Upload
dangnhan
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
EFEKTIVITAS PELATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL TERHADAP
PENYESUAIAN DIRI SOSIAL PADA ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL DI
PROGRAM AKSELERASI
Nur Hidayah Mira Aliza Rachmawati
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikan pelatihan ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program akselerasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan penyesuaian diri sosial antara sebelum dan sesudah pelatihan ketrampilan sosial. Semakin tinggi pengaruh pelatihan ketrampilan sosial maka semakin tinggi penyesuaian diri sosial dan sebaliknya semakin rendah pengaruh pelatihan ketrampilan sosial maka semakin rendah penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program akeselerasi. Subyek dalam penelitian ini adalah anak berbakat intelektual di program akselerasi kelas X, yang diambil dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 18 orang. Skala yang digunakan untuk mengukur penyesuaian diri sosial dimodifikasi dan diadaptasi dari alat ukur yang sudah ada yaitu skala yang sebagian aitem-aitemnya dibuat oleh Kusuma (2007) dengan mengacu pada aspek-aspek penyesuaian diri sosial yang dikemukakan Schneiders (1964). Modul pelatihan ketrampilan sosial mengacu pada ketrampilan sosial yang dikemukakan Caldarella & Merrell (Merrell & Gimpel, 1998). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPPS 15.0 for windows. Analisis data dalam penelitian ini dengan paired sample t-test yang menunjukkan t = -2,46 dengan p = 0,025 (p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara penyesuaian diri sosial sebelum dan setelah mengikuti pelatihan ketrampilan sosial, dengan demikian dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pelatihan ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program akselerasi dapat diterima. Kata kunci: Pelatihan Ketrampilan Sosial, Penyesuaian Diri Sosial, Anak Berbakat Intelektual, Program
Akselerasi
2
PENGANTAR
Manusia adalah makhluk sosial, saling bergantung dengan manusia lain.
Manusia melakukan interaksi dan menjalin hubungan dengan lingkungan sosial
untuk memenuhi kebutuhan, harapan, dan tuntutan di dalam dirinya, yang harus
disesuaikan dengan tuntutan lingkungan. Pemenuhan kebutuhan diri individu
terhadap tuntutan lingkungan sosial dapat dilakukan melalui penyesuaian.
Penyesuaian ialah mengakomodasikan diri terhadap lingkungan sekitar, yang
terdiri dari aspek fisik, psikologis, sosial dan moral (Kartono & Gulo, 2003). Salah
satunya penyesuaian diri sosial yang merupakan proses penyesuaian yang dilakukan
untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan di tempat
individu berada. Kehidupan yang terus berlanjut menuntut manusia untuk
melakukan penyesuaian. Demikian juga anak berbakat intelektual selayaknya
makhluk sosial, mereka juga membutuhkan lingkungan sosial untuk penyesuaian diri
dan menjalin hubungan dengan sesama.
Anak berbakat intelektual diidentifikasi sebagai individu yang memiliki
kemampuan menonjol untuk berkinerja tinggi. Kemampuan anak berbakat untuk
melakukan penyesuaian diri sosial menjadi semakin penting manakala mereka sudah
menginjak usia remaja. Hal ini berkaitan dengan tugas perkembangan masa remaja
yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Karena pada masa remaja, individu
sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas di mana pengaruh teman-teman dan
lingkungan sosial akan sangat menentukan.
3
Fenomena yang terjadi pemisahan anak berbakat intelektual ke dalam kelas
akselerasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan keberbakatan
mereka ternyata memiliki sisi negatif yaitu timbulnya berbagai masalah penyesuaian.
Hal tersebut terjadi di lingkungan sekolah maupun lingkungan di mana anak berbakat
intelektual berada. Penyesuaian diri yang dilakukan anak berbakat tidak hanya
lingkungan sosial saja, namun juga lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga.
Penelitian Wandansari (2004) menyatakan diantara 25 % dari 100 klien anak
berbakat usia 3 tahun sampai usia remaja yang ditangani, mengalami hambatan
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial merupakan masalah yang cukup
menonjol (25 kasus). Hambatan penyesuaian diri pada anak berbakat disebabkan
oleh kemampuan bakat mereka yang lebih menonjol dibanding anak normal pada
umumnya. Hal ini ditunjukkan anak dalam perilaku sulit bersosialisasi, tidak suka
bergaul, menyendiri, tidak berminat dengan teman sebaya.
Penelitian Kusuma (2007) menyatakan penyesuaian diri sosial dapat
mengurangi tekanan-tekanan yang terjadi dalam diri individu. Penyesuaian diri
sosial memiliki sumbangan efektif sebesar 39% terhadap stres pada siswa akselerasi.
Tingkat stres yang tinggi menjadi dampak rendahnya penyesuaian diri sosial anak
berbakat di program akselerasi. Hal ini menunjukkan penyesuaian diri sosial
memiliki peran untuk mengatasi masalah-masalah tuntutan sosial.
Hasil observasi pada tanggal 2 dan 5 Mei 2008 sikap siswa berbakat
intelektual program akselerasi di salah satu SMU swasta di Yogyakarta,
menunjukkan bahwa beberapa siswa akselerasi memiliki penyesuaian diri sosial yang
4
kurang baik; cenderung cuek, kesulitan bergaul dan kurangnya kemampuan dalam
menjalin hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, tidak suka bergaul bahkan
beberapa di antara mereka hanya bergaul dengan komunitas di program tersebut.
Guru BK di sekolah tersebut, mengatakan bahwa anak berbakat diprogram akselerasi
selalu diarahkan agar dapat bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dari kelas
reguler.
Hasil survei yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Juli 2008, menunjukkan
perilaku 6 subjek dari 15 subjek di program akselerasi diantaranya mudah panik,
kurang percaya diri dan susah untuk beradaptasi. Di sini hal yang tidak kalah
penting adalah kemampuan ketrampilan sosial dari masing-masing siswa akselerasi
dalam menjalin hubungan dengan teman sebayanya.
Penelitian ini menggunakan metode pelatihan dimaksudkan sebagai upaya
untuk melatihkan ketrampilan sosial pada anak berbakat intelektual dengan program
akselerasi. Variabel penyesuaian diri sosial sebagai variabel yang akan dipengaruhi
oleh adanya “pelatihan ketrampilan sosial.” Sebagai asumsi keterbatasan dalam
interaksi sosial yang merupakan pendahulu dari penyesuaian diri sosial seseorang akan
menjadi lebih baik setelah adanya pelatihan ketrampilan sosial. Melalui pelatihan
ketrampilan sosial ini, anak berbakat intelektual di program akselerasi akan dibekali
pengetahuan dan ketrampilan sosial selama 2 hari berturut-turut. Sebagai asumsi
ketrampilan sosial dapat mempermudah individu dalam melakukan penyesuaian diri di
lingkungan sosial, rumah, dan sekolah.
5
Berdasarkan ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan ketrampilan
sosial dapat diberikan sebagai upaya untuk mengurangi keterbatasan penyesuaian diri
sosial pada anak akselerasi. Adanya indikasi tidak dimilikinya ketrampilan sosial
yang baik sebagai salah satu faktor munculnya permasalahan penyesuaian diri sosial
pada anak berbakat intelektual dengan program akselerasi, dan adanya penurunan
ketrampilan sosial sebagai akibat dari interaksi sosial yang tidak terjalin dengan baik
pada anak berbakat intelektual dengan program akselerasi dengan penyesuaian diri
sosial. Hal ini menjadikan dasar bagi peneliti untuk menyusun pelatihan ketrampilan
sosial.
Penyesuaian Diri Sosial
1. Pengertian Penyesuaian Diri Sosial
Definisi penyesuaian diri menurut Schneiders (1964) merupakan suatu proses
yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu sebagai usaha dalam
menghadapi stres, frustrasi, dan konflik terhadap tuntutan di lingkungan di mana ia
berada. Penyesuaian diri merupakan proses yang melibatkan respon-respon mental
dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-
kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasi-frustrasi, dan konflik-konflik batin serta
menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan
kepadanya oleh dunia di mana ia hidup (Semiun, 2006). Tidak ada individu yang
dapat melakukan penyesuaian diri secara sempurna.
6
Definisi lain penyesuaian diri menurut Tyson (Semiun, 2006) adalah:
? Kemampuan dalam beradaptasi,
? Kemampuan berafeksi,
? Kehidupan yang seimbang,
? Kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman,
? Toleransi terhadap frustrasi,
? Humor,
? Sikap yang tidak ekstrem,
? Objektivitas, dan lain-lain.
2. Aspek – aspek Penyesuaian Diri Sosial
Adapun penyesuaian diri sosial menurut Schneiders (1964) terdiri dari aspek-aspek
yang meliputi:
1) Penyesuaian terhadap rumah dan keluarga
Penyesuaian terhadap rumah dan keluarga meliputi kebutuhan pokok antara lain:
memiliki kerjasama dan hubungan sehat diantara anggota keluarga, penerimaan diri
atas otoritas yang berkenaan dengan orangtua, kapasitas untuk mengasumsikan
tanggung jawab dan penerimaan terhadap aturan-aturan, tolong-menolong antar
anggota keluarga, keterbukaan antar anggota keluarga.
2) Penyesuaian terhadap sekolah
Rasa hormat dan penerimaan terhadap otoritas, minat dan keikutsertaan individu yang
berkaitan dengan aktivitas dan fungsi sekolah. Diantaranya yaitu menjalin hubungan
ramah dan sehat terhadap teman sekelas, guru dan konselor, patuh terhadap aturan-
7
aturan dan dan tanggung jawab, serta membantu sekolah untuk merealisir kebenaran
obyektif yang disebabkan oleh keadaan luar sehingga penyesuaian di sekolah dapat
lebih efektif untuk direalisir.
3) Penyesuaian terhadap masayarakat
Penyesuaian diri sosial menandakan kapasitas untuk beraksi secara efektif dan sehat
dalam menghadapi kenyataan dan situasi sosial, sehingga hubungan demikian dapat
memuaskan dan bisa diterima untuk kehidupan sosial.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Sosial
Proses penyesuaian diri sosial pada remaja diungkapkan oleh Allen dan Hauser
(Doyle dan Moretti, 2000) dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu keterlibatan orangtua,
kontrol perilaku yang dihubungkan dengan kompetensi sosial, sikap positif yang
berkaitan dengan sekolah dan pekerjaan, self esteem dan prestasi akademik.
Kompetensi sosial itu sendiri merupakan keahlian individu dalam bidang
sosial. Menurut Elksnin dan Elksnin (Adiyanti, 1999) ketrampilan sosial merupakan
bagian dari kompetensi sosial. Artinya untuk dapat dikatakan memiliki kompetensi
sosial, individu harus memiliki ketrampilan sosial.
Hurlock (1972) menyatakan bahwa penyesuaian diri yang baik dipengaruhi
oleh ketrampilan sosial seperti:
? Kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain,
? Kemampuan menjalin hubungan baik terhadap teman maupun orang yang
tidak dikenal,
8
? Kemampuan menjalin hubungan baik sehingga sikap orang lain terhadap
mereka menyenangkan.
Pelatihan Ketrampilan Sosial
1. Pengertian Pelatihan Ketrampilan Sosial
Kartono dan Gulo (2003) mengartikan pelatihan sebagai sejumlah instruksi;
perlakuan atau manipulasi yang harus dijalani oleh seekor binatang atau seorang
manusia agar dapat memahami atau sanggup melaksanakan tugas atau peranan
tertentu. Menurut Utami (2004) pelatihan adalah salah satu bentuk belajar yang
efektif dimana individu dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan
ketrampilan yang baik. Sementara itu, menurut Truelave (Utami, 2004) pelatihan
adalah salah satu usaha untuk mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu.
Ketrampilan sosial merupakan suatu perilaku yang mengarah atau
kemampuan sosial yang berdasarkan bagaimana implementasi seseorang dipandang
cukup dalam bidang sosial (Merrell & Gimpel, 1998). Suatu dimensi tingkah laku
menggolongkan tingkat ketrampilan sosial bagi anak-anak dan remaja dalam
metodologi yang telah digunakan Quay (Merrell & Gimpel, 1998) lima dimensi
ketrampilan sosial tersebut meliputi: peer relation, self management, academic,
compliance, dan assertion skill. Menurut Merrell & Gimpel (1998) dimensi inilah
yang menjadi implikasi penting bagi pengembangan ketrampilan sosial pada anak-
9
anak dan remaja. Dimensi ketrampilan sosial ini telah dikenal sejak 20 tahun yang
lalu oleh research, praktisi, dan peneliti untuk dipertimbangkan pada area assessment
dan intervensi. Dimensi ketrampilan sosial ini juga telah dilakukan analisa ulang
oleh Caldarella dan Merrell (1997) untuk mendapatkan hasil metodologi yang lebih
detail (dalam, Merrell & Gimpel, 1998).
2. Aspek-aspek Ketrampilan Sosial
Menurut Caldarella & Merrel (Merrel & Gimpel, 1998) ketrampilan sosial
yang telah dikembangkan untuk analisa dan ditinjau ulang diidentifikasi menjadi
lima dimensi utama untuk anak-anak dan remaja yang meliputi:
a) Peer relationship skills
Dimensi ini terdiri dari karakteristik dan ketrampilan soial seorang individu
untuk menjadikan orang lain sebagai panutan atau contoh model yang baik.
b) Self management skills
Self management merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan
kontrol diri atau perangainya untuk mengikuti aturan dan batasan tertentu,
kemampuan dalam berkompromi dengan orang lain, serta kemampuan dalam
menerima kritikan orang lain secara baik.
c) Academic skills
Dimensi ketrampilan akademis banyak dihubungkan dengan pergaulan di
lingkungan sosial, melalui kemampuan ini individu mencerminkan seorang
remaja yang lebih produktif dan mandiri dibidangnya.
10
d) Compliance skills
Dimensi ini meliputi ketrampilan dan karakteristik individu dalam menjalin
hubungan akrab dengan orang lain yang sewajarnya serta dapat mengikuti aturan
dan harapan, penggunaan bebas waktu (menejemen waktu) dan sharing akan
berbagai hal.
e) Assertion skills
Merupakan kemampuan individu dalam memberikan suatu pernyataan secara
extrovert (terbuka) dan ramah kepada orang lain sebagai sarana latih diri dan
begitu juga dengan pernyataan sosial sebagai pemenuhan kebutuhan diri..
3. Materi-materi Pelatihan Ketrampilan Sosial
Modul pelatihan ini disusun dan telah dimodifikasi peneliti berdasarkan pada
dimensi ketrampilan sosial yang dikemukakan oleh Caldarella & Merrel (Merrel &
Gimpel, 1998) yaitu peer relation, self management, academic, compliance, dan
assertion skill. Sedangkan materi-materi pelatihan yang akan diberikan meliputi:
a. Self awareness
Sesi pelatihan ini dirancang untuk membangun konsep perilaku yang
berhubungan dengan diri sendiri yaitu motivasi, pilihan, kepribadian dan
pengambilan keputusan dan interaksi dengan orang lain.
b. Time management
Sesi pelatihan ini dirancang untuk mengetahui kemampuan diri individu
dalam megelola waktu.
11
c. Stres management
Sesi pelatihan ini dirancang untuk mengetahui kemampuan diri dalam
mengatur respon terhadap situasi terjadi dalam kehidupan ini.
d. Interpersonal skill
Sesi pelatihan ini dirancang untuk pemahaman partisipan terhadap perilaku
dalam menjalin hubungan dengan orang lain, memahami dan berkomunikasi
dengan orang lain, ketrampilan dalam melihat perbedaan mood, temperamen
dan motivasi.
e. Ketrampilan berkomunikasi
Sesi pelatihan ini dirancang untuk mengarahkan partisipan pada ketrampilan
menjalin hubungan sosial yang baik. Partisipan dibekali dengan ketrampilan-
ketrampilan komunikasi verbal dan non verbal.
f. Assertion skill
Pada sesi pelatihan ini, partisipan diajak untuk berani dalam menyampaikan
sesuatu yang benar (speak up).
g. Living value
Pada sesi pelatihan ini, partisipan dibekali dengan pengetahuan dan
ketrampilan living value (pendidikan nilai) meliputi; kejujuran, tanggung
jawab, toleransi, kerja sama, dan kebahagiaan.
12
Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Sosial
pada Anak Berbakat Intelektual di Program Akselerasi
Pelatihan ketrampilan sosial dirancang untuk mengajarkan ketrampilan dasar
yang berguna untuk penyesuaian diri sosial bagi anak berbakat intelektual. Berkaitan
dengan penyesuaian diri sosial menurut Schneiders (1964) didefinisikan sebagai suatu
proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu sebagai usaha dalam
menghadapi stress, frustasi, dan konflik terhadap tuntutan di lingkungan dimana
individu berada. Selain itu, tujuan pelatihan ini adalah untuk membantu anak berbakat
intelektual di program akselerasi dalam mengatasi kesulitan-kesulitan penyesuaian diri
sosialnya, karena seharusnya antara anak berbakat intelektual di program akselerasi
dan lingkungannya memiliki hubungan sosial yang baik.
Program akselerasi menurut Southern & Jones (1991) dapat menimbulkan
berbagai dampak yang merugikan, diantaranya dibidang akademis, penyesuaian
emosional dan penyesuain sosial Assaat (Gunarsa, 2006). Tidak semua anak berbakat
intelektual di program akselerasi mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Begitu
juga dengan tingkat penyesuaian diri pada anak berbakat intelektual di program
akselerasi sangat bervariasi, salah satunya adalah penyesuaian diri sosial, dimana
individu mengalami kesulitan untuk penyesuaian diri disituasi sosial saja.
Pelatihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian
diri sosial bagi anak berbakat intelektual, sehingga kebahagiaan dan keberhasilan
dapat dicapai dalam kehidupannya. Seperti yang diungkapkan Schneiders (1964)
13
bahwasanya seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian yang baik
manakala mampu melakukan respon-respon yang matang efisien, memuaskan, dan
sehat.
Maka dari itu, untuk pencapaian penyesuaian diri sosial yang baik dibutuhkan
suatu ketrampilan sosial dimana ketrampilan tersebut dijabarkan oleh Caldarella &
Merrel (dalam Merrel & Gimpel, 1998) menjadi lima dimensi utama yang harus
dipelajari dan diketahui anak berbakat intelektual di program akselerasi.
Aspek yang pertama yaitu peer relationship skill merupakan ketrampilan
sosialisasi yang menjadi dasar dalam menjalin hubungan interpersonal dimana
seorang individu menjadikan orang sebagai model atau contoh yang baik. Perilaku
ini juga disebut dengan ketrampilan menjalin persahabatan. Maka, melalui
ketrampilan ini individu dapat menjalin interaksi dengan orang lain terlebih dahulu,
dapat menyampaikan tawaran bantuan ketika dibutuhkan, adanya rasa terima kasih,
dan pujian terhadap orang lain, sehingga dengan begitu individu akan memiliki
banyak teman.
Aspek yang kedua yaitu self management skill merupakan ketrampilan
individu dalam mengendalikan kontrol diri, kemampuan dalam berkompromi dengan
orang lain, serta kemampuan dalam menerima kritikan orang lain dengan baik.
Individu yang memiliki ketrampilan ini akan mampu menenangkan diri ketika
menghadapi masalah dan memiliki kontrol diri pada saat marah. Individu yang
menguasai ketrampilan ini biasanya memiliki kematangan dalam merespon dan
14
menghadapi frustrasi, stress, dan tuntutan sosial, sehingga individu akan memiliki
rasa tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya.
Aspek yang ketiga yaitu academic skill merupakan ketrampilan akademis
yang berhubungan dengan pergaulan di lingkungan sosial, melalui kemampuan ini
individu dapat lebih produktif dan mandiri dibidang akademisnya. Melalui aspek ini
juga individu memiliki tanggung jawab dan mampu melakukan pengembangan diri
untuk mencapai prestasi yang diharapkan. Individu yang menguasai ketrampilan ini
biasanya memiliki respon yang baik pada saat di sekolah melalui kemampuannya
untuk mendengar, bertanya, memperhatikan dan menyelesaikan tugas dari guru.
Aspek yang keempat yaitu compliance skill merupakan ketrampilan individu
dalam menjalin hubungan akrab dengan orang lain yang sewajarnya serta dpat
mengikuti aturan yang yang telah ada. Melalui aspek ini individu dapat menerima
kelebihan dan kekurangan diri sendiri maupun orang lain, sehingga bila individu
mampu memahami dan mempraktekkan kemampuan ini maka akan membantu
individu dalam melakukan penyesuaian diri sosial. Hal ini dapat menjadikan
individu merasa menerima dan diterima oleh lingkungannya.
Aspek kelima yaitu assertion skill merupakan ketrampilan individu dalam
memberikan suatu pernyataan secara extrovert (terbuka) dan ramah terhadap orang
lain. Melalui aspek ini individu memiliki insiatif untuk melakukan percakapan
dengan orang lain dan memiliki rasa percaya diri yang baik, sehingga membantu
individu untuk melakukan penyesuaian diri sosial.
Ketrampilan Sosial Penyesuaian Diri Sosial
Peer relationship skills
- Individu mampu beradaptasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain
- Adanya rasa terima kasih - Empati - Suka memberi pujian terhadap
orang lain
15
Gambar 1: Dinamika Psikologis Ketrampilan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Sosial
METODE PENELITIAN
16
Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian eksperimen ini adalah siswa SMU
berbakat intelektual dengan karakteristik sebagai berikut: berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan kelas X di program akselerasi.
Metode Pengumpulan Data
Skala penyesuaian diri sosial dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan
penyesuaian sosial pada diri subjek. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini
merupakan skala penyesuaian diri yang disusun sendiri oleh peneliti dan telah
dimodifikasi dari skala penyesuaian diri sosial milik Kusuma (2007). Penyusunan skala
ini mengacu pada aspek-aspek penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneiders
(1964) terdiri dari tiga aspek yang mencakup: penyesuaian terhadap rumah dan
keluarga, penyesuaian terhadap sekolah, dan penyesuaian terhadap masyarakat.
Jumlah aitem dari skala penyesuaian diri sosial ini adalah 51 aitem, yang
semuanya favorable. Respon subjek terhadap aitem-aitem dalam skala ini
dikelompokkan menjadi empat, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat
tidak setuju. Nilai bergerak antara 1-4, karena seluruh aitem dalam skala ini adalah
favorable maka nilai 4 untuk sangat setuju, nilai 3 untuk setuju, nilai 2 untuk tidak
setuju dan nilai 1 untuk sangat tidak setuju. Skor total diperoleh dari keseluruhan
jumlah skor aitem pada skala penyesuaian diri.
Alat Eksperimen
17
Alat eksperimen yang dimaksud adalah “Pelatihan Ketrampilan Sosial”.
Pelatihan ketrampilan sosial ini akan dilakukan oleh seorang trainer yang memang
sudah biasa memberikan memberikan ketrampilan sosial. Pelatihan ini terdapat
modul ketrampilan sosial yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari aspek-aspek
ketrampilan sosial yang dikemukakan oleh Caldarella & Merrel (Merrel & Gimpel,
1998) dimana isi dari modul itu mengacu pada lima dimensi ketrampilan sosial
tersebut meliputi: peer relation, self management, academic, compliance, dan
assertion skill.
Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik.
Metode yang digunakan untuk melihat perbedaan antara penyesuaian diri subyek
pada saat sebelum mengikuti pelatihan ketrampilan sosial dengan penyesuaian diri
subyek setelah mengikuti pelatihan tersebut dilihat melalui analisis paired sample t-
test. Analisis dari variabel-variabel tersebut dilakukan dengan bantuan program
komputer SPSS versi 15.0 for Windows.
Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk melihat distribusi subyek dalam kurva normal.
a. Uji normalitas
18
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis one-sample
Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 15.0 for windows. Diperoleh hasil
sebaran data variabel penyesuaian diri sosial mengikuti kurva normal (K- S Z =
0,716; p = 0,684 atau p > 0,05 untuk data pretest dan K- S Z = 0,672; p = 0,757
atau data p > 0,05 untuk data posttest
2. Uji Hipotesis
Setelah diketahui bahwa data skor penyesuaian diri sosial subyek penelitian
terdistribusi normal, dilakukan uji paired sample t-test untuk menguji hipotesis.
Setelah dilakukan analisis terlihat bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri sosial
sebesar 3,66 poin dilihat dari rerata penyesuaian diri sosial pretest sebesar 139,67
menjadi 143,33 (rerata posttest). Hasil analisis paired sample t-test menghasilkan t = -
2,46 dengan p = 0,025 (p < 0,05) sehingga terlihat bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara penyesuaian diri sosial sebelum dan setelah mengikuti pelatihan
ketrampilan sosial.
Dengan demikian hipotesis diterima. Artinya pelatihan ketrampilan sosial
dapat meningkatkan penyesuaian diri sosial. Penyesuaian diri sosial anak berbakat
intelektual meningkat setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial.
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan ketrampilan
sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program
akselerasi. Pelatihan ketrampilan sosial ini merupakan pengetahuan dan ketrampilan
19
yang diberikan kepada subyek sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan sosial pada
khususnya penyesuaian diri sosial, dalam hal ini yang menjadi subyek penelitian
adalah anak berbakat intelektual di program akselerasi.
Hasil dari analisis data penelitian menunjukkan bahwa pelatihan ketrampilan
sosial dapat meningkatkan penyesuaian diri sosial. Setelah dilakukan analisis data
penelitian terlihat bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri sosial sebesar 3,66 poin
sehingga terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penyesuaian diri
sosial sebelum dan setelah mengikuti pelatihan ketrampilan sosial. Jadi, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.
Diterimanya hipotesis penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diri sosial
anak berbakat intelektual di program akselerasi meningkat setelah diberikan pelatihan
ketrampilan sosial. Pelatihan ketrampilan sosial yang diberikan kepada subyek
merupakan bentuk belajar yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan
penguasaan ketrampilan yang baik (Utami, 2004). Hal ini dapat dilihat dari proses
yang dialami siswa akselerasi sebelum diberikan pelatihan ketrampilan sosial merasa
stress, frustrasi terhadap tuntutan tugas belajar selama ini. Namun setelah diberikan
pelatihan ketrampilan sosial anak berbakat intelektual di program akselerasi
mengetahui cara untuk mengelola stress dan frustrasi yang sering anak berbakat
intelektual alami (Schneiders, 1964). Selain itu, bila ketrampilan sosial dapat
dipraktekkan oleh anak berbakat intelektual di program akselerasi secara
berkesinambungan, maka frustrasi dan konflik batin dalam menghadapi tuntutan yang
dikenakan kepadanya dapat ditanggulangi secara baik (Semiun, 2006), sehingga
20
melalui ketrampilan sosial maka anak berbakat intelektual di program akselerasi dapat
diterima baik oleh lingkungannya, karena penyesuaian diri sosial dapat dikatakan baik
bilamana anak berbakat intelektual dapat melakukan penyesuaian diri terhadap orang
lain pada umumnya dan kelompok dimana individu berada (Hurlock, 1950).
Hasil skor pretest dan posttest menunjukkan penyesuaian diri sosial
meningkat setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial sejumlah 13 orang dari
keseluruhan subyek yang berjumlah 18 orang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
pelatihan ketrampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial. Adapun 5 orang lainnya
mengalami penurunan setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial, hal ini
disebabkan ketidakseriusan subyek dalam mengikuti pelatihan ketrampilan sosial.
Setelah dilihat dari hasil observasi selama dua (2) hari pelatihan ketrampilan sosial,
ketidakseriusan subyek disebabkan kurangnya konsentrasi. Salah satu subyek
diketahui memainkan hp pada saat sesi pelatihan, dan beberapa subyek lainnya
cenderung pasif selama sesi pelatihan berlangsung.
Selain itu, hasil evaluasi harian yang dilakukan terhadap subyek juga
menunjukkan beberapa subyek yang merasa akan pentingnya penyesuaian diri. Hal ini
dimulai dengan sadar akan makna kehidupan, kesadaran diri, kemampuan dalam
mengelola waktu, kemampuan dalam mengelola stress, menjalin hubungan
interpersonal, dan kemampuan dalam mengungkapkan sesuatu kepada orang lain
selama 2 hari mengikuti “pelatihan ketrampilan sosial”. Subyek yang mulai sadar
akan makna kehidupan berjumlah 7 orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi
harian kolom evaluasi I, subyek yang mengalami kesadaran diri berjumlah 11 orang
21
dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi II. Subyek yang merasa
akan pentingnya manajemen waktu berjumlah 16 orang yang dapat dilihat pada tabel
hasil evaluasi harian kolom evaluasi III, selain itu subyek mulai berusaha mengatur
tekanan batin dalam diri, mengontrol emosi dan mengendalikan stress berjumlah 14
orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom IV. Sedangkan subyek
yang berusaha untuk menjalin hubungan menjadi lebih baik dengan interaksi dengan
orang lain berjumlah 10 orang yang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian
kolom evaluasi V, subyek yang mencoba berkomunikasi dengan baik dan merasa perlu
mengubah cara berkomunikasinya berjumlah 9 orang dapat dilihat pada tabel hasil
evaluasi harian kolom evaluasi VI, dan subyek yang mulai sadar terhadap kemampuan
diri dan kemampuan dalam mengungkapkan sesuatu kepada orang lain berjumlah 13
orang dapat dilihat pada tabel hasil evaluasi harian kolom evaluasi VII.
Hasil temuan diatas memberikan kontribusi untuk menunjukkan penyesuaian
diri sosial meningkat setelah diberikan ketrampilan sosial, karena untuk melakukan
hubungan dengan orang lain dalam konteks sosial diperlukan ketrampilan sosial
sehingga individu dapat diterima dan dihargai oleh orang lain dan lingkungan (Combs
& Slaby dalam Merrell, 1998), selain itu ketrampilan sosial akan ditentukan oleh
kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain (Hargie dkk dalam Merrell,
1998).
Setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial anak berbakat intelektual
mulai berusaha untuk menerapkan pengetahuan yang telah didapatkan dalam
kehidupan sehari-hari, karena melalui bekal ketrampilan sosial seorang individu dapat
22
melakukan hubungan yang baik dan memuaskan bagi dirinya maupun orang lain
disekitarnya (Adiyanti, 1999). Disisi lain ketrampilan sosial merupakan bagian dari
kompetensi sosial, anak berbakat intelektual dapat dikatakan memiliki kompetensi
sosial bilamana anak tersebut memiliki; penyesuaian sosial, performansi sosial dan
ketrampilan sosial yang baik (Cavell dalam Cartledge dan Milburn, 1995).
Ketrampilan sosial terdapat aspek-aspek yang mempengaruhinya terdiri dari
lima dimensi. Aspek pertama peer relationship skill merupakan ketrampilan dalam
sosialisasi yang menjadi dasar bagi individu untuk menjalin hubungan interpersonal
yang baik. Melalui peer relationship skill anak berbakat intelektual dapat menjalin
hubungan baik dengan orang lain. Setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial anak
berbakat intelektual berusaha untuk menjalin hubungan menjadi lebih baik melalui
interaksi dengan orang lain. Karena berinteraksi dengan semua orang di waktu,
tempat, orang, dan suasana yang tepat akan lebih mudah dalam melakukan
penyesuaian diri. Hal ini terlihat pada salah satu subyek yang merupakan siswa baru
(pindahan) di kelas akselerasi. Pada awalnya subyek terlihat diam diantara teman-
teman lainnya. Namun setelah sesi materi pelatihan berlangsung, subyek mulai dapat
menyesuaikan diri. Hal ini dapat terlihat pada saat sesi materi berlangsung maupun
pada saat dinamika kelompok. Subyek juga termasuk aktif dalam mengikuti setiap
sesi pelatihan. Meskipun subyek adalah siswa baru, namun subyek memiliki
kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Aspek kedua self management skill merupakan ketrampilan individu dalam
mengendalikan kontrol diri, kemampuan dalam berkompromi dengan orang lain, serta
23
kemampuan dalam menerima kritikan orang lain dengan baik. Self management skill
sangat dibutuhkan anak berbakat intelektual di program akselerasi agar dapat
manajemen diri, sehingga anak dapat memiliki kontrol diri yang baik begitu juga sadar
akan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, melalui self management skill anak
lebih dapat mengatur dan mengendalikan emosi, sehingga dapat menerima kritikan
orang lain dengan baik. Terdapat penemuan yang menarik pada saat pelatihan
ketrampilan sosial berlangsung, tepatnya pada saat sesi self awareness dua orang dari
subyek penelitian secara bergantian memberanikan diri mengungkapkan perasaannya
dihadapan teman-teman lainnya. Satu diantaranya meminta maaf atas kesalahan yang
pernah ia perbuat selama di kelas yang mengakibatkan ia dibenci oleh teman-
temannya, sedangkan satu lainnya mengaku pernah bersalah kepada orang tua dengan
tidak berkata jujur. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran diri pada subyek
penelitian setelah diberikan pelatihan ketrampilan sosial.
Aspek ketiga academic skill merupakan ketrampilan akademis yang
berhubungan dengan pergaulan di lingkungan sosial, melalui kemampuan ini individu
dapat lebih produktif dan mandiri dibidang akademisnya. Academic skill sangat
dibutuhkan bagi anak berbakat intelektual di program akselerasi, karena anak dituntut
untuk selalu belajar dan berprestasi. Tidak sedikit anak berbakat intelektual menjadi
orang yang serius hingga tidak peduli dengan lingkungan di sekitarnya. Salah satunya
yang terjadi selama pelatihan ketrampilan sosial, pada saat observasi terlihat keunikan
pada salah satu subyek. Subyek terlihat pendiam, pasif dan suka menghindar dari
pertanyaan meskipun subyek lainnya bersikap proaktif. Subyek ini meskipun ditanya
24
trainer hanya tersenyum saja, pada akhirnya ketika seluruh subyek berani
mengungkapkan pendapat, subyek ini memberanikan diri untuk berbicara meskipun
harus dipaksa. Hal ini menunjukkan sebuah proses perubahan pada diri subyek,
bilamana terdapat dukungan dan ketrampilan sosial terus dipraktekkan.
Aspek keempat compliance skill merupakan ketrampilan individu dalam
menjalin hubungan akrab dengan orang lain yang sewajarnya serta dapat mengikuti
aturan yang yang telah ada. Compliance skill dibutuhkan bagi subyek untuk menjalin
hubungan akrab dengan orang lain, salah satunya yaitu ketrampilan berkomunikasi.
Melalui ketrampilan berkomunikasi, subyek dapat menyampaikan informasi dengan
lebih baik dan mudah. Meskipun beberapa anak berbakat intelektual di program
akselerasi terlihat pendiam dan serius pembawaannya, komunikasi yang disampaikan
dapat diketahui melalui bahasa non verbal (bahasa tubuh). Pada saat diberikan
pelatihan ketrampilan sosial, beberapa subyek terlihat sangat serius dan tegang.
Namun pada saat sesi dinamika kelompok subyek mulai bersikap santai dan aktif. Hal
ini menunjukkan bahwa bekal pengetahuan dapat mempengaruhi sikap individu,
bilamana ketrampilan sosial dapat terus dipraktekkan secara berkesinambungan.
Aspek kelima assertion skill merupakan ketrampilan individu dalam
memberikan suatu pernyataan secara extrovert (terbuka) dan ramah terhadap orang
lain. Assertion skill atau yang sering disebut asertivitas sangat dibutuhkan bagi anak
berbakat intelektual di program akselerasi. Melalui assertion skill subyek menjadi
memiliki keberanian dalam memberikan suatu pernyataan secara terbuka. Pada saat
diberikan pelatihan ketrampilan sosial sesi assertion skill, beberapa subyek mulai
25
percaya diri dan berani dalam menyampaikan pernyataan. Salah satu penemuan
menarik pada sesi ini adalah ketika subyek diminta untuk memberikan pernyataan
tentang teman yang paling disukai di kelas dan pernyataan tentang sikap guru terhadap
murid di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa assertion skill dapat menjadi solusi dalam
menghadapi suatu masalah, sehingga beban masalah yang sering dihadapi dapat
teratasi dengan baik.
Berdasarkan pembahasan di atas, diketahui kelima aspek ketrampilan sosial
memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Bilamana kelima aspek peer relationship,
self management, academic, compliance, dan assertion skill terus dikembangkan dan
dipraktekkan secara berkesinambungan maka akan terjalin hubungan sosial yang baik
dan harmonis sehingga tidak ada lagi masalah-masalah yang muncul dalam
penyesuaian diri sosial.
Penelitian ini juga memiliki keterbatasan dan kelemahan, salah satunya terletak
pada tidak adanya kelompok kontrol, disebabkan penulis mengalami kesulitan dalam
mencari kelompok kontrol yang kategorinya sangat terbatas. Tidak adanya kelompok
kontrol menjadikan validitas internal masih lemah karena adanya variabel ekstraneous
yang belum dikendalikan.
Kelemahan lain dalam penelitian ini meliputi pemilihan subjek dan desain
penelitian. Pemilihan subjek dengan cara non random menjadikan validitas internal
masih lemah karena besarnya peluang untuk terpilih menjadi sampel tidak diketahui.
Begitu juga pada desain pelatihan akan lebih efektif bilamana dilakukan beberapa
kali atau lebih dari 2 kali dan berlangsung secara berkesinambungan, sehingga hasil
26
penelitian akan tampak lebih optimal. Keterbatasan ini hendaknya diperhatikan agar
penelitian selanjutnya menjadi lebih baik secara kualitas dan aplikasinya.
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari hasil penelitian dan pembahasan
mengenai “Efektivitas Pelatihan Ketrampilan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Sosial
pada Anak Berbakat Intelektual di Program Akselerasi” adalah pelatihan ketrampilan
sosial dapat meningkatkan penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di
program akselerasi. Penyesuaian diri sosial meningkat setelah diberikan pelatihan
ketrampilan sosial.
27
Saran
1. Bagi Subyek Penelitian
Pada dasarnya pelatihan ketrampilan sosial merupakan bekal bagi masa
depan. Maka dari itu pengetahuan ketrampilan sosial agar terus dikembangkan dan
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai hasil yang lebih baik.
2. Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah untuk
lebih sering mengadakan pelatihan seperti ini, agar lebih efektif dalam menunjang
kreativitas dan kehidupan sosial sebagai upaya penyesuaian diri sosial menjadi lebih
baik khususnya dilingkungan sekolah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini masih banyak terdapat keterbatasan dan kekurangan, bagi
peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut hendaknya
memperhatikan desain penelitian dengan menggunakan kelompok kontrol. Hal ini
dimaksudkan agar hasil penelitian akan lebih tampak perubahan, jika penelitian yang
akan datang diikutsertakan kelompok kontrol (kelompok pembanding).
Selain itu, peneliti selanjutnya sebaiknya menambah waktu pelatihan.
Pelatihan akan lebih efektif bilamana dilakukan beberapa kali atau lebih dari 2 kali dan
berlangsung secara berkesinambungan, sehingga hasil penelitian akan tampak lebih
optimal.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanti, M.G. 1999. Skala Ketrampilan Sosial. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan “Pendekatan Ekologi kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja”. Bandung: PT. Refika Aditama.
Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
29
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Campbell, L. Campbell, B. & Dickinson, D. 2002. Multiple Intelligences: metode terbaru “Melesatkan Kecerdasan”. Depok. Inisiasi Press.
Cartledge, G. & Milburn,J.F. 1995. Teaching Social Skill to Children and Youth. Boston: Allyn and Bacon.
Cutler, C.G. 2005. Self Efficacy and Social Adjustment of Patients with Mood Disorder. Journal of theAmerican Psychiatric Nurses Association, 11 (5), 283-289.
DeJanasz, S.C. Dowd, K.O. & Schneider, B.Z. 2002. Interpersonal Skills in Organizations. Singapore. McGraw-Hill.
Doyle, A.B. & Moretti, M.M. 2000. Attachment to Parent and Adjustment in Adolescence. Literature Review and Policy Implication. 032ss.H5219-9-CYH7/001/SS.
Goleman, D. 2006. Emotional Intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gunarsa, S.D. 2006. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan “Dari Anak sampai usia Lanjut”. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hapsari. 2007. Efektivitas Pelatihan Ketrampilan Sosial pada Remaja dengan Kecemasan Sosial. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Helmi, A.F. & Ramdhani, N. 2004. Modul Khusus Trainer “Living Skill 2004”. www.google.com
Hurlock, E.B., 1980. Psikologi Perkembangan “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan” edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B.,1972. Child Development. Fifth edition. USA: McGraw-Hill.
30
Kartono, K., & Gulo, Dali. 2003. Kamus Psikologi. Bandung. Pionir Jaya.
Kroehnert, G. 1991. 100 Training Games. Australia: McGraw-Hill.
Kurniawati, L.Y.S. 2003. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Penyesuaian Diri pada Remaja. Naskah Publikasi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Kusuma, P.P. 2007. Hubungan antara Penyesuaian Diri Sosial dengan Stres pada Siswa Akselerasi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen. Malang. UMM Press.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya. Usaha Nasional.
Merrell, K.W & Gimpel, G.A. 1998. Social Skill of Children and Adolescents Conceptualization, Assessment, Treatment. New Jersey London. Lawrence Erlbaum Associates.
Rachmawatie. 2006. Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Sosial terhadap Efektivitas Komunikasi Interpersonal pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Satiadarma, M.P. & Waruwu, F.E. 2003. Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Schneiders, A.A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York. Holt, Rinehart and Winston.
Seniati, L., Yulianto, A. & Setiadi, B.N. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks.
Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta. Kanisius.
Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta. Kanisius.
31
Somantri, S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. PT. Refika Aditama.
Supratiknya, A. 2008. Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta. USD.
Tillman, D. 2004. Living Value Activities for Young Adults. Jakarta. PT. Gramedia. Utami, R.R. 2004. Efektivitas Pelatihan untuk Meningkatkan Ketrampilan Sosial pada
Anak Sekolah Dasar Kelas 5. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Walls, T.R., & Little, T.D. 2005. Relations Among Personal Agency, Motivation, School Adjustment in Early Adolescence. Journal of Educational Psychology, Vol. 97, No. 1, 23-31.
Walthall, J.C., Konold, T.R., & Pianta, R.C. 2005. Factor Structure of the Social Skill Rating System Across Child Gender and Ethnicity. Journal of Psychoeducational Assessment, 23, 201-215.
Wandansari, Y. 2004. Peran Dukungan Orangtua dan Guru terhadap Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Intelektual. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Widyawati. 2003. Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penyesuaian Diri Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
__________, 2006. Anak Berbakat. www.depdiknas.go.id
http://eworld-indonesia.com/eworld/?pilih=news&aksi=arsip&topik=10
http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/02/ketrampilan-sosial.pdf
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel/tabel-komentar.asp?art_id=390
http://groups.yahoo.com/group/sekolahrumah
32