Upload
lamhanh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN TEAM ASSISTED
INDIVIDUALIZATION (TAI) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA
PADA TOPIK TRIGONOMETRI DITINJAU DARI
KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS X
SMA NEGERI DI BOJONEGORO
TAHUN PELAJARAN 2009 – 2010
TESIS Disusun untuk memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
OLEH : SUMARMIN
NIM S 850209122
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu dan teknologi dewasa ini sangatlah cepat dan pesat. Untuk
mengimbangi perkembangan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas
dan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas trsebut dibutuhkan
pendidikan yang berkualitas. Dengan pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan
insan-insan yang mampu menjawab tantangan zaman yang serba mengglobal. Pendidikan
di Indonesia harus dilaksanakan secara sadar dan sungguh-sungguh akan pentingnya
Pendidikan. Ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan terubahan zaman.
Dari uaraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan memegang peranan penting
untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Hal ini diperlukan
proses pembelajaran terencana dan terarah yang mampu mengembangkan potensi dirinya
dan memiliki keterampilan yang diperlukan dirinya. Ini sesuai Undang-Undang Sisdiknas
Bab 1 Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
2
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan
mutu pendidikan yang erat kaitanya dengan proses pembelajaran. Khusunya pendidikan
matematika upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah antara lain perubahan
Kurikulum, melaksakan Penataran dan Diklat bagi guru matematika baik di tingkat
Nasional, propinsi bahkan sampai di daerah-daerah dilakukan musyawarah guru
matapelajaran matematika atau lebih dikenal dengan MGMP matematika. Dengan upaya
tersebut seharusnya berkorelasi positip terhadap pretasi pendidikan pada umumnya.
Matematika merupakan salah satu matapelajaran yang diajarkan di sekolah mulai
dari kanak-kanak sampai perguruan tinggi karena sangat penting dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara disisi lain matematika masih banyak yang
memandang bahwa matematika sebagai matapelajaran yang menakutkan dan
membosankan dikalangan siswa sehingga suasana yang demikian ini mengakibatkann hasil
atau prestasi terhadap pelajaran matematika belum sesuai yang diharapkan. Hal ini sesuai
yang diungkapkan oleh Karnasih (1997 : 4) bahwa nilai rata-rata matematika siswa di
sekolah sangat rendah dibandingkan nilai matapelajaran lain, masih banyak siswa memilih
sifat tidak positif terhadap matematika. Data Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur
perolehan nilai untuk Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Persentase Nilai UN SMAN di Bojonegoro Tahun 2008-2009
Persentase Nilai
3
≥ 9,0
8,00
s.d
8,99
7,00
s.d
7,99
6,00
s.d
6,99
5,50
s.d
5,99
4,25
s.d
5,49
3,00
s.d
4,24
2,00
s.d
2,99
IPA 18,19 31,40 25,44 18,89 2,88 2,84 0,23 0,04
IPS 24,62 35,82 23,17 11,61 2,85 1,58 0,27 0,14
Sumber Dinas Kabupaten Bojonegoro
Hal ini masih tergolong banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan jika melihat
ketuntasan minimum ideal adalah 75.
Berdasarkan pengalaman mengajar dan hasil diskusi dengan rekan-rekan guru baik
yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat Sekolah
maupun MGMP Kabupaten Bojonegoro diperoleh keterangan bahwa dari topik yang
dipelajari pada kelas X, topik trigonometri menunjukkan hasil belajar yang kurang
memuaskan dibanding topik-topik yang lain. Bahkan sering terjadi pada ulangan harian
topik trigonometri ini rata-rata 50% siswa mengalami tidak tuntas.
Rendahnya hasil belajar matematika di atas dimungkinkan karena guru kurang
dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan menyenangkan peserta didik.
Model pembelajaran yang seharusnya merupakan interaksi guru dengan siswa, serta
interaksi antar siswa yang akan membentuk sinergi yang saling menguntungkan semua
anggota (Anita Lie , 2008 : 33). Supaya pembelajaran matematika dapat menghasilkan
yang optimal, hendaknya guru harus pandai memilih model pembelajaran yang mampu
melibatkan peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu
bagaimanapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belum menjamin
akan tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan
4
tersebut adalah proses mengajar yang lebih menekankan pada keterlibatan siswa secara
optimal.
Semua model pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang
bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya dan
membuat diri mereka belajar sama baiknya. Oleh karena itu tugas-tugas yang diberikan
kepada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai
sebuah tim (Slavin, 1995 :5).
Banyak model pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh guru dalam rangka
untuk meningkatkan peran aktif peserta didik. Model pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang diharapkan dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam
proses pembelajaran di kelas karena pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap pemahaman konsep dan juga dapat dapat
meningkatkan kepekaan dan empati di antara siswa. Alternatif model pembelajaran
kooperatif yang dipakai adalah model pembelajaran kooperatif Student Teams achievement
Divisions (STAD) dan model pembelajaran koperatif Team Assisted Individualization
(TAI). Alasan menggunakan dua model pembelajaran kooperatif ini karena STAD
merupakan model pembelajaran kooperatif yang aplikatif terhadap skala tingkat kelas dan
mata pelajaran, sedangkan TAI merupakan model pembelajaran kooperatif yang tidak
aplikatif terhadap skala tingkat kelas dan mata pelajaran. Selain itu sudah banyak
penelitian yang membandingkan antara model pembelajaran kooperatif dan model
pembelajaran konvensional, dan hasil belajar siswa yang diajar model pembelajaran
kooperatif lebih baik daripada model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu peniliti
5
ingin melihat efektivitas antara model pembelajaran kooperatif dan model kooperatif yaitu
antara model pembelajaran STAD dan model pembelajaran TAI.
Penelitian tentang aplikasi pembelajaran kooperatif dalam kelas dimulai sejak
tahun1970-an dan hasilnya telah dapat dibaca di artikel-artikel (Slavin, 1995). Namun
demikian di Indonesia pembelajaran kooperatif merupakan model pemebelajaran yang
relative baru, yang perlu diterapkan dan diketahui efektivitasnya. Pembelajaran kooperatif
pada prinsipnya adalah pembentukan kelompok-kelompok kecil, yang didalamnya terdapat
kerjasama antar anggota kelompok dan diskusi dikelompoknya.
Disamping dimungkinkan karena kurang sesuainya penggunaan model
pembelajaran dalam proses pembelajaran, rendahnya hasil belajar matematika
dimungkinkan karena penguasaan konsep-konsep matematika yang pada topik-topik yang
dipelajari sebelumnya masih lemah, hal ini terlihat sangat terlihat saat ditanyakan konsep-
konsep dasar yang pernah diterima sebelumya hanya beberapa siswa saja yang menjawab
dengan benar. Padahal banyak materi-materi yang diajarkan sebelumnya menjadi bekal
atau prasyarat untuk memahami materi-materi baru yang akan diajarkan sehingga
kurangnya pemahaman materi sebelumya yang merupakan kemampuan awal siswa untuk
mempelajari materi berikutnya ini dimungkinkan menyebabkan kurang memuaskan hasil
belajar matematika.
Memperhatikan uraian di atas, perlu kiranya diadakan eksperimen tentang
efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas dan kemampuan awal yang
dimiliki siswa.
B. Identifikasi Masalah
6
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Dalam pembelajaran matematika peran aktif siswa dalam proses pembelajaran
masih rendah. Rendahnya hasil belajar matematika dimungkinkan karena siswa
kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Terkait dengan ini dapat
diteliti apakah peran aktif siswa diubah, hasil belajar matematika siswa menjadi
lebih baik.
2. Masih rendahnya hasil belajar matematika dimungkinkan karena semangat dan
motivasi belajar matematika siswa yang kurang. Oleh karena itu dapat diteliti
apakah semangat dan motivasi belajar matematika siswa tinggi hasil belajar
matematika tinggi.
3. Masih rendahnya hasil belajar matematika dimungkinkan karena kurang tepat
penggunaan model pembelajaran. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah model
pembelajaran diubah, hasil belajar matematika siswa menjadi lebih baik.
4. Mengingat penguasaan materi prasyarat (kemampuan awal) mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran, maka masih rendahnya hasil belajar
matematika dimungkinkan karena guru tidak mengetahui kemampuan awal siswa.
Di sisi lain menurut pengamatan peneliti sebagian besar guru matematika kurang
peduli dengan materi yang sudah pernah diterima oleh siswa untuk pembelajaran
berikutnya. Sehingga menarik untuk diteliti apakah benar jika penguasaan materi
yang diterima sebelumnya dikuasai dengan baik maka hasil belajar siswa menjadi
baik.
7
5. Masih rendahnya hasil belajar matematika dimungkinkan karena kurang
tersedianya sarana prasarana belajar yang memadai. Terkait dengan ini, dapat
diteliti apakah sarana prasarana yang baik, hasil belajar matematika menjadi lebih
baik. Dapat juga diteliti apakah media pembelajaran yang lengkap, hasil belajar
matematika menjadi lebih baik.
C. Pembatasan Masalah
Dari Identifikasi masalah diatas karena keterbatsan waktu, tenaga dan dana
agar peneliti dapat mengkaji secara mendalam dan terarah maka diperlukan
pembatasan masalah sebagi berikut :
1. Hasil belajar matematika pada penelitian ini dibatasi pada hasil ulangan harian
matematika pada topik Trigonometri Kelas X
2. Kemampuan awal peserta didik dibatasi pada nilai ulangan harian topik
sebelumnya yaitu topik logika.
3. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada model pembelajaran
Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada kelompok eksperimen dan
model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) pada kelompok kontrol.
D. Perumusan masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah
tersebut di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih baik daripada siswa yang
diajar dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) ?
8
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan awal lebih
tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal lebih rendah ?
3. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif TAI,
STAD dan kemampuan awal siswa terhadap hasil belajar ?
E. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD)
lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif Team Assisted Individualization (TAI).
2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang mempunyai
kemampuan awal lebih tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai
kemampuan awal lebih rendah
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pengguanaan model
pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team Assisted
Individualization (TAI) dan tingkat kemempuan awal siswa terhadap hasil belajar
matematika.
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah pada proses
pembelajaran matematika yang berkaitan dengan model pembelajaran Kooperatif
9
Student Teams Achievement Divisions (STAD) , Team Assisted Individualization (TAI)
dan kemampuan awal siswa.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Siswa
Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat memperluas wawasan tentang cara belajar
matematika terutama dalam mengembangkan belajar bekerjama dalam kelompok kecil
untuk memecahkan permasalahan maupun secara individu.
b. Bagi Guru
Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model
pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team Assisted
Individualization (TAI) dan kemampuan awal serta implementasinya terhadap hasil
belajar matematika.
c. Bagi Sekolah
Melalui penelitian ini diharapkan sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan pemegang
otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan
kebijaksanaan terkait dengan proses pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran kooperatif di kelas.
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar sebagai karakteristik yang membedakan antara manusia dengan makkluk
lain, merupakan aktivitas yang dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari
tanpa belajar. Dengan demikian, belajar tidak hanya dipahami sebagai aktivitas yang
dilakukan oleh pelajar. Belajar adalah proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki
seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Paul Suparno, 2001 : 61)
11
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Olivier (1999) dalam Haris
Mudjiman (2008 : 25) bahwa belajar adalah proses menginternalisasi, membentuk
kembali atau membentuk pengetahuan baru. Pembentukan pengetahuan baru ini
dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan dan pengalaman
lama digunakan untuk mengintepretasikan informasi dan fakta baru dari luar, sehingga
tercipta pengetahuan baru. Sehingga belajar menekankan pada proses belajar tidak
semata-mata kepada hasil belajar.
Menurut Fosnot (1989) dalam Paul Suparno (2001 : 62) belajar adalah suatu
perkembangan pemikiran dengan memuat kerangka pengertian yang berbeda. Siswa
harus mempunyai pengalaman membuat hipotesis, mengetes hipotesis, mamanipulasi
obyek, memecahkan persoalan, menemukan jawaban, menggambarkan, meneliti,
berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pernyataan, mengekpresikan gagasan
dan lain-lain untuk membentuk pengetahuan baru.
Sedangkan Ormond dalam Elizabeth E Correiro, Leanne R Griffin, Peter E Hart
(2008) mendefinisikan berikut ini.
Learning is an active process emphasizing purposeful interaction and the use of knowledge in a meaningful environment. Scientific experiments are, by nature, inquiry-based activities; developing scientists must learn to propose hypotheses, design experiments, and select appropriate materials. Many cognitive psychologists have portrayed learning as a process of creating individual meaning and understanding from personal experiences, a perspective referred to as constructivism.
Mary kalantzis dan Bill Cope (2009) belajar adalah bagaimana seseorang atau
sekelompok untuk menjadi tahu dan mengetahui jenis-jenis tindakannya. Dalam
belajar, mengetahui posisi mereka dan melibatkan diri (misal mengalami, mengetahui
konsep, mengalisis atau menggunakan)
12
Vygotsky dalam Baharudin dan Esa Nur Wahyuni (2008 : 124) belajar adalah
sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan
proses biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses
yang lebih tinggi esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga
lanjut Vygotsky, munculnya perilaku seseorang karena kedua elemen tersebut. Pada
saat seseorang mendapat stimulus dari lingkunganya, seseorang akan menggunakan
fisiknya berupa alat indera untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut,
kemudian menggunakan saraf otaknya, informasi yang diterima tersebut untuk diolah.
Keterlibatan alat indera dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengolah
informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik-psikologi sebagi elemen dasar
belajar. Pengetahuan yang ada sebagai proses dasar ini akan berkembang ketika
mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya mereka.
Berdasarkan definisi-definisi di atas penulis memperoleh kesimpulan bahwa
belajar adalah proses secara pembentukan pengetahuan baru dimana, pengetahuan baru
ini terbentuk karena adanya stimulus dari lingkungan yang diintepretasikan
pengalaman atau pengetahuan sebelumnya. Proses ini dapat dilakukan baik secara
kelompok maupun perorangan.
b. Hasil Belajar Matematika
Proses pembelajaran sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen guru,
siswa, bahan ajar dan lingkungan belajar yang berinteraksi satu sama lain dalam usaha
untuk mencapai tujuan. Tujuan dari pembelajaran ini merupakan hasil belajar. Hasil
belajar merupakan perubahan yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas
belajar(Chatarina Tri Ani dkk, 2004 : 4). Sedangkan menurut Winkel dalam
13
Sukestiyarno dan Budi Waluyo (2006 : 6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan
yang telah dicapai peserta didik atau siswa dimana setiap kegiatan belajar dapat
menimbulkan suatu perubahan yang khas.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam
diri siswa (internal), dan faktor yang datang dari luar diri siswa (eksternal). Menurut
Slameto (2003 : 54 – 72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah :
(1) Faktor-faktor internal
- Jasmaniah ( kesehatan, cacat tubuh ).
- Psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, kesiapan).
- Kelelahan.
(2) Faktor-faktor eksternal
- Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan).
- Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah,
standar pelajaran diatas ukuran, tugas rumah).
- Masyarakat (kegiatan siswa di masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk
kehidupan masyarakat ).
Menurut Caroll dalam R. Angkowo dan A. Kosasih (2007 : 51), bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu (1) bakat belajar, (2) waktu yang
tersedia untuk balajar, (3) kemampuan individu, (4) kualitas pengajaran, (5)
lingkungan.
14
Gagne, Robert M dan Leslie J. Briggs (1978:49-55) menerangkan bahwa
hasil belajar yang berkaitan dengan lima kategori tersebut adalah : (1) keterampilan
intelektual adalah kecakapan yang berkenan dengan pengetahuan prosedural yang
terdiri atas diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi kaidah serta prinsip, (2)
strategi kognitif adalah kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan
jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperlihatkan,
mengingat dan berfikir, (3) informasi verbal adalah kemampuan untuk mendiskripsikan
sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan, (4)
keterampilan motorik adalah kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap merupakan kemampuan
internal yang berperan dalam mengambil tindakan untuk menerima atau menolak
berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut, Bloom (1976:201-207) membagi hasil
belajar menjadi kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kawasan kognitif
berkenaan dengan ingatan atau pengetahuan dan kemampuan intelektual serta
keterampilan-keterampilan. Kawasan afektif menggambarkan sikap-sikap, minat dan
nilai serta pengembangan pengertian atau pengetahuan dan penyesuaian diri yang
memadai. Kawasan psikomotor adalah kemampuan-kemampuan menggiatkan dan
mengkoordinasikan gerak. Kawasan kognitif dibagi atas enam macam kemampuan
intelektual mengenai lingkungan yang disusun secara hirarkis dari yang paling
sederhana sampai kepada yang paling kompleks, yaitu (1) pengetahuan adalah
kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari, (2) pemahaman adalah
kemampuan menangkap makna atau arti suatu hal, (3) penerapan adalah kemampuan
menggunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapai situasi-situasi baru dan
15
nyata, (4) analisis adalah kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian
sehingga struktur organisasinya dapat dipahami, (5) sintesis adalah kemampuan untuk
memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti, (6) penilaian adalah
kemampuan memberi harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern atau kelompok atau
kriteria ekstern ataupun yang ditetapkan lebih dahulu.
Penekanan pembelajaran matematika lebih diutamakan pada proses dengan
tidak melupakan pencapaian tujuan. Proses ini lebih ditekankan pada proses belajar
matematika seseorang. Tujuan yang paling utama dalam pembelajaran matematika
adalah mengatur jalan pikiran dalam memecahkan masalah bukan hanya menguasai
konsep dan perhitungan walaupun sebagian besar belajar matematika adalah belajar
konsep struktur keterampilan menghitung dan menghubungkan konsep-konsep
tersebut. Andi Hakim Nasution (1982:12) mengemukakan bahwa dengan menguasai
matematika orang akan belajar menambah kepandaiannya.
Sementara itu Nana Sudjana (1995:22) mengemukakan bahwa hasil belajar
matematika adalah kemamapuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
memperoleh pengalaman belajarnya. Gagne (1997:47-48) mengelompokkan hasil
belajar menjadi lima bagian dalam bentuk kapabilitas yakni keterampilan intelektual,
strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap.
Hasil belajar dapat diamati dan diukur dengan penilaian. Penilaian hasil belajar
adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar dan
pembelajaran telah berjalan secara efektif. Keefektifan pembelajaran tampak pada
kemampuan peserta didik mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dari segi
guru, penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai keefektifan
16
mengajarnya, apakah dengan pembelajaran tertentu yang digunakan mampu membantu
siswa mencapai tujuan belajar yang ditetapkan (ketuntasan belajar).
Salah satu penilaian yang digunakan untuk melihat hasil belajar
dilakukanlah tes. Tes hasil belajar yang dilakukan oleh siswa dapat memberikan
informasi sejauh mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Peraturanturan Pemerintah nomor 16 Tahun 2006 bahwa aspek penilaian
dalam mata pelajaran matematika terdiri dari dua aspek, yaitu aspek pengetahuan
(kognitif) dan Afektif (sikap).
Berdasarkan pandangan-pandangan dari para ahli tersebut di atas maka
yang dimaksud dengan hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah
kemampuan dari seorang siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika
dalam aspek kognitif (pengetahuan) setelah mengikuti proses belajar mengajar
matematika yang diukur dengan melalui tes.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD)
dan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI)
a. Model Pembelajaran
Menurut Soekamto dan udin Saripudin W (1997:78) “Model diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.
Menurut Joyce dan Weil (1992:4) model adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.
17
Menurut Fontana (dalam Suherman 2003:3) “Model Pembelajaran diartikan
sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar
tumbuh dan berkembang secara optimal”. Selanjutnya Joyce, B dan Marsha Weil
mengatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan desain pembelajaran
untuk membentuk peserta didik sedemikian hingga tujuan pembelajaran tercapai
(1992:4).
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi,
metode atau prosedur. Seperti yang digunakan di sini istilah model pembelajaran
mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas dan menyeluruh. Misalnya dalam
model pembelajaran berdasarkan masalah siswa seringkali menggunakan berbagai
keterampilan dan prosedural pemecahan masalah dan berpikir kritis.
Jadi berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi pengajar dalam melakukan aktivitas belajar mengajar.
b. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 siswa yang bekerja
sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu
tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah
pembelajaran kooperatif jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok
kecil dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan
18
pekerjaaan seluruh kelompok. Hal ini senada dengan definisi Slavin (1983) dalam
M. Lee Manning dan Robert Lucking (1991 : 1) bahwa :
The cooperative learning process as a set of alternatives to traditional instruction systems, or, more specifically. Techniques in which students work in heterogeneous groups of four to six members and earn recognition, rewards, and sometimes grades based on the academic performance of their groups. Roger dan David Johson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok
dapat dianggap pembelajaran kooperatif (Anita Lie, 2008 : 31). Pembelajaran
kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar
sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas sebuah
masalah atau tugas.
2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok barasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Bonnie K. Nastasi dan Douglas H. Clements (1991:3) mengatakan bahwa :
Participation in cooperative learning experiences can enhance academic achievement and cognitive growth, motivation and positive attitudes toward learning, social competence, and interpersonal relations. Furthermore, cooperative learning has been used effectively across a wide range of conten areas, including mathematics, reading, language arts, social studies, and science.
19
Erman Suherman, dkk (2001 : 265) menjelaskan bahwa Cooperative
Learning dalam matematika akan dapat membantu sikap positif para siswa
terhadap matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri
terhadap kemampuannya untuk memecahkan atau menyelesaikan permasalahan-
permasalahan matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa
cemas terhadap matematika yang banyak dialami oleh para siswa. Dengan lebih
menekankan proses interaksi individu dalam sebuah kelompok kecil, Cooperative
Learning dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan
latarbelakang yang berbeda bahkan siswa yang berkemampuan kurang dalam hal
akademiknya.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan model
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh R. Slavin dan teman-temannya
di Universitas John Hopkin. Model ini merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana dan sebuah model yang bagus bagi seorang guru
pemula untuk menggunakan pendekatan kooperatif. Model pembelajaran STAD
sering disebut model pembelajaran generik yaitu model pembelajaran kooperatif
yang aplikatif terhadap skala tingkat kelas, mata pelajaran, serta karakteristik
sekolah dan kelas yang luas. Model pembelajaran STAD adalah unik karena
melibatkan persaingan antar kelompok untuk mendapatkan penghargaan kelompok,
hal ini senada Nesbit, dkk (1997 : 5) mengatakan :
STAD unique in that involves competition among groups, bacause the teams compete against each other for rewards, and at the same time provides an equal opportunity for teams to succeed, because the team scores are based on students improvement over their past record.
20
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model
pembelajaran di mana siswa-siswa dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok
yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang terdiri dari siswa dengan
kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian siswa dalam
kelompok mempertimbangkan kriteria akademik. Untuk menuntaskan pelajaran
setiap tim menggunakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, kemudian mereka
saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi
secara berkelompok. Setiap pertemuan siswa diberi kuis. Kuis diberi skor dan skor
kuis tersebut digunakan untuk menentukan skor perkembangan tiap individu.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu (skor
awal). Setiap pertemuan pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain,
diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan
tertinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang
seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar tersebut.
STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, kerja tim, kuis,
skor perbaikan individual, dan penghargaan tim.
a) Presentasi kelas
Bahan ajar dalam STAD mula-mula diperkenalkan melalui presentasi kelas.
Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari pengajaran biasa, di mana pada
presentasi tersebut harus jelas-jelas memfokus pada unit STAD. Dengan cara ini,
siswa menyadari bahwa masih harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi
21
kelas tersebut, karena dengan begitu akan membuat mereka mengerjakan kuis
dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor timnya.
b) Kerja tim
Tim tersusun dari 4 sampai dengan 5 orang siswa yang mewakili heterogenitas
kelas dalam kinerja akademik, yang terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi
(pandai), sedang, dan rendah. Fungsi utama tim ini adalah memastikan bahwa
semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan
anggotanya agar berhasil menghadapi kuis dengan baik. Setelah guru
mempresentasikan bahan ajar, tim berkumpul dalam kelompok untuk mempelajari
tugas yang diberikan oleh guru. Sesama anggota tim membandingkan jawaban dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila ada anggota tim ada yang
mengalami kesalahan karena semua anggota dalam tim bertanggung jawab untuk
memahami bahan ajar tersebut. Semua anggota tim dalam STAD melakukan yang
terbaik untuk tim, dan timpun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap
anggotanya.
c) Kuis
Setelah satu sampai dua periode presentasi guru, dan satu sampai dua periode
latihan tim, para siswa tersebut dikenai kuis individual. Siswa tidak dibenarkan
saling membantu selama kuis berlangsung, sehingga setiap siswa bertanggung
jawab secara individu untuk memahami kompetensi dasar yang dipelajari.
Langkah-langkah untuk menentukan skor perkembangan adalah sebagai berikut:
1) Setiap siswa diberi skor berdasarkan skor-skor kuis sebelumnya.
22
2) Siswa memperoleh poin untuk kuis yang terkait dengan pelajaran yang
disampaikan pada saat itu.
3) Siswa mendapat poin perkembangan yang besarnya ditambah apabila skor kuis
mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka.
d) Skor kemajuan individual
Skor kemajuan individual untuk memberikan kepada tiap siswa terhadap tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai apabila mereka giat dan memberikan kinerja yang
lebih baik daripada sebelumnya. Setiap siswa dapat menyumbangkan poin
maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran. Namun tidak seorang siswa
pun dapat menyumbangkan poin maksimum tanpa menunjukkan perbaikan atas
kinerja masa lalu. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar yang dihitung dari
kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya dari materi yang didiskusikan
dalam kelompoknya untuk mencapai kompetensi dasar yang diharapkan.
e) Penghargaan tim
Tim akan mendapat penghargaan setelah menyelesaikan kuis. Sesegera mungkin
setelah kuis terlaksana, guru seharusnya mengumumkan skor perbaikan individual
dan skor tim, serta menghadiahkan sertifikat atau penghargaan lain kepada siswa
yang memperoleh skor tertinggi.
1) Poin perbaikan
Siswa mendapat poin untuk tim mereka berdasarkan seberapa besar skor kuis
mereka melampaui skor dasar yang telah dimiliki. Poin tersebut dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut:
23
a) Apabila dalam suatu kuis atau nilai terkini, siswa memperoleh skor lebih
dari 10 poin di atas skor dasar (awal), maka siswa tersebut akan
memperoleh 30 poin perbaikan.
b) Skor kuis/terkini sama antara skor dasar (awal) sampai 10 poin di atas skor
dasar (awal), maka siswa tersebut akan memperoleh 20 poin perbaikan.
c) Skor kuis/terkini turun 1 sampai 10 poin di bawah skor dasar (awal), maka
siswa tersebut akan memperoleh 10 poin perbaikan.
d) Skor kuis/terkini turun lebih dari 10 poin di bawah skor dasar (awal), maka
siswa tersebut akan memperoleh 5 poin perbaikan.
(Universitas Negeri Surabaya. 2007 :9)
2) Skor tim
Untuk menghitung skor tim dapat dilakukan dengan memasukkan setiap poin
perbaikan siswa dalam lembar ikhtisar tim, kemudian dijumlahkan dan dibagi
sesuai dengan jumlah anggota tim. Skor rata-rata tim digunakan untuk
menentukan kriteria penghargaan untuk tim. Terdapat 4 tingkat penghargaan,
yaitu :
a) Kelompok dengan rata-rata kurang dari 15 poin, mendapatkan
penghargaan sebagai tim cukup
b) Kelompok dengan rata-rata poin dari 15 sampai kurang dari 20,
mendapatkan penghargaan sebagai tim atau kelompok baik (good team).
c) Kelompok dengan rata-rata 20 poin sampai kurang dari 25 poin,
mendapatkan penghargaan sebagai tim atau kelompok hebat (great team).
d) Kelompok dengan rata-rata 25 poin atau lebih, mendapatkan
24
penghargaan sebagai tim atau kelompok super (super great team).
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
1. Tahap penyajian materi
Pada tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang ingin dicapai secara klasikal, dengan pembelajaran
langsung. Kegiatan pembelajran yang dilakukan guru pada tahap ini adalah:
a. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
b. Memberi motivasi tentang perlunya mempelajari materi
c. Menyajikan materi pokok pelajaran
d. Memantau pemahaman tentang materi pokok yang diajarkan
e. Guru memberikan tes atau kuis kepada setiap siswa secara individual
sehingga akan diperoleh skor awal
2) Kegiatan kelompok
Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai dengan 5 orang
siswa yang mewakili heterogenitas kelas ditinjau dari tes awal atau kinerja
yang lalu. Siswa ditempatkan dalam tim oleh guru, bukan oleh siswa yang
memilih anggotanya sendiri, karena siswa akan cenderung memilih anggota
yang memiliki kesamaan dengan dirinya sendiri. Untuk penyusunan tim dapat
mengikuti langkah-langkah berikut ini:
a) Buat salinan format lembar ikhtisar tim sebelum guru mulai menempatkan
siswa ke dalam tim, ia perlu menyiapkan lembar ikhtisar tim untuk tiap
siswa di dalam kelasnya.
b) Merangking siswa
25
Pada selembar kertas, rangkinglah tes awal atau kinerja siswa yang lalu di
dalam kelas. Mulailah dari yang tertinggi sampai yang terendah.
c) Menetapkan jumlah anggota tim
Setiap tim seharusnya memiliki empat anggota bila mungkin. Untuk
menetapkan berapa banyak tim di kelas tersebut, bagilah jumlah siswa
didalam kelas itu dengan empat, hasil baginya merupakan jumlah tim
beranggotakan empat siswa di kelas itu.
d) Menempatkan siswa ke dalam tim
Pada saat menempatkan siswa ke dalam tim, seimbangkan tim-tim
tersebut sedemikian rupa sehingga setiap tim tersusun dari tingkat rata-
rata rendah sampai tinggi, dan tingkat kinerja rata-rata dari sebuah tim di
dalam kelas tersebut kurang lebih sama. Untuk menempatkan siswa ke
dalam tim, gunakan daftar siswa yang dirangking menurut tes awal atau
kinerjanya yang lalu.
Selama siswa berada dalam kegiatan kelompok, masing-masing anggota
kelompok bertugas mempelajari materi yang telah disajikan oleh guru dan
membantu teman untuk menguasai materi tersebut. Guru membagi tugas yang
sudah disiapkan kemudian siswa mengerjakan secara mandiri dan selanjutnya
saling mencocokkan dengan teman sekelompoknya.
Guru harus menekankan bahwa tugas yang dikerjakan bukan untuk
dikumpulkan ke guru tetapi untuk didiskusikan dengan sesama anggota dalam
kelompoknya. Kegiatan guru dalam tahapan ini adalah :
1. Melatih kooperatif siswa
26
2. Menugaskan setiap anggota kelompok untuk mendiskusikan tugas yang
telah diberikan
3. Memonitor pelaksanaan kegiatan kelompok
4. Memberi bantuan penjelasan kepada kelompok yang mengalami kesulitan,
memfasilitasi membuat rangkuman dan memberikan penegasan materi
yang dipelajari.
3) Pelaksanaan kuis individual
Pelaksanaan individual bertujuan untuk mengetahui perkembangan
siswa dan untuk mengetahui keberadaan siswa dalam kelompoknya serta
keberadaan kelompok dengan kelompok yang lainnya.
Penilaian kuis individual bertujuan untuk mengetahui kemajuan siswa
dan untuk memberikan hasil akhir siswa yang didasarkan pada skor awal atau
kinerja yang lalu. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Setiap siswa diberikan skor dasar (awal) atau kinerja yang lalu
b. Siwa memperoleh poin atas dasar skor awal dan skor kuis terkini dengan
ketentuan di atas.
4). Penghargaan kelompok
Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan
nilai peningkatan atau kemajuan hasil belajar individual dari skor dasar (awal)
ke skor kuis berikutnya (terkini). Adapun prosedur dan teknik penilaiannya
sudah ditetapkan diatas
d. Model Pembelajaran Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
27
TAI termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Team Assisted
Individualization (TAI) mengkombinasikan keunggulan kooperatif, pembelajaran
individual dan pengajaran langsung (artikel Slavin, Roberet E). Dasar
pemikirannya adalah mengadopsi pengajaran terhadap perbedaan individual
berkaitan dengan kemampuan siswa. Dasar pemikiran dibalik individualisasi
pengajaran pelajarann matematika adalah siswa memasuki kelas dengan
pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam, dimana
pembelajaran keberhasilannya sangat bergantung pada penguasaan kemampuan
yang dipersyaratkan. Model pembelajaran TAI diprakarsai sebagai usaha
merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-
masalah yang membuat model pembelajaran individual menjadi lebih efektif.
Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-
kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan
pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Sebelum
dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu
kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan
penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk
bekerja sama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Masing-masing
anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran
kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai
ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya.
Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan
28
keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami
permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.
Menurut Slavin (1995:102) model pembelajaran TAI memiliki
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6
siswa, seperti pada STAD
2. Placement test atau tes penempatan, yakni pemberian pretest kepada siswa atau
melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada
bidang tertentu,
3. Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya,
4. Team study atau belajar kelompok, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus
dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual
kepada siswa yang membutuhkannya,
5. Team scores and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja
kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas,
Dengan mengadopsi model pembelajaran TAI dalam mata pelajaran
matematika, menurut Kamuran Tarim and Fikri Akdeniz (2007:80) maka seorang
guru mata pelajaran matematika dapat menempuh tahapan pembelajaran sebagai
berikut :
29
1. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada para
siswanya dengan mangadopsi model pembelajaran TAI,
2. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model
pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru
menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antar siswa dalam suatu
kelompok,
3. Guru memberikan tugas kepada siswa secara individual untuk mempelajari
materi pelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan,
4. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa tentang materi yang
dipelajari untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal,
5. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota-anggota 4 – 6
siswa pada setiap kelompoknya seperti pada model pembelajaran STAD.
Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya (tinggi, sedang dan rendah)
dan jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta kesetaraan jender,
6. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam
diskusi, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman dalam satu
kelompok dan mencocokkan dengan jawaban yang diperoleh dari guru. Jika
dalam kelompok tidak dapat menyelesaikan maka guru mengarahkan siswa
untuk menjawabnya, memfasilitasi dalam membuat rangkuman dan
memberikan penegasan kepada siswa tentang kompetensi dasar yang ingin
dicapai,
7. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa,
30
8. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
kemajuan atau peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar (awal) ke
skor kuis berikutnya (terkini), seperti pada model pembelajaran kooperatif
STAD.
Dari uraian di atas jelas bahwa model pemebelajaran kooperatif STAD tidaklah
terlalu asing dan mudah bagi siswa yang baru memulai pemebelajaran kooperatif
karena masih menerima penjelasan dari guru di awal pembelajaran sehingga masih
memungkinkan siswa mempunyai kesempatan mengingat kembali kemampuan yang
dimiliki sebelumnya yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Akan tetapi pada model pemebelajaran kooperatif TAI masih sangat tergantung dari
penguasaan materi sebelumnya yang menjadi prasyarat untuk melanjutkan
pembelajaran berikutnya sehingga bagi siswa yang menguasai materi prasyarat
dimungkinkan akan lebih mudah menerima materi berikutnya.
3. Kemampuan Awal
Hasil belajar seorang siswa dalam proses pembelajaran ditentukan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal adalah kemampuan awal yaitu
suatu kemampuan prasyarat yang dimiliki siswa sebelum proses pembelajaran. Menurut
Atwi Suparman (2001:120) kemampuan awal adalah pengetahuan dan keterampilan yang
telah dimiliki siswa sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik sedangkan
menurut Munandar (1985:50) Kemampuan awal adalah keterampilan yang harus
dikuasai siswa agar dapat belajar secara efisien seperti yang dimaksud dalam rumusan
tujuan akhir pengajaran. Pendapat lain tentang kemampuan awal (entry behaviour)
dinyatakan oleh Dick, Walter and Reiser (1989:32). Entry behaviour or prerequisites is
31
very specific skills that students need to have before they begin instruction (merupakan
kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasai siswa sebelum proses pembelajaran
dimulai).
Menurut Teori Soekamto & Udin Saripudin Winataputra (1997:38)
kemampuan awal siswa adalah kemampuan awal yang telah dimiliki oleh siswa sebelum
melaksanakan pembelajaran. Sedangkan Muh Ali (1987:74) berpendapat “bahwa
seseorang dapat memiliki suatu kemampuan dengan baik bila sebelumnya telah memiliki
kemampuan yang lebih rendah daripadanya dalam bidang yang sama”. Pendapat senada
dikemukakan oleh Piaget (1970) dalam Paul Suparno (1997:20-21), bahwa setiap level
keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik
tolak bagi transformasi lain.
Ausuble dalam Driscoll (1994 : 143 – 144) menyatakan bahwa dengan
mengaktifkan kemampuan awal (prior knowledge) yang relevan merupakan hal yang
sangat penting untuk menghasilkan belajar yang bermakna. Dengan dimilikinya
kemampuan awal yang relevan akan merupakan penyediaan landasan atau dasar-dasar
dalam belajar hal-hal baru. Makin kuat landasan atau dasar-dasar yang dimiliki oleh
seseorang maka belajar mengenai hal-hal yang baru akan makin baik dan mudah
Dalam belajar matematika sering dijumpai kesulitan untuk memahami materi
matematika yang dialami oleh peserta didik karena kurang diperhatikannya secara
memadai kemampuan awal mereka. Padahal dengan memperhatikan kemampuan awal
peserta didik pembelajaran akan mampu memanfaatkan kemapuan awal tersebut sebagai
potensi yang harus didayagunakan dalam proses pembelajaran. Dengan memanfaatkan
32
potensi yang sudah dimiliki diharapkan hasil belajar peserta didik dapat ditingkatkan
secara optimal
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
awal adalah suatu pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa sebagai
prasyarat untuk mengikuti proses pembelajaran berikutnya. Kemampuan awal juga
menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran baru yang akan
diberikan oleh guru pada kelas yang lebih tinggi. Adapun dalam penelitian ini
kemampuan awal siswa (KAS) dikelompokkan dalam tiga katagori yaitu kemampuan
awal tinggi, kemampuan awal sedang dan kemampuan awal rendah
B. Penelitian yang relevan
Tidak ada model pembelajaran yang efektif untuk setiap orang dan efektif untuk
setiap topik maupun setiap mata pelajaran. Setiap model pembelajaran memiliki
karakteristik tersendiri sebagai setiap guru juga memiliki gaya dan kemampuan tersendiri
dalam menerapkan model pembelajaran. Oleh karena itu perbedaan model pembelajaran
memungkinkan juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar. Telah
banyak penelitian yang dilakukan tentang efektivitas suatu model pembelajaran,
diantaranya:
1. Abu Syafik (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh model pembelajaran
Kooperatif Jigsaw terhadap prestasi belajar matematika pokok bahasan geometri
ditinjau dari motivasi belajar siswa “ mengatakan bahwa kelompok siswa yang
pemebelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih baik
33
daripada siswa yang menngunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu tidak
ada interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa.
2. Harminingsih (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ keefektifan pembelajaran
aktif pada kelompok kecil dan kelompok besar ditinjau dari kemampuan awal siswa
kelas X SMA Negeri di Surakarta tahun pelajaran 2007-2008 “ mengatakan bahwa
hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran aktif pada
kelompok kecil lebih baik daripada siswa yang diajar strategi pembelajaran aktif pada
kelompok besar. Selain itu hasil belajar siswa yang mempunyai kemampuan awal
tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih rendah
3. Hendrijanto (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ Efektivitas model pembelajaran
kooperatif tipe Student teams Achievement Divisions (STAD) terhadap prestasi belajar
matematika pada pokok bahasan persamaan dan fungsi kuadrat di tinjau dari aktivitas
belajar siswa “ mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif STAD lebih baik
daripada model pembelajaran konvensional. Selain itu prestasi belajar siswa dengan
aktivitas tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas sedang dan
prestasi belajar siswa dengan aktivitas sedang lebih baik daripada prestasi belajar siswa
dengan aktivitas rendah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti diatas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peniliti saat ini.
Persamaannya adalah tujuan penelitian yang membandingkan antara dua model
pembelajaran. Perbedaannya adalah (1) kalau ketiga peniliti di atas membandingkan antara
model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran konvensional tetapi peniliti saat
ini membandingkan antara dua model pembelajaran kooperatif yaitu antara model
34
pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Team Assisted
Individualization (TAI), (2) subyek dan pokok bahasan yang diteliti.
C. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif adalah model mengajar yang memungkinkan
menyenangkan sehingga memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dan bekerja untuk
menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Di dalam kelompok
mereka saling membantu sama lain untuk memahami materi pelajaran melalui diskusi
karena tim bertanggung jawab untuk memahami materi ajar tersebut. Model pembelajaran
kooperatif merupakan daya tarik tersendiri bagi siswa saat menyelesaikan permasalahan
terutama masalah matematika sehingga tingkat pemahaman materi matematika siswa lebih
mendalam dan meningkat. Model pembelajaran kooperatif STAD adalah model
pembelajaran yang paling sederhana sehingga bagi siswa yang baru menggunakan model
pembelajaran kooperatif ini mudah untuk menyesuaikan. Selain itu STAD adalah model
pembelajaran yang pada tahap awal guru melakukan presentasi klasikal dahulu sehingga
siswa mempunyai kesempatan untuk menanyakan materi yang sedang diberikan. Topik
trigonometri adalah bahasan yang membutuhkan banyak materi prasyarat yang harus
dikuasai siswa sebelum materi ini diberikan, misalnya Dalil Phytagoras, letak sudut dalam
kuadran dan koordinat pada sebuah kuadran. Dengan model pembelajaran kooperatif
STAD, guru dalam presentasinya mempunyai kesempatan untuk menanyakan atau bahkan
mengulang materi yang sudah pernah diterima siswa yang menjadi prasyarat (kemampuan
awal) yang dibutuhkan untuk materi berikutnya. Sedangkan model pembelajaran
kooperatif (TAI) siswa belajar sendiri untuk memahami materi yang dipelajari sehingga
dalam memahami materi sangat tergantung penguasaan materi sebelumnya (kemampuan
35
awal) yang dimiliki siswa, yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Sehingga dimungkinkan hasil belajar siswa yang diajar model pembelajaran kooperatif
STAD lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran TAI
pada topic trigonometri.
Seorang siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran telah memiliki
pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari proses pembelajaran sebelumnya.
Pengetahuan dan keterampilan siswa yang dimiliki sebelum mengikuti proses
pembelajaran disebut dengan kemampuan awal. Kemampuan awal merupakan hal yang
sangat penting untuk mengikuti proses pembelajaran berikutnya. Seperti pada
matapelajaran matematika merupakan ilmu yang berkesinambungan memiliki struktur
perilaku yang bersifat hirarkis atau keterampilan yang satu merupakan prasyarat untuk
dapat belajar keterampilan berikutnya. Kemampuan awal ini sangat penting diketahui oleh
seorang guru sebelum memulai proses pembelajaran. Bagi siswa yang mempunyai
kemampuan awal baik akan dapat memahami dengan cepat materi-materi yang akan
dipelajari. Sebaliknya bagi siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah akan lambat
bahkan sulit untuk memahami materi-materi yang dipelajari karena tidak mempunyai
syarat yang cukup untuk memahaminya. Dengan demikian kemampuan awal sangat
menentukan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran berikutnya.
Dari uraian di atas maka diduga terdapat interaksi antara model pembelajaran
kooperatif dan kemapuan awal siswa terhadap hasil belajar matematika. Artinya siswa
yang memiliki kemampuan awal tinggi akan mudah menerima materi yang dipelajari tanpa
harus dijelaskan dahulu sehingga dimungkinkan hasil belajar matematika yang dicapai
siswa dengan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) lebih
36
baik daripada hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams
Achievement Divisions (STAD) pada topic trigonometri. Lain halnya dengan siswa yang
mempunyai kemapuan awal sedang atau rendah dimungkinkan lebih banyak membutuhkan
waktu dalam berinteraksi dan berdiskusi dalam kelompoknya. Sehingga hasil belajar siswa
yang memiliki kemampuan awal sedang dang rendah dimungkinkan hasil belajar siswa
dengan model pembelajaran STAD lebih baik dari pada hasil belajar siswa dengan model
pembelajaran kooperatif TAI. Namun ada juga kemungkinan, siswa yang mempunyai
kemampuan awal sama, baik sedang maupun rendah akan merasa nyaman dan dapat
berinteraksi serta berdiskusi secara aktif sehingga proses pembelajaran akan berjalan
dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Dari pemikiran di atas dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Penelitian
D. Hipotesis penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih baik daripada hasil belajar siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization
(TAI) pada topik trigonometri.
Model Pembelajaran
Hasil Belajar
Kemampuan Awal Siswa
37
2. Hasil belajar matematika pada siswa dengan kemampuan awal lebih tinggi lebih baik
daripada siswa yang memiliki kemampuan awal lebih rendah.
3. Hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) lebih
baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Divisions (STAD. Sedangkan hasil belajar siswa yang
memiliki kemampuan awal sedang dan rendah siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD lebih baik
daripada hasil belajar siswa yang diajar model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization (TAI).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah cara-cara ilmiah
yang digunakan untuk mengumpulkan data yang kemudian di analisis. Sedangkan
metodologi tersebut diuraikan sebagai berikut.
A. Metode Penelitian
38
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu yaitu penelitian yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengusahakan variable-variabel bebas dalam hal ini
adalah model pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Individualization, model
pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization dan kemampuan awal siswa.
Untuk selanjutnya dilihat pengaruhnya terhadap variabel lain yaitu hasil belajar
matematika siswa sebagai variabel terikat. Tujuan penelitian eksperimen semu adalah
untuk memperoleh semua informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat
diperoleh dengan menggunakan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak
mungkin untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan
(Budiyono:83). Dalam penelitian ini ditentukan kelas-kelas yang dikenai perlakuan, oleh
karena itu dibuatlah kelas eksperimen dan kelas kontrol pada masing-masing sampel.
Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif Student Team
Achievement Individualization sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan model
pemebelajaran kooperatif Team Assisted Individualization.
B. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri di Bojonegoro dengan subyek penelitian
siswa kelas X (sepuluh) tahun pelajaran 2009 - 2010. Penelitian dilaksanakan pada tahun
pelajaran 2009-2010 yaitu mulai bulan Maret 2010 sampai awal bulan Mei 2010 dengan
alasan materi trigonometri diberikan pada semester genap.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
39
Sugiyono (2009 : 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam hal ini populasinya
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri Se-Kabupaten Bojonegoro tahun ajaran 2009-
2010.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2009 : 81). Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
cara stratified Cluster random sampling. Tekniknya adalah (1) Populasi dibagi tiga
kelompok yaitu tinggi, sedang dan rendah menurut pretasi Ujian Nasional mata pelajaran
matematika SMA Negeri se-Bojonegoro pada tahun ajaran 2008 - 2009 (2) dari masing-
masing kelompok diambil secara acak satu Sekolah yang merupakan unit-unit populasi
(kluster-kluster), SMA Negeri 1 Bojonegoro mewakili kelompok tinggi, SMA Negeri 1
Sumberrejo mewakili kelompok sedang dan SMA Negeri 1 Dander Bojonegoro mewakili
kelompok rendah, (3) melakukan sampling random kluster lagi dari masing-masing kluster
yang ada yaitu mengambil secara acak masing-masing dua kelas, satu untuk kelas
eksperimen dan satu kelas untuk kelas kontrol dengan perincian:
a. Diambil 2 kelas dari 7 kelas di SMA Negeri 1 Bojonegoro dengan cara acak dan
terpilih kelas X-1 sebagai kelas eksperimen sejumlah 32 siswa dan X-3 sebagai kelas
kontrol sejumlah 32 siswa
b. Diambil 2 kelas dari 8 kelas di SMA Negeri 1 Sumberrejo dengan cara acak dan terpilih
kelas X-4 sebagai kelas eksperimen sejumlah 40 siswa dan X-6 sebagai kelas kontrol
sejumlah 40 siswa
40
c. Diambil 2 kelas dari 5 kelas di SMA Negeri 1 Dander Bojonegoro dengan cara acak dan
terpilih kelas X-3 sebagai kelas eksperimen sejumlah 33 siswa dan X-5 sebagai kelas
kontrol sejumlah 34 siswa
D. Variabel Penelitian
Dalam Penelitian ini variabelnya ada 2 (dua) yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif Student teams
Achievement Divisions (STAD), Team Assisted Individualization (TAI) dan kemampuan
awal, sedangkan variabel terikatnya hasil belajar matematika siswa.
1. Variabel Bebas
a) Model Pembelajaran
1) Definisi operasional
Model pembelajaran adalah suatu konsep atau cara yang dapat digunakan
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pemebelajaran. Model
pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini ada 2 yaitu model pembelajaran
Student teams Achievement Divisions (STAD) pada eksperimen dan Team Assisted
Individualization (TAI) untuk kelompok kontrol
2) Indikator : berupa langkah-langkah dari masing-masing model pembelajaran
3) Skala pengukuran : skala nominal dengan dua kategori yaitu model pemebelajaran
kooperatif STAD dan model pembelajaran kooperatif TAI
4) Simbol : A
b). Kemampuan Awal
1) Definisi operasional
41
Kemampuan awal adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik sebelum proses
pembelajaran berlangsung.
2) Indikator
Nilai tes matematika pada topik logika semester genap tahun pelajaran 2009 –
2010.
3) Skala Pengukuran
Dari interval diubah menjadi ordinal yaitu tinggi, sedang dan rendah.
4) Simbol : B
2. Variabel Terikat
a. Hasil belajar matematika
Definisi operasional
Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah skor yang diperoleh siswa dari
hasil tes matematika pada topik trigonometri.
b. Indikator
Nilai tes matematika pada topik trigonometri
c. Skala pengukuran
Skala pengukuran adalah interval
E . Teknik Pengumpulan Data, Instrumen dan Uji Instrumen
1. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui tes. Tes berbentuk
pilihan ganda dengan 5 pilihan dengan skor 1 jika siswa menjawab benar dan 0 jika
menjawab salah. Nilai yang diperoleh melalui tes dengan topik logika (selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2) untuk mengetahui mengetahui kemapuan awal siswa dan
42
dari masing-masing kelas sampel dikelompokkan menjadi kelompok tinggi, sedang dan
rendah (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15). Sedangkan nilai yang diperoleh
melalui tes dengan topik trigonometri (Lampiran 12) setelah siswa mengikuti model
pembelajaran kooperatif STAD dan model pembelajaran kooperatif TAI (selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 17).
2. Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini berupa tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan awal dan hasil belajar matematika yang dilihat pada skor kemampuan siswa
pada mata pelajaran matematika setelah mengikuti proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada kelompok
eksperimen dan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI)
pada kelompok kontrol.
3. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen tes digunakan untuk pengumpulan data hasil belajar siswa
dalam penelitian ini maka instrumen tes setelah tes dibuat selanjutnya dilakukan uji coba
pada siswa di luar sampel tetapi masih pada populasi . Dari uji coba kemudian dianalisa
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Selanjutnya untuk uji
validitas dan reliabilitas dari soal tes digunakan rumus sebagai berikut :
a. Uji validitas isi
43
Uji validitas isi menunjukkan ketepatan antara obyek yang diukur dengan alat ukur.
Agar tes mempunyai validitas isi, menurut Budiyono (2003:58) harus diperhatikan hal-
hal sebagi berikut :
1) Tes harus dapat mengukur sampai berapa jauh tujuan pembelajaran tercapai
ditinjau dari materi yang diajarkan.
2) Penekanan materi yang akan diujikan seimbang dengan materi materi yang
diajarkan.
3) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk
menjawab soal-soal tes dengan benar.
Untuk memenuhi uji validitas isi, peneliti melakukan langkah-langkah sebagi berikut :
a) menentukan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur sesuai dengan materi
yang diajarkan berdasarkan pedoman kurikulum yang berlaku, b) menyusun kisi-kisi
tes, c) menyusun butir soal tes sesaui dengan kisi-kisi yang dibuat, d) melakukan telaah
butir soal tes. Penelaahan butir soal tes dilakukan team MGMP matematika SMA
kabupaten Bojonegoro.
b. Uji reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada keajegan hasil pengukuran. Dalam tes awal maupun
tes hasil belajar matematika, setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan salah diberi
skor 0 sehingga untuk menghitung tingkat reliabilitas digunakan Kuder Richardson
dengan KR- 20 yaitu :
÷÷ø
öççè
æ -÷øö
çèæ
-= å
2
2
11 1 t
iit
s
qps
nn
r
44
Dengan :
11r : indeks reliabilitas instrumen
2ts : variansi total
n : banmyaknya butir instrumen
ip : proporsi subyek yang menjawab benar pada butir ke-i
iq = 1 - ip
Soal dikatakan reliabel jika 11r > 0,7 (Budiyono, 2003 : 70)
c. Daya Pembeda
Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antar skor butir soal
tersebut dengan skor totalnya. Daya pembeda menggunakan rumus:
N
BBBADP
)(2 -=
DP = daya pembeda soal
BA = jawaban benar kelompok atas
BB = jawaban benar kelompok bawah
N = jumlah peserta tes
Interpretasi atau penafsiran daya pembeda berdasarkan tabel berikut :
Tabel 3.1
Tabel Interpretasi Daya Beda
Daya pembeda (DP) Interpretasi atau penafsiran DP
DP < 0,20 Tidak dipakai
0,20 ≤ DP < 0,30 Diperbaiki
0,30 ≤ DP < 0,40 Diterima perlu perbaikan
45
DP ≥ 0,40 Diterima
Butir soal yang digunakan apabila DP > 0,30
d. Tingkat kesukaran
Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus
TK = sJ
B
Keterangan :
TK = tingkat kesukaran
B = banyaknya peserta tes yang menjawab benar
sJ = jumlah seluruh peserta tes
Interpretasi atau penafsiran daya pembeda berdasarkan tabel berikut :
Tabel 3.2 Tabel Interpretasi Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran (TK) Interpretasi atau penafsiran TK
TK < 0,30 Sukar
0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang
TK > 0,70 Mudah
Soal yang dipakai apabila 0,30 < TK < 0,70
( Safari, 2008 : 24 )
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
(kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) dalam keadaan seimbang atau tidak
sebelum kedua kelompok mendapat perlakuan, statistik uji yang digunakan adalah uji – t
yaitu :
46
1). Hipotesis
H0 : 21 mm = kedua kelompok dari dua populasi yang berkemampuan awal sama
H1 : 21 mm ¹ kedua kelompok tidak berasal dari dua populasi yang berkemampuan
sama
2). Taraf signifikansi : 5 %
3). Statistik uji
dengan 2
)1()1(
21
222
2112
-+-+-
=nn
snsns p
t = t hitung
1x = rata-rata tes mata pelajaran matematika pada kelompok eksperimen
2x = rata-rata tes mata pelajaran matematika pada kelompok kontrol
21s = variansi kelompok eksperimen
22s = variansi kelompok kontrol
n1 = jumlah peserta didik kelompok eksperimen
n2 = jumlah peserta didik kelompok kontrol
2ps = variansi gabungan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
d0 = 0 (sebab tidak dibicarakan selisih rataan)
4). Daerah kritik
þýü
îíì
>-<=22
/ aa ttatautttDK
5). Keputusan uji
)2(~11
)(21
21
021 -++
--= nnt
nns
dXXt
p
47
H0 diterima jika harga statistik uji t jatuh di luar daerah kritik
( Budiyono 2004 : 151 )
2. Uji Prasyarat
Uji prasyarat yang dipakai adalah uji normalitas dan uji homogenitas
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan uji Lilliefors, adapun prosedurnya sebagai berikut :
1). Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
2). Taraf signifikansi : 5 %
3). Statistik uji
L = Maks )()( ii zSzF - dengan
,s
XXz i
i
-= s standar deviasi
F(zi) = P(Z≤zi)
Z ~ N(0,1)
S(zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh z
4). Daerah kritik
DK = { L / L > nL ,a } dengan n adalah ukuran sampel
5). Keputusan uji
H0 diterima jika harga statistik uji L jatuh di luar daerah kritik
48
( Budiyono, 2004 : 170 – 171 )
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel berasal dari populasi yang
homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas digunakan uji Bartlet dengan
statistik uji Chi Kuadrat sebagai berikut :
1). Hipotesis
H0 : ksss === .....21 ( populasi –populasi homogen )
H1 : tidak semua variansi sama
2). Taraf signifikansi 5%
3). Statistik uji
( )å-= jj sfRKGfc
loglog303,22c dengan )1(~ 22 -kcc
k = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N - k
jf = derajat kebebasan untuk 2js = nj dangan j = 1,2,...k
N = banyaknya seluruh nilai ( ukuran )
jn = banyaknya nilai ( ukuran )sampel ke – j
c = 1 + ÷÷ø
öççè
æ-
- å ffk j
11)1(3
1
RKG = ( ) ( )å å
åå -=-= 2
2
2 1; jjj
jj
j
j snn
xxSS
f
SS
4). Daerah kritik
DK = { }21,
22 / -> kaccc
49
5). Keputusan uji
H0 diterima jika harga statistik uji jatuh di luar daerah kritik
(Budiyono, 2004 : 176-178)
3. Uji Hipotesis
Hipotesis penelitian diuji dengan teknik analisis variansi dua jalan 2 x 3 dengan sel
tak sama dengan model sebagai berikut :
ijkijjiijkx eabbam ++++= )(
ijkx = data amatan ke k pada baris ke i dan kolom ke-j
m = rerata dari seluruh data amatan
ia = efek baris ke-i pada variabel terikat
jb = efek kolom ke-j pada variabel terikat
ij)(ab = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
ijke = deviasi data amatan terhadap rataan populasi m yang berdistribusi normal dengan
rataan 0
i = 1,2 dengan 1 = pembelajaran kooperatif STAD
2 = pembelajaran kooperatif TAI
j = 1,2,3 dengan 1 = kemampuan awal tinggi
2 = kemampuan awal sedang
3 = kemapuan awal rendah
(Budiyono, 2004 : 228)
a. Hipotesis
50
H0A : 0=ia untuk setiap i = 1,2 ( tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap
variabel terikat )
H1A : paling sedikit ada satu ia yang tidak nol ( ada perbedaan efek antar baris
terhadap variabel terikat )
H0B : 0=jb untuk setiap j = 1, 2, 3 ( tidak ada perbedaan efek antar
kolom terhadap variabel terikat )
H1B : Paling sedikit ada satu jb yang tidak nol ( ada perbedaan efek antar
kolom terhadap variabel terikat )
H0AB : 0=ijab untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1 , 2 , 3 ( tidak ada interaksi baris dan
kolom terhadap variabel terikat )
H1AB : Paling sedikit ada satu ijab yang tidak nol ( ada interaksi baris dan
kolom terhadap variabel terikat )
b. Komputasi
1. Tata letak data
Kemampuan awal ( B )
Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)
Model
Pembelajaran
kooperatif (A)
STAD (A1) A1B1 A1B2 A1B3
TAI (A2) A2B1 A2B2 A2B3
51
2. Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi-notasi
sebagai berikut:
nij = banyaknya data amatan pada sel ij
hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
åij ijn
pq1
N = åij
ijn = banyaknya seluruh data amatan
÷÷÷
ø
ö
ççç
è
æ-=å
åijk
kijk
kijkij n
XXSS
2
2 = jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ijAB = rataan pada sel ij
å=j
iji ABA = jumlah rataan pada baris ke – i
å=j
ijj ABB = jumlah rataan pada kolom ke – j
å=ij
ijABG = jumlah rataan semua sel
3. Komputasi jumlah kuadrat
Didefinisikan
1 = N
G 2
2. = åij
ijSS
3. = åi
i
q
A2
4 =åj
j
p
B 2
5 = åij
ijAB2
4. Jumlah kuadrat (JK)
JKA = hn {(3)– (1)}
52
JKB = hn { (4) – (1) }
JKAB = hn {(1) + (5) – (3) – (4) }
JKG = (2)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
5. Derajat kebebasan (dk)
dkA = (p – 1)
dkB = (q – 1)
dkAB = (p-1)(q-1)
dkG = N - pq
dkT = N -1
6. Rataan kuadrat (RK)
RKA = dkAJKA
RKB = dkBJKB
RKAB = dkABJKAB
RKG = dkGJKG
c. Statistik Uji
Statistik Uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama adalah :
1. Untuk H0A adalah Fa = RKGRKA
yang merupakan nilai dari variabel random yang
berdistribusi F dengan derajat kebebasan p -1 dan N - pq
2. Untuk H0B adalah Fb = RKGRKB
yang merupakan nilai dari variabel random yang
berdistribusi F dengan derajat kebebasan q -1 dan N - pq
3. Untuk H0A adalah Fab = RKGRKAB
yang merupakan nilai dari variabel random
53
yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p -1)(q – 1) dan N - pq
d. Daerah kritik
Untuk masing-masing nilai F diatas daerah kritiknya adalah :
1. Untuk Fa adalah DK = {F / F > pqNpF -- ,1,a }
2. Untuk Fb adalah DK = {F / F > pqNqF -- ,1,a }
3. Untuk Fab adalah DK = {F / F > pqNqpF --- ),1)(1(,a }
e. Keputusan Uji
H0 ditolak bila FobsÎDK
f. Rangkuman analisis variansi
Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK Dk RK Fobs aF P
Baris
Kolom
Interaksi
AB
Galat (G)
JKA
JKB
JKAB
JKG
p-1
q-1
(p-1)(q-1)
N-pq
RKA
RKB
RKAB
RKG
Fa
Fb
Fab
-
F*
F*
F*
Total JKT N-1
F* : adalah F tabel (Budiyono , 2004 : 213)
4. Uji Komparasi Ganda
Apabila H0 ditolak maka perlu dilakukan uji lanjut anava. Metode yang digunakan untuk
uji lanjut pasca anava adalah metode Scheffe. Langkah-langkah komparasi ganda sebagai
berikut :
54
a. Komparasi rataan antar baris
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
..
2
....
11
ji
jiji
nnRKG
XXF
Dengan :
Fi.-j. = rataan Fobs pada perbandingan baris ke-i dan baris ke-j
.iX = rataan pada baris ke i
.jX = rataan pada baris ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis varian
ni. = ukuran baris ke –i
nj. = ukuran baris ke-j
Sedangkan daerah kritik untuk uji adalah DK = {F / F > (p-1) pqNpF -- ,1,a }
b. Komparasi rataan antar kolom
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
ji
jiji
nnRKG
XXF
..
2
....
11
Dengan :
F.i-.j = rataan Fobs pada perbandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
iX . = rataan pada kolom ke i
jX . = rataan pada kolom ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis varian
55
n.i = ukuran kolom ke –i
n.j = ukuran kolom ke-j
Sedangkan daerah kritik untuk uji adalah DK = {F / F > (q-1) pqNqF -- ,1,a }
c. Komparasi rataan atar sel pada kolom yang sama
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama adalah :
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
kjij
kjijkjij
nnRKG
XXF
11
2
Fij-kj = nilai Fobs pada perbandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
ijX = rataan pada sel ij
kjX = rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
nij = ukuran sel ij
nkj = ukuran sel kj
sedangkan daerah kritik untuk uji itu adalah :
DK = { }pqNpqkjijkjij FpqFF ---- -> ,1,)1(/ a
d. Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
ikij
ikijikij
nnRKG
XXF
11
2
Fij-ik = Nilai Fobs pada perbandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel ik
ijX = rataan pada sel ij
56
ikX = rataan pada sel ik
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
nij = ukuran sel ij
nik = ukuran sel ik
sedangkan daerah kritik untuk uji itu adalah :
DK = { }pqNpqkjijkjij FpqFF ---- -> ,1,)1(/ a
(Budiyono , 2004 : 213)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab IV ini akan dilaporkan hasil uji instrumen, hasil diskripsi data, hasil
analisis data, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. Penelitian telah
dilaksanakan pada siswa-siswa kelas X SMA Negeri 1 Bojonegoro, SMA Negeri 1
Sumberejo dan SMA Negeri 1 Dander yang masing-masing sekolah diambil dua kelas
dengan rincian satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
Pembelajaran Kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams
57
Achievement Divisions (STAD) dan kelas kontrol dengan model pembelajaran kooperatif
Team Assisted Individualization (TAI). Adapun hasilnya diuraikan sebagai berikut.
A. Hasil Uji Instrumen
Sebelum instrumen tes hasil belajar matematika digunakan untuk pengambilan data
hasil belajar matematika, instrumen terlebih dahulu dilakukan uji validitas isi kemudian
diujicobakan pada 78 siswa dari dua kelas X SMA Negeri 3 Bojonegoro yang merupakan
anggota populasi tetapi tidak termasuk anggota sampel yang selanjutnya akan dicari
reliabilitasnya dan akan dilakukan analisis butir soal.
1. Uji Validitas Isi
Instrumen penelitian yang berupa tes hasil belajar matematika, sebelum digunakan
untuk pengambilan data yaitu data hasil belajar matematika terlebih dahulu instrumen
dilakukan uji validitas isi. Validitas isi instrumen ini dilakukan oleh peserta MGMP di
Bojonegoro yaitu Dra. Umi Anifah, Dra. Endang Sriwigati dan Drs. Markasim yang
menyatakan bahwa butir soal telah dipenuhi karena adanya kesesuaian antara indikator di
kisi-kisi (Lampiran 7) dengan butir soal (Lampiran 8) yang dibuat. Sehingga dari 30 butir
soal yang dibuat dinyatakan valid yang hasil validitas isi selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 9.
2. Uji Reliabilitas
Untuk menentukan reliabilitas instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini
dilakukan dengan uji Kuder Richardson 20. Sebuah instrumen dikatakan reliabel jika nilai
indeks reliabilitasnya lebih dari 0,7. Dari hasil perhitungan diperoleh indeks reliabitasnya
58
0,8739, sehingga instrumen tersebut dikatan reliabel. Perhitungan selanjutnya dapat dilihat
pada Lampiran 11.
3. Analisi Butir Soal
Analisis butir soal untuk instrumen pada penelitian ini terdiri dari tingkat kesukaran
butir soal dan daya pembeda butir soal. Hasil perhitungan dari 30 butir soal yang dianalisis
terdapat 7 soal yang tidak terpakai (ditolak) yaitu nomor 8, 17, 20, 21, 24, 26 dan 29
sehingga terdapat 23 butir soal yang diterima, yang perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 11. Dari 23 butir soal yang diterima, dipilih 20 butir soal yang mewakili
semua indikator dalam kisi-kisi penyusunan soal kemudian digunakan untuk pengambilan
data hasil belajar matematika. Dua puluh soal yang dipilih tersebut selanjutnya dianalisis
kembali dan dihitung nilai reliabilitasnya, diperoleh indeks reliabitas 0,8616 sehingga
instrumen tersebut reliabel, yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.
B. Deskripsi Data
1. Data Hasil Belajar Matematika Siswa
Data hasil belajar matematika siswa yang digunakan untuk menguji hipotesis pada
penelitian ini adalah data hasil belajar matematika siswa kelas X semester 2 yang diperoleh
dari tes setelah berakhirnya pelaksanaan eksperimen, baik untuk kelompok siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions
(STAD) sebagai kelas eksperimen maupun kelompok siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif Teams Assisted Individualization (TAI) sebagai kelas kontrol.
Data-data tersebut dideskripsikan sebagai berikut .
59
a. Data Hasil Belajar Topik Trigonometri untuk Siswa dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Student Teams Achievement Divisions
Pengambilan data hasil belajar matematika pada topik trigonometri dilakukan
dengan instrumen tes (Lampiran 13) setelah berakhirnya model pembelajaran
kooperatif Student Teams Achievement Division. Data hasil belajar matematika siswa
untuk kelas eksperimen terdiri dari 32 siswa kelas X-1 SMAN 1 Bojonegoro, 40 siswa
kelas X-5 SMAN1 Sumberrejo Bojonegoro dan 33 siswa kelas X-4 SMAN 1 Dander
Bojonegoro, masing-masing kelas terdiri siswa dengan kemapuan awal tinggi, sedang
dan rendah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Dari data siswa yang
berjumlah 105 siswa tersebut diperoleh, mean 71,714, median 75, modus 85, nilai
maksimum 100, nilai minimum 30 dan standar deviasi 19,853. Dalam bentuk tabel
untuk masing-masing tingkat kemapuan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dengan Kemampuan Awal Tinggi,
Sedang dan Rendah
Tingkat Kemampuan
awal Mea
n
Med
ian
Mod
us
Mak
sim
um
Min
imum
Stad
.Dev
Tinggi 79,827 85 85 100 45 18,5397
Sedang 74,894 80 95 100 30 18,459
Rendah 58,448 60 40 95 30 17,531
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
60
b. Data Hasil Belajar Topik Trigonometri untuk Siswa dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Team Assisted Individualization
Pengambilan data hasil belajar matematika pada topik trigonometri dilakukan
dengan instrumen tes setelah berahakirnya model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization. Data hasil belajar matematika siswa untuk kelas eksperimen
terdiri dari 32 siswa kelas X-3 SMAN 1 Bojonegoro, 40 siswa kelas X-6 SMAN1
Sumberejo Bojonegoro dan 34 siswa kelas X-5 SMAN 1 Dander Bojonegoro, masing-
masing kelas terdiri siswa dengan kemapuan awal tinggi, sedang dan rendah secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Dari data siswa yang berjumlah 106 siswa
tersebut diperoleh, mean 65,1887, median 65, modus ,60 nilai maksimum 100, nilai
minimum 30 dan standar deviasi 19,085. Dalam bentuk tabel untuk masing-masing
tingkat kemapuan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol dengan Kemampuan Awal Tinggi,
Sedang dan Rendah
Tingkat Kemampuan
Awal
Mea
n
Med
ian
Mod
us
Mak
sim
um
Min
imum
Stad
.Dev
Tinggi 73,906 75 95 100 35 20,546
Sedang 65,000 65 60 95 35 16,167
Rendah 55,862 55 30 85 30 17,272
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
61
2. Data Kemampuan Awal Siswa
Data kemampuan awal siswa adalah nilai hasil belajar matematika pada topik
sebelum topik trigonometri yaitu topik logika, yang diperoleh melalui tes.
a. Data Kemapuan Awal Siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Koopreratif
Student Teams Achievement Division
Pengambilan data kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen yaitu yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Division
dilakukan dengan tes (Lampiran 2). Data hasil tes untuk kelas eksperimen terdiri dari
32 siswa kelas X-1 SMAN 1 Bojonegoro, 40 siswa kelas X-5 SMAN1 Sumberejo
Bojonegoro dan 33 siswa kelas X-4 SMAN 1 Dander Bojonegoro, masing-masing
kelas terdiri siswa dengan kemapuan awal tinggi, sedang dan rendah secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 16. Dari data siswa yang berjumlah 105 siswa tersebut
diperoleh, mean 67,381, median 70, modus 70, nilai maksimum 100, nilai minimum 35
dan standar deviasi 16,929. Dalam bentuk tabel untuk masing-masing tingkat
kemapuan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Kemampuan Awal SiswaTinggi, Sedang dan Rendah Kelas Eksperimen
Tingkat Kemampuan
Awal
Mea
n
Med
ian
Mod
us
Mak
sim
um
Min
imum
Stad
.Dev
Tinggi 88,793 90 90 100 80 6,360
Sedang 67,021 70 70 75 60 5,581
62
Rendah 46,551 50 50 55 35 6,957
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18.
b. Data Kemampuan Awal siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran
Koopreratif Team Assisted Individualization
Pengambilan data kemampuan awal siswa pada kelas kontrol yaitu yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization dilakukan
dengan tes (Lampiran 2). Data hasil belajar matematika siswa untuk kelas kontrol
terdiri dari 32 siswa kelas X-3 SMAN 1 Bojonegoro, 40 siswa kelas X-6 SMAN1
Sumberejo Bojonegoro dan 34 siswa kelas X-5 SMAN 1 Dander Bojonegoro, masing-
masing kelas terdiri siswa dengan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16. Dari data siswa yang berjumlah 105 siswa
tersebut diperoleh, mean 66,651; median 65, modus 65, nilai maksimum 100, nilai
minimum 30 dan standar deviasi 18,293. Dalam bentuk tabel untuk masing-masing
tingkat kemapuan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4
Kemampuan Awal Siswa Tinggi, Sedang dan Rendah Kelas Kontrol
Tingkat Kemampuan
Mea
n
Med
ian
Mod
us
Mak
sim
u
Min
imum
Stad
.Dev
Tinggi 87,656 85 80 100 80 7,723
Sedang 66,667 65 65 75 60 5,436
63
Rendah 43,448 45 35 55 30 8,975
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18.
C. Hasil Analisis Data
1. Uji Keseimbangan
Dalam uji keseimbangan data yang digunakan adalah data kemapuan awal yaitu data
hasil belajar matematika pada topik sebelumnaya yaitu topik logika pada semester 2 tahun
ajaran 2009/2010 baik untuk kelompok eksperimen maupun untuk kelompok kelas kontrol.
Sebelum dilakukan uji keseimbangan dilakukan uji normalitas masing-masing kelompok
dengan menggunakan uji Lilliefors. Di bawah ini rangkuman uji normalitas kemampuan
awal.
Tabel 4.5
Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal
No Kemampuan
awal
Lhitung N Ltabel Keputusan Ket.
1 Eksperimen 0,0781054 105 0,0864647 Diterima Normal
2 Kontrol 0,07141323 106 0,08605593 Diterima Normal
Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21a dan Lampiran 21b.
Dari uji normalitas tersebut menghasilkan keputusan tidak ditolak yang berarti kedua
kelompok berasal dari populasi yang normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas
dengan menggunakan uji Bartlet dengan statistik uji Chi Kuadrat anatara kelas eksperimen
64
dan kelas kontrol diperoleh 2hitungc = 0,62391 dan 2
tabelc = 3,81 sehingga kedua kelompok
homogen (perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 21c). Setelah normal dan
homogen selanjutnya dilakukan uji keseimbangan dengan uji-t, yang diperoleh hasil tobs =
0,327009243 dan ternyata – 1,960 ≤ tobs ≤ 1,960 sehingga kedua kelompok mempunyai
kemampuan awal seimbang (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20).
2. Uji Prasyarat
Uji prasyarat dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji
normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan
uji Bartlet.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas hasil belajar matematika siswa kelas X semester 2 tahun pelajaran
2009/2010 mencakup normalitas untuk :
1. Kelompok siswa dengan model pembelajaran kooperatif Student teams achievement
divisions
2. Kelompok siswa dengan model pembelajaran kooperatif Team Assisted
Individualization
3. Kelompok siswa yang berkemampuan awal tinggi
4. Kelompok siswa yang berkemampuan awal sedang
5. Kelompok siswa yang berkemampuan awal rendah
Rangkuman hasil uji normalitas dari kelima kelompok tersebut disajikan dalam
table sebagai berikut :
65
Tabel 4. 6
Rangkuman Uji Normalitas hasil belajar matematika siswa
No Nama Variabel Lhitung n Ltabel Keputusan Ket
1
Kelompok siswa
dengan model
STAD
0,0820 105 0,0865 Diterima Normal
2
Kelompok siswa
dengan model
pemebelajaran
kooperatif TAI
0,0858 106 0,0861 Diterima Normal
3
Kelompok siswa
dengan
kemampuan
awal tinggi
0,11202 61 0,1134 Diterima Normal
4
Kelompok siswa
dengan
kemampuan
awal sedang
0,070662 92 0,0924 Diterima Normal
5
Kelompok siswa
dengan
kemampuan
awal rendah
0,1152 58 0,1163 Diterima Normal
Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 22. Dari hasil uji normalitas
terbukti semua data masing-masing kelompok berasal dari populasi normal, hal ini
dapat dilihat dari harga L hitung < L tabel.
66
b. Uji Homogenitas
Untuk uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji Bartlett dengan
statistik uji Chi Kuadrat untuk menunjukkan bahwa populasi-populasi dari sampel
penelitian ini bersifat homogen atau bervariansi sama. Uji homogenitas dengan Bartlett
disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.7
Rangkuman Uji Homogenitas
No. Sumber 2hitungc 2
tabelc Keputusan
1 Model Pembelajaran (A) 0,2237 3,841 Homogen
2 Kemampuan Awal (B) 0,81011 5,991 Homogen
Dari hasil uji homogenitas yang disajikan pada tabel di atas dapat disimpulkan
bahwa sampel penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki variansi sama
(homogen). Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 23.
3. Uji Hipotesis
Setelah Uji Prasyarat Anava dilakukan dan terpenuhi maka dilakukan Uji Anava dua
jalan dengan sel tak sama dan taraf signifikansi =a 0,05 disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.8
Rangkuman Hasil Data Sel
Kemampuan Awal Tinggi Sedang Rendah
STAD
N 29 47 29 ∑X 2315 3520 1695
X 79,83 74,89 58,45 ∑X2 194375 279300 107675
67
Pembelajaran kooperatif
C 184800,86 263625,53 99069,83 SS 9574,1379 15674,47 8605,17
TAI
N 32 45 29 ∑X 2365 2925 1620
X 73,91 65 55,86 ∑X2 187875 201625 98850
C 174788,28 190125 90496,55 SS 13086,719 11500 8353,448
Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Rataan dan Jumlah Rataan
Kemampuan Awal Total Tinggi Sedang Rendah
Model Pembelajaran
STAD 79,83 74,89 58,45 213,17
TAI 73,91 65,00 55,86 194,77
Total 153,73 139,89 114,31 407,94
Tabel 4.10
Rangkuman Hasil Anilisis Variansi
Sumber Variansi
JK db RK F hit F tabel Keputusan Uji
Model Pembelajaran (A)
1900,16 1 1900,16 5,83185 3,84 ditolak
Tingkat Kemampuan Awal (B)
13469,73 2 6734,87 20,67025 3,00 ditolak
Interaksi antara Model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal (AB)
450,63 2 225,313 0,69152 3,00 diterima
Galat 66793,95 325,824 Total 82614,46
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24.
Berdasarkan hasil perhitungan yang terangkum pada Tabel 4.10 di atas jelas bahwa :
68
a. Pada efek A ( model pembelajaran kooperartif ), nilai statistik uji FA = 5,83185 dan F
table = 3,84, tampak jelas bahwa FA > F table dengan demikian H0A ditolak. Hal ini berati
bahwa terdapat perbedaan efektifitas model pembelajaran kooperatif Student Teams
Achievement Divisions dengan model pembelajaran kooperatif Team Assisted
Individualization terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X semester 2 SMA
Negeri di Bojonegoro tahun pelajaran 2009/2010 pada topik trigonometri.
b. Pada efek utama B (tingkat kemampuan awal), nilai statistik uji FB = 20,67025 dan F
tabel = 3,00, tampak jelas bahwa FB > F tabel, sehingga H0B ditolak. Hal ini berarti bahwa
terdapat perbedaan efektifitas antara tingkat kemampuan awal tinggi, sedang dan
tingkat kemampuan awal rendah terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X
semester 2 SMA Negeri di Bojonegoro tahun pelajaran 2009/2010 pada topik
trigonometri.
c. Pada efek interaksi AB (model pembelajaran kooperatif dan tingkat kemampuan awal),
harga statistik uji FAB = 0,69152 dan F tabel = 3,00, sangat jelas bahwa FAB < F tabel
sehingga F0AB diterima. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran kooperatif dan tingkat kemampuan awal terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas X semester 2 tahun pelajaran 2009/2010 SMA Negeri di
Bojonegoro pada topik trigonometri.
4. Uji Komparasi Ganda
Melihat hasil dari uji hipotesis, ternyata dari ketiga hipotesis dua hipotesis yaitu H0A
dan H0B ditolak dan satu hipotesis yaitu H0AB diterima. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
komparasi ganda pada rataan antar kolom sedangkan antar baris tidak perlu dilakukan uji
komparasi ganda karena hanya terdiri dua nilai. Sebelum melihat hasil komparasi rataan
69
antar kolom, di bawah ini disajikan tabel rangkuman rataan antar sel lengkap dengan
rataan marginalnya.
Tabel 4.11 Rangkuman Rataan antar sel dan Rataan Marginal
Kemampuan Awal Siswa Rataan Marginal Tinggi Sedang Rendah
Model Pembelajaran
STAD 79,83 74,89 58,45 71,71429 TAI 73,91 65,00 55,86 65,1886792
Rataan Marginal
76,72 70,05 57,16
Rangkuman hasil uji komparasi ganda rataan antar kolom menggunakan metode
Scheffe disajikan pada Tabel 4.12. Perhitungan selengkapnya dapat dapat dilihat pada
Lampiran 25.
Tabel 4.12
Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rataan antar Kolom Komparasi F hitung F kritik Keputusan uji µ.1 = µ.2 21,56398 6,00 Ditolak µ.1 = µ.3 141,8201 6,00 Ditolak µ.2 = µ.3 71,45844 6,00 Ditolak
Dari rangkuman Tabel 4.12 di atas dapat disimpulkan bahwa :
a. H0 ditolak karena F.1-.2 = 21,56398 > 6,00, ini berarti bahwa tingkat kemampuan awal
tinggi memberikan efek yang berbeda terhadap hasil belajar matematika dibandingkan
dengan tingkat kemampuan awal sedang.
b. H0 ditolak karena F.1-.3 = 141,8201 > 6,00 , ini berarti bahwa tingkat kemampuan awal
tinggi memberikan efek yang beda terhadap hasil belajar matematika dibandingkan
tingkat kemapuan awal rendah.
70
c. H0 ditolak karena F.2-.3 = 71,45844 > 6,00, ini berarti bahwa tingkat kemapuan awal
sedang memberikan efek beda terhadap hasil belajar matematika dibandingkan tingkat
kemampuan awal rendah.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Division dan Team
Assisted Individualization memberikan efek yang beda terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas X semester 2 SMA Negeri di Bojonegoro
Berdasarkan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama untuk efek utama A
(model pembelajaran kooperatif), diperoleh FA = 5,83185 dan Ftabel = 3,84 sehingga FA
> Ftabel , ini berarti bahwa efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Division dan model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization terdapat perbedaan terhadap hasil belajar matematika.
Demikian juga, jika diamati dari hasil rataan hasil belajar matematika pada tabel rataan
marginal (Tabel 4.11) menunjukkan bahwa hasil belajar matematika yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions yang
memperoleh 71,71429, lebih baik dibandingkan dengan rataan hasil belajar matematika
yang diajar model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization yang
hanya memperoleh 65,1886792. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar
matematika yang diajar model pembelajaran kooperatif Student teams Achievement
Divisions lebih baik daripada yang diajar model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization.
71
Hal diatas sejalan dengan pendapat Slavin (1995:5) bahwa dalam STAD para
siswa dibagi dalam tim dan gurun menyampaikan pelajaran, lalu siswa dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Dalam
berdiskusi kelompok akan berjalan baik jika sebagian anggota kelompok mengerti
materi yang akan dibicarakan atau paling tidak ada yang memahami materi yang
dipelajari, dan dalam STAD dengan adanya presentasi guru sebelum mereka masuk
timnya maka siswa sudah mempunyai bekal untuk mendiskusikan materi dalam
kelompoknya.
STAD adalah model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa supaya dapat
saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang
diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin timnya mendapatkan penghargaan tim,
mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materi. Mereka harus
mendukung teman satu timnya untuk bias melakukan yang terbaik, menunjukkan
norma bahwa belajar penting, berharga dan menyenangkan.
2. Ada perbedaan antara tingkat kemapuan awal tinggi, sedang dan rendah
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X semester 2 SMA Negeri di
Bojonegoro
Berdasarkan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, pada efek B (tingkat
kemapuan awal), diperoleh FB = 20,67025 dan Ftabel = 3,00 sehingga FB > Ftabel. Ini
berarti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas X semester 2
SMA Negeri Bojonegoro sebagai akibat karena perbedaan tingkat kemampuan awal
siswa tersebut. Demikian juga dari hasil komparasi ganda antar kolom diperoleh F.1-.2 =
21,56398 > Fkritik = 6,00, F.1-..3=141,8201 dan F.2-.3 = 71,45844 > Fkritik = 6,00, artinya
72
hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi berbeda dengan
siswa yang memiliki kemapuan awal sedang, hasil belajar matematika siswa yang
memiliki kemapuan awal sedang berbeda dengan siswa yang memiliki kemampuan
awal rendah dan hasil belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi
berbeda dengan hasil belajar matematika yang memiliki kemampuan awal rendah.
Demikian juga jika melihat rataan masing-masing tingkat kemampuan awal pada
rangkuman rataan antar sel (Tabel 4.11) diperoleh 76,72; 70,05 dan 57,16 maka
terdapat kecenderungan siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi memperoleh
hasil belajar matematika lebih baik. Hal ini berarti hasil belajar matematika siswa yang
memiliki kemampuan awal tinggi lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar
matematika siswa kemampuan awal sedang, hasil belajar matematika siswa yang
memiliki kemampuan awal sedang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan
kemampuan awal sedang, demikian juga hasil belajar matematika siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang
memiliki kemampuan awal rendah pada siswa kelas X semester 2 SMA Negeri
Bojonegoro tahun pelajaran 2009/2010 untuk topik trigonometri.
Memperhatikan hasil analisis variansi di atas serta mengingat karakteristik dari
matematika yang merupakan ilmu yang menganut hubungan bersifat hierakikal artinya
kemampuan yang satu menjadi prasyarat kemampuan berikutnya, dan dapat diambil
kesimpulan bahwa penelitian ini merupakan bukti kemampuan awal siswa merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam proses pembelajaran berikutnya. Siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi akan mudah mengikuti proses pembelajaran berikutnya.
73
Hal ini senada dengan pendapat Herman Hudojo (2005:51) mengajar akan efektif
bila kemampuan berpikir anak diperhatikan dan karena itu perhatian ditujukan kepada
kesiapan struktur kognitif siswa. Adapun struktur mengacu kepada organisasi
pengetahuan/pengalaman yang telah dikuasai seseorang siswa yang memungkinkan
siswa itu dapat menangkap ide-ide/konsep-konsep baru. Sedangkan Piaget (1970)
dalam Paul Suparno (1997:21) bahwa setiap level keadaan dapat dimengerti sebagai
akibat dari transformasi tertentu atau sebagai titik tolak bagi transformasi lain.
3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan
awal siswa kelas X semester 2 SMA Negeri Bojonegoro tahun pelajaran 2009/2010
pada topik trigonometri
Berdasarkan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, pada interaksi AB
(model pembelajaran kooperatif dan tingkat kemampuan awal) diperoleh FAB =
0,69152 dan Ftabel = 3,00 maka FAB < Ftabel, sehingga tidak terdapat interaksi antara
model pembelajaran kooperatif dan tingkat kemampuan awal siswa. Ini berarti bahwa
hasil belajar matematika dari masing-masing tingkat kemampuan awal siswa konsisten
pada model pembelajaran dan hasil belajar matematika dari masing-masing model
pembelajaran konsisten pada tingkat kemapuan awal siswa. Artinya siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams Ahievement Divisions (STAD)
lebih baik daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization (TAI) baik secara umum maupun ditinjau dari masing-
masing tingkat kemampuan awal siswa.
Secara umum model pembelajaran kooperatif Student Teams Ahievement Divisions
(STAD) dan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI)
74
banyak persamaannya dan mudah untuk digunakan pada pembelajaran sehingga hasil
belajar matematika dipengaruhi kesiapan siswa untuk mempelajari berikutnya. Sesuai
yang diutarakan oleh Herman Hudojo (1979:93) bahwa di dalam matematika bila
konsep A dan konsep B mendasari konsep C, maka konsep C tidak mungkin dipelajari
sebelum konsep A dan konsep B terlebih dahulu. Demikian pula konsep D baru dapat
dipelajari bila konsep konsep C sudah dipahami, demikian seterusnya.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini pastilah terdapat faktor –faktor yang tidak diperhitungkan
sehingga menjadi kendala dalam penelitian ini. Kendala atau fakor-faktor yang tidak
diperhitungkan ini merupakan keterbatasan pada penelitian ini. Keterbatasan dalam
penelitian ini dikemukakan dengan maksud agar tidak menyesatkan dalam memanfaatkan
hasil penelitian ini. Keterbatasan yang dimaksud adalah subyek penelitian, model
pembelajaran, materi pembelajaran, pelaksanaan eksperimen, instrumen tes dan
pengambilan data hasil belajar.
1. Penelitian ini hanya mengambil siswa kelas kelas X SMA Negeri se Bojonegoro dan
tidak melibatkan SMA swasta. Di samping itu pengambilan sampel juga dimungkinkan
masih kurang sehingga kurang dapat mewakili populasinya.
2. Cara penyajian materi pada penelitian ini terbatas pada penggunaan model
pembelajaran kooperatif Student teams Achievement Divisions (STAD) dan model
pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) sehingga mengabaikan
model pembelajaran yang lain yang mungkin lebih efektif untuk menigkatkan hasil
belajar matematika khususnya pada topik trigonometri.
75
3. Pelaksanaan eksperimen pada penelitian ini peneliti tidaklah mungkin melalukan semua
eksperimen sendiri di tiga sekolah sampel, sehingga peneliti meminta bantuan rekan
guru yang mengajar di kelas pada sekolah yang diambil sebagai sampel. Peran peneliti
yang paling dominan adalah memberikan arahan tentang rencana pembelajaran
(Lampiran 3 dan 4) yang sudah peneliti rancang, sehingga peniliti tidaklah dapat
memantau atau mengamati langsung seluruhnya pelaksanaan pembelajaran di kelas,
tetapi diawal dan akhir penelitian peneliti langsung yang melakukan sendiri. Jadi perlu
adanya kehati-hatian dalam pemanfaatan hasil penelitian ini.
4. Pengambilan data hasil belajar matematika hanya dilakukan dengan pengumpulan data
hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis yang berbentuk tes pilihan ganda pada
akhir pembelajaran, sehingga merupakan keterbatasan sebuah evaluasi. Sebuah
evaluasi atau penilaian seharusnya dilakukan sepanjang proses pembelajaran, namun
hal ini sulit dilakukan oleh peniliti karena keterbatasn waktu dan tenaga.
5. Pengambilan data kemampuan awal siswa hanya didasarkan pada hasil tes topik logika
yang mungkin belum menggambarkan kemampuan awal siswa yang sesungguhnya.
Demikian juga kesungguhan siswa dalam mengerjakan tes untuk kemampuan awal ini.
6. Dalam menyelesaikan tes hasil belajar matematika kemungkinan masih ada siswa
bekerja sama, sehingga berakibat data hasil belajar matematika pada penelitian ini
menjadi kurang murni.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika pada topik trigonometri dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) lebih baik
77
dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team Assisted
Individualization (TAI).
2. Tingkat kemampuan awal siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada topik
trigonometri. Hasil belajar siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkat kemampuan awal sedang, hasil
belajar matematika pada siswa yang mempunyai tingkat kemampuan awal tinggi lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkat kemampuan awal rendah
dan hasil belajar matematika siswa yang mempunyai tingkat kemampuan awal sedang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkat kemampuan awal
rendah.
3. Hasil belajar matematika siswa dari masing-masing model pembelajaran berlaku
konsisten (sama) pada masing-masing tingkat kemampuan awal siswa dan hasil belajar
matematika siswa dari masing-masing tingkat kemampuan awal siswa konsisten (sama)
pada masing-masing model pembelajaran.
B. Implikasi Hasil penelitian
1. Implikasi Teoritis
Dari kesimpulan di atas bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa
yang mengikuti model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions
dan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization pada bahasan
dengan topik trigonometri. Hal ini menunjukkan secara teori hasil penenelitian ini
dapat digunakan sebagai rujukan untuk mengembangkan model pembelajaran pada
78
pembelajaran matematika pada topik trigonometri dan juga bahasan-bahasan
matematika lain pada umumnya. Dengan kata lain hasil penelitian ini dapat juga
digunakan sebagai kajian untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang lain
disamping secara teori dapat digunakan untuk mempersiapkan pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran, bahan ajar atau materi, sarana pembelajaran dan
karakteristik siswa.
Dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa pada topik trigonometri, ternyata hasil
belajar siswa yang dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif Student Teams
Achievement Divisions rata-rata hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization.
Hal ini menunjukkan bahwa secara teoritis bahwa model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Divisions lebih efektif dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization.
Memperhatikan hasil penelitian, aspek kemampuan awal siswa dalam melakukan
proses pembelajaran menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam
pembelajaran matematika. Hal ini berarti bahwa seorang siswa yang belajar pada topik
trigonometri sangat dipengaruhi oleh pemahaman topik sebelumnya atau kemampuan
awal siswa tersebut. Dari hasil penelitian ini kemampuan awal secara teoritis sangat
menentukan hasil belajar pada topik yang akan diajarkan, apalagi matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang hierarkikal karena proses belajar selanjutnya akan
tergantung dari kemampuan yang dimiliki sebelumnya. Seperti yang diungkapkan oleh
Herman Hudoyo (1979:93) bahwa di dalam matematika bila konsep A dan konsep B
mendasari konsep C, maka konsep C tidak mungkin dipelajari sebelum konsep A dan
79
B. Demikian pula konsep D baru dipelajari bila konsep C sudah dipahami dengan baik,
demikian seterusnya. Ini jelas bahwa pengalaman belajar yang lalu (kemampuan awal)
memegang peranan penting untuk mamahami atau mempelajari konsep-konsep baru.
2. Implikasi Praktis
Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan guru atau bahkan
acuan atau rujukan guru dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas proses belajar.
Guru hendaknya dapat menngunakan model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siwa dan topik yang akan diberikan sehingga proses pembelajaran akan
efektif dan efisien. Demikian juga dalam proses pembelajaran hendaknya guru
memperhatikan kesiapan atau kemampuan awal yang dimiliki siswa terlebih dahulu
sebelum melakukan proses belajar mengajar, sehingga tujuan yang ingin dicapai dari
proses pembelajaran tersebut dapat berhasil dengan memuaskan untuk semua pihak,
baik dipihak guru maupun siswa. Dan akhirnya akan diperoleh hasil belajar
matematika yang optimal.
C. Saran-saran
Memperhatikan hasil penelitian, kesimpulan penelitian dan implikasi hasil
penelitian secara teoritis maupun praktis, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut :
1. Saran bagi pemegang kebijaksanaan pendidikan
Seorang pemegang kebijaksanaan dalam pendidikan, diharapkan dapat lebih
intensif dalam memantau dan mengarahkan jajarannya teruma dalam pelaksanaan
pendidikan, terutama para guru diwilayah kerjanya karena sebagai ujung tombak
80
keberhasilan pendidikan. Pemegang kebijaksanaan pendidikan berkewajiban untuk
memotivasi guru untuk selalu terpacu meningkat kompetensinya dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Pemegang kebijaksanaan hendaknya memberikan fasilitas yang
seluas-luasnya para guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam
hal model-model pembelajaran sehingga guru mampu melakukan proses pembelajaran
yang selalu menyenangkan, akhirnya diperoleh hasil belajar yang memuaskan.
2. Saran bagi guru
a. Seorang guru diharapkan dapat selalu meningkatkan kompetensinya tentang model-
model pembelajaran, karena sebanyak mungkin menguasai model pembelajaran,
guru akan sangat paham menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa dan materi yang akan diajarkan.
b. Sebagai seorang guru hendaknya memperhatikan aspek-aspek yang dimiliki siswa
untuk meningkatkan hasil belajar mereka, salah satu aspek diantaranya adalah
kemampuan awal yang dimiliki siswanya. Alangkah baiknya guru sebelum proses
pembelajaran berlangsung melihat terlebih dahulu kemampuan awal siswa
dengan cara mengingatkan kembali materi yang menunjang dan sudah pernah
didapat sebelumnya.
c. Seorang guru diharapkan mempersiapkan dahulu rencana program pembelajaran
dengan baik sebelum ia melakukan proses pembelajaran sehingga proses
pembelajaran berlangsung secara terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Saran bagi para peneliti
Diharapkan para peneliti dapat mengembangkan hasil penelitiannya dalam ruang
lingkup yang lebih luas. Penulis berharap bagi para peneliti atau calon peneliti tak
81
henti-hentinya, dapat mengembangkan penelitian ini untuk variabel-variabel lain yang
sejenis secara kreatif sehingga menambah kesempurnaan penelitian yang sudah
dilakukan terdahulu maupun hasil penelitian ini. Dengan kesempurnaan hasil penelitian
ini akan menambah wawasan tentang model-model pembelajaran guna meningkatkan
kualitas pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie, 2008. Menerapkan Cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta : PT Grasindo.
Andi Hakim Nasution, 1982. Landasan Matematika. Jakarta : Bharata Karya Aksara. Atwi Suparman. 2001. Desain Instruksional. Jakarta : Depdikbud.
Bloom, Benyamin S. 1976. Human Characteristic and School Learning. New york: McGraw-Hill Book Company.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press. ________. 2004. Statistik untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press.
Bonnie K. Nastasi dan Douglas H. Clements. 1991. Research on Cooperative Learning : Implications for practice. School Psychology Review. Vol. 20. Issue 1.
Chatarina Tri Anni dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Dikti.
Dick, walter and Robert A. Reiser. 1989. Planning Effective Instruction. Boston : Allyn and Bacon.
Discroll, Marey P (1994). Psychology of Learning for Instruction. Boston : USA ALLYN
and BACON. Erman Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :
JICA Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI ). Elizabeth E Correiro, Leanne R Griffin, Peter E Hart. 2008. A Constructivist Approach to
Inquiry-Based Learning: A TUNEL Assay for the Detection of Apoptosis in
82
Cheek Cells.The American Biology Teacher. Reston: Vol. 70, Iss. 8; pg(s). 457-460
Gagne, Robert M and Leslie J. Briggs. 1978. Principles of Instructional Design. 2nd Ed.
New York : Holt Rinehart and Wistons. Gagne, Robert M. 1997. The Conditions of Learning. New York : Holt Rinehart and
Wistons. Haris Mudjiman. 2008. Belajar Mandiri. Surakarta : LPP UNS dan UNS Press.
Herman Hudoyo. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika & Pelaksanaannya di depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.
_________. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang :
Universitas Negeri Malang. Joyce, B and Marsha Weil. 1992. Model of Teaching ( 4th. ED ). Allyn & Bacon Publisher.
Kamuran Tarim, Fikri Akdeniz. 2008. The effects of cooperative learning on Turkish elementary students’ mathematics achievement and attitude towards mathematics using TAI and STAD methods. Educational Studies in Mathematics. Vol. 67. Issue 1. p 77-91.
Karnasih, Ida. 1997. Optimalisasi Pendidikan Matematika Menuju abad XXI. Makalah
disampaikan pada Seminar Pendidikan IKIP Medan . Mary Kalantzis and Bill Cope. Learning about Learning : An Agenda for Inquiry. University of Illinois at Urbana-Champaign. USA/www.ijl.ccgpublisher.com Muh Ali. 1987. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.
Munandar. 1985. Rancangan System Pengajaran. Jakarta : Depdikbud.
M. Lee Manning and Robert Lucking. 1991. The What, Why, and How of Cooperative Learning. The Clearing House. Vol. 64. No. 3. pp. 152-156.
Nana Sudjana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. Nesbit dkk. 1997. Using Cooperative Learning to Improvement Reading and Writing in
science. Reading & Writing Quarterly. Vol. 13. Issue 1. Paul Suparno. 2001. Filsafat Konstruktifisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
83
Safari. 2008. Analisis butir soal. Asosiasi pengawas Sekolah Indonesia, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta : CV Purnama. Slamet. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Slavin, Robert E, 1995. Cooperative Learning : theory, research, and practice : Allyn and
Bacon. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suherman, H. Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. JakartaRineka
Cipta. Universitas Negeri Surabaya. 2007. Metode Pembelajaran Langsung dan Metode
Pembelajaran Kooperatif. Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru.