra pada dasarnya mengemban suatu misi dari pengarang
untuk pembacanya. Misi tersebut berupa suatu keadaan yang dicita-citakan pengarang
sebagai perwujudan suara batinnya yang berbicara kepada masyarakat sebagai
objek sasarannya.
Amanat yang dituangkan oleh pengarang dalam novel Sarunge Jagung
tidak hanya satu saja melainkan ada beberapa amanat yang akan ditengahkan
penulis adalah sebagai berikut ini.
Kerukunan merupakan suatu elemen yang terdapat di lingkungan sosial
masyarakat. Ratri seorang warga yang baik dia juga suka membantu terhadap
keluarganya sendiri, dia di kampungnya juga aktif dalam kepengurusan karang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
taruna sehingga para remaja karang taruna pada waktu pertunangan Ratri dengan
Bagus semua remaja karang taruna datang untuk membantu proses acara
pertunangan hingga selesai.
Kutipan:
“Kabeh wis dicepakna tharik-tharik ndhuk piring kertas gilap, ngombene ya
wis dicublesi sedhotan kabeh ambek paku, mergane tutupe kempyeng, nik gak
dibolongi nggae paku ya gak mangsa. Sing laden sik pernah dulur-dulur Ratri
dhewe, ya misanan ya mindhoan, ayu-ayu ya nggantheng-nggantheng. Arek
karang taruna ya tumplek bleg ndhuk omahe Ratri kabeh, melok tandang gae
kabeh, soale Ratri ndhuk kampung ya aktip ngurusi karang taruna.”(hal: 24)
Terjemahan:
Semua sudah disiapkan semua di atas piring kertas berkilau, minumnya juga
sudah dilubangi memakai paku, karena tutupnya memakai bahan logam, kalau
tidak dilubangi memakai paku sedotan tidak bisa masuk ke dalam minuman.
Yang membantu saudara-saudaranya Ratri sendiri, ada dari saudara jauh dan
keponakan, cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Anak karang taruna semuanya
juga datang kerumah Ratri untuk membantu semuanya, karena Ratri di
kampung juga aktif dalam kepengurusan karang taruna.
Dari kutipan di atas kerukunan di dalam masyarakat sangat penting karena
hidup di dalam masyarakat kita tidak rukun dengan tetangga maka kita tidak akan
dibantu apabila mengalami kesusahan.
Dalam hubungan dengan seseorang kita harus bisa menjaga dengan baik,
tokoh Ratri memberi cerminan terhadap kita bahwa apabila kita suka terhadap
seseorang, tidak boleh terlalu berlebihan dan bisa mengendalikan diri agar tidak
terjadi celaka dikemudian hari.
Kutipan:
”Tapine gak Wid thok, Ratri ya ruh patrape wong nang kantor. Karo-karo
cepet badhare, eling kiwa tengene, rasa kangen dipangan sak cokupe, gak
diwaregi, angger wis ecip atine wis ayem.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
”Semono uga nik nang omahe Wid. Ibarate wong mangan gak tau ditotug-
totugna. Ratri mesthi nguwisi dhisik sakdurunge kerasa wareg. Ratri getapan,
mulane pinter nggarahi ya pinter mungkasi”. (hal: 89)
Terjemahan:
”Ternyata tidak hanya Wid saja, Ratri juga tahu aturan apalagi di kantor.
Cepat-cepat ingat, tahu kanan kirinya, rasa kangen dimakan secukupnya, tidak
dikenyangi, yang penting sudah merasakan hati ini sudah senang.”
”Itu juga terjadi sewaktu di rumah Wid juga. Ibaratnya orang makan tidak
pernah sampai diselesaikan. Ratri mesti selesai terlebih dahulu sebelum
merasa kenyang. Ratri cekatan, makanya pintar memulai juga pintar
menyelesaikannya.”
Dari kutipan di atas terlihat bagaimana cerminan tokoh Ratri untuk kita,
apabila kita yang memulai dengan baik maka kita yang harus mengakhiri dengan
baik juga.
Berusaha sebaik mungkin dan bekerja keras dalam hidup dengan jalan
yang benar dengan disertai berdoa merupakan amanat yang baik karena dunia
merupakan tempat kita untuk belajar bagaimana untuk hidup yang baik dan kita
kehendaki.
Kutipan:
”Angger nggarap lomba tari sing digagasi ”Aku kudu isok, wong ilmu ketok!
Kenek digoleki, kenek disinaoni. Angger dalane bener, tepak, kersaning Allah
aku isoh oleh. Garapanku mesthi katut, kadhung orip aku kudu ngatog pisan,
cincang-cicing gak worung kebloh, aluwung dijeguri pisan niyat madhep
mantep”. Iku tekade Ratri.” (hal: 104)
Terjemahan:
”Setiap menggarap lomba tari yang ada di dalam pikiran ”Aku harus bisa,
ilmu itu kelihatan! Bisa dicari, bisa dipelajari. Yang penting jalannya benar,
untuk mencapainya dengan izin Tuhan maka aku bisa. Garapanku pasti ikut,
terlajur hidup aku harus bersungguh-sungguh sekalian, cuma bermain air
nantinya juga basah semua, mendingan mencebur sekalian saja sudah mantap
niatnya”. Itu tekad Ratri.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Usaha dan tekad yang kuat adalah modal utama dalam mencari sebuah
kemenangan. Tokoh Ratri dalam kutipan di atas membarikan dorongan untuk kita
agar belajar lebih giat lagi dengan ilmu yang kita pelajari karena sudah terlanjur
kita mempelajarinya maka harus dengan sungguh-sungguh mempelajari dan
memanfaatkan ilmu yang kita miliki. Jadi, jika kita menginginkan hal yang
terbaik bagi diri kita, maka kita harus berusaha sebaik mungkin untuk
mendapatkannya.
Setiap bangsa mempunyai kebudayaan. Seperti halnya pada budaya Jawa
di Indonesia. Tokoh Ratri memberikan gambaran bahwa kita jangan melupakan
kebudayaan yang ada. Karena kebudayaan pun merupakan warisan dan jati diri
suatu bangsa.
Kutipan:
”Aku gelem nyindhen iku mergane aku isok, Gus, aku kepingin kabeh ngerti
nek aku generasi mudha sing piawai, serba bisa, siap tempur, masiya tah
duduk tentara. La sing paling penting aku iku generasi mudha sing bangga
nang budhaya teka tanah kelahiranku dhewe. Nik aku isin Gus, isok nyanyi
lagu Barat kok nembang Jawa gak isok, ngerep isok kok Jula-Juli gak ngerti.”
(hal: 5)
Terjemahan:
”Aku mau nyindhen itu karena aku bisa, Gus, aku ingin semua tahu kalau aku
generasi muda yang piawai, bisa, siap tempur walaupun bukan tentara. Yang
paling penting aku adalah generasi muda yang bangga dengan budaya dari
tanah kelahiranku sendiri. Kalau aku malu Gus, bisa menyanyi Barat tapi
nembang Jawa tidak bisa, ngerep bisa tapi Jula-Juli tidak tahu.” (hal: 5)
Amanat yang terdapat dalam novel Sarunge Jagung ini memberikan
sebuah pesan yang diharapkan dapat mengena di seluruh lapisan masyarakat.
Saling bertenggang rasa dalam bermasyarakat, berusaha sebaik-baiknya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
menggapai cita-cita disertai dengan tekad yang kuat dan doa serta kebudayaan
jangan ditinggalkan karena kebudayaan merupakan jati diri suatu bangsa.
3. Alur
Sebuah karya sastra dapat dipahami isinya karena adanya alur yang tersusun
dan merupakan kesatuan rangkaian jalan cerita yang memiliki keruntutan. Alur yang
baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan amanat dari
peristiwa-peristiwa serta adanya hubungan kausalitas (sebab akibat) yang wajar
antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain
Alur atau plot merupakan struktur rangkaian kejadian atau peristiwa dalam
sebuah cerita yang disusun secara logis atau tidak terputus-putus, maka suatu
kejadian dalam cerita manjadi sebab atau akibat dari kejadian-kejadian lain. Alur
dibagi menjadi 5 bagian sebagai berikut:
a. Situation (tahap penggambaran suatu keadaan)
Dalam novel Sarunge Jagung membuka cerita dengan menceritakan
tentang kehidupan masa kecil Enggar Jemparing Kusumaratri tapi biasa dipanggil
Ratri pada waktu sekolah dasar, yang pandai menari, menyanyi, dan bermain
drama.
Kutipan:
”Kait cilik jik SD biyen pancen Ratri ya wis longguh-longguh ndhuk taman
iku, nek leren merga kesel latihan nari utawa rekaman lagu dolanane arek
cilik mbarek Pak Broto guru narine. Liyane pinter nari pancen swarane Ratri
ya enak barang, nik dijak maen drama Ratri ya mesthi oleh peran penting.”
(hal: 1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Terjemahan:
Sudah dari kecil pada waktu sekolah SD Ratri sering duduk-duduk di taman
itu, biasanya kalau sehabis kecapekan latihan menari atau rekaman lagu
maianan untuk anak kecil dengan guru tari yang bernama Pak Broto. Selain
pintar menari Ratri mempunyai suara enak didengar, kalau diajak bermain
drama pasti Ratri mendapat peran penting.
Alur cerita selanjutnya ketika Ratri sudah bersekolah di perguruan tinggi
yang mempunyai kekasih yang bernama Bagus Rendra Pratama pekerjanya
sebagai tentara meskipun pangkat baru sersan sekaligus anak rektor kampus di
Surabaya tempat Ratri kuliah. Sebenarnya Ratri tidak terlalu suka dengan Bagus,
karena orang tua Ratri lebih setuju anak perempuannya mendapat jodoh seorang
yang mempunyai masa depan yang jelas serta Bagus ternyata juga tidak terlalu
suka dengan kemampuan Ratri yang bisa menari, bermain drama, dan baca puisi.
Kutipan:
”Asline Ratri gak pati ngesir, tapi wong ibu-bapake Ratri koyoke setuju, Ratri
malih mekir-mekir maneh, mergane angger didhayohi kanca lanang, ibuk-
bapake Ratri mesthi sengkot-sengkot gak setuju bareng iku anake wong
gedhe, kok ngekeki angin. Ratri malih eling omongane ibuke biyen.”
”Nik Bagus iku ya apik, Tri, mbok gae temenan. Anake wong genah, masa
depane ya jelas. Golek sing apa maneh koen iku? Salah-salah ketlenyok sing
bongkeng koen engkuk!”.
”Pas ngono iku Ratri ya pas nangis mergane bengung katene nampa
lamarane Bagus Rendra Pratama. Mangka Bagus iku kanca sekolahe SMA,
Ratri ngreti nek Bagus iku gak alirane wong seni. Gak tau ngreken masiya
Ratri menang lomba nari, lomba drama, lomba nyanyi utawa baca puisi. Nik
pethuk ya mek pelajaran sekolah thok sing diomongna. Paling-paling
dibumboni, ”Tri aku kangen mbek koen”. (hal: 3)
Terjemahan:
Sebenarnya Ratri tidak terlalu suka, tapi bagaimana lagi ibu dan bapaknya
sepertinya setuju, Ratri kemudian berpikir-pikir kembali, karena setiap
didatangi teman laki-laki, ibu dan bapak Ratri selalu cemberut tidak setuju
setelah tahu itu anaknya orang yang mempunyai derajat tinggi, malah diberi
kesempatan, Ratri kemudian ingat omongan ibunya dulu.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
”Kalau Bagus itu juga baik, Tri, kalau bisa sungguh-sungguh. Anaknya orang
yang jelas, masa depannya juga jelas. Mencari yang mana lagi kamu itu?
Salah-salah dapat yang buruk nanti kamu sengsara!”.
”Pada waktu itu juga Ratri menangis karena bingung karena setelah menerima
lamaran dari Bagus Rendra Pratama itu adalah teman sekolah SMA, Ratri
tahu kalau Bagus itu tidak aliran orang seni. Tidak pernah mau tahu meskipun
Ratri menang lomba nari, lomba drama, lomba nyanyi utawa baca pusisi.
Kalau berjumpa pembicaraannya hanya tentang pelajaran sekolah saja.
Paling-paling dibumbui, ”Tri aku kangen sama kamu”.
Keputusan Ratri untuk membatalkan pernikahan meskipun sudah
bertunangan dikarenakan keluarga orang tua Bagus tidak suka apabila mendapat
menantu dari keluarga budaya Jawa, kecuali ayah Bagus yang mempunyai
pendidikan tinggi sehingga tahu dan mengerti akan budaya Jawa. Orang tua Ratri
yang tidak tahu duduk permasalahan, marah-marah terhadap Ratri karena
membatalkan perkawinan, tapi setelah diberitahu Ratri duduk permasalahannya,
akhirnya mereka mendukung keputusan Ratri untuk membatalkan perkawinan
anaknya.
Kutipan:
“Cangklongan tase didhukna teka pundhake, “Ngeten, lho, Pak. Kula niki
mboten tukaran kalih Bagus. Kula mek tangklet, umpama kula buyar kalih
Bagus ngoten yok napa?” Ratri ngomong kalem-kalem.”
“Bapake kokur-kokur dhiluk, ambegan landhung terus nyauri, “Paling-paling
ya isin ae mbek sesepuh kampung wong tukar cincine biyen ae Lurah sak RW-
RW ne teka, nyekseni kabeh kok gak sida iku lo…”
“Ratri langsung nyaut tase maneh karo ngadeg terus karo mbungkuk
nyidhekna nang kupinge bapake, “Nek ngoten niku mboten sepinten Pak. Sik
isin kula! Diremehna tiyang! Dupeh awak dhewe wong gak duwe pangkat
dhukur. Critane dawa, Pak. Pokoke intine mamine Bagus niku wong Jawa
ilang Jawane. Mboten seneng anake dipek wong Jawa kados awake dhewe
ngeten niki, dianggep tiyang kuna mawon, tiyang ndesit ketinggalan jaman.
Kula mboten katene nerusaken orip kalih Bagus. Suwe-suwe kula niki dikira
ngiler barek kamulyane Bagus. Niki kula, sori mawon, Pak! Masiya awake
dhewe wong gak duwe motor muluk, tapi duwe kehormatan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Terjemahan:
“Tas diturunkan dari pundak Ratri, “Begini, lo, Pak. Saya itu tidak bertengkar
dengan Bagus. Saya hanya mau bertanya, seumpama saya tidak jadi menikah
dengan Bagus bagaimana?” Ratri berbicara dengan nada pelan.”
“Si bapak menggaruk-garuk sebentar, bernafas panjang terus berbicara,
“Paling-paling ya malu saja terhadap sesepuh kampung, karena pada waktu
tukar cincin dulu Lurah dan RW-RW juga datang, semua menjadi saksi kok
akhirnya tidak jadi begitu…”.
“Ratri langsung mengambil tasnya lagi sambil berdiri terus sambil
membungkuk berbicara dekat telinga bapaknya, “Kalau begitu tidak
sebanding Pak. Masih malu saya! Diremehkan orang! Karena kita orang yang
tidak mempunyai pangkat tinggi. Ceritanya panjang, Pak. Pokoknya intinya
maminya Bagus itu orang Jawa yang hilang Jawanya. Tidak suka kalau
anaknya menjadi suami orang Jawa seperti kita ini, dianggap orang kuna saja,
orang ndeso yang ketinggalan jaman. Saya tidak mau meneruskan hidup
dengan Bagus. Lama-lama saya itu dikira ngiler terhadap kekayaannya Bagus.
Kalau saya, sori aja, Pak! Meskipun kita orang tidak mempunyai kendaraan
yang bagus-bagus, tapi kita punya kehormatan”.
Dari keputusan tersebut membuat Ratri menjadi lebih dewasa dalam
menentukan keputusan bahwa wanita tidak hanya sebagai kaum yang selalu kalah
dari kaum laki-laki, peristiwa ini merupakan tahap pembukaan cerita menuju ke
cerita yang lebih kompleks. Cerita berikutnya akan lebih rumit dengan adanya
konflik-konflik dalam kehidupan.
b. Generating Circums tances (tahap pemunculan konflik)
Pengarang melanjutkan suatu pristiwa menuju permasalahan yang lebih
kompleks. Pengarang menggambarkan cerita ke bagian yang lebih rumit. Ketika
Ratri putus hubungan dengan Bagus, Ratri seakan-akan lepas dari semua beban
yang dideritanya. Kemudian Ratri bertemu dengan Waskito seorang dosen swasta
di tempat Ratri kuliah, sebenarnya Waskito suka dengan Ratri tetapi Waskito
menganggap Ratri sebagai anaknya demikian juga dengan Ratri menganggap
Waskito sebagai seorang bapak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Peristiwa dalam cerita ini menarik ketika pembicaraan Waskito dan orang
tua Ratri saat menghadiri acara wisuda Ratri, Waskito ditanya oleh orang tua
Ratri tentang kehidupannya kalau Waskito itu seorang duda beranak satu yang
istrinya meninggal ketika melahirkan dan disuruh untuk menikah lagi. Dari
pembicaraan antara Waskito dan orang tua Ratri, kelihatan bahwa kalau
sebenarnya Waskito agak malu untuk menjawab tetapi dengan spontan Waskito
berbicara kalau sebenarnya ingin mempersunting Ratri sebagai istrinya dengan
menggunakan bahasa kias.
Kutipan:
“Nuwun sewu, lo, Pak. Ibuke Ratri niku wonten-wonten mawon ingkang
dipuntangkletaken. Tamtunipun Pak Waskito rak nggih sampun kagungan
calon, ta, nggih, Pak?”
”Waskito durung kober nyauri, ibuke Ratri wis takon maneh.”
”Lare Mediun, ta Pak?”
”Estunipun dereng gadhah, kok, Pak, Bu. Menawi wonten idzining Allah,
kepareng kula ngentosi prawan etan kali kemawon”. Bapak ibuke Ratri rada
kaget, delok-delokan, mbedhek-mbedhek, apa prawan etan kali iku Ratri, sing
dikarepna? (hal: 74)
Terjemahan:
”Maaf, lo, pak. Ibunya Ratri itu ada-ada saja yang ditanyakan. Tentunya Pak
Waskito sudah punya calon kan, Pak?”
”Waskito belum sempat menjawab, ibunya Ratri sudah bertanya lagi.”
”Sebenarnya saya belum punya calon, kok, Pak, Bu. Tetapi kalau ada izin dari
Allah, bolehkah saya menunggu gadis perawan timur sungai saja”. Bapak
ibuke Ratri agak kaget, saling lihat-lihatan, mengira-ira, apa perawan timur
sungai itu Ratri, yang diingingkan Waskito?
Dan setelah selesai dari acara wisuda Ratri dan kedua orang tuanya pergi
untuk merayakannya ke sebuah warung makan bakso dengan mengendarai mobil,
tiba-tiba sopir tidak bisa ikut dikarenakan istrinya sedang melahirkan, tidak
disangka Waskito datang kemudian menawarkan bantuan untuk Waskito saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yang menyetir, karena bapaknya Ratri belum pandai mengendarai mobil. Sewaktu
ke empat orang tersebut di dalam mobil semuanya tampak senang itu terlihat dari
raut muka yang selalu senyam-senyum entah apa yang membuat orang-orang
yang berada di dalam mobil itu merasa senang mungkin sesuai dengan apa yang
diinginkan. Dari peristiwa itu, alur selanjutnya dalam cerita ini agak meloncat
tokoh Waskito seolah-olah sudah tidak ada lagi ini semakin membuat ceritanya
lebih menarik dan membuat pembaca bertanya-tanya bagaimana selanjutnya
cerita ini.
c. Rising Action (konflik mulai berkembang)
Kondisi mencapai puncak sebagai klimaks dalam novel Sarunge Jagung
terjadi ketika Ratri disuruh menari oleh Lurah Jemur untuk mengisi acara
penerimaan penghargaan dari kotamadya karena telah menang juara satu lomba
penghijauan. Setelah acara selesai Ratri bertemu dengan seorang laki-laki yang
bernama Wid yang sebenaranya Wid itu adalah anak Lurah Jemur dan sebentar
lagi menggantikan bapaknya. Dari pertemuan itu Ratri jatuh cinta dengan Wid
juga sebaliknya Wid juga suka dengan Ratri, kemudian mereka berpacaran
selama satu setengah tahun.
Selama berpacaran selama satu setengah tahun Ratri dan Wid berjalan
dengan lancar tapi kemudian Ratri memutuskan untuk tidak lagi berhubungan
dengan Wid, karena Ratri dan Wid sama sibuk dengan aktivitas masing-masing,
Ratri yang sibuk pentas menari apalagi Wid mempunyai grup musik orkes
Melayu kalau setiap pentas Wid selalu ditemani oleh penyanyi wanita sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
membuat Ratri cemburu. Keputusan ini malah membuat Ratri semakin tersiksa
karena sebenarnya Ratri sangat suka dengan Wid.
Kutipan:
”Rasa tresna? Ratri gragapan maneh, ”Oh, Gusti, apa iki rasane aku
nduweni rasa tresna nang wong lanang?” batine Rtari. Tapi apa gak kasep?
Wong Ratri wis kadung medhotna sesambungan? Lo lo lo lo lo...bok bok
bok......! Getun keduwung apa tambane, Rat? Lagek sakiki Ratri krasa sepi,
gak onok seng ngalem, gak onok sing nggandheng, gak onok sing nggregetna
atine Ratri, gak onok sing digodhani.”(hal: 98)
Terjemahan:
”Rasa suka? Ratri kembai terbangun kembali, ”Oh, Tuhan, apa ini rasanya
aku mempunyai rasa suka dengan seorang lelaki?” batinnya Ratri. Tapi apa
tidak terlanjur? Kalau Ratri sudah terlanjur memutuskan hubungan? Lo lo lo
lo lo...bok bok bok bok......! Sudah terlajur kecewa apa obatnya, Rat? Baru
sekarang ini Ratri merasa kesepian, tidak ada yang memuji, tidak ada yang
menggandeng, tidak ada yang bisa membuat greget hati Ratri, tidak ada yang
digoda.”
Ratri semakin tersiksa setelah dia memutuskan hubungan dengan Wid,
sebenarnya di dalam hati Ratri yang paling dalam dia ingin kembali merakit
hubungan dengan Wid tetapi nasi sudah menjadi bubur dan tidak bisa dulang
kembali.
Kutipan:
”Eh! Gendheng, bekne! Ratri nglabrak awake dhewe. Wong wis dibuwak kok
diarep-arep balike maneh, ya tangeh lamun, Rat! Gak! Ratri gak oleh ngarep-
arep sing enggak-enggak! Uwong sing digugu apane? Lak ya cangkeme, se?
Mangkene tah, nik wis pedhot, ya pedhot, gak usah didondomi maneh.
Salahmu dhewe, gak usah digetuni maneh. Batine Ratri umeg.” (hal: 98-99)
Terjemahan:
”Eh! Gila, ternyata! Ratri memarahi dirinya sendiri. Kalau sudah dibuang kok
diharap-harap kembali lagi, ya tidak bakal bisa, Rat! Gak! Ratri tidak boleh
mengharap-harap yang tidak-tidak! Orang itu yang dipercaya apanya? Ya
bibirnya (ucapannya), kan? Makanya, kalau sudah putus, ya putus, tidak usah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dirajut kembali. Salahmu sendiri, tidak usah kecewa lagi. Dalam batin Ratri
berkecamuk.
d. Climax (mencapai titik puncak)
Pengarang mengambarkan titik puncak dari peristiwa dan masalah yang
terjadi. Ratri sangat sedih sekali karena telah memutuskan hubungan dengan Wid
sampai Ratri jatuh sakit dan mengharap Wid datang untuk menjenguk dan
meminta Ratri kembali menjadi pacaranya.
Hal ini memuncak ketika Wid datang kerumah Ratri untuk meminta Ratri
menari di acara pernikahan Wid. Hati Ratri hancur dan sedih sekali karena
mendengar langsung dari Wid, tetapi malah seolah-olah Ratri bersikap tenang.
Kutipan:
“Aku pingin awakmu nari karonsih kanggo mantenanku. Dadi kades teladhan
diobrak-obrak wong ae dikongkon ndang rabi, he? Ya wis tak lakkoni ae,
mompung onok sing gelem, kathik kabeh wis disiyapna kana, hare?”
“Ratri koyok disamber bledheg rasane, awake lemes, kringete ambrol! Tapi
akinge digawe tenang, koyok gak ngreken ae.” (hal: 100)
Terjemahan:
“Aku mau kamu menari untuk acara pernikahanku. Menjadi kades teladan
diobrak-obrak banyak orang untuk disuruh menikah, ha? Ya sudah aku
jalankan saja, mumpung ada yang mau, apalagi semua sudah dipersiapkan
semua, hayo?”
“Ratri seperti disambar petir hatinya, badannya lemas, keringatnya keluar!
Tetapi aktingnya dibuat tenang, seperti tidak memperhatikan saja.”
Pada saat pernikahan Wid, Ratri datang untuk menari tapi pada saat
memasukkan kalung melati pada leher Wid, Ratri jatuh pingsan, kemudian
dibawa oleh temannya. Setelah sadar Ratri langsung pulang tanpa berpamitan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pada saat di jalan Ratri malah ngebut karena dia ingin lepas dari bayang-bayang
Wid.
Kutipan:
”Ratri gak ngreken, gase dipol sak kuwate apa maneh iku jam sepoluh bengi
dalan A. Yani wis rodok sepi. Ratri kepingin mecah bengi iku, mecah atine,
ngorahi jiwane teka lelangenane ambek Wid. Ratri kepingin ngguwak kabeh
perih atine, resik gasik uripe teka pengangen-angene arek lanang sing
jenenge Merak Badra Waharuyung sing diceluki Mas Wad-Mas Wid iku.”
(hal: 102)
Terjemahan:
”Ratri tidak menggubris, gas ditancap sekuatnya apalagi jam sepuluh malam
jalan A. Yani sudah agak sepi. Ratri ingin memecah malam itu, mecah
hatinya, membersihkan jiwanya dari pikirannya dengan Wid. Ratri
berkeinginan membuang semua pedih hatinya, bersih hidupnya dari pikiran-
pikiran anak lelaki yang bernama Merak Badra Waharuyung yang dipanggil
Mas Wad-Mas Wid itu.”
e. Denoument (tahap penyelesaian)
Pengarang memberikan pemecahan dari semua pristiwa, masalah-masalah
dalam cerita menuju penyelesaian. Penyelesaian masalah yang terdapat dalam
novel Sarunge Jagung adalah pada akhirnya Ratri menikah dengan Waskito.
Pertemuan mereka berdua secara tidak sengaja di SMA swasta Kristen. Ketika itu
Ratri sedang melamar pekerjaan sebagai guru tari dengan berbagai macam tes
Ratri lulus, kemudian Ratri disuruh menghadap kepala sekolah untuk tes
wawancara pada saat tes wawancara ternyata ada pembicaraan bahwa yang
mengajar musik karawitan adalah Pak Waskito, Ratri bertanya-tanya dalam hati
apakah itu dosennya dulu yang sudah dianggap seperti bapaknya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Kutipan:
“Karawitane sinten, Pak, ingkang nyepeng?”
”Anu, Pak Waskito. Nanging mboten tamtu, amargi Pak Waskito asring
tindak luar negri”. ”Mucal dhateng perguruan tinggi napa, kok”. Ratri rodok
gojag-gajeg, apa Pak Waskito sing wis dianggep koyok Bapake iku? Batine
Ratri.” (hal: 107)
Terjemahan:
”Yang mengajar musik karawitan siapa Pak?”
”Itu, Pak Waskito, tapi belum tentu, karena Pak Waskito sering pergi keluar
negri”. ”mengajar di Perguruan Tinggi apa, kok”. Ratri agak bertanya-tanya,
apakah Pak Waskito yang sudah dianggap seperti bapaknya itu? Dalam
batinnya Ratri.”
Ternyata benar apa yang ada dalam benak Ratri, Pak Waskito yang sudah
dianggap seperti bapaknya sendiri sedang latihan musik karawitan, kemudian
Ratri datang menghampiri. Waskito merasa gembira sekali karena sudah lama
tidak bertemu, tetapi rasa gembira itu ditahan karena banyak orang, tatapan
matanya biasa saja seperti guru dengan muridnya.
Kutipan:
”Oh, ya ketepakan. La iki ya pas latihan ngene. Ya wis, gek ndhang garapen,
wong lehku mulang tari-tari dadi kok, ora garapan. Gawe judhul apa, ta?”
Waskito sajakne ya rodok kemesar dhadhane wong wis suwe gak kepethuk.
Saking diempet ae wong onok wong akeh. Polatane digawe biyasa, koyok
saklumrahe murid karo gurune.” (hal: 108)
Terjemahan:
”Oh, ya pas sekali. Ini juga sedang latihan. Ya sudah, cepat latihan, aku di sini
mengajar tari-tarian yang sudah jadi bukan garapan. Buat judul apa, ta?”
Waskito sepetinya agak berdebar dadanya karena sudah lama tidak bertemu.
Ditahan saja rasa kangennya karena banyak orang banyak. Tatapan matanya
dibuat biasa, seperti sewajarnya antara guru dengan muridnya.”
Cerita ini diakhiri dengan Waskito melamar Ratri, Ratri menyetujui
lamaran tersebut, akhirnya Waskito pulang setelah empat bulan mengajar di luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
negeri, Ratri dan Waskito menikah. Baru dua tahun menikah sudah dikaruniai
satu anak laki-laki, ternyata Ratri sudah mengandung lagi. Ratri menyuruh
Waskito untuk mengambil mangga yang belum matang ada di pohon depan
rumah. Sewaktu mengambil mangga Waskito mengeluarkan air mata teringat
akan masa lalunya ketika dia sedang jatuh cinta dengan Ratri yang penuh
perjuangan dan beratnya untuk mendapatkan cinta dari Ratri, ternyata Ratri yang
berada disampingnya juga ikut mengeluarkan air mata.
Kutipan:
”Waskito mbrebes mili eling ”Peleme selak dipangan codhot” biyen, tresnane
nang Ratri olehe ngempet patang taun, disidhem-sidhem, disingit-singitna.
Abot-abote nyengitna tresna, “Sarunge Jagung” arane klobot, tresna pancen
abot, mlaku sleyat-sleyot, nyabrang kali ditemah nguwot, mbelani peleme
selak dipangan codhot.”
”Lakok saiki wis mbobot maneh. Ratri dirangkul, dikekep, digothekna pelem
enom, ditumpangna nang wetenge Ratri.”
”E, dadakna Ratri ya mbrebes mili.”(hal: 117)
Terjemahan:
”Waskito menangis teringat ”manganya keburu dimakan burung codot” dulu,
menahan rasa cinta terhadap Ratri selama empat tahun, disimpan-simpan,
dijauh-jauhkan. Berat-beratnya menjauhkan rasa cinta, kulit pembungkus
jagung namanya klobot, jatuh cinta itu berat, berjalan tak menentu,
menyebrang sungai melewati jembatan kecil, memperjuangkan mangganya
keburu dimakan burung codot.”
”Sekarang sudah mengandung lagi. Ratri dirangkul, didekap, diambilkan
mangga yang belum matang, ditaruh di atas perutnya Ratri.”
”E, ternyata Ratri juga ikut menangis.”
Penjabaran alur dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati
tersebut dapat dilihat alur yang digunakan meliputi, alur lurus dan sorot balik.
Dalam penyusunan rentetan alur cerita, tidak semua mengunakan alur lurus atau
mundur. Secara garis besar, alur cerita terlihat lurus tetapi didalamnya terlihat
kilas balik. Alur dalam novel Sarunge Jagung menurut saya sangat baik, karena alur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
yang dimunculkan sangat mendukung dalam proses pengungkapan tema dan amanat
dari peristewa-peristiwa di dalam cerita dan ada hubungan sebab akibat yang jelas
antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
4. Penokohan
Sebuah cerita pasti ada pelaku yang bertugas membawa tema cerita ke
suatu sasaran tertentu. Watak tokoh dapat diketahui dengan mengunakan teknik
pengembangan rupa pribadi atau watak diri pribadi. Pengarang dalam melukiskan
tokoh dengan mengunakan beberapa cara, tapi tidak semua perwatakan diterapkan
dalam analisis ini, melainkan hanya bagian-bagian tertentu yang terlihat dominan
mengambarkan sikap dan watak para tokohnya.
a. Ratri (Enggar Jemparing Kusumaratri)
1. Pyisical Description (bentuk lahir), Ratri merupakan wanita yang cantik jelita,
itu terlihat banyak laki-laki yang suka. Lihat kutipan berikut.
Kutipan:
“Angger arek lanang nom nyawang Ratri mesthi nontok. Paling thithik
nglerik pokoke. La yok apa, wong ancene Ratri iku suwejuk, lencir,
koning, rambute lurus ireng, didawakna, diore koyok sponsor shampo
ndhuk tipi-tipi ngono iku, lo. Salah matane sipit, irunge cilik tapi mbangir,
lincip, praene lancap. Koyok topeng Sekartaji ae. Mbahdok Ratri nik
ngarani koyok wayang golek Srikandhi.” (hal: 49)
Terjemahan:
“Setiap lelaki muda melihat Ratri pasti terkesima. Paling sedikit melirik
pokoknya. La bagaimana, memang Ratri itu enak dilihat, langsing,
kuning, rambutnya lurus hitam, panjang, diurai seperti iklan shampo di
televise. Matanya sipit, hidungnya kecil tapi mancung, raut mukanya
tegas. Seperti topeng Sekartaji saja. Neneknya kalau melihat Ratri seperti
wayang golek Srikandi.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Terlihat jelas sekali bahwa tokoh Ratri digambarkan oleh pengarang
seorang wanita mempunyai tubuh yang proposional dan cantik jelita sampai-
sampai para anak-anak muda apabila melihat Ratri tergoda untuk
memilikinya.
2. Direct author analysis (watak tokoh), tokoh Ratri mempunyai watak yang
keras dalam artian berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan dengan jalan
bekerja keras dan berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan agar apa yang
diinginkan sesuai dengan yang diharapkan oleh Ratri.
Kutipan:
“Sakwise melok tes macem-macem nang kantor Dikbud, Ratri karek
negnteni pengumuman terkahir. Pas wulan pasa Ratri tambah sengkud
sujude nang Gustine, meh ben bengi sembayang jam rolas pas, persasat
gak tau turu. Ibuk-bapake Ratri ngantek ngrasani, “Arek iku nik kadhung
niyat tirakat masakalah, biyen ika mosok ngrowot ae setaun luwih”. jare
ibuke. “Ya wis ben, ta, Buk. Wong gak lara ae, kok. Jarna sak kuwate,
wong ngono iku mesthi nemu riyaya, kok”. (hal:110)
Terjemahan:
“Setelah ikut bermacam-macam tes di kantor Dikbud, Ratri tinggal
menunggu pengumuman terakhir. Tepat bulan puasa Ratri semakin giat
berdoa kepada Tuhan, hampir setiap malam sembahyang jam dua belas
tepat, terlihat malahan tidak pernah tidur. Dalam hati Ibu-bapak Ratri
berkata, “Anak itu kalau sudah niat berpuasa masya’allah, dulu itu
berpuasa senin Kamis sampai setahun lebih”. Jare ibuke. “Ya biarkan saja
Bu. Dia juga tidak sakit kok. Biarkan sekuatnya, kalau dia melakukan
seperti itu pasti akan menemukan kebahagiaan, kok”
Dari kutipan di atas semakin jelas bahwa watak Ratri dilukiskan
sebagai orang yang teguh pendirian. Untuk mencapai sesuatu yang diinginkan
harus berusaha dan berdoa dengan sungguh-sungguh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
3. Reaction to event (bagaimana reaksi pelaku terhadap peristiwa yang
dihadapi), ketika Ratri dan Bagus bertamu di rumah makdhek (sebutan kata
tante untuk daerah Makasar), dia disindir oleh makdhek tentang seniman
dalam adegan di televisi perempuan dan lelaki saling bermesraan padahal itu
bukan suami istri.
Kutipan:
“Ngono iku lo seniman iku ya? Bojone yok apa ya?” mara-mara Makdhek
wis ndhuk mburine Ratri ambek ngomentari adegan ndhuk tivi, Ayu Ashari
rangkulan ambek Jeremy Thomas.”
“Ya cikna dijawab sing seniman iku lo?! Bagus nyaut omongane Madhek
teka njero kamar samba maen play-station. Ratri nata emosine dhisik
lagek nyauri, “Ya biyasa Makdhek, suaminya ya sudah ngreti, nggak ada
masalah…” tapine Makdhek balik takon maneh, “Dosa tah gak ngono iku
ya?”.
“Ratri mek ngguyu ambek nguwat-nguwatna atine sing asline kudu natar
Makdhek prekara dosa, prekara seniman, ya prekara sindhirian nang
Ratri koyok ngono iku barang. Pancen repot ngomong mongsuh wong
malang kadhak ngono iku (hal: 14)
Terjemahan:
”Apa seniman seperti itu ya? Perasaan suaminya seperti apa ya?” tiba-tiba
Makdhek sudah ada di belakang Ratri sambil mengomentari adegan di
televisi, Ayu Ashari berpelukan dengan dengan Jeremy Thomas.”
“Ya biar dijawab yang jadi seniman itu lho?!” Bagus menyahut bicara
Makdhek dari dalam kamar sambil bermain play-station. Ratri menata
emosinya dulu baru menjawab, “Ya biasa Makdhek, suaminya ya sudah
mengerti, nggak ada masalah…” tapi Makdhek kembali bertanya lagi,
“Berdosa apa tidak ya seperti itu?”
“Ratri hanya tertawa saja sambil menguatkan batinnya yang sebenarnya
ingin berdebat dengan Makdhek tentang dosa, tentang seniman, ya semua
tentang sindiran kepada Ratri seperti itu. Memang repot berbicara kalau
musuh dengan orang sombong dan tidak tahu apa-apa seperti itu.”
Dari kutipan di atas Ratri adalah sosok yang pintar dalam menghadapi
situasi meskipun disindir oleh tantenya Bagus permasalahan dosa dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
seniman, padahal itu sangat menyakitkan buat Ratri, tetapi Ratri masih bisa
menjaga emosi hanya disimpan dalam hati saja.
b. Bagus Rendra Pratama (Bagus)
1. Phisical Description (bentuk lahir pelaku), tokoh Bagus bentuk lahir yang
digambarkan oleh pengarang tidak detail.
Kutipan:
“Biyen latihan nari, ngenteni dipapag cacake, ya nang kono. Sakiki duduk
cacake tapu ngenteni papagane pacare! Gak gemen-gemen, rek, pacar ae
iku, anake pimpinan universitas dhewe, hare. Ya iku sing nggarahi Ratri
sering meneng, nglamun. Sakbenere areke iku gak pateka nggantheng,
cumak potih gedhe dhukur kathik wis dadi tentara pisan masiya tah
pangkate jik sersan.” (hal: 2)
Terjemahan:
“Dulu latihan menari, menunggu dijemput kakanya, ya di situ. Sekarang
tidak kakaknya tetapi menunggu jemputan dari pacarnya! Tidak tanggung-
tanggung, pacarnya itu anaknya seorang pimpinan universitas sendiri.
Itulah yang membuat Ratri sering berdiam, melamun. Sebenarnya
pacarnya itu tidak terlalu ganteng, hanya putih berperawakan tinggi
malahan sudah bekerja menjadi tentara meskipun pangkatnya masih
sersan.”.
Dari kutipan di atas terlihat bentuk lahir dari tokoh Bagus, sebagai
lelaki yang tidak terlalu ganteng tapi dari keadaan pelaku Bagus seorang yang
sudah mapan dalam hidupnya.
2. Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan lain,
pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku)
Kutipan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
“Ratri mekir, engkuk ndang mek pas pacaran thok ngejarana aku umeg
ndhuk ndhonyane kesenian, engkuk nik wis dadi bojone pas gak oleh, lak
yok apa aku?wong seni iku jiwaku, katene diowahi yok apa maneh? Kathik
aku wis kadhung kuliah ndhuk jurusan seni tari ngene he?.” (hal: 3)
Terjemahan:
“Ratri berpikir, nanti hanya pada waktu pacaran saja aku dibiarkan
berkecimpung di dunia kesenian, nanti kalau sudah menjadi istrinya tidak
boleh berkecimpung lagi di kesenian, apa jadinya aku? Padahal seni itu
jiwaku, apabila diubah menjadi apalagi? Padahal aku sudah terlanjur
kuliah di jurusan seni tari begini?.”
Kutipan tersebut terlihat jalan pikiran Bagus, bahwa pada saat masih
berpacaran Ratri masih dibiarkan saja berkecimpung dikesenian tapi kalau
sudah menjadi suami istri maka Ratri harus berhenti berkesenian.
3. Direct autor analysis (pengarang menganalisis watak tokoh) pengarang
menggambarkan watak tokoh Bagus adalah tidak mempunyai pendirian yang
teguh dan anak yang terlalu patuh dengan ibunya.
Kutipan:
”Bagus tambah mbideg ae gak lapo-lapo, mangka penggaweyane nang
ketentaraane ndhuk Malang iku dadi guru militer (gumil) Sekolah Calon
Bintara ndhuk kursus kejuruan (susujur) lo, mesthine lak ya tanggap,
tangguh tur tanggon, eruh onok sing butuh pengayoman ya langsung
nindakna, cik rupa omongan tah, cik ujud tingkah laku sing ngelingna
sing keladuk guneme tah? Iku gak i, tambah ndhempet ae ning mamine,
nggarai Ratri gak geduga nang Bagus.” (hal: 18)
Terjemahan:
”Bagus semakin diam saja tidak berbuat apa-apa, padahal pekerjaanya di
ketentaraan Malang itu menjadi guru militer Sekolah Calon Bintara kursus
kejuruan lo, mestinya ya setidaknya tanggap, tangguh juga tahu situasi,
tahu ada yang sedang butuh pengayoman ya langsung bertindak, meskipun
hanya berupa omongan saja, hanya berwujud tingkah laku yang
mengingatkan siapa yang lagi terdesak? Itu tidak, tambah menempel saja
dengan maminya, membuat Ratri tidak suka dengan Bagus.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Dari kutipan di atas terlihat bahwa watak Bagus dilukiskan sebagai
orang yang kurang tegas dan tidak berani mengambil sikap. Untuk melakukan
sesuatu bagus harus menunggu perintah dari maminya.
c. Wid (Merak Badra Waharuyung)
1. Phisical Description (pengarang secara langsung memberikan bentuk lahir
pelaku), tokoh Wid digambarkan bentuk fisik oleh pengarang sebagai lelaki
yang tampan.
Kutipan:
“Atine Ratri tratapan bareng sadhar nek arek jas ireng iku nggantheng.
Kulite resik, lemune pas, raine resik, mripate bunder, lambene sigar
jambe, alise kandel. Upama ngremo wis gak kathik macaki maneh. Irunge
mbangir pisan, mbok! Anake sapa, iku, rek?.” (hal: 79)
Terjemahan:
“Hati Ratri bergetar ketika sadar kalau pemuda yang memakai jas hitam
itu tampan. Kulitnya bersih, bentuk badannya ideal, wajahnya bersih,
matanya bundar, bibirnya belah dua, alisnya tebal. Seumpama menari
remo tidak usah berdandan lagi. Hidungnya juga mancung, mbok!
Anaknya siapa itu?”.
Gambaran tokoh Wid di atas sudah jelas bahwa Wid seorang lelaki
yang tampan kulitnya bersih, bentuk badannya ideal, wajahnya bersih,
matanya bundar, bibirnya belah dua, alisnya tebal, dan hidungnya mancung
sampai bisa membuat Ratri jatuh cinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Discussion of enviroment, (Melukiskan keadaan pelaku)
Kutipan:
”Pacaran setaun setengah lagek pindho Wid ngeterna Ratri pentas. Wid
dhewe ya duwe orkes Melayu dhewe, dhasare Wid ya jiwa seni, pinter
elektunan, pinter nabuh gamelan, pinter ngendhang, la yok apa wong
bapake biyen duwe alat-alat band, orkes Melayu, ya duwe gamelan pepeg.
Jare iku kabeh gawe anake sing ragil nggantheng dhewe iku, tibake
tambah akeh olehe, ya peralatan iku kabeh kathik omah sitok dikuwasani
dhekne, sik diimbuhi kelungguhan kepilih dadi kades.” (hal: 95)
Terjemahan:
”Pacaran setahun setengah baru dua kali Wid mengantar Ratri pentas. Wid
sendiri ya juga mempunyai grup orkes melayu sendiri, dasarnya Wid juga
mempunyai jiwa seni, pintar bermain elektun, pintar bermain gamelan,
pintar bermain kendang, semua itu karena bapaknya dulu punya alat-alat
band, orkes melayu, ya juga punya seperangkat alat musik gamelan
lengkap. Katanya itu semua untuk anaknya yang paling terakhir ngganteng
sendiri itu, ternyata tambah banyak penghasilannya, ya peralatannya itu
semua malah rumah satu itu dikuasai Wid semua, juga dapat kehormatan
terpilih menjadi kepala desa.”
Keadaan yang tampak dalam kutipan tersebut adalah kehidupan Wid
seorang lelaki yang mempunyai pekerjaan mapan menjadi pemimpin desa atau
kepala desa, selain itu dia juga bekerja di bidang kesenian.
3. Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan lain,
pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku)
Kutipan:
“Tapine suwe-suwe, ganep patang wulan, Wid wis numpak sedhan dhewe,
plat ireng tapi nomer polisine kok H. Nik ngono ya gak teka Surabaya.
Ditakoni Ratri jarene montore kancane, weke bapake kancane, lakok ben
dina digawe Wid? Ratri mekir paling-paling Wid tuku dhewe tapine gak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
ngaku, wedi nik diarani sombong, wong lagek ae dadi kades kok wis tuku
sedhan anyar? Ngono batine Ratri, terus gak mekir maneh.” (hal: 84)
Terjemahan:
“Lama-lama, sudah empat bulan, Wid sudah mempunyai mobil sedan
sendiri, plat hitam tapi nomor polisi kok H. kalau begitu mobil itu tidak
dari wilayah Surabaya. Ditanya Ratri katanya mobil milik temannya, milik
teman bapaknya, tapi setiap hari dibawa Wid bekerja? Ratri berpikir
paling-paling Wid beli sendiri tapi tidak pernah mengaku, takut kalau
dibilang sombong, padahal jadi kades baru saja kok sudah membeli mobil
sedan baru? Begitu batinnya Ratri, lalu tidak memikirkan lagi.”
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Wid digambarkan oleh
pengarang mempunyai watak tidak sombong.
d. Waskito
1. Discussion of enviroment (melukiskan keadaan pelaku), tokoh Waskito
digambarkan bentuk fisik oleh pengarang adalah mempunyai wajah dan
perawakan mirip dengan orang dari negara India.
Kutipan:
“Wong iku memper wong India, lambene ndomble nyigar jambe, godhege
dawa teka wange, alise kandel, mripat bawang sebungkul, dhasare gagah
gedhe dhukur, gak patek omong, nek mlaku gak tau kesusu. Nik nyawang
tajem, melenge gedhe bunder mentheleng.” (hal: 51)
Tejemahan:
“Orang itu mirip dengan orang dari negara India, bibirnya memble belah
dua, bulu rambut pipinya panjang sampai dagu, alisnya tebal, matanya
besar, badannya gagah besar dan tinggi, jarang berbicara, kalau berjalan
tidak pernah tergesa-gesa. Pandangan matanya tajam kalau sedang
memandang.”
Gambaran tokoh Waskito di atas sudah jelas bahwa dia seorang lelaki
yang mirip dengan orang dari negara India, bibirnya memble belah dua, bulu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
rambut pipinya panjang sampai dagu, alisnya tebal, matanya besar, badannya
gagah besar dan tinggi, jarang berbicara, kalau berjalan tidak pernah tergesa-
gesa. Pandangan matanya tajam kalau sedang memandang.
2. Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan lain,
pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku)
Kutipan:
”Sakjane Waskito iku ya gak patek nggantheng, tapine kok gagah,
nglanangi, koyok wong Indhia. La wong ya kabare wis duwe anak siji
wedok tapi anake wong liya jarene. Masiya ngono ya kemanthil nang
Waskito mergane kait ibuke mati nglairna arek iku dimong Waskito,
dadine ya nyeluk – Pak, nang Waskito.”
”La iya, wong critane koyok ngono ae, lo, kok akeh arek wedok sing
ngesir nang Waskito? Ojok maneh sing prawan, la wong sing wis duwe
bojo ae ya akeh sing nakok-nakokna, kok. Ratri ya gelek ditakoni wong
wedok, apamaneh nik pas Waskito pas ngendhang, nggawe iket, sila
ndhuk ngarep dhewe pancer tengah ngono ika, koyok-koyok sak gedhong
horeg katut keplokane Waskito sing lulangan kendhang muni santak
ngobong jiwa.” (hal: 60)
Terjemahan:
”Sebenarnya Waskito itu tidak ganteng, tapi gagah, seperti lelaki sejati,
seperti orang India. La kabarnya sudah punya anak satu perempuan tapi
anaknya orang lain katanya. Meskipun begitu anak itu ikut Waskito
karena pada saat melahirkan ibunya meninggal anak itu diasuh Waskito,
jadinya memanggilnya pak Waskito.”
”La iya, ceritanya seperti itu saja, lo, kok banyak anak perempuan yang
suka terhadap Waskito? Apalagi yang masih perawan, yang sudah punya
suami saja banyak yang menanyakan, kok. Ratri ya sering ditanya oleh
banyak perempuan, apalagi kalau Waskito sewaktu memainkan kendang,
memakai ikat kepala, bersila di depan sendiri di tengah seperti itu, seperti
dalam satu gedung berguncang mengikuti tamparan Waskito ketika
membunyikan kendang yang membakar jiwa.”
Dari kutipan di atas Waskito merupakan sosok lelaki mempunyai
watak welas asih, sehingga banyak perempuan yang belum punya istri bahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
yang sudah punya suami suka terhadap Waskito meskipun dia seorang duda
beranak satu, sebenarnya Waskito hanya mengasuh saja karena ayah dari anak
itu tidak mau bertanggung jawab.
e. Sunartiko
1. Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan lain,
pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku).
Kutipan:
“…Pas salaman ambek Rektore, ya calon maratuwa worung sing jenenge
Sunartiko iku Ratri ya biyasa ae, gak onok dheg-dhegane blas. Merga kait
biyen Sunartiko iku wong biyasa, akor ambek sapa ae, gak sombung,
gawene nek mbek sapa ae omongane enak, gak tau atos. Pancen wong
pinter temenan, wawasane luwas, sipat managerial apik, pokoke gak salah
Sunartiko iku dadi pimpinan. Gak koyok wedokane, malang kadhak gak
ruh Jawane, rupane thok sing ayu kinyis-kinyis koyok nyonyah Landa.”
(hal: 73)
Terjemahan:
“….Pada waktu bersalaman dengan Rektor, ya calon mertua yang tidak
jadi namanya Sunartiko itu Ratri ya biasa aja, tidak ada rasa deg-degan
sama sekali. Karena sejak dari dulu Sunartiko itu orang biasa, akur dengan
siapa saja, tidak sombong, setiap berbicara dengan siapa saja enak, tidak
pernah keras. Memang orang pintar beneran, berwawasan luas, sifat
sosialisanya bagus, pokoknya tidak salah kalau Sunartiko itu menjadi
pimpinan. Tidak seperti istrinya, sombong tidak tahu kelakuan, wajahnya
saja yang begitu cantik menawan seperti nyonya orang Belanda”.
Kutipan di atas terlihat jelas bahwa Sunartiko itu adalah seorang yang
ramah terhadap semua orang, bicaranya sopan, tidak sombong, dan berwawasan
luas sehingga Sunartiko memang layak menjadi sosok seorang pemimpin.
f. Istri Sunartiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1. Pysical Description, (pengarang secara langsung memberikan bentuk lahir
pelaku) dan Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang
melukiskan jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan
jalan lain, pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku).
Kutipan:
“Maklum! Uwong iku nik duwe dhuwik tapi gak gak ruh Jawane, gak
melok sara, ya ngono iku, gak pokroh! Senengane tuku panganan mateng,
saba restoran, gak jegos masak dhewe, ngalor ngidul tumpakane montor,
gak tahu weruh sarane wong mancal becak, utawa ngelake wong bengok-
bengok golek penumpang.”
“Kupinge gak tau ngrungokna swarane wong sara. Gak isok Bahasa
Inggris ae koleksi kasete lagu Barat kabeh, koyok Sariman, lagune No
Koes ae, gak isok nolis ae kok ngalor ngidul ngesaki potelot pitu. Apa
yaiku sing jenenge jaman edan? Wis babahna tahlah. Slamete rupane kok
ayu. Upama elek ngono bekna ya gak beja dirabi wong pinter koyok
Sunartiko.” (hal: 47)
Terjemahan:
“Maklum! Orang itu apabila mempunyai uang banyak tapi tidak tahu
aturan, tidak ikut merasakan susah, ya seperti itu kelakuaannya, tidak
terpuji! Kesukaannnya membeli makanan yang siap saji, makan di
restoran, tidak bisa memasak sendiri, kesana kemari naik kendaraan
bermotor, tidak pernah mau tahu kesengsaraan para tukang becak, atau
hausnya kernet berteriak-teriak mencari penumpang.”
“Telinganya tidak pernah mau mendengar suaranya orang yang kesusahan.
Tidak bisa berbahasa Inggris saja koleksi kasetnya lagu Barat semua.
Seperti Sariman, lagune No Koes saja, tidak bisa menulis saja kok kesana
kemari dalam saku ada tujuh batang pensil. Apa itu yang dinamakan jaman
edan? Sudah tidak usah dipikir. Untungnya wajahnya kok cantik.
Seumpama jelek pasti tidak beruntung diperistri orang pintar seperti
Sunartiko itu.’
Kutipan di atas mengambarkan bahwa istri dari Sunartiko sekaligus
sebagai ibunya Bagus itu adalah orang yang sombong tidak pernah tahu akan
kesusahan orang lain hanya mementingkan dirinya sendiri. Memang dari segi
fisiknya mempunyai wajah yang cantik tapi dia hanya beruntung saja karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
mempunyai wajah yang cantik kalau tidak mana mungkin dia diperistri oleh
Sunartiko.
g. Tante Yani
1. Pysical Description (bentuk lahir),
Kutipan:
“Teka Asem Jajar menggok mlebu gang. Mandheg cit...! Ndhuk omah
nomer 10. Onok wong wedok ayu potih gedhe dhokur koyok Landa, metu
teka omah iku.” (hal: 49)
Terjemahan:
“Setelah datang di Asem Jajar berbelok masuk gang. Berhenti cit...! di
rumah nomer 10. Ada orang perempuan cantik putih kulitnya besar tinggi
seperti orang Belanda, keluar dari rumah itu.”
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tante Yani merupakan wanita yang
cantik. Itu terlihat dari kulitnya yang putih dan tinggi badannya seperti orang
Belanda.
h. Makdhek
1. Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan lain,
pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku)
Kutipan:
“Ini, lho, Rat, Tante Yani mau ngasih kadho buat kalian”. Yani muni.
“He, nggak Tante Yani thok itu, urunan sama Mak Dhek barang, lo, Rat!”
Mak Dhek protes.”
“Makasih, Mak Dhek, makasih Tante Yan?!” Ratri nampani.” (hal: 27)
Terjemahan:
“Ini, lho, Rat, tante Yani mau ngasih kado buat kalian”.
“He, nggak tante Yani saja itu, patungan sama Mak Dhek juga, lho, Rat!”
Mak Dhek protes.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
“Makasih, Mak Dhek, makasih tante Yan?!” Ratri menerima kado itu.”
Dari kutipan percakapan terlihat bahwa Mak Dhek mempunyai sifat
ingin menyombongkan diri sendiri.
i. Pak Parto (ayah Ratri)
1. Portrayal of thought stream or of concious thought (pengarang melukiskan
jalan pikiran pelaku atau yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan lain,
pembaca akan dapat mengetahui watak pelaku)
Kutipan:
“Cangklongan tase didhukna teka pundhake, “Ngeten, lo, Pak. Kula niku
mboten tukaran kalih Bagus. Kula mek tanglet, umpama kula buyar kalih
Bagus ngoten yok napa?” Ratri ngomong kalem-kalem.”
“Bapake kokar-kokur dhiluk, ambegan landhung terus nyauri, “Paling-
paling ya isin ae mbek sesepuh kampung, wong tukar cincine biyen ae
Lurah sak RW-RW ne teka, nyekseni kabeh kok gak sida iku lo…” (hal:
43)
Terjemahan:
“Tas diturunkan dari pundak Ratri, “Begini, lo, Pak. Saya itu tidak
bertengkar dengan Bagus. Saya hanya mau bertanya, seumpama saya
tidak jadi menikah dengan Bagus bagaimana?” Ratri berbicara dengan
nada pelan.”
“Si bapak menggaruk-garuk sebentar, bernafas panjang terus berbicara,
“Paling-paling ya malu saja terhadap sesepuh kampung, karena pada
waktu tukar cincin dulu Lurah dan RW-RW juga datang, semua menjadi
saksi kok akhirnya tidak jadi begitu…”.
Dari kutipan di atas terlihat bahwa ayah dari Ratri adalah seorang yang
tidak kaku wataknya dalam artian tidak suka memaksakan kehendak meskipun
Ratri membatalkan pernikahan dengan Bagus padahal sewaktu tukar cincin
para sesepuh desa dan para ketua RW datang menyaksikan acara pertunangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
itu. Kejadian seperti bisa membuat malu nama keluarga tetapi ayah Ratri bisa
menerima itu karena dari keluarga Bagus tidak cocok dengan Ratri.
Di samping tokoh pembantu di atas, masih ada tokoh pembantu lain
yang oleh pengarang tidak dijelaskan bentuk lahir dan wataknya secara jelas.
Diantaranya sebagai berikut: ibu Ratri, Djoko (adik dari Ratri), Ipung (adik
dari Bagus), Ayu Ashari dan Jeremy Thomas (tokoh sinetron dalam televisi),
Didik Agung Jaka Guritna (kakak kelas Ratri), Yustin (teman sewaktu SMA
Ratri), Bambang Lukito (teman sewaktu SMA Ratri), Lik Suci (sepupu Ratri),
Tuti Adhitama dan Ari Purnomo Adjie (penyiar dalam acara di televisi),
Hardjito (seorang pembuat undangan), mbahe wedhok (nenek Ratri), Mak Jah
(ibu kantin di kampus Ratri), Pak Tugas Kumoro (teman Waskito), Pak Sigit
dan Pak Narto (teman sekantor Waskito), Satim Meduro (teman Ratri di
kampus), Ribut Winarni (teman Ratri di kampus), Andayani (teman Ratri di
kampus), Sumarno (sopir ayah Ratri), Sutinah (pembantu rumahtangga Ratri),
Bu Carik, Pak Lurah So (lurah desa Jemur), Yono (teman menari Ratri di
tempat Wid), orangtua Waskito.
Berdasarkan analisis penokohan dalam novel Sarunge Jagung, maka
dapat diketahui bentuk lahir dan sifat batin dari para pelaku, baik tokoh utama
atau tokoh pembantu dalam novel tersebut.
5. Latar
Latar (setting) adalah salah satu sarana cerita yang ikut memegang peranan
penting dalam sebuah cerita. Adanya latar cerita menjadi lebih hidup dan jelas
karena dapat diketahui kapan, di mana, dan bagaimana suatu peristiwa dalam cerita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
tersebut berlangsung. Menurut Atar Semi (1990: 46) menjelaskan bahwa latar atau
landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.
Termasuk di dalam latar ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti
di kampus, dan lain sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau landas tumpu
adalah waktu, hari, tahun, musim atau periode sejarah. Pengertian latar tersebut
merupakan tempat terjadinya peristiwa dalam suatu cerita atau lingkungan yang
mengelilingi pelaku, yang berfungsi untuk menghidupkan cerita sehingga dengan
demikian segala peristiwa, keadaan, dan suasana yang dialami pelaku dapat dirasakan
oleh pembaca.
Pendapat lain yang masih berkisar pada latar menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat, dan ruang dalam
suatu cerita (Henry Guntur Tarigan, 1984: 157).
Pengertian di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa latar adalah latar
belakang yang dapat dilihat seperti tempat, waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar
dapat dikategorikan latar menjadi latar sosial, latar tempat atau geografis, dan latar
waktu historis. Latar sosial adalah segala keterangan yang menunjukkan status
tokoh di dalam kehidupan sosialnya yang banyak ditentukan oleh jabatan atau
profesi tokoh dalam masyarakat. Latar tempat adalah segala keterangan yang
menunjukkan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Sedangkan latar waktu
yaitu keterangan yang menunjukkan saat berlangsungnya cerita.
a. Latar Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Novel Sarunge Jagung menampilkan latar di luar rumah maupun di dalam
rumah. Latar sosial tidak hanya kelas sosial dari masyarakat seperti pedagang,
petani, intelektual, dan lain-lain.
Kutipan:
“Bojone Sunartiko gak jarikan tapi nggawe longdress ireng belekan kiwa
meh sak pupu. Sunartikone nggawe jas bathik pradhan, Bagus nggae setelan
jas polos biru nom. Sing keri dhewe metu arek cilik wedok loro ayu menik-
menik nggawa pitik-pitikan potih anggrem nang baki cilik. Nang silite pitik
iku onok ali-aline ring loro, sitoke cilik, sitoke gedhe, onok plipite permata
mubeng.”(hal: 25-26)
“Ratri rumangsa ajur atine merga rumangsa isin. Nyatane budaya
keluwargane Bagus wis blas ilang Jawane. Kabeh teka nggae klambi gaya
Eropah. Sing nom-nom pernah misan mindhoane Bagus ya padha pating
cekikik ngenyek krungu musik sing mapag tekane tamu iku. Wong-wong
nganggep pahargyan koyok ngono iku ndesit, ketinggalan jaman.”(hal:26)
Terjemahan:
Istrinya Sunartiko tidak memakai jarik tetapi memakai gaun hitam memakai
belahan di sebelah kiri hampir sepaha. Sunartiko memakai jas bathik, Bagus
memakai setelan jas polos warna biru muda. Yang terakhir keluar dua anak
kecil perempuan cantik menggemaskan membawa ayam-ayaman berwarna
putih yang sedang mengerami diletakkan di wadah baki berukuran kecil. Di
pantat ayam tadi ada dua cincin, yang satu kecil, satunya berukuran besar,
berpelipit permata melingkari cincin.
Ratri merasa hancur hatinya karena malu. Ternyata budaya Jawa dari
keluarga Bagus sudah hilang sama sekali. Semua datang memakai baju
bergaya Eropa. Yang muda-muda saudara sepupu Bagus mengejek sambil
tertawa mendengarkan iringan musik ketika menjemput tau datang. Orang-
orang menganggap penghargaan seperti itu ndeso, ketinggalan jaman.
Dari kutipan di atas terlihat perbedaan latar sosial masyarakat kota dengan
masyarakat pinggiran kota atau bisa disebut pedesaan. Masyarakat pedesaan lebih
menjunjung tinggi adat istiadat daripada masyarakat perkotaan itu dapat dilihat
dari cara berpakaian dan cara menghargai sesama makhluk hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Latar sosial berhubungan erat dengan masyarakat di mana peristiwa itu
terjadi. Kehidupan masyarakat pinggiran kota sangat dominan dalam cerita ini,
tercermin dari kehidupan masyarakat pinggiran kota, hubungan masyarakat masih
terjalin dengan erat antara individu satu dengan yang lain.
Kutipan:
“Kabeh wis dicepakna tharik-tharik ndhuk piring kertas gilap, ngombene ya
wis dicublesi sedhotan kabeh ambek paku, mergane tutupe kempyeng, nik gak
dibolongi nggae paku ya gak mangsa. Sing laden sik pernah dulur-dulur Ratri
dhewe, ya misanan ya mindhoan, ayu-ayu ya nggantheng-nggantheng. Arek
karang taruna ya tumplek bleg ndhuk omahe Ratri kabeh, melok tandang gae
kabeh, soale Ratri ndhuk kampung ya aktip ngurusi karang taruna.”(hal: 24)
Terjemahan:
Semua sudah disiapkan semua di atas piring kertas berkilau, minumnya juga
sudah dilubangi memakai paku, karena tutupnya memakai bahan logam, kalau
tidak dilobangi memakai paku sedotan tidak bisa masuk ke dalam minuman.
Yang membantu saudara-saudaranya Ratri sendiri, ada dari saudara jauh dan
keponakan, cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Anak karang taruna semuanya
juga datang kerumah Ratri untuk membantu semuanya, karena Ratri di
kampung juga aktif dalam kepengurusan karang taruna.
Latar sosial yang dimunculkan dalam novel Sarunge Jagung merupakan
gambaran yang wajar dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa. Latar sosial yang
cukup kental dengan budaya Jawa dimunculkan dalam berbagai aktivitas dan
tingkah laku para pelaku dalam novel Sarunge Jagung. Seperti misalnya
kebiasaan para penduduk kampung yang masih banyak menunjukkan sikap
tenggang rasa dengan warga lainnya dan juga dalam kegiatan-kegiatan kampung
yang masih erat dengan kebiasaan saling tolong-menolong dan saling
bekerjasama dalam berbagai kegiatan kampung, yang untuk sekarang ini untuk
daerah perkotaan mulai luntur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
b. Latar Tempat
Latar tempat merupakan lokasi kejadian cerita. Pada novel Sarunge
Jagung tempat-tempat yang digunakan pengarang antara lain: kampung Simo
Magerejo, Surabaya, Studio Hardjito, Perak, Asem Jajar, Jemur, Jagir-Rungkut,
Pasarturi, Jalan A. Yani, Juanda. Guna memperjelas tentang latar tempat dari
novel Sarunge Jagung , maka dalam novel ini akan dijelaskan satu-persatu.
1. Kampung Simo Magerejo
Tempat Ratri tinggal beserta kedua orang tuanya dan adik laki-laki, ketika
itu sedang berlangsungnya acara pertunangan Ratri dan Bagus di rumah Ratri.
Kutipan:
”Mari ngancani Ratri sakcukupe kanca-kanca SMAne Ratri arek lima iku
pamit molih kabeh. Ratri langsung methuki karang taruna. “Wis Rek, ayo
mangan sik, nik gak dikoberna ya gak kober. Ayo! Arek parker celukana, cik
mangan dhisik!” Ratri ngomando kanca-kancane sak kampung iku, kampung
Simo Magerejo.”(hal: 28)
Terjemahan:
Setelah menemani ratri secukupnya teman-teman SMA Ratri yang berjumlah
lima orang pamit pulang semuanya. Ratri kemudian langsung mengampiri
anak-anak karang taruna. “Sudahlah, ayo makan dulu, kalau tidak sempat
harus disempat-sempatkan. Ayo! Anak-anak yang tunggu di parkiran
dipanggil, suruh makan dulu!” Ratri memberi perintah teman-temannya satu
kampung itu, kampung Simo Magerejo.
2. Surabaya
Kota di mana Ratri tinggal dan tumbuh dewasa, yang membuat Ratri
menjadi wanita berpandangan maju dan optimis dalam menghadapi segala
pekerjaan apapun.
Kutipan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
”Pas Ratri mangan ditunggoki Bagus iku adhike Ratri hasik ngadhep
komputer, jarene nggarap skripsine kakak kelase. Ya lumayan oleh tambahan
sangu thithik-thithik. Urip ndhuk Surabaya gak ulet ya kere temen. Njagakna
kek-kekan wongtuwa ya gak maen! Nik wayahe kuliah ya kudu belajar
temenan, gak mek nampa materi kuliah thok tapi ya kudu belajar urip sak
sembarangane, termasuk srawung nang wong akeh, macem-macem karaktere.
Nik gak ngono, metu teka perguruan tinggi dadi sarjana mendelik tapi pah-
poh gak ruh lor kidul.” (hal: 34)
Terjemahan:
”Sewaktu Ratri makan ditunggu oleh Bagus itu adiknya sedang di depan
komputer, katanya mengerjakan skripsi kakak tingkat. Ya lumayan dapat
tambahan uang saku sedikit-sedikit. Hidup di Surabaya kalau tidak ulet ya
menjadi kere beneran. Mengandalkan orang tua ya tidak cukup! Kalau pada
waktu kuliah ya harus belajar rajin, tidak hanya menerima materi kuliah saja
tapi ya harus belajar hidup di mana saja, termasuk berteman dengan orang
banyak, yang bermacam-macam karakternya. Kalau tidak begitu, keluar dari
perguruan tinggi menjadi sarjana yang pintar tapi tidak bisa apa-apa dan tidak
tahu bagaimana kehidupan di luar.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
3. Studio Hardjito
Tempat pemesanan undangan ketika kurang tiga hari menuju pernikahan
Ratri dengan Bagus.
Kutipan:
”Telung dina engkas pesenan undangan ndhuk Hardjito balik diinguk maneh
ambek Ratri. Ketepakan dina Minggu, Bagus prei. Mari ngeterna Ratri
mulang nari terus nang Hardjito. Tibakna ndhuk studione Hardjito lagek
discene. Dorung diprint-out. Bagus njaluk supaya dicetak ndhuk kertas abang
jambu cikna ketok nyolok. Ambek hurufe sing warna emas.”(hal: 38)
Terjemahan:
Tiga hari lagi pesanan undangan di tempat Hardjito kembali dilihat lagi oleh
Ratri. Pas sekali hari minggu, Bagus sedang libur. Setelah mengantar Ratri
dari mengajar tari langsung menuju Hardjito. Ternyata di studio Hardjito
undangan baru discene. Belum diprint-out. Bagus memainta agar dicetak di
kertas berwarna merah jambu supaya kelihatan mencolok. Dan hurufnya
berwarna emas.
4. Perak
Ratri dan Bagus bergoncengan memakai kendaraan sepeda motor setelah
pulang dari rumah orang tua Bagus di Perumahan Angkatan laut Perak.
Kutipan:
“Hawane dalan Perak pancen nik awan panase nemen, angine ngobong kulit,
masiya ta akeh wit-witan tetep ae krasa kebrangas. Kathik omah perumahan
Angkatan Laut, sik sepadhamontoran gak oleh jaketan, gak oleh kacamatan
ireng, gak oleh mbrongkos cangkem. Tambah komplit koyok didangae.” (hal:
40)
Terjemahan:
Udara di jalan Perak memang panas sekali ketika siang hari, anginnya terasa
mau membakar kulit, meskipun banyak pohon-pohon tetap saja terasa
terbakar. Apalagi di perumahan Angkatan Laut, kalau memakai kendaraan
sepeda motor tidak boleh memakai jaket, tidak boleh memakai kacamata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
berwarna hitam, tidak boleh menutupi bibir. Tambah komplit seperti dimasak
saja.
5. Asem Jajar
Tempat tinggal Tante Yani ketika Ratri meyampaikan kalau Ratri tidak
akan menikah dengan Bagus.
Kutipan:
“Teka Asem Jajar menggok mlebu gang. Mandheg cit...! Ndhuk omah nomer
10. Onok wong wedok ayu potih gedhe dhokur koyok landa, metu teka omah
iku.” (hal: 49)
Terjemahan:
Setelah datang di Asem Jajar berbelok masuk gang. Berhenti cit...! di rumah
nomer 10. Ada orang perempuan cantik putih kulitnya besar tinggi seperti
orang Belanda, keluar dari rumah itu.
6. Jemursari
Tempat Ratri pentas menari dan awal betemunya dengan Wid, yang
kemudian Ratri jatuh cinta dengan Wid.
Kutipan:
“Batine Ratri ya kudu ngguyu, ya gumun, ya seneng. Tapi sing nyleneh iku
atine Ratri, la olah apa wong wis sampek teka omah, sampek sakmingguan
kok jik kepingin kepethuk maneh Wid iku, pikirane mblayang nang Jemursari
ae. Iling-ilingen arek nggantheng sing jenenge Wid, sing wis tau nggandheng
tangane iku”. (hal: 81)
Terjemahan:
“Di dalam batinnya Ratri ya agak tertawa, ya heran, ya gembira. Tapi yang
aneh itu hatinya Ratri, la bagaimana lagi sudah sampai rumah, sudah satu
minggu lebih kok masih ingin bertemu lagi dengan Wid, pikirannya
mengembara di Jemursari saja. Teringat-ingat anak lelaki ganteng yang
bernama Wid, yang pernah menggandeng tangannya itu”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
7. Jagir-Rungkut
Tempat Ratri mengajar menari di sanggar milik pemerintah, semua
muridnya di sana tidak dipungut biaya.
Kutipan:
“Sanggar sitoke sing klebu kegiatane kantor pemerintah iku nggone nang
Jagir. Sing mbayari duduk siswane tapi pemerintah. Mulane masiya adoh
dilakoni ae, sepedha motor diselang adhike sing jik kuliah, Ratri ya ngalahi
numpak bemo teka treteg bongkuk nang Joyoboyo, terus oper len U jurusan
Jagir - Rungkut.” (hal: 86)
Terjemahan:
”Sanggar satunya yang masih milik kegiatannya kantor pemerintah itu berada
di Jagir. Yang membayar bukan para siswa tapi pemerintah. Makanya
meskipun jauh dilakukan saja, sepeda motor dipinjam adiknya yang masih
kuliah, Ratri ya mengalah naik bemo samapi jembatan di Joyoboyo, terus
berganti len U jurusan Jagir – Rungkut.”
8. Pasar Turi
Tempat Ratri membeli mainan perahu untuk kado ultah Wid yang kurang
dari dua bulan, dan Wid juga masih suka mainan meskipun sudah menjadi
pemimpin di desanya.
Kutipan:
”Umure riwayat ketemune Ratri mbek Wid wis ganep setaun, rong wulan
ngkas genti ulang taune Wid. Ratri bengung mbales ngadho apa enake nang
ganthilane atine iku. Suwe-suwe pas mlaku-mlaku nang Pasar Turi kok weruh
dulinan kapal-kapalan, mula atine mak klepat, eling Wid sik seneng dulinan
masiya wis dadi pimpinan desane.” (hal: 90)
Terjemahan:
”Sudah setahun genap Ratri dan Wid bertemu, dua bulan lagi ulang tahun
Wid. Ratri bingung mau mengado apa enaknya untuk tambatan hatinya itu.
Lama-lama pada waktu jalan-jalan di Pasar Turi kok melihat mainan kapal-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
kapalan, tiba-tiba hatinya teringat Wid yang masih suka dengan mainan
meskipun sudah jadi pimpinan di desanya.”
9. Jalan A. Yani
Ketika Ratri meluapkan emosinya setelah pentas menari pada malam hari
di acara pernikahan Wid dengan cara mengebut dengan mengendarai sepeda
motor.
Kutipan:
”Ratri gak ngreken, gase dipol sak kuwate apamaneh iku jam sepoluh bengi
dalan A. Yani wis rodok sepi. Ratri kepingin mecah bengi iku, mecah atine,
ngorahi jiwane teka lelangenane ambek Wid. Ratri kepingin ngguwak kabeh
perih atine, resik gasik uripe teka pengangen-angene arek lanang sing
jenenge Merak Badra Waharuyung sing diceluki Mas Wad-Mas Wid iku.”
(hal: 102)
Terjemahan:
”Ratri tidak menggubris, gas ditancap sekuatnya apalagi jam sepuluh malam
jalan A. Yani sudah agak sepi. Ratri ingin memecah malam itu, mecah
hatinya, membersihkan jiwanya dari pikirannya dengan Wid. Ratri
berkeinginan membuang semua pedih hatinya, bersih hidupnya dari pikiran-
pikiran anak lelaki yang bernama Merak Badra Waharuyung yang dipanggil
Mas Wad-Mas Wid itu.”
10. Bandara Juanda
Ketika Waskito akan berangkat mengajar ke Fremantle Austalia Utara
diantar oleh kedua orang tuanya beserta Ratri dan kedua orang tua Ratri.
Kutipan:
“Nang Juanda ngeterna Waskito kate budhal nang Fremantle, sak montor isi
wong papat, Ratri, ibuke, bapake, Cak No sopir. Mlebu nang ruwang transit,
Cak No gak melok. Keri nang lawang parkiran ae, senengane!.”(hal: 114)
Terjemahan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
“Di Bandara Juanda mengantar Waskito akan berangkat ke Fremantle, satu
mobil berisi orang empat, Ratri, ibu, bapak, Cak No sopir. Masuk di dalam
ruang transit, Cak No tidak ikut. Tinggal di depan pintu parkir saja.”
c. Latar Waktu
Dalam karya sastra, latar waktu ada yang dapat dipaparkan secara jelas,
tetapi adapula yang dipaparkan secara tidak jelas dan pembaca dibiarkan
memperkirakan sendiri berdasar peristiwa-peristiwa dan situasi yang telah
digambarkan pengarang.
Dalam novel Sarunge Jagung pengarang tidak mengambarkan secara jelas
waktu dan peristiwa terjadi, namun penulis dapat memperkirakan bahwa cerita itu
terjadi ketika Ratri berumur 20-25 tahunan. Novel Sarunge Jagung memiliki
banyak pesan yang dapat dipetik, salah satunya bahwa kehidupan memanglah
tidak selalu bersifat normatif, terkadang ada hal yang menyimpang dari pikiran
manusia, hidup adalah sesuatu yang nyata. Dalam penggambaran tokoh dan
kisah hidupnya ditampilkan oleh pengarang terkesan sangat relevan jika benar-
benar terjadi di masyarakat, sehingga ini akan sangat menarik. Pengarang dalam
menggambarkan tokoh-tokohnya terkesan sangat paham terhadap karakter dan
konflik. Para tokoh tersebut telihat wajar jika itu benar-benar tejadi di
masyarakat, tetapi berpulang pada pengarang yang memang dituntut untuk
mampu menjalin sebuah imajinasi dalam karyanya yang melukiskan peristiwa,
tokoh-tokoh sampai pada hal sekecil-kecilnya menyebabkan pembaca merasa
sebagai sesuatu yang nyata dan sungguh-sungguh terjadi.
Novel Sarunge Jagung mengungkapkan persoalan yang dialami tokoh
utama wanita dalam lingkungan keluarga dan masyarakat di Jawa dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
memperjuangkan pandangan hidupnya sebagai wanita yang mandiri, kuat dan
tidak menyerah dalam menghadapi persoalan hidup. Dalam rangkaian cerita
Sarunge Jagung, bertema tentang perjuangan seorang wanita dalam menghadapi
problema kehidupan yang tidak pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan
yang ada. Amanat yang dapat disampaikan kepada pembaca sebagai pelajaran
bahwa dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya saling bertenggang rasa, selalu
bersemangat dan berusaha dengan tekad yang kuat dalam mencapai apa yang
dicita-citakan. Alur yang terjadi pada novel Sarunge Jagung memiliki alur yang
jelas. Penceritaannya digambarkan secara baik dari tahapan perkenalan tokoh
utama yaitu Enggar Jemparing Kusumaratri kemudian ditampilkan konflik
permasalahan yang terjadi pada tokoh utama, hingga tahapan klimaks saat tokoh
utama mengalami kejadian terburuk,ditinggal menikah oleh pria yang dicintainya.
Akhir dari cerita ini dikisahkan tokoh utama dapat menikah dan hidup berumah
tangga dengan bahagia. Setting cerita berlatar di daerah perkotaan menyorot
kehidupan masyarakat Jawa yang masih menunjukkan tenggang rasa meskipun
dalam perkotaan sudah tidak begitu terlihat. Secara keseluruhan novel Sarunge
Jagung bagus, peristiwa-peristiwa yang diceritakan didalamnya wajar dan
realistis dalam kehidupan yang ada dalam masyarakat. Novel Sarunge Jagung
memiliki penceritaan yang memuat tema, alur, penokohan dan latar yang
diceritakan di dalam novel Permasalahan yang ditampilkan oleh pengarang dalam
novel Sarunge Jagung secara simbolik memang merupakan kondisi atau
permasalahan yang umum banyak terjadi di masyarakat sekarang, dan jalinan
cerita yang ditampilkan oleh pengarang yang diwakili oleh tokoh-tokohnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
terkesan rasional, sehingga hal itu memiliki daya tarik dan nilai tambah dari karya
itu sendiri. Penelitian karya sastra dengan pendekatan feminis akan dapat
mengungkapkan segi-segi kejiwaan dan karakter tokoh-tokoh wanita melalui
hukum-hukum feminis yang secara tidak sadar sering digunakan oleh pengarang,
sehingga dapat membantu dalam menganalisis karya sastra yang mungkin besifat
nyata dan akhirnya membantu pembaca memahami karya-karya semacam itu.
Pada akhirnya akan dapat terungkap dan tertangkap makna yang terkandung. Di
dalam penelitian feminisme, peneliti juga dapat memaparkan fakta-fakta empiris
yaitu yang menyangkut perilaku yang tercermin dari ucapan dan perbuatan tokoh-
tokoh dalam cerita yang ada.
C. Citra Tokoh Utama Wanita dalam Novel Sarunge Jagung
Karya Trinil S. Setyowati
Novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati merupakan cerita yang
menampilkan permasalahan perempuan yang mencari pasangan hidup yang sesuai
dengan keinginan. Permasalahan yang terungkap di dalam novel Sarunge Jagung
karya Trinil S. Setyowati merupakan gambaran kaum perempuan harus mandiri,
bahwa dalam hal pendidikan, pekerjaan, asmara, dan kehidupan rumah tangga
sebenarnya kaum perempuan itu tidak kalah dengan kaum laki-laki.
Pendekatan kritik sastra feminis merupakan pendekatan untuk mengkritisi
bagaimana Trinil S. Setyowati dalam menampilkan sosok tokoh perempuan dari
pinggiran kota Surabaya yang berbudaya Jawa juga teguh pendiriannya dan
mempunyai harga diri yang tinggi serta dalam mencari pasangan hidupnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
banyak rintangan berkaitan dengan permasalahan kaum perempuan yang selalu
dianggap rendah oleh kaum laki-laki. Dengan menggunakan pendekatan kritik
sastra feminis akan terungkap bagaimana sosok tokoh perempuan yang bernama
Ratri (Enggar Jemparing Kusumaratri).
Ratri digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh utama dalam novel
Sarunge Jagung. Dia adalah gadis yang memiliki daya dongkrak yang tinggi
terhadap pandangan orang kepada wanita. Kedudukannya dalam masyarakat
adalah sebagai gadis muda yang memiliki berbagai keahlian. Dia berorientasi
pada budaya Jawa. Di dalam dirinya melekat jiwa seni yang tinggi, dan dia kuliah
di sebuah Universitas di Malang, mengambil jurusan Seni Tari. Melihat dari
tindakan-tindakan yang dilakukan Ratri, menunjukkan bentuk apresiasi wanita
yang selalu tegar menjalani hidup. Sebagai seorang wanita berbudaya Jawa, Ratri
tidak ingin dipandang sebagi wanita yang menempati kedudukan inferior atau
lebih rendah daripada laki-laki. Ratri ingin menunjukkan bahwa seorang wanita
juga dapat melakukan sesuatu hal agar dapat dipandang sejajar dengan kaum laki-
laki. Meskipun tradisi menghendaki Ratri sebagai wanita harus berperan sebagai
orang yang bertanggung jawab mengurus keperluan rumah tangga, dan tidak
layak mencari nafkah seperti para lelaki, tetapi dia berusaha merubah pandangan
seperti itu dari masyarakat.
Rasa cinta Ratri dengan dunia tari dan kepiawaiannya dalam menari
merupakan dorongan kuat yang membuat Ratri tidak mau lepas dari dunia tari.
Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Ratri mekir, engkuk ndang mek pas pacaran thok ngejarana aku umeg nduk
donyane kesenian, engkuk nik wis dadi bojone pas gak oleh, lak ya yok apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
aku? Wong seni iku jiwaku, katene diowahi yok apa meneh? Kathik aku wis
kadhung kuliah ndhuk jurusan seni tari ngene he? (hal: 3)
Terjemahan:
Ratri berpikir, nanti kalau hanya sewaktu pacaran saja memperbolehkan aku
berada di dunia kesenian, nanti kalau sudah menjadi istrinya pasti tidak boleh,
nanti bagaimana aku ini? Padahal kesenian itu adalah jiwaku, kalau diubah
seperti apa nantinya? Dan aku sudah terlanjur kuliah di jurusan seni tari begini
lagi?
Dari kutipan di atas menunjukkan betapa kokohnya pendirian Ratri di
dalam menjalani hari-harinya sebagai seniman. Dia ingin menunjukkan bahwa
wanita tidak hanya sebagai makhluk yang lemah. Dia tidak ingin hidupnya kelak
hanya bergantung kepada penghasilan suami saja. Ratri adalah wanita yang tidak
suka dengan rumah tangga yang konservatif, yaitu suami adalah pencari nafkah
tunggal. Sebagai orang yang memiliki dan menguasai uang, suamilah yang
memegang kekuasaan, dan hidup seorang istri menjadi tergantung kepada
suaminya. Ratri adalah gadis yang cantik dan lincah. Pacarnya adalah putra dari
pemilik Universitas tempat dia kuliah dan sudah bekerja sebagai tentara.
Ratri merupakan gadis yang sangat rajin, dan menjadi teladan bagi teman-
temannya. Banyak yang suka dengan kepribadian Ratri yang seperti itu. Separti
tampak dalam kutipan berikut:
Diomeli koyok ngono Ratri sakjane ya gak keduga tapi diempet ae sikepe.
Dianget-angetna engseme, eling-eling wong tuwane wis setuju kabeh. ”Ya
gak ngono se, rek. La yo apa wong arane aku iki aktivitas kampus, duwe
peran dhuk senat mahasiswa, ya gak oleh methel, kudu isok nyontoni kancaku
nek mahasiswa iku kudu siap pakek, selalu tampil di dhepan, gak mlempem!
mumpung jik enom kok, la nek wis jompo ya kudu leren, Rek....” (hal: 4)
Terjemahan:
Dimarahi seperti itu sebenarnya tidak pernah terpikirkan oleh Ratri tetapi
ditahan saja sikapnya. Dimanis-maniskan senyumnya, mengingat orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
tuanya sudah setuju semua. ”Ya tidak seperti itu sih, Rek. Saya itu kan aktivis
kampus, Punya peran didalam senat mahasiswa, ya tidak boleh malas, harus
dapat memberi contoh terhadap teman saya kalau mahasiswa itu harus siap
guna, selalu tampil di depan, tidak boleh mlempem! mumpung masih muda
kan, kecuali kalau sudah lanjut usia ya harus berhenti, Rek......”
Keberadaannya di kampus sudah memiliki peran yang penting, dan dia
merupakan gadis yang rajin dan selalu menjadi terdepan dalam prestasi, diantara
teman-teman kampusnya. Ratri ingin mengembangkan dirinya menjadi orang
yang mandiri, secara jasmani maupun intelaktual. Usaha yang dilakukan Ratri ini
akan mengangkat kedudukan dan harkatnya sebagai wanita menjadi setingkat
dengan laki-laki, baik di lingkungan keluarga maupun dalam masyarakat.
Tokoh Ratri juga digambarkan oleh pengarang sebagai perempuan yang
lemah lembut dan pandai menjaga diri, seta mau berusaha keras untuk meraih
masadepan yang dia harapkan. Pengarang juga melukiskan tokoh Ratri sebagai
pribadi yang haus akan pendidikan atau pengetahuan, yang rajin berkarya diluar
lingkungan rumah. Terutama untuk menambah penghaislan keluarga dan untuk
membiayai kuliahnya. Dia ingin dipandang sebagai sosok yang memiliki jati diri
sendiri tanpa dikaitkan dengan kedudukan lelaki. Seperti tampak dalam kutipan
berikut:
”Aku gelem nyindhen iku mergane aku isok, Gus, aku kepengin kabeh ngerti
nek aku iki generasi mudha sing piawai, serba bisa, siap tempur, masiya tah
duduk tentara. La sing paling penting aku iku generasi mudha sing bangga
nang budhaya teka tanah klairanku dhewe. Nik aku isin, Gus, Isok nyanyi
lagu barat kok nembang Jawa gak isok, ngerep isok Jula-Juli gak ngerti?!”
(hal: 5)
Terjemahan:
”Saya mau nyindhen itu karena saya bisa, Gus, saya ingin semua tahu kalau
saya ini generasi muda yang piawai, serba bisa, siap tempur, meskipun bukan
tentara. Dan yang paling penting saya itu generasi muda yang bangga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
terhadap budaya dari tanah air kelahiran. Kalau saya malu, Gus, dapat
menyanyikan lagu barat tetapi nembang Jawa tidak bisa, ngerep saja bisa Jula-
Juli tidak tahu?!”
Jika kita perhatikan pendirian dan ucapan Ratri, kita akan tahu apa yang
dipikirkan dan yang ingin dilakukannya. Dari perkataannya dapat memberi
keterangan yang jelas bahwa dia adalah seorang wanita yang supel, ulet, rajin dan
pantang menyerah. Hal-hal yang selalu dilakukan Ratri merupakan wujud
tindakan yang merupakan tujuan hidup yang selalu diperjuangkan gerakan
feminisme. Kaum feminisme berusaha untuk menggali, mengkaji, dan menilai
bahwa usaha wanita pantas mendapat penghargaan sebagai kaum yang sejajar
dengan kaum laki-laki.
Ratri memiliki watak yang sangat keras dan mudah tersinggung. Akan
tetapi dia adalah sosok yang tegar dan penuh percaya diri. Meskipun begitu dia
tidak melepaskan kodratnya sebagai seorang wanita yaitu dengan tetap
membutuhkan perhatian dari kekasihnya. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
“Koen lak ya molih, se? Mosok gak ndelok aku nari?” Ratri nyobak ngalem
mergane angger dhekne pentas nari sing teka ndelok mesthi pepine Bagus
thok. Lawong ya pimpinan kampus, ya mesthi ae diundang nek dhosene duwe
gawe. Mangkane Ratri ya sungkan methuki, wong lamaran ae dorung kok.
Liya nen ambek bagus, sowan wong loro sakwise nari, gak papa. (hal: 9)
Terjemahan:
”Dirimu pulang juga kan? Masa tidak menyaksikan saya menari?” Ratri
mencoba mengajak karena setiap dia pentas nari yang datang menyaksikan
pasti papinya Bagus saja. Karena dia adalah pimpinan kampus, ya pasti
diundang kalau dosennya punya hajat. Makanya Ratri tidak enak
menemuinya, karena dia belum dilamar. Beda kalau bersama Bagus, menemui
berdua setelah menari tidak apa-apa.
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Ratri adalah juga merupakan
wanita biasa, naluri kewanitaannya masih berfungsi layaknya wanita lain yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
ingin merasakan kebahagiaan di hati yang ditunjukkan oleh kekasihnya. Karena
perhatian dari seorang kekasih merupakan salah satu pendukung sebuah
hubungan dapat terus terjaga. Di dalam diri Ratri memiliki jiwa sosial yang
tinggi. Dia adalah orang yang perduli dengan orang lain. Seperti tampak dalam
kutipan berikut:
Pas bagus mbayari tukone nang bakule, Ratri duwe karep nggawakna apa tah
apa gawe sing kate didhayohi. ”Arek-arek gak digawakna sate kerang, tah,
Gus?” olehe takon Ratri koyok ngelingna nek rencanane dolin iku pancen
kate andhok terus nang omahe mbakyune Bagus sing omahe nduk etan kantor
koramil Bunduran. (hal: 10)
Terjemahan:
Pada saat Bagus membayar jajanan kepada penjual, Ratri memiliki keinginan
membawakan apa saja kepada teman yang akan didatangi. ”Anak-anak tidak
dibawakan sate kerang ya, Gus?” ketika bertanya Ratri seakan mengingatkan
kalau rencana bermainnya itu memang agak jauh kemudian kerumah
kakaknya Bagus yang rumahnya sebelah timur kantor koramil Bunduran.
Di dalam pikiran Ratri ada usaha membuat orang lain menjadi ikut senang
seiring kesenangan yang dia rasakan, seperti yang ditunjukkan dalam kutipan di
atas, yaitu dia ingin membawakan sesuatu ketika akan datang berkunjung ke
tempat orang lain. Jiwa Ratri yang seperti itu menunjukkan sebuah tindakan yang
patut kita contoh. Meskipun dia seorang wanita tetapi dia memiliki jiwa sosial
yang tinggi, hal ini menunjukkan bahwa wanita juga memiliki pola pikir yang
tidak kalah dengan laki-laki. Semua hal yang dilakukan Ratri tidak lepas dari latar
belakang lingkungannya sejak dari kecil yang memang selalu ditanamkan oleh
orang tuanya untuk menjadi orang yang memiliki sikap sosial yang tinggi
terhadap orang lain. Dan di dalam hidup orang harus dapat mandiri tanpa
membedakan jenis kelamin. Di masa muda adalah masa yang paling rawan
terhadap perkembangan jiwa seseorang. Apalagi bagi seorang gadis, sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
rentan. Terutama perubahan keadaan sosial disekitar sangat mudah untuk
mengusik kestabilan jiwa seseorang. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Arek omur sak Ratri iku pancen panas-panase aten. Emosine gampang
morub. Pas Ratri mungkug kudu mutah merga stress mekir yok apa mbesuke
nik dadi mbek Bagus wong budayane gak dicocogi Ratri, dadakna Makdhek
takon karo guyon, ”Hayo Rat, diapain kamu sama Bagus, kok udah hoek-
hoek?” mulakna Ratri gak nyauri tapi langsung mlayu mlebu kamar mandhi,
tapi tambah nemen olehe mungkug-mungkug merga nang jedhing kono onok
sandhangan njerone wong wedok pating slengkrah kotor, kathik andhuk-
andhuk apik tapi apek ting crentel nduk njero kabeh. (hal: 12)
Terjemahan:
Orang seumuran Ratri itu memang mudah marah. Emosinya mudah terbakar.
Pada saat Ratri mau muntah karena stres memikirkan tentang bagaimana
nantinya kalau jadi istrinya Bagus yang budayanya tidak sesuai dengan Ratri,
apalagi Makdhek bertanya asal saja, ”Hayo Rat, diapakan saja kamu oleh
Bagus, kok sudah muntah-muntah?” makanya Ratri tidak berbicara apa-apa
tetapi langsung lari masuk kamar mandi, tetapi dia justru bertambah semakin
tidak tahan ingin muntah karena dikamar mandi ada pakaian dalam wanita
yang berserakan kotor semua, terlihat handuk bagus-bagus tetapi apek
tergantung di dalam kamar mandi.
Ratri yang terbiasa hidup bersih, meskipun dia adalah anak dari keluarga
sederhana, ketika datang kerumah saudara bagus dia merasa tidak kuat melihat
suasana rumah yang kumuh, sehingga membuatnya ingin muntah karena tidak
tahan dengan bau dan barang-barang yang berserakan di mana-mana. Ketika Ratri
merasa mual-mual justru tanggapan dari keluarga Bagus seakan memojokkan
Ratri bahwa sebagai seorang penari dia dipandang gadis murahan. Tanggapan
dari keluarga Bagus tersebut membuat Ratri semakin kesal dan emosinya
memuncak. Meskipun begitu dia berusaha tetap berusaha menjaga perasaan orang
lain dengan tidak marah ketika dikatakan sebagai gadis murahan. Ratri sendiri
merupakan gadis yang mudah bergaul. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Kanca-kancane ya seneng kabeh, gak onok sing gak krasan gombul Ratri.
(hal: 16)
Terjemahan:
Teman-temannya juga suka semua, tidak ada yang tidak betah bersama Ratri.
Di lingkungan kampus memang Ratri merupakan wanita yang pandai, dan
selalu berusaha sebaik mungkin dalam segala hal. terutama dalam hal tugas
kuliah. Di kelas dia adalah murid pandai, dia selalu menunjukkan kemampuan
terbaiknya dalam urusan pelajaran. Tindakan Ratri yang seperti itu jika dapat
dilakukan oleh semua wanita pasti akan dapat menghapus teori tentang gender.
Meskipun begitu bagaimanapun wanita memang harus tetap pada kodratnya
untuk tetap menjadi wanita seutuhnya.
Ratri merupakan sosok tokoh yang tegar, mandiri serta penuh rasa percaya
diri, tetapi dia tetap menjaga tradisi yang diwariskan oleh orang tuanya.
Kegigihan dan semangat seperti yang dimiliki Ratri adalah hal yang selalu
didukung oleh para feminis.
Pekerjaan Ratri sebagai penari memang tidak jarang menimbulkan
pandangan yang negatif dari masyarakat. Tetapi bagi orang-orang yang mau
berpikir lebih jauh maka akan dapat memahami peranan sebuah seni dan budaya
yang harus dijaga yang ada di dalam tarian. Bagi Ratri menari adalah sebuah
keinginan. Di dalam sebuah tarian pada dasarnya ada pesan-pesan yang ingin
disampaikan tetapi hanya disamarkan yang diwujudkan dalam gerakan-
gerakannya. Tetapi pada kenyataannya di dalam sebuah kelompok masyarakat
masih ada yang tidak dapat menerima hal tersebut. Seperti tampak dalam kutipan
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
”Ya apik ae se, tapine aku kok isin se nik calon mantuku dipangku-pangku
wong lanang liya!” mamine Bagus sing nyauri karo ganti ngomong nyengos
atine Ratri. (hal: 17)
Terjemahan:
”Ya bagus saja sih, tetapi saya sepertinya malu ya kalau calon mantu saya
dipangku lelaki lain!” maminya Bagus yang menjawab sambil bicara
menjengkelkan kepada Ratri.
Maminya Bagus memang orang Jawa yang sudah kehilangan tradisinya.
Dia adalah orang yang tidak suka dengan hal-hal yang menurut pandangannya
sudah ketinggalan jaman termasuk para penari atau pesindhen, dia anggap hal-hal
semacam itu kuno dan ketinggalan, karena tidak mau ikut berubah seiring
perkembangan jaman. Maminya Bagus adalah wanita Jawa yang selalu bercermin
dari tindakan yang dilakukan orang luar negeri. Meskipun Ratri dicemoohi
tentang pekerjaan yang dia jalani, tetapi dia tetap berusaha menahan rasa
emosinya karena dia sadar kalau orang yang sedang dia hadapi adalah ibunya
Bagus, kekasihnya. Tindakan Ratri adalah salah satu contoh usaha membebaskan
pandangan wanita dari peran domestisitas. Walaupun hanya ditunjukkan dengan
cara diam, karena jika dia melawan maka akan menimbulkan suatu keributan.
Karena dengan Ratri diam saja tidak akan merendahkan derajat kaum perempuan.
Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Akhire temenan, Ratri sida numpak montore Sunartiko, longguh ijen ndhuk
mburi. Montore sedhan abang mereke BMW, ambune wangi jeruk,
ACne....mbok! Adheme koyok ndhuk Puncak Jaya. Yaiku sing nggarahi Ratri
tambah masuk angin. Irunge langsung bindheng. Kudu nguyuh, kathik sing
disetel duduk langgam Jawa, tapine ”Slow Rock lagune Scorpion” sing
judule” Still Loving You”. Ratri dadi rodok minder tapine gengsine diatasi
dhewe, ”durung karuan mami luwih dhukur derajatetimbang aku.” batine
Ratri rodok ekstrim tapi bener. (hal: 19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Terjemahan:
Akhirnya memang benar, Ratri jadi naik mobil Sunartiko, duduk sendiri
dibelakang. Mobilnya sedan merah merak BMW, baunya harum jeruk,
Acnya...mak! Dinginnya seperti sedang berada di Puncak Jaya. Ya itulah yang
membuat Ratri semakin masuk angin. Hidungnya langsung mampet. Harus
kencing, dan yang didengarkan bukan langgam Jawa, tetapi Slow Rock
lagunya Scorpion yang berjudul Still Loving You. Ratri menjadi minder tetapi
rasa malunya itu dapat diatasi sendiri, ”belum tentu mami lebih tinggi
derajatnya dibandingkan saya.” Batin Ratri agak ekstrim tetapi memang
benar.
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Ratri memang merasa tidak
cocok dengan keluarga Bagus. Meskipun derajatnya lebih rendah dari segi
ekonomi debandingkan dengan keluarga Bagus, dan meskipun dia merasa minder
ketika berada ditengah-tengah keluarga Bagus, Ratri tetap berusaha tegar dan
berusaha mengatasi perasaannya itu. Ketegaran Ratri dalam menghadapi segala
gonjingan dalam jiwanya menunjukkan betapa kuatnya Ratri mengendalikan
emosinya. Itulah yang membuat Ratri masih mampu mempertahankan
hubungannya dengan Bagus. Dan akhirnya Ratri dilamar Bagus. Seperti tampak
dalam kutipan berikut:
Kabeh wis dicepakna tharik-tharik ndhuk piring kertas gilap, ngombene ya
wis dicublesi sedhotan kabeh ambek paku, mergane tutupe kempyeng, nik gak
dibolongi nggae paku ya gak mangsa. Sing laden sik pernah dulur-dulur Ratri
dhewe, ya misanan ya mindhoan, ayu-ayu ya nggantheng-nggantheng. Arek
karang taruna ya tumplek bleg ndhuk omahe Ratri kabeh, melok tandang gae
kabeh, soale Ratri ndhuk kampung ya aktip ngurusi karang taruna. (hal: 24)
Terjemahan:
Semua sudah disiapkan semua di atas piring kertas berkilau, minumnya juga
sudah dilubangi memakai paku, karena tutupnya memakai bahan logam, kalau
tidak dilubangi memakai paku sedotan tidak bisa masuk ke dalam minuman.
Yang membantu saudara-saudaranya Ratri sendiri, ada dari saudara jauh dan
keponakan, cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Anak karang taruna semuanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
juga datang kerumah Ratri untuk membantu semuanya, karena Ratri di
kampung juga aktif dalam kepengurusan karang taruna.
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa semua pemuda ikut andil
membantu memperlancar jalannya prosesi pertunangan Ratri dengan bagus.
Orang di lingkungan pedesaan mudah diketahui jika seseorang mengadakan
hajatan atau keperluan lain dan banyak orang yang datang membantu itu berarti
orang tersebut di lingkungan memang baik karakternya. Dan keluarga Ratri
memang termasuk orang yang suka membantu sesama, maka pada saat dia ada
acara di rumah banyak anggota karang taruna yang ikut membantu. Ratri adalah
sosok orang yang baik di kampungnya, dan dia merupakan ketua karang taruna
yang selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Peranan Ratri dalam masyarakat
memang termasuk penting, Ratri sendiri ingin menunjukkan bahwa tidak hanya
lelaki yang harus selalu di depan. Seorang wanita jika memang berminat dan
dirasa mampu juga pantas menempati posisi layaknya laki-laki. Ratri adalah
orang yang selalu berpikir kedepan dan melakukan hal-hal yang besar layaknya
laki-laki.
Pada saat acara lamaran tersebut Ratri dipandang rendah oleh keluarga
Bagus. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Ratri rumangsa ajur atine merga rumangsa isin. Nyatane budaya keluwarga
Bagus wis blas ilang Jawane. Kabeh teka mggae klambi gaya Eropah. Sing
nom-nom pernah misah mindhoane Bagus ya padha pating cekikik ngenyek
krungu musik sing mapak tekane tamu iku. Wong-wong iku nganggep
pahargyan koyok ngono iku ndhesit, ketinggalan jaman. (hal: 26)
Terjemahan:
Ratri merasa hancur hatinya karena merasa malu. Ternyata budaya keluarga
Bagus sama sekali sudah hilang Jawanya. Semua datang memakai pakaian
gaya Eropa. Para pemuda saudara sepupu Bagus juga tertawa mengejek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
mendengar musik yang menyambut datangnya tamu tersebut. Orang-orang itu
menganggap acara seperti itu ndesa, ketinggalan jaman.
Keluarga Bagus merupakan kalangan keluarga kaya dan terpandang.
Mereka sudah mulai meninggalkan tradisi Jawa dan mengikuti gaya Eropa. ketika
tiba dirumah Ratri, para rombongan dari keluarga Bagus tidak ada yang memakai
pakaian tradisional. Bahkan ketika masuk ke rumah Ratri dan disambut dengan
aluman suara gamelan mereka justru menertawakannya. Ratri yang merupakan
tuan rumah merasa kecewa terhadap rombongan keluarga Bagus yang tidak dapat
menghargai tradisi budaya Jawa.
Ratri sendiri adalah orang yang ingin menjaga tradisi Jawa agar tidak
hilang karena adanya budaya luar negeri yang semakin banyak masuk. Sehingga
dia kuliah mengambil kejurusan seni tari. Dia ingin menunjukkan kepada dunia
bahwa orang Jawa memiliki tradisi sendiri yang pantas dibanggakan. Ratri tidak
suka melihat orang Jawa mampu menyanyikan lagu Rok atau Jazz tetapi tidak
mampu melantunkan tembang –tembang Jawa. Dalam keadaan sesulit apapun
Ratri mampu menguasai dirinya dengan baik.. Seperti tampak dalam kutipan
berikut:
Wong SMAne biyen ae tau digodho arek lanang papat diladeni mbek Ratri,
kalah kabeh kok. Sampek arek lanange njaluk sepura nang Ratri, soale arek
lanang sitok ditawan mbek Ratri, dicegurna got taek thok teka ndhokur buk.
Langsung sing telu wedi, kapok-kapok. Mangka Ratri iku ya gak lemu, ceking
koning tapi jejeg awake. Kathik ndhu kampuse dhekne onok mata kuliah
pilihan bela diri, gurune Kak Parso Adianto teka medura. Mulane ya paling
apik bijine wongket SMP Ratri wis melok Pencak Silat ndhuk kampunge, sing
mulangi arek kembar teka nggentheng kali. Bareng ndhuk SMAne, tambah
Ratri sing ngasisteni gurune teka Setia Hati wong telu gentenan tekane. (hal:
32)
Terjemahan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Pada waktu SMA dulu saja pernah digoda empat lelaki dilawan oleh Ratri,
kalah semua kok. Sampai para lelaki minta maaf kepada Ratri, karena salah
satu dari laki-laki itu ditawan oleh Ratri, dan dijatuhkan ke selokan yang
penuh kotoran dari atas. Kemudian yang tiga takut, dan kapok. Padahal Ratri
itu ya tidak gemuk, kurus kuning tetapi badannya tegar. Apalagi dikampus dia
ada mata kuliah pilihan bela diri, gurunya Kak Parso Adianto dari medura.
Makanya nilainya paling bagus karena sejak SMP Ratri sudah ikut Pencak
Silat di kampungnya, yang mengajar orang kembar dari sebrang sungai.
Setelah di SMA, Ratri yang mewakili gurunya dari Setia Hati tiga orang
saling bergantian datangnya. (hal: 32)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ratri bukan wanita lemah. dia aktif
dalam kegiatan bela diri, bahkan dia adalah asisten pencak silat, karena Ratri
merupakan murid berbakat dalam kegiatan itu. Ratri ingin menunjukkan kepada
semua orang bahwa wanita juga dapat melakukan apapun yang dilakukan para
laki-laki. Usahanya agar wanita mendapat pengakuan kesetaraan dengan laki-laki
memang cukup banyak. Dia tidak ingin melihat wanita selalu diperlakukan seperti
boneka oleh para laki-laki. Ratri selalu berusaha mencari kesempatan untuk terus
mengembangkan diri sebagai wanita yang kuat lahir dan batin.
Ratri tidak ingin dipandang sebelah mata oleh orang hanya karena terlahir
sebagai seorang wanita. Dia tidak mau main-main dengan kesucian dirinya. Dia
sesalu menjaga harga dirinya sebaik mungkin dari kemungkinan-kemungkinan
yang tidak diinginkan. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Jam sewelas bengi Bagus gak gelem metu teka kamare Ratri, nunggoni
tunangane iku karo klemahan ndhuk turone Ratri. Sing ditunggoni gak turu-
turu, tambah onok ae sing digarap, sing maca buku, sing nata isine meja
belajar, nata isine lemari, ngresiki rai. Sampek ahire bapake Ratri mbejegus
ndhuk ngarep lawang. (hal: 35-36)
Terjemahan:
Jam sebelas malam Bagus tidak mau keluar dari kamar Ratri, menunggu
tunangannya itu dengan tiduran di ranjang Ratri. Yang ditunggui tidak tidur-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
tidur, semakin ada aja yang dikerjakan, dengan membaca buku, menata isi
meja belajar, menata isi almari, membersihkan muka. Sampai akhirnya ayah
Ratri tiba-tiba di depan pintu.
Bagus yang sudah merasa melaksanakan tunangan dengan Ratri
bertandang ke rumah Ratri sampai larut malam. Dia selalu berusaha merayu Ratri
agar mau diajak berhubungan intim. Tetapi selalu ditolak Ratri, karena Ratri
memiliki komitmen yang selalu dipegang, yaitu sebelum sampai di ujung
pernikahan dia tidak mau melakukan hubungan yang tidak pantas. Tindakan yang
dilakukan Ratri seiring dengan gerakan para feminis yang menganjurkan kepada
perempuan untuk mengembangkan diri. Terutama di masa sebelum menikah,
merupakan masa yang paling produktif dalam melakukan berbagai aktivitas
karena belum banyak dibebani kewajiban yang menyangkut keperluan rumah
tangga yang memang identik dengan tanggung jawab penuh seorang wanita yang
sudah berumah tangga.
Dalam pandangan orang tua Bagus, Ratri dianggap seperti wanita
murahan yang mau diajak melakukan apa saja. Seperti tampak dalam kutipan
berikut:
Lagek enak-enak ngonceki pencit dadakna mamine Bagus mecungul nonton
Ratri terus cloluk karo mengkerik, ”Lo, mangkane kok ngebut ae kate kawin,
lawong wis nyidam! He, Gus, Ratri ngrujak pencit iki, lo. Mbok kapakna ae
arek iki , Gus?? Mangkane ditakoni gak ngaku, lah apa kesusu-susu pesen
undhangan kawin iku? Sakjane sing ngethek iku sapa, se? Koen, ya Rat?
He?” Mbuhiku guyon, mbuh embuh. Pokoke Bagus langsung mara nyekseni
Ratri sing atine gampang keslomot iku ngguwak lading mbek pencit sing
dicekel, langsung mlesat metu. Gak omong, gak nyauri, gak ceguk, gak
barang. (hal: 39)
Terjemahan:
Baru menikmati mengupas mangga muda kemudian maminya Bagus datang
melihat Ratri kemudian bilang dengan jijik, ”Lo, makanya kok ribut saja ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
menikah, lha sudah ngidam! He, Gus, Ratri membuat rujak mangga muda ini,
lo. Sudah kamu apakan saja anak ini, Gus?? Makanya ditanyai tidak mengaku,
kenapa buru-buru pesan undangan menikah itu? sebenarnya yang berharap itu
siapa sih? kamu ya Rat? He?” Entah itu hanya bercanda, entah tidak, pastinya
Bagus langsung datang menyaksikan Ratri yang hatinya mudah terbakar itu
membuang pisau dan mangga muda yang dipegang, langsung lari keluar, tidak
bicara, tidak menjawab, tidak pakai berpamitan.
Ratri yang merasa dipermalukan oleh orang tua Bagus menjadi semakin
emosi dan berpikir kalau hubungannya dengan Bagus tidak pantas untuk
dipertahankan. Jika dia terus berada dilingkungan keluarga yang semacam itu
pasti Ratri tidak akan tahan. Ratri yang membuat rujak dianggap sudah hamil dan
ingin makan makanan yang asam-asam. Keputusan Ratri untuk meninggalkan
Bagus semakin kuat. Dia merasa tidak sesuai hidup didalam keluarga dengan
kondisi dan pola pikir semacam itu. Tindakan yang dilakukan Ratri merupakan
bentuk keputusan yang tegas yang banyak didukung oleh kaum feminis yang
tidak mau wanita selalu dipandang rendah. Ratri menunjukkan bahwa wanita juga
dapat mengambil keputusan yang tegas dan tidak akan pernah menyesalinya.
Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Ratri gelem balik pamitan, tapi emosine tambah nemen, ”Mi, saya pulang
duli, Bagus mau tugas ke Banyuwangi. Sekarang saya mau membatalkan
undangan dulu, biar Mami tahu bahwa saya tidak berambisi jadi mantunya
Mami, kok.” Terus gak ngenteni saurane mamine Bagus, langsung mengkur
plas!! Tanpa wekas. (hal 40)
Terjemahan:
Ratri mau kembali berpamitan, tetapi emosinya bertambah besar, ”Mi, saya
mau membatalkan undangan dulu, agar Mami tahu bahwa saya tidak
berambisi menjadi menantunya Mami, kok.” Kemudian tidak menunggu
jawaban maminya Bagus, langsung kembali saja!! tanpa pesan.
Di dalam kondisi jiwa Ratri yang terguncang dia tetap berusaha
menunjukkan rasa hormatnya kepada orang yang lebih tua dengan tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
berperilaku sopan dan mau berpamitan kepada maminya Bagus, meskipun dia
sudah membuat Ratri merasa sangat jengkel. Ratri memutuskan untuk berpisah
dengan Bagus. Meskipun sudah terlanjur memesan undangan pernikahan, Ratri
tetap mau membatalkan hubungan itu. Ratri tidak mau dipandang sebagai wanita
yang hanya mengandalkan kecantikan untuk memperoleh laki-laki yang kaya
harta. Meski bagaimanapun Ratri mementingkan kehormatan dirinya. Seperti
tampak dalam kutipan berikut:
Ratri langsung nyaut tase maneh karo ngadeg terus karo mbongkuk
nyidhekna cangkeme nang kupinge bapake, ”Nek ngoten niku mboten
sepinten Pak. Sik isinan kula! Diremehna tiyang! Dupeh awak dhewe wong
gak duwe pangkat dhukur. Critane dawa, Pak pokoke intine mamine Bagus
niku wong Jawa ilang Jawane. Mboten seneng nik anake dipek wong Jawa
kados awake dhewe ngeten niki, dianggep tiyang kuna mawon, tiyang ndhesit
ketinggalan jaman, Kula mboten katene nerusaken orip kalih Bagus. Suwe-
suwe kula niki dikira ngiler barek kamulyane Bagus. Nik kula, sori mawon,
Pak! Masiya awake dhewe wong gak duwe montor muluk, tapi duwe
kehormatan.” (hal: 43)
Terjemahan:
Ratri langsung mengambil tasnya lagi sambil berdiri kemudian agak bungkuk
sedikit mendekatkan mulutnya ke telinga ayahnya, ”Kalau segitu tidak
seberapa Pak. Masih malu saya! Diremehkan Orang! Karena kita ini orang
tidak punya pangkat tinggi. Ceritanya panjang, Pak intinya maminya Bagus
itu orang Jawa yang hilang Jawanya. Tidak suka kalau anaknya diambil orang
Jawa seperti kita ini, dianggap orang kuno saja, orang desa ketinggalan jaman,
Saya tidak akan meneruskan hidup dengan Bagus. Lama-lama saya ini dikira
hanya menginginkan kekayaannya Bagus. Kalau saya, Maaf saja, Pak!
Meskipun kita ini orang tidak punya mobil mewah, tetapi punya kehormatan.
Ratri merasa berat untuk memutuskan hubungannya dengan Bagus, karena
sebenarnya Ratri sudah mencintainya, tetapi dia tetap berpegang kepada
pendiriannya yang tidak ingin dipandang sebagai wanita yang hanya mengincar
harta kekayaan. Meskipun tindakannya itu akan membuat Ratri dan keluarganya
malu, tetapi seandainya hubungan itu diteruskan maka akan membuat harga diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Ratri semakin diinjak-injak. Ratri tidak ingin selalu menjalani hidup dalam
keadaan yang semacam itu.
Ratri ingin menunjukkan bahwa dia akan berusaha menjadi wanita paling
terhormat dalam keluarganya dengan caranya sendiri. Dia ingin menjadi orang
yang hebat melebihi laki-laki. Dia tidak mau menjadi wanita hebat karena
menjadi istri orang yang hebat. Yang dia inginkan adalah menjadi orang yang
hebat karena usahanya sendiri. Karena hal semacan itu akan dipandang lebih
terhormat oleh masyarakat.
Ratri merupakan sosok wanita yang ingin memperoleh ilmu setinggi
mungkin agar hidupnya dapat menjadi lebih mandiri tanpa harus
menggantungkan hidupnya kepada orang lain, dan berusaha mencapai kedudukan
yang setingkat dengan kedudukan laki-laki dalam masyarakat. Seperti tampak
dalam kutipan berikut:
Ratri ngadeg nggejejer nata atine sing umeb. Mari ambegan digetna terus
ngomong notup rembug, ”Sing penting bapak mboten getun, mboten usah
isin, percados mawon teng kula, Pak. Kula mboten katene dados anak sing
ngisin-ngisini, tapi suwalike, Pak. Kula badhe sumpah ajeng dados tiyang
paling terhormat antarane sak keluwargane awak dhewe kabeh, Mboten rabi
mboten napa-napa, Pak! Wong jaman sakniki niku, wong wedok dados tiyang
hebat ngluwihi tiyang jaler, nggih sak thekruk, kok. Nik kula kok kepingin
dados bojone tiyang hebat, tapi pancen awak kula dhewe sing hebat. Niku lak
nggih tambah kehormatan sing asli, tah?” (hal: 44)
Terjemahan:
Ratri berdiri tegak menata hatinya yang sedang panas. Setelah menarik napas
dikagetkan kemudian menutup percakapan. ”Yang penting bapak tidak usah
menyesal, tidak usah malu, percaya saja sama saya, Pak. Saya tidak akan
menjadi anak yang membuat malu, tetapi sebaliknya, Pak. Saya akan
bersumpah akan menjadi orang yang paling terhormat diantara keluarga kita,
Tidak menikah tidak apa-apa, Pak! Orang di jaman sekarang itu, perempuan
menjadi orang hebat melebihi laki-laki, juga banyak, kok. Kalau saya ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
menjadi istrinya orang hebat, tetapi memang saya sendiri yang hebat. Itukan
semakin terhormat, kan?”
Banyak sekali hal yang dilakukan Ratri untuk menunjukkan
kemampuannya yang memang pantas untuk dicontoh. Seperti berbagai kegiatan
diikuti, dan berbagai macam perlombaan selalu dia menangkan. Itu semua
merupakan wujud usaha Ratri agar sebagai seorang wanita dia tidak kalah dengan
laki-laki. Bahkan tidak jarang Ratri melampaui batas-batas kemampuan laki-laki.
Ketangguhan dan keunggulannya itu merupakan nilai tambah yang dapat
mengubah pandangan kita terhadap wanita. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
”Ajeng ngeposna surat niki lo, melok lomba gambar teng yogja, lo, Buk?”
Ratri ales. Padahal kate nang dolure Bagus, sing omahe cidhek kantor pos
besar jalan Demak iku. Ibuke percaya ae, pancen gaene Ratri melok lomba
apa ae, sampek SMAne biyen ae oleh beasiswa merga mesthi menangan nang
lomba apa ae. (hal: 49)
Terjemahan:
Akan mengeposkan surat ini lho, ikut lomba gambar di jogja, lo. Buk?” Ratri
beralasan. Padahal akan ke rumah saudaranya Bagus, yang rumahnya dekat
kantor pos Jalan Raya Demak itu. Ibunya percaya saja, memang biasanya
Ratri ikut lomba apa saja, sampai SMAnya dulu saja mendapat beasiswa
karena pasti menang di lomba apa saja.
Berbagai usaha Ratri itu menunjukkan kedudukan wanita dalam
pandangan masyarakat memang harus mulai diubah. Ratri tidak suka dengan
kekuasaan mutlak didalam keluarga ada ditangan suami. Yang ingin dia
tunjukkan adalah pengakuan kesejajaran antara laki-laki dengan perempuan.
Ratri yang sering mendapat berbagai sindiran dan cemoohan dari
masyarakat ingin menunjukkan bahwa sebagai seorang perempuan yang memiliki
pemikiran luas. Karena Ratri sadar bahwa sebagai manusia dia memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan laki-laki untuk mengatur dan bertanggung jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
terhadap hidupnya, maka dari itu dia selalu berpikir luas dan terus menuntut ilmu
demi masa depannya.
Ratri adalah gadis yang mandiri, dia sanggup melakukan apapun dengan
usahanya sendiri, dia tidak terbiasa hidup bergantung pada orang lain. Seperti
tampak dalam kutipan berikut:
Bis Kalisari tlusur-tlusur mlebu penirate kampus. Ketoke sepi tapine tibake
bareng arek-arek kampus iku bayar padha anjlog teka bis, akeh lampu-
lampune sepedhah montor morub, suara urung-urung ya warane sepedhah
montor distarter. Iku mau tibakna para cacak, para bapak, para adhik utawa
para calon bojo sing mapagi tekane mahaisiswa teka pentas nang Trowulan
iku. Pancen biyasane nik molih bengi nemen arak-arek iku njaluk dipapag.
Seje ambek Ratri....... (hal: 62)
Terjemahan:
Bus Kalisari berjalan masuk gerbang kampus. Kelihatannya sepi tetapi setelah
anak-anak kampus itu turun dari bus, banyak lampu sepeda motor hidup,
suara knalpot sepeda motor di nyalakan. Itu tadi ternyata para saudara, para
bapak, para adhik atau para calon suami yang menjemput mahasiswa setelah
pentas dari Trowulan itu. Menang biasanya kalau pulang agak malam anak-
anak itu minta dijemput. Beda dengan Ratri........
Tidak seperti teman-teman lainnya yang meminta dijemput ketika ada
urusan yang harus selesai sampai larut malam, Ratri selalu pulang sendiri dan
dapat menikmati hidupnya. Sebagai wanita dia memiliki cita-cita yang ingin
diraih sehingga itu mendorong Ratri selalu kuat menjalani hari-harinya. Meskipun
banyak tugas yang selalu membebaninya, dia selalu terlihat santai dalam
menjalani hidupnya. Justru tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu
mendorong Ratri untuk menjadi wanita yang mandiri.
Ratri adalah gadis yang jujur dan bertanggung jawab terhadap segala hal
yang menjadi kewajibannya. Dia adalah gadis yang selalu tampil apa adanya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
sehingga dia banyak disukai sejumlah lelaki yang ada disekelilingnya. Perilaku
dan tindakan Ratri menunjukkan bahwa dia adalah gadis yang pandai bergaul
dengan siapapun. Ratri dalam menjalin hubungan dengan laki-laki sangat cerdas
dan mandiri. Dalam setiap mengambil keputusan dia sering implusif dan keras
kepala. Seperti ketika dia mengambil keputusan untuk membatalkan
pertunangannya dengan Bagus. Keputusannya susah untuk diubah, jika
hubungannya itu diteruskan pasti Ratri yang tidak akan tahan dengan situasi di
keluarga Bagus.
Dari uraian di atas dapat digambarkan tentang watak, perilaku, dan tujuan
hidup Ratri. Jika dihubungkan dengan perjuangan gerakan feminisme, tindakan
Ratri tersebut sejalan. Didalam gerakan feminisme menganjurkan kemandirian
berpikir, bahkan sikap keras kepala agar perempuan mampu menempati
kedudukan yang sama dengan kedudukan laki-laki, bukan untuk menarik
perhatian laki-laki kemudian melangsungkan pernikahan. Para feminisme
menganggap bahwa pernikahan atau domestisitas menghambat perkembangan
potensi perempuan. apalagi bagi Ratri yang masih berumur muda, dan masih
duduk di bangku kuliah, yang memiliki peluang untuk mengembangkan dirinya.
Terutama daya pikirnya supaya tidak terbatas pada urusan keluarga atau rumah
tangga saja.
Bagus yang sempat melamar Ratri merupakan suatu usaha untuk
mengurung Ratri ke lingkungan keluarga dan rumah tangga atau domestisitas,
yang berpeluang mematahkan kemampuan Ratri untuk mengembangkan dirinya.
Segala hal yang membuat Ratri drop mulai disingkirkan dari pikiran dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
kehidupannya. Dia selalu berusaha mengisi hari-harinya dengan berbagi hal yang
positif. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Ratri gak, jik pepek neng omahe dhewe, nang lemarine dhewe, nang kamare
dhewe sing biyen tau diambah wong langang sepisan ya Bagus iku. Tapine
wis dibusek kabeh mbek Ratri teka angen-angene. Lara getih senine sing aji
iku, dianggep asor kabeh wong seni iku, digebyah uyah regane awake
minangkan wong wedok. Enake?! Ojok dipadhakna, ya?! Batine Ratri eling
sing wis-uwis. (hal: 66)
Terjemahan:
Ratri tidak, masih tetap dirumahnya sendiri, di almarinya sendiri, di kamarnya
sendiri yang dulu pernah ditempati laki-laki sekali ya Bagus itu. Tetapi sudah
dihapus semua oleh Ratri dari angan-angannya. Luka jiwa seninya yang
berharga itu, dianggap rendah semua orang seni itu, disama ratakan harganya
dirinya karena seorang wanita, Enaknya?! Jangan disamakan, Ya?! Batinnya
Ratri ingat yang sudah-sudah.
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Ratri tidak ingin dipandang
dengan sebelah mata. Dia tidak suka dengan orang yang memandang bahwa
semua wanita itu rendah. Karena pekerjaan Ratri adalah sebagai penari dan
pekerjaan menari sering dianggap sebagai pekerjaan wanita rendahan. Ratri tidak
mau harga dirinya diinjak-injak. Meskipun dalam budaya Jawa sindhen itu identik
dengan asumsi yang rendah, tetapi Ratri ingin menunjukkan bahwa pemikiran
semacam itu tidak selamanya harus dianggap benar. Wanita juga memiliki potensi
yang besar yang pantas untuk ditunjukkan dan terus dikembangkan, maka Ratri
selalu berusaha menuntut ilmu setinggi mungkin.
Berbagai pekerjaan dijalani Ratri untuk menunjukkan bahwa wanita juga
memiliki semangat yang besar seperti layaknya laki-laki. Dia menunjukkan
kepada dunia bahwa wanita bukanlah orang yang rendah. Seperti tampak dalam
kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Saiki penggaweyane Ratri tambah. Nik isuk mulang nari nang sekolahan TK,
nyekel 6 sekolahan, sanggar loro. Sing sanggar rodok awan budhale. Nik
SDne jam nem isuk wis budhal. Sanggar sitoke sing klebu kegiatane kantor
pemerintah iku nggone nang lagir, sanggar duwekke pemerintah. Sing
mbayari duduk siswane tapi pemerintah . Mulane masiya adoh dilakoni ae,
sepedha montor diselang adhike sing jik kuliah, Ratri ya ngalahi numpak
bemo teka treteg bongkuk nang Jayabaya, terus oper len U jurusan Jagir-
Rungkut. (hal: 86)
Terjemahan:
Sekarang pekerjaan Ratri bertambah. Kalau pagi mengajar nari di sekolah TK,
memegang 6 sekolahan, sanggar dua. Yang sanggar agak siang berangkatnya.
Kalau SD jam enam pagi sudah berangkat. Sanggar satunya yang termasuk
kegiatan kantor pemerintah itu tempatnya di Lagir, sanggar milik pemerintah.
Yang membiayai bukan siswanya tetapi pemerintah. Makanya meskipun jauh
dijalani saja, sepeda motor dipinjam adiknya yang masih kuliah, Ratri
memilih mengalah naik bemo sampai jembatan bongkok di Joyoboyo,
kemudian oper len U jurusan Jagir-Rungkut.
Ratri selalu mengantisipasi rasa malu dan takut dalam dirinya. Kenyataan-
kenyataan hidup yang pahit dan harus dia jalani mendorong kepercayaan dirinya
semakin turun. Jika dia terus berada dalam keadaan dan sutuasi yang seperti itu
akan membuatnya terisolasi dari masyarakat. Ratri mulai berusaha membuka diri
dengan masyarakat dengan cara memanfaatkan bakatnya untuk menjadi guru tari.
Meskipun hari-harinya terasa sangat berat, dia tetap berusaha tegar. dengan
usahanya seperti itu menunjukkan bahwa dia ingin terus mengembangkan
kemampuan menarinya dan ingin memperluas pandangannya dengan dunia luar.
Ratri yang telah putus dengan Bagus akhirnya mulai berkenalan dengan
seorang pemuda yang bermana Wid. Mereka berkenalan ketika Ratri sedang
nyindhen di daerah Surabaya. Wid adalah pemuda yang pandai dan tampan, dia
juga menjabat sebagai Kepala Desa. Perhatian Wid yang sering ditunjukkan
kepada Ratri membuat gadis itu jatuh cinta kepadanya. Seiring perjalanan waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya mereka sepakat untuk berpacaran.
Hari-hari Ratri selalu dilalui dengan bahagia ketika menjalani hubungan dengan
Wid.
Perhatian Wid yang diberikan kepada Ratri tersebut tidak membuat gadis
itu menjadi lupa dengan cita-citanya. Sambil menjalani hubungan dengan Wid,
Ratri tetap menjalani hari-harinya dengan terus bekerja. Perhatian wid selalu
diungkapkan dengan rayuan-rayuan manis kepada Ratri, sehingga membuat Ratri
semakin jatuh cinta kepada Wid. Karena rasa cinta Ratri yang besar kepada Wid,
ketika dia memiliki waktu luang dia menyempatkan diri datang ke rumah Wid
untuk melepaskan kerinduan.
Wid adalah orang yang sibuk, oleh karena itu dia tidak memiliki banyak
waktu untuk datang ke rumah Ratri, hanya beberapa kali dalam sebulan saja Wid
dapat datang ke rumah Ratri. Sedangkan Ratri lebih sering datang ke rumah Wid.
Di antara mereka memang sudah merasa saling cocok dan saling mengerti atas
kesibukan masing-masing. Maka Ratri yang memiliki lebih banyak waktu luang
lebih sering datang ke rumah Wid. Bahkan ketika bersama, di antara mereka
hampir terjadi hal yang kurang pantas dilakukan. Seperti tampak dalam kutipan
berikut:
Wis gak kenek dicatur maneh, arane wong enom padha karepe, kekepan
padha mari aduse, ambune padha wangine, nang njero omah muk wong loro
thok gak onok wong liyane, katene lapo maneh? Meh ae Wid worung ngantor
merga awake krasan ongkep, kancinge klambi sing ndokur dhewe wis
dibukak. Tapine Ratri tanggap, langsung cepet-cepet notupna kancing iku
maneh. (hal: 92)
Terjemahan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Sudah tidak dapat diberitahu lagi, namanya anak muda sama keinginannya,
berpelukan sama-sama sudah mandi, baunya harum, di dalam rumah hanya
berdua saja tidak ada orang lain, mau ngapain lagi? Hampir saja Wid tidak
jadi berangkat ke kantor karena dia nyaman berpelukan, kancing bajunya
yang paling atas sudah dibuka. Tetapi Ratri langsung mengerti, langsung saja
menutup kembali kancing baju itu.
Dari kutipan di atas digambarkan bahwa Ratri lebih mampu menahan diri
untuk tidak melakukan hal yang tidak pantas diluar nikah. Ratri memiliki
kemampuan mengendalikan diri dengan baik. Meskipun di antara Wid dan Ratri
sudah saling mencintai tetapi Ratri masih dapat berpikir jernih di dalam situasi
yang tidak pernah dia bayangkan sekalipun. Ratri mampu membuktikan bahwa
wanita pantas dihargai.
Wanita seperti Ratri ini merupakan sosok yang banyak disukai
masyarakat, karena dia wanita yang cantik, baik, pandai dan juga rajin.
Kelincahan dan keindahan yang ada didalam dirinya di manfaatkan untuk
meningkatkan pandangan wanita di mata masyarakat. Daya dongkrak yang
dilakukan Ratri memang pantas untuk diacungi jempol, karena memang banyak
sekali tindakannya yang pantas diterapkan didalam masyarakat.
Ratri adalah gadis yang rajin dan supel maka dia sering mendapat tawaran
pekerjaan untuk menari dan nyindhen. Semakin lama Ratri semakin banyak
tawaran pekerjaan yang datang, dan dia semakin jarang memiliki waktu untuk
bertemu dengan Wid. Wid sendiri adalah seorang kepala desa, jadi dia jarang
memiliki waktu luang untuk menemui Ratri. Setiap hari minggu Wid memiliki
waktu libur, tetapi lain dengan Ratri, justru setiap ada hari minggu Ratri semakin
jarang memiliki waktu untuk libur dari pekerjaannya. Kebanyakan orang memang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
memilih hari minggu untuk mengadakan acara-acara hajatan. Karena intensitas
bertemu mereka semakin jarang maka hubungan mereka semakin renggang.
Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Suwe-suwe kumat judhese Ratri. Gak gelem maneh nang omahe Wid. Wid ya
mek ping telu nang omahe Ratri. Sakteruse mek hubungan liwat kabel terus.
Mesthi Ratri sik sing nelpun, mbuh nang omah, nang kantor, utawa nang
handphone. Apamaneh tanggapane Ratri tambah kelarisen dadi tambah akeh
kenalane, koyok asu ocul teka rantene. Ratri rumangsa bebas gak onok sing
nyandheti lakune.
Ratri lali onok sing luwih penting digatekna timbang mek popularitas thok.
Mesthine Ratri gak oleh lali karo masa dhepan, uripe mbesuk. Ratri wis lali
karo Waskito, dhosene sing gemati biyen, Ratri wis lali ambek weling-welinge
Wid prekara srawung karo wong akeh. Apa maneh Ratri iku wedok, cidhek
blahine, merga Ratri rumangsa wis ngerti wates-watese, weruh apa sing kudu
dilakoni gawe nylametna aji dhirine. Sampek teka titi wancine, Ratri
menhatna sesambungan karo Wid. (hal:95-96)
Terjemahan:
Lama-lama kambuh judesnya Ratri. Tidak mau kerumahnya Wid. Wid juga
hanya tiga kali kerumahnya Ratri. Selanjutnya hanya hubungan melalui kabel
terus. Pasti Ratri duluan yang menghubungi, entah ke rumah, ke kantor, atau
ke handphone. Apalagi tanggapannya Ratri tambah banyak jadi semakin
banyak kenalannya, seperti anjing lepas dari rantainya. Ratri merasa bebas
tidak ada yang melarang jalannya.
Ratri lupa bahwa ada yang lebih penting diperhatikan daripada hanya
popularitas saja. Seharusnya Ratri tidak boleh lupa dengan masa depan,
hidupnya kelak. Ratri sudah lupa dengan Waskito, dosen yang dahulu sangat
perhatian kepadanya, Ratri sudah lupa pesan-pesannya Wid tentang pergaulan
dengan orang banyak. Apalagi Ratri itu perempuan, dekat dengan bahaya,
karena Ratri merasa sudah tahu batas-batasnya, tahu apa yang harus dilakukan
untuk menjaga harga dirinya. Sampai tiba waktunya, Ratri memutuskan
hubungan dengan Wid.
Jam kerja Ratri semakin padat, oleh karena itu dia menjadi semakin
populer. Disaat Ratri menikmati masa kepopulerannya, dia menjadi lupa dengan
segala hal. Bahkan dia sampai lupa bahwa pada dasarnya wanita itu makhluk
yang sangat sensitif, dan sangat dekat dengan ancaman bahaya. Karena Ratri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
merasa sebagai orang yang berpendidikan tinggi maka dia merasa sudah tahu
batas-batas tindakannya. Popularitas memang sering membuat orang lupa diri, hal
itu tidak hanya akan menimpa seorang wanita seperti Ratri, bahkan setiap orang
kalau sedang berada di puncak kejayaan karirnya akan sering lupa diri. Hal itu
membuat Ratri menjadi kurang peduli dengan hal-hal yang penting, yang
seharusnya selalu dia ingat, seperti usaha mempertahankan hubungannya dengan
Wid. Bahkan popularitas membuat Ratri tidak mau berpikir panjang, dia
memutuskan hubungannya dengan Wid. Keputusan itu diambil hanya karena
Ratri dan Wid mulai kurang intensitas komunikasi dan masing-masing terlalu
disibukkan oleh pekerjaan.
Tindakan memutuskan hubungan dengan Wid mulai disesali oleh Ratri.
Setelah mereka benar-benar berpisah Ratri mulai teringat kepada Wid dan
semakin susah melupakann wajah Wid dari bayangannya. Memang di dalam
hidup, sewaktu kita memiliki sesuatu kita kurang tahu arti keberadaannya, dan
ketika kita sudah benar-benar kehilangan baru kita sadar begitu berartinya hal
yang hilang tersebut. Jika manusia kurang dapat menghargai tentang apa yang
dimiliki memang seringkali akan datang penyesalan ketika kita membutuhkannya
tetapi kita tidak dapat menemukannya kembali. Sebenarnya Ratri masih mencintai
Wid dan masih mengharap cinta Wid datang kembali, tetapi itu tidak mungkin
karena Ratri sudah terlanjur memutuskannya. Seperti tampak dalam kutipan
berikut:
Eh! Gendheng, bekne! Ratri nglabrak awake dhewe. Wong wis dibuwak kok
diarep-arep balike maneh, ya tangeh lamun, Rat! Gak! Ratri gak oleh ngarep-
arep sing enggak-enggak! Uwong iku sing digugu apane? Lak ya cangkeme,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
se? Mangkane tah, nik wis pedhot, ya pedhot, gak usah didondomi maneh.
Salahmu dhewe, gak usah digetuni maneh, Batine Ratri umeg. (hal: 98-99)
Terjemahan:
Eh! Gendheng, ternyata! Ratri marah kapada dirinya sendiri. Yang sudah
dibuang kok diharap-harap kembali lagi, ya tidak mungkin, Ratri! Tidak!
Ratri tidak boleh mengharap-harap yang tidak-tidak! Orang itu yang
dipercaya apanya? Mulutnya kan? Makanya, kalau sudah putus, ya putus,
tidak usah disambung lagi. Salah kamu sendiri, tidak usah disesali lagi,
Batinnya Ratri bicara.
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Ratri menyesal dengan keputusannya.
Dia hanya dapat berkhayal hal-hal baik selalu datang kepadanya. Sikap tegas
yang diambil Ratri tersebut ternyata membuatnya semakin depresi dan akhirnya
dia menjadi jatuh sakit. Ketika kondisi Ratri yang sedang sakit Wid datang dan
meminta Ratri menari diacaranya. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
”Aku pingin awakmu nari karonsih kanggo mantenanku. Dadi kades teladhan
diobrak-obrak wong ae dikongkon ndang rabi, he? Yawis tak lakoni ae,
momopung onok sing gelem, kathik kabeh wis disiyapna kana, here?” (hal:
100)
Terjemahan:
”Aku ingin kamu menari untuk pernikahanku. Jadi kades teladan disuruh-
suruh orang saja agar cepat menikah? Ya sudah saya jalani saja, mumpung
ada yang mau, dan semua sudah disiapkan semua?”
Kedatangan Wid tersebut membuat Ratri semakin depresi. Tetapi karena
dia diundang sendiri oleh Wid untuk menjadi penari di acara pernikahan Wid,
Ratri terpaksa menerimanya. Bagi Ratri itu adalah kabar buruk, karena
sebenarnya Ratri masih sangat mencintai Wid. Akan tetapi nasi sudah menjadi
bubur, tidak mungkin dapat diubah menjadi nasi lagi. Menyesal pun tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
gunanya. Akhirnya Ratri hanya dapat menikmati apa yang dia miliki saja
sekarang, dan tidak dapat berbuat apapun untuk mengubahnya.
Ketika Ratri datang ke acara pernikahan Wid dan menampilkan tarian, dia
tidak kuasa menahan sakit hatinya, melihat orang yang dia cintai menikah dengan
orang lain. Dan di dalam acara tersebut, ketika Ratri selesai menari dia jatuh
pingsan. Ratri merasa kehilangan hidupnya, tetapi di dalam dirinya masih
berkobar semangat yang tinggi untuk terus maju dan tetap berusaha bertahan
dengan apa pun yang dia miliki. Seperti tampak dalam kutipan berikut:
Sak marine Wid dadi manten, Ratri malih seneng ngebut nang dalan.
Ndilalah kok ya gak tau tubrukan. Angger lomba tari ya mesthi menang,
koyok-koyok atine kebrongot, nyawang sembarang kalir diematna temenan.
Nik wis ngono terus cangkeme umik-umik: ”Aku kudu isok! Apa ae sing tak
lakoni kudu onok asile, aku gak oleh gagal maneh. Gak!” (hal: 103)
Terjemahan:
Setelah Wid menikah, Ratri menjadi suka ngebut dijalan. Untungnya tidak
tabrakan. Kalau lomba tari ya pasti menang, seperti hatinya terbakar, melihat
apapun selalu dilihat dengan sungguh-sungguh. Kalau sudah begitu mulutnya
bicara terus: ”Saya harus bisa! Apa saja yang saya jalani harus ada hasilnya,
saya tidak boleh gagal lagi. Tidak.”
Ratri memulai lagi hidupnya dengan semangat yang tinggi, yaitu dengan
keyakinan dan bakat yang dia miliki, dia percaya suatu saat dia akan
mendapatkan pekerjaan yang layak dan seuai dengan kemampuannya. Ratri mulai
menentukan tujuan hidupnya dengan mencari pekerjaan. Dengan gelar sarjana
yang dia miliki dia ingin memanfaatkannya dan tidak mau kalah bersaing dengan
sarjana-sarjana lain. Dia tidak mau menyesal lagi diakhir keputusannya. Seperti
tampak dalam kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Angger nggarap lomba tari sing digagasi ”Aku kudu isok, wong ilmu ketok!
kenek digoleki, kenek disinaoni, angger dalane bener, tepak, kersaning Allah
aku isok oleh. Garapanku mesthi katut, kadhung orip aku kudu ngatog pisan,
cincang-cincing gak worung kebloh, aluwung dijeguri pisan niyat madhep
mantep.” Iku tekade Ratri. (hal 104)
Terjemahan:
Kalau saya ikut lomba tari yang diingat ”Saya harus bisa, itu ilmu yang nyata!
dapat dicari. dapat dipelajari, kalau jalannya benar, tepat, dengan kuasa Allah
saya pasti bisa. Pekerjaan saya pasti masuk, terlanjur hidup saya harus
memuas-muaskan sekalian, kalau mundur akan kalah, lebih baik dilakukan
dengan yakin.” Itu tekatnya Ratri.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Ratri mulai berusaha ikut ujian
Nasional untuk menjadi tenaga pendidik. Keyakinan kuat yang dimiliki Ratri
berasal dari watak Ratri yang sangat keras, jadi setiap kali dia memutuskan
sesuatu tidak ada orang yang berani dan mampu untuk merubahnya. Setiap
keputusan yang dia ambil memang susah dirubah karena setiap keputusan yang
dia buat selalu didasari dengan keyakinan dan alasan yang matang.
Dan kemudian Ratri diterima mengajar di sebuah sekolah. Di sekolah itu
dia bertemu dengan Waskito yang dahulu ketika Ratri kuliah dia merupakan
dosen mata kuliah menarinya, dan sekarang mereka bertemu di satu sekolahan.
Disana Waskito adalah guru seni musik dan Ratri menjadi guru menari. Karena
Waskito dan Ratri pernah mengalami latar belakang di kampus yang cukup akrab
dan sekarang mereka dipertemukan di satu sekolah yang sama sebagai pengajar,
maka mereka semakin akrab. Selain itu intensitas bertemu diantara mereka
semakin banyak. Itulah yang menyebabkan hubungan mereka semakin dekat.
Akhirnya Waskito langsung memutuskan melamar Ratri tanpa melalui proses
berpacaran. Ketika dilamar dia tidak begitu perduli dan memberikan keputusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
lamaran itu kepada orang tuanya. Tetapi orang tua Ratri tidak berani
memutuskan, karena yang akan menjalani rumah tangga adalah Ratri sendiri.
Orang tua Ratri hanya dapat memberi saran yang terbaik kepada anaknya, dan
tidak pernah mengatur atau memaksakan keinginan Ratri. Seperti tampak dalam
kutipan berikut:
”Ya ojok ngono. La nik tak tampa, ya koen kudu tanggung jawab dadi bojone
uwong. Tingkahmu sing kekanakan ya kudu mbok mareni! Wong omurmu wis
selawe, lo!” Bapake negesna. (hal: 113)
Terjemahan:
”Ya jangan begitu. Kalau kamu terima, kamu harus bertanggung jawab
menjadi istrinya orang. Tingkah kamu yang kekanak-kanakan ya harus kamu
hilangkan! karena usiamu juga sudah dua puluh lima, lo!” Bapaknya
menegaskan.
Ratri yang memang sudah tidak memikirkan tentang masa muda, akhirnya
memutuskan menerima lamaran Waskito, apalagi usia Ratri sudah mulai
menunjukkan masa senja untuk ukuran seorang gadis. Memang usia gadis seperti
Ratri jika tidak segera menikah memang akan banyak menimbulkan fitnah.
Sejak kecil Ratri dididik dan diarahkan untuk menjadi wanita yang
mandiri dan tidak pernah melarang melakukan apapun oleh orang tuanya. Orang
tua Ratri sudah sangat paham tentang tabiat dan sifat Ratri, bahkan jalan pikiran
Ratri selalu didukung, karena mereka percaya anaknya pasti hanya melakukan hal
yang terbaik untuk diri dan keluarganya. Kecuali kalau memang saatnya Ratri
meminta kepada pihak keluarga untuk mencarikan jalan terbaik yang harus Ratri
ambil, baru mereka mulai berbicara untuk memberi masukan dan arahan saja.
Sehingga Ratri dapat menjadi orang yang mandiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Tokoh Ratri diceritakan oleh pengarang sebagai gadis desa yang cantik,
lincah dan memiliki daya tarik yang kuat terhadap para lelaki, baik muda maupun
tua. Kecantikan parasnya membuat para lelaki terpesona. Di dalam novel ini Ratri
dikisahkan mengalami kisah cinta yang pahit. Hal tersebet memiliki sebuah nilai
filosofi bahwa seorang wanita belum tentu dapat ditaklukkan lawan jenis
meskipun dihadapkan dengan jaminan hidup yang enak jika berhadapan dengan
masalah cinta. Sering kali kita jumpai, cinta banyak membuat hidup manusia
menjadi rapuh. Ratri dikisahkan mengalami liku-liku cinta yang rumit. Meskipun
demikian Ratri merupakan seorang wanita yang tegar dalam menjalani hidup.
Ratri selalu berusaha agar wanita tidak dipandang lebih rendah dari laki-laki. Dia
adalah sosok yang memiliki semangat yang besar dalam meraih cita-citanya.
Selain itu Ratri juga digambarkan sebagai wanita yang memiliki kemampuan dan
hak yang sama dengan laki-laki. Dan jika mau berusaha lebih keras bahkan tidak
menutup kemungkinan wanita memiliki kemampuan di atas laki-laki. Meskipun
demikian Ratri tidak lepas dari kodratnya, yaitu tetap menjadi seorang gadis yang
lembut dan berhati baik.
D. Sikap Trinil S. Setyowati dalam Memandang
Kedudukan Wanita dalam Masyarakat
Dalam kedudukannya wanita sebagai subyek pembangunan, wanita sangat
berperan aktif. Dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati
digambarkan tokoh wanita yang sangat gigih dalam meraih dan memperjuangkan
masa depannya. Didalam novel tersebut tokoh digambarkan sebagai sosok yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
rajin dan tidak mau menjadi wanita yang lemah. Trinil S. Setyowati tidak suka
dengan sistem keluarga patrilinear, yang diungkapkan dengan cerita dalam
novelnya yang berjudul Sarunge Jagung yang menceritakan wanita yang ingin
dipandang sejajar dengan kaum laki-laki. Trinil S. Setyowati ingin menunjukkan
wanita harus mandiri dalam hidupnya. Wanita juga berhak untuk menuntut ilmu
setinggi-tingginya demi jaminan masa depan yang lebih baik.
Di kalangan masyarakat wanita sering dipandang sebagai orang yang
lemah, tetapi Trinil S. Setyowati berusaha mengubah pandangan tersebut.
Menurut dia wanita tidak kalah dengan kemampuan yang dimiliki laki-laki. Trinil
S. Setyowati juga telah menunjukkan kepada masyarakat bahwa wanita juga
mempunyai potensi yang besar yang perlu dikembangkan seperti dirinya dengan
menjadi pengarang wanita.
Trinil S. Setyowati berharap melalui novelnya antara pria dan wanita
tidak ada perbedaan dalam hal status sosial. Lebih baik secara bersama-sama
berusaha memajukan negara dengan memberi sumbangan yang positif untuk
negara sehingga dapat memajukan bangsa dari berbagai aspek. Dan diharapkan
nantinya dapat meningkatkan perekonomian negara. Meskipun dalam intensitas
yang kecil, wanita ikut berperan aktif dalam memajukan bangsa. Selain itu wanita
juga harus dapat menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Di dalam karyanya yang berjudul Sarunge Jagung Trinil S. Setyowati
menunjukkan peran wanita yang sangat aktif dalam proses pembangunan negara
yang selalu dewujudkan dengan terus menjaga kelestarian budaya Jawa tidak
hanya melalui dunia tari tetapi harus dilakukan dalam jenis seni dan budaya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
lain. Selain itu dalam novel Sarunge Jagung wanita digambarkan sebagai sosok
orang tegar yang mampu menghadapi hitam putihnya dunia dengan tegar. Dan
Trinil S. Setyowati sendiri telah menunjukkan peranannya dalam proses
pembangunan negara dengan menjadi pengarang aktif untuk menjaga dan
menyebarkan budaya dan tradisi Jawa. Dia terus menuangkan imajinasinya dalam
karya-karyanya. Trinil S. Setyowati menunjukkan pesan-pesan terselubung
melalui tulisannya, karena menjadi pengarang sudah menjadi hobbinya. Sebagai
seorang wanita dia menunjukkan bakatnya yang tidak kalah dengan laki-laki. Di
dalam karyanya yang berjudul Sarunge Jagung Trinil S. Setyowati menampilkan
sosok wanita yang berusaha mengangkat citra wanita di dalam masyarakat,
karena memang dia memandang wanita sekarang memiliki jarak status sosial
yang besar dengan laki-laki.
Antara laki-laki dan perempuan memiliki peranan yang sama dalam
menikmati hasil pembangunan. karena memang tidak hanya laki-laki yang ikut
andil didalam proses pembangunan. Munculnya tokoh Ratri menggambarkan
sebuah usaha wanita yang selalu mengutamakan pendidikan dan karir wanita di
dalam masyarakat. Itu merupakan gambaran bagi kita bahwa wanita memang
harus terus mencari ilmu setinggi langit untuk bekal didalam hidup. selain itu
wanita juga harus terus berkarya jangan sampai tertinggal dengan laki-laki.
Karena Trinil S. Setyowati memandang orang Jawa sekarang sudah banyak yang
melupakan tradisinya, maka melalui novel Sarunge Jagung Trinil S. Setyowati
mencoba untuk mengatakan dan mengkritik terhadap orang-orang yang mulai
melupakan kebudayaan dan tidak menghargai kebudayaan. Kebudayaan Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
merupakan jati diri dari masyarakat Jawa, tidaklah pantas suatu kebudayaan
dihina dan ditinggalkan. Kebudayaan termasuk warisan dari nenek moyang dan
menjadi sebuah jati diri suatu bangsa. Melalui karya novel Sarunge Jagung, Trinil
S. Setyowati ingin mengungkapkan bahwa kepeduliannya terhadap budaya Jawa,
dituangkan melalui karya-karyanya.
Didalam memandang perjodohan sebenarnya Trinil S. Setyowati
menggambarkan di dalam karyanya yang berjudul Sarunge Jagung bahwa kita
tidak usah ragu tentang apa yang sudah menjadi takdir Tuhan. Segala sesuatu
sudah diatur oleh Tuhan. Juga termasuk rejeki dan kejayaan seseorang. Yang
pasti sebagai manusia kita harus terus berusaha yang terbaik. Laki-laki dan wanita
diciptakan untuk saling melengkapi. Walaupun mengalami kejadian yang tidak
berkenan di hati mengenai problema dalam percintaan, hendaknya tidak putus asa
dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Berusaha bangkit dan tidak terpuruk
dalam kesedihan. Menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan, memperluas
pergaulan tetapi tetap berorientasi pada norma-norma yang ada.
Didalam mencari nafkah untuk keluarga Trinil S. Setyowati
menggambarkan bahwa sebaiknya wanita juga berperan aktif didalamnya. agar
wanita tidak terinjak-injak dan menjadi tergantung kepada laki-laki. Dengan
begitu, kedudukan wanita di dalam rumah tangga akan lebih terhormat. Wanita
seperti halnya laki-laki, wanita bisa dan mampu mengambil keputusan dan
menentukan tujuan hidupnya. Wanita juga tidak kalah dalam hal pendidikan dan
pekerjaan dengan laki-laki. Akan tetapi Trinil S. Setyowati juga memaparkan
dalam novel Sarunge Jagung bahwa wanita tidak boleh mengindahkan kodrat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga. Wanita membutuhkan pendamping
hidup. Walaupun wanita memiliki karir dan rumah tangga, wanita diharapkan bisa
mengatur antara kehidupan karir dan kehidupan berkeluarga agar bisa berjalan
dengan seimbang. Berkarir tidak mengorbankan keluarga,begitu pula sebaliknya.
Wanita hendaknya mengembangkan kemampuan dan keahliannya agar tidak
dipandang sebelah mata dan dipandang rendah. Wanita memiliki hak yang sama
dengan laki-laki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan tentang novel berbahasa Jawa Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati,
yaitu sebagai berikut:
1. Struktur yang terdapat dalam novel Sarunge Jagung menunjukan kesatuan yang utuh
dan hidup dengan adanya timbal balik dengan unsur-unsurnya, seperti tema, alur,
penokohan, latar dan amanat. Tema cerita menampilkan feminisme tentang
kehidupan seorang kaum wanita Jawa yang tidak kalah dalam hal pendidikan
dan pekerjaan dengan kaum lelaki walaupun dilanda permasalahan yang
cukup berat dalam mencari pasangan hidup. Alur ceritanya mengunakan alur
lurus tetapi didalamnya terlihat kilas balik. Pengarang secara detail melukiskan
perwatakan tokoh-tokohnya, sehingga tokoh yang ada terkesan hidup. Masing-
masing tokoh mampu menjiwai wataknya, hal ini turut membentuk isi cerita. Latar
yang digunakan meliputi latar tempat kota Surabaya dan sekitarnya. Latar waktu
yang digunakan secara abstrak tidak dijelaskan secara pasti, sedangkan latar sosial
mengambil kelas sosial menengah kebawah. Amanatnya adalah kerukunan; manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain maka harus saling
rukun dalam bermasyarakat, pengendalian diri; kita harus bisa mengendalikan diri
kita agar tidak menyesal dikemudian hari, berusaha dan berdoa dalam meraih cita-
cita serta janganlah melupakan kebudayaan, karena budaya merupakan cerminan jati
112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
diri suatu bangsa. Kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh kemudian tidak lupa
berdoa kepada Tuhan agar apa yang kita inginkan dapat tercapai. Secara keseluruhan
unsur-unsur yang membangun novel Sarunge Jagung saling terkait, sehingga
memiliki bobot nilai sastra yang tinggi.
2. Dalam kritik sastra feminis bermaksud untuk mengungkapkan tentang citra wanita
dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati. Citra wanita yang
ditunjukkan tentang sosok wanita cerdas, pandai bergaul, disiplin, pantang menyerah,
beriman dan mempunyai perilaku yang baik. Kaum perempuan itu harus mandiri,
bahwa dalam hal pendidikan, pekerjaan, asmara, dan kehidupan rumah tangga
sebenarnya kaum perempuan itu tidak kalah dengan kaum laki-laki. Dan citra
tokoh laki-laki dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati ini
adalah laki-laki sebagai makhluk yang superior dalam hubungan dengan tokoh
wanita. Seperti halnya sebagai pemimpin ruang domestik dan sebagai
penguasa ruang publik. Laki-laki sebagai makhluk superior pastilah
mempunyai sisi yang sama dengan perempuan yaitu citra laki-laki yang bersisi
buruk dan bersisi baik.
3. Sikap pengarang dalam memandang kedudukan wanita di masyarakat yaitu, pria
dan wanita mempunyai peranan yang sama dalam menikmati hasil
pembangunan. Hak yang sama di bidang pendidikan misalnya, anak pria dan
wanita mempunyai hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai
pada jenjang yang lebih tinggi. Selanjutnya, kewajiban yang sama untuk
mancari nafkah dengan suaminya dalam upaya memenuhi beragam kebutuhan
rumah tangga. Dan wanita juga mempunyai potensi yang besar yang perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
dikembangkan. Dengan begitu, kedudukan wanita dalam masyarakat tidak lagi
monoton, dan wanita di dalam rumah tangga akan lebih terhormat.
B. Saran-Saran
Bertolak dari kesimpulan di atas, maka selanjutnya disampaikan beberapa
saran mengenai novel berbahasa Jawa Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati
sebagai berikut:
1. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemajuan kepada
penikmat atau pembaca dalam menyikapi permasalahan yang ada dalam
kehidupan dan harus dipahami dengan lebih arif dan bijaksana untuk
kedepannya. Walaupun dalam kehidupan penuh dengan rintangan kita harus
terus bekerja keras dan mau berkorban untuk menemukan kebahagiaan.
2. Pendekatan yang dipakai dalam analisis terhadap novel Sarunge Jagung adalah
pendekatan kritik sastra feminis. Peneliti berharap agar nantinya ada penelitian
lain yang dapat terus dilakukan yang mampu meneliti novel Sarunge Jagung
dengan pendekatan yang berbeda dan sudut pandang yang lebih menarik
mengenai aspek-aspek penting lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1987. Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. semarang:
IKIP Semarang Press.
Andre Hardjana. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Atarsemi. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Bagaswara. 2009. Pepak Basa Jawa. Solo: CV Beringin
Burhan Nurgihantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Edi Subroto, D. (2007). Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.
Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS, dan UPT
Penerbitan dan Percetakan UNS.
Gorys Keraf. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
H.B. Sutopo. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Teori dan
terapannya dalam penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Henry Guntur Tarigan. 1992. Menulis. Bandung: Angkasa Raya.
Imam Sutardjo. 2006. Mutiara Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Senirupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Laelasari & Nurlailah, 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lexy. J. Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Maria. A. Sardjono 2005. Paham Jawa Menguak Falsafah Hidup Wanita Jawa
Lewat Karya Fiksi Mutakhir Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Melani Budianta, 2006. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera.
Panuti Sudjiman. 1984. Petunjuk Penelitian Karya Ilmiah. Jakarta: Kelompok AA
Pengajar Bahasa Indonesia.
Partini Sardjono Pradotokusuma. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Rene Wellek dan Austin Warren. 1993. Teori Kasusastraan (Terjemahan oleh
Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan
Kiat.Yogyakarta : Unit Penerbitan Asia Barat.
Soenardjati Djajanegara. 2000. Kritik Sastra Feminis; Sebuah Pengantar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suroso Ari Wibowo. 2005. Metode Belajar Efekttf Basa Jawa. Surakarta: Media
Karya Putra.
Sutopo. H.B. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Teori dan
terapannya dalam penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Suwardi Endraswara. 2008, Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
..................... 2008. Metodologi Penelitian Sastra: Epistimologi, Model, Teori,
dan Aplikasi.Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press.
Teeuw. A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra . Jakarta: Gramedia
Trinil S. Setyowati.2005. Sarunge Jagung. Sragen: Yayasan Sasmita Budaya.
Zainuddin Fananie. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.