33
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut the National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada 150,000 wanita, atau 3.7% dari kehamilan (Martin and colleagues,2002). Berg and colleagues (2003) melaporkan bahwa 16% dari 3201 kematian pada kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 1997 merupakan komplikasi dari hipertensi selama masa kehamilan. Peneliti juga menemukan bahwa wanita kulit hitam 3.1 kali berisiko meninggal karena preeklampsia dan eklampia dibanding dengan wanita kulit putih. Eklampsi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Eklampsi diklasifikasikan ke dalam penyakit hypertensi yang disebabkan karena kehamilan. Eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di samping ketiga tanda khas Pre-Eklampsi Berat/PEB (hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif). (1) Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacental . (1) Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk kearah eklampsia. Semua kasus eklampsia dan PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan 1

Eklampsi Erna

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Eklampsi Erna

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan

penyebab kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut the

National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada 150,000 wanita,

atau 3.7% dari kehamilan (Martin and colleagues,2002). Berg and colleagues (2003)

melaporkan bahwa 16% dari 3201 kematian pada kehamilan di Amerika Serikat dari tahun

1991 sampai 1997 merupakan komplikasi dari hipertensi selama masa kehamilan. Peneliti

juga menemukan bahwa wanita kulit hitam 3.1 kali berisiko meninggal karena preeklampsia

dan eklampia dibanding dengan wanita kulit putih.

Eklampsi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal

dan perinatal di Indonesia. Eklampsi diklasifikasikan ke dalam penyakit hypertensi yang

disebabkan karena kehamilan. Eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di

samping ketiga tanda khas Pre-Eklampsi Berat/PEB (hipertensi sedang-berat, edema, dan

proteinuria yang masif).(1)

Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis

yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacental.(1) Diagnosis dini dan penanganan

adekuat dapat mencegah perkembangan buruk kearah eklampsia. Semua kasus eklampsia dan

PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif

maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap

timbulnya komplikasi-komplikasi.

Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang disusul

dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf). PreEklampsi-Eklampsi

hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya

terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau

pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun.

Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah

terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklampsia.

Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang selama 30 detik, lalu

meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30 menit. Kewaspadaan

perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan bisa timbul komplikasi berat.

1

Page 2: Eklampsi Erna

Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya

metabolisme tubuh.

Kelainan pre-eklampsia dan eklampsia berbeda dengan kehamilan dengan hipertensi.

Bedanya, pada pre-eklampsia dan eklampsia tekanan darah yang tadinya normal tiba-tiba

naik ketika kehamilan masuk minggu ke-20. Sementara penderita hipertensi yang hamil,

tekanan darahnya tinggi sejak awal, bisa saja penderita hipertensi juga menderita pre-

eklampsia. Biasanya pada kehamilan minggu ke-20, tekanan darahnya sudah mencapai

160/100. Tidak menutup kemungkinan penderita tekanan darah rendah juga bisa terkena pre-

eklampsia.

Oleh karena itu, pada kehamilan pertama setiap ibu harus waspada karena rahim yang

untuk pertama kalinya menerima hasil pembuahan, seringkali menimbulkan serangkaian

reaksi dan perubahan yang kurang wajar. Kehamilan mesti dipersiapkan sebaik-baiknya

secara fisik dan mental. Suami juga perlu dilibatkan sehingga secara kejiwaan ibu dan bayi

merasa “aman”. Karena kematian pada ibu melahirkan sebagian besar disebabkan oleh

pendarahan atau eklampsia yang terlambat ditangani, maka pemeriksaan kehamilan secara

teratur mutlak dilakukan. Apalagi kehamilan dengan gangguan eklampsia tidak memandang

usia ataupun tingkat sosial ekonomi tertentu.

Klasifikasi menurut American Committee and Maternal Welfare:(1)

I. Hypertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan ialah

preeklampsia dan eklampsia. Diagnosa dibuat atas dasar hypertensi

dengan proteinuri atau oedem atau kedua-duanya pada wanita hamil setelah minggu

20

II. Hypertensi yang chronis (apapun sebabnya). Diagnosis dibuat atas adanya

hypertensi sebelum kehamilan atau penemuan hypertensi sebelum minggu ke 20

dari kehamilan dan hipertensi ini tetap setelah kehamilan berakhir.

III. Preeklampsia dan eklampsia yang terjadi atas dasar hypertensi yang chronis. Pasien

dengan hypertensi yang chronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan,

dengan gejala-gejala hypertensi naik, proteinuri, oedem, dan kelainan retina.

IV. Transient hypertension. Diagnosis dibuat jika timbul hypertensi dalam kehamilan

atau dalam 24 jam pertama dari nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan

yang hilang dalam 10 hari postpartum.

2

Page 3: Eklampsi Erna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa

nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya sudah menunjukan gejala-

gejala pre-eklampsia.

Eklampsia lebih sering terjadi pada: (1)

1) Kehamilan kembar

2) Hydramnion

3) Mola hydatidosa

Insiden

Insiden eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada

umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan

tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna. Di negara-

negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -0,7%, sedang di

negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.

Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklampsi-eklampsi. Vasokonstriksi

menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya

vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi

kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.

Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses

hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan

demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.(3)

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan

hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila

keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih domi-

nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.(3)

Pada preeklampsi-eklampsi serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta

menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal,

serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sufhidril yang berperan sebagai

antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan

3

Page 4: Eklampsi Erna

lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati

termasuk sel – sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel – sel endotel tersebut.

Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:(3)

- adesi dan agregasi trombosit,

- gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma

- terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya

trombosit

- produksi prostasiklin terhenti

- terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan

- terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

Gejala dan Tanda

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan

terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,

nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera

diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi

eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu:(2)

1. Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik.

Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula

tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2

2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung

kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya

kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam.

Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.2

3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi)

yang berlangsung antara 1–2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot

berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan

menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah

yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar.

Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari

tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara

mendengkur.2

4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama

secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka

4

Page 5: Eklampsi Erna

pasien tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa

menit sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul

serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.2

Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti (1) lidah tergigit;

perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta;dan (4) perdarahan

otak.2 Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan acidosis atau

pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan

faal ginjal.

Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga

kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit

akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2

minggu.

Diagnosa

  Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan

gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka

diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan

dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil

muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat anestesia; apabila obat

anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang;(3) koma karena sebab lain,

seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis,uremia, keracunan.2

Komplikasi

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan

bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut

di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia.2

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.2

2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan

23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan

kadar fibrinogen secara berkala.2

3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini

5

Page 6: Eklampsi Erna

merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal

hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan

ikterus tersebut.2

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

maternal penderita eklampsia.2

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini

merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.2

6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus

eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.2

7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia

merupakanakibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk

eklampsia, tetapiternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati

dapat diketahuidengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.2

8. Sindroma HELLP. Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low

platelet count.2

9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan

lainyang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.2

10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-

kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).2

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.2

Prognosis

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta

korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar

antara 9,8%-25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%.

Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan

anak di Negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan

antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan

yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis

dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan

waktu kejangan.2

6

Page 7: Eklampsi Erna

Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan

dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan hipertensi

menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami

eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tinggi

daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia.2

Prognosa kurang baik untuk Ibu dan anak. Prognosa bagi multipaara lebih buruk,

dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan

waktu masuk Rumah Sakit.

Jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa

agak baik. Oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.

Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden :

1) Coma yang lama

2) Nadi > 120 x/menit

3) Suhu > 39°C

4) TD > 200 mmHg

5) > 10 serangan

6) Proteinuri 10 gr sehari atau lebih

7) Tidak adanya oedem

Pencegahan

Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha-

usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :2

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua

wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;

2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segara

apabila ditemukan;

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila

setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.2

Penanggulangan

Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita

eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit

diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang; penderita

7

Page 8: Eklampsi Erna

dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita harus disertai seorang

tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila

terjadi serangan kejang.2

Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang, mengurangi

vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan

jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang

mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi endotrakeal),

menghindarkan tergigitnya lidah (tongue spatel dililit dengan kain, penyumbat mulut,

dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma (Kepala

pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi

tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang

lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat,

misalnya:2

1. Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila

diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.

Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan

yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis inisial

dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.2

2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan

neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini

menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan

menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan

40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4 g, dengan syarat bahwa

refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi

600 ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara

intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml

intravena secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1

g dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan

diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka

untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus harus

diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai antidotum

selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan ventilator.2

3. Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan prometazin

50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infuse intravena.

8

Page 9: Eklampsi Erna

Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan

nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah

stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.2

Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan pengawasan

yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan

penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi

keselamatan janin dalam kandungan.2

Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus

dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan,injeksi,

atau pemeriksaan dalam.2

Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernapasan

dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secararektal. Bila

penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat

permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan

pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalamletak Trendelenburg dan

selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan dekubitus. Alat

penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan, dan oksigen diberikan pada

sianosis. Dower catheter dipasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein

dalam air kencing secara kuantitatif. Balance cairan harus diperhatikan dengan cermat.

Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan

paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balance cairan dinilai dan

disesuaikan tiap 6 jam.2

Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan

asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infuse

dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti Aminofusin. Cairan yang terakhir

ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan.2

I. Perawatan aktif

Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL

dariIGD.

9

Page 10: Eklampsi Erna

2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.

3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

4) Antasida.

5) Anti kejang:

a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit).

Reflek  patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi

urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.

Cara Pemberian:

Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit,

intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus

kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada

LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose,

secara IM 4 gr/MgSO440%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.

Penghentian SM :

Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam

pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi. 

b) Diazepam

digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak

dipenuhi.

Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika

dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.

6) Diuretika Antepartum: manitol Postpartum: Spironolakton (non K release),

Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif,

Edema anasarka

7) Anti hipertensiIndikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.

Alternatif:

Antepartum

Adrenolitik sentral: - Dopamet 3X125-500 mg.

- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral

3X0,1 mg/hari.

Post partum

ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg

Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10mg.

10

Page 11: Eklampsi Erna

8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung

9) Lain-lain:

Antipiretika, jika suhu >38,5 °C

Antibiotika, jika ada indikasi

Analgetika, Anti Agregasi

Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm).

Pengbatan Obstetri

1) Belum inpartu

a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD),

Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal.

b) Sectio Caesaria,

Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.

2) Sudah inpartu

- Kala I

Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.

Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembukaan belum lengkap

lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).

- Kala II pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk

kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam

untuk maturasi paru janin.

II. Perawatan konservatif

Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda

impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari:

SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di

atas.Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia

ringan,selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Terapi lain sama seperti di atas.

Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.

Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.

Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita

menunjukkantanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

Tindakan Obstetri

Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka

direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan

11

Page 12: Eklampsi Erna

cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea

atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak

faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli

anestesia, tidak terdapat koagulopati dan sebagainya.2

Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan

cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi

dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang

selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih

lancip dan tertutup terutama pada primi gravida, kepala janin masih tinggi, atau

ada dugaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.2

Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk

mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi

cunam.2

Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari

keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan

tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat

dipakai bila sedasi sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi

yang berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan.2

Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan

terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat

menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan

seringan mungkin, dan selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh

diberikan pada perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi

jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.2

Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam

Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah

24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis

bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.2

Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau

kejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg,

pantauurin.2

Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam),

terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang.2

12

Page 13: Eklampsi Erna

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama Isteri : Ny. Sumaiseh

Suami : Tn. Mahfud

Umur Isteri : 18 th

13

Page 14: Eklampsi Erna

Suami : 19 th

Pekerjaan Isteri : Ibu rumah tangga

Suami : Petani

Alamat : Blega

No. RM : 02582

II. Anamnesa (tanggal 8 November 2012 )

1. Keluhan utama

Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien MRS dengan GI P00000 P/T/H dengan Eklampsia kiriman Puskesmas

Blega. Pasien kejang 1x rumah, langsung dibawa ke puskesmas,kejang 1x di

puskesmas, kemudian dirujuk ke Rumah Sakit. Pasien kejang 1x di perjalanan.

Kejang berlangsung selama kurang lebih 5 menit, kejang seluruh tubuh, setelah

kejang pasien tetap sadar. Pasien juga mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri

kabur. Pasien tidak merasa kenceng – kenceng.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit kejang sebelumnya disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit ginjal disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang dalam keluarga disangkal

5. Riwayat Sosial

Minum jamu dari bidan

6. Riwayat Menstruasi

Haid terakhir tanggal (lupa)

Perkiraan persalinan tanggal (-)

Menarche umur 15 tahun

Siklus teratur

Lama : Sedang

Dysmenorrhea : Ya

7. Riwayat Obstetrik

GI P00000

Nikah 1 kali

14

Page 15: Eklampsi Erna

Hamil pertama hamil ini

III. Status Presens (8-11-2012)

Keadaan umum : tampak lemah

Kesadaran : compos mentis

Tinggi badan & Berat Badan : 155 cm & 48 kg

Vital sign: Tensi : 140 / 80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,3˚ C

Kepala

Anemi : (-) Ikterus : (-)

Cyanosis : (-) Dypsneu : (-)

Leher

Trakea ditengah

Tidak ada benjolan abnormal

Tidak ada bendungan vena

Thorax

Simetris

Tidak ada benjolan, massa, luka bekas operasi, dan bentukan abnormal

lainnya.

Jantung

S1 S2 tunggal

Murmur (-) gallop (-)

Paru-paru

Suara napas vesikuler

Wheezing (-) ronki (-)

Payudara normal

Abdomen

Bising usus (+)

Hepar tidak teraba dan tidak nyeri tekan

Lien tidak teraba dan tidak nyeri tekan

Ginjal tidak teraba dan tidak nyeri tekan

Genitalia eksterna : oedem vulva (-)

Ekstremitas

15

Page 16: Eklampsi Erna

Akral hangat oedem

+ + - -

+ + + +

Reflex fisiologis (+)

Reflex patologis (-)

IV. Status Obsterikus

A. Pemeriksaan Luar

Leher

Tidak pembesaran KGB

Tidak ada bendungan vena

Thorax

Hiperpigmentasi pada papilla mamae dan aerola mamae papila ka/ki,

puting susu menonjol ka/ki

Abdomen

Inspeksi : Perut membesar kedepan, simetris

Palpasi :

Leopold I : Tinggi fundus uteri ½ pusat - processus xyphoideus

(26 cm)

Leopold II : teraba tahanan yang terbesar di kanan ibu, teraba

bagian-bagian kecil di sebelah kiri nya

Leopold III : bagian terendah janin, keras, bulat, dapat

digoyangkan

Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul

His (-)

Perkusi : tympani

meteorismus (-)

Auskultasi : Denyut jantung janin (+) (11-10-10)

B. Pemeriksaan dalam

Pembukaan : tidak ada pembukaan

V. Laboratorium

Hb : 9 g % (talquist)

Albumin Urine (++++)

16

Page 17: Eklampsi Erna

VI. Diagnosa

GI P00000 P/T/H inpartu + Eklampsia

VII. Terapi

Prinsip penatalaksanaan Eklampsia adalah terminasi

VIII. Perjalanan Penyakit

8 November 2012

Pk 22.30

Pasien wanita dengan GI P00000 P/T/H datang ke UGD kiriman puskesmas Blega dengan

kejang 3 x, setelah kejang pasien tetap sadar. Pasien mengeluh penglihatan kabur +/+

Tindakan di Puskesmas :

Infuse D5%

Pk. 09.00 SM 4 g (IV)

Pk. 09.30 SM 5 g boka, 5 gram boki

Pk. 15.30 SM 5 g boka

Tindakan di UGD:

Pasang O2

Infuse RD 5%

Drip SM 6 g

Pk. 23.40

Lapor dr. Muljadi, SpOG a/p siapkan sc besok pagi

9 November 2012

Pk. 05.00

Infus habis, ganti infus RD5% drip SM 6 g flash II

Pk. 05.30

DJJ (+) (10-10-10), O2 tetap

Pk. 06.00

Tensi 150/100 mmHg, nadi 86 x/mnt, suhu 36,7⁰ C, produksi urine 300 cc

Pk. 06.45

dr. muljadi,SpOG telepon siapkan sc jam 09.00

informed consent (+), skeren (+)

17

Page 18: Eklampsi Erna

Pk. 09.30

Pasien berangkat ke ok

Pk. 16.00

Tensi 140/90 mmHg, nadi 86 x/mnt, suhu 36,7⁰ C

Pk. 20.00

Tensi 140/90 mmHg, nadi 86 x/mnt, suhu 36,8⁰ C

10 november 2012

Pk 07.00

S : nyeri luka operasi, kentut (+), perut terasa mules, pusing (-), sesak (-)

O : VS : TD : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,8 0C

Thoraks : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-)

Abdomen : BU (+), nyeri tekan (+)

Ekstremitas : oedem - - AH + +

+ + + +

A : Post SC hari I

P : - rawat luka operasi

- minum sedikit-sedikit

- cefadroxil 3x1

- nifedipine 3x10mg

Pk 16.00

TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, suhu: 36,5oC

Pk 20.00

TD: 130/90 mmHg, Nadi: 84 x/menit, Suhu: 36,8oC

11 november 2012

Pk 07.00

S : nyeri luka operasi, pusing (-), sesak (-)

O : VS : TD : 130/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,5 0C

18

Page 19: Eklampsi Erna

Thoraks : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-)

Abdomen : BU (+), nyeri tekan (+)

Ekstremitas : oedem - - AH + +

- - + +

PU : 500cc

A : Post SC hari II

P : - rawat luka operasi

- pasien boleh makan dan minum

- terapi tetap

Pk 12.00

TD: 130/90 nmmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu: 37oC

Pk 16.00

TD: 120/80 mmHg, Nadi: 84x/menit, Suhu: 36,7oC

Pk 20.00

TD: 130/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu:36oC

12 november 2012

Pk 07.00

S : sudah tidak ada keluhan

O : VS : TD : 130/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Thoraks : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-)

Abdomen : BU (+), nyeri tekan (+)

Ekstremitas : oedem - - AH + +

- - + +

PU : 400cc

A : Post SC hari III

P : - rawat luka operasi

- pasien boleh makan dan minum

- terapi tetap

Pk 16.00

TD: 130/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu:36,5oC

Pk 20.00

TD: 120/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, Suhu:36,3oC

19

Page 20: Eklampsi Erna

13 november 2012

Pk 07.00

S : sudah tidak ada keluhan

O : VS : TD : 140/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Thoraks : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-)

Abdomen : BU (+), nyeri tekan (+)

Ekstremitas : oedem - - AH + +

- - + +

PU : 400cc

A : Post SC hari IV

P : rawat luka operasi

Terapi tetap

Pk 16.00

TD: 130/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, Suhu:36,5oC

Pk 20.00

TD: 120/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, Suhu:36,3oC

14 november 2012

S : sudah tidak ada keluhan

O : VS : TD : 130/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,5 0C

Thoraks : wheezing (-), rhonki (-), mur-mur (-)

Abdomen : BU (+), nyeri tekan (+)

Ekstremitas : oedem - - AH + +

- - + +

PU : 300cc

A : Post SC hari V

P : rawat luka operasi

Pk 08.00

Melakukan Perawatan luka op, luka bagus, ganti kasa, kompres bethadine

Pk 11.00

dr. Bambang, Sp.OG visite, pasien boleh pulang

20

Page 21: Eklampsi Erna

BAB IV

ANALISA KASUS

Telah dilaporkan suatu kasus wanita 18 tahun dengan usia kehamilan 32 minggu

dengan diagnosa GI P00000 P/T/H tidak inpartu. Selanjutnya akan dibahas :

1. Apakah diagnosa pasien sudah tepat?

Pasien ini didiagnosa GI P00000 P/T/H dengan Eklampsi. Tinggi fundus uterus 26 cm,

taksiran berat janin 2170 gram. Walaupun pasien lupa tanggal hari pertama haid

terakhir (HPHT), namun usia kehamilan pasien dapat diperkirakan dari tinggi fundus

uteri ½ pusat – procesus xiphoideus yang sesuai dengan usia kehamilan 32 minggu

(premature). Pasien masuk Rumah Sakit dengan tekanan darah 140/80 mmHg, nadi

21

Page 22: Eklampsi Erna

88 x/menit, albumin urine (++++), kejang dan gangguan penglihatan. Tanda-tanda

eklampsi ialah hipertensi, albumin urine (+++)/(++++), disertai kejang dan gangguan

fungsi organ, salah satunya mata. Maka diagnosa untuk pasien ini sudah tepat.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Prinsip dari eklampsia adalah mengatasi kejang, menurunkan tensi, mengatasi

komplikasi dan terminasi kehamilan segera. Pada kasus ini telah diberikan SM full

dose dan dilakukan terminasi secara SC karena pasien tidak inpartu dengan usia

kehamilan 32 minggu (premature). Kontraindikasi dari drip oksitosin adalah

kehamilan premature.

3. Analisa Penatalaksanaan:

Pemasangan infus ditujukan untuk memasukkan obat – obatan, dan resusitasi

cairan

Setuju pemberian MgSO4 bertujuan sebagai terapi antikonvulsan karena bersifat

sebagai inhibitor kompetitif terhadap ion Ca 2+ di neuromuscular junction

Dilakukannya terminasi kehamilan dengan Sectio sesarea, karena dari hasil

pemeriksaan dalam tidak ada pembukaan, , bagian terendah (kepala) masih tinggi,

dikarenakan harus dilakukan terminasi kehamilan < 12 jam, bahkan ada yang

mengatakan harus dilakukan persalinan < 6 jam setelah kejang terjadi.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Mose C, Johanes. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi,Ed. 2,

Gestosishal 68–81, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Padjajaran Bandung. Jakarta:EGC.

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

3. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_139_kebidanan_dan_penyakit_kandun gan.pdf  

22

Page 23: Eklampsi Erna

4. Sudhaberatha, Ketut. 2008. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia, UPF: Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandunga. Kalimantan.

http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-berat-dan- eklampsia/

#more-375.

5. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

Neonatal, Preeklmapsia Berat dan Eklampsia Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

23